Anda di halaman 1dari 7

Perintis Gerakan Lingkungan Hidup di Indonesia

Apa yang sudah Anda lakukan untuk lingkungan? Jika jawabannya belum, saatnya Anda
meneladani para perintis lingkungan hidup ini.

March 13, 2014

Pada 5 Juni 1972, Hari Lingkungan Hidup Sedunia untuk pertama kalinya diselenggarakan di
Amerika Serikat. Gagasan tentang Hari Lingkungan Hidup Sedunia dimulai sejak senator
Amerika Serikat Gaylord Nelson menyampaikan pidatonya di Seattle tahun 1969. Lewat
kesempatan itu, Nelson mendesak agar kurikulum perguruan tinggi mulai memasukkan isu-
isu perihal lingkungan hidup. Agar menyamai model kurikulum masalah anti perang. Ide
Nelson itu kemudian disambut baik banyak pihak.
Akhirnya tahun 1990 dibentuk sebuah Anugerah Lingkungan Goldman oleh aktivis
lingkungan dan filantrofis Richard N. Goldman. Anugerah Lingkungan Goldman (Goldman
Environmental Prize) adalah sebuah penghargaan yang diberikan setiap tahun kepada para
aktivis lingkungan dari empat benua besar di dunia: Afrika, Asia, Eropa, dan Amerika. Para
pemenang dipilih oleh dewan juri internasional yang menerima nominasi rahasia yang
dimasukkan sejumlah jaringan organisasi lingkungan dan individu.

Dari Indonesia ada tiga nama aktivis lingkungan yang sudah mendunia atas kegigihannya
terus melestarikan lingkungan hidup di tempat mereka tinggal. Aleta Baun, Yuyun Ismawati,
dan Henry Saragih.
1. Aleta Baun, Pejuang Lingkungan serta Budaya MasyarakatMollo

Aktivis lingkungan yang lebih dikenal dengan sapaan ¥Mama Aleta¥ ini merupakan peraih
penghargaan Goldman Environmental Prize 2013. Perempuan tangguh ini berasal dari Desa
Naususu, Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT.

Sejak tahun 1996, Mama Aleta berusaha melakukan penyelamatan lingkungan, sosial, serta
budaya masyarakat Mollo. Pada waktu itu Mama Aleta menggerakkan massa melawan dua
perusahaan tambang yang menduduki bukit sakral untuk orang Mollo , sebab di bukit itu
ingin dibangun perusahaan tambang yang akan mengeruk marmer. Perjuangan Aleta dan
masyarakat Mollo pun membuahkan hasil pada 2007, izin operasional tambang di daerah
tersebut pun dihentikan.

2. Yuyun Ismawati, Pendiri Bali Fokus

Lain cerita dengan yang dilakukan Yuyun Ismawati. Wanita alumnus Institut Negeri
Bandung (ITB) ini memulai kiprahnya sebagai konsultan pemerintah, hingga akhirnya ia
memutuskan untuk mendirikan NGO-nya sendiri, bernama Bali Fokus. Yuyun pun seorang
pegiat lingkungan, dengan tangan dinginya ia ubah satu desa yang kumuh menjadi bersih.

Dikutip dari antara.com, pada Desember 2007, Yuyun bersama ketiga rekan aktivis WNA
lingkungan dari Global Alliance for Incinerator Alternatives (GAIA) bahkan sempat ditahan
polisi. Penahanan mereka dilakukan karena mengikuti aksi penolakan pembangunan
pembangkit listrik tenaga sampah di Gedebage Bandung.

Insinyur ini berhasil menemukan alat pengolahan air rumah tangga yang disebut bio sand
filter. Dengan alat sederhana ini, kualitas air yang digunakan warga bisa menjadi lebih baik
dan bisa mengurangi ketergantungan terhadap air minum kemasan.

