Anda di halaman 1dari 16

AKULTURASI BUDAYA

ARAB, YUNANI DAN PERSIA

MAKALAH

Diajukan guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kebudayaan Arab yang Diampu oleh

Dr. H. Imam Ghozali Budiharjo, M.Si

Oleh

Rika Rizki Rahayu 1185020117

Widia Duwi Putri 1185020139

Tri Mulyono 1165020162

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji dan
syukur mari kita panjatkan kehadirat-Nya yang telah melimpahkan karunia-Nya kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Akulturasi Kebudayaan Arab,
Persia dan Yunani. Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan motivasi dan
dukungan sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kebudayaan Arab. Kami
berharap, semoga makalah ini menarik dan dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Kami memohon maaf, apabila terdapat kesalahan baik penulisan maupun isi. Kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan.

Bandung, April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................1
C. Tujuan..................................................................................................................................1
BAB II..............................................................................................................................................2
PEMBAHASAN..............................................................................................................................2
A. Pengertian Akulturasi Budaya...........................................................................................2
B. Akulturasi Budaya Arab dan Persia..................................................................................3
C. Akulturasi Budaya Arab dan Yunani................................................................................8
BAB III...........................................................................................................................................12
PENUTUP......................................................................................................................................12
SIMPULAN...............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam datang kepada Bangsa Arab yang ketika itu merupakan bangsa yang
terbelakang jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lainnya. Kelahiran Nabi
Muhammad SAW pada abad ke-6 masehi menjadi babak sejarah baru bangsa
Arab secara utuh dan signifikan. Peperangan yang dilakukan bangsa Arab
sebelum masuknya Islam hanya peperangan antar suku, mereka tidak
memperdulikan wilayah lain selama mereka merasa aman. Atas dasar dorongan
menyebarkan agama Islam, bangsa Arab kemudian mensistematisasikan diri
mereka dalam sebuah kesatuan dan tidak terpisah dalam klan-klan tertentu.
Terjadinya ekspansi besar-besaran yang dilakukan oleh bangsa Arab
terutama kaum muslimin menjadikan mereka mengenal budaya lain. Hal ini
yang menjadi awal adanya kulturasi atau percampuran antara budaya Arab
dengan budaya dari bangsa lain. Selain itu, kebutuhan dan keingainan terhadap
intelektual menjadikan umat Islam mengadakan penerjemahan besar-besaran.
Mereka menerjemahkan buku, tulisan dari berbagai cabang keilmuan dan
memolesnya dengan suasana Islami.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan akulturasi budaya?
2. Bagaimana latarbelakang dan proses akulturasi antara Arab dan Persia?
3. Bagaimana latarbelakang dan proses akulturasi Arab dan Yunani?

C. Tujuan
Makalah dan materi ini disusun agar pembaca mengetahui dan dapat memahami
mengenai akulturasi kebudayaan yang terjadi antara bangsa Arab dengan
bangsa lainnya terutama Persia dan Yunani.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akulturasi Budaya


Menurut Berry, akulturasi adalah sebuah proses yang merangkap dari
perubahan budaya dan psikologis yang berlangsung sebagai hasil kontak antara
dua atau lebih kelompok budaya dan anggotanya. Pada level kelompok
akulturasi melibatkan perubahan dalam struktur sosial dan institusi. Sedangkan
pada level individu melibatkan perbahan perilaku.1 Social Science Research
Council (1954), mendeskripsikan akulturasi sebagai perubahan dan adaptasi.
Perubahan akulturasi bisa jadi merupakan konsekuensi dari
transmisi/persinggungan budaya yang terjadi secara langsung; penyebab
perubahan ini bisa saja berkembang dari faktor nonkultural, seperti modifikasi
lingkungan dan demografi yang dibawa melalui pergeseran budaya.
Perubahannya bisa saja tertunda, tergantung dari penyesuaian kondisi internal
individu ketika mengikuti penerimaan sebuah trait atau pola asing; atau
perubahannnya bisa saja merupakan adaptasi reaktif atas kecenderungan cara
hidup tradisional.

