MERANGKUM MATERI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata kuliah: Keperawatan Anak
Dosen Pengampu: Masnila Siregar, S. Pd, S.Kep, M.Pd
Disusun Oleh :
MELVA YUNIARTI MANULLANG
(P07520221082)
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
Rahmatnya sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang membahas
tentang “MERANGKUM MATERI” dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah memenuhi tugas pada
mata kuliah keperawatan anak. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Terlebih dahulu
saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing program studi
Sarajana Terapan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan ibu
Masnila Siregar, S.Kep, Ns, M.Pd selaku dosen mata kuliah promosi kesehatan
yang telah memberikan tugas ini.
Sehubungan dengan tersusunnya makalah ini penulis merasa banyak
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan
yang dimiliki penulis, Untuk itu kritik dan saran yang konstruksi dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi menyempurnakan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih
yang tak terhingga semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi yang
sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran bagi teman-teman
dan penulis khususnya.
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... 1
DAFTAR ISI.......................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………………...3
1.2 RUMUSAN MASALAH……………………………………………………...5
1.3 TUJUAN PENELITIAN……………………………………………………....6
1.4 MANFAAT PENELITIAN……………………………………………………7
BAB II PEMBAHASAN
A. RESUSITASI PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM.............9
2.1 KONSEP SFIKSIA NEONATORUM..................................................9
2.2 ETIOLOGI...........................................................................................11
2.3 TANDA DAN GEJALA......................................................................13
2.4 KOMPLIKASI.....................................................................................14
2.5 PENATALAKSANAAN.....................................................................15
2.6 KONSEP KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS............................16
B. PEMERIKSAAN BAYI SAKIT MENGGUNAKAN MTBS..........................16
2.1 DEFINISI MTBS (MANAJEMEN TERPADU BAYI SAKIT).........16
2.2 TUJUAN MTBS.................................................................................18
2.3 PROSES MANAJEMEN KASUS BALITA SAKIT..........................21
2.4 MTBS UMUR 2 BULAN-5 TAHUN..................................................22
C. PERAWATAN KOLOSTOMI PADA BAYI...................................................32
2.1 DEFINISI.............................................................................................32
2.2 JENIS-JENIS KOLOSTOMI...............................................................32
2.3 INDIKASI KOLOSTOMI...................................................................34
2.4 KOMPLIKASI KOLOSTOMI STOMA..............................................35
2.5 PERAWATAN LUKA KOLOSTOMI................................................37
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN…………………………………………………………..40
B. SARAN ………………………………………………………………....40
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah keadaan ini disertai dengan
hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada
penderita Asfiksia ini merupakan fackor terpenting yang dapat menghambat
adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin. Penilaian statistik dan
pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini
merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir:Hal ini
dibuktikan oleh Drage dan Berendes (2006) yang mendapatkan bahwa skor Apgar
yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan
mmperlihatkan angka kematian yang tinggi.
Haupt(2001) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada
bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi.Asidosis,gangguan kardiovaskuler serta
komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama
kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada
hari-hari pertama setelah lahir(james,2009). Penyelidikan patologi anatomis yang
dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa(2011) Menunjukkan nekrosis berat dan
difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia.
3
dunia WHO (World Health Organizations) merupakan suatu bentuk strategi upaya
pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian, kesakitan
dan kecacatan bayi dan anak balita di negara-negara berkembang.
Derajat kesehatan merupakan pecerminan kesehatan perorangan, kelompok,
maupun masyarakat yang digambarkan dengan umur harapan hidup, mortalitas,
morbiditas, dan status gizi masyarakat. Sehat dapat mencakup pengertian yang
sangat luas, yakni bukan saja bebas dari penyakit tetapi juga tercapainya keadaan
kesejahteraan baik fisik, sosial dan mental.
