Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

MERANGKUM MATERI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata kuliah: Keperawatan Anak
Dosen Pengampu: Masnila Siregar, S. Pd, S.Kep, M.Pd

Disusun Oleh :
MELVA YUNIARTI MANULLANG
(P07520221082)

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
Rahmatnya sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang membahas
tentang “MERANGKUM MATERI” dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah memenuhi tugas pada
mata kuliah keperawatan anak. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Terlebih dahulu
saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing program studi
Sarajana Terapan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan ibu
Masnila Siregar, S.Kep, Ns, M.Pd selaku dosen mata kuliah promosi kesehatan
yang telah memberikan tugas ini.
Sehubungan dengan tersusunnya makalah ini penulis merasa banyak
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan
yang dimiliki penulis, Untuk itu kritik dan saran yang konstruksi dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi menyempurnakan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih
yang tak terhingga semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi yang
sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran bagi teman-teman
dan penulis khususnya.

Medan, November 2022

Melva Yuniarti Manullang

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... 1
DAFTAR ISI.......................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………………...3
1.2 RUMUSAN MASALAH……………………………………………………...5
1.3 TUJUAN PENELITIAN……………………………………………………....6
1.4 MANFAAT PENELITIAN……………………………………………………7
BAB II PEMBAHASAN
A. RESUSITASI PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM.............9
2.1 KONSEP SFIKSIA NEONATORUM..................................................9
2.2 ETIOLOGI...........................................................................................11
2.3 TANDA DAN GEJALA......................................................................13
2.4 KOMPLIKASI.....................................................................................14
2.5 PENATALAKSANAAN.....................................................................15
2.6 KONSEP KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS............................16
B. PEMERIKSAAN BAYI SAKIT MENGGUNAKAN MTBS..........................16
2.1 DEFINISI MTBS (MANAJEMEN TERPADU BAYI SAKIT).........16
2.2 TUJUAN MTBS.................................................................................18
2.3 PROSES MANAJEMEN KASUS BALITA SAKIT..........................21
2.4 MTBS UMUR 2 BULAN-5 TAHUN..................................................22
C. PERAWATAN KOLOSTOMI PADA BAYI...................................................32
2.1 DEFINISI.............................................................................................32
2.2 JENIS-JENIS KOLOSTOMI...............................................................32
2.3 INDIKASI KOLOSTOMI...................................................................34
2.4 KOMPLIKASI KOLOSTOMI STOMA..............................................35
2.5 PERAWATAN LUKA KOLOSTOMI................................................37
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN…………………………………………………………..40
B. SARAN ………………………………………………………………....40
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


A. Resusitasi Pada Bayi dengan Afiksia Neonatorum

Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah keadaan ini disertai dengan
hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada
penderita Asfiksia ini merupakan fackor terpenting yang dapat menghambat
adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin. Penilaian statistik dan
pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini
merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir:Hal ini
dibuktikan oleh Drage dan Berendes (2006) yang mendapatkan bahwa skor Apgar
yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan
mmperlihatkan angka kematian yang tinggi.
Haupt(2001) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada
bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi.Asidosis,gangguan kardiovaskuler serta
komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama
kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada
hari-hari pertama setelah lahir(james,2009). Penyelidikan patologi anatomis yang
dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa(2011) Menunjukkan nekrosis berat dan
difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia.

B. Pemeriksaan Bayi Sakit Menggunakan MTBS


Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of
Childhood Illness (IMCI) merupakan suatu pendekatan yang terintegrasi atau
terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus pada kesehatan anak usia 0-59
bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program
kesehatan tetapi suatu pendekatan atau cara penatalaksanaan balita sakit. Konsep
pendekatan MTBS yang pertama kali diperkenalkan oleh organisasi kesehatan