Lonner dan Malpass (1994) menggunakan istilah budaya untuk


mengkarakteristikan berbagai macam cara dari sekumpulan individu dalam
menjalani hidup, dan bagaimana cara mereka mewariskannya pada generasi
penerus. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal- hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia, dalam
bahasa inggris kebudayaan disebut culture yang berasal dari kata latin colere
yaitu mengolah atau mengerjakan dapat diartikan juga sebagai mengolah tanah
atau bertani, kata culture juga kadang sering diterjemahkan sebagai “Kultur”
dalam bahasa Indonesia. Jadi, akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul
karena suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan
dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun
diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan
1
Nurhayati, St, dkk. 2020. Muhammadiyah dalam Perspektif Sejarah, Organisasi dan Sistem Nilai.
Yogyakarta: TrustMedia Publishing. Halaman 170

2
hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Melalui proses sosialisasi
dan pendidikan pola-pola budaya ditanamkan ke dalam system syaraf manusia
dan menjadi kepribadian dan perilaku masing-masing indivdu. Proses belajar
ini menjadikan manusia harus berinteraksi dengan manusia yang lain dari
anggota budaya lainnya yang juga memiliki pola-pola komunikasi serupa.
Proses memperoleh pola-pola demikian oleh individu-individu itu disebut
enkulturasi. Proses enkulturasi sendiri mempunyai pengertian proses belajar
dan menyesuaikan alam pikiran serta sikap terhadap adat istiadat, system,
norma, serta semua peraturan yang terdapat dalam kebudayaan seseorang
(Koentjaraningrat, 2003 : 145).

Datangnya agama Islam membawa orientasi baru kepada kebudayaan Arab


yang telah berkembang waktu itu. Beberapa cabang kesenian menjadi terlarang
karena sebab-sebab keagamaan, seperti tari-tarian dan musik. Seni rupa yang
diperkenankan tinggal lagi kaligrafi (tulisan indah) dan hiasan-hiasan pada
tekstil (sulaman ataupun tenunan), itupun harus dengan motif yang tidak
menggambarkan kehidupan manusia dan hewan. Dalam produk puisi mereka,
bangsa Arab harus pula menerima perubahan mendasar. Tema percintaan yang
semula bercerita tentang hedonisme yang diceritakan secara vulgar, harus
memuaskan diri dengan hanya mengemukakan lambing-lambang abstrak
belaka tentang cinta platonik. Dua macam kegemaran utama di masa Jahiliyah,
yang semula merupakan tema-tema utama dalam puisi, yaitu minum arak dan
menyerang perkampungan atau kafilah orang lain sama sekali tidak mendapat
tempat di dalam kesusasteraan periode Islam. Sastra yang semula merupakan
ekspresi spontan yang seringkali bercorak proffan, berhasil dijinakakkan oleh
Islam.

B. Akulturasi Budaya Arab dan Persia


1. Kebudayaan Persia
Peradaban Persia adalah bentuk keudayaan besar dunia yang nampak sejak
3000 tahun yang lalu. Peraaban ini tumbuh di sekitar Iran. Pada tahun 549 SM,
Cyurus raja Persia menaklukan wilayah medas dan membangun kekaisaran
yang luas. Bangsa Persia dieal sebagai bangsa yang terampil dan
masyarakatnya terorganisasi sangat rapi. Dibawah kepemimpinan Darius 1
(Darius Agung), wilayah Persia dibagi atas provinsi-provinsi. Darius juga

3
membangun jaringan pos dan mata uang tunggal sebagai pemersatu Persia.
Raja-raja Persia umumnya memiliki istana di berbagai tempat dan gaya
banguannya tidak jauh berbeda dengan bangunan bangsa Asina.