Derajat kesehatan yang optimal akan dilihat dari unsur kualitas hidup serta unsur-
unsur mortalitas yang memengaruhinya, yaitu morbiditas dan status gizi. Untuk
kualitas hidup, yang digunakan sebagai indikator adalah angka harapan hidup
waktu lahir (Lo). Sedangkan untuk mortalitas telah disepakati lima indikator yaitu
angka kematian bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup, angka kematian balita
(AKABA) per 1000 kelahiran hidup, angka kematian pneumonia pada balita per
1000 balita, angka kematian diare pada balita per 1000 balita per 1000 balita dan
Angka Kematian Ibu melahirkan (AKI) per 1000 kelahiran.
Menurut Susenas 2001 Angka Kematian Balita di Indonesia sebesar 68 per
1000 kelahiran hidup, maka 340 ribu anak meninggal pertahun sebelum usia lima
tahun dan diantaranya 155 ribu adalah bayi sebelum berusia satu tahun. Dari
seluruh kematian tersebut sebagian besar disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan akut, diare dan gangguan perinatal/neonatal (Manajemen Terpadu
Balita Sakit Modul-1 Depkes RI, 2004).
C. Perawatan Kolostomi
Kolostomi (colostomy) berasal dari kata “colon” dan “stomy”. Colon
(kolon) merupakan bagian dari usus besar yang memanjang dari sekum sampai
rektum dan “stomy” (dalam bahasa Yunani “stoma” berarti mulut). Colostomi
dapat diartikan sebagai suatu pembedahan mengeluarkan colon keluar dinding
abdomen. Feses keluar melalui saluran usus yang akan keluar di sebuah kantung
yang diletakkan pada abdomen.
4
Kolostomi adalah kolokutaneostomi yang disebut juga anus
preternaturalis yang dibuat untuk sementara atau menetap. Kolostomi dapat dibuat
sementara ataupun permanen. Kolostomi sementara dapat digunakan ketika
bagian kolon perlu diperbaiki/disembuhkan, misalnya setelah trauma atau
pembedahan( Setelah kolon membaik/sembuh, kolostomi dapat ditutup, dan
fungsi usus dapat kembali normal. Kolostomi permanen (disebut juga end
colostomy) biasanya diperlukan pada beberapa kondisi tertentu, termasuk sekitar
%34 kasus kanker kolon. Jenis kolostomi ini biasanya digunakan saat rektum
perlu diangkat akibat suatu penyakit ataupun kanker.
Letak kolostomi pada abdomen bisa dimana saja sepanjang letak kolon,
namun biasanya dilakukan pada bagian kiri bawah, di daerah kolon sigmoid.
namun dapat pula dibuat di lokasi kolon asendens, transversum, dan desendens.
Letak kolostomi sebaiknya dipilih dengan hati-hati sebelum tindakan operasi.
Sebaiknya hindari lokasi yang memiliki jaringan lemak yang tebal dan terdapat
skar.
5
e) Bagaimana manajemen terhadap balita sakit umur 2 bulan-5 tahun
6
1. Mendiskripsikan pengertian kolostomi.
2. Mendeskripsikan jenis-jenis kolostomi.
3. Mendeskripsikan indikasi kolostomi.
4. Mendekskripsikan komplikasi kolostomi stoma.
5. Menjelaskan bagaimana perawatan kolostomi.
7
C. Perawatan Kolostomi Pada Bayi
Adapun manfaat penulisan yang dapat diperoleh dari rumusan masalah
diatas adalah:
1. Mengetahui pengertian kolostomi.
2. Mengetahui jenis-jenis kolostomi.
3. Mengetahui indikasi kolostomi.
4. Mengetahui komplikasi kolostomi stoma.
5. Mengetahui bagaimana cara perawatan kolostomi stoma.
BAB II
PEMBAHASAN
8
A. Resusitasi Pada Bayi dengan Afiksia Neonatorum
9
Bunyi jantung Masih teratur Tidak teratur
Prognosis Lebih baik Jelek
Asfiksia livida lebih baik dari pada asfiksia pallida, prognosis tergantung
pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang dalam
keadaan asfiksia dan pulih kembali harus di pikirkan kemungkinannya menderita
cacat mental seperti epilepsi dan bodoh pada masa mendatang.
Setiap bayi baru lahir dievaluasi dengan nilai APGAR-score, table di atas
10
dapat digunakan untuk menentukan tingkat atau derajat asfiksia, apakah ringan,
sedang, atau asfiksia berat dengan klasifikasi sebagai berikut:
2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya Asfiksia menurut :
1. Faktor Ibu
Oksigenisasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama
anastesi, penyakit jantung, sianosis, gagal pernapasan, keracunan karbon
monoksida, dan tekanan darah ibu yang rendah akan menyebabkan asfiksia pada
janin. Gangguan aliran darah uterus dapat menyebabkan berkurangnya pengaliran
oksigen ke plasenta dan ke janin. Hal ini sering ditemukan pada gangguan
kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit
atau obat: hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada
penyakit akiomsia dan lain-lain.
2. Faktor Plasenta
11
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya: plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel, dan
perdarahan plasenta.
3. Faktor Fetus
Kompresi umbilikus dapat mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat melilit leher,
kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, dan lain-lain.
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi oleh karena
pemakaian obat anastesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung
dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan janin, maupun karena trauma yang
terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intra kranial. Kelainan kongenital
pada bayi, misalnya stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
5. Faktor Persalinan
Partus lama dan partus karena tindakan dapat berpengaruh terhadap
gangguan paru-paru.
6. Factor ibu
12
Kehamilan post matur.
7. Faktor Bayi
Kelainan kongenital.
Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).
Gejala klinis :
13
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernapasan yang cepat
dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan
berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular
berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki periode apnue primer. Gejala
dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernapasan cepat,
pernapasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat
.
Gejala lanjut pada asfiksia :
14
2.4 Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
2.5. Penatalaksanaan
Tindakan resusitasi sesuai dengan tingkat asfiksia, antara lain :
15
Bersihkan badan dan tali pusat.
Lakukan observasi tanda vital dan apgar skor dan masukan kedalam incubator.
16
Penurunan tekanan inspirasi
Pernapasan cuping hidung
Perubahan ekskursi dada, pola napas abnormal (irama, frekuensi, kedalaman).
Bila dilaksanakan dengan baik, upaya ini tergolong lengkap untuk mengantisipasi
penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita. Dikatakan
lengkap karena meliputi upaya kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan),
perbaikan gizi, imunisasi dan konseling (promotif). Badan Kesehatan Dunia WHO
telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan negara-negara
berkembang dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan dan kecacatan pada
bayi dan balita.
17
perlu terlatih MTBS agar dapatmelakukan supervisi penerapan MTBS di wilayah
kerja Puskesmas.Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu
pendekatan yang digagas oleh WHO danUNICEF untuk menyiapkan petugas
kesehatan melakukan penilaian, membuat klasifikasi sertamemberikan tindakan
kepada anak terhadap
penyakit-penyakit yang umumnya mengancam jiwa.MTBS bertujuan untuk
meningkatkan keterampilan petugas, memperkuat sistem kesehatan serta
meningkatkan kemampuan perawatan oleh keluarga dan masyarakat yang
diperkenalkan pertama kalipada tahun 1999.MTBS dalam kegiatan di lapangan
khususnya di Puskesmas merupakan suatu sistem yangmempermudah pelayanan
serta meningkatkan mutu pelayanan.
1. Input Balita sakit datang bersama kelaurga diberikan status pengobatan dan
formulir MTBS Tempat danpetugas : Loket, petugas kartu
2. Proses Balita sakit dibawakan kartu status dan formulir MTBS. Memeriksa
berat dan suhu badan. Apabila batuk selalu mengitung napas, melihat tarikan
dinding dada dan mendengar stridor. Apabila diare selalu memeriksa kesadaran
balita, mata cekung, memberi minum anak untuk melihatapakah tidak bias minum
atau malas dan mencubit kulit perut untuk memeriksa turgor. Selalu memerisa
status gizi, status imunisasi dan pemberian kapsul Vitamin A Tempat dan petugas
Ruangan MTBS, case manager (Bidan yang telah dilatih MTBS)
3. Output
Klasifikasi yang dikonversikan menjadi diagnosa, tindakan berupa pemberian
terapi dan konseling berupa nasehat pemberian makan, nasehat kunjungan ulang,
nasehat kapan harus kembali segera.Konseling lain misalnya kesehatn lingkungan,
imunisasi, Konseling cara perawatan di rumah. Rujukandiperlukan jika keadaan
balita sakit membutuhkan rujukan Praktek memliliki MTBS menguntungkan
yaitu: 3 komponen khas yang menguntungkan yaitu :
18
menangani pasien balita)
b. Memperbaiki sistem kesehatan (banyak program kesehatan terintegrasi didalam
pendekatan MTBS)
c. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan
upaya pencarian pertolongan balita sakit (berdampak meningkatkan
pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan)
balita sakit (kuratif) dengan aspek gizi, imunisasi dan konseling (promotif dan
19
preventif). Agar penerapan MTBS dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan,
maka diperlukan langkah-langkah secara sistematis dan menyeluruh, meliputi
pengembangan. sistem pelatihan, pelatihan berjenjang, pemantauan pasca
pelatihan, penjaminan ketersediaan formulir MTBS, ketersediaan obat dan alat,
bimbingan teknis dan lain-lain.
Mengingat MTBS telah diterapkan di Indonesia sejak 1997 dan banyak pihak
yang telah berkontribusi dalam pelatihan MTBS, tentunya banyak tenaga
kesehatan yang telah dilatih MTBS dan banyak insitusi yang terlibat di dalamnya.
Sudah banyak fasilitator dilatih MTBS dan para fasilitator ini sudah melatih
banyak tenaga kesehatan, baik di tingkat desa dan puskesmas.
20
a. Apakah anak bisa minum/menyusu?
b. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?
C. Apakah anak menderita kejang ?
21
Proses manajemen kasus disajikan dlam suatu bagan yang memperlihatkan urutan
langkah-langkah dan penjelasan cara pelaksanaannya. Langkah-langkahnya yaitu:
a. Menilai dan membuat klasifikasi anak sakit umur 2 bulan - 5 tahun.
Menilai anak maksudnya adalah melakukan penilaian dengan cara anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
22
a. Meningkatkan keterampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita
sakit (selain dokter, petugas kesehatan non dokter, dapat pula memeriksa
danmenangani pasien apabila sudah dilatih ).
b. Memperbaiki system kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program
kesehatan dalam 1 kali pemeriksaan MTBS)
c. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat alam perawatan di rumah dan
upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan
masyarakat dalam pelayanan kesehatan).
a. Penilaian pertama keluhan batuk atau sukar bernafas, tanda bahaya umum,
tarikan dinding wajah ke dalam, stridor, nafas cepat. Penentuan frekuensi
pernapasan adalah pada anak usia 2 bulan sampai 12 bulan normal pernapasan 50
atau lebih permenit sedangkan frekuensi pernapasan anak usia 12 bulan sampai 5
tahun adalah 40 kali permenit.
b. Penilaian kedua keluhan dan tanda adanya diare seperti letargis atau tidak
sadar, atau cenderung tidak bisa minum atau malas makan maka turgor kulit jelek,
gelisah, rewel, haus atau banyak minum adanya darah dalam tinja (berak campur
darah).
C. Penilain ketiga tanda demam, disertai dengan adanya tanda bahaya umu, kaku
23
kuduk, dan adanya infeksi lokal seperti kekeruhan pada komea mata,luka pada
mulut, mata bemanah adanya tanda presyok seperti nadi lemah,ektremitas
dingin,muntah darah,berak hitam,perdarahan hidung,perdarahan bawah kulit,nyeri
ulu hati dan lain-lain.
d. Penilaian keempat tanda masalah telinga seperti nyeri pada telinga,adanya
pembengkakan,adanya cairan keluar dari telinga yang kurang dari 14 hari,dan
lain-lain
e. Penilaian kelima tanda status gizi seperti badan kelihatan bertambah kurus,
bengkak pada kedua kaki,telapak tangan pucat,status gizi dibawa garis merah
pada pemeriksaan berat badan menurut umur.
24
c. Klasifikasi diare persisten
Untuk klasifikasi diare ini ditemukan apabila diarenya sudah lebih dari 14 hari
dengan dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu diare persisten berat ditemukan
adanya tanda dehidrasi dan diare persisten apabila tidak ditemukan adanya tanda
dehidrasi.
d. Klasifikasi disentri
Pada klasifikasi disentri ini juga termasuk klasifikasi diare secara umum akan
tetapi apabilah diarenya disertai dengan darah dalam tinja atau diarenya
bercampur dengan darah
25
f. Klasifikasi Campak
Pada klasifikasi campak ini dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1) Campak dengan komplikasi berat apabila ditemukan adanya tanda bahaya
umum terjadi kekeruhan pada kornea mata, adanya luka pad daerah mulut yang
dalam & luas serta adanya tanda umum campak seperti adanya ruang kemerahan
dikulit yang menyeluruh, adanya batuk, pilek, atau mata merah.
2) Campak dengan komplikasi pada mata atau mulut apabila ditemukan tanda
mata bernanah serta luka dimulut dan ketiga klasifikasi campak apabila hanya
khas campak yang tidak disertai tanda klasifikasi diatas.
26
:
1) Klasifikasi gizi buruk dan atau anemia berat apabila adanya bengkak pada
kedua kaki serta pada telapak tangan ditemukan adanya kepucatan.
2) Klasifikasi bawah garis merah dan atau anemia apabila ditemukan tanda
sebagai berikut: apabila lapak tangan agak pucat, berat badan menurut umur di
bawah garis merah
3) Klasifikasi tidak bawah garis merah dan tidak anemia apabila tidak ada tanda
seperti di atas.
b. Dehidrasi
Pada klasifikasi dehidrasi tindakan dapat dikelompokkan berdasarkan derjat dari
dehidrasi, apabila klasfikasinya dehidrasi berat maka tindakannya adalah sbb:
1) Berikan cairan intravena secepatnya, apabila anak dapat minum berikan oralit
melalui mulut sambil infus dipersiapkan, berikan 100 ml/kg ringer laktat atau
NaCl
2) Lakukan monitoring setiap 1-2 jam tentang status dehidrasi, apabila belum
membaik berikan tetesan intravena
3) Berikan oralit (kurang dari 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum
27
4) Lakukan monitoring kembali sesudah 6 jam pada bayi atau pada anak sesudah
3 jam dan tentukan kembali status dehidrasi kemudian ditentukan status dehidrasi
dan lakukan sesuai dengan derjat dehidrasi
5) Anjurkan untuk tetap memberikan ASI
28
tindakan yang
dapat dilakukan antara lain apabila ditemukan maka segera berikan cairan intra
vena, pertahankan kadar gula darah, apabila dijumpai demam tinggi maka berikan
paracetamol dan berikan cairan atau oralit apabila dilakukan rujukan selama
perjalanan.
Ketentuan pemberian cairan pra rujukan pada demam berdarah
1) Benrikan cairan ringer laktak apabila memungkinkan beri glukosa 5% kedalam
ringer laktak melalui intra vena apabila tidak diberikan cairan oralit atau cairan
peroaral selama perjalan.
2) Apabila tidak ada berikan cairan NaCL 10-20 ml/kgbb dalam 30 menit 3)
Monitor selama setelah 30 menit dan apabila nadi teraba berikan cairan intra vena
dengan tetesan 10 ml/kgbb dalam 1 jam dan apabila nadi tidak teraba berikan
cairan 15- 20 ml/kgbb dalam /1 ja
4. Pemberian Konseling
Pada pemberian konseling yang dilakukan manajemen terpadu balita sakit umur 2
bulan sampai dengan 5 tahun pada umumnya adalah konseling tentang
29
a. Konseling pemberian makan pada anak
1) Lakukan evaluasi tentang cara memberikan makanan pada anak menyatakan
cara meneteki anak, berapa kali sehari apakah pada malam hari menetek,
kemudian anak mendapat makan atau minum lain, apabila anak berat badan
berdasarkan umur sangat rendah menyatakan berapa banyak makan atau minum
yang diberikan pada anak apakah anak dapat makan sendiri dan bagaimana
caranya apakah selama sakait makan ditambah dan lain-lain.
2) Menganjurkan cara pemberian makan pada ibu
b. Konseling pemberian cairan selama sakit Pada konseling ini kasusnya setiap
anak sakit dilakukan dengan cara menganjurkan ibu agar memberi ASI lebih
sering dan lebih lama setiap meneteki serta meningkatkan kebututhan cairan
seperti memberikan kua sayur, air tajin atau air matang.
b. Diare persistem
Pada tindak lanjut masalah ini dilakukan sesudah 5 hari dengan cara mengevaluasi
30
diare apabila diare belum berhenti maka pelayanan tindak lanjut adalah
memberikan obat yang diperlukan dan apabila sudah berhenti maka makan sesuai
umur.
C. Disentri
Pelayanan tindak lanjut untuk disentri dilakukan sesudah 2 hari dengan
mengevaluasi jumlah darah dalam tinja berkurang tentang tanda disentri apabila
anak masi mengalami disentri maka lakukan tindakan sesuai tindaka dehidrasi
berdasarkan derajatnya.
d. Resiko malaria
Pelayan tindak lanjut pada resiko malaria dilkukan sesudah 2 hari apabila demam
lagi dalam 14 hari dengan melakukan penilaian sebagai berikut: apabila
ditemukan malaria oral pilihan kedua bahaya umum atau kakuk kuduk maka
lakukan tindakan sesuai protap.
e. Campak
Pelayanan tindak lanjut pada klasifikasi campak ini dilakukan sesudah 2 hari
dengan mengevaluasi atau memperhatikan tentang gejala yang pernah dimilikinya
apabila mata masi bernanah maka lakukan evaluasi kepada keluarga atau ibu
dengan menjelaskan cara mengobati infeksi mata jika sudah benar lakukan
rujukan dan apabila kurang benar maka ajari dengan benar.
f. Demam berdarah
Pada klasifikasi pelayanan tindak lanjut dilakukan sesudah 2 hari dengan
melakukan evaluasi tanda dan gejala yang ada,apabila ditemuakan tanda bahaya
umum dan adanya kaku kuduk maka lakukan tindakan sesui dengan pedoman
tindakan pada penyakit demam berdarah dengan penyakit berat,akan tetapi apabila
ditemukan penyebab lain dari demam berdarah maka berikan pengobatan yang
sesuai dan apabila masih ada tanda demam berdarah maka lakukan tindakan
sebagaimana tindakan demam berdarah dan dalam waktu 7 hari masi ditemukan
31
demam lakukan pemeriksaan lebih lanjut.
g. Masalah telinga
Pada pelanyanan tindak lanjut masalah telinga ini dilakukan sesudah 5 hari
dengan mengetahui nana evaluasi tanda dan gejala yang ada, apabilah pada
waktukunjungan didapatkan pembengkakan dan nyeri dibelakang telinga dan
demam tinggi maka segera lakukan rujukan,dan apabilah masih terdapat nyeri dan
keluarkan cairan atau nana maka lakukan pengobatan antibotika selama 5 hari
dengan mengerinkan bagian telinga, apabila sudah benar anjurkan.. tetap
mempertahankan apabila masih kurang ajari tentang cara mengeringkannya,
kemudian apabila keadaan telinga sudah tidak timbul nyeri atau tidak keluar
cairan maka lanjutkan pengobatan antibiotika sampai habis.
32
Perlengkapan ostomi terdiri atas satu lapis atau dua lapis dengan barier kulit
hipoalergenik untuk mempertahankan integritas kulit peristomal. Kantong harus
cukup besar untuk menampung feses dan flatus dalam jumlah sedang tetapi tidak
terlalu besar agar tidak membebani bayi atau anak. Perlindungan kulit peristomal
adalah aspek penting dari perawatan stoma. Peralatan yang sesuai ukurannya
merupakan hal penting untuk mencegah kebocoran isi (Wong, 2009).
