Anda di halaman 1dari 45

MAKNA LAMBANG DAN METODE TGH.

MUHAMMAD ZAINUDDIN

ARSYAD DALAM MENGEMBANGKAN YAYASAN PONDOK

PESANTREN MARAQITTA'LIMAT

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

1. MUSPI EDWIN MAULANA

2. MUHAMMAD SUKRON HADI

3. FITRIANINGSIH

4. NURASIAH JAMIL

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) HAMZAR

LOMBOK TIMUR

TAHUN 2021
A. MAKNA LAMBANG YAYASAN PONDOK PESANTREN

MARAQITTA'LIMAT

1. Sejarah Pembuatan Lambang Yayasan Maraqitta’limat

Pada awal berdirinya Yayasan Maraqitta’limat belum mempunyai

lambang atau logo/simbol yang resmi. Padahal banyak orang berpendapat bahwa

setiap organisasi mestinya harus memiliki lambang sebagai identitas dan sekaligus

sebagai wajah bagi jasad. Organisasi tanpa lambang bagaikan jasad tanpa wajah,

karena dengan melihat wajahnya kadang-kadang orang sudah mengenal jasadnya.

Begitulah sebuah organisasi dengan melihat lambangnya, orang secara otomatis

mengenal wadahnya.

Pada periode pertama Yayasan Maraqitta’limat mencetak kartu anggota

bagi jama’ah berukuran kartupos, yang didalamnya terdapat dua buah gambar.

Disebelah kiri gambar bintang bulan dan sebelah kanan gambar tangan sedang

menulis dengan pena, dan diantara kedua gambar itu ada tulisan motto Yayasan

Maraqitta’limat.
Lambang dalam kartu anggota inipun belum banyak dikenal masyarakat,

karena yang mendapatkan kartu anggota hanya sesepuh/tokoh masyarakat dan

beberapa anggota saja. Karena seperti diketahui bahwa pada awalnya

perkembangan Yayasan Maraqitta’limat cukup alot dan santai, karena situasi dan

kondisi saat itu yang serba terbatas.

Awal tahun 1965, salah seorang pejuang Yayasan Maraqitta’limat yang

telah lama mengabdikan tenaganya sebagai guru PGAP 4 tahun waktu itu, Ust. H.

Arief Munawir mencetuskan ide untuk membuat lambang Yayasan

Maraqitta’limat bersama rekan-rekannya seperjuangan seperti Ust. H. Abdul

Mannan, H. Ahmad Qusyairi dan lain-lain. Ide tersebut kemudian disampaikan

kepada pimpinan pusat Bp. TGH. M. Zainuddin Arsyad.

Pada malam Jum’at, 23 Maret 1965 pada saat acara musyawarah

pengurus di rumah pimpinan pusat yang kebetulan membicarakan tentang

pembentukan seksi-seksi atau pembagian tugas dalam tubuh Yayasan

Maraqitta’limat dengan maksud untuk memperlancar pelaksanaan tugas-tugas dan

kerja pengurus.
Ide pembuatan lambang yang digagas tadi kemudian diusulkan kepada

pimpinan pusat pada malam Senin tanggal 28 Maret 1965/26 Dzulqoidah 1384 H.

Pimpinan pusat setuju untuk membuat lambang yayasan, seraya berpesan kepada

Ust. Arief Munawir dan Ust. H. Abdul Mannan,”Silakan segera buat konsep

lambang Yayasan kita. Jangan lupa pada lambang tersebut cantumkan gambar

bulan bintang dan tangan menulis dengan pena. Jangan pula dihilangkan tulisan : :

‘’Kalau sudah selesai terus bawa kemari untuk kita pelajari bersama”.

Berdasarkan petunjuk pimpinan pusat, Ust. Arief Munawir membuat

lambang Yayasan Maraqitta’limat. Setelah bersusah payah merancang dan

memikirkan bentuknya, maka empat hari kemudian lambang tersebut sudah

selesai dibuat, hanya dengan satu kali revisi, yakni pada ujung pena yang haris

menyentuh ujung huruf mim pada kata ya’lam. Setelah diajukan kedua kalinya

setelah direvisi kepada pimpinan pusat, maka TGH.M. Zainuddin Arsyad

menerima dan menyetujui untuk dijadikan sebagai lambang resmi Yayasan

Maraqitta’limat yang kita kenal hingga saat ini. Sehingga secara historis, lambang

Yayasan Maraqitta’limat resmi disetujui dan dipakai pada tanggal 01 April 1965.

2. Makna Lambang Yayasan Maraqitta’limat

Setiap lambang atau simbol, tidak terlihat begitu saja menurut bentuk

lahirnya saja, melainkan juga mengandung banyak makna yang tersembunyi di

dalamnya, sesuai dengan tujuan dan cita-cita organisasi atau yayasan.


Lambang Yayasan Maraqitta’limat setelah disetujui oleh pimpinan pusat

pada tanggal 01 April 1965, beliau kemudian menjelaskan makna masing-masing

komponen lambang tersebut.

Lambang terdiri dari 3 bagian komponen, yaitu dasar atau bingkai dasar,

warna dasar dan beberapa unsur gambar. Beliau menjelaskan sebagai berikut :

a. Lambang ini terletak pada dasar segilima tegak, yang menggambarkan bahwa

Yayasan Maraqitta’limat tegak memperjuangkan Islam dengan lima rukun dan

hukumnya. Dasar warna hijau melambangkan kedamaian dan kesejukan,

sehingga setiap manusia akan hidup bahagia di dunia dan akhirat jika rukun

dan hukum Islam yang lima selalu ditegakkan dan dilaksanakan dengan baik

serta hidup damai dan tenteram bersama masyarakat dan alam sekitarnya.

b. Bulan sabit merupakan simbol agama Islam secara umum dan berlaku di

seluruh dunia. Bulan adalah benda langit yang memiliki cahaya terang

sehingga mampu menerangi gelapnya malam. Bulan juga berfungsi sebagai

penentu waktu. Yayasan Maraqitta’limat dapat menjadi penerang dalam ikut

serta memberantas kebodohan seiring dengan bergantinya waktu.

c. Bintang merupakan simbol kemajuan dan kejayaan. Bintang juga sebagai alat

penentu arah atau kompas dalam perjalanan menuju arah tertentu baik di darat

maupun di laut pada malam hari yang gelap gulita. Lima buah bintang pada

lambang Yayasan Maraqitta’limat sebagai simbol jalur penyampaian ilmu

pengetahuan dari Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya.

Lima Bintang
Bintang melambangkan petunjuk untuk menentukan arah dalam

perjalanan agar tidak tersesat terutama ketika malam hari tiba.

a. Bintang Pertama: Nubuwah Allah SWT.

Nubuwah Allah SWT mengajarkan atau menurunkan ilmu-Nya

kepada para Nabi dan Rasul melalui perantaran wahyu. Demikian pula kepada

Rasulullah Muhammad SAW yang menerima wahyu dari Allah SWT. Wahyu

sebagai penuntun yang mengajarkan seluruh macam disiplin ilmu yang

berhubungan dengan ibadah maupun mu’ammalah. Beribadah sebagai

hubungan dengan Allah SWT (hablumminalloh) dan mu’ammalah sebagai

hubungan dengan sesama manusia dan lingkungan (hablumminannas).

Agama Islam diturunkan kepada Baginda Rasulullah Muhammad

SAW dan Kitab Suci Al Qur'an adalah sebagai petunjuk bagi seluruh umat

manusia. Al Qur'an mengajarkan kita bagaimana cara beribadah kepada Allah

SWT pencipta alam semestadan mengajarkan kita bagaimana cara

bermu'amalah sesama manusia dan makhluk lainnya.

Apabila kita bisa menjaga hubungan baik dengan Allah, hubungan

baik sesama manusia dan hubungan baik dengan makhluk lainnya sesuai

dengan petunjuk Al Qur'an dan Sunnah maka kita akan hidup bahagia di dunia

maupun diakhirat.  

b. Bintang Kedua: Sahabat-sahabat Rasulullah SAW.


"Bintang Kedua" Melambangkan para sahabat yang setia mengikuti

Rasulullah baik ketika suka maupun duka. Sahabat adalah orang yang bertemu

dan hidup bersama dengan Rasulullah SAW.

Ajaran Islam diterima secara bertahap dari Allah SWT melalui wahyu,

baik yang diterima secara langsung ataupun melalui perantaraan Malaikat Jibril

AS. Semuanya terkumpul dalam kitab suci  Al-Qur'an.

Rasulullah sebagai pemegang amanah, mengajarkan dan

menyampaikan ajaran Islam secara keseluruhan kepada para sahabat,

dijelaskan dan dicontohkan secara langsung oleh beliau dalam kehidupan

sehari harinya yang dikenal dengan Hadits (berupa perkataan, perbuatan dan

takrir).

Segala ilmu dan petunjuk dari Allah SWT tidak satupun yang

terlupakan sebagaimana sifat yang melekat kepada beliau yaitu Siddiq,

Amanah, Tablig, Fathonah.

Oleh sebab itu semua ajaran dan petunjuk dari Allah SWT

disampaikan kepada para sahabat, kecuali yang memang tidak harus

disampaikan.

