Anda di halaman 1dari 12

Program Studi Keperawatan Diploma Tiga

Falkutas Ilmu Kesehatan


Universitas Kusuma Husada Surakarta
2021

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN

Dian Oktorina1, Noor Fitriyani2

1
Mahasiswa Prodi D3 Keperawatan Universitas Kusuma Husada Surakarta
2
Dosen Prodi D3 Keperawatan Universitas Kusuma Husada Surakarta
Email : dianoktorina1234@gmail.com

ABSTRAK

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah ketidakmampuan ginjal mengangkut hasil


metabolisme tubuh. Hemodialisa merupakan terapi yang paling banyak dilakukan, pasien
hemodialisa harus menjaga asupan cairan yang masuk disela waktu perawatan. Efek
pembatasan cairan pada pasien dengan hemodialisa akan menyebabkan rasa haus yang harus
dikontrol dan menyebabkan gangguan kebutuhan cairan. Intervensi yang dilakukan tindakan
pemberian slimber ice untuk mengurangi rasa haus pada pasien CKD. Tujuan studi kasus ini
untuk mengetahui bagaimana gambaran asuhan keperawatan pasien CKD yang sedang
menjalani pembatasan asupan cairan.
Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan
studi kasus. Subjek studi kasus ini satu orang pasien CKD dengan kesadaran composmentis
di RSUD Karanganyar. Hasil studi kasus menunjukan pengelolaan asuhan keperawatan pada
pasien CKD dalam pemenuhan kebutuhan cairan dengan masalah rasa haus yang berlebihan.
Tindakan keperawatan pemberian menghisap slimberice selama 3 hari didapatkan hasil
terjadi penurunan tingkat haus pada pasien dari skala 8 (berat) menjadi 2
(ringan).Rekomendasi tindakan menghisap slimber ice efektif dilakukan untuk menurunkan
rasa haus yang berlebih untuk pasien CKD yang menjalani pembatasan cairan.

