Anda di halaman 1dari 13

LEMBAR KERJA

PRAKTIKUM FARMASETIKA SEDIAAN STERIL

NAMA : 1. Pinka Rhisma Savitrie (201810410311235)


2. Nabila Shafa Tasya W. (201810410311240)
3. Rizqi Akbar Hidayat (201810410311243)
4. Marizka Mashulatul Izza (201810410311245)
5. Dwi Rahma Halida (201810410311252)
6. Alfina Indah Paramitha (201810410311254)
KELOMPOK : 7 (Tujuh)
TOPIK : UJI STERILITAS
TGL. PRAKTIKUM: 15 Oktober 2021

I. TUJUAN :
Untuk menetapkan apakah bahan farmakope yang harus steril memenuhi syarat
berkenaan dengan uji sterilitas seperti yang tertera pada masing-masing monografi.
II. KOMPOSISI MEDIA DAN CARA PEMBUATAN :
1. Media Tioglikolat Cair (Fluid Thioglycollate Medium) → [FI VI, P.1832-
1833]
Media Tioglikolat Cair (Fluid Thioglycollate Medium), media ini digunakan
untuk menumbuhkan bakteri.
Komposisi : (pH setelah sterilisasi 7,1±0,2)
L-Sistin P 0,5 g
Natrium klorida P 2,5 g
Dekstrosa monohidrat/anhidrat P 5,5/5,0 g
Agar P 0,75 g
Yeast extract (larut dalam air) 5,0 g
Pancreatic digest of casein 15,0 g
Natrium tioglikolat P atau 0,5 g
Asam tioglikolat P 0,3 mL
Larutan natrium resazurin P (1 dalam 1000) dibuat segar 1,0 mL
Air murni 1000 mL
Prosedur Pembuatan :
1. Dicampur dan dipanaskan hingga larut L-sistin P, natrium klorida P,
dekstrosa, yeast extract dan pancreatic digest of casein dalam air murni.
2. Dilarutkan natrium tioglikolat P atau asam tioglikolat P ke dalam larutan
dan atur pH hingga setelah sterilisasi 7,1 ± 0,2 dengan penambahan natrium
hidroksida 1 N.
3. Jika diperlukan penyaringan, larutan dipanaskan kembali tanpa mendidih,
dan disaring selagi panas melalui kertas saring yang telah dibasahkan.
4. Ditambahkan larutan natrium resazurin P, dicampur dan media ditempatkan
dalam tabung yang sesuai, yang memberikan perbandingan permukaan
dengan kedalaman media sedemikian rupa sehingga tidak lebih dari
setengah bagian atas media yang mengalami perubahan warna sebagai
indikasi masuknya oksigen pada akhir masa inkubasi.
5. Disterilisasi menggunakan proses yang telah divalidasi.
6. Jika media disimpan, maka disimpan pada suhu antara 2o dan 25o dalam
wadah steril tertutup rapat.
7. Jika lebih dari sepertiga bagian atas media terjadi warna merah muda, media
dapat diperbaiki kembali dengan pemanasan diatas tangas air atau dalam
uap air yang mengalir bebas hingga warna merah muda hilang, dan
didinginkan secepatnya, dicegah masuknya udara tidak steril ke dalam
wadah.
8. Media tidak boleh digunakan lebih lama dari waktu penyimpanan yang
telah tervalidasi.
9. Media Cair Tioglikolat diinkubasi pada suhu 30° - 35°.

2. Media Tioglikolat Alternatif → [FI VI, P.1832-1833]


Media Tioglikolat Alternatif, media ini digunakan untuk menumbuhkan bakteri
terutama pada alat yang mempunyai lumen kecil.
Komposisi : (pH setelah sterilisasi 7,1±0,2)
L-Sistin P 0,5 g
Natrium klorida P 2,5 g
Dekstrosa monohidrat/anhidrat P 5,5/5,0 g
Yeast extract (larut dalam air) 5,0 g
Pancreatic digest of casein 15,0 g
Natrium tioglikolat P atau 0,5 g
Asam tioglikolat P 0,3 mL
Air murni 1000 mL