Rasulullah SAW menerima ajaran-ajaran Allah SWT baik secara

langsung maupun melalui perantaraan Malaikat Jibril yang semuanya

terkumpul dalam kitab suci al-Qur’anul Karim. Kemudian Rsulullah SAW

mentransfer ilmu pengetahuan itu kepada para sahabat beliau yang setia yang

dilengkapi dengan keterangan dan penjelasan-penjelasan yang disebut hadits

atau sunnah. Penjelasan itu dapat berupa perkataan, perbuatan maupun takrir

atau persetujuan Rasulullah SAW sebagai pemegang amanah dari Allah SWT.
Segala ilmu yang diterima dari Allah SWT disampaikan seluruhnya, tanpa

satupun yang ketinggalan atau terlupakan. Al-Qur’an dan Hadits merupakan

pedoman manusia dalam menempuh kehidupan dunia menuju kehidupan yang

kekal abadi di akhirat. Manusia tidak akan pernah tersesat jika selalu

berpedoman pada kedua sumber hukum dan pelajaran tersebut sepanjang masa,

yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.

c.  Bintang Ketiga: Para Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.

"Bintang Ketiga" Melambangkan para thabi'in (orang yang tidak

bertemu dengan Rasulullah akan tetapi belajar dan bertemu langsung dengan

para sahabat). Para sahabat melanjutkan amanah yang ditinggalkan Nabi,

menyampaikan dan mengajarkannya kepada para thabi'in, thabi'it thabi'in dan

para ulama.

Ilmu yang diterima oleh para sahabat yang mulia, kemudian

diteruskan kepada generasi berikutnya, yaitu para tabi’in. Dari tabi’in

dilanjutkan kepada para tabi’ut tabai’in dan kemudian diteruskan kepada para

ulama. Dengan demikian ilmu semakin menyebar dengan banyaknya para

ulama yang menerima ajaran itu dari para pendahulunya.

Untuk itu, sebagai seorang mukmin yang mengikuti ajaran Rasul,

para thabi'in, dan para ulama harus patuh dan tekun menerima dan

melaksanakan ajaran para sahabat yang menerima ilmu dan ajaran Islam

langsung dari Rasulullah SAW. Kemudian dilanjutkan oleh para thabi'in yang

belajar langsung dari para sahabat, lalu dilanjutkan dan diwariskan oleh para

ulama sebagaimana yang dicontohkan Baginda Rasul Muhammad SAW.

d. Bintang Keempat: Guru.


"Bintang Keempat" Melambangkan seorang guru yang tekun, ikhlas

dan bertanggung jawab melaksanakan tugas kewajibannya untuk mendidik,

mengajarkan, mengarahkan, menuntun dan menyampaikan kepada murid-

muridnya sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul Muhammad SAW melalui

para sahabat, thabi'in, thabi'it thabi'in dan para ulama, agar para murid kelak

menjadi hamba-hamba Allah yang bertaqwa, cerdas, terampil, berakhlak mulia

dan bertanggung jawab bagi masa depan agama, bangsa dan negara.

Guru merupakan sosok penerus perjuangan para ulama. Ulama yang

telah mewarisi ilmu dari Nabi melalui perantaraan tabi’in dan tabi’ut tabi’in

melanjutkan perjalanan ilmu kepada para guru yang tekun, ikhlas dan

bertanggung jawab melaksanakan tugas kewajibannya untuk mendidik,

mengajarkan dan menyampaikan segala ajaran yang diketahuinya dengan benar

kepada murid-muridnya.

Pekerjaan guru adalah pekerjaan mulia dan terhormat. Guru berusaha

mengajarkan ilmu untuk bekal pengetahuan dan sekaligus untuk membersihkan

hati manusia, baik dari kebdoohan maupun kesesatan. Guru adalah khalifah

Allah di muka bumi ini. Guru merupakan seorang bendaharwan yang boleh dan

dapat membelanjakan simpanannya berupa ilmu pengetahuan setiap saat

kepada siapapun yang membutuhakan. Guru ibarat minyak kasturi yang

wanginya bukan hanya mengharumkan namanya sendiri tetapi juga

mengharumkan orang lain. Oleh karena itu, tidak semua orang dapat menjadi

guru yang baik, yaitu guru yang dapat digugu dan ditiru.Guru yang baik

kasih sayang terhadap murid-muridnya bagaikan fungsi ayah dan ibu

bagi anak-anaknya. Jika ayah ibu yang melahirkan manusia ke dunia ini dan
memberikan makan dan minum yang halal bagi pertumbuhan jasamani, maka

guru berfungsi memberikan santapan bagi pertumbuhan rohani yang dekat

dengan Allah Sang Pencipta.

e. Bintang Kelima: Murid.

"Bintang Kelima" melambangkan seorang murid yang rajin, taat dan

patuh serta ikhlas menerima segala pelajaran yang baik dari gurunya.

Seorang murid wajib mematuhi, menghormati dan memuliakan guru

yang telah mengajarinya, sebab guru adalah orang yang berilmu, yang

diberikan kelebihan oleh Allah dengan ilmunya maka seorang murid

hendaknya ta'zhim dihadapan gurunya, agar ilmu yang didapatkannya

bermanfaat bagi kemaslahatan dan kebahagiaan masa depan hidupnya.

Murid adalah insan-insan yang menjadi tumpuan dan harapan generasi

tua. Murid haruslah selalu rajin, taat dan patuh serta ikhlas menerima pelajaran

yang baik dari guru sebagai bekal untuk menuju kemaslahatan dan kebahagiaan

masa depan.

Tangan menulis dengan pena

Tangan melambangkan kekuatan akal dan pikiran manusia baik secara

zhahir maupun bathin. Sebaik atau seburuk apapun ide, gagasan, pikiran dan

perkataan manusia akan terlihat apabila telah tuangkan dan dilakukan oleh tangan

manusia, karena tangan manusia merupakan anggota tubuh paling istimewa,

memiliki peran sangat dominan dalam melakukan segala tindakan. Bahkan adanya

kerusakan di muka bumi diakibatkan oleh perbuatan tangan manusia,


sebagaimana Allah SWT menyebutnya dalam Al-Qur'an Surat Ar Rum ayat 41

yang artinya  "Bahwa kerusakan di darat dan di laut, semuanya adalah akibat ulah

perbuatan tangan manusia".

Karena tangan menentukan baik dan buruknya seseorang, maka tangan

harus dapat difungsikan dengan sebaik baiknya untuk melakukan amal perbuatan

yang bermanfaat bagi manusia dan makhluk lainnya.

Tangan juga sebagai simbol kekuasaan, lambang kekuatan dan cermin

dari segala perbuatan sebagaimana firman Allah SWT “Telah nampak kerusakan

di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah

merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar

mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Begitulah, maka keberhasilan dan kegagalan seseorang banyak

disebabkan oleh perbuatan tangannya. Tangan seseorang yang cekatan dan

terampil yang ditunjang oleh pikiran yang cerdas akan membuat murid dapat

menangkap pelajaran-pelajaran yang berguna dari seorang guru. Goresan tangan

yang tekun dan kreatif akan menghasilkan ilmu dan hasil yang berguna dalam

mengejar cita-cita dan mencapai sukses yang sempurna. Sebaliknya tangan yang

malas, kaku dan enggan akan mendatangkan kegagalan dan penyesalan

dikemudian hari.

Untuk menunjang keberhasilan, tangan manusia dibantu oleh alat yaitu

pena. Pena adalah perantara ilmu pengetahuan dan penyampai berita yang sangat

luar biasa. Ungkapan yang mengatakan bahwa pena itu lebih tajam dari pedang

nyata benarnya. Inilah kemuliaan Allah SWT yang tinggi. Diajarkan-Nya manusia

berbagai macam ilmu pengetahuan, dibukakan segala rahasia, diserahkan kunci


untuk membuka perbendaharaan ilmu pengetahuan melalui perantaraan qalam,

perantaraan pena.

Ilmu pengetahuan ibarat binatang buruan yang sangat liar. Kita harus

berjuang untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, maka jika binatang buruan itu

sudah dapat ditangkap, ikatlah agar tidak lepas. Ikatlah kuat-kuat dengan tali

pengikat. Maka ikatan yang kuat bagi ilmu pengetahuan adalah dengan

mencatatnya agar ilmu yang didapat tidak lekas hilang.

Tulisan/kalimat :

Dalam kalimat inilah tersimpul segala makna dan maksud yang

terkandung pada lambang Yayasan Maraqitta’limat sebagaimana uraian diatas.

 Bulan Sabit

Bulan secara umum merupakan simbol keislaman yang dijadikan alat

pengukur dalam menentukan waktu antara siang dan malam. Sedangkan Bulan

Sabit pada logo STKIP Hamzar melambangkan cahaya ditengah kegelapan yang

memberikan penerangan secara bertahap untuk mencapai kesempurnaan.

Demikian juga dalam mengajarkan islam dan ilmu pengetahuan lainnya

hendaknya dilakukan secara berjenjang mulai dari jenjang yang paling bawah

hingga mencapai puncaknya. Dalam menyampaikan dan mengajarkan ilmu agama

ibarat memberikan penerangan di malam hari, dilakukan dengan lemah lembut,

penuh kesabaran sebagaimana munculnya bulan sabit ditengah kegelapan yang

menyinari malam secara perlahan, sinarnya semakin hari semakin bertambah


terang, perubahan dari hari ke hari merupakan upaya untuk mencapai

kesempurnaanya sebagai bulan purnama yang menerangi alam semesta pada

malam hari. Inilah metode dakwah pembelajaran dari alam semesta yang patut

kita renungi dalam mengembangankan amal makruf nahi mungkar.  

