Anda di halaman 1dari 17

KAJIAN EKSPERIMEN, ANALISA EKSERGI, ENERGI DAN

KUALITAS TEPUNG TAPIOKA MENGGUNAKAN


PENGERINGAN SOLAR HYBRID

Asif Widodo Zardani, Evan Eduard, Nur Haniza Roviqoh Dewi *),
Suherman

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro


Jln. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax: (024)7460058
Email: tekim@undip.ac.id

Abstrak

Kebutuhan tepung tapioka dalam negeri meningkat pesat sehingga mengharuskan untuk impor.
padahal industri tepung tapioka di Indonesia sangat berpotensi, tepung tapioka sendiri dibuat
dengan beberapa tahapan proses, dan salah satu yang penting yaitu pengeringan, tujuan
pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan
mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambar atau
terhenti. Kualitas tepung tapioca yang baik dan sesuai standar SNI memiliki kadar air maksimal
15% sehingga dalam tahap produksi memerlukan proses pengeringan, maka dari itu akan
dikembangkan teknologi pengeringan konvensional menjadi pengeringan bersumber matahari
(solar) berbasis modern dengan teknologi hybrid solar drying, berbahan bakar LPG untuk
mempercepat proses pengeringan dan meningkatkan kualitas.
Kata kunci : hybrid solar dryer; pengeringan; tepung tapioka

Abstract

Eksperimental study, exergy and energy analysis, and quality of tapioka flour using hybrid
solar dryer.These days, the needs of tapioca flour in industry is exponentially increasing and
causing the industry to import, eventualy industry of tapioca flour in Indonesia can be potential.
Tapioca flour made by process and one of the important process is drying. The aim of drying
process is decrease the amount of water content until the limit where the microorganism can not
develop and enzyme activity which make the decaying process is no more. The good quality of
tapioca flour is the flour that corresponding with standard of SNI has maximum 15% of water in
it, so in process production needs drying. So the conventional way will be improved to dry
tapioca with sun and modern way with hybrid solar technology that uses LPG improve drying
rate, and quality.
Keyword : hybrid solar dryer; drying; tapioca flour

1. Pendahuluan
Pengeringan (drying) adalah proses kompleks yang melibatkan perpindahan panas dan
massa antara permukaan produk dan media sekitarnya (Midili A, 2003). Tujuan pengeringan
adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan
kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian
bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama (Kurniawan, 2010).
Pada penelitian ini akan dilakukan metode hybrid solar drying. Saat ini dikembangkan teknologi
pengeringan konvensional menjadi pengeringan bersumber matahari berbasis modern yaitu alat
solar dryer. Dan dimodifikasi dengan bantuan sumber energy LPG menjadi hybrid solar dryer.
------------------------------------------

1
*)
Penulis Korespondensi.
E-mail : Roviqohd@gmail.com

Alat solar dryer ini bekerja dengan sumber udara yang dipanaskan kemudian terjadi
konveksi secara alami terhadap produk yang akan dikeringkan (Abe, 2001). Alat pengering ini
dibuat dengan biaya rendah, karena bahan yang digunakan dapat meanghilangkan
ketergantungan penggunaan listrik dan bahan bakar fosil yang merupakan komoditas langka di
Indonesia (Forson et al., 2007). Pengeringan ini juga mengurangi kontaminasi dari produk
mengingat ke higienisan makanan sangat penting dalam persediaan makanan di seluruh dunia,
sehingga dapat menekan efektifitas biaya (Subukola et al., 2007). Pengeringan dilakukan dengan
menggunakan sumber energi matahari dan pengaturan komputerisasi yang di desain secara
modern, alat ini juga di desain dengan berbahan dasar kaca untuk menjaga tingkat kehiginisan
dari produk yang dihasilkan. Pengeringan ini dilakukan di tempat yang tertutup namun berkontak
dengan energi matahari langsung, dengan atap yang transparan terbuat dari kaca, panel ini dapat
mengkonversi panas matahari untuk mengurangi kadar air (moisture) dalam produk dan
mensirkulasi udara pengeringan (Strom, 2011). Sehingga dengan mengganti cara konvensional
dengan alat yang modern, selain tidak menambah kebutuhan energi, alat ini memiliki efisiensi
kerja yang tinggi. Sedangkan pada hybrid solar dryer pengeringan dilakukan dengan alat yang
sama dengan solar dryer akan tetapi dapat dilakukan diluar jam matahari beroperasi (malam hari)
dengan bantuan energi panas lain ataupun simpanan dari energi panas (Boughali et al., 2009;
Amer et al., 2010; Prasad et al., 2006 dalam lopez-Vidana, 2013) dalam penelitian ini kami
menggunakan LPG.

