Disusun guna memenuhi tugas kelompok stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
Disusun Oleh :
LEMBAR PENGESAHAN
Telah disahkan “Laporan Tutorial pada Ny. M dengan Chronic Kidney Disease di
Ruang Hemodialisa RSUD Wonosari Kabupaten Gunung Kidul” guna memenuhi tugas
kelompok stase Keperawatan Medikal Bedah Program Studi Profesi Ners STIKes Surya
Global Yogyakarta tahun 2019.
Mengetahui,
KASUS
A. Problem
1. Data Subyektif
Pasien mengatakan merasakan sensasi mual. Munculnya mual tidak menentu, dengan
frekuensi 3-4x/hari.
Data Objektif
- Hb: 9,2 g/dl, trombosit 150.000, urea 139 mg/dL, kreatinin 12,1 mg/dL.
- Pasien mengatakan minum 6 gelas dan makan nasi enam centong dengan lauk ikan,
tahu dan sayur
2. Data Subjektif
- Pasien mengatakan tidak nyaman dan kaku pada kedua kaki.
- Pasien mengatakan BAK 150 cc/24 jam dan BAB 200 cc.
Data Objektif
- BB Kering : 51 kg, BB sekarang : 56 kg, BB HD yang lalu 53 kg.
- Terdapat edema perifer dan edema palpebra
- TD : 140/80 mmHg, suhu 37oC, nadi 83x/menit, RR: 22X/menit
B. Hypothesis
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan ditandai
dengan DS : pasien mengatakan tidak nyaman dan kaku pada kedua kaki, BAK 150
cc/24 jam. DO : Terdapat edema perifer dan edema palpebra, BB Kering : 51 kg, BB
sekarang : 56 kg, BB HD yang lalu 53 kg. TD : 140/80 mmHg, suhu 37 oC, nadi
83x/menit, RR: 22X/menit
2. Mual berhubungan dengan terpajang toxic (peningkatan ureum dan kreatinin)
ditandai dengan DS :Pasien mengatakan merasakan sensasi mual. Munculnya mual
tidak menentu, dengan frekuensi 3-4x/hari, DO : Hb: 9,2 g/dl, trombosit 150.000,
urea 139 mg/dL, kreatinin 12,1 mg/dL.
C. Mechanisme
D. More Info
1. Hemogl obin: 9,2 g/dL
2. Edema perifer pada kedua kaki dan edema palpebra pada kedua mata
3. Trombosit 150.000
4. Urea : 139 mg/dL
5. Kreatinin : 12,1 mg/dL.
6. TD : 140/80 mmHg, suhu 37oC, nadi 83x/menit, RR: 22X/menit
7. BAK 250 cc/24 jam dan BAB 200 cc
E. Don’t Know
1. Apa fungsi pemberian heparinisasi pada pasien yang menjalani hemodialisa ?
- Heparin sirkulsi digunakan untuk melapisi AVBL (arteri venous blood line) dan
dializer agar darah yang mengalir tidak menempel yang menyebabkan kurangnya
hemoglobin yang masuk kedalam tubuh pasien setelah di lakukan hemodialisa.
Heparin kontinyu digunakan untuk mencegah terjadinya koagulasi sewaktu darah
melewati ginjal buatan (Hallow Fiber) diperlukan heparinisasi (Atmodjo, 2011).
2. Bagaimana seharusnya pengaturan diit pada pasien CKD ?
- Untuk menghindari keadaan yang dapat memperburuk kondisi pasien penyakit
ginjal kronik akibat kelebihan cairan dan retensi natrium maka perlu dilakukan
pembatasan dan kontrol atau diet yang tepat terhadap jumlah asupan cairan dan
natrium. Kadar natrium yang dikomsumsi tidak lebih dari 2,3 gr natrium atau setara
dengan ½ sendok teh garam, mengukur jumlah cairan yang diperbolehkan kedalam
botol yang mempunyai sekalah ukur membagi cairan dengan jumlah yang sama
dalam waktu 24 jam (Harismanto dkk, 2015).
3. Apa yang menyebabkan pasien Ny. M mengalami edema palpebra dan edema
perifer ?