Buku

Buku yang sedang terbuka menggambarkan kewajiban setiap orang

untuk menuntut ilmu dari sejak lahir hingga masuk keliang kubur (minal mahdi

ilallahdi / long life education).

Untuk mencapai kesempurnaan hidup baik didunia maupun diakhirat

hanya dapat diraih dengan ilmu. Seperti yang pesankan baginda Rasul

Muhammad SAW dalam sebuah hadist yang artinya "Barang siapa ingin

menginginkan dunia harus dengan ilmu. Barang siapa yang menginginkan akhirat

harus dengan ilmu dan barang siapa yang menginginkan kedua duanya harus

dengan ilmu"

Warna Hijau : Warna hijau melambangkan kesejahteraan dan kedamaian hidup.

Warna Putih : Melambangkan kesucian lahir dan bathin bagi setiap orang.

Warna Kuning Keemasan : Melambangkan kemuliaan hidup didunia maupun di

akhirat sebagai tujuan akhir bagi setiap orang.

Kutipan Ayat  "Subhanallazi 'Allama Bil Qolam. 'Allamal Insan

Namalamya'lam"  yang artinya : "Maha suci Allah yang mengajarkan manusia

dengan perantaraan  qalam (tulis menulis). Yang mengajarkan kepada manusia

apa-apa yang tidak/belum diketahuinya".


Kalimat tersebut diambil dari Al-Qur'an surat Al-Alaq ayat 4 dan 5 yang

awali dengan kalimat Subhanallah ( Maha Suci Allah).

3. Penerus Perjuangan Yayasan Maraqitta’limat

Yayasan Maraqitta’limat Al-Islamiyah Al-Ahliyyah (YAMTIA) semakin

menapaki kemajuan dari tahun ke tahun. Jama’ah yang tersebar di berbagai

tempat di Pulau Lombok dan pulau-pulau lainnya seperti Sumbawa dan Sulawesi

senantiasa bahu-membahu untuk meneruskan cita-cita pendiri yayasan sesuai

dengan fungsi dan kemampuan masing-masing. Sejumlah majelis ta’lim dan


lembaga pendidikan didirikan untuk menjalankan misi dakwah, sosial dan

pendidikan.

Ditengah perkembangan dan perjuangan Yayasan Maraqitta’limat yang

cukup pesat, pada tanggal 4 Februari 1991, pimpinan pusat Yamtia, TGH.

Muhammad Zainuddin Arsyad dipanggil oleh Sang Pencipta untuk menghadap

kehadirat-Nya. Beliau meninggalkan 1 orang istri dan 6 orang putra. Sebelum

meninggal dunia, beliau menunjuk salah seorang putranya yaitu TGH. Hazmi

Hamzar sebagai pengganti yang akan meneruskan misi Yayasan Maraqitta’limat.

Muktamar Yayasan Maraqitta’limat pada tahun 1991 mengukuhkan

TGH. Hazmi Hamzar sebagai pucuk pimpinan hingga saat ini.

Dibawah kepemimpinan TGH. Hazmi perjuangan Yayasan

Maraqitta’limat semakin ditingkatkan. Pembangunan sarana dan prasarana terus

digalakkan, demikian pula dengan penggalangan jama’ah yang tersebar di

berbagai tempat.

Hingga saat ini, yayasan Maraqitta’limat memiliki sekitar 116 majelis

ta’lim, beberapa lembaga pendidikan non formal dan ratusan lembaga pendidikan

formal mulai dari tingkat TK/RA sampai perguruan tinggi. Dalam bidang

ekonomi, Yayasan Maraqitta’limat memiliki Koperasi Pondok Pesantren Putra

Hamzar.

4. Lembaga Pendidikan dan Dakwah Yayasan Maraqitta’limat

Yayasan Maraqitta’limat pada tahun 2011 memasuki usia yang ke-59.

Sebuah usia yang cukup bagi sebuah organisasi atau yayasan yang selalu konsen

dan eksis dalam membina ummat. Seiring dengan derap langkah pengembangan

pendidikan, dakwah dan sosial kemasyarakatan, berbagai sarana dan fasilitas


dikembangkan. Berbekal semangat juang dan rasa kebersamaan seluruh jama’ah

Maraqitta’limat, hingga kini ratusan lembaga pendidikan telah beroperasi.

Lembaga-lembaga yang dikelola Yayasan Maraqitta’limat antara lain:

a. Bidang dakwah:

Terdapat sekitar 116 majelis ta’lim yang tersebar di seluruh pulau

Lombok, bahkan di luar pulau Lombok seperti Sumbawa, Sulawesi dan

Kalimantan.

b. Bidang ekonomi:

Yamtia memiliki Koperasi Pondok Pesantren Putra Hamzar yang

mengembangkan peternakan sapi dan usaha kelompok tani jarak, mengelola

apotik, toko obat dan tempat praktik dokter, Lembaga Ekonomi Lombok Utara

(LELU) yang mengembangkan dan membina kelompok tani cabe dan kacang

tanah.

c. Bidang Pendidikan:

Mengelola ratusan pendidikan formal dan non formal dari semua

tingkatan. Berikut nama-nama lembaga pendidikan yang dikelola Yayasan

Maraqitta’limat.