2. Bahan dan Metode Penelitian


Bahan yang digunakan berupa tepung tapioka basah yang berasal dari UKM tepung tapioka
di Pati, Jawa Tengah, Alat bantu yang digunakan yaitu, timbangan, solar dryer, sendok, LPG,
Oven. Penelitian ini menggunakan variabel berubah suhu dari pemanasannya, yaitu 40 oC; 50 oC;
60 oC.
Prosedur yang dilakukan yaitu, menyiapkan tepung tapioka basah seberat 100 gram sebanyak
3 sampel tiap suhunya, kemudian melakukan persiapan alat, sambung tungku bakar berbahan
bakar LPG, setting alat sesuai suhu variabel, masukan sampel yang akan dikeringkan kedalam 3
tray alat solar dryer, hitung penurunan berat tepung tiap 30 menit meggunakan timbangan, dan
menghitung penurunan massa gas LPG sampai kadar air mencapai +- 15% Lakukan hal yang
sama untuk variabel yang lain, kemudian analisa kadar keputihan, dan laju pengeringan nya.
Sketsa dari alat Pengeringan Solar Dryer sebagai berikut :

2
Gambar 1. Design Solar dryer

Gambar 2. Solar dryer Gambar 3. Tungku Hybrid Solar Dryer

3
Gambar 4. Rangkaian alat Hybrid Solar Dryer

Prototipe alat Solar dryer ini berdimensi 40x40x150 cm. Bahan–bahan yang digunakan,
dipilih bahan yang harganya terjangkau. Kedua, bahan yang ringan memudahkan dalam
pengoperasian alat itu sendiri, misalnya jika ingin dipindah-pindah atau dibawa ke tempat lain.
Ketiga, Bahan yang dipilih memiliki sifat kolektor panas. Dengan sifat ini maka panas akan
terakumulasi di dalam alat sehingga dapat mempercepat proses pengeringan. Terakhir, prototipe
alat ini juga dibuat dari bahan yang tidak mudah pecah, patah atau keropos sehingga dapat
mengurangi resiko kerusakan dan kerugian. Aluminium yang digunakan sebagai rangka
merupakan bahan konduktor panas yang baik, ringan dan terjangkau. Acrylic transparan yang
berfungsi sebagai sisi digunakan dengan tujuan optimalisasi penyerapan sinar matahari sebagai
sumber energi utama.

3. Analisa Data
1. Analisis Moisture Content

(1)

Dimana : w = Moisture content basis basah


mw = Berat air
md = Berat bahan kering
(Bellesiotis V.dan Delyannis E.,2011)

2. Analisa Drying Rate

(2)

Dimana : Rd = drying rate

4
Mi = massa awal
Md = massa akhir
t = lama pengeringan (s)

3. Analisa Temperature
Tiap sampel dengan berat 100 gram diletakkan pada tiap tray pada solar dryer. Mencatat
suhu setiap 30 menit pada tiap tray sampai kadar moisture content minimal menurut SNI
tercapai, suhu dapat dilihat pada panel solar dryer

4. Relative Humidity
Data didapat dari membaca %RH pada panel alat solar dryer, dan membandingkan
relative humidity dengan waktu pada variabel suhu 40°C, 50°C,dan 60°C

5. Radiasi Matahari
Mengukur Intensitas matahari tiap 30 menit pada masing-masing variable, menggunakan
alat intensitas matahari, kemudian dibuat kurva hubungan antara intensitas matahari
dengan waktu

