Anda di halaman 1dari 35

PENGARUH SENAM ERGONOMIK TERHADAP PENURUNAN

ASAM URAT YANG DI ALAMI LANSIA


DI POSYANDU DESA SEMEN

Oleh:
Ellma Tri Yuliana
10218025

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

TAHUN 2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “Pengaruh Senam Ergonomik
terhadap Penurunan Kadar Asam Urat pada Lansia di Posyandu Desa Semen”. Proposal
ini disusun sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan Riset pada Program Studi S1
Keperawatan Fakultas Kesehatan Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri. Peneliti
menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini, mendapatkan banyak bimbingan dan
arahan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada
yang sebesar-besarnya kepada para Dosen pemberi materi dan Dosen pembimbing.

Kediri, 09 Juli 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Content

s
KATA PENGANTAR............................................................................................................ II
DAFTAR ISI..........................................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG.....................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH..................................................................................................2
1.3 TUJUAN PENELITIAN...................................................................................................2
1.4 MANFAAT PENELITIAN...............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................4
2.1 KONSEP LANJUT USIA .........................................................................................4
2.2 ASAM URAT........................................................................................................6
2.3 SENAM ERGONOMIK..........................................................................................17
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS..........................................................22
3.1 KERANGKA KONSEP.................................................................................................22
3.2 HIPOTESIS.................................................................................................................23
BAB IV METODE PENELITIAN.......................................................................................24
4.1. DESAIN PENELITIAN.................................................................................................24
4.2. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN............................................................................24
4.3. POPULASI, SAMPEL, DAN TEKHNIK SAMPLING........................................................19
4.4. VARIABEL PENELITIAN.............................................................................................21
4.5. DEFINISI OPERASIONAL............................................................................................22
4.6. INSTRUMEN PENELITIAN...........................................................................................28
4.7. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA..............................................................................29
4.8. TEHNIK PENGOLAHAN DATA....................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................31
BAB I

PENDAHULUAN
1.2 Latar Belakang

Lansia merupakan fase yang akan dilalui oleh setiap manusia seperti halnya
sama dengan penuaan. Secara garis besar penuaan menimbulkan berbagai masalah
fisik, boplogis, mental, maupun sosial. Dengan bertambahnya usia pada seseorang
maka fungsi fisiologis pun akan menurun seperti halnya pada lansia. Proses ini muncul
karena proses degeneratif atau penuaan oleh karena itu banyak sekali penyakit menular
yang terjadi pada lansia. Dan ada banyak penyakit tidak menular yang sering dialami
oleh lansia antara lain Hipertensi, Artritis, Stroke, DM, Kanker, Batu Ginjal
( Kemenkes, 2013 ).

Pada proses degeneratif atau penuaan kemunduran sel-sel yang terjadi pada
lansia menyebabkan berbagai macam penyakit, seperti asam urat (Sari, M 2010).
Karena seiring bertambahnya usia maka kadar asam urat akan terus meningkat terutama
pada laki-laki karena laki-laki tidak memiliki hormon esterogen. Jika pada perempuan,
rendahnya hormon esterogen dan tinnginya FSH dan LH dapat menimbulkan
perubahan pada pembulu darah, sehingga pada perempuan menopause akan mengalami
penurunan hormon esterogen menyebabkan kadar asam urat didalam darah akan
meningkat dan akan beresiko lebih tinggi. Jadi untuk laki-laki dan perempuan sama-
sama memiliki resiko tinggi terkena asam urat pada usia lanjut atau lansia
(Setyoningsih, 2009).

Menurut WHO Indonesia merupakan negara terbesar ke-4 di dunia yang


penduduknya mayoritas mengalami asam urat. Penyakit Asam urat di indonesia 35 %
terjadi pada laki-laki usia diatas 34 tahun. Prevalensi asam urat di Indonesia
diperkirakan 1,6-13,6 / 100.000 orang, dan di Jawa Timur sebesar 17 % yang
mengalami asam urat hal ini meningkat seiring dengan meningkatnya usia
( Tjokroprawiro,2007 pada setyo, 2014) .Kadar asam urat normal pada laki-laki yaitu
3,5-7 mg/dl dan pada perempuan 2,6-6 mg/dl. Dimana kadar asam urat yang melebihi
batas normal disebut dengan Hiperurisemia (Sustrani, 2006).

Menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 138 tentang kesehatan


lansia yang mengatur terkait upaya pemeliharaan kesehatan bagi lansia dan jaminan
pemerintah bagi ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok
lanjut usia agar tetap hidup mandiri dan produktif. Dalam mewujudkan upaya
pemerintah dalam pelayanan kesehatan lansia maka terbitlah posyandu lansia di
dalamnya ada peran kader posyandu, peran perawat puskesmas, peran keluarga, serta
peran masyarakat ( Kemenkes RI, 2016).

Senam ergonomik adalah gerakan yang mengoptimalkan posisi dimana tuhuh


pada ruang kerja dengan tujuan mengurangi atau menghilangkan kelelahan. Gerakan
senam ergonomik adalah perpaduan aktivitas otot dan teknik pernafasan. Setiap
gerakan senam ergonomik ini diawali dengan menarik nafas dan menggunakan teknik
nafas dada. Tujuannya yaitu untuk mengembangkan paru-paru secara optimal agar
dapat menghimpun oksigen lebih banyak (Wratsongko,2015.)

Berdasarkan pernyataan yang didapatkan pada tanggal 23 Maret 2021 di


Posyandu lansia Desa Semen terdapat 20 lansia yang mengikuti posyandu, 10
diantaranya menderita Asam urat dan sisanya menderita hipertensi. Menurut salah satu
keterangan dari kader posyandu, lansia mengalami asam urat karena memakan
makanan yang mengandung purin seperti sayuran bersantan, jeroan dan kurangnya
diimbangi dengan olahraga. Untuk mengurangi keluhan asam urat sebagian besar lansia
mengkonsumsi obat dari warung atau disebut dengan terapi farmakologi dibanding
melakukan terapi non-farmakologi seperti kompres air hangat dan senam. Berdasarkan
penjelasan tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian tentang senam tera terhadap
penurunan Asam Urat pada lansia di posyandu Desa Semen.

1.3 Rumusan Masalah

Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah “ Apakah ada pengaruh senam
ergonomik terhadap penurunan asam urat pada lansia di posyandu Desa Semen”.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mengetahui Pengaruh Senam Ergonomik Terhadap Penurunan Asam Urat pada
Lansia di Posyandu Desa Semen.
Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin pada
Posyandu Lansia Desa Semen
b. Untuk mengidentifikasi kadar Asam Urat Pada Lansia sebelum dilakukan
pemberian Senam Ergonomik selama 1 Bulan pada Posyandu Lansia Desa
Semen
c. Untuk mengidentifikasi kadar Asam Urat Pada Lansia Sesudah dilakukan
pemberian Senam Ergonomik selama 1 Bulan pada Posyandu Lansia Desa
Semen
d. Untuk menganalisa pengaruh Senam Ergonomik yang telah diberikan
selama 1 Bulan pada Posyandu Lansia Desa Semen

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat Bagi Peneliti


Peneliti dapat menambah pengalaman dalam penelitian sehingga dapat
menerapkan ilmu yang telah di dapat selama melakukan penelitian dan dapat
menambah pengetahuan tentang pengaruh senam tera terhadap penurunan Asam
Urat pada Lansia.
Manfaat Bagi Pendidikan
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian terhadap teori yang telah
diperoleh dan sekaligus sebagai bahan bacaan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Lanjut Usia
2.1.1 Pengertian Lanjut Usia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut WHO
dan Undang-Undang No 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pasal 1 ayat 2 yang
menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Organisasi kesehatan dunia
(WHO) menggatakan Ada 4 golongan antara lain :
1. Usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) 60-74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) 75-90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) lebih dari 90 tahun
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang di tandai dengan tahapan-tahapan
menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan rentannya tubuh terhadap
berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem
kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin . Hal tersebut
disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi
sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada
kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi
dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of daily living
(Fatmah, 2010).
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu
waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan
tua (Nugroho, 2009).
2.1.2 Batasan-batasan lanjut usia
Usia yang dijadikan patokan sebagai usia lanjut itu berbeda-beda umumnya berkisar
antara 60-65 tahun. Beberapa para ahli tentang batasan usia lansia adalah sebagai berikut :
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) ada empat yaitu :
1. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun.
2. Lanjut usia (elderly) usia ( 60-74) tahun.
3. Lanjut usia tua (old) usia (75-90) tahun.
4. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun.
2.1.3 Tipe lansia
Tipe lansia tergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik,
mental, sosial, dan ekonominya (Padila, 2013). Tipe tersebut diantaranya adalah

1. Tipe arif bijaksana


Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi
undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Menggantikan kegiatan yang hilang dengan baru, selektif dalam mencari pekerjaan,
bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabra,
mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.
4. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan acuh
tak acuh.
2.1.4 Tugas perkembangan lansia
Menurut padila tahun 2013 kesiapan lansia untuk beradaptasi terhadap tugas
perkembangan lansia dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap
sebelumnya. Tugas perkembangannya adalah sebagai berikut :
1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
2. Mempersiapkan diri untuk pensiun.
3. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
4. Mempersiapkan kehidupan baru.
5. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial / masyarakat secara santai.
6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.

