Anda di halaman 1dari 10

Sundayana, R.

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut


http://e-mosharafa.org/

Kaitan antara Gaya Belajar, Kemandirian Belajar,


dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP dalam Pelajaran Matematika

Rostina Sundayana
STKIP Garut
e-mail: r_sundayana@yahoo.co.id

ABSTRAK

Pada umumnya kemandirian belajar dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMP
masih rendah. Guru sebagai pelaksana kegiatan belajar mengajar, menjadi faktor utama yang menjadi
penyebab masalah tersebut terjadi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru adalah menciptakan
suasana belajar yang cocok dengan jenis gaya belajar siswa (auditorial, visual, ataupun kinestetik),
sehingga diharapkan tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif. Penelitian ini dilakukan di SMP
Negeri 2 Tarogong Kidul kelas IX pada tahun ajaran 2015-2016 semester ganjil. Metode penelitian yang
digunakan berupa penelitian eksplanatif komparatif-asosatif. Dari hasil penelitian terungkap bahwa: 1)
Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik, antar siswa ditinjau dari jenis
gaya belajarnya. 2) Tidak terdapat perbedaan tingkat kemandirian belajar matematika antar siswa ditinjau
dari gaya belajarnya. 3) Kemandirian belajar siswa mempengaruhi tingkat kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa setiap siswa, baik yang
mempunyai gaya belajar auditorial, visual, ataupun kinestetik mempunyai tingkat kemandirian belajar
dan kemampuan pemecahan masalah matematik yang sama. Selain itu, diketahui pula bahwa semakin
tinggi tingkat kemandirian belajar siswa, maka semakin tinggi pula kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa.
Kata kunci: Gaya Belajar, Kemandirian Belajar, Pemecahan Masalah

ABSTRACT

In general, independent learning and problem solving ability mathematics junior high school
students is still low. Teachers practice teaching and learning activities, the main factor that
causes the problem from happening. One of the efforts that teachers can do is to create a
learning environment that matches the kind of student learning styles (auditory, visual, or
kinesthetic), so hopefully learning objectives can be achieved effectively. This research was
conducted in Tarogong South Junior High School 2 class IX in odd semester of school year
2015-2016. The method used in the form of comparative research explanation-associative.
From the results of the study revealed that: 1) There is no difference in mathematical problem
solving skills, among students in terms of the type of learning style. 2) There is no difference in
the level of independence of learning mathematics among students in terms of learning styles. 3)
Independence of student learning affects the level of students' mathematical problem solving
ability. From the results of these studies indicate that each student, both of which have auditory
learning style, visual, or kinesthetic have this level of independent learning and problem solving
skills the same mathematical. In addition, it is also known that the higher the level of
independence of student learning, the higher the students' mathematical problem solving ability.
Keywords: Learning style, independent learning, problem solving

PENDAHULUAN mengaplikasikan konsep atau algoritma,


Pembelajaran matematika untuk tingkat secara luwes, akurat, efisien, dan tepat,
SMP mengacu pada tujuan pembelajaran dalam pemecahan masalah
matematika (BSNP, 2006:139), yaitu agar 2. Menggunakan penalaran pada pola dan
siswa mempunyai kemampuan: sifat, melakukan manipulasi matematika
1. Memahami konsep matematika, dalam membuat generalisasi, menyusun
menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
Jurnal “Mosharafa”, Volume 5, Nomor 2, Mei 2016 75
ISSN 2086 4280
Sundayana, R. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut
http://e-mosharafa.org/

