Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KEBUTUHAN GIZI PADA LANSIA


Dosen Pengampu : Hasnawatty S Porouw, S,ST., M.Kes

Disusun oleh:
Kelompok 3 (2C)

Ismiwahyuni Latif` 751540121097


Putri Regina V Djafar 751540121109
Safania R Husain 751540121115
Sitinur Fadila Hasan 751540121121
Windi Ardianti 751540121123

POLITEKNIK KESEHATAN GORONTALO


T.A 2022
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah
SWT, yang telah memberikan rahmatnya kepada kita sehingga kita masih diberikan umur yang
panjang dan dapat mengikuti pembelajaran serta masih dapat beraktivitas seperti biasa.
Shalawat serta salam tidak lupa kita hanturkan kepada junjungan kita nabi besar, nabi
Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk dari Allah SWT, serta karunia yang
begitu besar bagi seluruh alam semesta.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada pihak-pihak yang turut
membantu kami dalam pembuatan makalah ini yang berjudul “KEBUTUHAN GIZI PADA
LANSIA” yang telah diberikan oleh dosen kami, yaitu ibu Hasnawatty S Porouw, S,ST., M.Kes
untuk memenuhi tugas kami.
Kami sadar bahwa dalam penulisan makalah ini masih memiliki banyak kekurangan serta
masih jauh dalam kata sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun agar gunanya makalah ini dapat diperbaiki serta kedepannya dapat berguna
dan bermanfaat bagi semua orang.
DAFTAR ISI
Kata pengantar............................................................................................................................................................
Daftar isi.....................................................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................................
A. Latar belakang1
B. Rumusan masalah 1
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................................................
A. Penilain status gizi pada manusia 3
B. Penyakit degenerative pada lansia 7
C. Gizi wanita menopause 9
BAB III PENUTUP....................................................................................................................................................
A. Kesimpulan 12
B. Saran 12
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Setiap mahluk hidup membutuhkan makanan untuk mempertahankan
kehidupannya,karena didalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk
melakukan kegiatan metabolismenya. Apabiala seseorang berhasil mencapai usia lanjut,
maka salah satu upaya utamaadalah mempertahankan atau membawa status gizi yang
bersangkutan pada kondisi optimumagar kualitas hidupan yang bersangkutan tetap baik.
Perubahan ststua gizi pada lansia disebabkan perubahan lingkungan maupun kondisi
kesehatan.Perubahan ini akan makin nyata pada kurun usia dekade 70-an.
Faktor lingkunagn antaralain meliputi perubahan kondisi sosial ekonomi yang
terjadi akibat memasuki masa pensiun danisolasi sosial berupa hidup sendiri setelah
pasangannya meninggal. Faktor kesehatan yang berperan dalan perubahan status gizi
antara lain adalah naiknya insidensi penyakit degenerasimaupun non-degenerasi yang
berakibat dengan perubahan dalam asupan makanan, perubahandalam absorpsi dan
utilisasi zat-zat gizi di tingkat jaringan, dan beberapa kasusu dapatdisebabkan oleh obat-
obat tertentu yang harus diminim para lansia oleh karena penyakit yangsedang
dideritanya. Bagi lansia pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat
membantu dalam proses beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan yang dialaminya selainitu dapat menjaga kelangsungan pergantian sel-sel
tubuh sehingga dapat memperpanjang usia.Kebutuhan kalori pada lansia berkurang
karena berkurangnya kalori dasar dari kebutuhan fisik.Kalori dasar adalah kalori yang
dibutuhkan untuk malakukan kegiatan tubuh dalam keadaanistirahat, misalnya untuk
jantung, usus, pernafasan dan ginjal.
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yaitu:
1. Bagaimana penilain status gizi pada manusia?
2. Apa saja penyakit degenerative yang sering terjadi pada lansia?
3. Apa saja gizi wanita menopause?
C. Tujuan
Adapun tujuannya yaitu:
1. Mampu menjelaskan penilaian status gizi pada lansia
2. Mampu menjelaskan penyakit degenerative yang sering terjadi pada lansia
3. Mampu menjelaskan gizi wanita menopause