3
dunia WHO (World Health Organizations) merupakan suatu bentuk strategi upaya
pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian, kesakitan
dan kecacatan bayi dan anak balita di negara-negara berkembang.
Derajat kesehatan merupakan pecerminan kesehatan perorangan, kelompok,
maupun masyarakat yang digambarkan dengan umur harapan hidup, mortalitas,
morbiditas, dan status gizi masyarakat. Sehat dapat mencakup pengertian yang
sangat luas, yakni bukan saja bebas dari penyakit tetapi juga tercapainya keadaan
kesejahteraan baik fisik, sosial dan mental.
Derajat kesehatan yang optimal akan dilihat dari unsur kualitas hidup serta unsur-
unsur mortalitas yang memengaruhinya, yaitu morbiditas dan status gizi. Untuk
kualitas hidup, yang digunakan sebagai indikator adalah angka harapan hidup
waktu lahir (Lo). Sedangkan untuk mortalitas telah disepakati lima indikator yaitu
angka kematian bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup, angka kematian balita
(AKABA) per 1000 kelahiran hidup, angka kematian pneumonia pada balita per
1000 balita, angka kematian diare pada balita per 1000 balita per 1000 balita dan
Angka Kematian Ibu melahirkan (AKI) per 1000 kelahiran.
Menurut Susenas 2001 Angka Kematian Balita di Indonesia sebesar 68 per
1000 kelahiran hidup, maka 340 ribu anak meninggal pertahun sebelum usia lima
tahun dan diantaranya 155 ribu adalah bayi sebelum berusia satu tahun. Dari
seluruh kematian tersebut sebagian besar disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan akut, diare dan gangguan perinatal/neonatal (Manajemen Terpadu
Balita Sakit Modul-1 Depkes RI, 2004).

C. Perawatan Kolostomi
Kolostomi (colostomy) berasal dari kata “colon” dan “stomy”. Colon
(kolon) merupakan bagian dari usus besar yang memanjang dari sekum sampai
rektum dan “stomy” (dalam bahasa Yunani “stoma” berarti mulut). Colostomi
dapat diartikan sebagai suatu pembedahan mengeluarkan colon keluar dinding
abdomen. Feses keluar melalui saluran usus yang akan keluar di sebuah kantung
yang diletakkan pada abdomen.

4
Kolostomi adalah kolokutaneostomi yang disebut juga anus
preternaturalis yang dibuat untuk sementara atau menetap. Kolostomi dapat dibuat
sementara ataupun permanen. Kolostomi sementara dapat digunakan ketika
bagian kolon perlu diperbaiki/disembuhkan, misalnya setelah trauma atau
pembedahan( Setelah kolon membaik/sembuh, kolostomi dapat ditutup, dan
fungsi usus dapat kembali normal. Kolostomi permanen (disebut juga end
colostomy) biasanya diperlukan pada beberapa kondisi tertentu, termasuk sekitar
%34 kasus kanker kolon. Jenis kolostomi ini biasanya digunakan saat rektum
perlu diangkat akibat suatu penyakit ataupun kanker.
Letak kolostomi pada abdomen bisa dimana saja sepanjang letak kolon,
namun biasanya dilakukan pada bagian kiri bawah, di daerah kolon sigmoid.
namun dapat pula dibuat di lokasi kolon asendens, transversum, dan desendens.
Letak kolostomi sebaiknya dipilih dengan hati-hati sebelum tindakan operasi.
Sebaiknya hindari lokasi yang memiliki jaringan lemak yang tebal dan terdapat
skar.

1.2 Rumusan Masalah


A. Resusitasi Pada Bayi dengan Afiksia Neonatorum

1. Apa definisi Asfiksia?


2. Apa etiologi Asfiksia?
3. Apa tanda dan gejalaAsfiksia ?
4. Apa komplikasi asfiksia ??
5. Bagaimana tentang penatalaksanaan Asfiksia ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan Asfiksia ?

B. Pemeriksaan Bayi Sakit Menggunakan MTBS

a) Bagaimana definisi dari Manajemen Terpadu Balita Sakit?


b) Bagaimana tujuan MTBS?
c) Bagaimana proses manajemen kasus balita sakit
d) Bagaimana tatalaksana bayi sakit?

