Anda di halaman 1dari 4

Nama : Muhammad Fauzy Syaputra

NIM : 120190025
Program Studi : Teknik Industri
Mata Kuliah : Psikologi Industri

Toto Wolff
Formula 1 dapat dikatakan sebagai puncak di mana pengendara, manajer, mekanik,
insinyur, ahli aerodinamika, dan semua orang terbaik berkompetisi di ajang yang bergengsi ini.
Walaupun berbeda dengan organisasi bisnis, Formula 1 dapat dikatakan sama dalam segi
manajemen tim yang di mana membutuhkan pemimpin yang hebat dalam tekanan yang hebat.
Begitu pula dengan tim Mercedes-AMG di mana menurut saya tim tersebut memiliki
pemimpin yang sangat hebat. Pemimpin yang berhasil membangkitkan semangat kompetisi
tim Mercedes dan menghantarkan mereka mendominasi kejuaraan pembalap dan konstruktor
selama 7 tahun terakhir. Pemimpin yang berhasil membuat lingkungan kerja sangat tenang
tetapi kompetitif dan berhasil memenangkan 7 gelar juara dunia ganda berturut-turut.
Pemimpin tim tersebut Bernama Toto Wolff.

Gambar 1. Toto Wolff sedang Senyum

Toto Wolff adalah salah satu pemilik tim Formula 1 Mercedes-AMG dan berperan
sebagai kepala tim tersebut. Ia lahir dari lingkungan yang sederhana di Vienna, Austria pada
tanggal 12 Januari 1972. Wolff merupakan lulusan dari Universitas Ekonomi dan Bisnis
Vienna yang di mana ia juga berhasil mendirikan perusahaan modal ventura paling awal di
Eropa. Toto Wolff pertama kali masuk ke dunia F1 pada tahun 2009 di mana Ia memegang
saham Tim F1 Williams dan pada tahun 2012 Wolff menjadi Direktur Eksekutif tim tersebut.
Dan akhirnya pada tahun 2013 Wolff bergabung dengan Tim F1 Mercedes-AMG yang berhasil
memenangkan 7 juara dunia di bawah kepemimpinannya.

“Relentless Pursuit of Excellence”


Bagi tim yang sudah memenangkan 7 gelar dunia berturut-turut, mungkin mudah bagi
kita akan melihat tulang tersebut patah. Patah tersebut dari berpuas diri atau bahkan perasaan
akan bosan berada di atas. Namun berbeda dengan tim ini, bagi Wolff menetapkan target yang
lebih besar akan membuat suatu tim menjadi lebih termotivasi. Hal tersebut dapat dicapai
dengan “skeptisme permanen” di mana setiap saat entah itu kekalahan atau kemenangan,
mereka akan mengingat bahwa terdapat chip di bahu mereka yang mereka sendiri tidak tahu
kapan akan meledak. Menurut saya sendiri, Wolff memiliki gaya kepemimpinan yang visioner
tetapi dia tetap skeptis. Hal tersebut dibuktikan pada saat Ia memberikan presentasi ambisi
masa depan tim ketika pertama kali diberikan tanggung jawab untuk menjadi pemimpin tim
Mercedes-AMG. Saat itu, setelah presentasi berakhir, ada seorang mekanik yang
memberitahunya “Nice words presentation”, yang jika di artikan memiliki arti tersendiri. Saat
itu juga, Mercedes sudah berganti banyak kepemimpinan dan masih tidak memberikan hasil,
jadi menurut Wolff itu adalah bahan bakarnya. Tujuh tahun berlalu, akhirnya kata-kata tersebut
menjadi suatu pujian yang berharga. Kita tahu, gaya kepemimpinan ini memimpin dengan
menginspirasi orang lain, dan menurut Wolff dia percaya bahwa memimpin orang lain harus
disertai contoh yang sepadan yang berhubungan dengan bagian selanjutnya.

“You need to wake up in the morning with a sense of purpose and clear objectives,
and that keeps you going.”

