arsiwidiandari@lecturer.undip.ac.id
Abstrak
Penelitian terkait mitigasi bencana masih menjadi topik yang menarik untuk dibahas. Terlebih, kondisi Jepang
yang juga sebagai negara rawan bencana. Fo kus penelitian ini adalah untuk membahas penanaman edukasi
mitigasi bencana dan bagaimana implementasinya pada masyarakat Jepang. Penelitian ini menggunakan metode
kepustakaan karena dirasa paling tepat dan memungkinkan karena adanya keterbatasan ruang. Dengan
mengambil data-data dari laporan resmi yang diterbitkan oleh pemerintah Jepang sebagai data sekunder, artikel
penelitian ini akan mencoba mendiskusikan efektivitas dari pendidikan kebencanaan yang dilakukan oleh
masyarakat Jepang. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat beberapa kunci sukses dari keberhasilan edukasi
mitigasi bencana yang dilakukan Jepang, di antaranya adalah peran fasilitator pendidik, peran pemerintah baik
pusat maupun lokal, eksistensi organisasi tanggap bencana dan kerjasama masy arakat secara menyeluruh.
Tulisan ini diharapkan dapat melengkapi penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terkait pengetahuan
kebencanaan. Dengan demikian, diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya kepada Indonesia yang juga
merupakan negara yang cukup sering dilanda bencana alam.
Kata kunci : Bencana alam; Managemen Kebencanaan; Gempa bumi; Masyarakat Jepang
Abstract
Disaster Mitigation Education in Japanese Society
Research related to disaster mitigation still become an interesting topic to discuss. Moreover, Japan is also a
disaster-prone country. The focus of this research is to discuss the cultivation of disaster mitigation education and
how it is implemented in Japanese society. This study uses the literature meth od because it is considered the most
appropriate and possible due to limited space. By taking data from official reports published by the Japanese
government as secondary data, this research article will try to discuss the effectiveness of disaster education
carried out by Japanese society. This study found that there are several keys to the success of disaster mitigation
education carried out by Japan, including the role of educational facilitators, the role of central and local
government, the existence of disaster response organizations and community cooperation as a whole. This paper
is expected to complement previous research related to disaster knowledge. Thus, it is hoped that it can provide
benefits especially to Indonesia, which is also a country that is quite often hit by natural disasters.
menimbulkan kerusakan yang cukup besar Nuklir di Fukushima. Hingga saat ini,
dan menewaskan lebih dari 100.000 jiwa. beberapa wilayah terdampak masih tidak
Gempa bumi ini menghancurkan wilayah dihuni penduduk, karena adanya
Tokyo dan Yokohama. khawatiran sisa-sisa kebocoran nuklir.
Selain tiga gempa yang telah disebutkan
sebelumnya, terdapat gempa-gempa
lainnya yang juga memberikan dampak
kerusakan di wilayah terdampak bencana.
Dengan demikian, dapat kita lihat bahwa
Jepang cukup akrab dengan bencana gempa
bumi. Cukup tingginya intensitas gempa
bumi yang mengguncang Jepang, membuat
Gambar 1. Situasi Gempa Kanto Jepang perlu menaruh perhatian yang lebih
terhadap beberapa langkah dan upaya
Setelah Gempa besar Kanto, gempa bumi
dalam mengurangi resiko kerusakan
berikutnya yang mengguncang Jepang
ataupun pada saat dan setelah terjadinya
adalah Gempa Besar Hanshin-Awaji atau
bencana.
lebih dikenal dengan Gempa Kobe, pada
tahun 1995. Gempa Besar Hanshin-Awaji Sebagai negara yang cukup sering dilanda
kemudian menjadi titik refleksi terkait bencana alam, Jepang cukup menjadi
penanganan pencegahan dan pengurangan sorotan terkait penanganan dan usaha
resiko bencana menjadi lebih serius. Dalam pembangunan kembali pasca bencana, tidak
dokumen resmi Fire System Service in hanya dari segi infrastuktur tetapi juga
Japan, pasca gempa Hanshin-Awaji, usaha membentuk pola pikir masyarakat
dibentuk organisasi Fire Service, sebagai menjadi masyarakat tanggap bencana.
respon serius dari pemerintah Jepang terkait Penelitian terkait lingkungan, dan
usaha penurunan resiko bencana dan pengetahuan tentang kebencanaan masih
membentuk masyarakat yang tanggap menjadi topik yang sangat menarik untuk
bencana. dibahas dan didiskusikan.