4. Analisis Dryer Efficiency Hybrid Solar Drying

1. Analisa Eksergi
(1) Menghitung kesetimbangan eksergi (Aviara et al. 2014) :
T (3)
EX = Cp [ ( T −T ∞ )−T ∞ ln ]
T∞
Dimana : Cp adalah panas spesifik dalam J/kg
(2) Menghitung exergi loss yang terjadi pada proses tersebut menggunakan persamaan

∑ EX = ∑ EX - ∑ EX
L i o (4)
Dimana : ∑ EX L = eksergi loss (J/kg)

∑ EX = eksergi masuk (J/kg)


i

∑ EX = eksergi keluar (J/kg)


o

T ai (5)
EXi = Cp [ ( T ai −T ∞ ) −T ∞ ln ]
T∞
T ai (6)
EXi = 1,0029 + 5,4 x 10-5 T ai [ ( T ai −T ∞ ) −T ∞ ln ]
T∞
T ao (7)
EXo = Cp [ ( T ao −T ∞ )−T ∞ ln ]
T∞
T ao (8)
EXo = 1,0029 + 5,4 x 10-5 T ao [ ( T ao −T ∞ )−T ∞ T ∞ ln ]
T∞
(3) Menghitung efisiensi eksergi
EX i – EX l (9)
η EX =
EX i
Dimana η EX dalam %

5
2. Analisa Energi
Metoda analisa energi dan eksergi mengikuti rumus yang telah diturunkan
oleh Aviara dkk. (2014). EU (Energy utilization) dapat diketahui dengan
mengaplikasikan hukum pertama termodinamika dan terbentuklah persamaan
ini :
EU = Ma (hai – hao) (10)

(1) Menghitung Ma
Ma = ρa Va (11)
3
Dimana : ρa : densitas udara kering (kg/m ) didapat dari yaws
Va : laju volumetrik udara pengering (m3/s)
(2) Menghitung Entalpi udara pengering pada suhu masuk dan keluar (hi dan ho) dapat
dihitung dengan persamaan :
h = Cpa Tda + W hsat (12)
Dimana : Cpa : panas spesifik udara kering (J/kg)
Tda : suhu udara pengering (oC)
W : rasio humiditas udara pengering (kg H2O/ kg da)
hsat : entalpi uap jenuh dalam J/kg.
(3) Menghitung panas spesifik udara kering dengan persamaan :
(13)
Cpa = 1,0029 + 5,4 x 10-5 Tda
(4) Menghitung efisiensi energi (%) dapat dievaluasi dari rasio energi yang digunakan
terhadap energi yang diberikan
Eu (14)
ηE=
Ma ×hai

5. Hasil dan Pembahasan


5.1 Hasil Data Analisa Pengeringan
60

50

40
Suhu (c)

30 Tray 1
20 Tray 2
Tray 3
10
6
0
0 30 60 90 120150180210240
Waktu (menit)
Gambar 5.1 grafik suhu tiap tray pada variable 40oC
80
70
60
50
Suhu (C)

40 Tray 1
30 Tray 2
20 Tray 3
10
0
0 30 60 90 120 150 180 210
Waktu (menit)

Gambar 5.2 grafik suhu tiap tray pada variable 50oC


80
70
60
50
Suhu (c)

40
Tray 1
30 Tray 2
20 Tray 3

10
0
0 30 60 90 120 150 180
Waktu (menit)

Gambar 5.3 grafik suhu tiap tray pada variable 60oC

7
1800

1600

(%) Matahari (W/m2)


1400

1200
50
45 T=40
1000
40 T=50
800 T=60
Radiasi
35
Relative Humidity
600
30
25
400 T=40
20 0 30 60 90 120 150 180 210 240
T=50
15 Waktu (menit) T=60
10
5
0
0 30 60 90 120 150 180 210 240
Waktu (menit)

Gambar 5.4 grafik intensitas matahari pada tiap variable

Gambar 5.5 grafik relative humidity pada tiap variabel

5.2 Analisa Hubungan Drying Rate dengan Waktu

0.35
0.3
0.25
drying rate

0.2
0.15 60
50
0.1 40
0.05
0
0 30 60 90 120 150 180 210 240
Waktu (menit)

8
Gambar 5.6 Hubungan drying rate dengan waktu pengeringan pada tray-1

0.3

0.25

Drying rate 0.2

0.15
T 60
0.1 T 50
T 40
0.05

0
0 50 100 150 200 250 300
waktu ( Menit)