2.1.5 Proses menua (Aging Proces)


Menjadi tua (Menua) adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia.
Proses menua adalah proses sepanjang hidup yang ridak hanya dimulai dari suatu waktu
tertentu, tetapi dimuali sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah yang berarti seseorang telah memulai tahap-tahap kehidupan yang neonatus,
toddler, pra school, school, remaja, dewasa, dan lansia. Tahapan berbeda ini dimulai
baik secara biologis maupun psikologis (Padila, 2013).
2.1.6 Permasalahan yang terjadi pada lansia
Menurut Sunaryo (2016) berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian
kesejahteraan lanjut usia,antara lain
1. Permasalahan umum
a. Makin besar jumplah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut
kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industry
d. Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga professional pelayanan lanjut usia
e. Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia
2. Permasalahan khusus
a. Berlangsunya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental
maupun social.
b. Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c. Rendahnya produktifitas kerja lanjut.
d. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistic.
f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat menganggu kesehatan
fisik pada lansia
2.2 Asam Urat
2.2.1 Pengertian Asam Urat
Asam urat merupakan hasil akhir metabolisme dari purin yang berbentuk
nucleoprotein, yakni salah satu komponen asam nukleat yang terdapat pada inti sel-sel
tubuh. Asam urat juga merupakan senyawa yang memiliki sifat sangat sulit larut di
dalam air, yang disebut juga dengan senyawa semi solid. Dengan istilah uric acid dan
rumusan kimia C5H4N405, asam urat diproduksi ketika tubuh memecah zat yang
disebut purin (Rahmatul, 2015).
Asam urat terjadi akibat mengkonsumsi zat purin secara berlebih. Pada kondisi normal
zat purin tidak berbahaya. Apabila zat tersebut sudah berlebihan di dalam tubuh, ginjal
tidak mampu mengeluarkan zat purin sehingga zat tersebut mengkristal menjadi asam
urat yang menumpuk di persendian. Asam urat dihasilkan oleh setiap makhluk hidup
akibat proses metabolise utama yaitu proses kimia dalam inti sel yang berfungsi
menunjang kelangsungan hidup (Ari Wulandari, 2016).
2.2.2 Matabolisme Asam Urat
Pembentukan asam urat dalam darah dapat meningkat disebabkan oleh faktor dari luar
seperti makanan dan minuman yang merangsang pembentukan asam urat. Ganggguan
timbul dalam proses ekskresi dalam tubuh yaitu produksi asam urat lebih banyak
dibanding pembuangannya, sehingga menyebabkan penumpukan asam urat di dalam
ginjal dan persendian (Kertia, 2012).
Proses metabolisme ini dimulai dari makanan yang berupa karbohidrat, protein, dan
serat dengan melalui proses kimia dalam tubuh untuk diubah menjadi energi dan
bahan–bahan kimia lain yang dibutuhkan tubuh. Penyimpangan dalam proses
metabolisme akan menyebabkan terjadinya kelebihan dan penumpukan asam urat (Isma
Fauzi, 2014).
Secara alamiah, purin terdapat dalam tubuh dan pada sel hidup. Tubuh menyediakan
85% senyawa purin khusus untuk kebutuhan setiap hari. Purin yang dihasilkan itu
berasal dari makanan, konversi asam urat nukleat dari jaringan, dan pembentukan purin
dalam tubuh. Di dalam bahan pangan, purin terdapat dalam asam nukleat berupa
nukleoprotein. Di usus, asam nukleat dibebaskan dari nukleoprotein oleh enzim
pencernaan. Asam nukleat akan dipecah lagi menjadi mononukleotida. Mononukleotida
dihidrolisis menjadi nukleosida yang dapat secara langsung di serap oleh tubuh dan
sebagian di pecah menjadi purin dan piramidin.purin teroksidasi menjadi asam urat
(Neti, 2014).
Asam urat dapat diabsorbsi melalui mukosa usus dan diekskresikan melalui purin. Pada
manusia sebagian besar purin dalam asam nukleat yang dimakan langsung diubah
menjadi asam urat, tanpa terlebih dahulu digabung dengan asam nukleat tubuh. Dengan
demikian kondisi prazat, pembentukan purin tersedia dalam jumlah yang mencukupi di
dalam tubuh dan purin bebas dari bahan pangan tidak berfungsi sebagai pembentuk
asam nukleat jaringan tubuh (Neti, 2014).
Inosine monophospat (IMP) merupakan nukleotida purin pertama yang dibentuk dari
gugus glisin dan mengandung basa hipoxanthine. IMP (Inosine monophospate)
berfungsi sebagai titik cabang nukleotida adenin dan guanin. AMP berasal IMP
melalui penambahan sebuah gugus amino aspartat ke karbon enam cincin purin dalam
reaksi yang memerlukan Guanosinetriposphate (GTP). Guanosine monophospate
(GMP) berasala dari IMP melalui pemindahan satu gugus amino dari amino glutamin
ke karbon dua cincin purin, reaksi ini membutuhkan ATP (Lamb, et al, 2011).
AMP mengalami deaminasi menjadi inosin, kemudian IMP dan GMP mengalami
defosforilasi menjadi inosin dan guanosin. Basa hipoxanthine terbentuk dari IMP yang
mengalami defosforilasi dan diubah oleh xanthineoxidase menjadi xanthineserta
guanin akan mengalami deaminasi untuk menghasilkan xanthine juga. Xanthine akan
diubah oleh xanthine oksidase menjadi asam urat. Asam urat diginjal akan mengalami
empat tahap yaitu asam urat ari plasma kapiler masuk ke glomerulus dan mengalami
filtrasi di glomerulus, sekitar 98-100% akan direabsorbsi pada tubulus proksimal,
selanjutnya disekresikan kedalam lumen distal tubulus proksimal dan direabsoorbsi
kembali pada tubulus distal. Asam urat akan diekskresikan kedalam urin sekitar 6%-
12% dari jumlah filtrasi. Setelah filtrasi urat di glomerulus, hampir semua direabsorbsi
kembali di tubuli proksimal. pH urin yang rendah di traktus urinarius menjadikan urat
diekskresikan dalam bentuk asam urat (Spieker, et al.,2011).
Pembentukan asam urat di mulai dari ribose 5-phospate, suatu pentose yang berasal dari
glycidic metabolism, di rubah menjadi PRPP (Phosphoribosyl pyrophosphate) dan
kemudian phosporibosilamene, lalu di transformasi menjadi inosine monophospate
(IMP). Senyawa perantara yang berasal dari adenosine monophospate (AMP) dan
Guanosine Monophospate (GMP), Purinic Nucleotides merupakan unit dasar dalam
proses biokimiawi yang berfungsi untuk DNA dan RNA, inosine akan mengalami
degrasi menjadi Hypoxantin Guanyl Phosporylbosyl Transferase (HGPRT), sisanya
akan diubah menjadi xanthine dan akirnya menjadi uric acid (asam urat) oleh enzim
xanthine (Yenrina, 2014).
2.2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi
Asam urat merupakan kristal putih tidak berbau dan tidak berasa lalu mengalami
dekomposisi dengan pemanasan menjadi asam sianida (HCN) sehingga cairan
ekstrasesular yang disebut sodium urat. Jumlah asam urat dalam darah dipengaruhi oleh
konsumsi dari luar, biosintesis asam urat / metbolisme, dan banyaknya ekskresi asam
urat (Kumalasari, 2009).
1. Faktor Produksi / Konsumsi
a. Konsumsi asupan purin berlebih
Asupan purin yang berlebihmelalui makanan dapat meningkatkan kadar asam urat
dalam darah dan yang termasuk sumber purin yang tinggi diantaranya adalah daging
serta makanan dari tumbuh-tumbuhan dan lain lain. Proses tejadinya penyakit asam urat
pada awalnya disebabkan oleh konsumsi zat yang mengandung purin secara berlebihan.
Setelah zat purin dalam jumlah banyak sudah masuk ke dalam tubuh, kemudian melalui
metabolisme, purin tersebut berubah menjadi asam urat.hal ini mengakibatkan kristal
asam urat menumpuk di persendian, sehingga sendi terasa nyeri, membengkak,
meradang dan juga kaku.
b. Konsumsi Alkohol
Konsumsi Alkohol merupakan faktor resiko terjadinya pirai pada laki- laki dengan
asam urat. Selain mengandung purin dan etanol, alkohol juga menghambat ekskresi