Kata kunci : Slimber Ice, Haus, CKD


PENDAHULUAN sisa metabolisme protein dan mengoreksi
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan keseimbangan cairan dan
kerusakan fungsi ginjal yang progresif dan elektrolit (Siahaan, 2019).
tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh Dampak hemodialisa menurut
tidak mampu memelihara metabolisme , (Nurlinawati, 2019) pada pasien Chronic
keseimbangan cairan, dan elektrolit yang Kidney Disease (CKD) adalah rasa haus
berakibat pada peningkatan ureum yang berlebihan karena sebagian nefron
(Firmansyah, 2020). (termasuk glomerulus dan tubulus) utuh
Menurut World Health Organization sedangkan yang lain rusak (hipotesa
(WHO, 2018), CKD telah menjadi nefron utuh). Pasien hemodialisa harus
masalah kesehatan serius di dunia. selalu menjaga asupan cairan yang masuk
Penyakit ginjal telah menyebabkan disela waktu perawatan hemodialisa. Efek
kematian sebesar 850.000 orang setiap pembatasan cairan pada pasien dengan
tahunnya. hemodialisa akan menyebabkan rasa haus
yang harus dikontrol.
Menurut Riskedes 2018 Chronic
Kidney Disease (CKD) di Indonesia Salah satu penatalaksaan pasien
sekitar 3.8 %, prevalensi pada kelompok Chronic Kidney Disease (CKD) adalah
umur 35-44 tahun (3,31%), diikuti umur pemberian menghisap slimber ice.
45-54 tahun (5,64%) dan tertinggi pada Tindakan ini dilakukan bertujuan
kelompok umur umur 65-74 tahun mengurangi rasa haus pada pasien yang
(8,23%). Prevalensi Chronic Kidney menjalani pembatasan asupan cairan.
Disease (CKD) di Jawa Tengah pada tahun Kandungan air yang didalam es batu juga
2013 sebanyak 3,0 % dan meningkat pada sangat mambantu memberikan efek dingin
tahun 2018 menjadi 3,8 %. dan menyegarkan serta mampu mengatasi
rasa haus pada pasien yang menjalani
Terdapat 3 terapi medis pengobatan
hemodialisa atau pasien yang sedang
yang tersedia untuk Chronic Kidney
mnjalani pembatasan asupan cairan
Disease (CKD) yaitu hemodialisa,
(Dasuki & Basok, 2019).
peritoneal dialisis dan transplantasi ginjal
(Aryzki, 2019). Hemodialisa merupakan Berdasarkan penelitian yang dilakukan
terapi cuci darah yang paling banyak Dasuki dan Basok (2019) menghisap
dilakukan, yang dilakukan 2-3 kali slimber ice efektif dilakukan pada pasien
seminggu dengan lama waktu 4-5 jam, CKD yang menjalani pembatasan asupan
yang bertujuan untuk mengeluarkan sisa- cairan dengan dilakukan selama 60 menit
selama 3 kali pertemuan dalam seminggu yang sedang menjalani pembatasan asupan
dengan dibuktikan skala lembar VAS cairan di RSUD Karanganyar.
untuk mengukur intensitas haus dengan METODE PENELITIAN
skala 6 (haus sedang) menjadi 2 (haus
Metode penelitian dengan pendekatan
ringan).
studi kasus. Pada studi kasus ini untuk
Hasil dari (Isrofah et al., 2019)
menunjukan bahwa menghisap es batu mengeksplorasikan masalah asuhan
selama 5-10 menit dalam 3 hari berturut-
keperawatan pada pasien yang mengalami
turut dapat membuat lebih segar dan dapat
CKD dengan pemenuhan kebutuhan
mengkontrol intensitas haus yang
berlebihan. Kandungan air es dapat lebih cairan. Respoden dalam studi kasus ini
menyegarkan di bagian tenggorakan dari
adalah 1 pasien Chronic Kidney Disease
pada meminum air sedikit demi sedikit.
(CKD) stadium IV dengan gangguan
Perasaan haus yang berkurang dapat
kebutuhan cairan ditandai dengan
diukur dengan menggunakan metode
pengukuran lembar VAS (Visual Analog mengeluhkan rasa haus yang berlebih di
Scale) dengan skala haus ringan (1-3),
ruang Teratai III RSUD Karanganyar.
haus sedang (4-6) dan haus berat (7-9).
Pengambilan studi kasus ini dilakukan
Studi kasus ini adalah untuk
mengeksplorasikan masalah asuhan pada 16 Febuari 2021 sampai 18 Febuari
keperawatan pada pasien yang mengalami
2021. Metode pengumpulan data yang
CKD dengan pemenuhan kebutuhan
digunakan dalam studi kasus ini yaitu
cairan.

Sehingga penulis melakukan studi observasi hasil menggunakan instrumen

kasus mengenai pemberian tindakan lembar VAS (Visual Analog Scala) untuk
menghisap slimber ice dengan
mengukur intensitas haus dengan sebelum
mengunakan instrumen lembar VAS
sehingga dapat mengatasi haus yang tindakan dan 1 jam sesudah tindakan.

berlebihan pada pasien yang menjalani Pemberian menghisap slimber ice


pembatasan cairan. Studi kasus ini
dilakukan selama 5-10 menit dalam 3 hari
bertujuan untuk mengetahui gambaran
asuhan keperawatan pada pasien CKD berturut-turut.
untuk mengukur intensitas haus dengan

HASIL PEMBAHASAN skala 8 (berat) dan setelah dilakukan

Penulis melakukan pengkajian tindakan berkurang menjadi skala 4

pada pasien CKD yang sedang mengalami (sedang). Sistem perkemihan pasien terkaji

gangguan kebutuhan cairan. Penulis telah terpasang selang kateter urin, volume urine

melakukan pengkajian pada Ny. N usia 66 yang tertampung kurang lebih 500 cc/24

tahun dengan diagnosa medis CKD jam.Hasil data penunjang pada

stadium IV. Pasien datang di IGD dengan pemeriksaan laboratorium yaitu hematokrit

keluhan utama pasien sesak napas sejak 6 rendah 12.91 ribu/ul, trombosit rendah

hari yang lalu, BAK sedikit sudah 2 3,69 juta/ul , eritrosit tinggi 12,3 fl ,

minggu. Kemudian pasien dipindahkan cretinin tinggi 4,8 mg/dl, urine acid tinggi

kebangsal Teratai III dan didapatkan hasil 11,4 mg/dl dan ureum tinggi 80 mg/dl.