Gambar 5.7 Hubungan drying rate dengan waktu pengeringan pada tray-2

0.18
0.16
0.14
0.12
Drying rate

0.1
0.08 T 60
T 50
0.06
T 40
0.04
0.02
0
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270
Waktu ( menit)

Gambar 5.8 Hubungan drying rate dengan waktu pengeringan pada tray-3
Laju pengeringan (drying rate; gram/menit) adalah banyaknya air yang diuapkan
tiap satuan waktu atau penurunan kadar air bahan dalam satuan waktu. Laju pengeringan
merupakan jumlah kandungan air bahan yang diuapkan tiap satuan berat kering bahan
dan tiap satuan waktu (Earle 1983; Mujumdar 2011).
Gambar 5.6, 5.7, dan 5.8 merupakan kurva laju pengeringan pada tiap tray pada
masing-masing suhu. Dari gambar diatas terlihat bahwa pada awal waktu pengeringan laju
pengeringan terjadi paling tinggi. Hal ini disebabkan karena pada saat awal pengeringan
kadar air dalam permukaan bahan masih sangat tinggi, sehingga penggunaan suhu yang
tinggi, kecepatan angin yang tinggi, dan pada tingkat kelembaban yang lebih rendah akan
meningkatkan evaporasi kadar air dalam bahan tersebut. Semakin sedikit kadar air bahan
maka lama kelamaan laju pengeringan akan mendekati constant (Mujumdar, 2011).
Berdasarkan gambar tepung yang diletakkan pada tray 1 (bawah) lebih tinggi laju
pengeringannya daripada tray 2 (atas). Hal ini terjadi karena udara kering panas bergerak
dari bawah menuju ke atas kemudian kontak dengan tepung di tray 1 baru kemudian

9
bergerak ke atas ke tray 2. Jadi ketika kontak dengan tepung pada tray 2, udara pengering
tadi sudah mengandung air sehingga kesempatan lepasnya molekul air yang terdapat pada
tepung tapioka di tray 2 lebih kecil daripada di tray 1. Oleh karena itu dilihat dari laju
pengeringannya tray 1 lebih efektif (Renny Diah, 2009)

5.3 Analisa Hubungan Moisture Content dengan Waktu Pengeringan

50
Moisture Content

40
30
20 T=60
10 T=50
T=40
0
0 50 100 150 200 250 300
t (menit)

Gambar 5.9 Hubungan Moisture Content dengan waktu pengeringan pada tray-1

45
40
35
Moisture Content

30
25
20 T=60
15 T=50
10 T=40
5
0
0 30 60 90 120 150 180 210 240
t (menit)

Gambar 4.10 Hubungan Moisture Content dengan waktu pengeringan pada tray-2

45
40
Moisture Content

35
30
25
20 T=60
15 T=50
10 T=40
5
0
0 30 60 90 120 150 180 210 240
t (menit)

Gambar 5.11 Hubungan Moisture Content dengan waktu pengeringan pada tray-3

10
Menurut hasil yang didapat ditunjukan pada gambar 5.9, 5.10, 5.11 bahwa semakin
tinggi suhu maka waktu untuk mencapai kadar air 15% (SNI) semakin cepat, pengukuran
kadar air dilakukan tiap 30 menit sampai kadar air tercapai, kadar air mula-mula pada tapioka
yang didapat dari UKM di Pati yaitu sebesar 39,91%. Pada tray-1 pada suhu 60 membutuhkan
waktu 180 menit, pada suhu 50 oC membutuhkan waktu 210 menit dan untuk suhu 40 oC
membutuhkan waktu 240 menit.
Gambar 5.9, 5.10, 5.11 juga menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar air secara
perlahan tiap 30 menit. Pada awal pengeringan menunjukkan penurunan kadar air di padatan
sangat cepat, berbeda dengan di akhir pengeringan penurunan kadar air di padatan relatif lebih
lambat. pengaruh suhu terhadap kurva ini adalah bahwa dengan semakin tinggi suhu maka
penurunan kadar air di padatan memiliki waktu lebih cepat. Hal ini disebabkan karena dengan
semakin tinggi suhu maka air yang ada di padatan akan semakin mudah terlepas, akibat
semakin besarnya energi yang diberikan oleh udara pengering untuk melepaskan molekul air
yang terikat di padatan seiring kenaikan suhu. Penurunan kadar air tersebut dapat dikatakan
maksimal apabila dibandingkan dengan kadar air tepung tapioka menurut SNI yaitu dibawah
15% (Suherman et al, 2012)

