Manajemen Risiko Pembiayaan
Manajemen Risiko Pembiayaan
DISUSUN OLEH:
JURUSAN AKUNTANSI
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................2
I. PEMBAHASAN.......................................................................................................3
A. Konsep Dasar Risiko Pembiayaan.......................................................................3
B. Analisis Risiko Pembiayaan pada Portofolio Pembiayaan dan Aset...................6
C. Pilar dalam Mengevaluasi Risiko Pembiayaan....................................................9
D. Risiko Akad Pembiayaan Syariah......................................................................12
E. Evaluasi Pembiayaan Syariah.............................................................................14
F. Mitigasi Risiko Pembiayaan...............................................................................16
II. REFERENSI.........................................................................................................20
Lima masalah ketika bank syariah menyalurkan dana dalam proses bisnis
(Wahyudi, dkk, 2013), yaitu sebagai berikut.
1. Masalah ketidakpastian kondisi pasar yang akan memengaruhi
kemampuan debitur dalam mengembalikan dana (risk ability to pay).
2. Adanya kemungkinan perbedaan nilai jual agunan ketika kontrak dan
terminasi
3. Masalah kredibilitas informasi yang diberikan debitur ketika pengajuan
proposal pembiayaan
4. Masalah granularity akibat banyaknya debitur yang dibiayai, tetapi
nilainya kecil
5. Masalah ketidakmampuan bank dalam membedakan sebab terjadinya
gagal bayar debitur.
Risiko pembiayaan dari sisi perbankan dapat disebabkan oleh beberapa hal
berikut (Ikatan Bankir Indonesia, 2015).
1. Kepentingan pribadi pejabat bank berkaitan dengan pemberian
pembiayaan kepada debitur (self dealing)
2. Orientasi terhadap laba (anxiety for income)
3. Kompromi terhadap prinsip pembenan pembiayaan yang sehat (tidak
objektif)
4. Kebijakan/ prosedur pembiayaan tidak memadai/tidak memenuhi dalam
pelaksanaan akhvitas pembiayaan yang baik.
2. Pilar Manajemen
Berikut tiga area risiko yang harus diperhatikan untuk mengukur kualitas
manajemen.
a. Integritas.
b. Kompetensi.
c. Aliansi.
Selain tiga hal tersebu t, pihak bank (account officer pembiayaan) juga
dapat menjadi sumber timbulnya risiko dalam pemberian pembiayaan kepada
debitur, di antaranya sebagai berikut (Ikatan Bankir Indonesia, 2015)
a. Ketidakpedulian terhadap tujuan pembiayaan
b. Kegagalan dalam memahami karakteristik bisnis nasabah
b. Kurangnya pelatihan untuk staf pembiayaan
c. Tidak adanya upaya untuk memahami sumber pendanaan nasabah
dalam membayar angsuran
d. Terlalu bergantung pada agunan yang dijaminkan oleh nasabah
e. Terlalu berorientasi pada besarnya jumlah pembiayaan
f. Terlalu memaklumi tindakan nasabah
3. Pilar Keuangan
Pilar keuangan memiliki tiga area risiko, yaitu sebagai berikut.
a. Kinerja usaha. Analisis kinerja usaha dilakukan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Hal ini dapat dilihat dari:
(1) analisis rasio, yang meliputi return on asset (ROA), return on equity
(ROE), profit margin, dan biaya administrasi (2) analisis rugi/laba; (3)
kualitas persediaan (inventory); (4) kualitas aktiva tetap.
b. Likuiditas. Kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya
dalam jangka pendek dengan aktiva lancar yang tersedia. Hal tersebut
terlihat dari: (1) current ratio; (2) quick ratio; (3) inventory turn over; (4)
collection period; (5) fasilitas pembiayaan dari bank; (6) fasilitas
pembiayaan dari pemasok.
2. Metode Kuantitatif
Pokok utama metode ini didasarkan pada model kuantitatif statistik. Ada
dua jenis data informasi yang dapat dipertimbangkan untuk membuat model risiko
kredit yang dihadapi, yaitu sebagai berikut
a. Data yang merujuk pada perilaku counterparty (peminjam, mitra usaha,
dan sebagainya) pada masa lalu dan sekarang.
b. Data yang menentukan kerugian akibat risiko lain yang berkaitan.
Dalam membangun metode kuantitatif, analis risiko harus mengikuti
proses dengan langkah langkah tertentu yang bersifat konkret dan divalidasi
secara memadai untuk menghindari sifat black box model ini. Langkah langkah
utamanya, yaitu:
a. mengidentifikasi ketersediaan dan aksesibilitas data historis, kejelasan
data, penyatuan, dan pilihan yang akan digunakan untuk analisis risiko
keuangan kredit;
b. mensimulasikan data yang digunakan untuk menganalisis risiko
finansial suatu kredit;
c. menentukan metodologi;
d. mengevaluasi parameter pada model;
e. validasi secara kualitatif dan kuantitatif;
f. kesimpulan
3. Model Hybrid
Kombinasi model empiris dan model kuantitatif menghasilkan bentuk
hybrid dari model evaluasi risiko kredit. Objektivitas sistem kuantitatif dalam
mengelaborasi data kuantitatif yang digabungkan dengan kehebatan sistem
empiris dalam menggabungkan dan menganalisis kriteria kualitatif akan
menghasilkan klasifikasi risiko yang lebih baik. Model yang disebutkan tersebut
3. Agunan
Agunan adalah hak dan kekuasaan atas benda berwujud dan/atau benda
tidak berwujud, yang diserahkan debitur dan/ atau pihak ketiga sebagai pemilik
agunan kepada bank sebagai jalan keluar kedua, untuk menjamin pelunasan
pembiayaan apabila pembiayaannya tidak dapat dilunasi sesuai waktu yang
diperjanjikan dalam akad atau adendumnya.
Sesuai Basel II, agunan keuangan yang dapat diperhitungkan, yaitu:
5. Manajemen Pemulihan
Bank syariah membentuk suatu bagian khusus yang menangani penagihan
sebagai bagian penting dari proses manajemen risiko kredit. Loss given default
(LGD) adalah estimasi dari kerugian yang masih tidak tertagih, yang dipikul bank
syariah sebagai akibat pembiayaan macet yang terjadi. Pembentukan LGD dan
pengelolaan yang dilakukan merupakan dua poin penting dalam metode internal
rating based untuk menghitung modal yang dicadangkan untuk risiko kredit.
6. Asuransi
Salah satu alat mitigasi risiko pembiayaan yang biasanya digunakan adalah
asuransi, baik dari sisi asuransi pembiayaannya, dari sisi jiwa yang menerima
pembiayaan, maupun dari sisi objek agunan dari penerima pembiayaan.