bukti, atau menjelaskan gagasan dan berbeda-beda. Dari hal tersebut, akan
pernyataan matematika berdampak pada keragaman siswa dalam cara
3. Memecahkan masalah yang meliputi belajarnya. Dalam hal inilah guru harus dapat
kemampuan memahami masalah, memahami siswanya dalam penyampaian
merancang model matematika, materi pelajaran. Dengan memperhatikan
menyelesaikan model dan menafsirkan perbedaan gaya belajar, siswa akan
solusi yang diperoleh dimungkinkan akan mampu meningkatkan
4. Mengomunikasikan gagasan dengan konsentrasi, sehingga kecenderungannya
simbol, tabel, diagram, atau media lain siswa akan mendapatkan materi yang lebih
untuk memperjelas keadaan atau banyak dan lebih bermakna.
masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan antara lain:
matematika dalam kehidupan, yaitu 1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan pemecahan masalah matematik, antar
minat dalam mempelajari matematika, siswa ditinjau dari jenis gaya belajarnya?
serta sikap ulet dan percaya diri dalam 2. Apakah terdapat perbedaan tingkat
pemecahan masalah. kemandirian belajar matematika antar
Berdasarkan tujuan pembelajaran siswa ditinjau dari gaya belajarnya?
matematika di atas, diketahui bahwa 3. Apakah tingkat kemandirian belajar
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa mempengaruhi tingkat
dan sikap ulet serta percaya diri dalam kemampuan pemecahan masalah
pemecahan masalah merupakan kemampuan matematis siswa?
yang sangat penting untuk dikuasai siswa.
Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu Gaya Belajar
proses atau cara yang dilakukan seseorang Nasution (2003:94) gaya belajar adalah
untuk menyelesaikan masalah matematis cara yang konsisten yang dilakukan oleh
berdasarkan data dan informasi yang siswa dalam menangkap stimulus atau
diketahui dengan menggunakan konsep informasi, cara mengingat, berpikir, dan
matematika yang telah dimilikinya. Siswa memecahkan soal. Dari pendapat tersebut,
yang terlatih dengan pemecahan masalah maka peneliti berpendapat bahwa gaya belajar
akan terampil dalam menyeleksi informasi merupakan kebiasaan siswa dalam
yang relevan, menganalisis, dan mengevaluasi memproses bagaimana menyerap informasi,
hasilnya. Sedangkan keuletan serta sikap pengalaman, serta kebiasaan siswa dalam
percaya diri merupakan faktor penting yang memperlakukan pengalaman yang
harus dimiliki siswa dalam menghadapi dimilikinya. Jika siswa akrab dengan gaya
persoalan yang mereka hadapi, khususnya belajarnya sendiri, maka siswa dapat
masalah matematika. mengambil langkah-langkah penting untuk
Salah satu upaya yang dapat dilakukan membantu diri siswa belajar lebih cepat dan
guru untuk meningkatkan kemampuan lebih mudah, sehingga hal ini akan
pemecahan masalah dan kemandirian belajar mendukung pula terhadap apa yang menjadi
siswa adalah menciptakan suasana belajar tujuan dari pembelajaran.
yang cocok dengan jenis gaya belajar siswa Menurut DePorter & Hernacki
(auditorial, visual, ataupun kinestetik), (2007:116-120), gaya belajar dapat
sehingga diharapkan tujuan pembelajaran digolongkan menjadi tiga macam gaya yaitu
dapat dicapai secara efektif. Pada dasarnya visual, auditorial dan kinestetik. Dari ketiga
setiap siswa mempunyai gaya belajar yang gaya belajar ini ada individu yang cenderung
76 Jurnal “Mosharafa”, Volume 5, Nomor 2, Mei 2016
ISSN 2086 4280
Sundayana, R. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut
http://e-mosharafa.org/