Taman Kanak-kanak atau Raudlatul Atfal

1. TK “Sari Murni” Ladon – Mamben Lauk

2. TK “Miftahul Nawar” Tembeng Putik

3. TK “Izzul Islam”  Wanasaba

4. TK “Ar-Rizki”  Mamben Lauk

5. TK “Al-Aliyah” Mamben Daya

6. TK “Al-Hamzar” Belanting
7. TK “Al-Hamzar” Suela

8. TK “Maraqitta’limat” Sembalun

Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah

1. MI Maraqitta’limat Mamben Lauk

2. MI Maraqitta’limat Gelumpang – Mamben Daya

3. MI Maraqitta’limat Lengkok Tengak – Mamben Lauk

4. MI Maraqitta’limat Lengkok Lendang – Tembeng Putik

5. MI Maraqitta’limat Lenggorong

6. MI Maraqitta’limat Tembeng Putik

7. MI Maraqitta’limat Sidutan

8. MI Maraqitta’limat Orong Rantek

9. MI Maraqitta’limat Tirpas

10. MI Maraqitta’limat Wanasaba

11. MI Maraqitta’limat Bongor

12. MI Maraqitta’limat Suela

13. MI Maraqitta’limat Dasan Bilok – Sambelia

14. MI Maraqitta’limat Landean

15. MI Maraqitta’limat Obel-obel

16. MI Maraqitta’limat Anyar – Bayan

17. MI Maraqitta’limat Lokok Aur – Karang Bajo

18. MI Maraqitta’limat Mendala – Bayan

19. MI Maraqitta’limat Sembalun Batu – Bayan

20. MI Maraqitta’limat Panggung – Kayangan Daya


21. MI Maraqitta’limat Wakan

22. MI Maraqitta’limat Alas

23. SDI Maraqitta’limat Napak Sari – Mekar Sari

24. SDI Maraqitta’limat Belanting – Sambelia

Sekolah Menengah Pertama atau Madrasah Tsanawiyah

1. MTs Maraqitta’limat Mamben Lauk

2. MTs Maraqitta’limat Lengkok Lendang – Tembeng Putik

3. MTs Maraqitta’limat Orong Rantek

4. MTs Maraqitta’limat Tembeng Putik

5. MTs Maraqitta’limat Tirpas

6. MTs Maraqitta’limat Suela

7. MTs Maraqitta’limat Napak Sari

8. MTs Maraqitta’limat Sembalun

9. MTs Maraqitta’limat Belanting

10. MTs Maraqitta’limat Anyar

11. MTs Maraqitta’limat Sidutan

12. MTs Maraqitta’limat Santong

13. MTs Maraqitta’limat Lokok Aur

14. MTs Maraqitta’limat Bongor

15. MTs Maraqitta’limat Lenggorong

16. SMP Maraqitta’limat Mamben Daya

17. SMP Maraqitta’limat Tembeng Putik

 
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah Kejuruan

1. MA Maraqitta’limat Mamben Lauk

2. MA Maraqitta’limat Belanting

3. SMA Maraqitta’limat Wanasaba

4. SMA Maraqitta’limat Tembeng Putik

5. SMK Maraqitta’limat Mamben Lauk

6. SMK Maraqitta’limat Tembeng Putik

7. SMK Maraqitta’limat Lengkok Lendang

8. SMK Maraqitta’limat Sembalun

9. SMK Maraqitta’limat Suela

10. SMK Maraqitta’limat Omba

11. SMK Maraqitta’limat Anyar – Bayan

Pergurun Tinggi/Universitas

1. STKIP Hamzar Lombok Utara

2. STIKES Hamzar Mamben Daya

Pendidikan Non Formal Diniyah

1. Diniyah Nurul Jama’ah Bunut Lendong

2. Diniyah Nurussabah  Mamben Lauk

3. Diniyah Maraqitta’limat Bebae

4. Diniyah Maraqitta’limat Gubuk Dalem Mamben Lauk

5. Diniyah Maraqitta’limat Karang Anyar Mamben Lauk


6. Diniyah Maraqitta’limat Karang Anyar Barat

7. Diniyah Maraqitta’limat Senggauan

8. Diniyah Maraqitta’limat Gubuk Barat Tembeng Putik

9. Diniyah Maraqitta’limat Tirpas

10. Diniyah Maraqitta’limat Lengkok Embuk

11. Diniyah Maraqitta’limat Ladon

12. Diniyah Maraqitta’limat Lengkok Tengak

13. Diniyah Maraqitta’limat Lengkok Lendang

14. Diniyah Maraqitta’limat Orong Rantek

15. Diniyah Maraqitta’limat Lendang Belo

16. Diniyah Maraqitta’limat Aik Dalem

17. Diniyah Maraqitta’limat Bandok Lauk

18. Diniyah Maraqitta’limat Bandok Daya

19. Diniyah Maraqitta’limat Esot

20. Diniyah Maraqitta’limat Keroya

21. Diniyah Maraqitta’limat Omba

22. Diniyah Maraqitta’limat Bagek Longgek

23. Diniyah Maraqitta’limat Renga

24. Diniyah Maraqitta’limat Gelumpang

25. Diniyah Maraqitta’limat Dasan Bembek

26. Diniyah Maraqitta’limat Dasan Tereng

27. Diniyah Maraqitta’limat Gubuk Barat Wanasaba

28. Diniyah Maraqitta’limat Urat Tengah Wanasaba

29. Diniyah Maraqitta’limat Gubuk Beak Wanasaba


30. Diniyah Maraqitta’limat Suela

31. Diniyah Maraqitta’limat Tibu Jukung

32. Diniyah Maraqitta’limat Sapit

33. Diniyah Maraqitta’limat Daan Cempaka

34. Diniyah Maraqitta’limat Lelemer

35. Diniyah Maraqitta’limat Jorong Koak

36. Diniyah Maraqitta’limat Sembalun

37. Diniyah Maraqitta’limat Belanting

38. Diniyah Maraqitta’limat Medas

39. Diniyah Maraqitta’limat Obel-Obel

40. Diniyah Maraqitta’limat Bilok Petung

41. Diniyah Maraqitta’limat Landean

42. Diniyah Maraqitta’limat Sajang

43. Diniyah Maraqitta’limat Bawak Nao

44. Diniyah Maraqitta’limat Lenggorong

45. Diniyah Maraqitta’limat Ancak

46. Diniyah Maraqitta’limat Lokok Aur

47. Diniyah Maraqitta’limat Anyar

48. Diniyah Maraqitta’limat Sidutan

49. Diniyah Maraqitta’limat Santong

50. Diniyah Mendala Sembalun Batu

51. Diniyah Maraqitta’limat Panggung

52. Diniyah Maraqitta’limat Bongor

53. Diniyah Maraqitta’limat Sukadana


54. Diniyah Maraqitta’limat Wakan

55. Diniyah Maraqitta’limat Gubuk Dalem I

56. Diniyah Maraqitta’limat Gubuk Dalem II

57. Diniyah Maraqitta’limat Karang Anyar Daya

58. Diniyah Maraqitta’limat Karang Anyar Barat

59. Diniyah Maraqitta’limat Suntalangu

60. Diniyah Maraqitta’limat Napak Sari

61. Diniyah Maraqitta’limat Tampes

62. Diniyah Maraqitta’limat Ketangga

63. Diniyah Maraqitta’limat Batu Tinja

64. Diniyah Maraqitta’limat Lendang Mamben Lauk

Asuhan Keluarga dan Panti Asuhan

1. AK Nurussabah Bunut Lendong

2. AK Nurul Jama’ah Timuk Erat

3. PA Maraqitta’limat Tembeng Putik

4. PA Maraqitta’limat Mamben Daya

5. PA Maraqitta’limat Santong
B. METODE TGH.MUHAMMAD ZAINUDDIN ARSYAD DALAM

MENGEMBANGKAN YAYASAN PONDOK PESANTREN

MARAQITTA'LIMAT

1. Sekilas Perjuangan Pendiri Maraqitta'limat (Tgh. Zainuddin Arsyad)

a. Masa Kecil

Mungkin tidak banyak yang mengenal sosok seorang ulama sufi ini,

tetapi tidak bisa dipungkiri ulama inilah yang juga telah banyak berjasa dalam

mengembangkan ajaran Islam di pulau Lombok.

Dialah Muhammad Zainuddin, nama yang diberikan oleh kedua orang

tuanya sejak lahir sekitar tahun 1912 di Desa Mamben Lauq, Kecamatan

Wanasaba, Kabupaten Lombok Timur-NTB. Ayah beliau bernama TGH.

Arsyad, yang saat itu menjadi penghulu (tokoh agama. Dan ibunya bernama

Inaq Makenun. Kehidupan keluarga beliau cukup sederhana dan agamis.

TGH.M. Arsyad, selain sebagai seorang tokoh agama, juga pada

waktu itu sangat gigih menentang penjajahan Jepang di Indonesia. Sehingga

beliau bersama santrinya memimpin langsung penyerangan ke markas Jepang

yang terletak di Wanasaba-Lombok Timur, yang menyebabkan salah seorang

santrinya gugur di medan pertempuran.

Seperti kebanyakan anak lainnya, beliau tumbuh dan berkembang

secara wajar. Dari masa kanak-kanak, Zainuddin kecil dalam pergaulannya

sehari-hari selalu mencerminkan sifat-sifat terpuji, hormat terhadap orang yang

tua, dan sopan kepada sesama. Tidak heran, ketika masa kecilnya banyak orang

yang sayang pada dirinya.


Karena mendapat pendidikan agama sejak dini, membuat sifat dan

sikap kepemimpinannya sudah mulai nampak terutama dalam pergaulannya

sehari-hari, sesuai dengan ajaran agama Islam yang diyakini kebenarannya.

Ketika usia Zainuddin menginjak empat tahun, beliau diasuh oleh

Amak Ismail dan Inaq Isah yang sekaligus sebagai orang tua angkatnya.

Karena pada saat itu, kedua pasangan ini belum dikaruniai seorang anak.

Kendati demikian, Zainuddin kecil sudah dianggap sebagai anaknya sendiri.

Berada di buaian dan belaian kasih sayang orang tua angkat, tidak

serta merta beliau di lepas begitu saja oleh TGH.M. Arsyad. Dengan penuh

rasa kasih sayang, beliau dididik dengan ajaran agama. Sehingga orang tua

beliau memiliki peran ganda, yaitu disatu sisi sebagai orang tua, dan disisi lain

sebagai sosok guru yang sangat dihormati.

Mendapat pendidikan dari sang ayah yang cukup disiplin, membuat

sosok Zainuddin kecil cukup cerdas, jujur, rendah hati baik budi pekertinya dan

semakin nampak jiwa kepemimpinannya, walaupun diusia yang masih belia.

b. Menuntut Ilmu ke Negeri Makkah

TGH. M. Arsyad sendiri memiliki beberapa orang putra dan putrid.

Salah satu diantaranya adalah Muhammad Zainuddin, yang ketika menginjak

usia 6 tahun, atau sekitar tahun 1920, sang ayah dan bunda memutuskan untuk

mengirim anaknya ke Makkah Al-Mukarromah untuk menimba ilmu agama.

Keberangkatan beliu menuju Makkah didampingi oleh ayahanda TGH. M.

Arsyad. Konon, beliau sempat digendong oleh orang tuanya ketika berangkat

meninggalkan rumahnya menuju Makkah Al-Mukkaromah.


Di usia 6 tahun dan tinggal bersama orang-orang yang belum begitu

dikenalnya, hidup jauh dari kampung halaman, sanak dan saudara, merupakan

sebuah pengalaman yang cukup berharga. Pada masa usia belia seperti itu,

sebenarnya masih membutuhkan bimbingan dan dampingan dari orang tua.

Namun berbeda dengan Zainuddin, masa-masa senangnya bermain harus

berpisah sementara dengan semua orang yang dicintainya.

Setelah Sampai di kota suci, TGH.M. Arsyad, langsung mencari

sebuah pemondokan untuk anak kesayangannya. Dan Zainuddin kecil

dipondokkan di rumah salah seorang Syeikh Ali Mukminah dan menuntut ilmu

di Madrasah Darul Ulum.

Apa yang dilakukan oleh Muhammad Zainuddin selama di Makkah

Al-Mukarromah? Ternyata tidak banyak yang mengetahui. Karena selama

hidupnya, ia tak pernah menceritakan kepada siapapun apa saja yang dilakukan

ketika berada di tanah suci Makkah, karena takut kalau ia menceritakan hal

tersebut akan menjadi kesombongannya.

Namun kalau dilihat dari peuturan dari beberapa sumber terpercaya,

ketika beliau di Makkah tidak diragukan lagi, bahwa M. Zainuddin merupakan

orang yang cerdas. Bahkan dalam usia 15 tahun ia mampu menghafal Al-

qur’an 30 juz.

Tidak ada waktu yang digunakan oleh beliau kecuali belajar dan

belajar. M. Zainuddin adalah alumnus Madrasah Darul Ulum Makkah Al-

Mukkarromah yang mendapatkan predikat ‘Mumtaz’ dari para masyaikhnya.

Pada waktu itu, Darul Ulum merupakan madrasah yang banyak

diminati oleh orang Indonesia. Dianatara masyaikhnya tyeng terkenal adalah


Syeikh Muhammad Basuni Asy-Syafi’i, yang masih keturunan silsilah dari

Imam Syafi’i dan Syeikh Muhammad Yasin Padang. Syeikh Muhammad Yasin

Padang adalah guru sekaligus teman bagi M. Zainuddin.

Darul Ulum terletak di sebuah perkampungan yang diberi nama

Jarwal, lebih kurang 1 kilometer dari Masjidl Haram. Namun kini Darul Ulum

sudah tidak bisa didapatkan lagi karena diambil alih oleh Pemerintah Arab

Saudi.

c. Dimimpikan Ibu Angkat

Setelah tinggal beberapa lama di kota Makkah Al-Mukarromah,

Zainuddin tentu sewaktu-waktu merindukan kampung halamanya. Demikian

juga dengan sang ibu angkat beliau. Bahkan suatu malam, Inaq Ismail yang

mengasuhnya sejak kecil memimpikan Zainuddin yang sedang menimba ilmu

di kota suci, sedang ayik bermain layang-layang. Namun tiba-tiba benang

layangan yang dipegangnya putus. Dan layang-layang itupun terbang sangat

tinggi.

Mimpi yang sama dialami oleh sang ibu angkatnya ini berulang

sampai tiga kali. Dan muncullah rasa kasih sayang sekaligus kekhwatiran

terhadap anak yang diasuhnya sejak kecil. Perasaan tidak tenang, hatipun

melayang memikirkan apa tabir dari mimpinya itu. Mungkinkah itu hanya

sebuah mimpi belaka atau memang ada tabir dibalik mimpi yang terjadi

berulang kali itu.

Karena merasa cemas dan tidak tahan, akhirnya mimpi itupun

diceritakan kepada sang suaminya Amak Ismail. Dan tentu saja sang ayah

angkatpun tidak mampu mentakwilkan mimpi sang istri, sehingga apa yang
menggangu pemikirannya saat itu diceritakan langsung kepada ayah Zainuddin

yaitu TGHM. Arsyad.

Mendengar cerita mimpi dari ibu angkatnya ini, TGHM. Arsyad

membuat sepucuk surat untuk dikirim kepada anak belahan jiwanya di Makkah

Al-Mukarromah, yang isinya menanyakan tentang kabar berita di Makkah.

Selang beberapa minggu, surat balasanpun dikirim oleh Zainuddin

kepada keluarga di Mamben Lauq. Dalam surat balasannya beliau

menceritakan, bahwa baru saja dirinya mengalami sebuah musibah, yaitu jatuh

dari sebuah tangga bangunan dari lantai atas. Namun kejadian yang menimpa,

tidak sampai dirinya mengalami luka parah, kecuali beberapa bagian anggota

tubuhnya yang masih merasa sakit.

Musibah yang menimpa diri Zainuddin, ternyata tidak mengendurkan

semangat dan tekadnya untuk terus belajar dan mendalami ilmu agama, hingga

tanpa terasa beliau sudah tinggal di Makkah selama 20 tahun, dan menunaikan

ibadah haji, sehingga nama beliau dikenal dengan Ustadz H. Muhammad

Zainuddin Arsyad.

d. Kembali Ke Kampung Halaman

Sekitar tahun 1938, dimana ketika itu bangsa Indonesia masih dijajah

oleh Belanda, Ustadz HM. Zainuddin Arsyad, memutuskan untuk kembali ke

kampung halamannya di Desa Mamben Lauq, setelah bermukim selama kurang

lebih 20 tahun di kota Makkah.

Usia beliau ketika itu masih terbilang remaja yaitu 26 tahun. Selama

ustadz muda ini berada di tanah suci, disamping memperdalam ilmu agama

Islam, juga memperdalam ilmu bahasa Arab atau Nahu Sharaf, lebih-lebih
bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi sehari hari adalah bahasa Arab.

Selain itu, beliau juga belajar ilmu tafsir, tashawwuf, tauhid, fiqih dan ilmu-

ilmu lainnya.

Dengan penguasaan bahasa Arab serta lamanya bermukim di Makkah,

membuat sosok ustadz muda atau ini melupakan bahasa asal kelahirannya.

Tidak heran, ketika beliau baru pulang dari Makkah, bahasa yang digunakan

untuk berkomunikasi dengan keluarga dan tetangga adalah Bahasa Arab.

Al-marhum TGH. Abdul Manan, pernah menuturkan, sepulang H.M.

Zainuddin Arsyad dari Makkah, bahasa komunikasi yang digunakan adalah

bahasa Arab, baik terhadap teman maupun terhadap para tamu yang

berkunjung ke rumahnya.

Melihat bahasa komunikasi yang demikian, membuat keluarganya

waktu itu, sedikit agak bingung, karena sebagian teman dan sahabatnya tidak

mengerti apa yang diungkapkan oleh beliau. Dan hal inilah yang menimbulkan

sedikit miskomunikasi. Dan konon kebiasaan menggunakan bahasa Arab

dalam berkomunikasi sehari hari berlangsung hingga berbulan-bulan.

Akibatnya, muncul asumsi sebagian orang saat itu, yang menganggap

Tuan Guru Bajang ini sengaja menggunakan bahasa Arab. Dan tidak sedikit

juga yang mencemohkan bahkan mengejek beliau. Namun semua itu ditemia

dengan penuh lapang dada dan kesabaran. Sebab bagi dirinya, hal itu bukan

unsur kesengajaan, namun karena bahasa sehari-hari, ketika beliu bermukim di

tanah suci.
Setelah hampir satu tahun menetap di Desa Mamben, akhirnya bahasa

daerahpun mulai digunakan sedikit demi sedikit, sehingga lambat laun menjadi

lancar.

e. Membantu Orang Tua Berdakwah

Tuan Guru H.M.Zainuddin Arsyad merupakan alumunus Madrasah

Darul Ulum, Makkah Al-Mukarromah yang mendapatkan predikat Mumtaz

dari para masyayikhnya. Pada waktu itu, Darul Ulum merupakan madrasah

yang banyak diminati oleh orang Indonesia, diantara masyayikhnya yang

terkenal adalah Syekh Muhammad Yasin Padang. Syekh Yasin Padang adalah

guru sekaligus teman bagi M.Zainuddin. Darul Ulum terletak di sebuah

perkampungan yang diberinama Jarwal kurang lebih 1 km dari Masjidil

Harom. Namun, kini Darul Ulum sudah tidak bisa didapatkan lagi karena

diambil alih oleh pemerintah Arab Saudi.

Pada tahun 1930, TGH.M.Zainuddin Arsyad memutuskan kembali ke

tanah air tempat kelahirannya guna mengajarkan masyarakat yang yang kurang

paham terhadap agama pada waktu. Menurut sesepuh masyarakat desa

Mamben Lauk, ketika kembali ke tanah air beliau sama sekali tidak bisa

berbahasa Sasak ataupun Indonesia, beliau hanya menggunakan bahasa Arab.

Namun karena kecerdasannya, tidak dalam waktu yang lama beliau sudah fasih

bahasa sasak dan Indonesia.

Saat kembali ke tanah air, TGH.M.Zainuddin Arsyad sangat prihatin

melihat kondisi masyarakat pulau Lombok yang pada waktu itu masih banyak

yang tidak paham dengan agama Islam, Sehingga beliau membentuk sebuah

pengajian kecil-kecilan di rumah beliau.


Melihat kesibukan orang tuanya, TGH.M.Arsyad sibuk dalam

melakukan dakwah Islam di tengah-tengah masyarakat, maka terbetiklah niat

sucinya untuk membantu sang orang tua tercinta dalam menjalankan misi

dakwah. Misinya ini diawali dengan mendirikan sebuah tempat pengajian atau

majlis ta’lim. Di tempat inilah, Ustadz H.M. Zainuddin Arsyad mulai mengajar

membaca Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama, seperti fiqih, bahasa Arab, Tauhid,

Tafsir dan lain-lainnya.

Melihat kegigihan putranya dalam mensyi’arkan Islam, TGH. M.

Arsyad tentu sangat bersyukur kehadhirat Allah SWT. Bahkan tuan guru muda

ini sering mengganti sang orang tua untuk memberikan ceramah-ceramah

agama kepada jama’ahnya. Biasanya saat itu, khususnya masyarakat Desa

Mamben Lauq, sering mengundang penceramah atau tuan guru dari Masbagik.

Namun setelah pulang dari tanah suci, beliau rutin mengisi ceramah

agama di Mamben Lauq dan sekitarnya, sampai beliau diberi gelar oleh

jama’ah adalah Tuan Guru Bajang. Hal ini didasari oleh penilaian jama’ah,

karena beliau dipandang memiliki kecakapan ilmu khususnya di bidang Agama

Islam.

Gelar Tuan Guru, khususnya di Lombok, merupakan sebuah gelar

yang diberikan oleh masyarakat, bukan karena pendidikannya yang tinggi,

namun karena dinilai telah banyak menguasai ilmu-ilmu agama Islam. Dan

gelar inipun tidak diberikan pada sembarangan orang.

f. Menyebarkan Syi’ar Islam

Setelah kembali ke tanah air, TGH. M. Zainuddin Arsyad merasa

prihatin melihat kondisi masyarakatar Pulau Lombok yang masih banyak


belum memahami dengan baik agama Islam. Sehingga dia membentuk sebuah

pengajian kecil-kecilan di rumahnya.

Namun dia juga melihat kondisi masyarakat yang ada di pesisir pantai,

yang masih banyak belum memehami ajaran Islam yang sebenarnya. Untuk itu,

dia memutuskan untuk melakukan misi dakwah ke daerah-daerah pesisir pantai

Pulau Lombok, terutama bagi penduduk yang dianggap terisolir dan jauh dari

dakwah Islam, bila dibandingkan dengan wilayah perkotaan.

Salah satu jasa besar yang ditinggalkan bagi jama’ah adalah,

keberhasilan beliau mendirikan sebuah organisasi keagamaan, yang kemudian

dikenal dengan nama Yayasan Pondok Pesantren Maraqitta’limat, yang berarti

tangga pendidikan.

Hal ini diperkuat oleh putra beliau, TGH. Hazmi Hamzar, bahwa

kegiatan dakwah yang dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan

kepada masyarakat pesisir mulai dari ujung timur (Kabupaten Lombok Timur-

red) hingga ke pesisir utara Pulau Lombok, seperti Bayan, Panggung hingga

Sidutan, Kabupaten Lombok Utara.

Dari pesisir wilayah Utara, beliau melanjutkan misi dakwahnya ke

Selatan, tepatnya di Bongor Kabupaten Lombok Barat.

Beberapa tokoh masyarakat menuturkan, disamping beliau

menggunakan metode pendekatan, juga misinya ini diiringi dengan berdagang

keliling, menelusuri pinggir pantai di Pulau Lombok. Selain itu strategi yang

dikembangkan adalah menghargai adat dan kebiasaan masyarakat setempat.

Artinya tidak serta merta menghapus atau melarang adat dan kebiasaan

masyarakat, kendati dinilai bertentangan dengan ajaran Islam.


Kebiasaan masyarakat yang dimaksud adalah meminum-minuman

keras, seperti tuak, Berem atau sejenisnya. Kebiasaan lainnya yang dilakukan

oleh masyarakat adalah membunyikan gamelan, walaupun waktu sholat tiba.

Beliu maklum, bahwa tempatnya berdakwah adalah orang-orang yang

masih buta dalam ajaran agama Islam. Begitu juga dengan adat-istiadat yang

masih kuat dipegang teguh oleh masyarakat seperti Wetu Telu di Bayan.

Dalam perjalanannya, beliau selalu melakukan silaturrahmi kepada

para tokoh, baik tokoh adat yang dituakan oleh masyarakat setempat, maupun

tokoh-tokoh agama. Beliau pertama-tama mengajarkan tentang keimanan

kepada Allah SWT. Barulah setelah itu jama’ahnya diajarkan cara-cara

beribadah.

Jujur, sopan dan santun serta dengan penuh kesabaran, berusaha

memberikan pemahaman terhadap para santrinya. Pelan namun pasti, berkat

kegigihannya dalam menjalankan misi dakwah ini, lambat laun banyak

masyarakat yang sadar akan dirinya, bahwa bahwa kehidupan yang jauh lebih

kekal dan abadai adalah kehidupan akhirat.

Satu contoh misalnya, beliau memperbolehkan masyarakat

membunyikan alat-alat musik tradisional seperti gamelan. Namun beliu

menyarankan, ketika tiba waktu sholat, bunyi-bnyian tersebut dihentikan, dan

berkumpul menunaikan sholat secara berjama’ah.

Cara seperti ini, tidak jauh berbeda dengan misi dakwah yang

dilakukan oleh para Wali Songo di Pulau Jawa.


g. Berniaga

Bila ditelusuri lebih jauh tentang pola kehidupan TGH.M. Zainuddin

Arsyad, tentu kita akan berdecak kagum. Sederhana dan bersahaja,

demikianlah yang tampak pada sosok Tuan Guru Sufi ini. Kesederhanaan itu

dapat dilihat dalam menjalankan misi dakwahnya. Di satu sisi, beliau adalah

da’I, tapi disisi lain, beliau adalah seorang pedagang keliling dari satu

kampung ke kampung lainnya.

H. Hasan Nasrin, salah seorang tokoh Maraqitta’limat Kecamatan

Bayan menuturkan, berdagang yang dilakukan oleh TGH.M.Zainuddin Arsyad,

bukan sebagai tujuan utama, namun itu merupakan sebuah alat untuk

berda’wah di tengah-tengah masyarakat.

Dagangan yang dibawa setiap kali menjalankan misi dakwahnya

adalah, garam, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabe, kapuk dan pakaian.

Barang dagangan ini diambil dari mitra usahanya untuk dibawa keliling, mulai

dari labuhan Lombok, Sambelia, Belanting, Obel-Obel, Bayan, Santong,

Panggung, Sidutan hingga ke Sembalun.

Barang dagangannya kerap kali ditukar dengan hasil-hasil bumi para

petani. Kegiatan berdakwah sambil berdagang terus dilakukan, sehingga di

beberapa tempat didirikan musalla, masjid atau madrasah, sebagai tempat

membina umat.

H. Lalu Akar, mantan pengurus Yayasan Maraqitta’limat mengatakan,

bahwa sekitar tahun 1941, beliau sudah mulai masuk ke Dayan Gunung atau

sekarang sudah menjadi sebuah kabupaten baru yaitu Lombok Utara.


Kedatangan beliu pertama kali di Bayan, disambut oleh Endi Abdul

Gani, salah seorang keturunan Bugis-Makasar yang tinggal di Desa Sukadana

Kecamatan Bayan. Konon pertemuan beliau dengan Endi Abdul Gani tanpa

disengaja ketika sedang berdagang di Dusun Panggung Desa Selengen.

Kebetulan pada saat itu, TGH.M. Zainuddin Arsyad menjual garam,

sementara Endi Abdul Gani sebagai pembeli. Di saat terjada tawar menawar

harga garam, Endi Abdul Gani mengaku heran, karena sang si penjual

(TGH.M. Zainuddin Arsyad-pen) bukan menawarkan dengan harga tinggi,

namun malah sebaliknya.

Karena kejadian tersebut, pembicaraan antara pedagang dan pembeli

inipun berlanjut dan saling memperkenalkan diri. Endi Abdul Gani pun

mengajak beliu ke rumahnya di Gubug Bangsal-Telaga Begek Desa Sukadana.

Sikap sopan dan rendah hati, bertutur bijaksana dan bertingkah santun.

Inilah ditunjukkan ketika bertamu di rumah Endi Abdul Gani, membuat sang

pemilik rumah semakin kagum, dan persahabatan mereka berduapun berlanjut.

Demikian juga dengan hubungan kegiatan jual beli terus terjalin. Bak gayung

bersambut, dari rumah sahabatnya inilah, beliau mulai lakukan dakwah Islam,

yang lambat laun terus mengalami kemajuan.

Dan bila waktu sholat tiba, tidak lupa, beliau mengajak sahabatnya

untuk menunaikan sholat secara berjama’ah, disebuah masjid kecil dan

sederhana, yaitu masjid Panji Islam, yang dibangun orang Endi Abdurrahman

yang berasal dari Pulau Sumbawa.


h. Berdakwah Dari Rumah ke Rumah

Persahabatan yang terjalin antara kedua hamba Allah (TGH.M.

Zainuddin Arsyad dan Endi Abdul Gani-pen) semakin hari semakin erat. Dan

setiap kali beliu datang, selalu diminta untuk memberikan sekedar ceramah

agama. Namun demikian, sang sahabat Endi Abdul Gani, sedikitpun tidak tau,

bahwa yang sering datang bertamu ke rumahnya adalah salah seorang ulama

Sufi yang telah lama menempa ilmu di negeri Makkah Al-Mukarromah.

Setelah masing-masing menceritakan sejarah hidupnya, barulah Endi

Abdul Gani, yang ketika itu sebagai kepala kampong (matua) menyadari

bahwa, sahabatnya itu adalah orang yang memiliki ilmu agama yang mumpuni,

dan patut sebagai tempat belajar memperdalam ilmu agama Islam.

Tidak heran, bila kedatangan sang shabat karibnya yang tiada lain

adalah TGH. M. Zainuddin Arsyad selalu ditunggu-tunggu oleh Endi Abdul

Gani bersama jama’ah lainnya. Kedatangan beliau tidak pernah disia-siakan.

Endi Abdul Ganipun menyarankan kepada TGH. M. Zainuddin Arsyad, untuk

sementara kegiatan dakwah dilakukan dari rumah ke rumah, atau menghindario

berdakwah di tempat umum seperti masjid ataupun musalla.

Saran ini dikemukakan bukan tanpa alasan, namun karena mengingat

kondisi masyarakat pada saat itu masih memliki keyakinan yang kuat

khususnya tentang adat-istiadat Wetu Telu. Saran dan masukan dari sahabatnya

inipun diterima.

Dalam menjalankan dakwahnya, Endi Abdul Gani selalu membantu

beliau untuk mendatangi warga sambil membawa dagangannya. Bahkan,


TGH.M. Zainuddin seringkali menginap di sebuah kampung Bugis di Labuhan

Carik Desa Anyar. Dan ditempat terdapat sebuah Sekolah Rakyat (SR)

Labuhan carik tempat beliu bermukim, memiliki sejarah tersendiri,

yang konon pada saat penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para Wali

Songo, ditempat inilah berlabuhnya kapal mereka.

Sementara kegiatan dakwah di wilayah Panggung Desa Selengen dan

sekitarnya dilakukan secara terus menerus, sehingga didirikanlah sebuah

musalla pertama di dusun tersebut, sebagai tempat untuk mengumpulkan

jama’ah yang mau belajar ilmu agama.

Lalu Hasan BA, salah seorang mantan camat Bayan menuturkan,

kegiatan dakwah Islam yang dilakukan oleh TGH. M. Zainuddin Arsyad,

khususnya di Dayan Gunung, pada masa kedistrikan Raden Kertapati.

Melihat dakwah Islam semakin berkembang di Bayan, membuat

sebagian masyarakat menaruh rasa dendam, bahkan mengalami tekanan dari

masyarakat sekitar. Ini terjadi, karena sebagian masyarakat menilai, dengan

berkembangnya dakwah Islam di Bayan, akan dapat merusak keyakinan

terutama tentang adat-istiadat yang diwariskan dari nenek moyang mereka.

Padahal pada faktanya, selama melakukan misi dakwah di Bayan, sedikitpun

tidak pernah terdengar kabar, kalau dirinya menyinggung persoalan adat-

istiadat.

Salah satu bentuk tekanan yang dilakukan oleh sebagian mereka

adalah memutuskan hubungan jual-beli barang. Dan inilah salah satu cara

menghentikan dakwahnya. Hal ini terjadi bukan saja terhadap dirinya, namun

juga terhadap pengusaha yang berasal dan Mamben-Lombok Timur.


Tekanan seperti ini tidak berlangsung lama, karena pada akhirnya

masyarakat setempat menyadari, bahwa TGH. M. Zainuddin Arsyad dalam

berdakwah tidak pernah menyinggung masalah adat-istiadat yang berkembang

di masyarakat.

Kegiatan dakwah yang dijalankan oleh Ulama Sufi yang memiliki

enam orang putra ini, tampaknya membuahkan hasil yang cukup

menggembirakan. Demikian juga dengan klegiatan yang dilakukan di

Sembalun Lawang dan Bumbung, yang masyarakatnya tidak jauh berbeda

dengan masyarakat di Bayan kala itu.

Di Sembalun, ketika beliau datang untuk berdakwah sangat jarang

ditemukan masyarakatnya yang menjalankan ibadah sholat lima waktu.

Kondisi ini tidak menyurutkan semangat perjuangannya dalam mendakwahkan

ajaran Islam yang sempurna. Melalui pendekatan jual-beli barang, sang Tuan

Guru muda ini sedikit demi sedikit memberikan pelajaran kepada setiap orang

yang ditemuinya di Sembalun.

Awalnya, memang banyak menolak ketika diajak menunaikan sholat

dengan berbagai alasan. Ada yang beralasan tidak memilki pakaian, dan ada

juga yang memang benar-benar tidak mengetahui tata cara melaksanakan

ibadah shalat.

Memberikan sesuatu kepada orang yang membutuhkan merupakan

perbuatan amal yang sangat mulia. Inilah yang ditunjukkan oleh TGH. M.

Zainuddin Arsyad. Bagi masyarakat yang beralasan tidak memiliki pakaian,

diberikan secara cuma-cuma asalkan mereka mau mengerjakan sholat. Dan


bagi mereka yang belum mengerti cara beribadah, beliau ajarkan dengan penuh

lemah-lembut dan sabar, sampai orang tersebut bisa beribadah.

Perjalanan dakwah beliau ke berbagai pelosok wilayah terpencil,

bukan berjalan mulus, namun penuh dengan tantangan, dari orang-orang yang

memang tidak suka terhadap ajaran Islam yang kaffah. Bahkan ada juga yang

melempari dan ingin membunuhnya.

Sekali melangkah kedepan, pantang untuk mundur ke belakang. Itulah

mungkin salah satu tekad beliau dalam menyebarkan kebenaran yang

datangnya dari Allah SWT. Tantangan dan rintangan dijadikan sebuah

pelajaran berharga sekaligus menguatkan tekad dan semangat dalam

mensyi’arkan Islam.

Berkat kegigihannya berdakwah, sehingga menghasilkan kader-kader

yang mumpuni dibidangnya. Kegiatan dakwah ini dilakukan mulai dari Desa

Mamben Lauq dan Mamben Daya, Sembalun, Sajang, Sambelia, Obel-Obel,

Bayan sampai Bongor Lombok Barat serta desa-desa lainnya.

Menurut penuturan salah seorang jamaah Yayasan Maraqitta’limat

Bayan, TGH.M.Zainuddin Arsyad adalah salah seorang ulama yang santun dan

penyabar. Bahkan beliau sering memberikan pinjaman uang kepada msyarakat

yang membutuhkan. Beliau tidak segan-segan membebaskan hutang kepada

seseorang apabila orang tersebut mau menjalankan syariat islam sepenuhnya.

Melihat akhlak beliau yang seperti itulah akhirnya banyak masyarakat

berbondong-bondong m,enyatakan diri masuk ke dalam agama islam. Di mana

beliau singgah melakukan misi dakwah, disitulah beliau mendirikan madrasah-

madrasah sebagai tempat mengaji bagi masyarakat.


i. Merintis Pondok Pesantren Dan Yayasan Maraqitta’limat

Selain melakukan dakwah keliling, TGH. M. Zainuddin Arsyad juga

merintis sebuah Majlis Ta’lim Darul Ulum. Majlis ta’lim inilah cikal bakal

berdirinya Pondok Pesantren (Ponpes) Yayasan Maraqitta’limat.

Di Majlis Ta’lim Darul Ulum, beliu mengajar santrinya berbagai

disiplin ilmu agama. Kitab-kitab yang diajarkan antara lain, Ma’abadil Fiqih,

Nahu Wadhih, Badrun Munir, Lughotul Arabiyah, Nahu Shoraf, Fathul Qarib,

Tariqatul Islam, Tariqotul Hadiah, Ilmu Mantiq, Tafsir Al-Qur’an dan kitab-

kitab lainnya.

Perkembangan Majlis Ta’lim yang dibinanya semakin hari terus

mengalami kemajuan yang cukup signifikan, sehingga tempat belajarnya tidak

mampu lagi menampung para santri yang berdatangan menuntut ilmu.

Melihat kondisi tersebut, beberapa tokoh masyarakat menyarankan

agar mendirikan tempat belajar yang lebih luas dan layak. Untuk menampung

para santri, pada tahun 1950, lokasi belajarnya dipindahkan ke sebuah musalla

yang lebih luas yaitu musalla yang dibangun oleh Amak Sadar dan warga

setempat, yang belakangan dikenal dengan Diniyah Islamiyah.

Adapun santri pertamanya antara lain, H. Abu Bakar, Amak Mukenah,

Ustazd H. Farhan, H. Badarudin, H. Marzuki, H. Halil-Ladon, H. Rusli, Amaq

Suarno, Amaq Husnah, Amaq Erah, Amaq Haderi, Amak As’ad, Inaq Wasifah

dan lain-lain.

Para santri ini dibina untuk menjadi guru bagi genarasi berikutnya,

sehingga tampil beberapa orang diantara mereka, disamping sebagai santri

sekaligus bertindak sebagai pendidik.


Santri yang berhasil dididik pada tahap kedua, antara lain, H. Abdul

Manan, Saleh Rihin, H. Ahyar )Mamben Daya) H. Arsyad (Lendang) dan

beberapa santri lainnya. Disusul lagi dengan santri tahap III, yaitu, Amaq Saleh

AM, Amaq Sa’adah, Amaq Hirpan, Amaq Sulhan, Siderah, Hurnaen, H.

Maksum, dan H. Yasin.

Semakin banyaknya masyarakat yang mengaji kepada beliau, akhirnya

pada tahun 1952 TGH.M.Zainuddin Arsyad bersama rekan-rekannya

mendirikan sebuah pondok pesantren yang diberinama Pondok Pesantren

Maraqitta’limat. Maraqitta’limat memiliki arti tangga pendidikan. Pondok

Pesantren Maraqitta’limat berlokasi di desa Mamben Lauk, Kecamatan

Wanasaba, Lombok timur, NTB yang pada akhirnya ponpes ini memiliki

beberapa cabang yang tersebar di seluruh wilayah pulau Lombok bahkan luar

dari pulau Lombok seperti Sumbawa, Makassar, dan Sulawesi Selatan.

Pada tahun 1964, TGH.M.Zainuddin Arsyad membentuk sebuah

yayasan yang diberinama juga Yayasan Maraqitta’limat. TGH.M. Zainuddin

Arsyad bertindak selaku ketua umum yayasan dan sekretarisnya adalah

ust.H.Abdul Mannan. Yayasan Maraqitta’limat bergerak di bidang pendidikan,

sosial dan dakwah.