Alhasil, seluruh limbah keluarga disalurkan pada satu saluran terpadu menuju instalasi
pengolahan air limbah di pintu masuk desa. Setelah sistem pengolahan ini diterapkan, tak ada
lagi limbah rumah tangga yang menggenang di jalan. Ibu dua putri ini pun menyebarluaskan
sistem pengelolaan sampah dan sanitasi ke 300 kota kabupaten di Indonesia. Pun juga sudah
diterapkan di Zambia, Afrika Selatan, dan Filipina.
Selain itu, wanita paruh baya ini ¥memaksa¥ para pebisnis hotel di Bali beserta masyarakat
yang bermukim dekat kawasan hotel dalam mengelola sampah-sampah hotel untuk didaur
ulang menjadi pupuk kompos hingga aneka barang kerajinan. Atas kerja kerasnya tersebut,
Yuyun diganjar penghargaan yang sama diraih Mama Aleta di tahun 2009 di San Francisco,
Amerika Serikat.

3. Henry Saragih, Pengusung Agroekologi

Berbeda dengan dua wanita sebelumnya, Henry bukanlah peraih Anugerah Lingkungan
Goldman. Pria asli tanah Sumatra Utara ini adalah koordinator Gerakan Petani Internasional
(La Via Campesina) dengan lebih dari 200 juta anggota di 70 negara. Sejak tahun 2001,
Henry mengusung Deklarasi Hak Asasi Petani agar dijadikan salah satu kovenan Perserikatan
Bangsa-Bangsa. Meski awalnya tidak digubris, pria ini tak pernah patah arang.

Pria kelahiran 1964 ini kemudian menjabat sebagai Ketua Umum Serikat Petani Indonesia
(1997-2012). Henry juga yang menjadi penggagas pergerakan tani selama masa reformasi. Ia
lalu mengorganisasi petani di sepanjang Sungai Asahan. Membuat konstruksi pembangkit
listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) yang sempat dilarang beroperasi oleh pemerintah.
Namun, kenekatannya berhasil mengirim daya 20 kilowat untuk tiga dusun bagi 150
keluarga.

Selama ia menjabat, Henry terus mendesak PBB agar menyetujui hak asasi para petani serta
melawan perusahaan multinasional yang membabat habis hutan tropis Sumatera. Konsep
agroekologi – upaya pengolahan sumberdaya lahan permanen, baik dalam satu komoditi
maupun kombinasi, misalnya: komoditi pertanian dan kehutanan – yang diperjuangkan
olehnya, menjadikan Henry sebagai satu di antara 50 orang yang dianggap bisa
menyelamatkan bumi menurut Guardian.

Sayangnya, gagasan tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup lambat laun menguap.
Karena dalam kurun waktu 41 tahun sejak Hari Lingkungan Hidup Sedunia dicanangkan,
pengeroposan ozon pun kerap terjadi, hutan terus dibabat , dan es abadi di Kutub Selatan pun
ikut mencair. Maka, pada 22 April 2009, para pencinta lingkungan di penjuru dunia
melakukan sebuah konferensi internasional. Alhasil kampanye itu mencanangkan kampanye
baru ¥Generasi Hijau¥ dengan harapan semua orang dari seluruh golongan akan
berpartisipasi melestarikan lingkungan.
Tujuan kampanye Generasi Hijau sangat mulia, antara lain mengembangkan ekonomi hijau,
mengurangi penggunaan bahan bakar energi fosil, dan mempromosikan pola konsumsi yang
ramah lingkungan.

Anda pun bisa menjadi sosok penyelamat lingkungan hidup seperti mereka. Jika tidak
dimulai dari sendiri, siapa lagi yang akan menyelamatkan lingkungan tempat anak cucu kita
nanti akan tinggal.

Gerakan Lingkungan dan Gerakan Sosial

Sejarah gerakan lingkungan hidup di dunia dimulai pada kurun waktu antara 1970-1980
tepatnya ketika pada tanggal 22 April 1970 diadakan perayaan Hari Bumi. Ini merupakan
peristiwa awal lahirnya gerakan lingkungan yang diperingati sampai saat ini dan mulai saat
itu pula gerakan-gerakan lingkungan di Amerika mengalami perubahan dimana persoalan
lingkungan menjadi hal yang paling penting dan sangat diperhatikan, kemudian terjadinya
penggabungan organisasi-organisasi lingkungan hidup.

