Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN TUTORIAL PADA NY.

M DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE


DI RUANG HEMODIALISA RSUD WONOSARI
KABUPATEN GUNUNG KIDUL

Disusun guna memenuhi tugas kelompok stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)

Disusun Oleh :

Fadila Rachman Laisouw 24.19.1307

Ari Widia Ningsih 24.19.1308

Suci Kartika Sari 24.19.1309

Ziyanah Binti Saroha 24.19.1316

Fikrotul Ulya Nur A. 24.19.1315

Afrianti Pakalessy 24.18.1233

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXIV


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
2019
PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN
XXIV
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL YOGYAKARTA

LEMBAR PENGESAHAN

Telah disahkan “Laporan Tutorial pada Ny. M dengan Chronic Kidney Disease di
Ruang Hemodialisa RSUD Wonosari Kabupaten Gunung Kidul” guna memenuhi tugas
kelompok stase Keperawatan Medikal Bedah Program Studi Profesi Ners STIKes Surya
Global Yogyakarta tahun 2019.

Wonosari, Oktober 2019

Disusun Oleh : Fadila Rachman Laisouw 24.19.1307

Ari Widia Ningsih 24.19.1308

Suci Kartika Sari 24.19.1309

Ziyanah Binti Saroha 24.19.1316

Fikrotul Ulya Nur A. 24.19.1315

Afrianti Pakalessy 24.18.1233

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Ns., Muskhab E. Riyadi., S.Kep., M.Kep.) (Tri Nuryani, AMK.)


LAPORAN KASUS TUTORIAL

KASUS

Ny. M berusia 49 tahun dengan cronic kidney disease stage V Pasien


mempunyai riwayat tekanan darah tinggi dan diabetes melitus. Datang ke ruang
hemodialisa untuk menjalani hemodialisa rutin satu minggu dua kali yang telah
dilakukannya selama dua tahun. Pasien mengatakan merasa mual. Mual yang
dialami pasien tidak menentu, dengan frekuensi 3-4 x/hari. Pasien mengatakan
merasa tidak nyaman dan kaku pada kedua kaki. Selama 24 jam pasien mengatakan
minum 6 gelas dan makan nasi enam centong dengan lauk ikan, tahu dan sayur.
Pasien mengatakan dalam 24 jam BAK 150 cc. Saat dilakukan pemeriksaan fisik
terdapat edema perifer dan edema palpebra. BB kering pasien: 51 kg, BB sekarang
56 kg dan BB HD yang lalu 53 kg. Sarana hubungan sirkulasi selama HD melalui av
fistula/av shunt, UF goal pada HD kali ini ditetapkan 3000 ml dengan Qb: 180
ml/mnt dan Qd: 500 ml/mnt. Selama 4,5 jam pelaksanaan HD tekanan darah pasien
140/80 mmHg, suhu 37 0C, nadi 83x/menit, RR: 21x/menit. golongan darah pasien
O. kemudian diberikan heparinisasi dengan dosis sirkulasi 2000 iu dan heparinisasi
maintenance dosis kontinyu 2000 iu/jam. Selama pelaksanaan HD pasien tidak ada
keluhan.

Hasil pemeriksaan laboratorium pasien didapatkan Hb: 9,2 g/dl, trombosit


150.000, urea 139 mg/dL, kreatinin 12,1 mg/dL. Berikut ini adalah terapi obat yang
diberikan pada pasien tanggal 15 Oktober 2019:

No Nama Obat Dosis Cara pemberian Indikasi


1 Amlodipin 10 mg Oral Anti hipertensi
2 Epodion 2000/iu Subcutan Mengandung ertripointin
merangsang sumsum
tulang membentuk Hb
Nama Pasien : Ny. M No. RM :