- Edema perifer pada pasien merupakan akibat dari penumpukan cairan karena
berkurangnya tekanan osmosis plasma dan retensi natrium dan air. Akibat peranan
dari gravitasi, cairan yang berlebih tersebut akan lebih menumpuk ditubuh bagian
perifer seperti kaki, sehingga edema perifer kan lebih cept terjadi dibanding gejala
kelebihan cairan lain (Sitifa dkk, 2018).
- Edema palpebra adalah peradangan yang menyebabkan penumpukan cairan di
sekitar mata. Kodisi ini dapat bersifat akut atau kronik. Penyebab edema palpebra
pada pasien CKD karena terjadi sendrom nefrotik dimana kondisini ini disebabkan
oleh masalah pada ginjal yang menyebabkan retensi cairan. Sindrom nefrotik
adalah kerusakan pada ginjal yang menyebabakan kadar protein di dalam urine
meningkat. Tingginya kadar protein tersebut disebabkan oleh kebocoran pada
bagian ginjal yang berfungsi menyaring darah (glomelurus). (Tidy, C. Patient,
2016)
4. Apa yang menyebabkan pasien Ny.M mengalami mual ?
- Peningkatan kadar ureum merupakan penyebab umum terjadinya kumpulan gejalah
yang disebut sindroma uremia pada pasien CKD, sindroma uremia terjadi karena
laju filtrasi glomelurus kurang dari 10ml/mnt/1,73m3, peningkatan kadar ureum
darah akibat gangguan fungsi eksresi ginjal menyebabkan gangguan pada
multisistem. Pada pasien LFG sebesar 30%, pasien mulai mengalami noturia,
badan lemah, mual, nafsu makan, dan penurunan berat badan. Pada LFG dibawah
30%, pasien memperlihatkan gejalah dan tanda uremia, seperti anemia, pruritus,
mual dan muntah (Suwitra, 2007 dalam Pantara, 2016).
5. Bagaimana klasifikasi penyakit CKD dan indikasi pasien yang perlu menjalani
hemodialisa ?
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m 2 dengan rumus
Kockroft -Gault sebagai berikut :
Menurut Suwitra, 2015, penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium
berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG), yaitu:
1. Stage 1: kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminari persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
2. Stage 2: Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
3. Stage 3: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
4. Stage 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
5. Stage 5 :kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
Terminal
Menurut Suwirta, 2015 Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT
(Clearance Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin (ml/menit) = (( 140-umur ) x berat badan ( kg ))
( 72 x creatinin serum )
Pada wanita biasanya dikalikan 0,85
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah.
Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran “arterial”,
keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang
belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum “arterial”
diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau tandur untuk
memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di klep selalu
disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah
yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal salin yang diklem
dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan
darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada
keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin
dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang
digunakan.
F. Learning Issues
1. Mengetahui tentang prosedur pelaksanaan hemodialisa.
2. Memahami pengertian, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, komplikasi dan
penatalaksanaan pasien cronic kidney disease.
3. Mengetahui masalah – masalah dan intervensi keperawatan yang berhubungan dengan
pasien cronic kidney disease.
G. Problem Solving
Bulechek, Gloria,. Et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) Sixth Edition.
United States of America. Elsevier
Harismanto, dkk. 2015. Pelaksanaan Pembatasan Asupan Cairan dan Natrium pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa di RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu. Jurnal Ilmiah. Bengkulu. Universitas Muhammadiyah Bengkulu.
Herdman, H.T. 2017. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020 Edisi 11
Jakarta. EGC
Moorhead, Sue,. Et al . 2013. Nursing Outcome Classification (NOC) Measurment of Health
Outcomes Fifth Edition. United States of America. Elsevier
Pantara, Puguh Dadi Dwi. 2016. Hubungan antara Kadar Ureum dengan Kadar Hemoglobin
pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di RSUD dr. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
Skripsi. Purwokerto. Universitas Muhammadiyah Puwokerto.
Sitifa Aisara, dkk. 2018. Gambaran Kliis Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani
Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas Padang. Diakses dari http://jurnal.fk.unand.ac.id
Suyono, Slamet. (2011). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI
Atmojo, Suhardi Darmo.
Suwitra, Ketut. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi VI.Jakarta: Interna
Publishing.
Tidy, C. Patient (2016). Nephrotic Syndrome. https://www.alodokter.com/sindrom-nefrotik
di askses pada 26 oktober 2019 (20:00).