Dosen Pembimbing:
Ns.Bayu Saputra.M.Kep.Sp.Kep.Mb
Di susun oleh : Kelompok 3A
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena curahan rahmat serta
karunianyalah kami pada akhirnya sampai pada tahap menyelesaikan makalah Keperawatan
medical bedah II
Dengan demikian, kami benar benar menantinya adanya kritik dan saran untuk perbaikan
makalah yang hendak kami tulis di masa yang selanjutnya, menyadari tidak ada suatu hal yang
sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif.Kami berharap makalah ini bisa dimengerti oleh
setiap pihak terutama untuk para pembaca.Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya jika
ada kekurangan yang tidak berkenan di hati.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
2.1 Definisi..........................................................................................................................
2.2 Etiologi..........................................................................................................................
2.3 Manifestasi....................................................................................................................
2.4 Patofisiologi..................................................................................................................
2.5 Woc................................................................................................................................
BAB IV PENUTUP............................................................................................................
4.2 Saran..............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Gejala yang muncul akibat cedera saraf tulang belakang ini tergantung pada lokasi saraf
tulang belakang mana yang terkena.
2.4 PATOFISIOLOGI
Kelainan bentuk tulang punggung yang disebut skoliosis ini berawal dari adanya syaraf-
syaraf yang lemah atau bahkan lumpuh yang menarik ruas-ruas tulang belakang. Tarikan ini
berfungsi untuk menjaga ruas tulang belakang berada pada garis yang normal. Yang
bentuknya seperti penggaris atau lurus. Tetapi karena suatu hal diantaranya kebiasaan duduk
yang miring membuat syaraf yang bekerja menjadi lemah. Bila ini terus berulang menjadi
kebiasaan maka syaraf itu bahkan mati. Ini berakibat pada ketidakseimbangan tarikan pad
aruas tulang belakang. Oleh karena itu, tulang belakang yang menderita scoliosis itu bengkok
atau seperti huruf S atau huruf.
2. 5 KLASIFIKASI
Nyeri punggung dapat bersifat akut atau kronik, nyerinya berlangsung terus menerus atau
hilang timbul, nyerinya menetap di suatu tempat atau dapat menyebar ke area lain. Nyeri
punggung dapat bersifat tumpul, atau tajam atau tertusuk atau sensasi terbakar. Nyerinya
dapat menyebar sampai lengan dan tangan atau betis dan kaki, dan dapat menimbulkan gejala
lain selain nyeri. Gejalanya dapat berupa perasaan geli atau tersetrum, kelemahan, dan mati
rasa.
Nyeri punggung dapat dibagi secara anatomi, yaitu: nyeri leher, nyeri punggung bagian
tengah, nyeri punggung bagian bawah, dan nyeri pada tulang ekor. Nyeri punggung dapat
dibagi berdasarkan durasi terjadinya, yaitu: akut (±12 minggu), kronik (>12 minggu), dan
subakut (6-12 minggu). Nyeri punggung dapat dibagi berdasarkan penyebabnya, yaitu:
1. Nyeri lokal, yang disebabkan oleh regangan struktur yang sensitive terhadap nyeri yang
menekan atau mengiritasi ujung saraf sensoris. Lokasi nyeri dekat dengan bagian
punggung yang sakit.
2. Nyeri alih ke bagian punggung, dapat ditimbulkan oleh bagian visceral abdomen atau
pelvis. Nyeri ini biasanya digambarkan sebagai nyeri abdomen atau pelvis tetapi
dibarengi dengan nyeri punggung dan biasanya tidak terpengaruh dengan posisi tubuh
tertentu. Pasien dapat juga mempermasalahkan nyeri punggungnya saja.
3. Nyeri yang berasal dari tulang belakang, dapat timbul dari punggung atau dialihkan ke
bagian bokong atau tungkai. Penyakit yang melibatkan tulang belakang lumbal bagian
atas dapat menimbulkan nyeri alih ke regio lumbal, pangkal paha, atau paha bagian atas.
Penyakit yang melibatkan tulang belakang lumbal bagian bawah dapat menimbulkan
nyeri alih ke bagian bokong, paha bagian belakang, atau betis dan tungkai (jarang).
Injeksi provokatif pada struktur tulang belakang bagian lumbal yang sensitif terhadap
nyeri dapat menimbulkan nyeri tungkai yang tidak mengikuti distribusi dermatomal.
Nyeri sclerotomal ini dapat menjelaskan kasus nyeri di bagian punggung dan tungkai
tanpa adanya bukti penekanan radix saraf.