5.4 Efisiensi Pengeringan Solar Hybrid


5.4.1 Analisa Eksergi

1.04
1.03
1.03
1.02
Eksergi (j/s)

1.02
1.01
1.01 Eks in
1 Eks out
1
0.99
0.99
40 50 60
Suhu (C)

Gambar 5.12 Hubngan eksergi masuk dan

1
Efisiensi eksergi (%)

0.99

0.99

0.98

0.98

0.97
40 50 60
Suhu (oC)
11
Gambar 5.13 Hubungan efisiensi energi pada tiap variabel
Gambar 5.12 menunjukkan pengaruh suhu terhadap eksergi masuk dan eksergi keluar.
Dua macam eksergi ini berbanding lurus dengan suhu. Eksergi masuk dari 1.004752833 J/s
menjadi 1.030317826 J/s dan eksergi keluar dari 1.003010118 J/s menjadi 1.009730221 J/s.
Semakin meningkatnya suhu mengakibatkan meningkatnya perbedaan antara eksergi yang
masuk dan keluar. Pengeringan wortel yang dilakukan oleh Aghbashlo et al. (2009)
menunjukkan bahwa eksergi yang hilang meningkat dengan meningkatnya suhu udara
pengering. Hasil yang sama juga diperoleh oleh Amel & Ahmed (2011) dan Aviara et al.
(2014).
Analisa eksergi pengeringan tepung tapioka juga pernah dilakukan oleh penelitian
Suherman dan Rona (2015) menggunakan fluidizing dryer, hasil yang sama ditemukan
menunjukan eksergi yang hilang meningkat dengan mengingkatnya suhu udara pengering,
namun hasil efisiensi eksergi pada penelitian menggunakan hybrid solar dryer lebih tinggi
yaitu senilai 99% pada suhu yang sama yaitu 50°C,sedangkan efisiensi eksergi pada
penelitian menggunakan fluidizing dryer senilai 50%, maka dapat disimpulkan alat hybrid
solar dryer memiliki efisiensi yang baik jika digunakan untuk pengembangan alat
pengeringan di industri.

5.4.2 Analisa Energi

40

30
Efisiensi (%)

20

10

0
40 50 60
Suhu ( C )

Gambar 5.14 Hubungan efisiensi energi tiap variabel

80
70
Energy Utility (j/s)

60
50
40
30
20
10
0
40 50 60
Suhu ( C )

12
Gambar 5.15 Hubungan ratio utilisasi energi dengan variabel

Variasi rasio utilisasi energi dengan pengaruh suhu udara pengering selama
dikeringkan menggunakan Hybrid Solar Dryer ditunjukkan oleh gambar 5.15. Peningkatan
suhu dari 40-60°C, menyebabkan rasio utilisasi energi juga meningkat dari 13,1 J/s sampai
71,02 J/s. Pengeringan tepung tapioka juga pernah dilakukan sebelumnya menggunakan
fluidizing dryer oleh Suherman dan Rona (2015) juga menunjukkan hasil bahwa rasio
utilisasi energi linier dengan suhu udara pengering.
Dapat dilihat pada gambar 5.14 bahwa efisiensi energi yang digunakan untuk
mengeringkan tapioka terjadi peningkatan dengan peningkatan suhu 40-60°C. Pada efisiensi
energi, adanya peningkatan penggunaan energi tiap suhu menyebabkan efisiensi penggunaan
energi terhadap pengeringan tapioka meningkat. Penelitian Aviara et al. (2014) dan
Suherman dan Rona (2015) juga menunjukkan pengaruh yang sama antara peningkatan suhu
udara pengering dan efisiensi energi.
5.5 Analisa Kadar Keputihan
Kualitas Hasil Pengeringan Tepung Tapioka berdasarkan standar kualitas tepung
tapioka, pada pengeringan tepung tapioka dengan Hybrid Solar Dryer telah memenuhi
standar derajat putih minimal. Dari data pengujian kualitas tepung tapioka diatas, hasil yang
diperoleh derajat putih tepung uji mencapai 93,21% dimana derajat putih berdasarkan SNI
3451-2011 yang disyaratkan minimal 91% sehingga metode pengeringan tepung tapioka
dengan alat pengering Hybrid Solar Dryer dapat menjadi alternatif pengeringan tepung
tapioka yang lebih efisien dengan kualitas produk yang baik.
Pada peneltian sebelumnya yaitu penelitian Suherman (2014),tepung yang dihasilan
memiliki derajat putih sebesar 91,43 % jika dibandingkan dengan penelitian ini, derajat putih
yang dimiliki tepung hasil penelitian sebesar 93,21% sehingga dapat disimpulkan
pengeringan dengan Hybrid Solar Dryer ini dapat menghasilkan hasil tepung yang lebih
baik.

6. Kesimpulan
Drying rate laju pengeringan meningkat pada awal waktu dan konstan diwaktu berikutnya.
Semakin tinggi suhu maka laju pengeringan semakin besar, kemudian semakin tinggi suhu,
waktu untuk mencapai Moisture Content sampai dengan 15% seperti kadar SNI tepung tapioka,
akan semakin cepat. Selain itu analisa eksergi menunjukan Semakin meningkatnya suhu
mengakibatkan meningkatnya perbedaan antara eksergi yang masuk dan keluar sedangkan
analisa energi menunjukan adanya peningkatan penggunaan energi tiap suhu menyebabkan
efisiensi penggunaan energi terhadap pengeringan tapioka meningkat hal yang sama ditunjukan
pada analisa energi utilitas, yaitu semakin meninggkat penggunaan suhu makan semakin

13
meningkat pula energi utilitas yang dibutuhkan. Pengeringan menggunakan solar hybrid
menghasilkan kadar keputihan mencapai 93,21%

UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih disampaikan kepada Departemen Teknik Kimia Universitas Diponegoro yang telah
memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian dan belajar mengenai pengeringan, ucapan
terimakasih juga diberikan kepada Dr.-Ing. Suherman, S.T.,M.T selaku dosen pembimbing pada
penelitian dan pembuatan jurnal ini, terimakasih juga disampaikan kepada seluruh rekan yang
membantu terkait penyusunan jurnal dan pelaksanaan penelitian, dan tidak lupa terimakasih kepada
orang tua yang selalu mendukung seraca moril dan materi.