5
e) Bagaimana manajemen terhadap balita sakit umur 2 bulan-5 tahun

C. Perawatan Kolostomi Pada Bayi


Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan kolostomi?
2. Apa saja jenis-jenis kolostomi?
3. Apa saja indikasi kolostomi?
4. Apa saja komplikasi stoma?
5. Bagaimana perawatan kolostomi?

1.3 Tujuan Penulisan


A. Resusitasi Pada Bayi dengan Afiksia Neonatorum

1. Apa definisi Asfiksia?


2. Apa etiologi Asfiksia?
3. Apa tanda dan gejalaAsfiksia ?
4. Apa komplikasi asfiksia ??
5. Bagaimana tentang penatalaksanaan Asfiksia ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan Asfiksia ?

B. Pemeriksaan Bayi Sakit Menggunakan MTBS


1. Untuk memahami Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
2. Untuk mengetahui definisi MTBS
3. Untuk mengetahui MTBS
4. Untuk mengetahui proses manajemen kasus balita sakit
5. Untuk mengetahui tatalaksana bayi sakit f) Untuk mengetahui Manajemen
Terhadap Balita Sakit Umur 2 Bulan 5 tahun

C. Perawatan Kolostomi Pada Bayi


Adapun tujuan penulisan yang dapat diperoleh dari rumusan masalah diatas
adalah:

6
1. Mendiskripsikan pengertian kolostomi.
2. Mendeskripsikan jenis-jenis kolostomi.
3. Mendeskripsikan indikasi kolostomi.
4. Mendekskripsikan komplikasi kolostomi stoma.
5. Menjelaskan bagaimana perawatan kolostomi.

1.4 Manfaat Penulisan


A. Resusitasi Pada Bayi dengan Afiksia Neonatorum
Manfaat penulisan malakah ini adalah untuk pengembangan ilmu
keperawatan terkait pada asuhan keperawatan pada klien asfiksia neonatorum
dengan masalah ketidakefektifan pola nafas serta memberikan kontribusi laporan
pada asuhan keperawatan klien asfiksia neonatorum dengan masalah
ketidakefektifan pola nafas bagi pengembangan praktik keperawatan.
B. Pemeriksaan Bayi Sakit Menggunakan MTBS
Sebagaimana diketahui,derajat kesehatan merupakan penceminan kesehatan
perorangan, kelompok, maupun masyarakat yang digambarkan dengan umur
harapan hidup, mortalitas, morbiditas, dan status gizi masyarakat. Sehat dapat
mencakup pengertian yang sangat luas, selain bebas dari penyakit tetapi juga
tercapainya keadaan kesejahteraan baik fisik, sosial dan mental.
Makalah ini dimaksudkan untuk lebih menggali masalah yang membahas
mengenai Manajemen Terpadu Balita Sakit.Dengan makalah ini, diharapkan agar
petugas kesehatan lebih punya Wawasan tentang masalah ini.
Peningkatan keterampilan perawat dan bidan dalam tata laksana balita sakit secara
komprehensif dilaksanakan dengan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit
atau lebih dikenal dengan MTBS. Kegiatan ini dilaksanakan secara pre-service
dan atau in-service training. Manajemen Terpadu Balita Sakit merupakan standar
pelayanan bagi balita sakit dan dinilai cost effective serta berkontribusi sangat
besar untuk menurunkan angka kematian neonatus, bayi dan balita bila
dilaksanakan secara luas, baik, dan benar.

7
C. Perawatan Kolostomi Pada Bayi
Adapun manfaat penulisan yang dapat diperoleh dari rumusan masalah
diatas adalah:
1. Mengetahui pengertian kolostomi.
2. Mengetahui jenis-jenis kolostomi.
3. Mengetahui indikasi kolostomi.
4. Mengetahui komplikasi kolostomi stoma.
5. Mengetahui bagaimana cara perawatan kolostomi stoma.