Usia : 49 Tahun Dx. Medis : Chronic Kidney Disease

A. Problem
1. Data Subyektif
Pasien mengatakan merasakan sensasi mual. Munculnya mual tidak menentu, dengan
frekuensi 3-4x/hari.
Data Objektif
- Hb: 9,2 g/dl, trombosit 150.000, urea 139 mg/dL, kreatinin 12,1 mg/dL.
- Pasien mengatakan minum 6 gelas dan makan nasi enam centong dengan lauk ikan,
tahu dan sayur
2. Data Subjektif
- Pasien mengatakan tidak nyaman dan kaku pada kedua kaki.
- Pasien mengatakan BAK 150 cc/24 jam dan BAB 200 cc.
Data Objektif
- BB Kering : 51 kg, BB sekarang : 56 kg, BB HD yang lalu 53 kg.
- Terdapat edema perifer dan edema palpebra
- TD : 140/80 mmHg, suhu 37oC, nadi 83x/menit, RR: 22X/menit

B. Hypothesis
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan ditandai
dengan DS : pasien mengatakan tidak nyaman dan kaku pada kedua kaki, BAK 150
cc/24 jam. DO : Terdapat edema perifer dan edema palpebra, BB Kering : 51 kg, BB
sekarang : 56 kg, BB HD yang lalu 53 kg. TD : 140/80 mmHg, suhu 37 oC, nadi
83x/menit, RR: 22X/menit
2. Mual berhubungan dengan terpajang toxic (peningkatan ureum dan kreatinin)
ditandai dengan DS :Pasien mengatakan merasakan sensasi mual. Munculnya mual
tidak menentu, dengan frekuensi 3-4x/hari, DO : Hb: 9,2 g/dl, trombosit 150.000,
urea 139 mg/dL, kreatinin 12,1 mg/dL.
C. Mechanisme
D. More Info
1. Hemogl obin: 9,2 g/dL
2. Edema perifer pada kedua kaki dan edema palpebra pada kedua mata
3. Trombosit 150.000
4. Urea : 139 mg/dL
5. Kreatinin : 12,1 mg/dL.
6. TD : 140/80 mmHg, suhu 37oC, nadi 83x/menit, RR: 22X/menit
7. BAK 250 cc/24 jam dan BAB 200 cc

E. Don’t Know
1. Apa fungsi pemberian heparinisasi pada pasien yang menjalani hemodialisa ?
- Heparin sirkulsi digunakan untuk melapisi AVBL (arteri venous blood line) dan
dializer agar darah yang mengalir tidak menempel yang menyebabkan kurangnya
hemoglobin yang masuk kedalam tubuh pasien setelah di lakukan hemodialisa.
Heparin kontinyu digunakan untuk mencegah terjadinya koagulasi sewaktu darah
melewati ginjal buatan (Hallow Fiber) diperlukan heparinisasi (Atmodjo, 2011).
2. Bagaimana seharusnya pengaturan diit pada pasien CKD ?
- Untuk menghindari keadaan yang dapat memperburuk kondisi pasien penyakit
ginjal kronik akibat kelebihan cairan dan retensi natrium maka perlu dilakukan
pembatasan dan kontrol atau diet yang tepat terhadap jumlah asupan cairan dan
natrium. Kadar natrium yang dikomsumsi tidak lebih dari 2,3 gr natrium atau setara
dengan ½ sendok teh garam, mengukur jumlah cairan yang diperbolehkan kedalam
botol yang mempunyai sekalah ukur membagi cairan dengan jumlah yang sama
dalam waktu 24 jam (Harismanto dkk, 2015).
3. Apa yang menyebabkan pasien Ny. M mengalami edema palpebra dan edema
perifer ?
- Edema perifer pada pasien merupakan akibat dari penumpukan cairan karena
berkurangnya tekanan osmosis plasma dan retensi natrium dan air. Akibat peranan
dari gravitasi, cairan yang berlebih tersebut akan lebih menumpuk ditubuh bagian
perifer seperti kaki, sehingga edema perifer kan lebih cept terjadi dibanding gejala
kelebihan cairan lain (Sitifa dkk, 2018).
- Edema palpebra adalah peradangan yang menyebabkan penumpukan cairan di
sekitar mata. Kodisi ini dapat bersifat akut atau kronik. Penyebab edema palpebra
pada pasien CKD karena terjadi sendrom nefrotik dimana kondisini ini disebabkan
oleh masalah pada ginjal yang menyebabkan retensi cairan. Sindrom nefrotik
adalah kerusakan pada ginjal yang menyebabakan kadar protein di dalam urine
meningkat. Tingginya kadar protein tersebut disebabkan oleh kebocoran pada
bagian ginjal yang berfungsi menyaring darah (glomelurus). (Tidy, C. Patient,
2016)
4. Apa yang menyebabkan pasien Ny.M mengalami mual ?
- Peningkatan kadar ureum merupakan penyebab umum terjadinya kumpulan gejalah
yang disebut sindroma uremia pada pasien CKD, sindroma uremia terjadi karena
laju filtrasi glomelurus kurang dari 10ml/mnt/1,73m3, peningkatan kadar ureum
darah akibat gangguan fungsi eksresi ginjal menyebabkan gangguan pada
multisistem. Pada pasien LFG sebesar 30%, pasien mulai mengalami noturia,
badan lemah, mual, nafsu makan, dan penurunan berat badan. Pada LFG dibawah
30%, pasien memperlihatkan gejalah dan tanda uremia, seperti anemia, pruritus,
mual dan muntah (Suwitra, 2007 dalam Pantara, 2016).
5. Bagaimana klasifikasi penyakit CKD dan indikasi pasien yang perlu menjalani
hemodialisa ?
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m 2 dengan rumus
Kockroft -Gault sebagai berikut :

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)


Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
1 ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau
3 30-59
sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialysis
Sumber : Suwitra, 2015.

Menurut Suwitra, 2015, penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium 
berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG), yaitu:
1. Stage 1: kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminari persisten dan LFG 
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
2. Stage 2: Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG 
antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
3. Stage 3: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
4.  Stage 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
5. Stage 5 :kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
Terminal
Menurut Suwirta, 2015 Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT
(Clearance Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus : 
Clearance creatinin (ml/menit) = (( 140-umur ) x berat badan ( kg )) 
                                                                      ( 72 x creatinin  serum )
Pada wanita biasanya dikalikan 0,85

6. Mengapa pasien CKD memiliki kadar hemoglobin yang rendah?


- Mekanisme terjadinya anemia pada pasien CKD disebabkan karena difesiensi
eritropointin, supresi proses eritropoesis di sumsum tulang dan pemendekan umur
hidup eritrosit. Anemia pada pasien CKD disebabkan karena kadar ureum yang
tinggi dan defisiensi zat besi. Sel-sel darah mrah yang dibentuk di sumsum tulang
berasal dari pluripotnt stemcel . Hormon eritropointin dibentuk oleh sel fibroblast
yang sfesipik pada jaringan intertisium tubulus froksimal ginjal sebagai respon
eritropoisis terhadap hipoksia tidak efektif sehingga terjadi enemia (antara, 2016).
- Anemia akibat uremia dapat terjadi melalui mekanisme supresi sum-sum tulang.
Supresi sumsum tulang terjadi akibat uremik toksin karena tingginya kadar ureum
dalam darah. Zat toksik akan menyebabkan inhibisi dari Coloni Porming Unit
Granulo Ecete Erietrid Macrophagemegakariocyte (CPO GEMM). Racun ini juga
akn menghambat kerja growth factor eritroid coloni unit. Kedua hal ini akan
menyebabkan penurunan proses eritropoesis sehingga terjadi anemia (PIT IPD,
2010).
7. Berdasarkan apa diagnosa CKD ditegakkan?
Menurut Suyono (2011), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan
cara sebagai berikut:
a. Pemeriksaan laboratoriumMenentukan derajat kegawatan CKD, menentukan
gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi.
b. Volume urine: Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria) terjadi dalam
(24 jam – 48) jam setelah ginjal rusak.
c. Warna Urine: Kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah.
d. Berat jenis urine: Kurang dari l,015 menunjukan penyakit ginjal contoh:
glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan memekatkan:
menetap pada l,0l5 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
e. pH: Lebih besar dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal dan rasio
urine/serum saring (1 : 1).
f. Klirens kreatinin: Peningkatan kreatinin serum menunjukan kerusakan ginjal.
g. Natrium: Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/lt bila ginjal tidak
mampu mengabsorpsi natrium.
h. Bikarbonat: Meningkat bila ada asidosis metabolik.
i. Protein: Proteinuria derajat tinggi (+3 – +4 ) sangat menunjukkan kerusakan
glomerulus bila Sel darah merah dan warna Sel darah merah tambahan juga ada.
Protein derajat rendah (+1 – +2 ) dan dapat menunjukan infeksi atau nefritis
intertisial.
j. Warna tambahan: Biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi tambahan warna
merah diduga nefritis glomerulus.
k. Pemeriksaan darah menunjukan :
- Hemoglobin: Menurun pada anemia.
- Sel darah merah: Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan /
penurunan hidup.
- pH: Asidosis metabolik
- Kreatinin: Biasanya meningkat pada proporsi rasio (l0:1).
- Osmolalitas: Lebih besar dari 28,5 m Osm/ kg, sering sama dengan urine .
- Kalium: Meningkat sehubungan dengan retensi urine dengan perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
- Natrium: Biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi.
- pH, Kalium & bikarbonat: Menurun.
- Klorida fosfat & Magnesium: Meningkat.
- Protein: Penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein
melalui urine, perpindahan cairan penurunan pemasukan dan penurunan
sintesis karena kekurangan asam amino esensial.
l. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui
beberapa pembesaran ginjal.
m. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia dan gangguan elektrolit.
8. Bagaimana proses pelaksanaan terapi hemodialisa dan apa saja peralatan yang
digunakan?
a. Pra prosedur
Perawat mengevaluasi keseimbangan cairan sebelum dialisis sehingga
tindakan korektif dapat dilakukan pada permulaan prosedur. Kemudian melakuakn
pemeriksaan tekanan darah, nadi, asupan dan haluaran, turgor kulit, gejala – gejala
lain yang menganggu dan berat badan. Kemudian juga mempersiapkan segala
peralatan untuk siap digunakan (telah selesai dilakukan priming dan sirkulasi).
Perlu diketahui berat badan kering pasien/berat badan idealyang digunakan untuk
menunjukkan saat berat badan dan volume cairan berada dalam kisaran normal
untuk seorang pasien yang tidak menunjukkan gejala ketidakseimbangan cairan.
Ini menjadi panduan untuk menentukan ultrafiltrasi atau pembuangan/penggantian
cairan. Gambaran tersebut tidak mutlak sifatnya dan membutuhkan tinjauan ulang
dan revisi sering, khusunya pada pasien yang mendapatkan dialisis dan pasien
yang mengalami perubahan berat badan.
b. Prosedur
Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa
keamanan peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke
system sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur
arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang
besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV.
Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna,
atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan
institusi.

Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah.
Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran “arterial”,
keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang
belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum “arterial”
diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau tandur untuk
memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di klep selalu
disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah
yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal salin yang diklem
dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan
darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada
keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin
dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang
digunakan.

Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke


dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat
sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang
mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi
seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan melalui port
obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan
ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau
selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan
mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas
sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam
perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk
membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan
dialysis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan
wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.

F. Learning Issues
1. Mengetahui tentang prosedur pelaksanaan hemodialisa.
2. Memahami pengertian, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, komplikasi dan
penatalaksanaan pasien cronic kidney disease.
3. Mengetahui masalah – masalah dan intervensi keperawatan yang berhubungan dengan
pasien cronic kidney disease.
G. Problem Solving

No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan


Nursing Outcome Nursing Intervention
1. Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen cairan (2080) :
b.d kelebihan asupan 1 x 4 jam diharapkan kelebihan volume cairan a. Kaji status cairan ; timbang berat
cairan dapat teratasi dengan kriteria hasil: badan,keseimbangan masukan dan
Keseimbangan cairan (0601) : haluaran, turgor kulit dan adanya edema
b. Identifikasi sumber potensial cairan
a. Edema perifer pasien dari (3) sedang menjadi
c. Batasi masukan cairan
ringan (4)
d. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional
b. Keseimbangan intake dan output pasien
pembatasan cairan
dalam 24 jam dari (4) terganggu menjadi
e. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
tidak teganggu (5)
Terapi Hemodialisa (2100)
c. Berat badan pasien stabil dari (4) sedikit
terganggu menjadi tidak terganggu (5) a. Ambil sampel darah dan meninjau kimia
darah (misalnya BUN, kreatinin, natrium,
pottasium, tingkat phospor) sebelum
perawatan untuk mengevaluasi respon thdp
terapi.

b. Rekam tanda vital: berat badan, denyut


nadi, pernapasan, dan tekanan darah untuk
mengevaluasi respon terhadap terapi.
c. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk
menghilangkan jumlah yang tepat dari
cairan berlebih di tubuh klien.
d. Bekerja secara kolaboratif dengan pasien
untuk menyesuaikan panjang dialisis,
peraturan diet, keterbatasan cairan dan
obatobatan untuk mengatur cairan dan
elektrolit pergeseran antara pengobatan.
2. Mual b.d terpajan toxic Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Managemen mual (1450)
(peningkatan kadar ureum 1 x 4 jam diharapkan mual dapat teratasi dengan a. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
dan kreatinin) kriteria hasil: menyebabkan mual
Kontrol mual (1618) b. Anjurkan pasien untuk menghindari penyebab
a. Mengenali penyebab mual dan personal yang dapat memperparah mual (mis:
mendeskripsikan penyebab mual dari (3) cemas, gelisah, takut dan kelelahan)
kadang-kadang ditunjukan menjadi (4) c. Berikan informasi tentang penyebab dan onset
sering ditunjukan mual
b. Mengenali onset mual dari (2) jarang d. Ajarkan pasien menggunakan tehnik non
ditunjukan menjadi (3) kadang-kadang farmakologi (relaksasi dan terapi
ditunjukan mendengarkan music atau sejenisnya)
c. Melaporkan mual, muntah-muntah, dan
muntah yang terkontrol dari (3) kadang-
kadang ditunjukan menjadi (4) sering
ditunjukan
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria,. Et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) Sixth Edition.
United States of America. Elsevier
Harismanto, dkk. 2015. Pelaksanaan Pembatasan Asupan Cairan dan Natrium pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa di RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu. Jurnal Ilmiah. Bengkulu. Universitas Muhammadiyah Bengkulu.
Herdman, H.T. 2017. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020 Edisi 11
Jakarta. EGC
Moorhead, Sue,. Et al . 2013. Nursing Outcome Classification (NOC) Measurment of Health
Outcomes Fifth Edition. United States of America. Elsevier
Pantara, Puguh Dadi Dwi. 2016. Hubungan antara Kadar Ureum dengan Kadar Hemoglobin
pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di RSUD dr. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
Skripsi. Purwokerto. Universitas Muhammadiyah Puwokerto.
Sitifa Aisara, dkk. 2018. Gambaran Kliis Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani
Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas Padang. Diakses dari http://jurnal.fk.unand.ac.id
Suyono, Slamet. (2011). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI
Atmojo, Suhardi Darmo.
Suwitra, Ketut. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi VI.Jakarta: Interna
Publishing.
Tidy, C. Patient (2016). Nephrotic Syndrome. https://www.alodokter.com/sindrom-nefrotik
di askses pada 26 oktober 2019 (20:00).

Anda mungkin juga menyukai