DAFTAR PUSTAKA
A.A., El-Sebaii, and Shalaby S.M. "Solar drying of agricultural products: A review." (Elsevier) 16
(2012) 37–43, no. Renewable and Sustainable Energy Reviews (2012).
Adenowale,A.A ; Sanni, L.O ; and Ayoadde K.2006.Effect of roasting methods on sorption isotherm
of tapioca grits.University of Algiculture: Electronic Journal of Environmental, Agricultural
and Food Chemistry (6).2006.1649-1653. ISSN 1579-4377
Ademiluyi, F.T.; Abowei M.F.N ;Puyate, Y.T ; Achinewhu, S.C. 2010. Effect of drying parameters
on heat transfer during drying of fermented ground cassava in a rotary dryer. Rivers State
University of science and technology : Drying Technology, 28: 550–561, (2010)
Amer, M.A., Hossain , K. Gotts chalk .2010. Hybrid Solar Dryer for Quality Dried Tomato.(Elsevier)
813-820,no. Energy Conversion and Management 51 (2010)
Anhalt, Jörg-Dieter. 2003. The Use Of Renewable Energy In The Production Of Goods: Seaweed.
Brazil : Instituto de Desenvolvimento Sustentável de Energias Renováveis, Ceará.
Aviara, Ndubisi A, Lovelyn N. O , Oluwakemi EF , Joseph CI. 2014. Energy and exergy analyses of
native cassava starch drying in a tray dryer. Energy 73 (2014) 809e817
Aziz Tamzil, Victor FS., dan Barita A.R. 2009. Pengaruh Pelarut Heksana dan Etanol,waktu
ekstraksi terhadap hasil ekstraksi minyak cokelat. Universitas Brawijaya
Badger, W.L & Banchero, J.T., 1995. Introduction to chemical Engineering. McGraw Hill,
Kogakusha,Ltd, Tokyo
Belessiotis V. and Delyannis E.2011.Solar Drying.Laboratory of Solar & Other Energy Systems,
NSRC “DEMOKRITOS”, P.O. Box 60228, 153-10 AghiaParaskevi, Greece
Best, R. (1978). Cassava processing for animal feed. In: E.J. Weber. J. Cook and A. Chouinard.
(eds)Cassava harvesting &processing. IDRC, Otlawa, p.12- 20.
Capron, I., Robert, P., Colonna, P., Brogly, M., & Planchot, V. (2007). Starch in rubbery and glassy
states by FTIR Spectroscopy. Carbohydrate Polymers, 68, 249–259.
Chuang, Lilian Naksit Panyoyai, Robert A. Shanks, Stefan Kasapis.2017.Effect of Salt on The Glass
Transition of Condensed Tapioka Starch System.(Elsevier) 229 (2017) 120-126. Food
Chemistry (2017)
Dairo, Olawale , Adewole Ayobami ADERINLEWO, Olayemi Johnson ADEOSUN, Ibukun Adekola
OLA, Tolulope SALAUDEEN. 2015. Solar Drying Kinetcs of Cassava Slices in Mixed Flow
Dryer. Nitra, Slovaca Universitas Agriculturae Nitriae, 2015, pp. 102–107.
Erick Cesar Lo´pez-Vidan˜ a, Lilia L. Me´ndez-Lagunas, Juan Rodrı´guez-Ramı´rez. 2013. Efficiency
of a hybrid solar-gas dryer. Volume 93. Page 23-31