Prosedur Pembuatan :
1. Dicampur dan dipanaskan hingga larut L-sistin P, natrium klorida P,
dekstrosa, yeast extract dan pancreatic digest of casein dalam air murni.
2. Dilarutkan natrium tioglikolat P atau asam tioglikolat P ke dalam larutan
dan atur pH hingga setelah sterilisasi 7,1±0,2 dengan penambahan natrium
hidroksida 1 N.
3. Jika diperlukan penyaringan, larutan dipanaskan kembali tanpa mendidih,
dan disaring selagi panas melalui kertas saring yang telah dibasahkan.
4. Disterilisasi menggunakan proses yang telah divalidasi.
5. Jika media disimpan, maka disimpan pada suhu antara 2o dan 25o dalam
wadah steril tertutup rapat.
6. Jika lebih dari sepertiga bagian atas media terjadi warna merah muda, media
dapat diperbaiki kembali dengan pemanasan diatas tangas air atau dalam
uap air yang mengalir bebas hingga warna merah muda hilang, dan
didinginkan secepatnya, dicegah masuknya udara tidak steril ke dalam
wadah.
7. Media tidak boleh digunakan lebih lama dari waktu penyimpanan yang
telah tervalidasi.
8. Media tioglikolat alternatif dapat digunakan jika sudah disetujui. Dibuat
campuran menggunakan komposisi sama seperti media cair tioglikolat
tetapi tidak menggunakan agar P dan larutan natrium resazurin P.
9. Disterilkan sama seperti di atas. pH setelah sterilisasi 7,1±0,2. Dipanaskan
dalam tangas air sebelum digunakan dan inkubasi pada suhu 30° - 35°
dalam kondisi anaerob.

3. Soybean – Casein Digest Medium → [FI VI, P.1833]


Soybean – Casein Digest Medium, media ini digunakan untuk menumbuhkan
jamur.
Komposisi : (pH setelah sterilisasi 7,3±0,2)
Pancreatic digest of casein 17,0 g
Papaic digest of soybean meal 3,0 g
Natrium klorida P 5,0 g
Kalium fosfat dibasa P 2,5 g
Dekstrosa monohidrat/anhidrat P 2,5/2,3 g
Air murni 1000 mL

Prosedur Pembuatan :
1. Dilarutkan semua bahan padat dalam air murni, dihangatkan hingga larut.
2. Didinginkan larutan hingga suhu ruang, dan jika perlu diatur pH larutan
hingga setelah sterilisasi 7,3±0,2 dengan penambahan natrium hidroksida 1
N.
3. Jika perlu disaring hingga jernih, dibagi dalam wadah-wadah yang sesuai
dan disterilisasi
4. menggunakan proses yang telah divalidasi.
5. disimpan pada suhu antara 2o dan 25o dalam wadah steril dan tertutup baik,
kecuali jika segera digunakan.
6. Media tidak boleh digunakan lebih lama dari waktu penyimpanan yang telah
tervalidasi.
7. Soybean Casein Digest Medium diinkubasi pada 22,5 ± 2,5o.

III. SEDIAAN YANG DIUJI


NAMA VOLUME SEDIAAN VOLUME SAMPEL

Lidokain 2 mL 2 mL
IV. CARA KERJA
1. Metode Penyaringan Membran
Menurut Farmakope Indonesia Edisi VI Hal: 1836, penyaringan dengan
metode membran dilakukan dengan cara:
a. Gunakan penyaring membrane dengan porositas tidak lebih dari 0,45 μm
yang telah terbukti efektif menahan mikroba.
b. Penyaring khusus yang sesuai mungkin diperlukan untuksediaan tertentu
(seperti antibiotik). Contoh: penyaring selulosa nitrat digunakan untuk
larutan yang mengandung air, minyak dan larutan yang mengandung
alkohol berkadar rendah, dan penyaring selulosa asetat digunakan untuk
larutan mengandung alkohol berkadar tinggi.
c. Teknik pengujian pada praktikum ini menggunakan membrane
berdiameter lebih kurang 50 mm.
d. Jiika digunakan penyaring dengan diameter yang berbeda, volume larutan
pengencer dan pembilas harus disesuaikan. Peralatan penyaring dan
membran disterilisasi dengan cara yang sesuai.
e. Peralatan dirancang hingga larutan uji dapat dimasukkan dan disaring pada
kondisi aseptic, membrane dapat dipindahkan secara aseptic ke dalam
media atau dapat dilakukan inkubasi setelah media dimasukkan ke dalam
alat penyaring itu sendiri.