Semasa pemeritahan raja Darius, banyak tiang dibangun di dalam ruangan


sebagai penahanatau penyangga alok isana. Paa bangsa tangga induk istana
terdapat tulisan paku yang berbunyi: “Persia, negra yang kudpat dari karunia
dewa Ahura Mazda tidk gentar menghadapi setiap musuh”

Relief-relief peninggalan erajaan Persia menggambaranupacara-upacara dan


kehidupan pesta pora istana.

Selain itu, banyak ditampilkan binatang yang melambangkan keggahan,


seperti singa, kuda, atau hrimau. Hal tersebut menunjukan bahwa kenangan
terhadap kehidupan lainnya. Kemudian pada tahn 33 SM Persia ditaklukan oleh
Alexder Agung. Bahasa yang digunakan bangsa Persia adalah bahasa Persia
sendiri, yang merupakan bahasa tertua di dunia, termasuk jika dibandingkan
dengan bahasa Arab. Bangsa Persia kini tersebar di wilayah Iran dan
sekitarnya. Karena itu, tidaklah mengherankan jikalau bahasa Persia merupakan
bahasa resmi Iran, juga Afganistan, dan Tajikistan. Sementara itu, bahasa Turki,
Kurdi, Arab, Lori, Gilani, Mazandarani, dan Baluchi, merupakan bahasa
setempat bangsa minoritas yang mendalami wilayah Iran.

Bahasa Persia terkenal dengan tradisi sastranya dan juga sastrawan-


sastrawannya. Sastrawan yang terkenal diantara lain adalah Hafez, Ferdowsi,
Khayyam, Attar, Saadi, Nezami, Rodaki, dan juga Rumi. Dalam bahasa Persia
terdapat banyak ragam dialek dan varian yang tersebar dari Iran hingga
semenanjung Khumzari di Oman, diantaranya yakni: bahasa Dari yang
diturunkan di Afganistan, termsk Hazaragi, dan Tajik yang diturunkan di
Tajikistan tapi menggunakan huruf Sirilik.2

2. Awal percampuran Budaya Arab dan Persia


Persentuhan kebudayaan Arab dan Persia bermula ketika Salman Al-Farisi
masuk islam, seorang yang mengusulkan pembuatan parit kepada Rasulullah
SAW. Pada perang Khandaq tahun ke-5 hijriyah. Pada masa khalifah ‘Umar,

2
Allopaciono Desselea dkk, Kebudayaan Persia, diakses dari:
https://senirupasmasa.wordpress.com//2013/10/08/kebudayaan-persia/ pada 20 April 2020 pukul 19.28

4
Irak dan Iran (Persia) yang merupakan pusat kebudayaan Persia, berhasil
dikuasai. Islam juga mampu menaklukan kebudayaan Yunani dan Romawi
yang berada do Syiria, Palestina, Mesir, dan Alexandria.
Keberhasilan islam melakukan ekspansi, membuat kebudayaan Arab islami
sebagai “kiblat” bagi kebudyaan Romawi, Yunani, Persia, India dan Cina.
Namun demikian, tetap saja terjadi persaingan antar kebudayaan, bahkan
sempat mempengaruhi kebudayaan islam. Pada masa khlafaurrassyidin,
kebudayaan Arab masih terjaga dengan baik dan tidak terpengaruh. Strategi
yang digunakan pada waktu itu adalah tidak mengadopsi sistem atau peraturan
yang berasal dari budaya lain. Kecuali dalm kasus-kasus tertentu dan dalam
keadaan darurat, atas dasar inilah Khalifah ‘Umar r.a. menerapkam sistem
kesekretariatan negara yang diadopsi dari budaya Persia.3
Ketika Bani ‘Abbas berhasil menduduki kursi kekhalifahan yang didukung
penuh oleh orang-orang Persia, makaesempatan budaya asing –terutma budaya
Persia—masuk ke dalam budaya islam semakin terbuka lebar. Kebudayaan
Persia masuk dengan bebas seperti air yang mengalir tanpa ada bendungan,
hingga akhirnya terjadi akulturasi budaya antara kebudayaan Arab dan Persia.
Percampuran budaya ini melahirkan budaya baru yang berbeda sama sekali
dengan budaya asalnya.
Belum genap 80 tahun sejak keruntuhan Dinasti Umayyah, gerakan
penerjemhan Arab telah berhasil melakukan transforasi budaya karena hampir
sebgian besar ilmu-imu Persia dan Yunani telah diserap oleh bangsa Arab. Hal
ini memicu para pemikir Arab menuis sejumlah karya ilmiah dalam berbagai
disiplin ilmu. Tujuannya adalah mengenalkan pemikiran rasional pada dunia
islam. Dengan demikian, terbentanglah jalan untuk mengembangkan pemikiran
isam oleh generasi berikutnya.