Kegigihan beliau dalam melakukan pengkaderan patut menjadi contoh

bagi generasi mendatang. Beliau tidak pernah mengenal lelah demi meraih

cita-cita, yakni membumikan ajaran Islam yang satu-satunya di ridlai Allah

SWT.

Kepedulian beliau dalam pendidikan umat, di samping melalui majlis

ta’lim, juga melalui lembaga pendidikan formal dibawah naungan Yayasan


Maraqitta’limat. Dari majlis ta’lim dan lembaga pendidikan inilah beliu

bertujuan membentuk kepribadian manusia yang bertanggung jawab untuk

membangun nusa, bangsa dan agama yang berpedoman pada Kitabullan dan

Sunnah Rasulullah.

Kaitannya dengan menuntul ilmu, beliau menuangkan dalam

pemikiran filosofisnya dengan mengutip penggalan ayat suci Al-Qur’an, yang

sekaligus sebagai motto dalam mengembangkan lembaga pendidikan, yaitu

kalimat : “Subhanalladzi ‘Allama Bil Qolam, ‘Allamal Inssana Malam

Ya’lam” .

j. Proses Pendirian

Proses Pendirian pondok pesantren dan yayasan Maraqitta’limat,

memang mengalami perjalanan yang cukup panjang. Dimana proses ini diawali

dengan dakwah berkeliling, berdagang serta membangun Madrasah Diniyah

Islamiyah. Gagasan pendirian lembaga pendidikan inipun mendapat respon

positif dari jama’ah.

Sekitar tahun 1951, beliau melakukan musyawarah dengan para tokoh

dan santrinya yang dihadiri langsung oleh ayahanda TGH. M. Arsyad.

Beberapa tokoh yang hadir antara lain, HM. Amin, TGH. Mustaqim, Papuk

Hayat, H. Halidi, HM. Hamid, H. Baharudin, Guru Nurminah, A. Munaqif, H.

Mahmudin dan H. Ridwan.

Musyawarah pertama ini dilanjutkan dengan pertemuan kedua dengan

mengundang “Keliang Kampung” atau kepala dusun, seperti H. Mustafa, H.

Mukhtar, Anhar, Guru Badar, A. Manan, A. Muhriah, A. Saknah, HM Saleh,


A. Kalsum, A. Nasrun, A. Sakrah, A. Erah, A. Saenah dan beberapa tokoh

lainnya.

Beberapa saksi yang masih hidup menyebutkan, musyawarah ketika

itu sedikit berjalan alot, terutama ketika menentukan sebuah nama lembaga

pendidikan. Sebagian perserta mengusulakan nama “Darul Ulum” dan

sebagiannya lagi “Maraqitta’limat”.

Sebagian peserta berpendapat, bila lembaga pendidikan diberinama

Darul Ulum, itu berarti kita mengambil nama dari sebuah lembaga pendidikan

yang terkenal di tanah suci Makkah. Jadi yang paling pas adalah nama

Maraqitta’limat. Dan nama inipun disetujui oleh semua peserta musyawarah.

Setelah nama mendapat kesepakatan peserta, kemudian dilanjutkan

dengan pendirian Madrasah Ibtidayah pertama yang pembangunannya murni

dari swadaya masyarakat. Dalam perjalanan politik Indonesia ketika itu, para

pejuang dan pendiri Madrasah ini berhaluan kepada Partai Majlis Syuro

Indonesia (Masyumi) yang diketuai KH. Agus Alwi dan Umar Semeq.

Setelah lembaga pendidikan ini berjalan, pada tahun 1959, perjuangan

inipun dilanjutkan dengan penyusunan Anggaran Dasar dan Rumah Tangga

(AD-ART). Dan pada tahun 1960, pihak pengurus Madrasah melakukan

kerjasama dengan pimpinan Muhammadiyah di Masbagek-Lombok Timur,

terutama dalam hal pembuatan Akte Notaris yayasan Maraqitta’limat. Dan

pada tahun itu, yang menjadi Gubernur NTB adalah Wadita Kusuma,

sementara yang menjabat sebagai bupati Lombok Timur Lalu Wildan. Pada

tanggal 30 Juni 1964, yayasan Maraqitta’limat pun diresmikan. Hadir dalam

peresmian tersebut adalah beberapa tokoh Masyumi dari pusat, seperti KH.
Muhammad Hafiz, ormas Islam se Pulau Lombok dan beberapa pejabat

pemerintah lainnya.

Dalam melakukan perencaan pembangunan, TGH. M. Zainuddin

Arsyad selalu melakukan musyawarah dengan semua pihak, entah itu

pengusaha, para tokoh agama, maupun masyarakat.

Menurut beberapa tokoh Maraqitta’limat, dalam melakukan

musyawarah beliu menggunakan tiga tahapan. Pertama kali beliau

mengundang para pengusaha. Setelah itu baru dikumpulkan para tokoh

masyarakat, tokoh agama dan pemuda termasuk pengurus ranting. Kemudian

memasuki tahapan ketiga yaitu mengundang para guru. Dengan cara yang

demikian, mereka dapat mengemukakan pendapat masing-masing, yang

selanjutnya disimpulkan menjadi sebuah rencana yang akan dijalankan oleh

semua pihak, sekaligus menyusun panitia pembangunan.

Peran antara pengusaha, tokoh masayarakat, agama dan pemuda serta

para guru tentu berbeda. Para pengusaha mengumpulkan biaya pembangunan

sarana dan prasarana lembaga pendidikan, sementara para tokoh bertugas

mensosialisasikan hasil kesepakatan. Sedangkan para guru berperan untuk

mendidik siswa di lembaga pendidikan yang akan didirikan atau dibangun.

Beberapa murid dan sahabatnya pernah menuturkan, bahwa ketika

membangunan gedung Madrasah Ibtidaiyah yang pertama di Desa Mamben

Lauq Kabupaten Lombok Timur, TGH. M. Zainuddin Arsyad kerap kali

menerima kata-kata yang kurang berkenan dihati, yang dilontarkan oleh

sebagian masyarakat yang kurang paham akan pentingnya arti sebuah lembaga
pendidikan. Bahkan, ketika beliau bersama jama’ah melakukan kegiatan

gotong royong, ia dilempar dengan batu dan kotoran.

Namun semua kejadian itu, ia hadapi dengan penuh kesabaran dan

menyarankan kepada jama’ah untuk tidak melakukan lemparan balasan.

Karena orang yang melakukan hal tersebut dinilai buta walaupun pada mata

zhahirnya melihat. Artinya masih buta mata hatinya karena belum mendapat

hidayah dari Allah SWT.

Yayasan Maraqitta’limat yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan

dan sosial kemasyarakatan, terus mengalami kemajuan. Di bidang dakwah

misalnya, beliau telah berhasil melakukan pengkaderesasian untuk melanjutkan

perjuangannya. Tidak kurang 116 majlis ta’lim didirikan di seluruh Pulau

Lombok. Demikian juga dengan lembaga pendidikan dan sosial kemasyarkatan

terus megalami kemajuan yang cukup signifikan.

k. Berpulang Ke Rahmatullah

Di tengah perkembangan Yayasan Pondok Pesantren Maraqitta’limat

yang begitu pesat, TGH.M.Zainuddin Arsyad berpulang ke rahmatullah pada

tanggal 4 Februari 1991, beliau meninggalkan seorang istri dan 6 orang putra.

Sebelum meninggal, beliau menunjuk putra beliau yang ketiga, TGH.Hazmi

Hamzar sebagai pengganti beliau.

Muktamar Yayasan Maraqitta’limat mengukuhkan TGH.Hazmi

Hamzar sebagai pucuk pimpinan Yayasan pondok Pesantren Maraqitta’limat.

Sampai sampai saat ini Yayasan Pondok Pesantren Maraqitta’limat memiliki

19 Madrasah Ibtidaiyah, 3 SD Islam, 17 Madrasah Tsanawiyah, Madrasah


Aliyah, 2 buah SMU, dan beberapa buah SMK serta 2 buah perguruan tinggi

yaitu STIKES dan STKIP Hamzar.

Selain mengelola bidang pendidikan, Maraqitta’limat juga bergerak di

bidang dakwah dan social yang ditandai dengan ratusan majelis ta’lim dan

berdirinya beberapa pantai Asuhan yang tersebar di berbagai wilayah di

provinsi Nusa Tenggara Barat bahkan di luar provinsi NTB seperti Sulawesi

Selatan dan Kalimantan Timur.

Di bidang ekonomi, Yayasan Maraqitta’limat memiliki Koperasi

Pondok Pesantren Putra Hamzar yang di ketuai oleh H. Mashal, SH.MM (putra

TGH.M.Zainuddin Arsyad yang ke-5). Di usia yang ke – 58 Yayasan

Maraqitta’limat memiliki berbagai macam program yang harus tuntas di tahun

2010 diantaranya program satu rumah satu sarjana yang mendapat respon

positif dari Menteri Agama RI, pendirian Radio Ummat Al-Hamzar,

pembentukan Pusat Bimbingan konseling dan sejumlah program lainnya.

Anda mungkin juga menyukai