Peralatan unit penyaring membran yang sesuai terdiri dari satu perangkat
yang dapat memudahkan penanganan bahan uji secara aseptis dan membrane
yang telah diproses dapat dipindahkan secara aseptis untuk inokulasi ke
dalam media atau satu perangkat yang dapat ditambahkan media steril ke
dalam penyaringnya dan membrane diinkubasi in situ. Membran yang sesuai,
umumnya mempunyai porositas 0,45 μm, dengan diameter lebih kurang 47
mm, dan kecepatan penyaringan air 55-75 ml/ menit pada tekanan 70 cm Hg.

2. Metode Inokulasi Langsung ke dalam Media (FI VI hal. 1834)


a. Pindahkan cairan dari wadah uji menggunakan pipet atau jarum steril.
b. Secara aseptic inokulasi sejumlah tertentu bahan dari tiap wadah uji ke
dalam tabung media.
c. Campur cairan dengan media uji tanpa aerasi berlebihan.
d. Inkubasi dalam media tertentu selama tidak kurang dari 14 hari.
e. Amati pertumbuhan pada media secara visual sesering mungkin,
sekurang-kurangnya pada hari ke-3 atau hari ke-4, ke-7 atau ke-8 serta
pada hari terakhir masa uji.
f. Dilakukan pengaatan setelah inkubasi. Berdasarkan Farmakope Indonesia
Edisi VI, hal 1834 menyebutkan bahwa:
▪ Setelah isi wadah atau isi beberapa wadah yang diuji dimasukkan
kedalam media, tambahkan sejumlah kecil inoculum mikroba “viable”
(tidak lebih dari 100 koloni) dimasukkan ke dalam media. Inkubasi
wadah selama tidak lebih dari 5 hari. Jika setalah masa inkubasi
terlihat pertumbuhan mikroba dengan jelas secara visual dibandingkan
dengan tabung yang tidak berisi sampel, maka sampel tidak
mempunyai sifat antimikroba pada kondisi uji atau aktifitasnya telah
dihilangkan dengan sempurna. Uji sterilitas kemudian dapat dilakukan
tanpa modifikasi lebih lanjut.
▪ Namun jika setelah masa inkubasi tidak terlihat pertumbuhan mikroba
dengan jelas pada tabung yang berisi sampel secara visual,
dibandingkan dengan tabung yang tidak berisi sampel, maka sampel
mempunyai aktifitas antimikroba yang tidak dapat dihilangkan pada
kondisi pengujian. Modifikasi kondisi ini untuk menghilangkan daya
aktifitas antimikroba dan ulangi uji kesesuaian metode.
Lakukan uji setelah dinetralisasi dengan bahan penetral yang
sesuai atau dengan cara mengencerkan dalam sejumlah media yang
cukup apabila sediaan uji empunyai aktivitas antimikroba (FI VI, hal
1838).

3. PENAFSIRAN HASIL
(FI VI, hal 1838-1839)
1. Tahap Pertama
Pada interval waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi , amati isi semua
wadah secara visual akan adanya pertumbuan mikroba dalam media, seperti
kakeruhan pada media atau pertumbuhan pada permukaan. Jika tidak terjadi
pertumbuhan maka bahan uji memenuhi syarat sterilitas. Jika ditemukan
pertumbuhan mikroba maka bahan uji tidak memenuhi syarat uji sterilitas,
kecuali apabila data pemantauan mikroba terhadap fasilitas uji sterilitas
menunjukan ketidaksesuaian terkait pengkajian prosedur uji sterilitas,
pertumbuhan mikroba didapatkan kontrol negatif, terdapat kesalahan pada bahan
uji dan teknik pengujian yang digunakan tidak aseptik, maka tahap ini dinyatakan
tidak abash dan dapat dilakukan uji ulang.

2. Tahap Kedua
Jika pengujian dinyatakan tidak absah dilakukan pengujian ulang dengan
menggunakan jumlah bahan yang diuji, media dan periode inkubasi sama seperti
tertera pada tahap pertama. Jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba, bahan
yang diuji memenuhi syarat uji sterilitas. Jika ditemukan pertumbuhan mikroba,
hasil yang diperoleh membuktikan bahwa bahan uji tidak memenuhi syarat. Jika
dapat dibuktikan bahwa uji pada tahap kedua tidak absah karena kesalahan atau
teknik aseptic tidak memadai, maka uji tahap kedua dapat diulang.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Depkes RI. (2020). Farmakope Indonesia Edisi VI. In Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
LAMPIRAN

FI VI, P.1832
FI VI, P.1833
FI VI, P. 1834
FI VI, P. 1837-1838
FI VI, P. 1836
FI VI, P. 1838-1839

Anda mungkin juga menyukai