Penelitian Bajek et.,al (2008) fokus pada
peran komunitas masyarakat serta
partisipasinya yang dibentuk dalam wadah
Jishu-Bosai-Soshiki. Komunitas tersebut
memiliki peran dalam beberapa kegiatan
pengurangan resiko bencana yang
dilaksanakan di lingkungan tempat tinggal.
Dalam penelitian tersebut juga dijabarkan
bahwa Jishu-Bosai-Soshiki mendapatkan
Gambar 2. Gempa Hanshin-Awaji 1995 dukungan dari Chounaikai ( organisasi di
Selanjutnya, pada tahun 2011 dunia tingkat masyarakat lokal ).
dikejutkan dengan berita gempa bumi dan Penelitian selanjutnya dilakukan oleh
tsunami yang melanda Jepang khususnya di Mimaki et.,al (2009), yang juga
wilayah Fukushima. Tercatat, kurang lebih mengangkat tentang organisasi nirlaba
20.000 jiwa meninggal dunia dan beberapa tanggap bencana ( Voluntary Disaster
tercatat hilang terseret tsunami. Higashi Preparedness Organization ) yang mulai
Nihon Daishinsai, atau Gempa Besar digalakkan pasca Gempa Kobe. Fokus
Jepang Timur tersebut tidak hanya merusak penelitian Mimaki adalah implementasi
fasilitas umum akan tetapi memicu bencara organisasi tersebut saat dilakukan di
lain yang diakibatkan oleh bocornya reaktor
mayoritas disebabkan oleh bencana alam dari sekolah, sektor swasta, lingkungan
gempa bumi ( Cabinet Office: 2). tempat tinggal dan lain sebagainya. Jenis
latihan yang dilaksanakan di antaranya
Pasca Perang Dunia II, Jepang dilanda adalah latihan menghadapi bencana
bencana alam, yakni angin topan Ise-wan kebakaran. Pada latihan ini, peserta
yang melanda kota Nagoya pada tahun 1959. pelatihan akan mendapatkan pengetahuan
Dengan adanya kesadaran negara untuk dan mempraktekkan sikap dan tindakan
melindungi seluruh penduduk dan hal-hal yang harus dilakukan pada saat terjadi
yang termasuk di dalam sebuah negara, kebakaran, juga biasanya akan dilakukan
maka pada tahun 1961, pemerintah Jepang pelatihan memadamkan api dengan
mengesahkan Undang-undang menggunakan alat pemadam kebakaran.
Penanggulangan Bencana Tahun 1961 Selain itu, dilakukan praktek pertolongan
( Disaster Countermeasures Basic Act pertama pada korban bencana alam,
1961 ) yang memfokuskan pada tindakan pengenalan pada makanan darurat yang
dasar penanganan bencana ( Cabinet dibutuhkan apabila seseorang berada dalam
Office : 5 ). situasi pasca bencana ( MLIT, 2014 ).