Pada tahun 1980-1988 terjadi perubahan dimana gerakan lingkungan kehilangan ciri
spontanitasnya sebagai simbol dari semakin besarnya tingkat pergantian cara pendekatan,
kemudian pada kurun waktu 1988-1992 dimana pada saat itu terjadi bencana-bencana yang
menimpa lingkungan dengan semakin banyak kasus hujan asam, limbah radioaktif, rekayasa
genetik, punahnya spesies langka dan sebagainya. Pada tahun 1990 ketika diadakan
peringatan Hari Bumi secara besar besaran merupakan tonggak/titik puncak dan kesadaran
baru tentang gerakan lingkungan (24 April 1990 dirayakan di 140 negara).

Adapun sejarah gerakan lingkungan hidup di Indonesia dapat dilihat setelah masa
kepemimpinan Soekarno (Orde lama) beralih pada masa Soeharto (Orde Baru) yang tidak
pernah berpihak pada lingkungan. Dimana pada masa itu pemerintah cenderung pada
persoalan ekonomi pembangunan, sedangkan persoalan lingkungan dikesampingkan demi
peningkatan ekonomi. Masa kepemimpinan Soekarno dimana pada saat itu penerapan politik
lingkungan hidup kerakyatan ( paham ecopopulism) merupakan gerakan lingkungan hidup,
seperti perusahaan-perusahaan asing dinasionalisasikan dan lahan-lahan kritis segera
diselamatkan (pembentukan panitia penyelemat hutan, tanah dan air). Pada masa
kepemimpinan Soeharto lahir paham eco-developmentalis menempuh jalan refonnasi hukum,
dimana hukum adalah alat bagi peningkatan ekonomi untuk membuka jalan bagi investasi
asing (muncul UU Penanaman Modal Asing).
Dengan adanya UUPMA ini memberikan andil yang sangat besar sekali terhadap
perubahan lingkungan di Indonesia dimana negara-negara pemodal bebas mengeksplorasi
(memanfaatkan sumber daya alam dengan bebas untuk kepentingan ekonomi (terutama untuk
pemilik modal) maka yang terjadi adalah kerusakan lingkungan, sehingga pada masa kurun
waktu 1970-1984 muncullah gerakan lingkungan di Indonesia (organisasi-organisasi
lingkungan di Indonesia). Salah satu organisasi yang muncul pada saat itu adalah Mapala UI
(tanun 1970-an) yang berbasis mahasiswa yang masih bertahan sampai sekarang, dan setelah
itu mulailah muncul lembaga-lembaga pusat studi lingkungan hidup, kemudian pada tahun
1970-an dan 1980-an muncullah ormas-ormas baru, seperti WALHI (Wahana Lingkungan
hidup Indonesia) , FISKA (Forum Indonesia untuk swadaya di Bidang Kependudukan),
HKTI (Himpunan Kerukunan ’Tani Indonesia), Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia
(HNS), KNPI (komite Nasional Pemuda Indonesia), dan lain sebagainya
(http://wwwlingkungan-wahyu.blogspot.com/2011/06/1.html diakses pada Sabtu 09 Mei 
2015  pukul 13:13 WIB).

Gerakan lingkungan hidup (environmental movement) dikenal juga dengan berbagai


nama, seperti environmentalisme dan environmental activism. Ketiga istilah yang tampak
sejenis tersebut digunakan secara berbeda dari satu wacana ke wacana yang lain, namun pada
hakekatnya menggambarkan satu fenomena yang sama, yakni gerakan sosial yang fokus
bergerak dibidang perlindungan, pelestarian, dan keadilan lingkungan hidup. Meskipun
berada dalam satu wadah besar terdapat beragam aliran pemikiran dalam gerakan lingkungan.
Keragaman tersebut tercermin pula pada pilihan-pilihan aksi, praksis, ataupun metode
gerakan mereka sendiri, sebuah kondisi yang membuat aktivisme lingkungan bisa mewujud
dalam beragam nada dan warna.