pada salah satu gaya, dan ada juga yang tetapi lebih hebat bercerita. 7) Berbicara
cenderung semua gaya belajar. Berikut ini dalam irama yang terpola. 8) Biasanya
beberapa ciri sebagai petunjuk kecenderungan pembicara yang fasih. 9) Lebih suka musik
gaya belajar seseorang, baik ciri gaya belajar daripada seni. 10) Belajar dengan
visual, auditori maupun kinestetik. Ciri-ciri mendengarkan dan mengingat apa yang
gaya belajar visual (penglihatan), yaitu: 1) didiskusikan daripada yang dilihat. 11) Suka
Rapi dan teratur. 2) Berbicara dengan cepat. berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu
3) Perencana dan pengatur jangka panjang dengan panjang lebar. 12) Mempunyai
yang baik. 4) Teliti terhadap detail. 5) masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang
Mementingkan penampilan, baik dalam hal melibatkan visualisasi, seperti memotong
pakaian maupun presentasi. 6) Pengeja yang bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain.
baik dan dapat melihat kata-kata yang 13) Lebih pandai mengeja dengan keras
sebenarnya dalam pikiran mereka. 7) daripada menuliskannya. 14) Lebih suka
Mengingat apa yang dilihat, daripada yang gurauan lisan daripada membaca komik.
didengar. 8) Mengingat dengan asosiasi Selanjutnya, ciri-ciri gaya belajar
visual. 9) Biasanya tidak terganggu oleh kinestetik (gerakan), adalah sebagai berikut:
keributan. 10) Mempunyai masalah untuk 1) Berbicara dengan perlahan. 2) Menanggapi
mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis perhatian fisik. 3) Menyentuh orang untuk
dan seringkali minta bantuan orang untuk mendapatkan perhatian mereka. 4) Berdiri
mengulanginya. 11) Pembaca cepat dan dekat ketika berbicara dengan orang. 5) Selalu
tekun. 12) Lebih suka membaca daripada berorientasi pada fisik dan banyak bergerak 6)
dibacakan. 13) Membutuhkan pandangan dan Mempunyai perkembangan otot-otot yang
tujuan yang menyeluruh dan bersikap besar. 7) Belajar melalui memanipulasi dan
waspada sebelum secara mental merasa pasti praktik. 8) Menghafal dengan cara berjalan
tentang suatu masalah atau proyek. 14) dan melihat. 9) Menggunakan jari sebagai
Mencorat-coret tanpa arti selama berbicara di penunjuk ketika membaca. 10) Banyak
telepon dan dalam rapat. 15) Lupa menggunakan isyarat tubuh. 11) Tidak dapat
menyampaikan pesan verbal kepada orang duduk diam untuk waktu lama. 12) Tidak
lain. 16) Sering menjawab pertanyaan dengan dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka
jawaban singkat ya atau tidak. 17) Lebih suka telah pernah berada di tempat itu. 13)
melakukan demonstrasi daripada berpidato. Menggunakan kata yang mengandung aksi.
18) Lebih suka seni daripada musik. 19) 14) Menyukai buku-buku yang berorientasi
Seringkali mengetahui apa yang harus pada plot-mereka mencerminkan aksi dengan
dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata- gerakan tubuh saat membaca. 15)
kata. 20) Kadang-kadang kehilangan Kemungkinan tulisannya jelek. 16) Ingin
konsentrasi ketika mereka ingin melakukan segala sesuatu. 17) Menyukai
memperhatikan. permainan yang menyibukkan.
Adapun ciri-ciri gaya belajar auditorial Berkenaan dengan gaya belajar setiap
(pendengaran), adalah: 1) Berbicara kepada siswa berbeda-beda, maka selaku pengajar
diri sendiri saat bekerja. 2) Mudah terganggu seyogianya mengetahui gaya belajar para
oleh keributan. 3) Menggerakkan bibir dan siswanya, sehingga dapat memilih dan
mengucapkan tulisan di buku ketika menggunakan metode pembelajaran yang
membaca. 4) Senang membaca keras dan cocok dan disenangi siswanya. Untuk
mendengarkan. 5) Dapat mengulangi kembali mengetahui jenis gaya belajar siswa tersebut,
dan menirukan nada, birama, dan warna guru dapat membuat angket gaya belajar serta
suara. 6) Merasa kesulitan untuk menulis,

Jurnal “Mosharafa”, Volume 5, Nomor 2, Mei 2016 77


ISSN 2086 4280
Sundayana, R. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut
http://e-mosharafa.org/