asam urat. Konsumsi minuman yang mengandung fruktosa tinggi, seperti soda juga
sedikit berpengaruh pada peningkatan resiko terjadinya gout, terutama pada pria. Kadar
laktat darah meningkat sebagai akibat produk sampingan dari metabolisme normal
alkohol, sehingga menghambat ekskresi asam urat oleh ginjal.
2. Faktor Metabolisme
AMP mengalami deaminasi menjadi inosin, kemudian IMP dan GMP mengalami
defosforilasi menjadi inosin dan guanosin. Basa hipoxanthine terbentuk dari IMP yang
mengalami defosforilasi dan diubah oleh xanthineoxidase menjadi xanthineserta guanin
akan mengalami deaminasi untuk menghasilkan xanthine juga. Xanthine akan diubah
oleh xanthine oksidase menjadi asam urat. Asam urat diginjal akan mengalami empat
tahap yaitu asam urat ari plasma kapiler masuk ke glomerulus dan mengalami filtrasi di
glomerulus, sekitar 98-100% akan direabsorbsi pada tubulus proksimal, selanjutnya
disekresikan kedalam lumen distal tubulus proksimal dan direabsoorbsi kembali pada
tubulus distal. Asam urat akan diekskresikan kedalam urin sekitar 6%-12% dari jumlah
filtrasi. Setelah filtrasi urat di glomerulus, hampir semua direabsorbsi kembali di tubuli
proksimal. pH urin yang rendah di traktus urinarius menjadikan urat diekskresikan
dalam bentuk asam urat (Spieker, et al.,2011).
3. Faktor ekskresi
a. Mengkonsumsi obat-obatan
Konsumsi obat-obatan juga berperan dalam pemicu terjadinya peningkatan kadar asam urat.
Ini merupakan faktor resiko terjadinya asam urat. Penggunaan obat-obatan
diuretika,obat sititoksik, pirazinamid, obat kanker, vitamin B12 dapat meningkatkan
absorbsi asam urat di ginjal sebaliknya dapat menurunkan ekskresi asam urat urin.
b. Faktor Resiko Lain
a). Genetik
Kadar asam urat dikontrol oleh beberapa gen. Analisis The National Heart,Lung, and
Blood Intitute Family studies menunjukkan hubungan antara faktor keturunan dengan
asam urat sebanyak 40%. Kelainan genetik FJHN (FamilyalJuvenile Hiperuricarmic
Nephropathy) juga merupakan kelainan yang diturunkan secara autosomal dominant
dan secara klinis sering terjadi di usia muda. Pada kelainan itu juga terjadi penurunan
FUAC (Fractional Uric Acid Clerance) yang menyebabkan penurunan fungsi ginjal
secara cepat.
1. Peningkatan Pergantian Asam Nukleat
Asam nukleat mempengruhi terjadinya asam urat yaitu dapat dilihat pada kelainan
seperti anemia hemolisis, thalasemia dan lain lain. Dalam hal ini, asam urat disebabkan
oleh adanya kerusakan jaringan yang berlebihan.
2. Indeks Masa Tubuh
Indeks masa tubuh yang sering dihubungkan dengan kegemukan atau obesitas, yang
dihubungkan dengan peningkatan dan produksi asam urat. Kenaikan berat badan sering
dihubungkan dengan kadar asam urat serum dan merupakan salah satu faktor resiko
terjadinya asam urat. Hal ini dihubungkan dengan insiden hiperurisemia yang sesuai
dengan beratnya kegemukan. Penelitian di Hongkong didapatkan adanya hubungan
yang kuat antara peningkatan indeks masa tubuh dan kadar asam urat. Kebanyakan
kasus gout diakibatkan oleh karena berat badan berlebih, terutama IMT ≥ 25 kg dapat
meningkatan kadar asam urat dan juga memberikan beban menahan yang berat pada
penopang sendi tubuh. Peningkatan masa tubuh dihubungkan dengan peningkatan
produksi asam urat endogen.
3. Usia
Proses penuaan akan mengakibatkan gangguan dalam pembentukan enzim urikinase yang
mengoksidasi asam urat menjadi alotonin yang mudah dibuang. Apabila pembentukan
enzim ini terganggu maka kadar asam urat darah menjadi naik. Penyakit asam urat
lebih sering menyerang pria diatas 30 tahun dan wanita setelah menopause ≥ 50 tahun,
karena pada usia ini wanita mengalami gangguan produksi hormon estrogen.
(Rahmatul, 2015)
4. Jenis kelamin
Asam urat merupakan penyakit dominan pada pria dewasa, sebagaimana disampaikan
Hipocrates bahwa asam urat jarang ditemukan pada pria sebelum masa remaja,
sedangkan pada perempuan jarang sebelum menopause. Proporsi penyakit asam urat
berdasarkan jenis kelamin di jumpai 25% pada pria dan 75% pada wanita. Wanita
memiliki resiko lebih besar terkena nyeri sendi dibandingkan laki-laki pada semua
kelompok umur, meskipun rasio jenis kelamin laki-laki dan perempuan sama pada usia
lanjut.
5. Penyakit komplikasi
Kegagalan fungsi ginjal dalam mengeluarkan asam urat melalui air seni. Ginjal tidak
dapat membuang asam urat karena mengalami peningkatan kandungan asam. Selain
penyakit ginjal, penyakit yang dapat memicu munculnya asam urat adalah
terganggunya fungsi organ tubuh, seperti gangguan fungsi hati, saluran kemih,
penderita diabetes, hipertensi, kanker darah dan hipotiroid, pengguanaan obat-obatan
seperti TBC, INH, pirazinamida dan etambutol, serta obat dalam golongan diuretic.
2.2.4 Manifestasi Asam Urat
Biasanya, serangan asam urat hanya menyerang satu sendi dan berlangsung selama
beberapa hari. Kemudian gejalanya menghilang secara bertahap. Nyeri yang hebat
dirasakan oleh penderita asam urat pada satu atau beberapa sendi. Umumnya, serangan
terjadi pada malam hari. Biasanya penderita tampak segar bugar tanpa gejala atau
keluhan, tepatnya pada tengah malam menjelang pagi, penderita terbangun karena
merasakan sakit yang sangat hebat disertai nyeri yang semakin memburuk dan tidak
tertahankan (Junaidi, 2012).
Gejala asam urat sering kali tidak ditanggapi dengan serius oleh orang yang
mengalaminya pada tahap awal. Umunya banyak orang yang menganggap hal tersebut
terjadi karena mereka bekerja keras, sehingga kelelahan dianggap sebagai hal biasa.
Gejala asam urat pada tahap awal, antara lain (Yekti Mumpuni, 2016) :
1. Selalu merasa capek dan badan pegel – pegel.
2. Nyeri di bagian otot, persendian pinggang, lutut, punggung dan bahu. Selain nyeri
biasanya juga di tandai dengan timbulnya pembengkakan, kemerahan, serta rasa sangat
nyeri dibagian persendian,baik di pagi hari maupun malam hari. Rasa nyeri tersebut
biasanya bertambah parah dan hebat pada saat udara dingin atau musim penghujan.
3. Sering buang air kecil di pagi hari saat bangun tidur, maupun malam hari.
4. Muncul rasa linu dan kesemutan yang sangat parah.
5. Penderita kesulitan untuk buang air kecil.
Gejala penyakit asam urat sebenarnya dapat di bedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu
gejala awal, gejala menengah, gejala akut (Yekti Mumpuni, 2016)
1. Gejala Awal
Pada saat gejala awal sering tidak di sadari sebagai gejala asam urat. Akibatnya,
penderita yang tahu – tahu sudah mengalami asam urat akut atau kronis, sehingga
pengobatanya menjadi lebih sulit dan memerlukan biaya yang lebih banyak. Pada
gejala awal ini, biasanya penderita mengalami serangan pada sendi yang khas selama
beberapa hari. Mereka menyadari adanya rasa nyeri yang menyerang, tetapi karena
tidak terlalu berat biasanya mereka mengbaikanya. Kebiasaan masyarakat luas
Indonesia, bila kecapekan mereka minta di pijit atau sekedar di urut dengan minyak
kayu putih atau minyak gosok. Selanjutnya dalam masa 2 – 10 tahun, penderita akan
mengalami lagi serangan pada sendi seperti yang di alami seperti pertama kali, waktu
yang terjadi antara satu penderita dan penderita lain berbeda – beda. tergantung pada
pola makan dan pola hidupnya. Namun jarak waktu yang cukup lama, biasanya mereka
sudah lupa bahwa apa yang pernah terjadi di masa lalu sebenarnya persoalan serius.
2. Gejala Menengah
Setelah mengalami masa jeda serangan sendi pada serangan awal, umunya penderita
kan mengalami peradangan yang lebih khas. Jarak serangan anatara perandangan yang
satu ke yang berikutnya menjadi lebih sering dan lebih panjang, di tambah dengan
sendi yang terkena juga lebih banyak. Pada gejala inilah umumnya penderita sadar