BAB II
PEMBAHASAN

8
A. Resusitasi Pada Bayi dengan Afiksia Neonatorum

2.1 Konsep Asfiksia Neonatorum


A. Pengertian Asfiksia Neonatorum
Asfiksia neonatorum adalah bayi baru lahir yang mengalami gangguan tidak
segera bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai
dengan keadaan hipoksia dan hiperapneu serta berakhir dengan asidosis.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan
teratur segera lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan
mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan
keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi selama ataupun sesudah persalinan
.
Klasifikasi
Menurut WHO Klasifikasi klinis asfiksia dibagi dalam 2 macam, yaitu
sebagai berikut :
Asfiksia livida adalah asfiksia yang memiliki ciri meliputi warna kulit kebiru-
biruan, tonus otot masih baik, reaksi rangsangan masih positif, bunyi jantung
regular, prognosis lebih baik.
Asfiksia pallida adalah asfiksia dengan ciri meliputi warna kulit pucat, tonus
otot sudah kurang, tidak ada reaksi rangsangan, bunyi jantung irregular, prognosis
jelek.

Table 2.1 Perbedaan antara Asfiksia Livida dan Asfiksia pallida

Perbedaan Asfiksia Livida Asfiksia Pallida


Warna kulit Kebiru-biruan Pucat
Tonus otat Masih baik Sudah kurang
Reaksi rangsangan Positif Negatif

9
Bunyi jantung Masih teratur Tidak teratur
Prognosis Lebih baik Jelek

Asfiksia livida lebih baik dari pada asfiksia pallida, prognosis tergantung
pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang dalam
keadaan asfiksia dan pulih kembali harus di pikirkan kemungkinannya menderita
cacat mental seperti epilepsi dan bodoh pada masa mendatang.

Table 2.2 APGAR-score


Nilai
Tanda 0 1 2
A: Appearance Tubuh dan
(color) Tubuh kemerahan, ekstermitas
warna Biru/pucat , ekstermitas biru kemerahan
kulit
P: Pulse (heart rate)
Tidak ada <100x/menit >100x/menit
denyut nandi
G: Grimance
Tidak ada Gerakan sedikit Menangis
(Reflek)
A: Activity (Tonus
Lumpuh Fleksi lemah Aktif
otot)
R: Respiration
Tidak ada Lemah, Merintih Tangisan kuat
(Usaha nafas)

Setiap bayi baru lahir dievaluasi dengan nilai APGAR-score, table di atas

10
dapat digunakan untuk menentukan tingkat atau derajat asfiksia, apakah ringan,
sedang, atau asfiksia berat dengan klasifikasi sebagai berikut:

 Bayi normal atau sedikit asfiksia (Nilai Apgar 7-10)

 Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa

 Asfiksia sedang (Nilai Apgar 4-6 )

 Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernapas


kembali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung lebih dari
100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas
tidak ada.

 Asfiksia berat (Nilai Apgar 0-3)

 Memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian oksigen


terkendali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
100x/menit, tonus otot jelek, sianosis berat, dan terkadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada.

2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya Asfiksia menurut :

1. Faktor Ibu
Oksigenisasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama
anastesi, penyakit jantung, sianosis, gagal pernapasan, keracunan karbon
monoksida, dan tekanan darah ibu yang rendah akan menyebabkan asfiksia pada
janin. Gangguan aliran darah uterus dapat menyebabkan berkurangnya pengaliran
oksigen ke plasenta dan ke janin. Hal ini sering ditemukan pada gangguan
kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit
atau obat: hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada
penyakit akiomsia dan lain-lain.

2. Faktor Plasenta

11
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya: plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel, dan
perdarahan plasenta.

3. Faktor Fetus
Kompresi umbilikus dapat mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat melilit leher,
kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, dan lain-lain.

4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi oleh karena
pemakaian obat anastesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung
dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan janin, maupun karena trauma yang
terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intra kranial. Kelainan kongenital
pada bayi, misalnya stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.

5. Faktor Persalinan
Partus lama dan partus karena tindakan dapat berpengaruh terhadap
gangguan paru-paru.

6. Factor ibu

 Preeklamsia dan eklamsia.

 Perdarahan abnormal (plasenta prervia atau solutio plasenta).

 Partus lama atau partus macet.