4. Nyeri punggung radikular biasanya bersifat tajam dan menyebar dari tulang punggung
region lumbal sampai tungkai sesuai daerah perjalanan radix saraf. Batuk, bersin, atau
kontraksi volunteer dari otot abdomen (mengangkat barang berat atau pada saat
mengejan) dapat menimbulkan nyeri yang menyebar. Rasa nyeri dapat bertambah buruk
dalam posisi yang dapat meregangkan saraf dan radix saraf. Saraf femoral (radix L2, L3,
dan L4) melewati paha bagian depan dan tidak akan teregang dengan posisi duduk.
Gambaran tentang nyeri saja biasanya tidak bisa digunakan untuk membedakan nyeri
sklerotomal dan radikulopati.
5. Nyeri yang berhubungan dengan spasme otot, walaupun tak jelas, biasanya dikaitkan
dengan banyak gangguan tulang belakang. Spasme otot biasanya dikaitkan dengan postur
abnormal, otot paraspinal yang teregang, dan rasa nyeri yang tumpul.
2. 6 PEMERIKSAAN PENUJANG
Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap darah (LED)
dan morfologi darah tepi (penting untuk mengidentifikasi infeksi atau myeloma), kalsium,
fosfor, asam urat, alkali fosfatase, asam fosfatase, antigen spesifik prostat (jika ada
kecurigaan metastasis karsinoma prostat), elektroforesis protein serum (protein myeloma),
dalam kasus khusus, dapat diperisa tes tuberculin atau tes Brucella, tes faktor rheumatoid,
dan penggolongan HLA (jika curiga adanya ankylosing spondylitis)
a) Pemeriksaan Radiologis :
Foto rontgen (lebih bagus jika pasien dalam keadaan berdiri) pada posisi
anteroposterior, lateral, dan oblique sering dilakukan untuk pemeriksaan rutin
nyeri pinggang dan sciatica. Gambaran radiologis sering terlihat normal atau
kadang-kadang dijumpai penyempitan ruang diskus intervertebral, osteofit pada
sendi facet dan penumpukan kalsium pada vertebrae, pergeseran korpus vertebrae
(spondilolistesis), infiltasi tulang oleh tumor. Penyempitan ruangan intervertebral
kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus
dan suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral.
CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis
telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang
MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan
berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap
memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena.
MRI sangat berguna bila: vertebra dan level neurologis belum jelas, kecurigaan
kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak, untuk menentukan
kemungkinan herniasi diskus post operasi, kecurigaan karena infeksi atau
neoplasma.
Mielografi atau CT mielografi dan/atau MRI adalah alat diagnostik yang sangat
berharga pada diagnosis NPB dan diperlukan oleh ahli bedah saraf/ortopedi untuk
menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan menentukan adakah adanya sekwester
diskus yang lepas dan mengeksklusi adanya suatu tumor.
Penggunaan rontgen dan tes kekuatan sebagai salah satu alat skrining tidak dianjurkan karena
ketidakefektifannya dalam mendeteksi adanya NPB.
2.7 PENATALAKSAAN
1. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Informasi dan edukasi.
2. NPB akut : Imobilisasi (lamanya tergantung kasus), pengaturan berat badan,
posisi tubuh dan aktivitas, modalitas termal (terapi panas dan dingin) masase,
traksi (untuk distraksi tulang belakang), latihan : jalan, naik sepeda, berenang
(tergantung kasus), alat Bantu (antara lain korset, tongkat).
3. NPB kronik : psikologik, modulasi nyeri (TENS, akupuntur, modalitas termal),
latihan kondisi otot, rehabilitasi vokasional, pengaturan berat badan posisi tubuh
dan aktivitas.
2. Penatalaksanaan Medis
1. Formakoterapi.
NPB akut: Asetamenopen, NSAID, muscle relaxant, opioid (nyeri berat),
injeksi epidural (steroid, lidokain, opioid) untuk nyeri radikuler.
NPB kronik : antidepresan trisiklik (amitriptilin) antikonvulsan
(gabapentin, karbamesepin, okskarbasepin, fenitoin), alpha blocker
(klonidin, prazosin), opioid (kalau sangat diperlukan).
2. Invasif non bedah.
Blok saraf dengan anestetik lokal (radikulopati).
Neurolitik (alcohol 100%, fenol 30 % (nyeri neuropatik punggung bawah
yang intractable).
3. Bedah.
HNP (Hernia Nukleus Pulposus), indikasi operasi :
Skiatika dengan terapi konservatif selama lebih dari empat minggu: nyeri
berat/intractable / menetap / progresif.
Defisit neurologik memburuk.
4. Sindroma kauda.
5. Stenosis kanal : setelah terjadi konservatif tidak berhasil
6. Terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologik dan
radiologik
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
a) Identitas Pasien
b) Keluhan Utama
d) Riwayat psikososial
e) Pemeriksaan fisik
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA