Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN MEDICAL MEDAH II

“KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN TULANG BELAKANG”

Dosen Pembimbing:
Ns.Bayu Saputra.M.Kep.Sp.Kep.Mb
Di susun oleh : Kelompok 3A

Lydia Prastika Pratami Yeti 19031034


Diana Maya Septa 20031039
Tiara Afrianti Nur 20031005
Dea Cyntia Pratama 20031041
Siti Nur Aisyah 20031036
Tria Fazirah Nanda 20031028
Maria Ulfa 20031027
Ghina Utami 20031044
Marcella Tiodora 20031031
MOHD Akmal Alamsyah 20031001
Fadel Ahmad Mallandre 20031026
Benny Julindra 20031024

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


UNIVERSITAS HANGTUAH PEKANBARU
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena curahan rahmat serta
karunianyalah kami pada akhirnya sampai pada tahap menyelesaikan makalah Keperawatan
medical bedah II

Kami sekaligus pula menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-banyaknya untuk


Bapak Ns.Bayu Saputra.M.Kep.Sp.Kep.Mb selaku dosen mata kuliah Keperawatan Ajal &
Paliatif yang telah menyerahkan kepercayaan kepada kami guna menyelesaikan makalah ini.
Kami juga sadar bahwa pada makalah ini ditemukan banyak kekurangan serta jauh dari
kesempurnaan.

Dengan demikian, kami benar benar menantinya adanya kritik dan saran untuk perbaikan
makalah yang hendak kami tulis di masa yang selanjutnya, menyadari tidak ada suatu hal yang
sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif.Kami berharap makalah ini bisa dimengerti oleh
setiap pihak terutama untuk para pembaca.Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya jika
ada kekurangan yang tidak berkenan di hati.

Pekanbaru,22 Oktober 2022


Kelompok 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................
1.3 Tujuan............................................................................................................................

BAB II LANDASAN TEORI............................................................................................

2.1 Definisi..........................................................................................................................

2.2 Etiologi..........................................................................................................................

2.3 Manifestasi....................................................................................................................

2.4 Patofisiologi..................................................................................................................

2.5 Woc................................................................................................................................

2.6 Komplikasi Dan Klasifikasi...........................................................................................

2.7 Pemeriksaan penunjang ................................................................................................

2.8 Penatalaksaan Medis Dan Non Medis...........................................................................

2.9 Pencegahan (primer dan sekunder,tersier …………………………………………….

BAB III ASKEP.................................................................................................................

BAB IV PENUTUP............................................................................................................

4.1 Kesimpulan ...................................................................................................................

4.2 Saran..............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tulang belakang merupakan struktur sentral pendukung tubuh. Gangguan Atau
deformitas pada tulang belakang dapat memengaruhi fleksibilitas gerakan sehingga dapat
menghambat aktivitas seseorang. Skoliosis merupakan salah satu deformitas pada tulang
belakang ditandai dengan adanya kurva abnormal lateral lebih dari 10°, biasanya diiringi
dengan rotasi tulang belakang dan derajat kifosis torakal yang mengecil. etiologi skoliosis
80% tidak diketahui atau disebut sebagai Idiopathic Scoliosis, sedangkan sisanya disebabkan
oleh kelainan tertentu, seperti Sindroma Marfan, Distrofi otot, Sindroma Down, dan penyakit
lainnya.
Kasus Idiopathic Scoliosis (IS) diklasifikasikan berdasarkan onset munculnya, yang
terdiri dari infantile (< 3 tahun), juvenile (3 – 10 tahun), adolescent (> 10 tahun hingga
maturisasi tulang selesai), dan adult. kasus terbanyak muncul pada masa pubertas atau dapat
dikategorikan sebagai Adolescent Idiopathic Scoliosis (AIS). AIS merupakan deformitas
spinal tersering pada remaja dengan prevalensi diperkirakan mencapai 0,47 – 5,2% didunia.
di Asia, AIS ditemukan pada 0,4-2,5% dari populasi.
Pada skrining skoliosis yang dilakukan di 784 SD dan SMP di Surabaya, 6,37% siswa
didapatkan hasil positif skoliosis saat dilakukan pemeriksaan skrining Adam’s forward
bending. Saat dilakukan konfirmasi pemeriksaan penunjang secara radiologis, didapatkan
2,93% diantara mereka memiliki kurva vertebra lateral > 10°. Sebuah penelitian pada 621
pasien AIS di RS Fatmawati Jakarta tahun 1986-2006 didapatkan 87,1% pasien AIS adalah
perempuan, rata – rata berusia 14 tahun, dan 50% pasien memiliki kurva > 40°. U Umumnya
pasien datang ketika deviasi berkisar antara 21-30°. Berdasarkan maturasi tulang, sebanyak
27,9% pasien mencari pengobatan ketika Risser 0, sedangkan terbanyak saat Risser 4 (usia
13 tahun). Jumlah pasien AIS yang ditatalaksana secara operatif meningkat setiap tahunnya.
Pada tahun 2012, lebih dari 5000 pasien AIS di Amerika dioperasi dengan beban yang
ditanggung negara mencapai $1.1 milyar.
Masa growth spurt merupakan acuan terbaik untuk memprediksi perkembangan kurva.
Pada perempuan terjadi saat sebelum Risser 1 dan sebelum Menars (maturitas tulang
perempuan biasanya terjadi 1.5 tahun setelah menars). Sebuah gabungan studi epidemiologi
di beberapa negara mengenai prevalensi AIS menemukan kejadian pada perempuan lebih
tinggi dibanding laki-laki, dengan rentang rasio 1,5 – 3 : 1, sebanyak 90% presentasi kurva
konveks kearah kanan. Rata-rata didiagnosis ketika usia >15 tahun (setelah pubertas).
Penelitian Epidemiologi yang dilakukan oleh Koch mendapatkan rentang rasio
perbandingan prevalensi AIS meningkat pada perempuan seiring dengan pertambahan derajat
kurva. Perempuan juga ditemukan memiliki risiko progresivitas kurva 10 kali lebih tinggi
dibandingkan laki-laki. Pengukuran rotasi tulang belakang secara klinis dapat diterapkan
untuk penilaian pra dan pasca operasi, juga berperan sebagai indikator progresivitas kurva.
Hsuan-Hsiao Ma mendapatkan sebayak 41,6% pasien memiliki kurva torakal dengan rotasi
tulang belakang grade 1 Nash-moe. Begitupun pada kurva lumbar yang didapatkan pada
34,7% pasien. Progresivitas kurva AIS akan lebih cepat ketika proses maturasi tulang masih
berlangsung. AIS yang progresif dapat membentuk deformitas dibeberapa bagian tubuh lain,
seperti penonjolan pada Skapula dan tulang rusuk, serta bahu dan garis panggul (waist line)
yang asimetris. Diperkirakan pada kurva regio torakal > 50° dan lumbar > 30° akan terjadi
pertambahan sudut sekitar 0,5 – 1° per tahun hingga usia dewasa.
Penelitian epidemiologi di beberapa Negara seperti Korea, Singapura dan Minnesota
mendapatkan derajat deviasi kurva terbanyak yaitu sebesar 11-20°, yang diikuti dengan besar
21-40° dan >40°. Presentasi tipe kurva pada sebuah penelitian di Korea didominasi oleh tipe
torakal pada perempuan sebanyak 49,1%. Berbeda pada laki-laki yang mendapatkan
persentase sebesar 49,55% untuk tipe Torakolumbar/lumbar.Pada derajat > 60 – 90° kurva
torakal diperkirakan fungsi Kardiopulmonal dapat terganggu, seperti terjadinya penurunanan
kapasitas vital, FEV1 dan PaO2.
Sebuah studi kohor selama 50 tahun yang melibatkan 113 orang pasien skoliosis oleh
Nilson dan Lundgren ditemukan angka mortalitas sebanyak 60% yang disebabkan oleh
penyakit kardiopulmonal. Sebanyak 90% subjek mengeluhkan back symptom, 76% tidak
menikah, 30% berhenti bekerja karenabackpain atau skoliosis, sementara 17% tetap bekerja.
Bila pasien AIS tipe torakal memiliki nilai kurva > 100° risiko kematian akibat kor pulmonal
dan gagal jantung kanan akan meningkat.
Sebuah studi kohor selama 14 tahun yang melakukan follow up melalui kuesioner dari
Ste. Justine di Kanada menyimpulkan terdapat keterbatasan fisik maupun sosial pada pasien
AIS, seperti pada saat mengangkat barang, berjalan jauh, duduk atau berdiri dalam waktu
yang lama, travelling, dan saat bersosialisasi diluar rumah.Sementara itu, 35-50% pasien AIS
menyadari adanya keterbatasan sosial dan kurangnya rasa percaya diri terkait dengan
kondisinya. 15-16 peningkatan kurva 40° pada pasien AIS terbukti berkorelasi positif dengan
gangguan body image. Body image merupakan salah satu aspek penting yang dapat
memengaruhi identitas Diri selama masa perkembangan remaja.Penelitian lain menemukan
beberapa pengaruh psikososial terhadap pasien AIS, 56% diantaranya mengalami kecemasan,
80% berpikir perkembangan tubuhnya akan abnormal, 40% subjek bahkan memiliki
pemikiran untuk bunuh diri.
Berdasarkan uraian diatas dan belum adanya penelitian tentang Adolescent Idiopathic
Scoliosis (AIS) di Padang, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pasien
Adolescent Idiopathic Scoliosis (AIS) di Poliklinik Orthopedi RSUP Dr. M. Djamil Padang
tahun 2013-2019.
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari gangguan tulang
belakang
2. Untuk mengerahui dan memahami etiologi dari gangguan tulang
Belakang
3. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari gangguan
Tulang Belakang
4. Untuk mengetahui dan memahami komplikasi dari gangguan Tulang
Belakang
5. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi dari gangguan Tulang
Belakang
6. Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari
gangguan Tulang Belakang
7. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari gangguan
Tulang Belakang
8. Untuk mengetahui dan memahami pencegahan primer, sekunder, dan
tersier dari gangguan Tulang Belakang

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui asuhan keperawatan terhadap gangguan tulang
belakang

1.2.3 Manfaat penelitian


Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami terkait konsep gangguan
tulang belakang dan mahasiswa dapat mengetahui dan menerapkan asuhan
keperawatan untuk pasien dengan gangguanTulang Belakang berdasarkan
teori yang sudah ada.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Tulang Belakang


Skoliosis merupakan salah satu bentuk kelainan pada bagian tulang belakang manusia.
Kelainan tersebut adalah lengkungan tulang belakang yang tidak normal dengan arah ke
samping, dapat disertai dengan rotasi, lengkungan dapat terjadi pada bagian leher (servical),
dada (toracal) atau bagian pinggang (lumbal).
Jika dilihat dari samping, tulang belakang yang normal berbentuk huruf S yang
memanjang (elongated S). Bagian depan atas sedikit melengkung ke arah luar dan bagian
belakang bawah sedikit melengkung ke arah dalam. Jika dilihat dari belakang, tulang
punggung yang normal berbentuk garis lurus dari leher sampai ke tulang ekor. Sedangkan
pada penderita skoliosis, akan tampak adanya satu atau lebih lengkungan ke samping yang
tidak wajar pada punggung. (Deutchman, 2008)
Pada umumnya, tulang belakang penderita skoliosis akan berbentuk seperti huruf S atau
C jika dilihat dari belakang. Dikatakan berbentuk seperti huruf S karena tulang belakang
bagian atas melengkung tidak searah dengan bagian bawah. Sedangkan dikatakan berbentuk
seperti huruf C karena tulang punggung melengkung ke salah satu sisi saja (ke kiri atau ke
kanan).
2. 2 Etiologi
Penyebab dan skoliosis belum dapat ditentukan dengan pasti. Kemungkinan penyebab
pertama ialah genetik. Banyak studi klinis yang mendukung pola pewarisan dominan
autosomal, multifaktorial, atau X-linked. Penyebab kedua ialah postur, yang mempengaruhi
terjadinya skoliosis postural kongenital. Penyebab ketiga ialah abnormalitas anatomi vertebra
dimana lempeng epifisis pada sisi kurvatura yang cekung menerima tekanan tinggi yang
abnormal sehingga mengurangi pertumbuhan, sementara pada sisi yang cembung menerima
tekanan lebih sedikit, yang dapat menyebabkan pertumbuhan yang lebih cepat. Selain itu,
arah rotasi vertebra selalu menuju ke sisi cembung kurvatura, sehingga menyebabkan
kolumna anterior vertebra secara relatif menjadi terlalu panjang jika dibandingkan dengan
elemen-elemen posterior. Penyebab keempat ialah ketidakseimbangan dari kekuatan dan
massa kelompok otot di punggung. Abnormalitas yang ditemukan ialah peningkatan serat
otot tipe I pada sisi cembung dan penurunan jumlah serat otot tipe II pada sisi cekung
kurvatura.
2.3 Gejala Cedera Saraf Tulang Belakang
Secara umum, ada beberapa gejala yang mungkin muncul akibat cedera saraf tulang
belakang, di antaranya:

 Mati rasa atau kesemutan


 Kesulitan mengontrol buang air besar atau kencing
 Kesulitan berjalan
 Kesulitan bernapas karena lemahnya otot perut, diafragma, dan interkostal (tulang
rusuk)
 Hilangnya kemampuan menggerakkan kaki atau lengan (lumpuh)
 Sakit kepala
 Pingsan atau tidak sadarkan diri
 Syok
 Posisi kepala yang tidak wajar
 Nyeri, kekakuan, atau tekanan leher, punggung, dan anggota gerak tubuh

Gejala yang muncul akibat cedera saraf tulang belakang ini tergantung pada lokasi saraf
tulang belakang mana yang terkena.

2.4 PATOFISIOLOGI
Kelainan bentuk tulang punggung yang disebut skoliosis ini berawal dari adanya syaraf-
syaraf yang lemah atau bahkan lumpuh yang menarik ruas-ruas tulang belakang. Tarikan ini
berfungsi untuk menjaga ruas tulang belakang berada pada garis yang normal. Yang
bentuknya seperti penggaris atau lurus. Tetapi karena suatu hal diantaranya kebiasaan duduk
yang miring membuat syaraf yang bekerja menjadi lemah. Bila ini terus berulang menjadi
kebiasaan maka syaraf itu bahkan mati. Ini berakibat pada ketidakseimbangan tarikan pad
aruas tulang belakang. Oleh karena itu, tulang belakang yang menderita scoliosis itu bengkok
atau seperti huruf S atau huruf.
2. 5 KLASIFIKASI
Nyeri punggung dapat bersifat akut atau kronik, nyerinya berlangsung terus menerus atau
hilang timbul, nyerinya menetap di suatu tempat atau dapat menyebar ke area lain. Nyeri
punggung dapat bersifat tumpul, atau tajam atau tertusuk atau sensasi terbakar. Nyerinya
dapat menyebar sampai lengan dan tangan atau betis dan kaki, dan dapat menimbulkan gejala
lain selain nyeri. Gejalanya dapat berupa perasaan geli atau tersetrum, kelemahan, dan mati
rasa.
Nyeri punggung dapat dibagi secara anatomi, yaitu: nyeri leher, nyeri punggung bagian
tengah, nyeri punggung bagian bawah, dan nyeri pada tulang ekor. Nyeri punggung dapat
dibagi berdasarkan durasi terjadinya, yaitu: akut (±12 minggu), kronik (>12 minggu), dan
subakut (6-12 minggu). Nyeri punggung dapat dibagi berdasarkan penyebabnya, yaitu:
1. Nyeri lokal, yang disebabkan oleh regangan struktur yang sensitive terhadap nyeri yang
menekan atau mengiritasi ujung saraf sensoris. Lokasi nyeri dekat dengan bagian
punggung yang sakit.
2. Nyeri alih ke bagian punggung, dapat ditimbulkan oleh bagian visceral abdomen atau
pelvis. Nyeri ini biasanya digambarkan sebagai nyeri abdomen atau pelvis tetapi
dibarengi dengan nyeri punggung dan biasanya tidak terpengaruh dengan posisi tubuh
tertentu. Pasien dapat juga mempermasalahkan nyeri punggungnya saja.
3. Nyeri yang berasal dari tulang belakang, dapat timbul dari punggung atau dialihkan ke
bagian bokong atau tungkai. Penyakit yang melibatkan tulang belakang lumbal bagian
atas dapat menimbulkan nyeri alih ke regio lumbal, pangkal paha, atau paha bagian atas.
Penyakit yang melibatkan tulang belakang lumbal bagian bawah dapat menimbulkan
nyeri alih ke bagian bokong, paha bagian belakang, atau betis dan tungkai (jarang).
Injeksi provokatif pada struktur tulang belakang bagian lumbal yang sensitif terhadap
nyeri dapat menimbulkan nyeri tungkai yang tidak mengikuti distribusi dermatomal.
Nyeri sclerotomal ini dapat menjelaskan kasus nyeri di bagian punggung dan tungkai
tanpa adanya bukti penekanan radix saraf.
4. Nyeri punggung radikular biasanya bersifat tajam dan menyebar dari tulang punggung
region lumbal sampai tungkai sesuai daerah perjalanan radix saraf. Batuk, bersin, atau
kontraksi volunteer dari otot abdomen (mengangkat barang berat atau pada saat
mengejan) dapat menimbulkan nyeri yang menyebar. Rasa nyeri dapat bertambah buruk
dalam posisi yang dapat meregangkan saraf dan radix saraf. Saraf femoral (radix L2, L3,
dan L4) melewati paha bagian depan dan tidak akan teregang dengan posisi duduk.
Gambaran tentang nyeri saja biasanya tidak bisa digunakan untuk membedakan nyeri
sklerotomal dan radikulopati.
5. Nyeri yang berhubungan dengan spasme otot, walaupun tak jelas, biasanya dikaitkan
dengan banyak gangguan tulang belakang. Spasme otot biasanya dikaitkan dengan postur
abnormal, otot paraspinal yang teregang, dan rasa nyeri yang tumpul.
2. 6 PEMERIKSAAN PENUJANG
Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap darah (LED)
dan morfologi darah tepi (penting untuk mengidentifikasi infeksi atau myeloma), kalsium,
fosfor, asam urat, alkali fosfatase, asam fosfatase, antigen spesifik prostat (jika ada
kecurigaan metastasis karsinoma prostat), elektroforesis protein serum (protein myeloma),
dalam kasus khusus, dapat diperisa tes tuberculin atau tes Brucella, tes faktor rheumatoid,
dan penggolongan HLA (jika curiga adanya ankylosing spondylitis)
a) Pemeriksaan Radiologis :
 Foto rontgen (lebih bagus jika pasien dalam keadaan berdiri) pada posisi
anteroposterior, lateral, dan oblique sering dilakukan untuk pemeriksaan rutin
nyeri pinggang dan sciatica. Gambaran radiologis sering terlihat normal atau
kadang-kadang dijumpai penyempitan ruang diskus intervertebral, osteofit pada
sendi facet dan penumpukan kalsium pada vertebrae, pergeseran korpus vertebrae
(spondilolistesis), infiltasi tulang oleh tumor. Penyempitan ruangan intervertebral
kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus
dan suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral.
 CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis
telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang
 MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan
berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap
memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena.
MRI sangat berguna bila: vertebra dan level neurologis belum jelas, kecurigaan
kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak, untuk menentukan
kemungkinan herniasi diskus post operasi, kecurigaan karena infeksi atau
neoplasma.
 Mielografi atau CT mielografi dan/atau MRI adalah alat diagnostik yang sangat
berharga pada diagnosis NPB dan diperlukan oleh ahli bedah saraf/ortopedi untuk
menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan menentukan adakah adanya sekwester
diskus yang lepas dan mengeksklusi adanya suatu tumor.

 Pencegahan primer yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kejadian


NPB di tempat kerja.
 Pencegahan sekunder untuk mengurangi kejadian NPB dengan deteksi
dini.
 Pencegahan tersier dilakukan untuk meminimalisasi konsekuensi atau
disabilitas yang mungkin timbul dalam perjalanan penyakitnya. Tindakan
pencegahan tersebut dilakukan dengan strategi pencegahan sebagai berikut
:11,13,16,17

 Edukasi dan pelatihan


Pekerja perlu mendapatkan edukasi tentang cara bekerja yang baik, dalam hal ini
yang terkait dengan gangguan NPB. Edukasi dapat meliputi teknik mengangkat
beban, posisi tubuh saat bekerja, peregangan, dan sebagainya. Lebih lanjut juga
diberikan exercise untuk meningkatkan kekuatan, fleksibilitas, dan ketahanan
punggung bawah.
 Ergonomi dan modifikasi faktor risiko Bila memang ada faktor risiko pekerjaan
terhadap timbulnya NPB di tempat kerja, maka perlu dilakukan upaya kontrol.
Upaya ini dapat meliputi pengadaan mesin pengangkat, ban berjalan, dan
sebagainya. Adanya regulasi khusus dari perusahaan mengenai pembatasan
jumlah beban yang dapat diangkat oleh pekerja adalah langkah yang baik.
Demikian juga halnya dengan pembatasan waktu bekerja. Faktor risiko individu,
bila ada, juga harus dikendalikan. Misalkan kebiasan merokok. Walaupun belum
didapatkan bukti yang kuat bahwa modifikasi faktor risiko dapat mencegah
kejadian NPB, namun setidaknya dapat meningkatkan kesehatan pekerja secara
umum.
 Pemilihan pekerja
Pemilihan pekerja dilakukan dengan skrining pra-kerja. Riwayat kesehatan dan
hasil pemeriksaan fisik harus diperhatikan dengan seksama. Adanya riwayat
episode NPB sebelumnya merupakan salah satu indikator adanya kemungkinan
akan berulangnya kembali gangguan tersebut bila calon pekerja itu berhadapan
dengan faktor risiko yang ada di tempat kerja.

Penggunaan rontgen dan tes kekuatan sebagai salah satu alat skrining tidak dianjurkan karena
ketidakefektifannya dalam mendeteksi adanya NPB.

2.7 PENATALAKSAAN
1. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Informasi dan edukasi.
2. NPB akut : Imobilisasi (lamanya tergantung kasus), pengaturan berat badan,
posisi tubuh dan aktivitas, modalitas termal (terapi panas dan dingin) masase,
traksi (untuk distraksi tulang belakang), latihan : jalan, naik sepeda, berenang
(tergantung kasus), alat Bantu (antara lain korset, tongkat).
3. NPB kronik : psikologik, modulasi nyeri (TENS, akupuntur, modalitas termal),
latihan kondisi otot, rehabilitasi vokasional, pengaturan berat badan posisi tubuh
dan aktivitas.
2. Penatalaksanaan Medis
1. Formakoterapi.
 NPB akut: Asetamenopen, NSAID, muscle relaxant, opioid (nyeri berat),
injeksi epidural (steroid, lidokain, opioid) untuk nyeri radikuler.
 NPB kronik : antidepresan trisiklik (amitriptilin) antikonvulsan
(gabapentin, karbamesepin, okskarbasepin, fenitoin), alpha blocker
(klonidin, prazosin), opioid (kalau sangat diperlukan).
2. Invasif non bedah.
 Blok saraf dengan anestetik lokal (radikulopati).
 Neurolitik (alcohol 100%, fenol 30 % (nyeri neuropatik punggung bawah
yang intractable).
3. Bedah.
HNP (Hernia Nukleus Pulposus), indikasi operasi :
 Skiatika dengan terapi konservatif selama lebih dari empat minggu: nyeri
berat/intractable / menetap / progresif.
 Defisit neurologik memburuk.
4. Sindroma kauda.
5. Stenosis kanal : setelah terjadi konservatif tidak berhasil
6. Terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologik dan
radiologik
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN

a) Identitas Pasien

b) Keluhan Utama

c) Riwayat penyakit sekarang,riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga

d) Riwayat psikososial

e) Pemeriksaan fisik

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.

2. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik.

3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan otot.

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Outcome Intervensi


1. Ketidakefektifan pola Tujuan : 1. Posisikan pasien
nafas b.d penurunan Setelah dilakukan Tindakan untuk
ekspansi paru keperawatan selama 1x24 memaksimalkan
jam diharapkan pola nafas ventilasi.
klien efektif. 2. identifikasi pasien
perlunya
Kriteria Hasil : pemasangan alat
1. Menunjukkan jalan jalan nafas buatan.
nafas yang paten 3. Monitor respirasi
(klien tidak merasa dan status O2.
tercekik, irama 4. Pertahankan jalan
nafas, frekuensi nafas yang paten.
pernafasan dalam 5. Monitor TD, nadi,
rentang normal, suhu dan RR.
tidak ada suara nafas 6. Monitor frekuensi
abnormal irama pernafasan.
2. Tanda-tanda vital 7. Monitor suhu,
dalam rentang warna dan
normal (tekanan kelembapan kulit
darah (110-120
mmHg, nadi 70-80
x/i, RR 16-24 x/i
2. Nyeri akut b.d agen Tujuan : 1. Lakukan pengkajian
cedera fisik (00132) - Setelah dilakukan nyeri secara
Tindakan komprehensif
keperawatan 1x24 termasuk lokasi,
jam diharapkan nyeri karakteristik, durasi,
yang dirasakan klien frekuensi, kualitas
berkurang, pasien dan faktoe
dapat mengontrol presipitasi.
nyerinya, tingkat 2. Observasi reaksi
kenyamanan pasien nonverbal dari
meningkat. ketidaknymanan.
3. Kontrol lingkungan
yang dapat
Kriteria hasi : mempengaruhi
1. Mampu mengontrol nyeri seperti suhu
nyeri (tahu penyebab ruangan,
nyeri, mampu pencahayaan dan
menggunakan teknik kebisingan.
nonfarmakologi 4. Ajarkan tentang
untuk mengurangi teknik relaksasi.
nyeri, mencari 5. Kolaborasi
bantuan). pemberian
2. Melaporkan bahwa analgesik.
nyeri berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri.
3. Mampu mengenali
nyeri (skala,
intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri).
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
3. Gangguan mobilitas Tujuan : 1. Monitor vital sign
fisik b.d kekakuan otot Setelah dilakukan tindakan sebelum atau
(00085) keperawatan 2x24 jam sesudah latihan dan
diharapkan pasien dapat lihat respon pasien
berperan aktif dalam latihan saat latihan.
peningkatan untuk 2. Konsultasikan
mobilisasi fisik, aktivitas dengan terapi fisik
fisik meningkat, pasien tentang rencana
dapat memenuhi kebutuhan ambulasi sesuai
sehari-hari. dengan kebutuhan.
3. Bantu klien untuk
Kriteria Hasil : menggunakan
1. Klien meningkat tongkat saat berjalan
dalam aktivitas fisik. dan cegah terhadap
2. Mengerti tujuan dari cedera.
peningkatan 4. Kaji kemampuan
mobilitas. klien dalam
3. Memverbelalisasikan mobilisasi.
perasaan dalam 5. Latih pasien dalam
meningkatkan pemenuhan
kekuatan dan kebutuhan ADLs
kemampuan secara mandiri
berpindah sesuai kemampuan.
4. Memperagakan
penggunaan alat
bantu untuk
mobilisasi (walker).
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Sudirman S, Hargiyanto. (2015). Kajian teknologi kesehatan atas perbedaan efek


analgesia dari elektroakupunktur dengan frekuensi rendah, kombinasi, dan tinggi,
pada nyeri punggung bawah. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan ; 14(2): 203-209.
Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri Punggung Bawah Infark Miokard Perioperatif dari
Sudut Pandang Okupasi VOL 20. No. 54.Sept-Des 2017
Tunjung R. (2017). Diagnosis dan penatalaksanaan nyeri punggung bawah dipuskesmas.
dokterblog.wordpress.com.
Deutchman G, Lamantia M. Parent's Guide to Scoliosis. (2018): A Practical Guide for
Identifying the Early Signs of Scoliosis [Internet]. New York: Scoliosis Care
Foundation
Suryani, M., & Zuriati. (2019). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Pada
Sistem Muskuloskeletal Aplikasi Nanda NIC & NOC. Padang : Pustaka Galeri
Mandiri

Anda mungkin juga menyukai