 Demam selama persalinan.

 Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV).

12
 Kehamilan post matur.

 Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.

 Gravida empat atau lebih.

7. Faktor Bayi

 Bayi Prematur (Sebelum 37 minggu kehamilan).


 Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ektraksi vakum,
porsef).

 Kelainan kongenital.
 Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).

 Faktor Tali Pusat


 Lilitan tali pusat.
 Tali pusat pendek.
 Simpul tali pusat.
 Prolapsus tali pusat.

2.3 Tanda dan Gejala Asfiksia


Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan yang disebabkan
oleh beberapa keadaan diantaranya :
Hilang sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
Terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan
termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.
Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan.

Gejala klinis :

13
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernapasan yang cepat
dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan
berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular
berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki periode apnue primer. Gejala
dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernapasan cepat,
pernapasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat

.
Gejala lanjut pada asfiksia :

 Pernafasan megap-magap dalam


 Denyut jantung terus menurun
 Tekanan darah mulai menurun
 Bayi terlihat lemas (flaccid)
 Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
 Meningginya tekanan CO2 darah (PaCO2)
 Menurunnya PH (akibat asidosis respiratorik dan metabolik)
 Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
 Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular
 Pernapasan terganggu
 Detik jantung berkurang
 Reflek / respon bayi melemah
 Tonus otot menurun
 Warna kulit biru atau pucat

14
2.4 Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :

 Edema otak & Perdarahan otak


Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.

 Anuria atau oliguria


Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir
ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang
menyebabkan pengeluaran urine sedikit.

 Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.

 Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

2.5. Penatalaksanaan
Tindakan resusitasi sesuai dengan tingkat asfiksia, antara lain :

1. Asfiksia Ringan (Apgar Score 7-10)


Bayi dibungkus dengan kain hangat.
Bersihkan jalan nafas dengan menghisap lender pada hidung kemudian mulut.

15
Bersihkan badan dan tali pusat.
Lakukan observasi tanda vital dan apgar skor dan masukan kedalam incubator.

2. Asfiksia sedang (Apgar Score 4-6)


Bersihkan jalan napas.
Berikan oksigen sesuai kebutuhan.
Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belum ada reaksi,
bantu pernapasan melalui masker.
Bila bayi sudah mulai bernafas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat
7,5% sebanyak 6cc. dekstrosa 40% sebanyak 4cc disuntikkan melalui vena
umbilicus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra kranial meningkat
3. Asfiksia berat (Apgar Score 0-3)
Bersihkan napas sambil pompa melalui ambubag.
Berikan oksigen sesuai kebutuhan.
Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc, Dekstrosa 40% sebanyak 4cc. ( Prawirohardjo,
2010)

2.6 Konsep Ketidakefektifan Pola Napas


Definisi
Ketidakefektifan pola napas adalah inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi
ventilasi adekuat.
Ketidakefektifan pola napas adalah ventilasi atau pertukaran udara inspirasi
dan atau ekspirasi tidak adekuat.
Batasan Karakteristik
Batasan karakteristik pada ketidakefektifan pola napas :
Bradipnea
Dipsnea
Penggunaan otot bantu pernapasan
Penurunan kapasitas vital
Penurunan tekanan ekspirasi

16
Penurunan tekanan inspirasi
Pernapasan cuping hidung
Perubahan ekskursi dada, pola napas abnormal (irama, frekuensi, kedalaman).

B. Pemeriksaan Bayi Sakit Menggunakan MTBS

2.1 Definisi MTBS (Manajemen Terpadu Bayi Sakit)


MTBS singkatan dari Manajemen Terpadu Balita Sakit atau Integrated
Management of Childhood Illness (IMCI dalam bahasa Inggris) adalah suatu
pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus
kepada kesehatan anak usia 0-5 tahun (balita) secara menyeluruh, MTBS bukan
merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana
balita sakit. Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan
kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
anak balita di unit rawat jalan kesehatan dasar seperti Puskesmas, Pustu, Polindes,
Poskesdes, dll.