Gerakan lingkungan hidup bisa dilihat sebagai bagian dari perilaku bersama (collective
behavior) yang secara formal mewujud dalam bentuk berbagai kelompok dan organisasi
lingkungan. Mekanisme collective action yang bekerja mampu mempengaruhi faktor-faktor
cost and benefits yang membuat seseorang memutuskan untuk bergabung dan terus terlibat
dalam gerakan lingkungan. Faktor-faktor pendorong tersebut penting untuk dipahami karena
kelompok dan organisasi lingkungan hidup pada dasarnya tergolong sebagai organisasi
sukarela (voluntary organizations), yakni kelompok-kelompok formal yang anggotanya
berasal dari individu-individu yang bergabung secara sukarela; tanpa paksaan, tanpa alasan-
alasan komersial; untuk memajukan sejumlah tujuan bersama. Definisi diatas sejalan dengan
pembahasan definisi gerakan sosial, yakni menekankan perbedaan organisasi-organisasi
dalam gerakan lingkungan dengan organisasi komersial
http://www.scribd.com/doc/37766063/Penggunaan-Internet-Oleh-Aktivis-Lingkungan Di-
Indonesia diakses pada Sabtu 09 Mei 2015 pukul 11:00 WIB).

Adapun dalam teori gerakan sosial, gerakan sosial terjadi apabila sekelompok individu
terlibat dalam suatu usaha yang terorganisir baik untuk merubah ataupun mempertahankan
unsur tertentu dari masyarakat yang lebih luas. Adapun karakteristik dari gerakan sosial yakni
adanya pengenalan sasaran, rencana-rencana untuk mencapai sasaran, dan adanya ideologi.
Gerakan sosial pada umumnya memiliki rangkaian sasaran yang luas yang ditetapkan dengan
jelas. Gerakan sosial yang bertujuan memperbaiki kondisi hidup satu kelompok masyarakat
harus merumuskan semua tujuannya secara terperinci dan sarana yang tersedia untuk
mencapai tujuan itu sangat bervariasi. Ideologi gerakan sosial adalah sesuatu yang dapat
mempersatukan para anggotanya.

Pandangan menyeluruh tentang elemen-elemen dalam gerakan lingkungan yakni ada tiga
komponen gerakan lingkungan yaitu (1) “aktivis lingkungan publik”, yaitu sebagian besar
orang yang concerned untuk memperbaiki kondisi lingkungan disekitar mereka (2) aktivis
lingkungan terorganisir atau sukarela seperti WALHI dan Greenpeace, (3) organisasi gerakan
lingkungan institusional”, yaitu birokrasi publik yang memiliki yurisdiksi terhadap kebijakan
lingkungan. Istilah “gerakan lingkungan” melihat bahwa gerakan lingkungan terdiri dari dua
elemen, yaitu (1), kelompok-kelompok lingkungan, sebagai perwujudan organisasional dari
gerakan lingkungan; dan (2) attentive public, orang-orang yang meski tidak bergabung ke
salah satu kelompok lingkungan, tapi sama-sama mempercayai dan mempraktekkan nilai-
nilai environmentalisme. Orang-orang “awam” ini bisa siapa saja, mereka adalah orang-orang
yang mengekspresikan kepedulian mereka terhadap lingkungan hidup melalui pandangan
pribadi mereka, perilaku dan gaya hidup mereka.

Dalam sudut pandang sosiologis atau perspektif gerakan sosial melihat kemunculan
gerakan atau kelompok lingkungan berhubungan erat dengan perubahan nilai-nilai dan
struktur sosial dalam masyarakat. Keduanya melihat kemunculan gerakan lingkungan hidup
memiliki kemiripan dengan latar belakang kemunculan gerakan sosial, yakni lahir dari
ketidakpuasan terhadap sejumlah nilai- nilai yang selama ini dianut masyarakat dan mewakili
upaya-upaya kolektif untuk menginstitusionalkan nilai-nilai alternatif. Ketidakpuasan
masyarakat misalnya adalah keprihatinan akan hilangnya tempat-tempat alami, kekecewaan
terhadap pengaruh industrialisme pada kehidupan perkotaan, keinginan untuk menjauh dari
kota dan kembali ke suasana pedesaan, dan pandangan terhadap alam sebagai sumber
pencerahan spiritual, moral, dan estetis. Selain itu, meluasnya nilai-nilai prolingkungan
diduga ikut didorong faktor-faktor seperti pertumbuhan kelompok pekerjaan yang dekat dan
sering bersentuhan dengan isu-isu lingkungan serta adanya peningkatan standar kehidupan –
yang tampaknya telah memungkinkan sebagian orang untuk mulai berpikir tentang nilai-nilai
dan hal-hal non-material

Anda mungkin juga menyukai