mengolahnya untuk mengetahui Siswa mengambil keputusan sendiri dan


kecenderungan gaya belajar siswa tersebut. menerima tanggung jawab untuk itu. Siswa
juga mengatur, menyesuaikan tindakan
Kemandirian Belajar mereka untuk mencapai tujuan yang
Kemandirian belajar merupakan proses diinginkan.
dimana individu mengambil inisiatif dalam Berdasarkan beberapa uraian di atas,
merencanakan, melaksanakan dan penulis berpendapat bahwa kemandirian
mengevaluasi sistem pembelajarannya belajar adalah suatu proses belajar dimana
(Merriam & Caffarella, 1999). Sedangkan setiap individu dapat mengambil inisiatif,
Knowles (1989) mendefinisikan kemandirian dengan atau tanpa bantuan orang lain, dalam
belajar sebagai suatu proses belajar dimana hal menentukan kegiatan belajarnya seperti
setiap individu dapat mengambil inisiatif, merumuskan tujuan belajar, sumber belajar
dengan atau tanpa bantuan orang lain, dalam (baik berupa orang ataupun bahan),
hal mendiagnosa kebutuhan belajar, mendiagnosa kebutuhan belajar dan
merumuskan tujuan belajar, mengidentifikasi mengontrol sendiri proses pembelajarannya.
sumber-sumber belajar (baik berupa orang Thoha (1996) mengemukakan terdapat
maupun bahan), memilih dan menerapkan delapan ciri kemandirian belajar, yaitu: 1)
strategi belajar yang sesuai bagi dirinya, serta Mampu berfikir secara kritis, kreatif dan
mengevaluasi hasil belajarnya. Lebih lanjut, inovatif; 2) Tidak mudah terpengaruh oleh
Mocker & Spear (1984) kemandirian belajar pendapat orang lain; 3) Tidak lari atau
adalah suatu proses dimana siswa mengontrol menghindari masalah; 4) Memecahkan
sendiri proses pembelajarannya dan tujuan masalah dengan berfikir yang mendalam; 5)
dari pembelajaran tersebut. Pannen dkk Apabila menjumpai masalah dipecahkan
(2000) menegaskan bahwa ciri utama dalam sendiri tanpa meminta bantuan orang lain; 6)
belajar mandiri bukanlah ketiadaan guru atau Tidak merasa rendah diri apabila harus
teman sesama siswa, atau tidak adanya berbeda dengan orang lain; 7) Berusaha
pertemuan tatap muka di kelas. Menurutnya, bekerja dengan penuh ketekunan dan
yang menjadi ciri utama dalam belajar kedisiplinan; serta 8) Bertanggung jawab atas
mandiri adalah adanya pengembangan tindakannya sendiri. Hal lain, Babari (2002)
kemampuan siswa untuk melakukan proses membagi ciri-ciri kemandirian dalam lima
belajar yang tidak tergantung pada faktor jenis, yaitu: 1) Percaya diri; 2) Mampu
guru, teman, kelas dan lain-lain. bekerja sendiri; 3) Menguasai keahlian dan
Deming (1994) menjelaskan bahwa keterampilan yang sesuai dengan kerjanya; 4)
proses yang harus diikuti siswa yang memiliki Menghargai waktu; dan 5) Bertanggung
kemandirian belajar adalah rencanakan, jawab.
kerjakan, siswi, lakukan tindakan (plan, do,
study, act). Proses belajar mandiri adalah Kemampuan Pemecahan Masalah
suatu metode yang melibatkan siswa dalam Dahar (1989:138) mengemukakan
tindakan-tindakan yang meliputi beberapa bahwa, pemecahan masalah merupakan suatu
langkah, dan menghasilkan baik hasil yang kegiatan manusia yang menggabungkan
tampak maupun yang tidak tampak. Proses ini konsep-konsep dan aturan-aturan yang telah
disebut dengan pembelajaran mandiri. Lebih diperoleh sebelumnya, dan tidak sebagai
lanjut, Johnson (2009), pembelajaran mandiri suatu keterampilan generik. Sedangkan
memberi kebebasan kepada siswa untuk Hudojo (2001:165) berpendapat bahwa,
menemukan bagaimana kehidupan akademik pemecahan masalah merupakan proses
sesuai dengan kehidupan mereka sehari-hari. penerimaan masalah sebagai tantangan
78 Jurnal “Mosharafa”, Volume 5, Nomor 2, Mei 2016
ISSN 2086 4280
Sundayana, R. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut
http://e-mosharafa.org/