Bila dilaksanakan dengan baik, upaya ini tergolong lengkap untuk mengantisipasi
penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita. Dikatakan
lengkap karena meliputi upaya kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan),
perbaikan gizi, imunisasi dan konseling (promotif). Badan Kesehatan Dunia WHO
telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan negara-negara
berkembang dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan dan kecacatan pada
bayi dan balita.

Di Indonesia, MTBS sudah mulai dikembangkan sejak tahun 1996 oleh


Departemen Kesehatan yangbekerjasama dengan WHO. Layanan ini tidak hanya
kuratifnya saja tapi sekaligus pelayanan preventifdan promotifnya. Tujuan dari
pelatihan ini yaitu dihasilkannya petugas kesehatan yang terampilmenangani bayi
dan balita sakit dengan menggunakan tatalaksana MTBS. Sasaran utama
pelatihanMTBS ini adalah perawat dan bidan, akan tetapi dokter Puskesmas pun

17
perlu terlatih MTBS agar dapatmelakukan supervisi penerapan MTBS di wilayah
kerja Puskesmas.Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu
pendekatan yang digagas oleh WHO danUNICEF untuk menyiapkan petugas
kesehatan melakukan penilaian, membuat klasifikasi sertamemberikan tindakan
kepada anak terhadap
penyakit-penyakit yang umumnya mengancam jiwa.MTBS bertujuan untuk
meningkatkan keterampilan petugas, memperkuat sistem kesehatan serta
meningkatkan kemampuan perawatan oleh keluarga dan masyarakat yang
diperkenalkan pertama kalipada tahun 1999.MTBS dalam kegiatan di lapangan
khususnya di Puskesmas merupakan suatu sistem yangmempermudah pelayanan
serta meningkatkan mutu pelayanan.

1. Input Balita sakit datang bersama kelaurga diberikan status pengobatan dan
formulir MTBS Tempat danpetugas : Loket, petugas kartu
2. Proses Balita sakit dibawakan kartu status dan formulir MTBS. Memeriksa
berat dan suhu badan. Apabila batuk selalu mengitung napas, melihat tarikan
dinding dada dan mendengar stridor. Apabila diare selalu memeriksa kesadaran
balita, mata cekung, memberi minum anak untuk melihatapakah tidak bias minum
atau malas dan mencubit kulit perut untuk memeriksa turgor. Selalu memerisa
status gizi, status imunisasi dan pemberian kapsul Vitamin A Tempat dan petugas
Ruangan MTBS, case manager (Bidan yang telah dilatih MTBS)
3. Output
Klasifikasi yang dikonversikan menjadi diagnosa, tindakan berupa pemberian
terapi dan konseling berupa nasehat pemberian makan, nasehat kunjungan ulang,
nasehat kapan harus kembali segera.Konseling lain misalnya kesehatn lingkungan,
imunisasi, Konseling cara perawatan di rumah. Rujukandiperlukan jika keadaan
balita sakit membutuhkan rujukan Praktek memliliki MTBS menguntungkan
yaitu: 3 komponen khas yang menguntungkan yaitu :

a. Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana balita sakit


(petugas kesehatan non-dokter yang telah terlatih MTBS dapat memeriksa dan

18
menangani pasien balita)
b. Memperbaiki sistem kesehatan (banyak program kesehatan terintegrasi didalam
pendekatan MTBS)
c. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan
upaya pencarian pertolongan balita sakit (berdampak meningkatkan
pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan)