“Turning your worst days against your rivals”


Dengan gaya kepemimpinannya yang skeptis, Wolff selalu percaya bahwa berpuas diri
merupakan malapetaka untuk kesuksesan. Bagi Wolff sendiri “Kegelisahan adalah sifat
kepribadian yang penting bahwa Anda hanya ingin menjadi lebih baik besok” oleh karena itu,
ia percaya rasa ingin tahu mendorong suatu manusia menghadapi hal tersebut. Dengan itu, dia
menciptakan budaya gelisah, rasa ingin tahu yang konstan, dan disiplin diri yang tinggi. Wolff
juga percaya jika suatu pekerjaan dapat dilaksanakan sekarang, mengapa ditunda dan juga Ia
tidak akan pernah melepaskan apa yang namanya kegagalan. Itu merupakan bahan bakar untuk
dirinya sendiri. Seperti yang kita tahu, ketika suatu tim menang, maka terdapat rasa puas diri
yang tinggi dan itu merupakan bahaya yang besar. Tidak untuk Mercedes-AMG yang dipimpin
oleh Wolff, mereka tetap belajar dari kesalahan dan itu yang membuat tim mereka menang dan
pesaing mereka kalah karena puas diri tersebut.

Hal tersebut mungkin akan terkesan sulit jika di terapkan untuk tim besar yang terdiri
dari banyak sekali kepribadian individu. Namun tidak untuk Toto Wolff, di mana menurut saya
memiliki gaya kepemimpinan yang memimpin dengan contoh. Hal tersebut dibuktikan dengan
kepercayaannya tentang kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Ia akhirnya
mempekerjakan pelatih fisik dan psikologis untuk timnya dan mulai untuk melakukan meditasi
untuk dirinya sendiri. Hasilnya, tim tersebut berhasil meluncurkan program meditasi yang
hampir mencapai lebih dari 1000 orang. Selain itu, Wolff percaya bahwa setiap kelompok
memiliki satu individu yang menjadikan individu tersebut sebagai pemimpin dari suatu pack.
Oleh karena itu, Wolff percaya dengan mengembang individu yang tepat, hal tersebut dapat
mengembangkan kinerja dari suatu tim selain menentukan tujuan inti dari suatu tim. Tetapi,
bagaimana Ia dapat menentukan orang yang tepat atau dapat menentukan ukuran kepribadian
seseorang? Bagi Wolff hal tersebut sederhana, yaitu dengan menatap mata mereka dan
merasakan ambisi dan keaslian pribadi mereka. Wolff mencari orang yang sejalan dengannya,
dimotivasi oleh nilai kejujuran dan kebrutalan dari waktu. Walaupun begitu, ia juga percaya
bahwa dirinya memiliki kekurangan dalam suatu hal, tetapi itu bukan menjadi hambatan
dirinya dan akan dijelaskan di bagian selanjutnya.

“Leave on their own field”


Sebagai seorang pebisnis, dia sadar bahwa dirinya bukan dari latar belakang seorang
pembalap ataupun yang berhubungan dengan F1. Dan hal tersebut yang menurut saya Ia
memiliki gaya kepemimpinan laisses-faire di mana memimpin dengan delegatif. Kita tahu
bahwa ruang lingkup F1 tidak hanya pembalap saja, tetapi terdiri dari ahli aerodinamik,
mekanik, insinyur, ahli logistik, peneliti, atau bahkan pebisnis. Wolff percaya kepada timnya
bisa melakukan yang terbaik karena seseorang tidak dapat mencapai Formula 1 kecuali mereka
benar-benar berbakat. Ini juga merupakan tujuannya dalam organisasi tersebut, di mana bukan
dia yang memberitahu seorang mekanik melakukan pekerjaannya, tetapi percaya kepada
mereka. Karena mereka adalah pakar dalam bidang tersebut, jika tidak, mereka tidak mungkin
berada di Formula 1. Dan itu yang disebut sebagai melepaskan kendali bagi Toto Wolff, di
mana ia juga menyatakan “Yang paling penting adalah mengakui bahwa kita semua adalah
individu yang berbeda dan kita membutuhkan kerangka kerja yang berbeda agar dapat bekerja
dengan baik”. Dari hal tersebut, Wolff percaya bahwa setiap individu memiliki lingkungan
yang berbeda dan hal tersebut dapat dilihat dari salah satu pembalap Mercedes, Lewis
Hamilton. Hamilton memiliki kehidupan yang mewah dan aktivitasnya yang padat di mana
untuk seseorang di posisi Wolff akan berpikir hal tersebut akan menurunkan performa
balapnya. Berbeda dengan Wolff, di mana Ia percaya bahwa hal tersebut bahkan bagus untuk
Hamilton, karena itu bisa membuat pikirannya jauh dari balapan di akhir pekan. Hal tersebut
baik untuk mental Hamilton dan hal itu dapat membuatnya jauh lebih baik saat balapan di
pekan selanjutnya. Yang di aman terbukti, bahwa performa Hamilton meningkat bahkan dapat
memecahkan rekor yang terkesan mustahil dipecahkan.

Gambar 2. Toto Wolff dan Lewis Hamilton

“No blame Culture”


Terakhir, gaya kepemimpinan Wolff yang menurut saya sangat dominan di mana ia
memiliki tipe afiliasi yang memimpin dengan membuat lingkungan yang harmonis. Salah satu
lingkungan yang Ia ciptakan paling terkenal adalah “no blame culture” di mana satu menang
semuanya menang dan ketika kalah satu tim ikut merasakan kekalahan tersebut. Mungkin
terdengar sukar tetapi itu yang mereka terapkan hingga sekarang dan dapat memenangkan
kejuaraan dunia F1. Wolff percaya bahwa Formula 1 bukan sekedar memiliki mesin terbaik
atau uang terbanyak, melainkan memiliki hubungan yang baik satu sama lainnya. Nilai yang
dipegang Wolff di atas semuanya adalah kebanaran, tidak adanya kebohongan, dan keaslian
secara menyeluruh. Wolff juga menjelaskan bahwa “Di dunia kompetitif ini, kita tidak dapat
menghindar dari sifat manusia yang menyalahkan orang lain, tetapi sebenarnya hal tersebut
hanya pelampiasan dari tekanan yang dirinya hadapi”. Selain itu, Wolff juga percaya tidak
adanya politik internal akan membuat budaya tersebut berjalan dengan lancar.

“When you start to blame, this is when it goes downhill because people will try
to protect their arse and make sure they have a conservative system in place rather
than putting the best development on the car”.

-Toto Wolff

Kesimpulan, Toto Wolff merupakan salah satu pemimpin yang hebat dan terbukti
hasilnya dengan perubahan Mercedes-AMG yang sangat pesat. Contoh yang baik dari sisi
ketenangannya menghadapi tekanan, orang yang reflektif dan pemimpin yang emosional. Dan
terakhir, satu hal yang membuat saya menghargai Wolff adalah sifat skeptis tetapi tetap
visioner. Selain itu, kepercayaannya bahwa dirinya sendiri bukan seorang pemimpin
merupakan hal lain yang sangat saya hargai. Karena dirinya percaya bahwa dia tidak suka
dipanggil pemimpin hanya karena dia yang paling sering tampil di layar, dan dia percaya bahwa
setiap orang di balik layar tersebut merupakan seorang pemimpin juga.

Referensi

Billiotte, J. (2016, September 5). Wolff on Lewis start: No blame culture at Mercedes.
Retrieved from F1i: https://f1i.com/news/70414-wolff-on-lewis-start-no-blame-
culture-at-mercedes.html
Mercedes-AMG Petronas Formula One Team. (2020, April 16). Leadership Styles, Finding
Purpose and No Blame Culture in F1 | Toto Wolff [Video]. Retrieved from YouTube:
https://www.youtube.com/watch?v=q8mGymE7bXo&t=2s&ab_channel=Mercedes-
AMGPetronasFormulaOneTeam
Mercedes-AMG. (n.d.). Toto Wolff. Retrieved from Mercedes AMG Petronas Formula One
Team: https://www.mercedesamgf1.com/en/team/management/toto-wolff/
Nowak, O. (2021, Mei 11). Toto Wolff - The Truth about True Leadership. Retrieved from
LinkedIn: https://www.linkedin.com/pulse/toto-wolff-truth-true-leadership-oliver-
nowak/
Team Asana. (2021, Mei 26). 11 common leadership styles (plus how to find your own).
Retrieved from asana: https://asana.com/resources/leadership-
styles?utm_campaign=NB--APAC--EN--Catch-All--All-Device--
DSA&utm_source=google&utm_medium=pd_cpc_nb&gclid=CjwKCAiA-
9uNBhBTEiwAN3IlND_KHnf-Gyi2hh4hGyOYup-
u69Eq9zZ0kPHMacCU2LZqyo3ZMUWnuxoCsQsQAvD_BwE&gclsrc=aw.ds

Anda mungkin juga menyukai