untuk menyelesaikan masalah tersebut. mengemukakan lima langkah dalam


Lebih lanjut, Polya (Gani, 2007:22) pemecahan masalah, yakni: (1) tahu ada
menjelaskan bahwa pemecahan masalah masalah, kesadaran tentang adanya
merupakan suatu usaha mencari jalan ke kesukaran, rasa putus asa, keheranan atau
luar dari suatu kesulitan, mencapai suatu keraguan; (2) mengenali/menyajikan
tujuan yang tidak segera dapat dicapai. masalah, klasifikasi, definisi, dan
Pemecahan masalah merupakan hal pemberian tanda pada tujuan yang
yang begitu penting untuk belajar dicari; (3) menggunakan pengalaman
matematika. Dengan terbiasanya siswa yang lalu, misalnya informasi yang
dihadapkan dengan masalah yang dihadapi, relevan, penyelesaian soal yang lalu, atau
maka siswa tersebut akan terbiasa gagasan untuk merumuskan hipotesis dan
menggunakan pola pikirnya sehingga dapat proposisi pemecahan masalah; (4) menguji
membantu keberhasilan orang tersebut dalam beberapa hipotesis yang mungkin
memecahkan kehidupan sehari-hari. merupakan penyelesaiannya; (5)
Pentingnya kemampuan pemecahan masalah mengevaluasi penyelesaian dan menarik
dikemukakan oleh Branca (Krulik dan Rays, kesimpulan berdasarkan bukti-bukti yang ada.
1980:3), yaitu: (1) kemampuan pemecahan Untuk mengukur kemampuan
masalah merupakan tujuan umum pengajaran pemecahan masalah matematis diperlukan
matematika, bahkan sebagai jantungnya beberapa indikator. Adapun beberapa
matematika, (2) pemecahan masalah dapat indikator kemampuan pemecahan masalah
meliputi metode, prosedur dan strategi atau yang dikemukakan oleh Sumarmo (Arifin,
cara yang digunakan merupakan proses inti 2008:40) adalah sebagai berikut.
dan utama dalam kurikulum matematika, dan 1. Mengidentifikasi kecukupan data untuk
(3) pemecahan masalah merupakan pemecahan masalah.
kemampuan dasar dalam belajar 2. Membuat model matematis dari suatu
matematika. Dari hal tersebut, melalui situasi atau masalah sehari-hari dan
pemecahan masalah, siswa akan terbiasa menyelesaikannya.
dan mempunyai kemampuan dasar yang 3. Memilih dan menerapkan strategi untuk
lebih bermakna dalam berpikir, dan dapat menyelesaikan masalah matematika atau
membuat strategi-strategi penyelesaian untuk di luar matematika.
masalah-masalah selanjutnya. 4. Menjelaskan atau menginterpretasikan
Untuk dapat menyelesaikan soal hasil sesuai permasalahan semula, serta
pemecahan masalah, berikut ini terdapat memeriksa kebenaran hasil atau
langkah-langkah dan strategi yang jawaban.
direkomendasikan beberapa ahli, diantaranya 5. Menerapkan matematika secara
Polya, Dewey, Ruseffendi, Musser dan bermakna.
Shaughnessy, Suherman, dkk. Polya (1985) Dalam penelitian ini, untuk mengukur
menguraikan secara rinci empat langkah kemampuan pemecahan masalah matematis
dalam menyelesaikan masalah, yang disajikan siswa diberikan tes pemecahan masalah
secara terurut, yakni: (1) understanding the berupa soal-soal tentang materi yang
problem (memahami masalah), (2) devising a diajarkan. Indikator yang menunjukkan
plan (merencanakan penyelesaian), (3) kemampuan pemecahan masalah matematis
carrying out the plan (melaksanakan dalam penelitian ini mengacu pada lima
rencana), dan (4) looking back (memeriksa indikator tersebut.
kembali proses dan hasil). Selain pendapat
tersebut, Dewey (Sujono, 1988)

Jurnal “Mosharafa”, Volume 5, Nomor 2, Mei 2016 79


ISSN 2086 4280
Sundayana, R. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut
http://e-mosharafa.org/

METODE belajar, kemandirian belajar matematika


Metode penelitian yang digunakan dalam terhadap kemampuan pemecahan masalah
penelitian ini adalah metode survei yang matematis siswa SMP di Kota Garut.
bersifat eksplanatif asosiatif. Jenis survei ini
digunakan untuk mengetahui suatu kondisi HASIL DAN PEMBAHASAN
tertentu terjadi atau apa yang mempengaruhi Setelah siswa diklasifikasikan
terjadinya suatu kondisi. Tingkat Eksplanasi berdasarkan kecenderungan gaya belajar dan
adalah tingkat penjelasan, yaitu bagaimana tingkat kemandiriannya, kemudian data
variabel-variabel yang diteliti itu akan kemampuan pemecahan masalah diolah
menjelaskan obyek yang diteliti melalui data menggunakan uji Anova dua jalur. Adapun
yang terkumpul (Sugiyono, 2006:6). Survei deskripsi kemampuan pemecahan masalah
eksplanatif dalam penelitian ini dibagi berdasarkan gaya belajar dan tingkat
menjadi dua bagian, yaitu: 1) Komparatif kemandirian belajar siswa disajikan pada
yaitu survei yang bertujuan untuk membuat tabel berikut:
komparasi (membandingkan) antara variabel
yang satu dengan variabel lainnya yang Tabel 1. Kemampuan pemecahan masalah
sejenis; 2) Asosiatif, yaitu survei bersifat berdasarkan gaya belajar dan tingkat kemandirian
belajar siswa
asosiatif adalah untuk menjelaskan hubungan Gaya Kemandirian Banyak Rata-
(korelasi) antar variabel. Belajar Belajar siswa rata
Populasi penelitian ini adalah seluruh Rendah 2 12,00
siswa kelas IX semester genap SMP Negeri 2 Sedang 4 20,75
Auditorial
Tinggi 1 31,00
Tarogong Kidul tahun pelajaran 2015/2016 Total 7 19,71
dengan siswa sebanyak 357 siswa yang Rendah 6 13,50
terdistribusi pada 10 kelas. Pengambilan Sedang 7 19,57
Kinestetik
Tinggi 4 24,25
sampel dilakukan dengan mengambil satu Total 17 18,53
kelas secara acak dengan pertimbangan setiap Rendah 4 11,50
kelas memiliki kemampuan pemecahan Visual
Sedang 7 20,29
masalah matematis yang relatif sama dan Tinggi 1 29,00
Total 12 18,08
diperoleh kelas IX-E dengan jumlah siswa Rendah 12 12,58
sebanyak 36 siswa sebagai sampel penelitian. Total Sedang 18 20,11
Mengenai prosedur penelitian, dimulai Tinggi 6 26,17
dengan pemberian angket gaya belajar dan Total 36 18,61
kemandirian belajar matematika; kemudian
siswa diberi tes kemampuan pemecahan Dari Tabel 1 tersebut, terlihat bahwa
masalah. Setelah data kemampuan rata-rata kemampuan pemecahan masalah
pemecahan masalah terkumpul, data tersebut matematis berdasarkan gaya belajar siswa
dikelompokkan berdasarkan kecenderungan yaitu, untuk gaya belajar Auditorial,
gaya belajar siswa dan tingkat kemandirian kinestetik, dan Visual berturut-turut 19,71;
belajarnya (tinggi, sedang, dan rendah). 18,53; dan 18,08. Dari hasil statistika
Analisis data untuk mengetahui perbedaan deskriptif tersebut menunjukkan adanya
kemampuan pemecahan masalah berdasarkan perbedaan rata-rata kemampuan pemecahan
gaya belajar dan kemandirian Penelitian ini masalah berdasarkan kecenderungan gaya
bertujuan untuk mengetahui gambaran gaya belajar siswa, namun terlihat perbedaan
belajar siswa, kemandirian belajar kemampuan pemecahan masalah tersebut
matematika, dan kemampuan pemecahan tidak terlalu jauh. Sedangkan rata-rata
masalah matematis serta pengaruh gaya kemampuan pemecahan masalah matematis
80 Jurnal “Mosharafa”, Volume 5, Nomor 2, Mei 2016
ISSN 2086 4280
Sundayana, R. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut
http://e-mosharafa.org/

berdasarkan tingkat kemandirian belajar siswa Selanjutnya, untuk mengetahui


yaitu, rendah, sedang, dan tinggi berturut-turut bagaimana kaitan antar variabel penelitian
sebesar 12,58; 20,11; dan 26,17. dilakukan uji Anova dua jalur dengan hasil
sebagai berikut:

Tabel 2. Kaitan gaya belajar, tingkat kemandirian belajar siswa, dan Kemampuan pemecahan masalah
matematis
Source Type III Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 879,413a 8 109,927 6,354 ,000
Intercept 8932,636 1 8932,636 516,290 ,000
Gaya_belajar 19,895 2 9,948 ,575 ,569
Kemandirian_belajar 788,080 2 394,040 22,775 ,000
Gaya_belajar * 52,653 4 13,163 ,761 ,560
Kemandirian_belajar
Error 467,143 27 17,302
Total 13816,000 36
Corrected Total 1346,556 35
a. R Squared = ,653 (Adjusted R Squared = ,550)

Dari Tabel 2 tersebut, dapat diperoleh


informasi berikut: Kaitan antara kemampuan
pemecahan masalah dengan gaya belajar
siswa, diketahui bahwa tidak terdapat
perbedaan kemampuan pemecahan masalah
matematik, antar siswa ditinjau dari jenis gaya
belajarnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
Fhitung = 0,575 dan Sig = 0,569 yang lebih
besar dari  = 0,05; sedangkan untuk
mengkaji mengenai kaitan antara kemampuan
pemecahan masalah dengan kemandirian
belajar siswa, diketahui bahwa terdapat
perbedaan tingkat kemampuan pemecahan Gambar 1. Kaitan antara gaya belajar, kemandirian
masalah matematis ditinjau dari tingkt belajar, dan kemampuan pemecahan masalah siswa
kemandirian belajarnya. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai Fhitung = 22,775 dan Sig = 0,000 Gambar 1 di atas, menunjukkan bahwa
yang lebih kecil dari  = 0,05; Selanjutnya, setiap siswa dengan gaya belajar apapun,
diketahui pula bahwa, tidak terdapat pengaruh mempunyai kecenderungan yang sama, baik
interaksi antara gaya belajar dan kemandirian dalam hal kemandirian belajarnya maupun
belajar terhadap kemampuan pemecahan dalam kemampuan pemecahan masalah
masalah matematis siswa, hal ini ditunjukkan matematis yang dimilikinya. Dari hasil
dengan nilai Fhitung = 0,761 dan Sig = 0,560 penelitian tersebut, hal ini mengindikasikan
yang lebih besar dari  = 0,05. Adapun kaitan bahwa, bagi seorang pengajar
antara gaya belajar, kemandirian belajar, dan Anak akan menyerap lebih banyak
kemampuan pemecahan masalah siswa informasi ketika belajarnya disampaikan
digambarkan sebagai berikut: sesuai dengan gaya belajar yang dimilikinya
(Collin Rose, Malcolm J.Nicholl,2002, dalam
Wulandari 2011).

Jurnal “Mosharafa”, Volume 5, Nomor 2, Mei 2016 81


ISSN 2086 4280
Sundayana, R. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut
http://e-mosharafa.org/

Mengenai kaitan kemandirian belajar pula kemampuan pemecahan masalah


dengan kemampuan pemecahan masalah, matematis siswa.
semakin seseorang mandiri dalam belajarnya,
maka kemampuan pemecahan masalah Saran
matematisnya akan meningkat. Hasil Dari hasil penelitian, terungkap bahwa
penelitian ini sesuai dengan penelitian Tahar gaya belajar siswa tidak mempengaruhi
dan Enceng (2003) yang mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah
semakin siswa lebih mandiri, maka matematis siswa, namun untuk tingkat
mengakibatkan prestasi belajar siswa makin kemandirian belajar mempengaruhi
meningkat. Borkowski dan Thorpe (Izzati, kemampuan pemecahan masalah
2012) menyatakan bahwa siswa yang matematis siswa. Dari hal tersebut, peneliti
memiliki kemandirian belajar yang rendah memberi saran sebagai berikut:
dalam proses pembelajaran menjadi penyebab 1. Setiap siswa mempunyai potensi yang
utama dari rendahnya prestasi. Dengan berbeda, sehingga gaya belajar siswa
memberikan kesempatan kepada siswa untuk antara yang satu dengan lainnya
memiliki kemandirian belajar yang tinggi, berbeda pula. Seyogianya guru
siswa akan memperlihatkan prestasi mengetahui jenis gaya belajar
akademik, motivasi, dan pembelajaran yang siswanya supaya dapat menciptakan
lebih baik. Oleh karena itu pengembangan suasana pembelajaran yang cocok;
kemandirian belajar siswa sangat diperlukan 2. Untuk mengetahui jenis gaya belajar
oleh individu yang belajar matematika. dan tingkat kemandirian belajar siswa,
diperlukan kemauan, kerja keras, dan
PENUTUP kesadaran guru untuk dapat
Kesimpulan mengungkap potensi yang dimiliki
Dari hasil penelitian terungkap bahwa: siswa, sehingga hambatan biaya,
1. Tidak terdapat perbedaan kemampuan tenaga, dan waktu diharakan bukan
pemecahan masalah matematik, antar menjadi kendala.
siswa ditinjau dari jenis gaya Dalam proses pembelajaran
belajarnya. matematika, suasana pembelajaran yang
2. Tidak terdapat perbedaan tingkat berlangsung lebih meningkatkan aspek
kemandirian belajar matematika antar kemandirian belajar siswa, sehingga
siswa ditinjau dari gaya belajarnya. kemampuan pemecahan masalah siswa
3. Kemandirian belajar siswa dapat ditingkatkan.
mempengaruhi tingkat kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa. DAFTAR PUSTAKA
Dari hasil penelitian tersebut Babari (2002). Relasi dengan Sesama.
menunjukkan bahwa setiap siswa, Elex Media Komputindo, Jakarta.
baik yang mempunyai gaya belajar Branca, N. A. (1980). Problem solving as
auditorial, visual, ataupun kinestetik a goal, process, and basic
mempunyai tingkat kemandirian skill.Dalam S. Krulik& R. E. Reys.
belajar dan kemampuan pemecahan (Eds.),Problem Solving in School
masalah matematik yang sama. Mathematics (pp. 3-8). Reston,
Selain itu, diketahui pula bahwa VA:NCTM, Inc
semakin tinggi tingkat kemandirian BSNP (2006). Standar Isi: Standar
belajar siswa, maka semakin tinggi Kompetensi dan Kompetensi Dasar
SMP/MTs, Jakarta: BSNP.
82 Jurnal “Mosharafa”, Volume 5, Nomor 2, Mei 2016
ISSN 2086 4280
Sundayana, R. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut
http://e-mosharafa.org/

Dahar (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Mocker, D. W. and Spear, G. E. (1984).