33
3. Fistula Mukus Fistula mucus
Pada Tube Caecostomies bukan merupakan stoma dari kolon, karena kolon
tidak dikeluarkan hingga ke permukaan abdomen. Tipe kolostomi ini
menggunakan kateter foley yang masuk ke dalam sekum hingga ujung apendiks
pasca operasi apendiktomi melalui dinding abdomen. Kateter ini membutuhkan
irigasi secara teratur untuk mencegah sumbatan.
1.Atresin Ani
Atresin Ani adalah kelainan congenital anos dimana arns tidak mempunyai
lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan klooka yang
34
terjadi saat kehamilan Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat
lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau
pemeriksaan perineum
4. Hirschsprung
Hirschsprung, yaitu kelainan bawaan sejak lahir karena kondisi saraf di usus
besar yang tidak berfungsi normal. Akibatnya kotoran akan menumpuk di usus
bawah karena fungsi saraf yang mendorong kotoran keluar tidak berjalan. Kondisi
ini membuat penderitanya terutama bayi tidak bisa BAB selama berminggu-
minggu yang akhirnya timbul radang usus. Bagian usus yang tak ada
persarafannya ini harus dibuang lewat operasi.
35
Komplikasi atau masalah pada stoma dapat muncul setelah pembedahan
kolostomi, di antaranya paling banyak terjadi pada tahun pertama pasca
pembedahan (Truven Health Analytics, 2012). Beberapa komplikasi akan
dijelaskan sebagai berikut:
1. Retraksi Stoma
Retraksi merupakan kondisi dimana stoma tertarik ke dalam abdomen. Retraksi
dapat terjadi bila kolon tidak segera aktif pasca pembedahan kolostomi.
Bertambahnya berat badan juga memungkinkan untuk terjadinya retraksi. Tipe
kantong kolostoma harus disesuaikan agar pas dengan bentuk stoma setelah
terjadi retraksi. Retraksi belum menjadi sebuah komplikasi berat dari stoma jika
retraksi stoma ke dalam abdomen < 5 cm dari batas permukaan abdomen.
2. Hernia Peristomal
Hernia dapat terjadi bila ada bagian dari kolon di dalam abdomen yang menekan
atau menonjol di area sekitar stoma. Hernia akan tampak semakin jelas ketika
pasien sedang duduk, batuk ataupun mendesak abdomen (peningkatan tekanan
intra abdomen). Beberapa pasien membutuhkan penggunaan sabuk khusus,
ataupun rekomendasi untuk operasi guna memperbaiki kondisi hernia tersebut.
3. Prolaps
Prolaps dapat terjadi akibat proses pembukaan dinding abdomen yang terlalu
lebar, fiksasi bowel pada dinding abdomen yang tidak adekuat ataupun akibat
peningkatan tekanan intra abdomen. Prolaps yang disertai dengan iskemia atau
obstruksi bowel, ataupun prolaps yang berulang dapat direkomendasikan untuk
pembedahan ulang.
4. Perdarahan
Perdarahan stoma segera setelah operasi disebabkan oleh hemostasis yang tidak
adekuat selama konstruksi stoma. Penyebab lain yang mungkin mengakibatkan
perdarahan adalah adanya penyakit penyerta hipertensi portal, trauma oleh ujung
tube saat irigasi atau pencukuran area sekitar abdomen atau cedera. Perdarahan
36
ringan kadang memerlukan agen hemostasis topical, atau hanya penekanan
langsung. Perdarahan masif atau berulang memerlukan penanganan faktor
penyebab perdarahan, sedangkan pasien dengan hipertensi portal memerlukan
sclerotheraphy atau portosystemic shunting.
6. Stenosis
Stenosis merupakan penyempitan atau konstriksi pada ujung stoma. Hal ini dapat
terjadi akibat adanya pembentukan jaringan scar di sekitar stoma yang
menyebabkan stoma berangsur terhimpit dan menyempit.
37
3) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang
akan dilaksanakan.
4) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak
mengancam.
6) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7) Privacy klien selama komunikasi dihargai.
8) Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek
selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
9) Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
B. Persiapan alat
1) Sarung tangan bersih
2) Handuk mandi/selimut mandi
3) Air hangat
4) Sabun mandi yang lembut
5) Tissue
6) Kantong kolostomi bersih
7) Bengkok/pispot
8) Kassa
9) Tempat sampah
10) Gunting
C. Prosedur
1) Menjealskan prosedur
2) Mendekatkan alat-alat kedekat klien
3) Pasang selimut mandi/handuk
4) Dekatkan bengkok kedekat klien
5) Pasang sarung tangan bersih
6) Buka kantong lama dan buang ketempat bersih
38
7) Bersihkan stoma dan kulit sekitar dengan menggunakan sabun dan cairan hangat
8) Lindungi stoma dengan tissue atau kassa agar feces tidak mengotori kulit yang
sudah dibersihkan
9) Keringkan kulit sekitar stoma dengan tissue atau kassa
10) Pasang kantong stoma
11) Buka sarung tangan
12) Bereskan alat
13) Rapihkan pasien
14) Mencuci tangan
15) Melaksanakan dokumentasi :
a) Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar catatan
klien
b) Catat tgl dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan dan
tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien.
39
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada dasarnya penyebab asfiksia dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut
yaitu perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat lahir rendah, asfiksia,
hipotermi, perlukaan kelahiran dan lain-lain. Bahwa 50% kematian bayi terjadi
dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan, kurang baiknya
penanganan bayi baru lahir yang lahir schat akan menyebabkan kelainan-kelainan
yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bahkan kematian.
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu schingga
kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan
generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia muda/remaja (dibawah usia 20
tahun) akan mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini
dikarenakan pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak
dan alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di usia
tua (diatas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan
40
persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.
Saran
Semoga dengan adanya makalah ini kita semua dapat lebih memahami masalah
asfiksia pada bayi baru lahir, dan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua
Kesimpulan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) bagi bayi muda yang berusia kurang
dari 2 bulan merupakan pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana bayi muda
sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang
meliputi upaya kuratif terhadap penyakit sangat berat atau infeksi bakteri, diare,
ikterus, berat badan rendah dan/ atau masalah pemberian ASI dan upaya promotif
dan preventif yang meliputi
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan pelayanan
terhadap bayi muda sakit yang dikembangkan oleh WHO. Dengan MTBS dapat
ditangani secara lengkap kondisi kesehatan bayi muda pada tingkat pelayanan
kesehatan dasar, yang memfokuskan secara integrative aspek kuratif, preventif
dan promotif termasuk pemberian nasihat kepada ibu sebagai bagian dari
pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kesehatan anak. Program MTBS
ini di kembangkan untuk mencegah tingkat kematian bayi muda yang berumur
kurang dari 2 bulan.
Saran
Dengan mempelajari makalah mengenai manajemen terpadu balita sakit (MTBS),
diharapkan mahasiswa khususnya perawat dapat mengurangi angka kematin anak
mengetahui hal- hal apa saja yang perlu diperhatikan jika seorang dan
memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan anak.
Perawatan Kolostomi
41
Kesimpulan
Kolostomi adalah lubang yang dibuat melalui dinding abdomen kedalam kolon
iliaka (assenden) sebagai tempat mengeluarkan feses (Pearce, 2009 dalam
Nainggolan & Asrizal, 2013).
Saran
Semoga makalah yang kami susun dapat di manfaatkan secara maksimal,
sehingga dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan
kemandirian dan kreatifitas mahasiswa. Selain itu, di perlukan lebih banyak
refrensi untuk menunjang proses pembelajaran.
42
DAFTAR PUSTAKA
43
Aprilia Asri R, S. Kep, Ners. Diktat Kuliah Keperawatan Anak 1. 2011
Dr. Soedjatmiko, SpA (K), Msi, 2009, Materi presentase pada "Pelatihan
Program Kesehatan Balita Bagi Penanggung Jawab Program Kesehatan
Anak". Bogor. 2009. Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Gangguan
Tumbuh Kembang Balita.
Soetjiningsih, (1998), Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta.
Perawatan Kolostomi
44