Setelah islam memasuki tanah Persia, kurang lebih 40 persen kosakata


bahasa Persia telah terpengaruh oleh kosakata bahasa Arab. Sementara
kebudayaan Arab sendiri lebih terbentuk pada budaya percakapan. Bangsa Arab
tempo dulu tidak banyak memberian perhatian pada masalah baca tulis,
sehingga mereka tidak banyak mengabdikan ilmu dalam bentuk tulisan. Bangsa
ini terbiasa menyampaikan ilmu-ilmu berharga mereka secara lisan. Masuknya
3
Ahmad Nahrawi Abdus Salam Al-Indunisi, Ensiklopedia Imam Syafi’i, Jakarta Islamic Centre, Jakarta Utara,
2008, hlm.

5
islam ke negeri Persia memberikan warna lainpada bdaya kaum muslimin.
Bangsa Iran terbiasa menulis apa-apa yng mereka ketahui dan mengembangkan
setiap cabang ilmu. Sebagai bagian dari kaum musimin, bangsa Iran
mempelajari bahasa Arab, dan setelah meguasainya mereka mengebngkan
bahasa tersebut. Maqoddasi, pakar Geografi abad ke-4 menuturkan bahwa
dalam perjalanannya ke berbagai negeri Islam dia menyaksikan penduduk
Khurasan, kawasan timur laut Iran, yang sangat fasih berbicara dengan bahasa
Arab.

Al-Kitab yang merupakan salah satu karya besar dalam bidang sharaf dan
nahwu yang bahkan hingga kini menjadi salah satu buku rujukan utama para
akar bahasa Arab, ditulis oleh Sibawaih, yang ternyaata berasal dari Iran. Sejak
abad-abad pertama hijriyah, banyak kata-kata Persia yang masuk ke dalam
bahasa arab, dan sebaliknya, banyak ungkapan bahasa Arab yang masuk ke
dalam bahasa Persia.4

Umumnya, akulturasi budaya terjadi melalui dua cara, yaitu:

a. Cara Langsung
Cara langsung yaitu melalui interaksi dn pergaulan, sebagaimana dua budaya
yang berbeda kumpul dalam satu lungkunga atau sebagaiana orang Arab
menikah dengan orang Persia. Cara yang oertamabiasanya berhsil dengan
sempurna melalui interaksi degan hal-hal yang bersifat indrawi, seperti bahasa,
musik, nyanyian, adat, tradisi, dan lain sebagainya. Hal-hal seperti ini biasanya
mudah diterima serta tidak memerluan penalaran yang logis atau enafsiran
agama.

b. Cara Tidak Langsung


Cara tidak langsung aalah melalui proses transformasi budaya atau
penerjemahan buku-buku. Cara kedua ini akan berhasil dengan baik, jika
didukung dengan aktivitas intelektual, seperti enerjemahan buku-buku filsafat,
kedokteran, dan logika. Proses ini membutuhkan pemikiran mendalam dn