kalau terkena penyakit asam urat secara serius. Penanganan di masa ini sudah harus
lebih banyak dan penderita sangat dituntut untuk mengikuti pola makan yang sehat agar
asam uratnya tidak semakin parah.
3. Gejala Akut
Setelah mengalami gangguan dan gejala menengah selama kurang lebih 10 tahun,
penderita akan mendapatkan benjolan – benjolan disekitar sendi yang sering meradang.
Benjolan ini di sebut tofus yaitu serbuk seperti bubuk kapur yang merupakan kumpulan
Kristal monosodium urat. Tofus ini akan menyebabkan kerusakan pada sendi dan
tulang di sekitarnya. Apabila terjadi pada kaki dan ukuranya besar, umunya penderita
tidak bias memakai sepatu lagi.
2.2.5 Patofisiologi Asam Urat
Kadar asam urat dalam serum merupakan hasil keseimbangan antar produksi dan
sekresi. Ketika terjadi keseimbangan antara dua proses tersebut maka terjadi keadaan
hiperurisemia, yang menimbulkan hipersaturasi asam urat yaitu kelarutan asam urat di
serum melewati ambang batasnya, sehingga merangsang timbunan urat dalam bentuk
garamnya terutama monosodium urat di berbagai tempat/jaringan (Hidayat, 2012).
Awalan serangan asam urat akut berhubungan dengan perubahan asam urat serum,
meninggi ataupun menurun. Pada kadar asam urat serum yang stabil, jarang mendapat
serangan. Pengobatan dini dengan alopurinol yang menurunkan kadar asam urat serum
dapat memperesipitasi serangan gout. Penurunan urat serum dapat mencetuskan
pelepasan kristal monosodium urat dari depositnya dalam tofi (crystal shedding)
(Hidayat, 2012).
Penelitian Simkin di dalam Tehupeiory (2009) didpatkan kecepatan difusi molekul
urat dari ruang sinovia kedalam plasma hanya setengah kecepatan air. dengan demikian
konsentrasi asam urat dalam cairan sendi seperti MTP-1 (metatarsofalangeal-1)
menjadi seimbang dengan asam urat dalam plasma pada siang hari selanjutnya bila
cairan sendi diabsorbsi waktu berbaring, akan terjadi peningkatan kadar asam urat
lokal. Keasamaan dapat meningkatkan nuklesi urat in vitro melalui pembentukan dari
protoned solid phases. Walaupun kelarutan sodium urat bertentangan terhadap asam
urat, biasanya kelarutan meninggi, pada penurunan pH dari 7,5 menjadi 5,8 dan
pengukuran Ph serta kapasitas buffer pada sendi dengan gout,gagal untuk menentukan
adanya asidosis. Hal ini meninjukkan bahwa perubahan pH secara tidak signifikan
mempengaruhi kristal MSU (monosodium urat) sendi.
Bertambah tinggi kadar asam urat dan bertambah lama menetap, kemungkinan untuk
menderita asam urat dan terbentuknya kristal urat akan bertambah besar. Kristal
monosodium urat cenderung untuk mengendap pada jaringan jika konsentrasinya dalam
plasma lebih 8-9 mg/dl. Pada PH 7 atau lebih asam urat ada dalam bentuk monosodium
urat. Endapan terjadi pada permukaan atau pada rawan sendi atau pada synovium dan
juga struktur sendi termasuk bursa, tendon dan selaputnya (Hamdani, 2012).
Asam urat tidak menimbulkan sakit pada sendi, yang menimbulkan rasa sakit adalah
pengendapan mikrokristal monosodium urat yang terdapat pada celah sendi ataupun
pembebasan deposit urat pada celah tersebut. Peradangan atau inflamasi merupakan
reaksi penting pada arthritis pirai terutama gout akut. reaksi ini merupakan reaksi
pertahanan tubuh non spesifik untuk menghindari kerusakan jaringan agen penyebab.
Peradangan pada arthritis gout akut adalah akibat penumpukkan agen penyebab yaitu
kristal monosodium urat. Pelepasan kristal MSU akan merangsang proses inflasi
dengan mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik maupun alternatif. Sel makrofag,
netrofil dan sel radang lain juga teraktivasi, yang akan menghasilkan mediator-mediator
kimiawi yang juga berperan pada proses inflasi (Hidayat, 2012).
2.2.6 Penatalaksaanan Asam Urat
Menurut (Junaidi, 2012), secara umum penatalaksanaan Asam Urat atau gout adalah
dengan memberikan edukasi, pengaturan diet, istirahatkan sendi dan pengobatan.
Penatalaksanaan gout ada dua macam, yaitu penatalaksanaan farmakologi dan
penatalaksanaan non farmakologi.\
1. Terapi Farmakologi
a. Allopurinol
Obat yang menghambat pembentukkan asam urat di dalam tubuh, yang memiliki kadar
asam urat yang tinggi dan batu ginjal atau mengalami kerusakan ginjal. Pemberian
allopurinol bisa mencegah pembentukan batu ginjal. Allopurinol dapat menyebabkan
gangguan pencernaan, memicu munculnya ruam kulit, berkurangnya jumlah sel darah
putih dan kerusakan hati. Allopurinol digunakan jika produksi asam urat berlebihan,
dan terutama efektif pada gout metabolik sekunder.
b. Urikosurik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat rebsorpsi asam urat di tubuli ginjal.
Obat ini meliputi probenesid yang mempunyai toksisitas kecil, diberikan dalam dosis 1-
3 gram sehari, disesuaikan dengan kadar asam urat serum. Sementara itu, sulfinpirazon
diberikan dalam dosis 200- 400 mg sehari. Efek samping kedua obat ini adalah
gangguan pada saluran pencernaan dan juga terdapat insufisiensi ginjal.
c. Kolkisin
Kolkisin yang diberikan 0,55 mg-0,6 mg dua kali sehari bisa efektif untuk mencegah
artritis berulang pada pasien yang tidak terlihat memiliki tophi dan konsentrasi serum
uratnya sedikit naik. Pasien yang merasakan onset serangan akut harus meningkatkan
dosis menjadi 1mg tiap 2 jam, umumnya serangan akan hilang setelah 1 atau 2 mg.
Pasien dengan riwayat gout berulang dan konsentrasi serum asam urat yang naik
signifikan mungkin paling baik dirawat dengan terapi penurun asam urat. Kolkisin, 0,5
mg dua kali sehari harus diberikan selama 6-12 bulan pertama. Terapi antihiperurisemia
untuk mengurangi resiko serangan akut yang bisa terjadi selama awal terapi penurunan
asam urat. Tujuan terapetik dari terapi antihiperurisemi adalah mengurangi konsentrasi
serum urat di bawah 6 mg/dl.
2. Terapi Non-Farmakologi
Menurut Herliana (2013), mencegah lebih baik daripada mengobati agar terhindar dari
penyakit asam urat sebaiknya lakukanlah upaya pencegahan sebagai berikut
a. Mengatur pola makan (diet makanan tinggipurin)
Mencegah penyakit asam urat dapat dilakukan dengan mengatur pola makan yang
seimbang. Pengaturan pola makan dapat dilakukan untuk mengobati penyakit asam
urat. Penyakit asam urat dapat diakibatkan oleh pola makan. Terapi diet dapat dilakukan
apabila kadar asam urat sudah mulai tinggi, bahkan melebihi kadar asam urat normal.
Terapi diet dilakukan untuk mengatur asupan makanan yang dikonsumsi sesuai dengan
anjuran (makanan yang mengandung purin rendah) dan menghindari atau membatasi
makanan- makanan yang mengandung purin tinggi (jeroan, kacang-kacangan , melinjo,
sarden, sayur-sayuran hijau seperti kangkung, bayam dan makanan yang mengandung
lemak seperti santan (Krisnatuti, 2010).
b. Meminum air putih secararutin
Tubuh membutuhkan asupan air untuk menjalani berbagai macam sistem di dalam
tubuh. Air terbaik yang dibutuhkan tubuh berupa air putih tanpa dicampur dengan zat
apapun. Air putih memiliki daya larut paling tinggi. Air putih dapat melarutkan semua
zat yang larut di dalam cairan termasuk purin. Asam urat yang terlarut dalam airakan
dibuang dan diekskresikan melalui ginjal bersama purin (Herliana, 2013). Intake cairan
di dalam tubuh sebaiknya dijaga agar tubuh tidak mengalami kekurangan cairan. Jika
tubuh kekurangan air, ekskresi asam urat dapat terhambat sehingga akan memicu
peningkatan asam urat. Salah satu indikator yang menunjukkan bahwa tubuh
kekurangan air dapat diamati dari warna urin, urin yang berwarna kuning pekat
menunjukkan tubuh kekurangan air. Tubuh membutuhkan air dalam jumlah tertentu,
beberapa ahli menganjurkan agar mengkonsumsi air putih sebanyak 8-10 gelas perhari,
akan tetapi setiap orang memiliki kebutuhan air yang berbeda. Hal ini ditentukan oleh
beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya yaitu kondisi iklim, cuaca dan
aktivitas fisik. Meningkatkan intake cairan (air putih yang cukup) (Herliana,2013).
c. Istirahatteratur
Pada saat tidur akan terjadi penguraian asam laktat di dalam tubuh. Bila seseorang
melakukan tidur dengan cukup maka penguraian asam laktat akan sempurna, tapi bila
tidur nya kurang maka asam laktat belum sempurna penguraiannya sehingga terjadi
penumpukan asam laktat di dalam tubuh (Sagiran, 2012).
d. Aktifitas fisik / Olahraga
Menurut Neil F Gordon gaya hidup yang tidak efektif dan tingkat kebugaran yang
rendah merupakan dua ciri pembawa penderita asam urat. Penyakit ini mengurangi
kemampuan seseorang untuk menggerakan sendi mereka dalam jangkauan gerakan
yang penuh. Jangkauan gerakan yang terganggu di terjemahkan dalam kapasitas
fungsional yang semakin rendah atau melakukan kemampuan aktivitas semakin
berkurang. Untuk itulah sangat penting dilakukan olahraga ringan yang rutin bagi
penderita asam urat.Olahraga ringan dapat mengurangi penumpukan asam urat dalam
tubuh. Namun dapat juga mengarah pada peningkatan konsertrasi urine karena
dehidrasi. Oleh karena itu, olahraga dengan memperhatikan kadar kepekatan darah
dapat mengurangi tingkat penumpukan asam urat dalam tubuh. Olahraga mampu
membantu ginjal dalam melanacarkan proses metabolisme penumpukan asam urat
dalam tubuh. Dalam kondisi normal asam urat yang di hasilkan akan di keluarkan oleh
tubuh dalam bentuk urin dan fases.
Proses pembuangan ini di atur oleh ginjal yang berfungsi mengatur kestabilan kadar
asam urat dalam tubuh. Namun jika kadar asam urat berlebih ginjal akan kewalahan
dan tidak sanggup mengaturnya sehingga kelebihan Kristal asam urat tersebut akan
menumpuk pada sendi dan jaringan. Ini sebabnya persendian terasa nyeri dan bengkak.
Jika asam urat dalam tubuh terlalu banyak terus maka ginjal tidak dapat memproses
secara maksimal dan ginjal akan mengalami kerusakan.
Dengan olahraga yang ringan otot akan rileks, relaksasi otot yang nantinya akan
meningkatkan proses penyerapan kembali asam urat pada urine karena kadar asam urat
dalam darah berkurang. Berkurangnya kadar asam urat dalam darah pada proses
relaksasi otot memicu proses homeostasis untuk tetap memepertahankan konsentrasi
asam urat pada darah dengan reabsorpsi asam urat. Kurangnya olahraga membuat
system metabolisme tubuh jadi lebih rendah mengalami gangguan fungsi organ dan kita
pun menjadi lebih mudah sakit. Hal itu di sebabkan tidak terlatih tubuh dalam bekerja
keras mengimbangi asupan makanan yang masuk dalam tubuh. Dengan Olahraga maka
sendi – sendi tubuh akan meregang dan bergerak sehingga penumpukan purin / kadar
asam urat pada sendi di tubuh tidak terjadi. Menumpuknya kristal garam pada
persendian tubuh inilah yang pada akirnya menyebabkan peradangan sendi atau lebih di
kenal dengan asam urat.(Mujianto, 2013).
Peradangan sendi yang terjadi pada penyakit pada penyakit asam urat yaitu berupa
pembengkakan yang disertai rasa nyeri yang timbul pada bagian- bagian tubuh tertentu
seperti lutut, jari kaki, siku, pergelangan kaki, dan juga pergelangan tangan. Selain itu,
pembengkakan yang terjadi pada penderita asam urat serta gejala-gejala lain yang
terjadi seperti timbulnya ruam pada kulit, sensitifnya kulit disekitar engsel atau
persendian, serta rasa sakit saat menggerakkan kaki pergelangan tangan, dan
pergelangan kaki, Olahraga ringan sangat diperlukan bagi penderita asam urat agar
aliran darah dan sistem metabolisme dalam tubuh menjadi lancar Sistem metabolisme
yang berjalan lancar akan mengurangi resiko menumpuknya asam urat di dalam tubuh.
Jadi memang hal yang diperlukan tubuh untuk mnegatasi dan mengurangi resiko asam
urat ini adalah olahraga atau aktifitas fisik (Sagiran, 2012)
e. Menghindarialkohol
Makanan atau minuman yang mengandung alkohol perlu dihindari untuk mencegah
terjadinya asam urat. Dampak dari konsumsi alkohol terhadap kesehatan, terutama
asam urat tidak dapat dianggap remeh. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa
mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan kenaikan kadar asam urat. Kadar alkohol
yang tinggi di dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan beberap fungsi organ
didalam tubuh, seperti mengurangi fungsi jantung untuk mengedarkan darah keseluruh
tubuh dan menggangu fungsi ginjal dalam mengekskresikan asam urat (Herliana,2013).
2.3 Senam Ergonomik
2.3.2 Pengertian Senam Ergonomik
Gerakan senam ergonomik adalah gerakan yang mengoptimalkan posisi tubuh pada
ruang kerja dengan tujuan mengurangi atau menghilangkan kelelahan.Posis tubuh
tersebut antara lain posisi tulang belakang, posisi penglihatan (jarak dan pencahayaan),
posisi jangkauan (berdiri atau duduk), keselarasan tangan kanan dan kiri dan posisi
benda kerja sehingga diperoleh kenyamanan dan produktivitas yang tinggi
(Wratsongko, 2015).
Senam ergonomik adalah suatu teknik senam untuk mengembalikan atau membetulkan
posisi dan kelenturan sistem saraf serta aliran darah, memaksimalkan suplai oksigen ke
otak, membuka sistem kecerdasan, keringat, termoregulasi, pembakaran asam urat,
kolesterol, gula darah, asam laktat, Kristal oksalat, kesegaran tubuh dan imunitas.
Senam ergonomik merupakan senam yang gerakan dasarnya terdiri atas lima gerakan
yang masing-masing memiliki manfaat berbeda tetapi saling terkait satu sama lainnya
(Wratsongko, 2015).
Gerakan dalam senam ergonomik adalah gerakan yang efektif, efisien dan logis karena
rangkaian gerakannya merupakan rangkaian gerak yang dilakukan oleh manusia sejak
dahulu yaitu deviasi gerakan shalat. Senam dapat langsung membuka, membersihkan
dan mengaktifkan seluruh sistem- sistem tubuh seperti kardiovaskular, perkemihan dan
sistem reproduksi (Wratsongko, 2006).
Gerakan senam ergonomik merupakan perpaduan aktivitas otot dan teknin
pernafasan.Setiap gerakan senam diawali dengan menarik nafas dan Manfaat Senam
Ergonomik
Senam ergonomik bermanfaat bagi tubuh.Melakukan senam ergonomik secara rutin
dapat meningkatkan kekuatan otot dan efektifitas fungsi jantung, mencegah pengerasan
pembuluh arteri dan melancarkan sistem pernafasan.Gerakan fisik teratur dapat
meningkatkan kolesterol baik (HDL) yang betmanfaat bagi kesehatan jantung dan
pembuluh darah.Senam ergonomik juga dapat menurunkan glukosa darah, mencegah
osteoporosis dan penyakit lainnya. Senam ergonomik sangat efektif dalam memelihara
kesehatan karena gerakannya anatomis, sederhana dan tidak berbahaya sehingga dapat
dilakukan oleh semua orang dari anak-anak hingga lanjut usia (Wratsongko, 2006).
2.3.2 Gerakan dan Teknik Senam Ergonomik
a. Gerakan ke-1, Lapang Dada
1. Tahapan Gerakan Lapang Dada
Berdiri tegak, kedua lengan diputar ke belakang semaksimal mungkin, tarik nafas
dalam melalui hidung lalu hembuskan perlahan melalui mulut.Saat dua lengan di atas
kepala, jari kaki dijinjit.
2. Manfaat Gerakan Lapang Dada
a. Putaran lengan menyebabkan stimulus regangan dan tarikan pada saraf di bahu,
mengoptimalkan fungsi organ paru, jantung, hati, ginjal, lambung dan usus sehingga
metabolisme optimal.
b. Kedua kaki dijinjit menstimulasi sensor-sensor saraf yang merefleks fungsi organ
dalam.
3. Gerakan dilakukan sebanyak 40 kali putaran. Satu gerakan memutar butuh waktu 4
detik sebagai gerakan aerobic. Keseluruhan 40 kali putaran dalam waktu 4 menit.
Kemudian istirahat sebelum melakukan gerakan kedua (Sagiran, 2012).
b. Gerakan ke-2, Tunduk Syukur