Erlangga. Lifelong Learning: Formal, Non-
De Porter, Bobbi, dan Hernacki, Mik. formal, Informal and Self-directed,
(2007). Quantum Learning. Columbus, Ohio: ERIC.
Diterjemahkan oleh Alwiyah Nasution. (2003). Berbagai Pendekatan
Adurrahman. Bandung: Kaifa PT. dalam Proses Belajar dan
Mizan Pustaka. Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Deming, W. Edwards. (1994). Guide to Pannen, Paulina dkk. (2000).
Quality Control. Cambirdge: Konstruktivisme Dalam
assachussetts Institute Of Pembelajaran. Jakarta: Departemen
Technology Pendidikan Nasional.
Gani (2007). Pengaruh Pembelajaran Polya, G. (1985). How to Solve It. A New
Metode Inkuiri Model Alberta Aspect of Mathematical Method.
terhadap Kemampuan Pemahaman Second Edition. New Jersey:
dan Pemecahan Masalah Princeton University Press.
Matematika Siswa Sekolah Sugiyono (2006). Metode Penelitian
Menengah Atas. Disertasi. UPI: Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Tidak diterbitkan. Bandung: Alfabeta.
Hudojo (2001). Teori Belajar dalam Proses Tahar dan Enceng (2003). Hubungan
Belajar-Mengajar Matematika. Kemandirian Belajar Dan Hasil
Jakarta: Depdikbud. Belajar Pada Pendidikan Jarak Jauh.
Izzati, N. (2012). Komunikasi Matematik Universitas Terbuka.
dan Pendidikan Matematika http://simpen.lppm.ut.ac.id/
Realistik. Seminar Nasional htmpublikasi/ tahar.pdf [24
Matematika dan Pendidikan Desember 20015]
Matematika. Yogyakarta:UNY.27 Thoha. (1996). Ciri-ciri Kemandirian
Nov 2010. Belajar. http://Subliyanto.blogspot.
http://bundaiza.files.wordpress.com/ com/2011/05/kemandirian-
2012/12/ belajar.html . [10 September 2015].
komunikasi_matematik_dan_pmr- Wulandari, R. (2011). Hubungan gaya
prosiding.pdf [26 Desember 2015] belajar dengan prestasi belajar
Johnson (2009). Contextual Teaching & mahasiswa semester VI Program
Learning, Menjadikan Kegiatan Studi D IV Kebidanan Universitas
Belajar-mengajar Mengasyikkan dan Sebelas Maret. Jurnal
bermakna, Terj. Ibnu Setiawan. KesMaDaSka,Vol 2 No.1, Januari
Bandung: Mizan Learning Center 2011(45-52)
(MLC). http://download.portalgaruda.org/
Knowles, M. (1989). Self Directed article.php?article=119635&val=54
Learning. Chicago : Follet 79&title=Hubungan%20gaya%20be
Publishing Company. lajar%20dengan%20prestasi%20bel
Merriam, S. B., Caffarella, R. S., & ajar%20mahasiswa%20semester%2
Baumgartner, L. M. (1999). 0IV%20Kebidanan%20Universitas
Learning in adulthood: a %20Sebelas%20Maret [24
comprehensive guide . San Desember 20015]
Francisco: John Wiley & Sons, Inc.

Jurnal “Mosharafa”, Volume 5, Nomor 2, Mei 2016 83


ISSN 2086 4280
Sundayana, R. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut
http://e-mosharafa.org/

RIWAYAT HIDUP PENULIS


Drs. H. Rostina Sundayana, M.Pd. Lahir
di Garut, 28 Desember
1966. Dosen PNS DPK
di STKIP Garut. Studi S1
Pendidikan Matematika
UPI, Bandung, lulus
tahun 1996; S2 PKLH
Universitas Siliwangi,
Tasik, lulus tahun 2009; S2 Pendidikan
Matematika UPI, Bandung, lulus tahun
2012; dan S3 Pendidikan Matematika UPI,
Bandung, sampai dengan saat ini.

84 Jurnal “Mosharafa”, Volume 5, Nomor 2, Mei 2016


ISSN 2086 4280

Anda mungkin juga menyukai