Penanaman kesadaran terhadap situasi
Tentunya, tindakan pencegahan terhadap
bencana alam merupakan salah satu proses resiko yang ditimbulkan dari bencana alam
dari mitigasi bencana. Menurut Subiyantoro, membutuhkan kerjasama dari berbagai
mitigasi bencana sesungguhnya berkaitan pihak, mulai dari instansi terkait hingga
dengan siklus penanggulangan bencana
masuk ke lini masyarakat. Salah satu
berupa upaya penanganan sebelum organisasi yang memiliki peran cukup
terjadinya bencana (2010:45). Dalam
penting untuk menciptakan masyarakat
masyarakat Jepang, aktivitas terkait yang siap terhadap bencana adalah FDMA
mitigasi umumnya disebut dengan Bousai,
( Fire and Disaster Management Agency )
yang memiliki arti tindakan pencegahan yang saat ini berada di bawah Ministry of
dan pengurangan resiko yang ditimbulkan
Internal Affair and Communication. Secara
dari bencana umum FDMA merupakan organisasi yang
Di Jepang, penanaman kesadaran akan diciptakan sebagai dukungan dan
kesigapan terhadap bencana alam ditandai diharapkan dapat bertindak cepat saat
dengan diperingatinya Bousai no Hi yang terjadi bencana alam seperti gempa, longsor
jatuh setiap tanggal 1 september. Sejak dan lain sebagainya. Dalam rangka
tahun 1982, peringatan Bousai no Hi membangun wilayah yang aman dan
merupakan kegiatan yang berlangsung nyaman, FDMA bekerja secara rasional,
selama satu pekan. Umumnya selama satu sistematis, terencana dan terorganisasi.
pekan, yakni sejak tanggal 30 Agustus Dalam rangka melaksanakan tugasnya
sampai dengan 5 September, yang FDMA melibatkan institusi pemerintah,
kemudian dikenal dengan Bousai Shuukan swasta dan pendidikan untuk menyiapkan
atau Pekan Pencegahan Bencana. masyarakat Jepang dalam menghadapi
gempa bumi dan bencana lainnya.
Dalam laporan yang diterbitkan oleh
Ministry of Land, Infrastructure, Transport FDMA memiliki tugas utama di antaranya
and Tourism pada tahun 2014 diketahui 1). Merencanakan dan merumuskan sistem
bahwa selama satu pekan tersebut kebakaran secara menyeluruh, 2).
dilaksanakan berbagai aktivitas sebagai Pelayanan dan dukungan dalam
bentuk penanaman edukasi dan kesadaran memperkuat unit kebakaran, 3). Penelitian
penduduk terhadap kesigapan bencana. tentang ilmu dan teknologi terkait
pemadaman kebakaran, 4). Pelatihan untuk
Pelaksanaan pelatihan menghadapi bencana personel pemadam kebakaran dan petugas
dilaksanakan oleh berbagai pihak, mulai di korps relawan, 5). Sosialisasi terkait
layanan unit kebakaran, 6). Bantuan dan Pelaksanaan latihan dalam menghadapi
tindak cepat pada saat kondisi darurat, 7). bencana di lingkungan masyarakat Jepang
Merencanakan, merumuskan dan dikenal dengan istilah jishu bosai soshiki
berkoordinasi terkait tindakan pencegahan atau umumnya disingkat dengan Jishubou.
bencana dengan pemerintah lokal ( Kaigai Bajek et.,al (2007) mendefinisikan
Shobo Joho Senta, 2015: 7 ). Jishubou adalah organisasi kemasyarakatan
sebagai usaha tindak pencegahan dan
Dengan melihat tugas utama FDMA yang penanggulangan bencana. Bajek
telah dijabarkan sebelumnya, dapat kita menambahkan bahwa konsep Jishubou
lihat bahwa tugas utama tersebut terbagi merupakan khas Jepang yang tidak
menjadi dua, yakni sebelum dan setelah ditemukan di negara lain. Dalam
terjadinya bencana. Tindakan yang penelitiannya, Bajek membandingkan
dilakukan sebelum bencana terjadi, lebih komunitas tanggap bencana yang ada di
diarahkan ke dalam tindakan yang bersifat Jepang dengan negara-negara di Eropa.
edukasi seperti kampanye tentang Keberadaan Jishubou tidak dapat lepas dari
keselamatan, pelatihan evakuasi saat terjadi adanya chounaikai ( perkumpulan warga
bencana atau menyebarkan poster yang yang tinggal di suatu tempat ).
berkaitan dengan hal-hal yang harus
dilakukan saat terjadi bencana. Sedangkan Meskipun keanggotaan Jishubou bersifat
tindakan setelah bencana lebih diarahkan sukarela, kontribusi yang diberikan sangat
pada inspeksi lokasi kejadian dan lain penting dalam membentuk masyarakat
sebagainya. tanggap bencana. Pasca bencana gempa
Hanshin-Awaji, didapati pelajaran penting
terkait keterlibatan masyarakat dalam
3.2. Keterlibatan Masyarakat menciptakan masyarakat tanggap bencana.
Dalam sebuah liputan yang dimuat dalam
Penanganan terhadap bencana tentunya harian elektronik Kompas, disebutkan
tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada bahwa salah satu pelajaran penting yang
organisasi atau instansi terkait, akan tetapi dapat dipetik pasca Gempa Hanshin-Awaji
dibutuhkan juga kerjasama yang adalah informasi terkait resiko gempa,
melibatkan berbagai pihak, mulai dari sikap siap, dan praktek saling membantu
instansi terkait hingga ke lapisan pada saat bencana terjadi. Hal tersebut juga
masyarakat. Seperti yang tertuang dalam didukung dengan pernyataan pada
salah satu tugas utama FDMA, terdapat penelitian Bajek et.,al (2007:284) yang
poin penting tentang adanya kerjasama menyatakan bahwa eksistensi Jishubou
dengan pemerintah lokal. FDMA turut mengalami peningkatan pasca Gempa
bekerjasama dengan beberapa asosiasi Hanshin-Awaji 1995, seiring dengan
relawan bencana yang tersebar di seluruh meningkatnya kesadaran masyarakat
Jepang. Para relawan ini tidak hanya Jepang dalam menciptakan masyarakat
bergerak dan bekerjasama dengan FDMA tanggap bencana.
pada saat terjadinya bencana, tetapi juga
pada tindakan pencegahan. 3.3. Implementasi Edukasi Mitigasi
Bencana
Untuk lebih mengoptimalkan pencapaian,
dibentuklah kelompok-kelompok kecil Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya,
yang tersebar di berbagai lingkungan, penanaman edukasi mitigasi bencana di
seperti sekolah, perkantoran bahkan Jepang melingkupi kerjasama mulai dari
lingkungan tempat tinggal. Partisipasi instansi terkait hingga ke lini masyarakat.
dalam kelompok kecil tanggap bencana ini Untuk memperkenalkan dan membentuk
umumnya bersifat sukarela. sikap siap akan bencana, dibutuhkan agen-
agen yang nantinya diharapkan dapat
menanamkan edukasi terkait, seperti bencana gempa, seluruh siswa dari SMP
sekolah, chounaikai dengan pembentukan Kamaishi mengikuti persis tahap-tahap dan
jishubou, sampai organisasi nirlaba ( NGO ). sikap yang telah dilatih berulang-ulang
Tujuan utama dari pendidikan ketahanan pada pelatihan mitigasi bencana. Selain
bencana adalah untuk meningkatkan mengevakuasi diri, mereka juga berperan
kemampuan dan sikap proaktif mencegah sebagai evakuator untuk siswa di SD
bencana, dan pada saat terjadi bencana, Unosumai dan berhasil mengungsi ke
dengan meningkatkan kesadaran ketahanan tempat yang tinggi.
terhadap bencana masing-masing individu.
Pada 11 maret 2011, saat Bencana Gempa
dan Tsunami yang melanda Prefektur
Fukushima, dilaporkan terdapat satu
sekolah yang berhasil
mengimplementasikan edukasi mitigasi
bencana yang telah dilatih berulang-ulang
setiap tahunnya. Peristiwa tersebut akhirnya
dikenal dengan The Miracle of Kamaishi. Gambar 3. Situasi pada saat siswa SMP
Pada hari terjadinya bencana, SD dan SMP Kamaishi mengevakuasi diri. ( Sumber :
Kamaishi, Prefektur Iwate berhasil The Cabinet Office, 2015 )
melakukan evakuasi dan selamat dari
bencana tsunami. Secara geografis, sekolah
tersebut terletak 500 meter dari garis pantai,
yang juga merupakan titik rawan bencana 4. Kesimpulan
tsunami.
Penelitian ini menemukan bahwa pelatihan
Keberhasilan SMP Kamaishi dalam kebencanaan yang dipraktekkan oleh
mengevakuasi diri menunjukkan bahwa masyarakat Jepang efektif membentuk
mereka telah menerapkan edukasi dan sikap tanggap bencana pada saat terjadinya
pelatihan terkait bencana dengan tiga tujuan, bencana. Pelatihan kebencanaan yang
yaitu 1). Bertanggungjawab untuk dilakukan oleh masyarakat Jepang
melindungi diri sendiri, 2). Dari seseorang merupakan bagian dari penanaman edukasi
yang diselamatkan menjadi penyelamat, 3). mitigasi bencana, yakni mempersiapkan
Mewariskan budaya ketahanan bencana masyarakat untuk siap sebelum, pada saat
( The Cabinet Office : 2015 ). dan setelah terjadinya bencana. Salah satu
keberhasilan dari penanaman edukasi
Dari keberhasilan SMP Kamaishi, kita
mitigasi bencana tersebut, dapat dilihat dari
dapat melihat bahwa edukasi mitigasi
peristiwa The Miracle Kamaishi, dimana
bencana dilaksanakan dengan tujuan
para siswa mempraktekkan secara langsung
menumbuhkan kemampuan siswa untuk
apa yang telah mereka latih selama
menilai sendiri keadaan dan secara proaktif
mengambil keputusan dalam waktu singkat bertahun-tahun.
saat bencana terjadi. Pendidikan Jika kita melihat, tentu saja keberhasilan
kebencanaan yang dipraktekkan oleh SMP tersebut tidak cukup pada satu komponen
Kamaishi ini melibatkan SD Unosumai melainkan terdapat kunci lain dari
yang terletak bersebelahan dengan SMP keberhasilan edukasi mitigasi bencana.
Kamaishi. Program pembelajaran tersebut Diperlukan peran penting dan kerjasama
juga melibatkan masyarakat sekitar. seperti masyarakat dengan cara membentuk
kelompok dan menjadi fasilitator. Selain itu,
Berdasarkan laporan yang dibuat oleh The
Cabinet Office ( 2015 ), pada saat terjadinya diperlukan dukungan dari pemerintah lewat
beberapa organisasi seperti FDMA dan
NGO lainnya khususnya dalam bantuan di The Cabinet Office. Nihon no Bosai
lapangan. Dengan adanya penanaman Taisaku.
edukasi kebencanaan yang dilakukan http://www.bousai.go.jp/1info/pdf/saigaipa
berkesinambungan diharapkan dapat nf_e.pdf
menciptakan sikap masyarakat yang
tanggap bencana, khususnya Jepang The Cabinet Office. (2004). Bosai Hakusho
( Disaster Prevention White Paper). Tokyo:
sebagai negara yang sering dilanda bencana.
Japan
Sumber Referensi The Cabinet Office. (2015).
Atsushi, Miura. (2014). The Rise of Sharing. Implementation Handbook for Disaster
Japan : International House of Japan. Resilience Education at the Regional Level.
Tokyo: Japan
Bajek, R., Matsuda, Y., Okada, N. (2008).
Japan’s Jishu-bosai-shoshiki Community https://www.nippon.com/en/japan-
Activies : Analysis of Its Role in data/h00526/looking-back-on-the-1923-
Participatory Community Disaster Risk great-kanto-earthquake-which-devastated-
Management. Natural Hazards, 44, 281-292 tokyo-and-yokohama.html