14
Grace, M.R. 1977. Cassava processing. Plant production and protection series, No. 3. FAO, Rome.
Hanafri, MI. 2013. Pembuatan Prototipe Alat Solar Dryer Berbasis Tenaga Surya Hybrid Sistem
Portable. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hanafri, MI. 2013. Pembuatan Prototipe Alat Solar Dryer Berbasis Tenaga Surya Hybrid Sistem
Portable. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hii, C.L,et all.2012.Principles, Classification and Selection of Solar Dryers. In Solar drying:
Fundamentals,Applications and InnovationsISBN - 978-981-07-3336-0.Published in
Singapore, pp. 1-50.
Holleman, L.W.J., dan Aten, A., 1956. Processing of Cassava Products in Rural Industries. Food and
Agricultural Organization of the United Nation, RomeItaly.
Istadi, S. Sumardiono dan D. Soetrisnanto. 2002. Penentuan Konstanta Pengeringan Dalam Sistem
Pengeringan Lapis Tipis (Thin Layer Drying). Prosiding Seminar Nasional Teknologi Proses
Kimia. ISSN 1410-9891
Juwita, Ayu dan Suha N. 2012. Isolasi Jamur Pengurai Pati dari Tanah Limbah Sagu.Universitas
Andalas
Kumar, Mahesh.2014. Progres in Solar Dryer for Drying Various Commodities. (Elsevier).
Renewable and Suistainable Energy Reviews 55(2016) 364-360
Kurniawan, D.W dan Sulaiman, T.N.S. 2010. Teknologi Sediaan Farmasi. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Lopez-Vidana, Erick Cesar et al,. 2013. Efficiency of hybrid solar-gas dryer. (Elsevier) 93 (2013) 23-
31, Solar Energy (2013)
Mc. Ketta. John. 1983. Encyclopedia Chemical Process and Design. Marchell Dekker Inc., New
York
Midilli, Adnan and Kucuk, Haydar. 2005. Mathematical modeling of thin layer drying of pistachio by
using solar energy. (Elsevier) 1111-1122. Energy Conversion and Management 44 (2003)
Mustayen A.G.M.B ; Mekhilef S ; Saidur R. Performance study of different solar dryers: A review.
(Elsvier). Renewable and Sustainable Energy Reviews 34 (2014) 463–470
Ng.P.P., S.M. Tasirin, W.R. Wan Daud dan C.L.Law. 2003. Cracking Quality ofMalaysian Paddy
Dried in A Cylindrical Coloumn Dryer. UniversityKebangsaan Malaysia.
Ordonez, Monica and Anibal Herrera. 2014. Morphologic and stability cassava starch matrices for
encapsulating limonene by spray drying.(Elsevier)252. Powder Technology 253 (2014) 89–97
Pangavhane DR, Sawheny RL, Sarsavadia PN. Design, development and performance testing of a
new natural convection solar dryer. Energy 2002;27:579–90.
Perdomo J., Cova .A.; Sandoval ;Garcia L ; Larendo. E. ; Muller A.J. 2009. Glass transition
temperature and water sorption isotherms of cassava starch. (Elsevier) 76. Carbohydrate
Polymers 76 (2009) 305–313
Perry, R. H dan D. W. Green. 1997. Perry's Chemical Engineers' Handbook.  McGraw-Hill: New
York
Radhika G.B ; Satyanarayana S.V and Rao D.G.2011. Mathematical Model on Thin Layer Drying of
Finger Millet (Eluesine coracana). India : Advane Journal of Food Science and Technology 3(2) ; 127-
131. (2011)
Rachmawati, U. 2012.Pengaruh Suhu dan Waktu Pengeringan pada Pembuatan Serbuk
Perisa (Flavor). Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang
Ramos, I.N ; Teresa R.S.B ; Cristina L.M ; Silva. 2015. Simulation of solar drying of grapes using an
integrated heat and mass transfer model. (Elsevier). Renewable Energy 81 (2015) 896e902
Rosaini H ; Roslinda R. dan Vinda H.2015. Penetapan Kadar Protein Secara Kjeldhal Beberapa
Makanan Olahan Kereng Remis.UNAND : JurnalFarmasiHigea, Vol. 7, No. 2, 2015
Safitri, Desi.2014. Analisa Hasil Pertanian Color Reader. Program studi Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Jambi
Saravanan, Dhanushkodi, Vincent H. Wilson , Sudhakar Kumarasamy,. 2014. Design and Thermal
Performance of The Solar Biomass Hybrid Dryer for Cashew Drying.FACTA
UNIVERSITATIS : Mechanical Enginering Vol. 12, No-3, 2014, pp. 227-288
Sharma, G.P, R.C. Verma , Pankaj Pathar,.2005. Mathematical modeling of infrared radiation thin
layer drying of onion slice. (Elsevier) 282-286.Journal of Food Engineering 71 (2005)

15
Shen, Fei; Peng, Lin ; Zhang, Yanzong ; Wu, jun ; Zhang, Xiaohong; Yang, G; Peng, H;qi, Hui and
Deng, Shihuai. 2011. Thin-layer drying kinetics and quality changes of sweet sorghum stalk for
ethanol production as affected by drying temperature. (Elsevier). Industrial Crops and Product 34 (2011)
1588-1594
Standar Nasional Indonesia 3451: 2011. Tapioka. www.bsn.go.id
Strom, kathrine. 2011. Product quality in solar dried carrots and onions. Norwegian University of life
Sciences : Departement of Chemistry, Biotrchnology and Food Science. Master Thesis 30
credits (2011).
Suherman, suherman. 2017. Performance Analysis of Solar Tray Dryer for Cassava Starch. MATEC
Web of Conferences 156, 05008 (2018)
Treyball, Robert E. 1981. Mass Transfer Operations. USA: Mc.GrawHill BookCompany.
Valencia, G.A ; Madeleine Djabourow ; Paulo J,A,S. 2016. Warter Desorption of cassava starch
granules : A study based on thermogravimetric analysis of aqueous suspensions and humid
powder. (Elsevier). Carbohydrate Polymers 147 (2016) 533–541
Younis, Mahmoud, Diaeldin A, Assem Zein. 2017. Kinetics and Mathermatical Modeling of Infrared
Thin-Layer Drying Garlic Slices. Saudi Arabia : Saudi Journal of Biological Sciences xxx
(2017) xxx–xxx

16
17

Anda mungkin juga menyukai