data subjektif pasien mengatakan sulit Terapi medis yang diberikan selama

BAK sudah 2 minggu dan perut terasa perawatan adalah infus RL yang

kembung yang membuat tidak nyaman dan dimasukan mikro, cairan IV : inj.

terasa begah. Kemudian dari data objektif Meropenenm 1 gr/8jam, inj. Furosemide 3

perut asites, aukultasi di abdomen terdapat amp/8jam, inj. Metronidazole 500

bising usus 16x/menit, mukosa bibir mg/8jam, prorenal 5 mg/3x.

kering dan terlihat menelan ludah terus Diagnosa keperawatan prioritas

menerus, balance cairan positif dengan yang ditegakan pada Ny. N yaitu

+1.326 cc/24 jam pada hari pertana, hipervolemia berhubungan dengan

tekanan darah meningkat 220/100 mmHg, gangguan mekanisme regulasi dibuktikan

turgor kulit terlihat jelek, CRT >3 detik. dengan pengisian kapiler >3 detik, Hb/Ht

Sebelum dilakukan tindakan dilakukan tururn, edema di abdomen dan intake lebih

terlebih dahulu pengukuran lembar VAS banyak dari output dan turgor kulit jelek
(D.0022). Sesuai dengan teori yang masalah keseimbangan cairan dapat

terdapat pada SDKI (2017) terdapat faktor teratasi dengan kriteria hasil dalam

yang berhubungan pada diagnosa pemantauan cairan terdiri dari memberikan

keperawatan hipervolemia. Masalah tindakan monitor tekanan darah, monitor

keperawatan ini harus segera ditangani jumlah,warna dan berat jenis urine,

supaya kelebihan volume cairan yang monitor intake dan output cairan

terjadi tidak memyebabkan sirkulasi (Pemberian Slimber Ice) sedangkan

berlebih, edema, hipertensi dan gagal manajemen hipervolemia (I.03114), yaitu

jantung kongestif (Herdman, 2015). batasi asupan cairan dan garam, ajarkan

Intervensi keperawatan pada studi cara membatasi cairan dan kolaborasi

kasus ini berfokus pada prioritas diagnosa pemberian diuretik, jika perlu.

kedua yaitu hipervolemia berhubungan Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil

dengan gangguan mekanisme regulasi. tersebut, intervensi yang dilakukan

Berdasarkan SLKI (2018) keseimbangan berdasarkan SIKI (2018) dengan

cairan (L.03020) dapat teratasi dengan manajemen hipervolemia (I.03114) dan

asupan cairan membaik (4), dehidrasi tindakan pemantauan cairan (I.03121).

menurun (5), tekanan darah membaik (5), Tindakan keperawatan

membran mukosa membaik (5), turgor dilaksanakan untuk mengatasi masalah

kulit membaik (5). Penelis menusun keperawatan berdasarkan rencana

rencana keperawatan berdasarkan SIKI intervensi yang sudah disusun.

(2018) yaitu manajemen hipervolemia Implementasi dilaksanakan pada Selasa,

(I.03114) dan tindakan pemantauan cairan 16 Febuari 2021 pukul 09.40 WIB

(I.03121), dengan menyusun rencana memonitor tekanan darah didapatkan data

keperawatan diharapkan setelah dilakukan subjektif : pasien mengatakan pusing, data

tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam objektif : Tekanan darah 220/110 mmHg.


Pukul 10.00 WIB memonitor jumlah, intensits haus dengan skala 8 (berat)

warna dan berat urine didapat data menjadi 4 (sedang), terpasang infus RL 18

subjektif : pasien mengatakan sulit BAK, tpm. pukul 14.00 WIB mengajarkan cara

data objekif : terpasang selang kateter membatasi cairan didapatkan data subjektif

dengan 500 cc/perhari, urine tampak : pasien bersedia melakukan pembatasan

kuning pucat, sedikit darah, ureum 80 cairan sesuai anjuran, data objektif : pasien

mg/dl dan creatinin 4,9 mg/dl. Pukul 11.45 tampak kooperatif.

WIB dengan membatasi asupan cairan Tindakan keperawatan pada hari

didapatkan data subjektif : perut terasa kedua Rabu, 17 Februari 2021 pukul 13.20

kembung, pasien melakukan diit rendah WIB , yaitu: dengan implemetasi

garam dan protein sesuai anjuran dari memonitor tekanan darah didapatkan data

dokter, data objektif : suara pekak subjektif : pasien mengatakan pusing

diabdomen, menghabisakan ½ porsi makan berkurang, data objektif : Tekanan darah

(6 sendok makan). Pukul 12.00 WIB 170/100 mmHg. Pukul 13.40 WIB dengan

dengan tindakan mengkolaborasikan memonitor jumlah, warna dan berat urine

pemberian diuretik didapatkan hasil didapat data subjektif : pasien mengatakan

dengan pemberian inj. Furosemide 3 BAK meningkat, data objekif : terpasang

amp/8 jam, inj. Meropenen 1 gr/8jam, inj. selang kateter dengan 500 cc/perhari, urine

Metronidazole 500 mg/8jam, prorenal 5 tampak kuning jernih, tidak ada darah,

mg/3x1. Pukul 13.00 WIB dengan ureum 62 mg/dl dan creatinin 4,5 mg/dl.

memonitor intake dan output didapatkan Pukul 14.45 WIB membatasi asupan

data subjektif : pasien merasa haus, cairan didapatkan data subjektif : perut

bersedia mengulum es batu, data objektif : terasa masih kembung, nafsu makan

mukosa bibir kering, turgor kulit jelek, bertambah, data objektif : suara pekak

skala lembar VAS untuk mengukuran diabdomen, menghabisakan 1 porsi makan


(12 sendok makan), GDS 165 mg/dl. garam dan protein sesuai anjuran dari

Pukul 16.00 WIB dengan memonitor dokter, data objektif : tidak tampak asites,

intake dan output didapatkan data subjektif menghabisakan 1 porsi makan (12 sendok

: pasien merasa haus, bersedia mengulum makan). Pukul 12.00 WIB

slimber ice, data objektif : mukosa bibir mengkolaborasikan pemberian diuretik

kedikit lembab, turgor kulit sedang, skala didapatkan hasil dengan pemberian inj.

lembar VAS untuk mengukur intensitas Furosemide 3 amp/8 jam, inj. Meropenen

haus dengan skala 7 (berat) menjdi 2 1 gr/8jam, inj. Metronidazole 500

(ringan), terpasang infus RL 18 tpm. mg/8jam, prorenal 5 mg/3x1. Pukul 13.00

Tindakan keperawatan pada hari WIB memonitor intake dan output

ketiga Kamis, 18 Februari 2021 pukul didapatkan data subjektif : pasien bersedia

10.15 WIB dengan implemetasi mengulum es batu, data objektif : mukosa

memonitor tekanan darah didapatkan data bibir lembab, turgor kulit baik, skala

subjektif : pasien sudah tidak pusing, data lembar VAS untuk mengukur intensitas

objektif : Tekanan darah 130/90 mmHg. haus dengan skala 6 (sedang) menjdi 2

Pukul 11.00 WIB memonitor jumlah, (ringan), terpasang infus RL 18 tpm.

warna dan berat urine didapat data Hasil evaluasi yang telah dilakukan

subjektif : pasien mengatakan sulit BAK, selama 3 hari berturut-turut. Pada hari

data objekif : terpasang selang kateter pertama Selasa, 16 Febuari 2021 jam 14.00

dengan 500 cc/perhari, urine tampak WIB, didapatkan hasil data subjektif

kuning keruh, tidak ada darah, ureum 48 dengan pasien mengeluh sulit BAK dan

mg/dl dan creatinin 4,2 mg/dl. Pukul 11.45 merasakan haus ingin minum, data objektif

WIB membatasi asupan cairan didapatkan yaitu Tekanan darah 220/110 mmHg, Nadi

data subjektif : perut sudah tidak terasa 90x/menit, Respiratory rate 28x/menit,

kembung, pasien melakukan diit rendah SPO2 80 %, CRT>3 detik, balance cairan
positif, ureum 80 mg/dl, creatini 4,8 mg/dl, pemberian slimber ice, kolaborasi

turgor kulit jelek. Dapat disimpulkan pemberian analgetik, jika perlu.

bahwa masalah hipervolemia belum Evaluasi pada hari ke tiga Kamis,


teratasi sehingga perlu dilanjutkan 18 Febuari 2021 jam 14.00 WIB,
intervensi monitor warna urine dan berat didapatkan data subjektif yaitu pasien
urine, monitor intake dan output cairan, dapat membatasi asupan cairan yang telah
membatasi asupan cairan dengan garam, diberikan oelh dokter dan perawatn, BAK
pemberian slimber ice, kolaborasi mengalami peningkatan, data objektif yaitu
pemberian diuretik, jika perlu. Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi
Evaluasi pada hari kedua Rabu, 17 80x/menit, Respiratory rate 20x/menit,
Febuari 2021 jam 20.00 WIB, didapatkan membran mukosa bibir lembab, terlihat
data subjektif yaitu BAK mengalami segar, turgor kulit baik, CRT >3 detik,
peningkatan, perut masih terasa kembung, skala lembar VAS untuk mengukur
data objektif didapatkan data Tekanan intensitas haus dalam 3 hari mengalami
darah 170/100 mmHg, 84 x/menit, penurunan setelah dilakukan pemberian
24x/menit, SPO2 94%, CRT >3 detik, slimber ice. Dapat disimpulkan bahwa
turgor kulit sedang, skala lembar VAS masalah keperawatan hipervolemia teratasi
untuk mengukur intensitas haus dengan sehingga intervensi dihentikan.
sebelum tindakan 7 (berat) dan setelah
Tabel 4.1 Evaluasi Menggunakan skala
tindakan 2 (ringan). Dapat disimpulkan
VAS untuk Mengukur Intensitas Haus
kembali jika masalah hipervolemia belum
pada Pasien CKD Sebelum dan Sesudah
teratasi sehingga perlu dilanjutkan
Dilakukan Tindakan Menghisap
intervensi monitor warna urine dan berat
Slimber Ice.
urine, monitor intake dan output cairan,
Visual Analog Scale (VAS) hari pertama
membatasi asupan cairan dengan garam,
sampai hari ketiga
Tindakan Hari Hari Hari CKD dengan dilakukan 5-10 menit selama

1 2 3 3 hari berturut-turut. Keefektifan tindakan

Menghisap Pre 8 7 6 ini ditunjukan dengan adanya penurunan

Slimber Ice Slimber skala VAS untuk mengukur intensitas haus


Ice
dari 8 (berat) sebelum dilakukan intervensi
Post 4 2 2
menjadi 2 (ringan) setelah dilakukan
Slimber
intervensi.
Ice

Berdasarkan data dan tabel diatas dapat Saran

disimpulkan adanya penurunan rasa haus a. Bagi Perawat

pada hari pertama sampai hari ketiga. Diharapkan penelitian ini dapat

Hasil studi kasus dilakukan di ruang menjadi reverensi tindakan

Teratai III RSUD Karanganyar diketahui keperawatan bagi perawat untuk

bahwa sesudah dilakukan intervensi dapat diaplikasikan pada pasien

keperawatan dengan menghisap slimber Chronic Kidney Disease (CKD)

ice selama 5-10 menit dalam 3 hari yang menjalani hemodialisa

berturut-turut. dengan gangguan kebutuhan

KESIMPULAN DAN SARAN cairan.

Kesimpulan b. Bagi Rumah Sakit

Pengelolaan asuhan keperawatan pada Diharapkan sebagai bahan

pasien CKD dalam pemenuhan kebutuhan masukan dan evaluasi yang

cairan dengan hasil studi kasus diperlukan dalam pelaksanaan

menunjukan bahwa pemberian menghisap praktik keperawatan dalam

slimber ice dengan instrumen mengunakan pemberian terapi mengulum

lembar VAS (Visual Anolog Scale) untuk slimber ice/es batu terhadap pasien

mengukur intensitas haus pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD)


dengan gangguan kebutuhan DAFTAR PUSTAKA

cairan. Aryzki, S. (2019). Pengukuran

c. Bagi Institusi Pendidikan Kualitas Hidup Pasien

Diharapkan dapat sebagai Hemodialisis Gagal Ginjal

informasi bagi institusi pendidikan Kronik Di RSUD Ulin

dalam pengembangan dan Banjarmasin Menggunakan

peningkatan pendidikan dimasa Instrumen EQ5D. Jurnal

yang akan datang. Ilmiah Ibnu Sina, 1(4), 210–

d. Bagi Penulis 224. diperoleh dari http://e-

Diharapkan dapat memberikan jurnal.stikes-

pengelolaan selanjutnya pada isfi.ac.id/index.php/JIIS/article

pasien dengan masalah /view/230diakses pada tanggal

keperawatan gangguan pemenuhan 27 Desember 2020.

kebutuhan cairan pada penderita Dasuki, D., & Basok, B. (2018).

CKD. Pengaruh Menghisap Slimber

e. Bagi pembaca Ice Terhadap Intensitas Rasa

Terapi pemberian Haus Pasien Gagal Ginjal

menghisap slimber ice sangat Kronik Yang Menjalani

dianjurkan untuk diaplikasikan Hemodialisa. Indonesian

pada pasien CKD yang sedang Journal for Health Sciences,

menjalani pembatasan asupan 2(2), 77. diperoleh dari

cairan untuk mengurangi rasa hus https://doi.org/10.24269/ijhs.v

yang berlebihan sehingga 2i2.1492 diakses pada tanggal

komplikasi dapat diminimalisir. 18 Desember 2020.


Firmansyah, M. R. (2020). Analisis PPNI. (2018). Standar Intervensi

Faktor-Faktor yang Keperawatan Indonesia (SIKI).

berhubungan dengan Jakarta : DPP PPNI.

Mekanisme Koping Pasien PPNI. (2019). Standar Luaran

Gagal Ginjal Kronik yang Keperawatan Indonesia

menjalani Hemodialisa. 12. (SLKI). Jakarta :DPP PPNI.

diperoleh dari Siahaan, J. V. (2019). Hubungan

http://jurnal.stikes-aisyiyah- Antar Adekuasi Hemodialisis

palembang.ac.id/index.php/Ke Dengan Kualitas Hidup Pasien

p/article/view/368 diakses Hemodialisis Di Unit HD

pada tanggal 14 Januari 2021 Rumah Sakit Umum Royal

Hermand, T. (2013). Diagnosis Prima Medan.Jurnal

Keperawatan Definisi dan Keperawatan Priority, 1(2),

Klasifikasi 2015-2017. Jakarta 16–27.

: EGC. WHO. (2018). Global Status

Nurhalimah. (2020). Asuhan Report on Noncommunicable

Keperawatan pada Pasien Disease. diperoleh dari

dengan Gangguan Sistem https://apps.who.int/iris/bitstre

Perkemihan. Yogyakarta : am/handle/10665/148114/9789

Pustaka Baru Prss. 241564854_eng.pdf\ diakses

PPNI. (2017). Standar Diagnosis pada tanggal 21 Desember

Keperawatan Indonesia 2021.

(SDKI). Jakarta : DPP PPNI. Kemenkes. (2018). Info

Datin“Situasi Penyakit Ginjal

Kronis". Jakarta : KANISIUS.

Anda mungkin juga menyukai