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penilaian status gizi pada lansia
Penilaian status gizi digunakan untuk menentukan status gizi seseorang. Status
gizi merupakan keadaan tubuh akibat konsumsi atau penggunaan zat gizi (Almatsier,
2010). Penilaian status gizi dilakukan dengan melakukan pemeriksaan melalui
pengukuran antropometri, pemeriksaan laboratorium, pengkajian fisik atau klinis, dan
riwayat kebiasaan makan. Berdasarkan data penilaian status gizi tersebut dapat diperoleh
informasi tentang keadaan gizi dan kebutuhan nutrisi yang harus dipenuhi. Di samping
itu, dengan melakukan pengkajian status gizi juga dapat menentukan kebutuhan gizi
seseorang dan mengidentifikasi faktor psikososial dan medis yang dapat memengaruhi
status gizi.
Masalah gizi yang sering dialami oleh orang berusia lanjut yaitu kekurangan dan
kelebihan gizi. Terjadinya kelebihan maupun kekurangan gizi dapat menjadi salah satu
faktor risiko penyakit-penyakit tertentu dan dapat memengaruhi produktivitas individu.
Oleh karena itu, penilaian dan pemantauan status gizi pada lansia perlu dilakukan.
1. Antropometri
Antropometri merupakan teknik pengukuran dimensi kerangka tubuh manusia secara
kuantitatif, meliputi berat badan (BB), lingkar lengan atas (LLA), tinggi badan (TB),
tinggi lutut, rentang lengan, indeks massa tubuh (IMT), ketebalan kulit
trisep/skinfold, lingkar pinggang, dan lingkar pinggul.
a. Berat badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang sering digunakan dan
hasilnya cukup akurat. Pengukuran berat badan dapat memberikan gambaran
status gizi seseorang dengan indeks massa tubuh yang diketahui. Kenaikan berat
badan dapat menunjukkan bertambahnya lemak tubuh atau adanya edema,
sedangkan penurunan berat badan dapat menunjukkan adanya penyakit atau
kurangnya asupan zat gizi (Fatmah, 2010). Pengukuran berat badan pada lansia
dapat dilakukan dengan menggunakan timbangan injak. Pengukuran dilakukan
dengan posisi subjek berdiri, memakai pakaian seminimal mungkin, tidak
menggunakan perhiasan dan jam tangan, tidak memakai alas kaki baik kaus kaki
maupun sandal, dan isi kantong celana atau baju telah dikeluarkan. Pembacaan
skala dilakukan pada alat dengan ketelitian 0,1 kg (Fatmah, 2010).
b. Tinggi badan
Tinggi badan merupakan gambaran keadaan pertumbuhan skeletal
(Oktariyani, 2012). Dalam keadaan normal, peningkatan tinggi badan berbanding
lurus dengan pertambahan usia. Akan tetapi, pada kelompok lansia akan
mengalami penurunan tinggi badan. Penurunan tinggi badan terjadi akibat
pemendekan columna vertebralis, berkurangnya massa tulang (12% pada pria dan
25% pada wanita), osteoporosis, dan kifosis (Oktariyani, 2012). Pengukuran
tinggi badan dilakukan dengan menggunakan alat pengukur tinggi badan, yaitu
microtoise, dengan kepekaan 0,1 cm (Fariski dkk., 2020). Kesulitan pengukuran
tinggi badan pada kelompok lansia adalah postur tubuh yang menyebabkan lansia
tidak dapat berdiri dengan posisi yang tegak. Alternatif pengukuran tinggi badan
pada kondisi tersebut yaitu dengan memprediksi tinggi badan lansia
menggunakan metode pengukuran tinggi lutut, panjang depa, dan tinggi duduk
(Fatmah, 2010).
c. Panjang depa
Panjang depa sangat direkomendasikan untuk memprediksi tinggi badan
lansia karena panjang depa cenderung tidak banyak mengalami perubahan dengan
bertambahnya usia seseorang. Pada kelompok lansia, penurunan nilai panjang
depa terjadi lebih lambat dibandingkan dengan penurunan tinggi badan.
Pengukuran panjang depa dilakukan dengan merentangkan kedua tangan dalam
posisi lurus dan tidak dikepal. Apabila salah satu lengan tidak dapat diluruskan
maka pengukuran panjang depa tidak dapat dilakukan (Fatmah, 2010). Panjang
depa dapat digunakan untuk memprediksi tinggi badan pada orang cacat dan tidak
mampu berdiri tinggi.
d. Tinggi lutut
Tinggi lutut dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk memprediksi
tinggi badan lansia yang berusia ± 60 tahun. Pertambahan usia yang terjadi pada
manusia tidak berpengaruh terhadap panjang tulang lengan dan tungkai.
e. Tinggi duduk

7
Tinggi duduk digunakan untuk memprediksi tinggi badan pada lansia yang
tidak dapat berdiri dan/atau merentangkan kedua tangannya sepanjang mungkin
dalam posisi lurus, atau jika salah satu atau kedua buah pergelangan tangan tidak
dapat diluruskan karena sakit atau penyebab lainnya. Berkurangnya tinggi duduk
dapat memengaruhi penurunan tinggi badan lansia. Hal tersebut dikarenakan
adanya perubahan panjang tulang belakang seiring dengan bertambahnya usia
(Oktariyani, 2012).
f. Pengukuran lingkar lengan atas (LLA)
Pengukuran lingkar lengan atas (LLA) merupakan pengukuran massa otot
yang dilakukan dengan mengukur lingkar lengan bagian atas dan dibandingkan
dengan nilai standar. Pengukuran LLA dapat digunakan untuk mengetahui risiko
kekurangan energi protein. Pengukuran LLA tidak dapat digunakan untuk
memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek. Namun, pengukuran ini
dapat digunakan untuk menilai terjadinya kekurangan energi kronik. Pengukuran
lingkar lengan atas dapat menggunakan pita LLA dengan ketelitian 0,1 cm
(Fariski dkk., 2020). Ambang batas normal LLA yang berisiko mengalami
kekurangan energi kronik di Indonesia yaitu 23,5 cm. Hasil pengukuran LLA
kurang dari 23,5 cm menunjukkan bahwa orang tersebut berisiko kekurangan
energi kronik (Supariasa dkk., 2012).
g. Indeks massa tubuh (IMT)
Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan cara memantau berat badan
secara berkala. Indeks massa tubuh (IMT) atau body mass index (BMI)
merupakan salah satu cara pengukuran antropometri yang dapat dilakukan untuk
menilai status gizi orang. Indeks massa tubuh (IMT) diukur dengan cara
pengukuran berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (m²), menggunakan
rumus sebagai berikut.
Di Indonesia sendiri, penentuan status gizi lansia saat ini menggunakan
ketetapan yang dibuat oleh Kemenkes RI dan disesuaikan dengan kondisi orang
yang ada di Indonesia. Pengelompokan indeks massa tubuh berdasarkan
Kemenkes RI (2019) adalah sebagai berikut.
2. Pemeriksaan Biokimia
Pemeriksaan biokimia atau laboratorium merupakan pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengukur kadar darah dan urine yang berkaitan dengan asupan zat
gizi tertentu. Pemeriksaan biokimia juga dapat mendeteksi masalah gizi yang terjadi
pada individu. Selain darah dan urine, pemeriksaan biokimia juga dapat dilakukan di
beberapa jaringan tubuh lain, seperti hati, otot, serta tinja. Metode ini digunakan
sebagai suatu peringatan kemungkinan terjadinya malnutrisi yang lebih parah.
Pemeriksaan biokimia lebih sensitif dan dapat menggambarkan perubahan
status gizi lebih dini pada lansia, seperti hiperlipidemia, kurang energi protein (KEP),
anemia defisiensi besi, dan asam folat. Hal tersebut disebabkan pemeriksaan biokimia
dapat memberikan gambaran kadar gizi dalam darah, urine, organ lain, perubahan
metabolik tubuh akibat konsumsi zat gizi yang kurang dalam waktu lama, serta
memberikan gambaran cadangan zat gizi dalam tubuh (Supariasa dkk., 2012).
3. Pemeriksaan Fisik Klinis
Pemeriksaan merupakan metode yang digunakan untuk menilai status gizi
masyarakat. Pemeriksaan klinis dibagi menjadi dua, yaitu riwayat medis dan
pemeriksaan fisik. Riwayat medis merupakan catatan mengenai perkembangan
penyakit individu. Adapun pemeriksaan fisik yaitu melihat dan mengamati tanda
(sign) dan gejala (symptom) gangguan gizi (Supariasa, dkk., 2012). Selain itu,
pemeriksaan fisik klinis juga dapat dilakukan dengan meraba atau melihat bagian
tubuh yang terletak dekat permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Pemeriksaan fisik klinis harus dipadukan dengan pemeriksaan lain, seperti
antropometri, biokimia, dan penilaian dietetik (asupan makan). karena penyebab dan
gejala untuk penyakit yang sama belum tentu juga sama persis. Meskipun
pemeriksaan fisik klinis ini termasuk murah dan tidak memerlukan peralatan canggih,

9
namun hasil pemeriksaannya sangat subjektif sehingga diperlukan tenaga ahli dan
terlatih untuk melakukannya (Fatmah, 2010). Oleh sebab itu, pemeriksaan fisik klinis
jarang dilakukan untuk menilai status gizi pada lansia kecuali terdapat tenaga ahli dan
terlatih.
4. Penilaian Asupan Makan
Penilaian asupan makan atau diatetik merupakan salah satu metode penilaian
status gizi secara tidak langsung. Penilaian asupan makan dilakukan dengan
mengumpulkan informasi tentang kebiasaan makan, jenis makanan, dan faktor-faktor
lain yang dapat memengaruhi status gizi seseorang. Informasi-informasi tersebut
meliputi riwayat makan (food recall), jumlah makanan dan snack per hari, kesulitan
mengunyah dan menelan, masalah gastrointestinal, penggunaan gigi palsu, riwayat
atau penyakit bedah, tingkat aktivitas, penggunaan obat-obatan, serta riwayat alergi.
Metode-metode yang dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi riwayat
makan atau food recall antara lain dengan 24 hours food recall. Food recall bertujuan
untuk memperkirakan rata-rata jumlah kalori dan protein yang dicerna sehari-hari dan
pola asupan makan individu (Meiner, 2006 dalam Oktariyani, 2012).
B. Penyakit degenerative yang sering terjadi pada lansia
Penyakit degeneratif merupakan penyakit kronik menahun yang banyak
mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit degeneratif antara
lain hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker, diabetes mellitus, osteoporosis,
penyakit sendi, asma, katarak, dan sebagainya. Peningkatan beberapa kejadian penyakit
ini cenderung meningkat seiring bertambahnya usia sehingga lebih banyak dialami oleh
lansia. Proses pertambahan usia ini juga diiringi dengan terjadinya penurunan fungsi
organ tubuh akibat berkurangnya kemampuan sel beregenerasi dan mempertahankan
strukturnya.
Faktor usia memengaruhi kemunduran fungsi tubuh termasuk kekakuan pembuluh
darah (mengkerut dan menua). Bertambahnya usia juga memengaruhi penurunan fungsi
hormone estrogen dan testosterone dalam mendistribusikan lemak, sehingga
memungkinkan terjadinya penimbunan lemak dalam tubuh. Bahayanya bila penimbunan
lemak menempel pada dinding pembuluh darah maka penimbunan ini akan
mempersempit aliran darah, apalagi bila pembuluh darah telah menua. Kondisi ini dapat
meningkatkan tekanan darah yang dapat mengganggu proses metabolisme tubuh (misal:
penyumbatan pembuluh darah otak mengakibatkan stroke, penyumbatan pembuluh darah
jantung mengakibatkan penyakit jantung koroner, dan lainlain).
Disamping itu, berbagai penelitian yang dilakukan para pakar menunjukkan
bahwa masalah gizi pada lansia sebagian besar merupakan masalah status gizi berlebih
yang memicu timbulnya berbagai penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner,
hipertensi, diabetes melitus, batu empedu, rematik, gnjal, sirosis hati, dan kanker.
Sedangkan masalah gizi kurang juga banyak terjadi seperti kurang energi kronis, anemia,
dan kekurangan zat gizi mikro lain (Maryam, 2011) dalam (Asrinawaty danNorfai, 2014).
Halim dan Suzan, (2018) mengatakan Masalah gizi yang terjadi pada lansia selain
terjadi karena penurunan fungsi fisiologis pada lansia juga merupakan masalah gizi yang
terjadi sejak usia muda yang manifestasinya terjadi pada lansia. Beberapa penelitian
menunjukan bahwa masalah gizi pada lansia sebagian besar merupakan masalah gizi
lebih yang merupakan faktor risiko timbulnya penyakit degeneratif seperti penyakit
jantung koroner, diabetes melitus (DM), hipertensi, gout rematik, ginjal, perlemakan hati,
dan lain-lain. Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan memberikan banyak
konsekuensi bagi kehidupan terhadap masalah kesehatan, ekonomi, serta sosial budaya
yang cukup bagi pola penyakit sehubungan dengan proses penuaan, seperti penyakit
degeneratif, penyakit metabolik dan gangguan psikososial (Darmojo, 2011) dalam (Hatta
et al., 2018). Perubahan fisik dan penurunan fungsi organ tubuh akan mempengaruhi
konsumsi dan penyerapan zat gizi besi. Defisiensi zat gizi termasuk zat besi pada ansia,
mempunyai dampak terhadap penurunan kemampuan fisik dan menurunkan kekebalan
tubuh.
Para ahli beranggapan 30-50% faktor gizi berperan penting dalam mencapai dan
mempertahankan keadaan sehat yang optimal pada lansia dan salah satunya adalah
penyakit hipertensi, dengan meningkatkan gizi diharapkan kondisi lansia dapat
dipertahankan atau bahkan ditingkatkan Kemenkes RI menjelaskan bahwa kelebihan gizi
pada lansia biasanya berhubungan dengan gaya hidup dan pola konsumsi yang berlebihan
sejak usia muda bahkan sejak anak•anak. Selain itu, proses metabolisme yang menurun
pada lansia bila tidak diimbangi dengan peningkatan aktivitas fisik atau penurunan
jumlah makanan mengakibatkan kalori yang berlebih akan diubah menjadi lemak

11
sehingga menyebabkan kegemukan. lni menunjukkan bahwa berat badan lebih dan
obesitas juga harus tetap menjadi perhatian karena dapat memacu timbulnya penyakit
degenerative (Lestari dan Weta, 2017).
Manfaat asupan gizi pada lansia antara lain adalah mempertahankan gizi yang
seimbang dalam kaitannya untuk menunda atau mencegah kemunduran fungsi organ, gizi
diharapkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan tubuh pada lansia, membiasakan
makanan yang cukup dan teratur, menghindari kebiasaan pola makan yang buruk, seperti
mengomsumsi makanan yang berkolesterol, meminum minuman keras, dan lainlain,
mempertahankan kesehatan dan menunda lahirnya penyakit degeneratif seperti penyakit
jantung koroner, ginjal, atherosklerosis, dan lainlain, melalui penelitian epidemiologi
menjelaskan faktor resiko penyakit karena komsumsi bahan makanan tertentu seperti
penyakit sendi dan tulang akibat asam urat, penyakit jantung, koroner karena kolesterol
dan lemak jenuh, diabetes melitus akibat obesitas karena konsumsi hidrat arang
(Mubarok,2009) dalam (Bahri, Putra dan Suryanto 2017).
C. Gizi wanita menopause
Menopause merupakan salah satu tahap yang dialami wanita yang ditandai
dengan berhentinya siklus menstruasi. Gejala menopause biasanya akan timbul saat awal
permulaan masa menopause. Sekitar 22-63% wanita Asia menyatakan bahwa mereka
memiliki keluhan pada masa menopause yang dialaminya, diantaranya berupahot flush,
gangguan sistem perkemihan, gejala gangguan somatis, munculnya keringat yang
berlebihan di malam hari, dan adanya penurunan libido. Selain masalah kesehatan
reproduksi, meningkatnya usia juga merupakan salah satu faktor yang memicu
permasalahan malnutrisi. Problem gizi yang sering terjadi adalah penurunan nafsu
makan, penurunan berat badan, perubahan indera pengecap, gangguan mengunyah,
gangguan menelan, konstipasi dan kesulitan akses makanan di samping itu sering terjadi
gizi kurang, kelebihan berat badan dan obesitas. Pada masa menopause terjadi penurunan
kadar estrogen, hal ini menyebabkan perubahan metabolisme. Perubahan metabolisme
tubuh dapat peningkatan kolesterol, kekurangan kalsium tubuh, gangguan pada tulang
(osteoporosis) serta peningkatan berat badan.
Riyadiana, Kodim dan Madanijah (2017) mengungkapkan bahwa rendahnya
aktivitas fisik berkorelasi terbalik dengan IMT dan lingkar perut Pada wanita menopause
yang memepertahankan tingkat aktivitasnya mampu menurunkan lemak adiposa dan
meningkatkan massa otot, sehingga bisa disimpulkan meskipun pada masa menopause
seorang wanita beresiko mengalami peningkatan berat badan bahkan beresiko mengalami
obesitas akibat penurunan kadar estrogen yang berdampak pada perubahan metabolisme
karbohidrat dan lemak, namun peningkatan berat badan dapat dicegah dengan tetap
mempertahankan tingkat aktivitas fisik selain itu kebutuhan kalori juga menurun seiring
dengan bertambahnya usia.
Semakin tinggi status gizi wanita menopause maka keluhan menopause semakin
berat. Hal ini sejalan dengan penelitian Chang, Chee dan Im (2019) bahwa indeks masa
tubuh berhubungan secara signifikan dengan tingkat keparahan keluhan menopause.
Pola kebutuhan gizi yang harus terpenuhi pada saat pre menopause dan
menopause meliputi karbohidrat sekitar 60%, protein 15% - 20% sekitar 40 – 70 gram,
lemak <30% sekitar 50 gram, vitamin, mineral dan fitoestrogen 30-50 mg/hari. Salah satu
terapi gizi saat menopause adalah mengkonsumsi makanan yang kaya akan fitoestrogen
dimana dapat meningkatkan kembali produksi hormon estrogen dalam tubuh. Salah satu
upaya untuk meningkatkan kesiapan ibu dalam menghadapi menopause adalah
melakukan perubahan pola hidup dan pola makan yaitu dengan mengkonsumsi zat gizi
yang dapat mengurangi gejala menopause serta mencegah masalah yang timbul setelah
menopause (Lestari, 2010). Zat antioksidan sangat berperan dalam membersihkan radikal
bebas yaitu partikel yang bisa merusak sel dan memicu berbagai penyakit seperti kanker,
dengan mengkonsumsi antioksidan misalnya bayam merah, pepaya dan fitoestrogen,
misalnya kedelai dan teh hijau sehingga tubuh tidak akan mudah sakit karena regenerasi
sel berjalan dengan baik, selain itu kesehatan kulit akan tetap terjaga.
1. Olahraga
Olahraga memberikan manfaat yang sangat luar biasa, tidak terkecuali untuk
perempuan dengan masa menopause. Dilansir dari EndocrineWeb, aktivitas fisik ini
membantu mencegah terjadinya kenaikan berat badan, melindungi terhadap penyakit
jantung, diabetes, dan osteoporosis. Bahkan, olahraga membantu mengurangi stres
dan meredakan hot flashes.
2. Konsumsi Makanan Kaya Kalsium dan Vitamin D

13
Makanan kaya kalsium, seperti yoghurt, susu, keju, dan sayuran berdaun hijau
seperti sawi hijau, bayam, dan kangkung bisa menjadi beberapa pilihan alternatif.
Berjemur juga menjadi pilihan tepat karena kulit akan membantu memroduksi
vitamin D, tetapi seiring dengan bertambahnya usia, kulit menjadi tidak lagi terlalu
efisien dalam membuatnya. Apabila tidak terlalu senang berjemur, bisa diganti
mengonsumsi makanan dengan kandungan vitamin D seperti minyak ikan, telur, atau
mengonsumsi suplemen vitamin D agar kebutuhan nutrisi satu ini selalu terpenuhi di
tubuh.
3. Tidak Merokok
Selain risiko kesehatan, merokok juga memberikan dampak negatif bagi
perempuan menopause. Merokok meningkatkan kemungkinan kamu mengalami
penyakit jantung dan osteoporosis serta membuat hot flashes menjadi lebih buruk.
Tidak hanya itu, merokok bisa memicu terjadinya komplikasi jika kamu
mengonsumsi obat terapi hormon.
4. Perbanyak minum air putih
Wanita menopause biasanya mengalami gejala menopause vagina kering dan
kulit kering yang disebabkan oleh penurunan hormon estrogen. Guna mencegah
vagina kering dan menjaga kulit sehat masa menopause, konsumsi air perlu
tingkatkan.
5. Cara mengolah makanan
Sebagai contoh, menggoreng makanan bisa meningkatkan kandungan lemak
dan kolesterol pada makanan. Agar makanan untuk wanita menghadapi masa
menopause tetap sehat, kurangi mengolah makanan dengan cara menggoreng atau
membakar makanan. Lebih baik mengolah makanan dengan cara mengukus, merebus,
atau memanggang. Jika memang perlu digoreng, gunakan sedikit minyak zaitun
dengan pengaturan api yang sedang.
D.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bagi lansia pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat
membantu dalam proses beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan yang dialaminya selainitu dapat menjaga kelangsungan pergantian sel-sel
tubuh sehingga dapat memperpanjang usia.Kebutuhan kalori pada lansia berkurang
karena berkurangnya kalori dasar dari kebutuhan fisik.Kalori dasar adalah kalori yang
dibutuhkan untuk malakukan kegiatan tubuh dalam keadaanistirahat, misalnya untuk
jantung, usus, pernafasan dan ginjal.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi setiap pembacanya. Penulis berharap
pembaca dapat memberikan saran atau kritikan agar kami bisa memperbaiki makalah ini.

15
DAFTAR PUSTAKA
Agustiningrum, R., Handayani, S., & Hermawan, A. (2021). Hubungan Status Gizi dengan
Penyakit Degeneratif Kronik pada Lansia di Puskesmas Jogonalan I. MOTORIK Jurnal
Ilmu Kesehatan, 16(2), 63-73.
Ekasari, Wahyu Utami, and Pintam Ayu Yastirin. "PEMENUHAN KEBUTUHAN ZAT
FITOESTROGEN PADA WANITA USIA MENOPAUSE." Jurnal Kebidanan Malahayati
6.3 (2020): 349-356.
Nisak, R., Maimunah, S., & Admadi, T. (2018). UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
MELALUI DETEKSI DINI DAN PENGENDALIAN PENYAKIT DEGENERATIF
PADA LANSIA DI DSN. KARANG PUCANG, DS. NGANCAR, KEC. PITU
WILAYAH KERJA PUSKESMAS PITU KABUPATEN NGAWI: Community
Empowerment Efforts Through Early Detection And Degenerative Disease Control In
Elderly In Dsn. Karang Pucang, ds. Ngancar, Kec. Pitu Pitu Health Centre Working Area
Ngawi District. Jurnal Pengabdian Masyarakat Kesehatan, 4(2), 59-63.
Nurchandra, D., Fathony, Z., & Mirawati, M. (2019). Pendidikan Kesehatan Tentang Gizi
Seimbang Pada Wanita Menopause. Jurnal Pengabdian Masyarakat Kebidanan, 1(1), 21-
24.
Widjayanti, Yhenti. "Status gizi, aktivitas fisik dan keluhan menopause." Jurnal Keperawatan
Muhammadiyah 6.1 (2021).

Anda mungkin juga menyukai