1. Tahapan Gerakan Tunduk Syukur


Gerakan tunduk syukur berasal dari gerakan rukuk. Posisi tubuh berdiri tegak dengan
menarik napas dalam perlahan, lalu tahan napas sambil membungkukkan badan ke
depan sempurna. Tangan berpegangan pada pergelangan kaki, wajah menengadah dan
hembuskan napas secara rileks dan perlahan.
Menarik napas dalam dengan menahan di dada merupakan teknik menghimpun oksigen
untuk metabolisme tubuh. Membungkukkan badan ke depan dengan dua tangan
berpegangan pada pergelangan kaki akan menyebabkan posisi tulang belakang dalam
posisi segmen dada-punggung sehingga menyebabkan relaksasi dan membantu
mengoptimalkan fungsi serabut pada tulang belakang. Gerakan ini dapat menguatkan
struktur anatomi-fungsional otot, ligament dan tulang belakang.
2. Manfaat Gerakan Tunduk Syukur
a. Posisi tunduk syukur dapat menyebabkan tarikan pada serabut saraf yang menuju ke
tungkai, meningkatkan fungsi dan membantu menghindari resiko saraf terjepit.
b. Gerakan menengadahkan kepala menyebabkan fleksi tulang leher dan mengaktivasi
serabut saraf simpatis yang berada di leher. Gerakan ini berperan dalam meningkatkan,
mempertahankan suplai darah dan oksigenasi otak secara optimal.
c. Gerakan tunduk syukur berfungsi untuk meregangkan otot-otot punggung bawah, paha
dan betis serta berfungsi memompakan darah ke batang tubuh bagian atas dan
melonggarkan otot-otot perut dan ginjal.
3. Gerakan ini dilakukan sebanyak 5 kali. Umumnya 1 kali gerakan selesai dalam waktu
35 detik ditambah 10 detik untuk nafas, jadi keseluruhan gerakan selesai dalam 4 menit.
c. Gerakan ke-3, Duduk Perkasa
1) Tahapan Gerakan Duduk Perkasa
Posisi duduk dengan jari kaki sebagai tumpuan, tarik napas dalam lalu tahan sambil
membungkukkan badan ke dapan.Tangan memegang pergelangan kaki dan wajah
menengadah.
2) Manfaat Gerakan Duduk Perkasa
a) Duduk perkasa dengan lima jari kaki ditekuk dapat menstimulasi fungsi organ tubuh.
Ibu jari terkait dengan fungsi energi tubuh, jari telunjuk terkait dengan fungsi pikiran,
jari tengah terkait dengan fungsi pernapasan, jari manis terkait dengan fungsi
metabolisme serta detoksifikasi dalam tubuh dan jari kelingking terkait dengan fungsi
hati serta sistem kekebalan tubuh.
b) Menarik napas dalam lalu ditahan sambil membungkukkan badan ke depan dengan dua
tangan bertumpu pada paha dapat
meningkatkan tekanan dalam rongga dada yang dapat meningkatkan sirkulasi dan
oksigenasi otak.
3) Gerakan dilakukan sebanyak 5 kali. Umumnya 1 kali gerakan selesai daam waktu 35
detik ditambah 10 detik untuk menarik nafas, jadi keseluruhan gerakan selesai dalam
waktu 4 menit.
d. Gerakan ke-4, Duduk Pembakaran

1. Tahapan Gerakan Duduk Pembakaran


Posisi duduk seperti duduk perkasa kemudian telapak tangan pada pangkal paha, tumit
di samping pantat, tarik napas dalam sambil membungkukkan badan ke depan sampai
punggung terasa teregang, wajah menengadah sampai terasa teregang. Hembuskan
napas secara rilex dan perlahan.
2. Manfaat Gerakan Duduk Pembakaran
a) Gerakan menarik napas dalam lalu ditahan meningkatkan tekanan di dalam saluran
saraf tulang belakang sehingga meningkatkan suplai darah oksigenasi ke otak.Gerakan
menengadahkan kepala menyebabkan fleksi ruas tulang leher dan menstimulasi saraf
simpatis di leher.
b) Kedua tangan menggenggam pergelangan kaki berfungsi melebarkan ruang antar ruas
tulang pada tangan dan leher, memberikan efek relaksasi pada serabut saraf simpatis
sehingga terjadi relaksasi dinding pembuluh darah.
3) Gerakan dilakukan sebanyak 5 kali. Umumnya 1 kali gerakan selesai dalam waktu 35
detik ditambah 10 detik untuk menarik nafas, jadi keseluruhan gerakan selesai dalam
waktu 4 menit.
e. Gerakan ke-5, Berbaring Pasrah

1) Tahapan Gerakan Berbaring Pasrah


Posisi kaki seperti pada gerakan duduk pembakaran kemudian baringkan badan
perlahan semampunya.Jika bisa punggung menyentuh lantai atau alas, dua lengan lurus
di atas kepala, napas dada, perut mengecil.Apabila tidak mampu menekuk kaki maka
kaki dapat diluruskan.
2) Manfaat Gerakan Berbaring Pasrah
Gerakan berbaring dengan meluruskan lengan di atas kepala dapat menyebabkan
regangan atau tarikan pada serabut saraf tulang belakang sehingga dapat merilekskan
tulang belakang.
3) Gerakan dilakukan minimal 5 menit, gerakan dilakukan perlahan dan tidak dipaksakan
saat merebahkan badan maupun bangun. (Sagiran, 2012).
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

Lansia yang berada di posyandu lansia Desa


Semen Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar

Asam Urat

Faktor penyebab : Peningkatan Asam Urat

1. Faktor Produksi
a. Asupan Purin Berlebih
b. Mengkonsumsi Alkohol Terapi Non-Farmakologi
2. Faktor Metabolisme
1. Mengatur Pola Makan
3. Pengaruh Obat-Obatan
2. Minum Air Putih Secara
4. Penyebab Lain
Rutin
a. Usia
3. Istirahat Teratur
b. Jenis kelamin
4. Menghindari Alkohol
c. Genetik
d. Peningkatan Asam Nukleat 5. Aktifitas Fisik atau Olahraga
e. Komplikasi dengan senam Ergonomis

Kadar Asam Urat Berubah

Kriteria penurunan asam urat :

Mengalami penurunan (nilai ≥70-100 %)

Tidak Mengalami Penurunan ( nilai ≤70 %)

KETERANGAN
: Diteliti

: Tidak Di Teliti
Gambar 3.1 Kerangkan Konsep Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Penurunan
Asam Urat yang di Alami Oleh Lansia pada Posyandu Lansia Di Desa Semen

a. Penjelasan Kerangka Konsep


Dalam proses menua ini lansia sangat renta terkena asam urat.
Faktor-faktor yang dapat menyebab kan lansia mengalami asam urat
antara lain Faktor Produksi, Asupan Purin Berlebih, Mengkonsumsi
Alkohol; Faktor Metabolisme; Pengaruh Obat-Obatan; Penyebab Lain,
Usia, Jenis kelamin, Genetik , Peningkatan Asam Nukleat, Komplikasi.
Sehingga penatalaksaanan pada penanganan asam urat ini ada 2 yang
pertama secara farmakologis dan non-farmakologis, untuk non-
farmakologis dapat dilakukan dengan mengatur pola makan, minum air
putih secara teratur, istirahat dengan cukup, menghindari mengkonsumsi
alkohol dan dengan aktifitas fisik seperti senam. Peneliti menggunakan
senam ergonomis karena teknik senam untuk mengembalikan atau
membetulkan posisi dan kelenturan sistem saraf serta aliran darah,
memaksimalkan suplai oksigen ke otak, membuka sistem kecerdasan,
keringat, termoregulasi, pembakaran asam urat, kolesterol, gula darah,
asam laktat, Kristal oksalat, kesegaran tubuh dan imunitas. Senam
ergonomik merupakan senam yang gerakan dasarnya terdiri atas lima
gerakan yang masing-masing memiliki manfaat berbeda tetapi saling
terkait satu sama lainnya sehingga dapat membantu menurunkan kadar
asam urat pada lansia.
b. Hipotesis Penelitian
Hipotesisa dalah jawaban sementara dari suatu penelitian yang
kebenarannya dibuktikan dalam penelitian setelah melalui pembuktian
dari hasil penelitian maka hipotesis dapat benar atau juga salah, dapat
diterima atau ditolak (Notoatmodjo,2010).
H 1 : Adanya pengaruh senam ergonomis yang dilakukan lansia terhadap
penurunan kadar asam urat yang di derita
BAB IV

DESAIN PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yaitu sesuatu yang memungkinkan pemaksimalan kontrol


beberapa faktor yang bisa mempengaruhi saat hasil desain penelitian merupakan
suatu strategi penelitian dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan
akhir pengumpulan data digunakan untuk mengidentifikasi struktur dimana
penelitian dilaksanakan (Nursalam, 2013).
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan Pra
experiment dengan rancangan penelitian One Group Pre Test Post Test. One Group
Pre Test Post Test adalah rancangan penelitian yang dimana tidak ada kelompok
pembanding atau kelompok kontrol, akan tetapi paling tidak sudah dilakukan
observasi pertema (pre test) yang memungkinkan menguji perubahan – perubahan
yang terjadi setelah adanya perlakuan atau eksperimen (Notoatmodjo, 2018).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian senam ergonomik
terhadap penurunan asam urat yang dialami lansia di posyandu Desa Semen
Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar.
Bentuk rancangan ini adalah sebagai berikut :
Tabel IV.1 Rancangan Penelitian
Subjek Pre Test Perlakuan Post Test
Kelompok Intervensi A1 X A2
Keterangan:
A1 : Pre Test pada kelompok intervensi (A1)
A2 : Post Test pada kelompok intervensi (A2)
X :Melakukan Penelitian pada kelompok intervensi dengan melakukan senam
Ergonomik selama 1 bulan
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian
Lokasi yang digunakan pada penelitian ini yaitu di Desa Semen Kecamatan
Gandusari Kabupaten Blitar.
2. Waktu penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini pada tanggal 6 juni 2021-6 juli 2021.
4.3 Populasi, Sampel, dan Tekhnik Sampling.

1. Populasi
Populasi adalah sekumpulan orang, hewan, tumbuhan, atau benda yang memiliki
karakteristik tertentu yang akan diteliti. Populasi akan menjadi wilayah generalisasi
kesimpulan hasil penelitian (Mulyatiningsih,2011: 19). Populasi dapat dikelompokkan
dua bagian yaitu populasi target dan populasi terjangkau.

Nursalam 2013 menjelaskan bahwa populasi terjangkau merupakan kelompok subjek


penelitian yang akan digunakan oleh peneliti sebagai sumber dari pengambilan sampel,
sedangkan populasi target merupakan kumpulan dari karakteristik subjek penelitian yang
akan ditarik kesimpulannya. Populasi Target pada penelitian kali ini adalah seluruh
peserta posyandu lansia di Desa Semen Kec Gandusari Kabupaten Blitar, yaitu sejumlah
20 lansia.

2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Bila populasi dalam suatu penelitian besar dan peneliti tidak mungkin untuk
mempelajari keseluruhan dan yang ada pada populasi, serta adanya keterbatasan dana,
tenaga, dan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari
populasi tersebut dengan menggunakan tehnik yang ada (Nursalam. 2013).
Nursalam (2013) menjelaskan bahwa syarat dari pengambilan sampel terdiri
dari representatif atau mewakili. Pada penelitian ini peneliti memberlakukan kriteria
inklusi yang kemudian dijadikan sampel dari penelitian, yaitu sebagai berikut :
1) Kriteria inklusi :
a) Lansia berusia 50-70 tahun
b) Lansia tidak dalam keadaan sakit
c) Tercatat sebagai anggota posyandu di Desa Semen
d) Memiliki kadar asam urat diatas 5,0 mg/dl
e) Lansia bersedia menjadi responden
2) Kriteria eksklusi :
a) Lansia baru sembuh dari penyakit
b) Mengikuti senam lain secara rutin
Berdasarkan kriteria inklusi yang ada, penelitian ini memiliki sampel sebanyak 10
orang yang memenuhi kriteria inklusi.

3. Teknik Sampling
Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel. Untuk menetukan sampel
yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat bebagai teknik sampling yang
digunakan (Sujarweni, 2014). Menurut Sugiyono (2010), alas an pengambilan teknik
total sampling karena jumlah dari populasi kurang dari 100 orang, jadi seluruh
populasi dijadikan sampel penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menetukan sampel
yang akan digunakan dalam penelitian sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

4.4 Variabel Penelitian

Variabel yaitu suatu karakteristik yang diamati oleh peneliti dimana karakteristik
tersebut memiliki variasi nilai yang merupakan operasionalisasi dari suatu konsep
agar dapat diteliti secara empiris atau ditentukan tingkatannya. Variabel juga dapat
diartikan konsep dari berbagai level abstrak dan diartikan sebagai suatu fasilitas untuk
pengukuran atau manipulasi dari suatu penelitian. Konsep dalam suatu penelitian
sendiri bersifat konkrit. Sesuatu yang bersifat konkrit tersebut bisa diartikan sebagai
suatu variabel dalam sebuah penelitian (Nursalam. 2013).

1.Variabel Independen

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau nilainya


menentukan variable lain (Nursalam,2016) Variabel independen dalam penelitian ini
adalah senam ergonomic untuk lansia.

2.Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variabel terikat yang dipengaruhi atau menjadi


akibat dari variabel independent. Variabel dependen dari penelitian ini adalah kadar
asam urat.

4.5 Defisini Operasional Variabel

Definisi operasional merupakan karakteristik yang diamati dari

sesuatu yang didefinisikan tersebut, sehingga memungkinkan peneliti untuk


melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek

atau fenomena. Pada definisi operasional dirumuskan untuk kepntingan

akurasi, komunikasi, dan replikasi (Nursalam, 2013).

Variabel Definisi Indikator Alat ukur Skala Skor


Penelitia Operasional
n

Independe Senam Gerakan SOP - -


ergonomik kombinasi dari
nt
merupakan gerakan otot
variable gerakan yang dan teknik
mengoptimalk pernafasan.
an posisi Terdiri dari :
Senam
tubuh. Senam 1. Gerakan
ergonomik
ergonomik ini lapang
perpaduan dada
antara aktifitas 2. Gerakan
otot dan teknik tunduk
pernafasan. syukur
3. Gerakan
duduk
perkasa
4. Gerakan
duduk
pembakara
n
5. Gerakan
berbaring
pasrah

Dependent Kadar asam Nilai normal 1. Lembar Rasio 1.Kadar asam


urat pada asam urat : Laki observasi urat pada
Variable
penderita - laki 2 – 7,5 2. Alat ukur lansia naik >
asam urat mg/dl Glucose Laki - laki 2
dengan Prempuan 2 Cholestero – 7,5
Kadar melakukan -6,5 l Urid acid mg/dl dan
asam urat pengukuran mg/dl (GCU) Prempuan 2
pada kadar asam -6,5 mg/dl
lansia urat dalam 2.Kadar
tubuh. asam urat
tetap
3.kadar
asam urat
normal
Laki-laki 2 –
7,5 mg/dl
Prempuan 2
-6,5 mg/dl

4.6 Instrumen Penelitian

Instumen penelitian merupakan alat atau fasilitas yang digunakan dalam


sebuah penelitian untuk mendapatkan data agar peneliti dapat lebih mudah dan
hasilnya akan lebih baik dalam hal cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih
mudah untuk diolah (Saryono,2010).

Instrument sebagai media adalah perlakuan senam ergonomic terhadap oleh


lansia. Senam ergonomic yang digunakan memiliki 5 gerakan, gerakan yang pertama
akan di lakukan pada lapang dada yang dapat mengoptimalkan organ
paru,jantung,hati, ginjal,lambung dan usus, gerakan yang kedua gerakan tunduk
syukur, gerakan yang ketiga yaitu gerakan tunduk perkasa, gerakan yang keempat
gerak duduk pembakaran. Dan yang terakhir gerak berbaring pasrah dilakukan selama
5 menit. Semua gerakan senam ergonomic dilakukan secara perlahan dan tidak
dipaksa.

Instrument kedua yang digunakan pada penelitian ini adalah SOP dan alat
GCU meter atau alat tes asam urat, alcohol swab, lancets, stik asam urat. Alat tes
asam urat dengan menggunakan Easy Touch/GCU digital dengan tingkat ketelitian
2,4-13,2 mg/dl. Pada penelitian ini alat GCU digunakan untuk mengetes kadar asam
urat pada lansia sebelum dilakukannya perlakuan senam ergonomic dan sesudah
dilakukanya senam ergonomic.

4.7 Teknik Analisa Data

Menurut Notoadmodjo (2012) pengolahan dapat meliputi :

a. Editing
Editing merupakan data yang terkumpul, baik data yang kualitatif maupun
data yang kuantitatif harus dibaca dan dipahami sekali lagi untuk memastikan
apakah data tersebut dijadikan bahan analisis atau tidak dijadikan analisis.
b. Coding
Coding merupakan skor atau nilai pada setiap item atau jawaban. Data yang
terkumpul bias berupa angka, kata ataupun kalimat. Pada penelitian ini adalah
a. Jenis Kelamin :
- Laki-laki dengan kode 1
- Perempuan dengan kode 2
b. Rentang Usia :
- 55 – 60 dengan kode 1
- 61 – 65 dengan kode 2
- 66 – 70 dengan kode 3
- 71 – 75 dengan kode 4
- 76 – 80 dengan kode 5
c. Scorning
Scorning adalah menentukan skor atau nilai, tahap ini dilakukan setelah
ditentukan hasil penelitian yang dilakukan seperti pemberian perlakuan senam
ergonomic pada lansia sehingga saat di test kadar asam urat lansia memiliki
perubahan dan dapat diberikan score.
d. Tabulating
Tabulating merupakan membuat table-tabel data sesuai dengan tujuan
penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti. Table yang akan ditabulasikan
adalah table yang berisikan data yang sesuai dengan analisis.

4.8 Analisa data

a. Analisa Univariat
Analisis univariat merupakan analisis yang bertujuan untuk
menjelaskan atau menggambarkan karakteristik dari masing - masing variabel
yang diteliti. Variabel yang di analisisa univariat dalam penelitian ini adalah
variable independen atau variable bebas yaitu senam ergonomic dan variable
independen atau variable terikatnya kadar asam urat pada lansia.
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat merupakan sebuah analisis yang dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara senam ergonomic terhadap penurunan kadar
asam urat. Pada penelitian ini menggunakan uji statistic Wilcoxon Sign Rank
Resk. Interpretasi uji Wilcoxon jika
a. Sig < 0,05 maka H1 diterima artinya ada pengaruh antara senam
ergonomic terahap kadar asam urat
b. Sig > 0,05 maka H0 di tolak, artinya tidak ada pengaruh antara
senam ergonomic terahap kadar asam urat
Hasil dapat dilihat dari pemberian senam ergonomic menggunakan uji
Wilcoxon dengan derajat kepercayaan α = 5%.

DAFTAR PUSTAKA

Fatmah.2010. Gizi Usia Lanjut. Erlangga: Jakarta


Hidayat,I.2012.Kadar Asam Urat Pada DM Tipe 2 Yang Mengalami Stroke
Iskemik.Tesis.Universitas Sumatra Utara.
Kemenkes RI. 2013. Gambaran Kesehatan lanjut Usia di Indonesia. Jakarta:
Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan.

Kertia,N.2012. Panjang Umur Dengan Kontrol Kolestrol dan Asam


Urat.Yogyakarta:Cahaya Utama Pustaka.
Mumpuni Yekti. 2016. Cara Jitu Mengobati Asam Urat.Yogyakarta:Andi Offest
Notoatmodjo . 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nungroho, Wahyudi. 2009. Komunikasi Dalam Keperawatan


Gerontik.Jakarta:EGC.
Nursalam (2013). Konsep Penerapan Metode Penelitan Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis : Jakarta :
SalembaMedika
Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis Edisi.4.
Jakarta : Salemba Medika.

Padila.2013.Buku Ajar Gerontik.Yogyakarta: Nusa Medka


Rahmatul,F.2015. Cara Cepat Usir Asam Urat. Yogyakarta.Medika
Sagiran.Mukjizat Gerakan Shalat. Jakarta: Kultum Media. 2012
Sari M. 2010. Sehat dan Bugar tanpa Asam urat. Yogyakarta. Araska Publisher.

Saryono. 2010, Metode Penelitian Kualitatif, PT. ASlfabeta, Bandung

Setyoningsih, R.2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Hiperurisemia pada Pasien Dr. Kariadi Semarang: Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro.

Sugiyono. 2010. Metode PenelitianPendidikan. Alfabeta: Bandung

Sujarweni, V. Wiratna. 2014. Metode Penelitian: Lengkap, Praktis, dan Mudah Dipahami.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Sustrani, L. Dkk. 2007. Asam Urat. Jakarta. PT Gramedika Pustaka Utama.

Tjokroprawiro.2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya. Fakultas


Kedokteran Universitas Airlangga.
Wratsongko. Pedoman Sehat Tanpa Obat, Senam Ergonomik. Jakarta: Gramedia.
2015

Wratsongko.2006.Pedoman Sehat Tanpa Obat, Senam Ergonomik. Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai