Anda di halaman 1dari 22

PENDIDIKAN KOMUNITAS ASIA

“KEBUDAYAAN MASYARAKAT ASIA TIMUR”

Disusun Oleh:

Kelompok I

Dwi Nurhaliza Palangit (A42122002)

Silvi Gusdian (A42122165)

Faradila (A42122080)

Mashud (A42122201)

Lusdi Mariono Lintuman (A42122171)

Daning Winandi (A42122098)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah mata kuliah ilmu
kealaman dasar yang berjudul " Kebudayaan Masyarakat Asia Timur".

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampuh pada mata
kuliah ini dan semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan
makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari
berbagai pihak. Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan,
baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh
karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki karya ilmiah ini. Kami berharap semoga makalah yang kami
susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.

Palu, 17 Maret 2024

Kelompok I

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1

1.3 Tujuan ...................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................3

2.1 Pengertian Budaya .................................................................................. 2

2.2 Peradaban dan Lahirnya Agama di Asia Timur......................................4

2.3 Pegaruh Nilai Budaya Asia Timur..........................................................16

2.4 Peran Agama dalam Kebudayaan Asia Timur........................................17

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 18

3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19

iii
BAB Ⅰ

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui Asia, dengan sejarah budaya yang kaya dan beraneka ragam, telah
menjadi tempat lahirnya berbagai peradaban yang menginspirasi dan mengubah dunia. Di balik
gemerlap modernitasnya, nilai-nilai kultural yang dalam dan beragam terus membentuk inti
dari masyarakat-masyarakat di seluruh benua ini. Dalam konteks ini, penting untuk memahami
karakteristik yang membedakan peradaban masyarakat Asia dan bagaimana nilai-nilai kultural
menjadi pilar yang mengokohkan keberlangsungan serta identitas mereka.

Budaya Asia Timur, dengan kekayaan warisan tradisionalnya, memberikan landasan bagi
nilai- nilai, norma, dan praktik-praktik yang diwarisi dari generasi ke generasi. Di tengah
perubahan zaman, budaya ini tetap menjadi fondasi yang kuat bagi identitas individu dan
komunitas, serta menjadi penanda jalan dalam menghadapi tantangan zaman modern.
Sementara itu, agama di Asia Timur juga memiliki peran yang tak terbantahkan dalam
membentuk pandangan dunia, moralitas, dan praktik-praktik keagamaan masyarakat, agama-
agama ini memberikan pedoman moral dan spiritual yang memengaruhi segala aspek
kehidupan, mulai dari tata cara ibadah hingga kebijakan pemerintah.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana peran budaya dan nilai-nilai kultural dalam membentuk identitas
Masyarakat-masyarakat di Asia Timur?
2. Bagaimana penyebaran agama-agama Kawasan Asia Timur?
3. Bagaimana pengaruh nilai budaya Asia Timur dalam aspek-aspek kehidupan seperti
parawisata, dan Ekonomi.
1.3 Tujuan

4. Menganalisis Perkembangan Budaya dan Agama di Asia Timur.


5. Mengidentifikasi Penyebaran Agama di Asia Timur.
6. Menganalisis pengaruh Nilai Budaya Asia Timur dalam konteks Global.

1
BAB Ⅱ

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Budaya

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya memiliki arti akal budi, secara umum,
budaya dapat diartikan sebagai suatu cara hidup yang terdapat pada sekelompok manusia, yang
telah berkembang dan diturunkan dari generasi ke generasi dari sesepuh kelompok tersebut.
Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Budaya merupakan suatu keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat. (Samovar et al., 2010).

Budaya dalam konsep beragama merujuk pada praktik-praktik, tradisi, adat istiadat, serta
nilai-nilai yang terbentuk dan berkembang dalam sebuah komunitas agama tertentu. Budaya
agama mencakup berbagai aspek seperti arsitektur tempat ibadah, busana, makanan, bahasa,
dan ekspresi seni dalam beragama. Budaya agama juga meliputi cara berpikir, keyakinan-
keyakinan, serta pandangan dunia yang melekat pada penganut agama tersebut. Budaya
adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh sekelompok orang. Kemudian
diwariskan kepada generasi selanjutnya. Budaya itu terbentuk dari beberapa unsur yang rumit.
Diantaranya yaitu adat istiadat, bahasa, karya seni, sistem agama dan politik. Bahasa sama
halnya dengan budaya, yakni suatu bagian yang tak terpisahkan dari manusia.

Oleh sebab itu, banyak dari sekelompok orang cenderung menganggap hal tersebut
sebagai sesuatu yang diwariskan secara genetis. Seseorang dapat berkomunikasi dengan
orang-orang yang memiliki budaya berbeda dan menyesuaikan perbedaan di antara mereka,
membuktikan bahwa budaya bisa dipelajari. Selain itu, Budaya merupakan suatu pola hidup
secara menyeluruh. Budaya memiliki sifat abstrak, kompleks, dan luas. Sementara menurut
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Budaya adalah sebuah pemikiran, akal budi atau adat
istiadat.

Secara tata bahasa, arti kebudayaan diturunkan dari kata budaya yang cenderung
mengarah pada cara pikir manusia. Terdapat beberapa aspek budaya yang menentukan
perilaku komunikatif. Unsur sosial budaya tersebut tersebar dan mencangkup banyak kegiatan
sosial manusia.

2
Beberapa, alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang
dari budaya lain tersebut tampak pada definisi budaya yang mengemukakan bahwa, Budaya
adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang
mengandung pandangan atas keistimewaan. Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut
membekali anggota-anggotanya atas pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan
makna dan nilai logis. Dengan begitu, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang
berkaitan untuk mengorganisasikan suatu aktivitas seseorang dan perilaku orang lain.

Pengertian Budaya Menurut Para Ahli:

Terdapat beberapa pengertian budaya menurut para ahli, diantaranya adalah sebagai
berikut :

1. Linton

Menurut Linton, Budaya adalah keseluruhan sikap dan pola perilaku. Serta
pengetahuan, menggambarkan suatu kebiasaan yang diwariskan dan dimiliki oleh suatu
anggota masyarakat maupun sekelompok anggota tertentu.

2. Effat Al-Syarqawi

Effat Al-Syarqawi mendefinisikan budaya dari pandangan agama islam, Budaya


merupakan suatu khazanah sejarah sekelompok masyarakat yang tercermin di dalam
kesaksian dan berbagai nilai yang menggariskan bahwa suatu kehidupan harus memiliki
makna dan tujuan rohani.

3. Koentjaraningrat

Budaya diartikan oleh Koentjaraningrat sebagai segala daya dan aktivitas manusia
untuk mengolah serta mengubah semesta alam.

4. Parsudi Suparlan

Menurut Parsudi Suparlan, Budaya merupakan semua pengetahuan manusia yang


dimanfaatkan untuk mengetahui dan memahami pengalaman serta lingkungan
dialaminya.

5. Andreas Eppink

Menurut Andreas Eppink, budaya mencangkup keseluruhan mengenai pengertian


norma sosial, nilai sosial, dan ilmu pengetahuan. Serta keseluruhan struktur-struktur
sosial, religius, dan lain sebagainya.

3
6. William H. Haviland

Menurut William H. Haviland, Budaya merupakan sebuah seperangkat peraturan


dan norma yang dimiliki bersama oleh sekelompok anggota maupun para anggota
masyarakat. Apabila dikerjakan oleh orang-orang tersebut, maka akan melahirkan suatu
perilaku yang dipandang layak atau pantas diterima oleh semua masyarakat.

7. Edward Burnett Tylor

Menurut Edward Burnett Tylor, Budaya adalah keseluruhan yang kompleks, yang
mana didalamnya mencangkup kepercayaan, pengetahuan, kesenian, hukum, moral,
adat istiadat, dan kemampuan lainnya yang diperoleh seseorang sebagai anggota
masyarakat.

8. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski

Menurut Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa,


budaya adalah segala sesuatu yang berada di dalam masyarakat dan ditentukan oleh
kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok anggota masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat tersebut dinamakan dengan Cultural-Determinism.

9. Kroeber dan Kluckhohn

Menurut Kroeber dan Kluckhohn, Budaya terdiri dari eksplisit, pola dan implisit.
Sementara untuk perilaku yang didapatnya tersebut, ditularkan oleh simbol yang mana
ialah sebuah prestasi khas dari sekelompok anggota.

10. Herskovits

Menurut Herskovits, budaya merupakan sesuatu yang turun temurun dari generasi
satu ke generasi lainnya atau yang biasa disebut sebagai superorganic.

2.2 Peradaban dan lahirnya agama di Asia Timur

Asia Timur secara umum meliputi sejarah Tiongkok, Jepang, Korea, Mongolia, dan
Taiwan dari zaman prasejarah hingga saat ini. Masing-masing negara mempunyai sejarah
nasional yang berbeda, namun para pakar Studi Asia Timur berpendapat bahwa kawasan
ini juga mempunyai pola perkembangan sejarah yang tidak jauh berbeda. Hal ini terlihat
jelas dalam keterkaitan antar peradaban tradisional Asia Timur, yang tidak hanya

4
melibatkan keseluruhan pola sejarah namun juga serangkaian pola spesifik yang
mempengaruhi seluruh atau sebagian besar Asia Timur tradisional dalam lapisan-lapisan
yang berurutan.

Banyak sistem kepercayaan atau agama yang berkembang dan menyebar di Asia
Timur antara lain Konfusianisme, Buddha, dan Taoisme. Tiongkok berada di bawah
kekuasaan Dinasti Xia (sejarah masih diperdebatkan), Dinasti Shang dan Zhou, diikuti
oleh Dinasti Qin dan Han. Pada masa prasejarah, ketiga wilayah ini mempunyai gaya
politik, budaya, dan perdagangan antar wilayah masing-masing, yang relatif tidak terlalu
terpengaruh oleh dunia luar. Peradaban yang tercatat berasal dari sekitar tahun 2000 SM
pada dinasti Shang Tiongkok di sepanjang Lembah Sungai Kuning. Peradaban
berkembang ke wilayah lain di Asia Timur secara bertahap. Di Korea, Gojoseon menjadi
negara terorganisir pertama sekitar tahun 195 SM. Jepang muncul sebagai negara kesatuan
dengan pembentukan konstitusi pertamanya pada tahun 604 Masehi. Pengenalan agama
Buddha dan Jalur Sutra berperan penting dalam membangun budaya dan perekonomian
Asia Timur.

Masing-masing negara di Asia Timur mempunyai sistem kepercayaan yang serupa di


mana pada zaman lampau masyarakat menganut kepercayaan akan animisme, dan
keseimbangan alam. Dalam Jepang terdapat kepercayaan Shinto (jalur dewa/ the way of
God), sebuah kepercayaan yang pada intinya menghormati dunia alam atau lebih
khususnya penghormatan kepada benda-benda yang dianggap suci dan keramat.
Penghormatan kepada matahari, batu, pohon bahkan bunyi-bunyian. Benda-benda
tersebut diasosiasikan kepada elemen dewa-dewi. Kepercayaan Mugyodi Korea juga
serupa dengan Shinto. Hingga kemudian agama Buddha mendominasi tatanan agama di
Cina (dan kemudian berpengaruh ke Jepang dan Korea). Walaupun bukan agama asli
(berasal dari India tentunya), Buddha telah ada sejak awal abad pertama dan diadopsi
oleh hampir seluruh masyarakat Cina yang kemudian melahirkan ajaran hidup berupa
Konfusianisme dan Taoisme. Agama Buddha kemudian menyebar menuju Korea diabad
ke-5 Masehi dan menyeberang menuju Jepang pada abad ke-6. Buddha dan
Konfusianisme serta Taoisme berjalan beriringan menjadi agama dan ajaran hidup bagi
mayoritas masyarakat regional Asia Timur, yang kemudian mempengaruhi tatanan hidup
juga budaya masing-masing negara. Hingga pada saat masa sekarang pun, kepercayaan
lampau seperti Shinto/Mugyo masih ada yang menganutnya walaupun di Jepang sendiri
5
Shinto telah banyak ditinggalkan oleh masyarakat. Buddha, Taoisme dan Konghucu/
Konfusius menjadi kepercayaan yang dominan di ketiga negara, di samping masuknya
kepercayaan seperti Kristen, Islam, Yahudi dan agama-agama baru.

A. Peradaban dan Lahirnya Agama di Tiongkok


Agama di Tiongkok sangat bervariasi sejak awal sejarah Tiongkok. Kuil dari berbagai
agama tersebar di lanskap Tiongkok, termasuk pemujaan Surga, Taoisme, Budha, dan
agama rakyat Tiongkok. Buddhisme Mahayana tetap menjadi agama terorganisir terbesar
di Tiongkok sejak diperkenalkan pada abad ke-1.
Studi agama di Tiongkok diperumit oleh beberapa faktor. Karena banyak sistem
kepercayaan Tiongkok memiliki konsep tentang dunia yang sakral dan terkadang spiritual
namun tidak selalu mengacu pada konsep Tuhan, mengklasifikasikan sistem kepercayaan
Tiongkok sebagai agama atau filsafat dapat menjadi masalah. Meskipun Taoisme jelas
mengembangkan sebuah organisasi keagamaan yang terdiri dari pendeta, biksu, dan kuil,
Konfusianisme pada dasarnya tetap merupakan upaya intelektual, dengan beberapa
pengaruh dari praktik pemujaan Surga di Tiongkok (termasuk melayani makhluk
mahakuasa, adil, monoteistik, dan tertinggi yang disebut Shangdi). .
Agama Tiongkok berorientasi pada keluarga dan tidak menuntut kepatuhan eksklusif
anggotanya, tidak seperti banyak agama di Barat. Orang Tionghoa dapat mengunjungi
kuil Buddha sambil hidup sesuai dengan prinsip Tao dan berpartisipasi dalam ritual
pemujaan leluhur setempat. Bentuk agama utama yang berkembang di Tiongkok
termasuk pemujaan leluhur, agama rakyat Tiongkok, perdukunan, Taoisme, dan
pemujaan terhadap dewa-dewa setempat. Kebanyakan orang Tionghoa memiliki konsep
surga, yin dan yang. Banyak orang Tiongkok juga percaya pada praktik astrologi, Feng
Shui, geomansi, dan numerologi.
Secara historis, kaisar dianggap sebagai Putra Surga, dan dia biasanya memimpin
istana kekaisaran dalam melakukan ritual tahunan yang rumit. Dia tidak diyakini sebagai
dewa, melainkan seseorang yang menjadi perantara antara kekuatan langit dan bumi. Ide
utama dari siklus dinasti ini adalah bahwa dinasti kekaisaran yang tidak adil dan telah
terjerumus ke dalam korupsi dapat kehilangan Mandat Surga dan digulingkan melalui
pemberontakan. Agama minoritas yang masuk dari luar negeri antara lain
Zoroastrianisme, Manikheisme, Islam, Yudaisme, dan Kristen.

Pemujaan surga Sistem kepercayaan ortodoks "resmi" yang dianut oleh sebagian
besar dinasti Tiongkok hingga penggulingan Dinasti Qing adalah sistem panentheisme,
6
yang berpusat pada penyembahan "Surga" sebagai kekuatan yang mahakuasa. Sistem
kepercayaan ini sudah ada sebelum berkembangnya Konfusianisme dan Taoisme atau
masuknya agama Budha dan Kristen. Ia memiliki ciri-ciri monoteisme di mana Surga
dipandang sebagai entitas mahakuasa, diberkahi dengan kepribadian tetapi tidak memiliki
bentuk jasmani. "Surga" sebagai kekuatan supernatural sering disebut sebagai Shang Di
(secara harfiah berarti Kaisar Di Atas) atau Huang Tian Shang Di (Surga yang Bijaksana,
Kaisar Di Atas). Pemujaan Surga mencakup pendirian tempat suci, yang terakhir dan
terbesar adalah Altar Surga di Beijing, dan persembahan doa. Perwujudan kuasa Surga
antara lain adalah cuaca dan bencana alam. Tidak ada berhala yang diizinkan disembah di
surga. Terutama orang-orang jahat yang diyakini dibunuh oleh Surga melalui petir,
dengan kejahatan mereka tertulis di tulang punggung mereka (yang terbakar).
Meskipun kepercayaan populer secara bertahap berkurang setelah munculnya agama
Buddha dan Taoisme, beberapa konsepnya tetap digunakan sepanjang periode pra-
modern. Konsep-konsep ini, yang sering kali sangat dipengaruhi oleh teori
Konfusianisme, mencakup Mandat Surga, peran Kaisar sebagai Putra Surga, dan
penggulingan dinasti secara sah ketika "mandat" tersebut berakhir. Akibatnya, pemujaan
terhadap Surga tetap menjadi kultus atau agama resmi kekaisaran Tiongkok. Kaisar yang
menyukai Taoisme atau Budha dan mengabaikan pemujaan terhadap Surga sering kali
dipandang sebagai anomali. Unsur-unsurnya juga dimasukkan ke dalam agama rakyat
Tiongkok. Eksekusi dengan petir, misalnya, menjadi salah satu peran para dewa
petir. Konsep Surga yang maha kuasa tetap ada dalam ungkapan populer. Jika orang
berbahasa Anglofon mengatakan "Ya Tuhan" atau "Terima kasih Tuhan", orang
Tionghoa mungkin mengatakan "Oh Surga" ("老天!" atau "天哪!") atau "Terima
kasih kepada langit dan bumi" ("謝天謝地").

Pemujaan leluhur Pemujaan Tiongkok terhadap leluhur sudah ada sejak zaman kuno
(10.000 SM), sebelum Konfusianisme dan Taoisme. Kebudayaan tradisional Tiongkok,
Konfusianisme, dan Budha Tiongkok semuanya menghargai kesalehan berbakti sebagai
kebajikan tertinggi, dan tindakan tersebut merupakan bentuk kesalehan dan rasa hormat
yang berkelanjutan terhadap leluhur yang telah meninggal. Pemujaan terhadap leluhur
bahkan bisa meluas ke tokoh-tokoh legendaris atau sejarah, seperti bapak leluhur atau
pendiri nama keluarga Tionghoa, orang-orang berbudi luhur seperti Konfusius atau Guan
Yu, atau tokoh-tokoh mitologi seperti Kaisar Kuning, yang dianggap sebagai nenek
moyang seluruh rakyat Tiongkok. .
Dua festival besar yang melibatkan pemujaan leluhur adalah Festival Qingming dan
7
Festival Kesembilan Ganda, namun pemujaan terhadap leluhur dilakukan dalam banyak
upacara lainnya, termasuk pengarungan, pemakaman, dan inisiasi tiga serangkai. Para
jamaah umumnya mempersembahkan doa dan makanan untuk leluhur, menyalakan dupa
dan lilin, serta membakar persembahan uang roh. Kegiatan ini biasanya dilakukan di
lokasi makam leluhur, di kuil leluhur, atau di tempat pemujaan rumah tangga. Apakah
tindakan ini merupakan suatu bentuk penghormatan atau pemujaan, tindakan ini menjadi
bagian dari kontroversi Ritus Tiongkok, yang menimbulkan perdebatan apakah praktik
tersebut bertentangan dengan kepercayaan Gereja Katolik Roma atau tidak.

Taoisme Taoisme ("Tao Jiao," Taoisme Keagamaan) adalah agama asli Tiongkok
dan secara tradisional ditelusuri ke komposisi Tao Te Ching atau pendirian Jalan Para
Guru Surgawi oleh Zhang Daoling, meskipun beberapa aliran Tao menelusuri asal-
usulnya. jauh lebih awal. Agama Tao dibangun berdasarkan konsep-konsep sebelumnya
yang ditemukan dalam teks-teks kebijaksanaan klasik seperti Kitab Tao dan
Kebajikannya atau Dao De Jing (Tao Te Ching). Karya ini diatribusikan kepada orang
bijak Lao Zi, seorang tokoh mitologi yang kemudian dihormati oleh beberapa orang
sebagai dewa. Filsafat Taoisme berpusat pada 'jalan', pemahaman yang dapat diibaratkan
seperti mengenali hakikat alam semesta yang sebenarnya. Taoisme (dalam bentuknya
yang tidak terorganisir) juga dianggap sebagai agama rakyat Tiongkok.

Agama Buddha, Agama Buddha diperkenalkan dari Asia Selatan dan Asia Tengah
pada masa Dinasti Han dan sangat populer di kalangan masyarakat Tionghoa dari semua
lapisan masyarakat, dikagumi oleh rakyat jelata, dan disponsori oleh kaisar pada dinasti
tertentu. Agama Buddha saat ini telah berkembang cukup populer dan mendapat
dukungan dari pemerintah. Ini adalah agama terorganisir terbesar di negara ini. Perkiraan
jumlah umat Buddha di Tiongkok berkisar antara 100 juta hingga 607,4 juta, atau sekitar
8 hingga 46,5 persen dari populasi Tiongkok, sehingga menjadikan Tiongkok sebagai
negara dengan penganut Buddha terbanyak di dunia, disusul oleh Jepang. Perlu dicatat
bahwa banyak orang Tionghoa mengidentifikasi diri mereka sebagai penganut Tao dan
Buddha pada saat yang bersamaan.
Islam, Islam masuk ke Tiongkok melalui Jalur Sutra pada abad ke-7 (catatan lain
menyatakan bahwa beberapa sahabat Nabi Muhammad tiba di sana pada tahun 650 M
ketika Kaisar Tang Gaozong menunjukkan penghargaan yang tinggi terhadap Islam dan
percaya bahwa ajarannya sesuai dengan nilai-nilai yang dianut olehnya.
8
Konfusius). Islam kemudian disebarkan secara lebih besar oleh para pedagang dan
pengrajin seiring dengan membaiknya jalur perdagangan. Pada masa Dinasti Yuan,
banyak Masjid dan pusat pembelajaran dibangun. Saat ini, terdapat lebih dari 30.000
Masjid di seluruh Tiongkok.

Kekristenan, Masuknya agama Kristen ke Tiongkok yang pertama adalah masuknya


Nestorianisme yang disebarkan oleh para pelancong Timur Tengah yang datang ke
Tiongkok pada tahun 635 M, sebagaimana didokumentasikan oleh Batu Nestorian di
Xi'an. Pada tahun 1289, para biarawan Fransiskan Katolik dari Eropa memulai karya misi
di Tiongkok. Misi ini gagal pada tahun 1368, ketika Dinasti Ming menghapuskan agama
Kristen di Tiongkok. Upaya Jesuit pertama untuk mencapai Tiongkok dilakukan pada
tahun 1552 oleh Francis Xavier, yang meninggal pada tahun yang sama di pulau
Shangchuan di Tiongkok, tanpa mencapai daratan. Pada tahun 1582, Jesuit sekali lagi
memulai pekerjaan misi di Tiongkok, memperkenalkan sains, matematika, dan astronomi
Barat.
Sejak pelonggaran pembatasan terhadap agama setelah tahun 1970-an, agama Kristen
telah berkembang secara signifikan di Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Gerakan
Patriotik Tiga-Diri, Dewan Kristen Tiongkok (Protestan), dan Asosiasi Katolik Patriotik
Tiongkok (yang telah mengingkari Paus dan dianggap skismatis oleh umat Katolik Roma
lainnya) mempunyai afiliasi dengan pemerintah. Kelompok-kelompok ini mengikuti
peraturan yang dikenakan pada mereka.
Banyak orang Kristen memilih untuk bertemu secara mandiri, biasanya di gereja
rumah. Beasiswa ini tidak terdaftar secara resmi, dianggap sebagai entitas ilegal, dan
terkadang dilecehkan. Meskipun toleransi terhadap gereja rumah semakin meningkat
sejak akhir tahun 1970an, banyak orang Kristen Tiongkok yang dipenjara karena
keyakinan mereka, terutama dari gereja rumah. Namun, pergerakan gereja rumah terus
berkembang, termasuk kelompok belajar Alkitab dan seminari tidak resmi.
Perkiraan jumlah umat Kristen di Tiongkok sulit diperoleh karena banyaknya umat
Kristen yang tidak mau mengungkapkan keyakinan mereka, sikap permusuhan
pemerintah nasional terhadap beberapa sekte Kristen, dan kesulitan dalam memperoleh
statistik akurat mengenai gereja rumah. Dalam sebuah survei baru-baru ini, ditemukan
bahwa sekitar 3 persen dari populasi, sekitar 70 juta jiwa, adalah umat Kristen. Pada
tahun 2007, menurut seorang pejabat di departemen urusan agama pemerintah Tiongkok,
terdapat 130 juta umat Kristen Katolik dan Protestan di Tiongkok.

9
Yudaisme, Pada masa Dinasti Tang (abad ke-7 hingga ke-10 M) atau sebelumnya,
sekelompok kecil orang Yahudi menetap di Tiongkok. Komunitas awal yang paling
menonjol berada di Kaifeng, di provinsi Henan. Pada abad ke-20, banyak orang Yahudi
tiba di Hong Kong dan Shanghai selama periode ekspansi ekonomi kota-kota tersebut
pada dekade pertama abad tersebut, serta dengan tujuan mencari perlindungan dari
Holocaust di Eropa Barat dan dari revolusi komunis di Eropa. Rusia.
Shanghai terkenal karena banyaknya pengungsi Yahudi, yang sebagian besar
meninggalkan negaranya setelah perang. Sisanya direlokasi sebelum atau segera setelah
berdirinya RRT. Saat ini, komunitas Yahudi Kaifeng secara fungsional sudah punah,
meskipun banyak keturunan komunitas Kaifeng yang masih hidup di antara penduduk
Tionghoa, sebagian besar tidak menyadari nenek moyang Yahudi mereka. Sementara itu,
sisa-sisa pendatang baru tetap tinggal di komunitas di Shanghai dan Hong Kong. Dalam
beberapa tahun terakhir, sebuah komunitas juga telah berkembang di Beijing.

B. Peradaban dan Lahirnya Agama di Jepang.

Shinto adalah sistem kepercayaan tertua di Jepang, meskipun tidak memiliki tanggal
pendirian resmi. Sebaliknya, hal ini terkait erat dengan penciptaan pulau-pulau di
Jepang. Menurut legenda Shinto, setelah melihat bahwa pulau-pulau membutuhkan
seorang pemimpin, Amaterasu, dewi matahari Jepang, mengirim putranya, Ninigi, untuk
memimpin masyarakat. Putra Ninigi, Jimmu, menjadi kaisar pertama Jepang. Setiap
keshogunan dan kaisar berikutnya dapat menelusuri nenek moyangnya langsung ke Jimmu.

Agama Buddha masuk ke Jepang pada abad ke-6 M melalui perdagangan di sepanjang
Jalur Sutra dan terintegrasi dengan kepercayaan Shinto yang sudah mapan. Pada tahun
1635, Keshogunan Tokugawa—kaisar pada saat itu—mengeluarkan Dekrit Sakoku, yang
menutup perbatasan Jepang untuk menghilangkan pengaruh asing. Dekrit tersebut tetap
berlaku selama 220 tahun. Pada masa ini, agama Buddha, Shintoisme, dan Konfusianisme
merupakan kepercayaan yang disetujui negara, meskipun keluarga diharuskan untuk
mengasosiasikan diri mereka dengan kuil Buddha. Kekristenan dilarang, namun banyak
orang yang tetap menjalankan agama tersebut secara diam-diam.

Pembukaan Jepang dan Restorasi Meiji pada abad ke-19 menghasilkan kebijakan yang
memaksa pemisahan antara agama Buddha dan Shintoisme dalam upaya untuk
menyingkirkan negara tersebut dari agama Buddha, yang oleh kaisar Meiji dianggap

10
sebagai penghubung dengan Keshogunan Tokugawa. Pada masa ini, kekerasan terhadap
umat Buddha meningkat, dan banyak kuil serta artefak dihancurkan. Sebaliknya, larangan
terhadap agama Kristen dicabut, dan misionaris Protestan mulai berdatangan untuk
melakukan dakwah. Shinto ditetapkan sebagai agama resmi Jepang. Shinto Negara ini
digunakan untuk membenarkan nasionalisme dan taktik militan yang digunakan Jepang
selama Perang Dunia II. Shinto Negara dibubarkan pada tahun 1945 dan 1946 di bawah
pengaruh Amerika Serikat dan tiga dokumen resmi: Petunjuk Pembubaran Shinto Negara,
Reskrip Kekaisaran yang menolak Ketuhanan, dan konstitusi Jepang yang baru.

Konstitusi pascaperang ini menjamin hak kebebasan beragama dan melarang kelompok
yang berafiliasi dengan agama menjalankan kekuasaan politik. Semua sekolah, kecuali
sekolah agama, bersifat sekuler, tetapi siswanya dididik berdasarkan agama-agama dunia
sebagai bagian dari standar pendidikan nasional. Adalah ilegal bagi narapidana untuk
menjalankan agama secara terbuka selama di penjara.

C. Peradaban dan Lahirnya Agama di Mongolia


Berbagai bentuk Syamanisme telah banyak dipraktikkan sepanjang sejarah Mongolia
sekarang, karena kepercayaan semacam itu biasa terjadi di kalangan orang-orang nomaden
dalam sejarah Asia. Keyakinan semacam itu berangsur-angsur berujung pada Buddhisme
Tibet, namun perdukunan telah meninggalkan tanda pada budaya religius Mongolia, dan
terus dipraktikkan.

Dewa & Roh, Bangsa Mongol percaya pada kekuatan spiritual makhluk ilahi dan lokasi
suci. Yang tertinggi di antara para dewa, meskipun mereka mungkin tidak dianggap
memiliki bentuk seperti manusia, adalah kekuatan Langit dan Bumi. Dewi Bumi atau Ibu
Pertiwi, yang dikenal sebagai Etugen (alias Itugen), melambangkan kesuburan. Namun,
pemujaan utamanya ditujukan kepada Tengri (alias Gok Monggke Tenggeri), 'Langit Biru'
atau 'Surga Abadi'. Dewa pelindung ini dianggap telah memberikan bangsa Mongol hak
mereka untuk menguasai seluruh dunia, dan ia sering dirujuk dalam baris pembuka
suntingan Mongol dan dokumen resmi lainnya dengan frasa Mongke Tenggiri- yin Kucun-
dur atau 'Dengan Kekuatan Surga Abadi.' Doa dipanjatkan kepada dewa-dewa ini, tetapi
dengan cara yang sederhana, tanpa bangunan dan upacara seperti yang terlihat pada agama
11
lain. Meskipun puncak gunung, puncak bukit, atau piramida dr batu kasar ( ovoo )
dianggap sebagai tempat yang paling disukai, sekadar berdiri di udara terbuka dan melepas
topi dan ikat pinggang sebelum berdoa sudah cukup untuk menunjukkan ketundukan
seseorang kepada Yang Mahakuasa.

Perdukunan, Dukun adalah orang terdekat yang dimiliki bangsa Mongol dengan
jabatan pendeta, dan mereka bisa laki-laki ( bo'e ) atau, yang lebih jarang, perempuan (
iduqan ). Sangat umum bagi dukun untuk mewariskan posisi dan keterampilan mereka
kepada anak-anak mereka meskipun seseorang mungkin juga menjadi dukun setelah
mengalami pengalaman mendekati kematian atau dengan menunjukkan kepekaan tertentu
terhadap dunia roh. Pada dasarnya, mereka bertindak sebagai perantara suatu suku antara
dunia ini dan dunia roh. Jubah putih yang dikenakan para dukun seringkali membawa
simbol-simbol seperti genderang dan kuda hobi, yang melambangkan semangat penjaga
dan pelindung masyarakat Mongol. Mengendarai kuda putih, seorang dukun mungkin
membawa drum sungguhan, memakai cermin di lehernya atau, saat berjalan, menggunakan
tongkat, simbol lain dari kantornya.

Akhirat, Kekhawatiran bangsa Mongol untuk menguburkan orang mati dengan senjata
dan harta benda milik orang yang meninggal menunjukkan semacam kepercayaan akan
kehidupan setelah kematian. Dukungan lebih lanjut terhadap keyakinan ini adalah fakta
bahwa para pemimpin ditempatkan di makam megah, biasanya di lokasi rahasia tetapi di
suatu tempat dekat gunung suci seperti Burkan Kuldun di Mongolia, bersama dengan
sejumlah kekayaan dan budak. Jenghis Khan diberi perlakuan seperti itu dan bahkan 40
selirnya dan 40 kuda dikorbankan untuk menemaninya di makamnya . Hal ini
menunjukkan bahwa bangsa Mongol menganggap akhirat sebagai semacam kelanjutan dari
kehidupan ini sehingga status sosial dan bahkan profesi seseorang tetap sama seperti
sebelumnya.

Buddhisme & Agama Lain, Ketika bangsa Mongol memperluas kerajaan mereka yang
mengesankan , semakin banyak pula bangsa dan agama yang berada di bawah kendali
mereka. Para misionaris pun datang dari Tiongkok, Tibet, Persia , dan Eropa untuk
menyebarkan agama mereka di kerajaan terbesar di dunia. Kekristenan Nestorian ,
Kekristenan Barat, Islam , Budha, Budha Tibet (Lamaisme), Taoisme , dan Konfusianisme
semuanya dianut di wilayah yang dikuasai Mongol. Agama-agama ini dan para
12
pengikutnya sebagian besar dibiarkan menjalankan agama mereka (dengan pengecualian
Ilkhanate yang didominasi Muslim di bagian barat kekaisaran) asalkan negara tidak pernah
terancam oleh mereka. Bahkan Karakorum , ibu kota Mongol pada abad ke-13 M,
misalnya, telah mendedikasikan tempat ibadah untuk semua agama besar yang dianut di
Asia.

D. Peradaban dan Lahirnya Agama di Korea Selatan


Di Korea Selatan, berbagai agama seperti syamanisme, Buddha, Konghucu, Kristen,
dan Islam, hidup berdampingan secara damai. Berdasarkan survei statistik tahun 2015,
44% dari penduduk Korsel menganut sebuah agama. Warga Korsel memiliki ideologi yang
mengakar kuat pada Buddhisme dan Konfusianisme, dan terdapat lebih dari setengah
peninggalan dan aset budaya Korea terkait dengan Buddha atau Konfusianisme. Agama
Buddha diperkenalkan pada tahun 372 M dan terdapat puluhan ribu kuil di seluruh negeri.
Konfusianisme adalah agama resmi Dinasti Joseon (1392-1910) yang menekankan kode
etik kesetiaan dan penghormatan leluhur. Dinasti Joseon menyusun kode etik berdasarkan
konsep Konfusianisme untuk mengatur tata krama sehari-hari dan budaya masyarakat,
seperti kesetiaan pelayan terhadap raja, anak-anak yang rajin bekerja dan menjaga orang
tua dengan baik, prinsip yang harus diterapkan di antara pasangan suami istri, dan
sebagainya.

Agama Katolik diperkenalkan pada akhir Dinasti Joseon oleh utusan yang kembali dari
Beijing dan pastor dari Barat yang diselundupkan. Meskipun pada awalnya para misionaris
itu dianiaya, agama Katolik tersebar dengan cepat di kalangan masyarakat biasa. Proses ini
menghasilkan banyak martir yang menjadikan Korea sebagai negara keempat di dunia
yang menghasilkan orang suci terbanyak.
Agama Protestan juga menyebar luas ke seluruh Korea, terutama di sekolah-sekolah dan
rumah sakit pada akhir Dinasti Joseon. Di Korsel, terdapat banyak rumah sakit, sekolah
menengah pertama, sekolah menengah atas, dan universitas yang mengajarkan ideologi
agama Kristen Protestan. Selain itu, agama asli Korea, seperti Cheondogyo, Won Buddha,
dan Daejonggyo juga melakukan propaganda secara nasional. Cheondogyo berawal dari
Donghak yang didirikan pada abad ke-19. Agama ini berdasarkan pada ideologi bahwa
semua orang pada dasarnya sama dan kepercayaan bahwa manusia akan menjadi
langit/surga. Agama ini berpengaruh besar bagi modernisasi Korea. Daejonggyo adalah
agama yang menghormati Dangun, nenek moyang warga Korea, sebagai dewa. Untuk
13
agama Islam, Asosiasi Muslim Korea didirikan dan imam Korea pertama dipilih pada
tahun 1955, kemudian Federasi Muslim Korea didirikan pada tahun 1967. Selain itu,
terdapat warga yang percaya bahwa dukun dapat meramalkan masa depan dan
menenangkan jiwa leluhur sehingga terdapat juga warga yang berkonsultasi ke rumah
peramal saat ingin berbisnis atau menikah.

E. Peradaban dan Munculnya Agama di Korea Utara

Tidak ada data resmi tentang agama di Korea Utara dan secara institusi, negara ini termasuk
negara Ateis, di mana 64% penduduknya tidak memiliki agama. Berdasarkan perkiraan tahun
1990-an dan 2000-an,Korea Utara merupakan negara paling tidak religius, tetapi ada
beberapa yang menganut kepercayaan tradisi Korea, yakni Shamanisme dan Chondoisme.
Sejumlah pemeluk agama Buddha dan Kekristenan menjadi minoritas di negara ini.

Chondoisme (Korea: 천도교 Ch'ŏndogyo) atau Cheondoisme merupakam agama yang

berakar dari ajaran Konghucu. Ajaran ini dipelopori oleh Choe Je-u (1824–1864), anggota
keluarga miskin yangban, pada tahun 1860 sebagai balasan untuk melawan gerakan "agama
luar", menurut pandangannya, termasuk ajaran Budha dan Kekristenan (bagian dari Seohak,
pengaruh budaya barat ke Korea diakhir abad ke-19). Choe Je-u membentuk Chondoisme
setelah mendapatkan ilham Sangje atau Haneullim, dewa dari Surga dalam tradisi
shamanisme. Berdasarkan penelitian, sekitar 13.5% atau 3.245.000 jiwa merupakan pemeluk
Chondoisme. Chondoisme menjadi agama satu-satunya yang paling disukai oleh
pemerintahan Korea Utara. Ini merupakan perwakilan dari Partai Chondoist Chongu, dan ini
diakui pemerintahan Korea sebagai agama negara." karena ini merupakan identitas minjung
(kepopuleran) dan revolusi anti-imperialisme.

Shamanisme Korea, Shamanisme Korea atau perdukunan Korea dikenal juga sebagai

"Muism" (무교 Mugyo, "mu "agama" [shaman] atau "Sinism" (신교 Singyo, "agama shin

(agama Tiongkok) (dewa), adalah agama tradisi Korea dan orang Korea.[12] Terkadang
diartikan sama: Jung Young Lee mengartikan "Muism" sebagai sebuah bentuk Sinisme–

tradisi shamanik dengan agama.[13] Nama lain untuk agama ini adalah "Sindo" (신도 "Jalan

para dewa") atau "Sindoisme" (신도교 Sindogyo, "agama jalan para dewa"). Pemeluk

Shamasime atau perdukunan di Korea Utara sekitar16% atau sekitat 3.846.000 jiwa
penduduk. Dalam bahasa kontemporer Korea, pendeta-shaman atau mu dikenal dengan

14
sebutan mudang untuk perempuan dan baksu untuk laki-laki, dan ada pula sebutan lain yang
digunakan. Peran dari mudang adalah sebagai perantara antara spiritual atau dewa, dan
rencana manusia, dengan melakukan "ritual khusus" dalam usaha mencari solusi atas masalah
manusia. Pusat keyakinan dari Haneullim atau Hwanin adalah "sumber dari semua makhluk",
dan semua kehidupan para dewa, dewa tertinggi atau pikiran tertinggi. Mu dianggap sebagai
"Raja Surga", anak dari "Ibu Surga [Raja Surgawi]", yang penobatannya dari garis keturunan
perempuan.

Muisme di Korea sangat mirip dengan ajaran Wuisme, ajaran Shanisme di Tiongkok, ajaran
Shinto di Jepang, ajaran Shamanisme di Siberia, Shamanisme di Mongolia, dan Shamanisme
Manchu. Dalam kajian studi antropologis, dewa leluhur Korea Dangun, terkait dengan Ural-
Altta Tengri di "Surga", sang dukun dan sang pangeran. Mudang sendiri ada kemiripan
dengan bahasa Jepang miko dan Ryukyuan . Muisme telah memberikan pengaruh pada
beberapa agama baru Korea, seperti Chondoisme di Korea Utara. Dan dalam hasil penelitian
sociological studies, banyak gereja Kristen di Korea Utara menggunakan praktik-praktik
yang berakar pada perdukunan karena teologi perdukunan Korea memiliki kesamaan dengan
agama Kristen.

Agama Minoritas, Sejumlah pemeluk agama lain seperti Budha, Konghucu, dan Kristen ada
di negara ini. Data penelitian menyebutkan, sekitar 1.820.000 jiwa (4.5%) merupakan
pemeluk agama Budha dan sekitar 400.000 jiwa (1.7%) merupakan pemeluk agama
Kekristenan. Sedangkan 3.000 jiwa (0.1%) adalah pemeluk agama Islam dan umumnya
adalah para perwakilan di kedutaan negara dari negara lain. Beberapa rumah ibadah yang
diakui di Korea Utara adalah Katedral Jangchun bagi pemeluk Katholik Roma, lalu ada pula
Gereja Chilgol dan Gereja Pongsu untuk pemeluk agama Kristen Protestan dan gereja
Jongbaek bagi pemeluk agama Ortodoks, khususnya dari Rusia. Sedangkan bagi pemeluk
Islam, shalat jumat umumnya dilaksanakan di Masjid Ar-Rahman yang terletak di kompleks
Kedutaan Besar Iran.

F. Peradaban dan Munculnya Agama Di Taiwan


Agama di Taiwan dicirikan oleh keragaman keyakinan dan praktik keagamaan, terutama
yang berkaitan dengan pelestarian budaya dan agama Tiongkok kuno . Kebebasan beragama
tertulis dalam konstitusi Republik Tiongkok (Taiwan) . Mayoritas masyarakat Taiwan menganut
kombinasi agama Buddha dan Taoisme , sering kali dengan pandangan dunia Konfusianisme ,
yang secara kolektif disebut sebagai agama rakyat Tiongkok .

15
Banyak analisis statistik yang mencoba membedakan antara agama Buddha dan Taoisme di
Taiwan, yang, bersama dengan Konfusianisme , merupakan aspek dalam "agama Tiongkok
kuno" yang lebih luas. Sulit untuk membuat perbedaan seperti itu karena berbagai dewa Tao
disembah bersama dewa-dewa yang berasal dari agama Buddha, misalnya Guanyin , di banyak
kuil di seluruh negeri. Pada tahun 2019 , terdapat 15.175 bangunan keagamaan di Taiwan,
sekitar satu tempat ibadah per 1.572 penduduk. 12.279 kuil didedikasikan untuk Taoisme dan
Budha . Terdapat 9.684 Kuil Tao , 2.317 Kuil Budha , dan 2.845 Gereja Kristen .Di wilayah
Taiwan yang luasnya 36.000 kilometer persegi, terdapat lebih dari 33.000 tempat bagi umat
beragama (umat beragama) untuk beribadah dan berkumpul. Dengan rata-rata hampir satu
bangunan keagamaan (kuil, gereja, dll.) untuk setiap kilometer persegi, Taiwan dianggap
memiliki kepadatan bangunan keagamaan tertinggi, menjadikannya wilayah "paling religius" di
wilayah yang mayoritas berbahasa Mandarin .

2.3. Pengaruh Nilai Budaya Asia Timur.

Pengaruh nilai budaya Asia timur mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk
keramahatan Asia Timur dan hubungan dinamika negara-negara di Asia. Berdasarkan
informasi yang disediakan, nilai budaya Asia Timur memiliki dampak langsung pada
industri pariwisata, seperti kualitas fasilitas dan pelayanan yang telah mencapai reputasi
yang baik. Dalam sejarahnya, wilayah Asia Timur telah menjadi pusat dari peradaban
kuno yang berpengaruh dengan Cina (Tiongkok) sebagai salah satu peradaban tertua di
dunia yang mana pengaruhnya dapat ditemukan diseluruh Asia Timur. Secara
keseluruhan, wilayah Asia Timur adalah wilayah yang kompleks dengan sejarah, sosial
budaya, politik, ekonomi dan kondisi geografis yang beragam. Kerja sama regional yang
lebih erat serta pembangunan yang berkelanjutan memegang peran penting dan diharapkan
dapat membentuk masa dengan yang lebih baik untuk wilayah Asia Timur ini.

Budaya didefinisikan sebagai kebiasaan, kepercayaan dan nilai-nilai yang dianut oleh
kelompok etnis, kelompok agama dan kelompok sosial yang cenderung tidak berubah dari
generasi ke generasi. Budaya adalah faktor pendorong dibalik beragamnya pertumbuhan
ekonomi. Pemikiran-pemikiran ekonomi pada akhir tahun 1990-an dan awal tahun 2000-
an menemukan bahwa pembangunan tidak hanya didorong oleh hadirnya institusi-institusi
formal namun juga oleh hadirnya institusi-institusi informal dimana budaya hadir dan
berperan di dalamnya. Hubungan antara budaya dan pembangunan bisa diartikan menjadi
dua, baik sebagai agen perubahan utama maupun sebagai target perubahan. Budaya
dijadikan sebagai agen perubahan utama disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya (1)

16
budayamemproduksi kondisi material karena budaya memproduksi simbol dan aksi; dan
(2) budaya mampu mendorong individu untuk merekonstruksi struktur institusi dan
lingkungan materialnya, dalam hal ini individu menunjukkan respon kreatifnya. Hubungan
antara budaya dan pembangunan juga memperlihatkan bahwa budaya adalah target
perubahan itu sendiri. Di Asia Timur, budaya kolektif muncul sebagai budaya yang dipilih
untuk dipromosikan sekaligus menjadi target untuk diubah.Konfusian dipandang sebagai
budaya yang berpengaruh pada pembangunan ekonomi di masyarakat Asia Timur. Ada
dua faktor yang mempengaruhi kesuksesan Asia Timur yaitu pengalaman Asia Timur
yang tidak hanya didukung oleh budaya Konfusian melainkan juga ada pengaruh budaya
Barat; dan kombinasi keduanya memunculkan etika kerja yang mendorong kepada
pembangunan. Pembangunan di negara-negara Asia Timur adalah dengan
mengkombinasikan nilai-nilai Barat dengan nilai-nilai Timur. Kelembagaan sosial,
ekonomi dan politik merupakan impor dari Barat sedangkan sistem nilai yang ada dalam
institusi tersebut disediakan oleh nilai-nilai Konfusian. Inilah yang membedakan
kapitalisme Asia Timur.

2.4 Pengaruh Agama dalam kebudayaan Asia Timur

Agama memiliki peran penting dalam membentuk identitas dan kohesi sosial di banyak
negara di Asia Timur. Hal ini tercermin dalam tradisi, adat istiadat, seni, dan arsitektur yang
dipengaruhi oleh agama dominan di suatu wilayah. Agama juga memainkan peran utama
dalam perilaku dan etika masyarakat Asia Timur. Ajaran-ajaran agama seperti
Konfusianisme, Taoisme, Buddhisme, Hinduisme, dan Islam telah membentuk nilai-nilai dan
norma-norma sosial di Asia Timur. Selain itu, agama sering kali terintegrasi erat dalam
upacara dan ritual masyarakat Asia Timur. Upacara-upacara adat seperti pemakaman,
pernikahan, kelahiran, dll. sangat dipengaruhi oleh kepercayaan dan ajaran agama. Agama
juga terlihat jelas dalam seni tradisional seperti tari-tarian upacara candi, teater wayang kulit,
lukisan, dan kerajinantangan di Asia Timur yang memiliki tema dan simbolisme religius.
A. Agama sebagai sumber nilai dan norma sosial, Agama memberikan pedoman moral
dan etika yang memengaruhi perilaku sosial dan budaya masyarakat Asia. Misalnya,
ajaran Konfusianisme tentang harmoni sosial, atau ajaran Hindu-Buddha tentang
karma.

B. Agama sebagai landasan tradisi dan adat istiadat. Banyak tradisi dan adat istiadat di
Asia yang berakar dari ajaran dan mitos agama. Seperti perayaan Imlek bagi umat
Konfusian dan Tao, atau upacara adat pernikahan.

C. Seni dan arsitektur dipengaruhi agama. Kuil-kuil Tiongkok merupakan contoh


pengaruh agama Buddha, Hindu, dan Tao terhadap seni bangunan Asia Timur.
17
BAB Ⅲ

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

kekayaan budaya Asia dan peran signifikan nilai-nilai kultural serta agama dalam
membentuk identitas dan keberlanjutan masyarakat-masyarakat di berbagai kawasan Asia
Timur. Melalui analisis perkembangan budaya dan agama di Asia Timur, kita dapat
menyaksikan bagaimana nilai-nilai dan norma-norma yang diwarisi dari generasi ke generasi
membentuk landasan kuat bagi identitas individu dan komunitas. Proses penyebaran agama,
seperti Budha, Islam, dan Kristen, memiliki dampak besar terhadap perubahan budaya dan
adat istiadat di berbagai kawasan. Pentingnya nilai budaya Asia Timur juga termanifestasi
dalam aspek-aspek kehidupan seperti pariwisata dan ekonomi. Pemahaman mendalam
terhadap konsep budaya dalam konteks agama membawa dampak signifikan pada seni,
arsitektur, dan praktik kehidupan sehari-hari di Asia Timur. Nilai-nilai seperti penghargaan
pada pendidikan, rasa hormat pada orang tua, orientasi jangka panjang, dan etika kerja yang
kuat menjadi pilar utama dalam membentuk dinamika sosial dan ekonomi di berbagai negara
Asia. Selain itu, agama memainkan peran sentral dalam membentuk tradisi, adat istiadat, seni,
dan arsitektur di Asia Timur. Berbagai upacara adat dan ritual masyarakat Asia Timur secara
erat terkait dengan kepercayaan agama yang mereka anut. Agama sebagai sumber nilai dan
norma sosial juga memberikan pedoman moral yang mendalam, memengaruhi perilaku dan
interaksi sosial.

18
DAFTAR PUSTAKA
Puspitasari, R. PERADABAN ASIA SELATAN: INDIA.

Kim, U. and Park, Y-S., 2000. Confucian values in contemporary Korean society.

Lee, W.O., 1996. The cultural context for Chinese learners: Conceptions of learning in the
Confucian tradition. The Chinese learner, 25, pp.45-67.)

Meng, Z., 2017. Filial piety and long term care arrangements in China. Ageing International,
42(3), pp.297-308.)

Pye, L.W., 2000. “Asian values”: From dynamos to dominoes?. Culture matters: How values
shape human progress, pp.244-255.)

Lim, L., 1998. Cultural attributes of Asia: implications for ethics and social responsibility.
Journal of Business Ethics, 17(14), pp.1411-1419.)

Universitas islam Indonesia

wenaldi andarisma , 2012, jurnal kebudayaan asia timur, sribc

Sumber : R. C. Majumdar. An Advanced History of India. London: Macmillan & Co LTD.


1958. Hlm

19

Anda mungkin juga menyukai