4
Agus Hidayatullah dkk, Sekilas Tentang Bangsa Persia, diakses dari:
https://kajiantimurtengah.wordpress.com/200/12/06/sekla-tentang-bangsa-perisi/ pada 20 April 2020,
pukul 20.42

6
kajian ilmiyah yang intens. Karena itu, pencampuran budaya dari dua agama
yangerbeda membutuhkan penafsiran dan enjelasan dari syari’at islam.5

3. Pengaruh Kebudayaan Persia terhadap Kebudayaan Arab

Akulturasi kebudayaan Persia dan Arab menyisakan beberapa pengaruh


terhadap keduanya. Beberapa pengaruh tersebut diantaranya adalah sebagai
berikut:

a. Bidang Bahasa dan Kesusastraan


Pengaruh Persia terhadap kebudayaan Arab paling menonjol tentunya adalah
dari segi bahasa dan kesusastraan. Hal tersebut terlihat dari sastra Arab yang
berbentuk hikayat. Walaupun sastra Arablah yang mmberinya bentuk permanen
dan perkembangannya menjadi sastra dunia. Koleksi cerita-cerita yang terbesar
ialah Hikayat 1001 Malam. 6
Alam bidang bahasa, banyak kosakata bahasa Persia yangterserap ke dalam
bahasa Arab. Keikoaang-oragAraab endengar istilah-istilah baru dla bahasa
Persia yangtidak ada padanannya dalam bahas Arab, maka istilah-istilah
tersebut diserap mentah-mentah atau terkadang diArabkan terlebih dahulu agar
sesuai dengan dialek Arab.7
b. Bidang Politik
Selain dalam hal kesusastraan, kebudayaan Persia juga berpengaruh dalam hal
perpolitikan. Pada masa khalifah bani Umayyah, banyak orang-orang arab yang
memegang posisi penting dalam pemerintahan. Sedang pada masa bani ‘Abbas,
jabatan-jabatan strategis banyak dimnopoli oleh orang-orang Persia yang
memainkan peranan penting dalam pemerintahan, praktismenyebabkan
kekuasaan mutlak ada di tangan mereka. Hal ini merupakan knsekuensi lohis
dari dukugan politik orang-orang Persia, khususnya Khurusan yang telah
berjasa menyukseskan Bani ‘Abbas melenggang ke kursi kekholifahan.
Khurusan merupakan kendaraan politik Bani ‘Abbas mencapai puncak
kekuasaan. Sampai-sampai pintu Khurusan di kota Baghdad dinamakan
“Gerbang Negara”. Karena itu, orang-orang Persia mempunyai kekuatan politik
5
Ahmad Nahrawi Abdus Salam Al-Indunisi, Ensiklopedia Imam Syafi’i, Jakarta Islamic Centre, Jakarta Utara,
2008, hlm. 82
6
Pringgodigdo, Ensiklopedi Umum, Kansius, 1991, hlm.561
7
Ahmad Nahrawi Abdus Salam Al-Indunisi, Ensiklopedia Imam Syafi’i, Jakarta Islamic Centre, Jakarta Utara,
2008, hlm. 83

7
untu mempengaruhi penguasa, bahkan menduduki posisi-posisi penting, baik
sipil maupun militer di negara tersebut.
c. Bidang Sosial
Sebagian besar kehidupan sosial pada masa dinasti ‘Abbasiyah diwarnai
dengan budaya Persia yang sangat kentl. Mereka meniru aturan-aturan dalam
berrganisasi. Dalam setiap organisasi atau majlis pengajian, biasanya dilengkapi
dengan selingan nyanyian, senda gurau, dan sebagainya. Sebgai contoh, al-Hadi
senang mendengarkan musik dan sering mengundang para biduan. Hharun ar-
Rasyid terenl memiliki hobi mendengarkan nyanyian daninstrumen musik,
menghabiskan dana besar untuk memberikan hadiah epada para penyanyi dan
pemusik.
Hal lainnya adalah digandrunginya model-model pakaian budaya Persia di
ingkungan istana bani ‘Abbas. Hal ini ditegaskan oleh Fund Crimer bahwa
pengaruhbudaya Persia di istana para khalifah mencapai puncaknya pada masa
kekuasaan khalifah al-Hadi, ar-Rasyid, dan al-Ma’mun. Kenyataan demikian
dibuktikan dengan dijadikannya busana-busana Persia sebagai pkaian resmi
negara. Bahkan Abu Ja’far al-Manshur mengharuskan pemakaian qalnsuwah
(topi itam yangberbentuk kerucut panjang) pada acra-acara formal.
Diadakannya perayaan tahn baru Neiruz juga merupakan penyerapan budaya
Persia yang empt ditiadakan emudian diadakan kembali pada masa bani
‘Abbas.8

C. Akulturasi Budaya Arab dan Yunani

1. Awal Percampuran Budaya Arab dan Yunani

Kelatarbelakangan bangsa Arab menurut Ibnu Khaldun disebabkan oleh


letak geografis yang didominasi oleh padang pasir. Yunani dianggap sebagai
pemain utama keilmuan sejak zaman dahulu kala dan merupakan pondasi utama
kemodernan yang terjadi di Barat hingga saat ini. Hubungan Islam dngan
pemikir-pemikir Yunani seperti Sokrates, Plato dan Aristoteles memang tidak
secara langsung. Transformasi pemikiran-pemikiran ini sudah terseduksi atau

8
Ibid, hlm. 84

8
terelaborasi dalam proses helenisasi yang diepidemika oleh Alexander Agung.
Terjadi proes helenisme Yunani-Romawi yang artinya semua pemikiran filsafat
Yunani yang ada pada masa Romawi. Fase ini membaur degan pemikiran
Romawi di Barat dan pemikiran Timur yang ada di Mesir dan Syiria. 9Stanton
mencatat bahwa pertama kali terjadinya persentuhan antara budaya Arab
dengan Yunani terjadi pada saat penaklukan Damaskus dan awal
pembangunannya menjadi ibu kota propinsi Syiria hingga kemudian menjadi
ibu kota Dinasti Umayyah. Penaklukan kota Damaksus selain menjadi awal
mula terjadinya kontak intelektual Islam dengan Yunani juga menandai awal
dari kebangkitan sejarah umat Islam, sebagai akibat dari kontak intelektual
tersebut. Islam sebagai sebuah peradaban yang lahir dari rahim bangsa Arab
pada dasarnya tidak memiliki tradisi belajar yang dapat diwariskan kepada
negeri dan bangsa yang berhasil mereka taklukkan. Maka, yang terjadi
kemudian adalah si penakluk (Islam) justru belajar dan menjadi murid yang
baik dari bangsa-bangsa yang mereka taklukkan semacam bangsa Persia, Irak,
Yunani serta banyak lagi. Karena itu, ketika kita berbicara tentang ‘kedokteran
Arab’, ‘filsafat Arab’ atau ‘matematika Arab’, kita tidak sedang berbicara
tentang kedokteran, filsafat dan matematika yang pure merupakan hasil pikir
orang Arab, tetapi kita sedang berbicara tentang pengetahuan yang ditulis
dalam buku-buku berbahasa Arab yang ditulis oleh orang-orang yang terdiri
dari bangsa Persia, Mesir atau Arab baik itu ia beragama Islam, Kristen,
maupun Yahudi. Sedangkan sumber-sumber dari pengetahuan tersebut mereka
adopsi melalui aktivitas penerjemahan dari buku-buku berbahasa Yunani,
Suryani, IndoPersia dan sumber-sumber lain. Karya-karya yang diterjemahkan
dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, seperti buku kedokteran Yunani
karya Galen (wafat 200 M), matematika, dan ilmu pengetahuan gabungan karya
Euclides (wafat 300 SM), yakni Element dan Almagest, yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab menjadi al Majisthi, serta karya Claudius Ptolemeus (wafat
168 M). Salah satu penerjemah pertama dari bahasa Yunani ke dalam bahasa
Arab adalah Abu Yahya Ibn al- Bathriq (wafat 806 M) yang menerjemahkan
karya-karya Galen dan Hipokrates (wafat 436 SM) untuk Khalifah al-Manshur.

9
Stanton, Charles Michael. 1994. Pendidikan Tinggi dalam Islam, terj. H. Afandi dan Hasan Asari. Jakarta:
Logos Publishing House.

9
Dia juga menerjemahkan Quadripartitum karya Ptolemeus untuk
khalifah Dinasti Abbasiyah lainnya.

2. Penyerapan Ilmu Pengetahuan dari Yunani

Yunani dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan, kesenian, dan


gerbangnya para filsof. Jauh sebelum masehi, Yunani sudah terkenal dengan
filsafat, matematika, astronomi, kedokteran, politik, kesenian dan sebagainya.
Banyak para pakar ilmu pengetahuan yang lahir di Yunani seperti Cladius yang
terkenal sebagai pakar ilmu pengetahuan yang lahir pada abad ke-3 SM.
Kebudayaan Yunani tersebar di berbagai dunia, baik Asia maupun Afrika.
Bangsa Arab dan kaum muslimin mengadajan perbaikan-perbaikan dan
memberkan polesan-polesan ajaran Islam terhadap kebudayaan Yunani. Mereka
tidak sembarangan mencaplok budaya tersebut, tetapi menyeleksikannya dengan
cara yang terbaik dari kedua budaya tersebut.

Filsafat yang dikembangkan oleh para filosof Muslim adalah pada


dasarnya filsafat Yunani, bukan filsafat Islam. Ada lagi yang mengatakan bahwa
nama yang tepat untuk itu adalah filsafat Muslim, karena yang terjadi adalah
filsafat Yunani yang kemudian dipelajari dan dikembangkan oleh para filosof
Muslim. Yang mengatakan sebutan filsafat Islam (Islamic philosophy), dengan
setidaknya tiga alasan :

a. Ketika filsafat Yunani diperkenalkan ke dunia Islam, Islam telah mengembangkan


sistem teologi yang menekankan keesaan Tuhan dan syari’ah, yang menjadi
pedoman bagi siapapun. Begitu dominannya Pandangan tauhid dan syari’ah ini,
sehingga tidak ada suatu sistem apapun, termasuk filsafat, dapat diterima kecuali
sesuai dengan ajaran pokok Islam tersebut (tauhid) dan pandangan syari’ah yang
bersandar pada ajaran tauhid. Oleh karena itu ketika memperkenalkan filsafat
Yunani ke dunia Islam, para filosof Muslim selalu memperhatikan kecocokannya
dengan pandangan fundamental Islam tersebut, sehingga disadari atau tidak, telah
terjadi “pengislaman” filsafat oleh para filosof Muslim.
b. Sebagai pemikir Islam, para filosof Muslim adalah pemerhati filsafat asing yang
kritis. Ketika dirasa ada kekurangan yang diderita oleh filsafat Yunani, misalnya,
maka tanpa ragu-ragu mereka mengeritiknya secara mendasar. Misalnya, sekalipun

10
Ibn Sina sering dikelompokkan sebagai filosof Peripatetik, namun ia tak segan-
segan mengeritik pandangan Aristoteles, kalau dirasa tidak cocok dan
menggantikannya dengan yang lebih baik.
c. Adalah adanya perkembangan yang unik dalam filsafat Islam, akibat dari interaksi
antara Islam, sebagai agama, dan filsafat Yunani. Akibatnya para filosof Muslim
telah mengembangkan beberapa isu filsafat yang tidak pernah dikembangkan oleh
para filosof Yunani sebelumnya, seperti filsafat kenabian, mikraj dan sebagainya.

Kontak intelektual umat Islam dengan warisan Hellenistik pada taraf tertentu telah
menginspirasi perkembangan dan kemajuan yang dicapai oleh umat Islam pada
abad pertengahan. Dari sekian banyak warisan yang ditinggalkan oleh Yunani,
nyaris seluruh disiplin pengetahuan yang diwariskan oleh peradaban Yunani ke
tangan ilmuwan-ilmuwan Nestorian diadopsi oleh ilmuwan Muslim. Kecuali
beberapa seperti misalnya karya-karya retorika, puisi-puisi Yunani, romance dan
tragedi, komedi atau literatur sejarah, sebab dianggap tidak memiliki manfaat
praktis yang mendesak bagi mereka. Buku-buku dan tulisan yang ditulis oleh para
ulama pada masa Bani Abbas sangat berbeda dengan tulisan para ahli fiqh sebelum
masa itu.

11
BAB III

PENUTUP
SIMPULAN
Peradaban Persia adalah bentuk keudayaan besar dunia yang nampak sejak 3000
tahun yang lalu. Peraaban ini tumbuh di sekitar Iran. Peradaban Persia bersentuhan dengan
Arab bermula ketika Salman Al-Farisi masuk islam, seorang yang mengusulkan
pembuatan parit kepada Rasulullah SAW. Pada perang Khandaq tahun ke-5 hijriyah.
Ketika Bani ‘Abbas berhasil menduduki kursi kekhalifahan yang didukung penuh oleh
orang-orang Persia, maka kesempatan budaya asing –terutma budaya Persia—masuk ke
dalam budaya islam semakin terbuka lebar. Kebudayaan Persia masuk dengan bebas
seperti air yang mengalir tanpa ada bendungan, hingga akhirnya terjadi akulturasi budaya
antara kebudayaan Arab dan Persia. Percampuran budaya ini melahirkan budaya baru yang
berbeda sama sekali dengan budaya asalnya. Akulturasi budaya antara Persia dan Arab
menyisakan beberapa pengaruh, diantaranya dibidang bahasa dan kesusastraan, politik dan
juga sosial. Menjadi toggak keilmuan dunia terutama di Barat, Yunani menjadi peradaban
maju di bidang intelektual dengan segala keilmuan yang dikembangkan. Hal ini yng
membuat bangsa Arab terutama umat muslim ingin mempelajari keilmuan-keilmuan
Yunani yang sekiranya dapat bermanfaat bagi umat. Penejemahan besar-besaran yang
dilakukan kaum muslimin pada masa Daulah Abbasiyah menjadi latar belakang
percampuran budaya Arab dan Yunani.

12
DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati, St, dkk. 2020. Muhammadiyah dalam Perspektif Sejarah, Organisasi


dan Sistem Nilai. Yogyakarta: TrustMedia Publishing. Halaman 170

Stanton, Charles Michael. 1994. Pendidikan Tinggi dalam Islam, terj. H. Afandi
dan Hasan Asari. Jakarta: Logos Publishing House.

Abdus Salam, Ahmad Nahrawi. 2008. Ensiklopedia Imam Syafii: Biografi dan
Pemikiran Madzhab Fiqih Terbesar Sepanjang Masa. Jakarta: PT. Mizan Publika

Pringgodigdo, Ensiklopedi Umum, Kansius, 1991, hlm.561

Allopaciono Desselea dkk, Kebudayaan Persia, diakses dari:


https://senirupasmasa.wordpress.com//2013/10/08/kebudayaan-persia/ pada 20
April 2020 pukul 19.28
Agus Hidayatullah dkk, Sekilas Tentang Bangsa Persia, diakses dari:
https://kajiantimurtengah.wordpress.com/200/12/06/sekla-tentang-bangsa-perisi/
pada 20 April 2020, pukul 20.42
http://eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB%20II.pdf diakses pada Selasa
21 April 2020, pukul 11:48

13

Anda mungkin juga menyukai