2.2 Tujuan MTBS


Menurunkan secara bermakn angka kematian dan kesakitan yang terkait
penyakit tersering pada balita. Memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan
perkembangan kesehatan anak. Menurut data Riskesdas tahun 2007, penyebab
kematian perinatal 0 7 hari terbanyak adalah gangguan/kelainan pernapasan (35,9
%), prematuritas (32,4 %), sepsis (12,0 %). Kematian neonatal 7 29 hari
disebabkan oleh sepsis (20,5 %), malformasi kongenital (18,1 %) dan pneumonia
(15,4 %). Kematian bayi terbanyak karena diare (42%) dan pneumonia (24 %),
penyebab kematian balita disebabkan diare (25,2 %), pneumonia (15,5 %) dan
DBD (6,8%). Penyakit-penyakit terbanyak pada balita yang dapat di tata laksana
dengan MTBS adalah penyakit yang menjadi penyebab utama kematian, antara
lain pneumonia, diare, malaria, campak dan kondisi yang diperberat oleh masalah
gizi (malnutrisi dan anemia). Langkah pendekatan pada MTBS adalah dengan
menggunakan algoritma sederhana yang digunakan oleh perawat dan bidan untuk
mengatasi masalah kesakitan pada Balita. Bank Dunia, 1993 melaporkan bahwa
MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah
kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare,
campak malaria, kurang gizi, yang sering merupakan kombinasi dari keadaan
tersebut Pendekatan MTBS di Indonesia pada awalnya dimanfaatkan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar
(Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll). MTBS
mengkombinasikan perbaikan tatalaksana kasus pada

balita sakit (kuratif) dengan aspek gizi, imunisasi dan konseling (promotif dan

19
preventif). Agar penerapan MTBS dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan,
maka diperlukan langkah-langkah secara sistematis dan menyeluruh, meliputi
pengembangan. sistem pelatihan, pelatihan berjenjang, pemantauan pasca
pelatihan, penjaminan ketersediaan formulir MTBS, ketersediaan obat dan alat,
bimbingan teknis dan lain-lain.

Dari kedua survey di atas, menunjukkan bahwa kematian neonatal mendominasi


penyebab kematian bayi dan balita. Puskesmas dikatakan sudah menerapkan
MTBS apabila memenuhi kriteria melaksanakan/melakukan pendekatan MTBS
minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di puskesmas tersebut.

Mengingat MTBS telah diterapkan di Indonesia sejak 1997 dan banyak pihak
yang telah berkontribusi dalam pelatihan MTBS, tentunya banyak tenaga
kesehatan yang telah dilatih MTBS dan banyak insitusi yang terlibat di dalamnya.
Sudah banyak fasilitator dilatih MTBS dan para fasilitator ini sudah melatih
banyak tenaga kesehatan, baik di tingkat desa dan puskesmas.

Keberhasilan penerapan MTBS tidak terlepas dari adanya monitoring pasca


pelatihan, bimbingan teknis bagi perawat dan bidan, kelengkapan sarana dan
prasarana pendukung pelaksanaan MTB termasuk kecukupan obat-obatan.
Namun, hal tersebut seringkali dihadapkan pada keterbatasan alokasi dana,
sehingga diperlukan suatu metode lain untuk meningkatkan ketrampilan bidan dan
perawat serta dokter akan MTBS melalui komputerisasi atau yang lebih dikenal
dengan ICATT (IMCI Computerize Adaptation Training Tools), yaitu suatu
aplikasi inovatifsoftware berbasis komputer untuk MTBS yang mempunyai 2
tujuan:

a) Untuk adaptasi pedoman MTBS

b) Untuk pelatihan MTBS melalui komputer. memeriksa tanda-tanda bahaya


umum seperti:

20
a. Apakah anak bisa minum/menyusu?
b. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?
C. Apakah anak menderita kejang ?

Berdasarkan hasil penilaian hal-hal tersebut di atas, petugas akan mengklasifikasi


keluhan/penyakit anak, setelah itu petugas melakukan langkah-langkah
tindakan/pengobatan yang telah ditetapkan dalam penilaian/klasifikasi. Tindakan
yang dilakukan dapat berupa:

a. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah


b. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah
c. Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak sakit di rumah,
misal aturan penanganan diare di rumah
d. Memberikan konseling bagi ibu, misal: anjuran pemberian makanan selama
anak sakit maupun dalam keadaan sehat
e. Menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan
Perlu diketahui, untuk bayi yang berusia s/d 2 bulan, dipakai penilaian dan
klasifikasi bagi Bayi Muda (0-2 bulan) memakai Manajemen Terpadu Bayi Muda
(MTBM) yang merupakan bagian dari MTBS. Penilaian dan klasifikasi bayi
Pemeriksaan dan tindakan secara lengkap tentunya tidak akan diuraikan disini
karena terlalu panjang. Sebagai gambaran, untuk penilaian dan
tindakan/pengobatan bagi setiap balita sakit, pendekatan MTBS memakai 1 set
Bagan Dinding yang ditempelkan di tembok ruang pemeriksaan dan dapat
memenuhi hampir semua sisi tembok ruang pemeriksaan MTBS di Puskesmas
dan formulir pencatatan baik bagi bayi muda (0-2 bulan) maupun balita umur 2
bulan-5 tahun. Sedangkan untuk pelatihan petugas, diperlukan 1 paket buku yang
terdiri dari 7 buku Modul, 1 buku Foto, 1 buku Bagan. 1 set bagan dinding serta 1
set buku Pedoman Fasilitator dengan lama pelatihan selama 6 hari ditambah
pelajaran pada sesi malam.

2.3 Proses Manajemen Kasus Balita Sakit

21
Proses manajemen kasus disajikan dlam suatu bagan yang memperlihatkan urutan
langkah-langkah dan penjelasan cara pelaksanaannya. Langkah-langkahnya yaitu:
a. Menilai dan membuat klasifikasi anak sakit umur 2 bulan - 5 tahun.
Menilai anak maksudnya adalah melakukan penilaian dengan cara anamnesis dan
pemeriksaan fisik.

b. Menentukan tindakan dan memberi pengobatan.


Membuat klasifikasi diartikan membuat sebuah keputusan mengenai
kemungkinan penyakit atau masalah serta tingkat keparahannya.Memilih suatu
kategori atau klasifikasi untuk setiap gejala utama yang berhubungan dengan berat
ringannya penyakit. Klasifikasi merupakan suatu kategori untuk menentukan
tindakan, bukan sebagai diagnose spesifik penyakit. Menentukan tindakan dan
memberi pengobatan di fasilitas kesehatan sesuai dengan klasifikasi, memberi
obat untuk diminum di rumah dan juga mengajari ibu tentang cara memberikan
obat serta tindakan lain yang harus dilakukan di rumah.

c. Memberi konseling bagi ibu.


Memberi konseling bagi ibu juga termasuk menilai cara pemberian makan anak,
member anjuran pemberian makan yang baik untuk anak serta kapan harus
membawa anaknya kembali ke fasilitas kesehatan.

d. Manajemen terpadu bayi muda umur kurang dari 2 bulan,


memberi pelayanan tindak lanjut. Manajemen terpadu bayi muda meliputi menilai
dan membuat klasifikasi, menentukan tindakan dan memberi pengobatan,
konseling, dan tindak lanjut pada bayi umur kurang dari 2 bulan baik sehat
maupun sakit. Pada prinsipnya, proses manajemen kasus pada bayi muda umur
kurang dari 2 bulan tidak berbeda dengan anak sakit umur 2 bulan tidak berbeda
dengan anak sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun. Memberi pelayanan tindak lanjut
berarti menentukan tindakan dan pengobatan pada saat anak datang untuk
kunjungan ulang.
Kegiatan MTBS memiliki 3 komponen khas yang menguntungkan, yaitu :

22
a. Meningkatkan keterampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita
sakit (selain dokter, petugas kesehatan non dokter, dapat pula memeriksa
danmenangani pasien apabila sudah dilatih ).
b. Memperbaiki system kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program
kesehatan dalam 1 kali pemeriksaan MTBS)
c. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat alam perawatan di rumah dan
upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan
masyarakat dalam pelayanan kesehatan).

2.4 Manajemen Terhadap Balita Sakit Umur 2 Bulan - 5 tahun


Pada pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit pada umur 2 bulan sampai
dengan 5 tahun tahap pelaksanaan sama seperti pada bayi umur kurang dari 2
bulan yaitu dengan tahap penilaian dan gejala, tahap kalisifikasi dan tingkat
kegawatan, tahap tindakan dan pengobatan, tahap pemberian konseling dan tahap
pelayanan tindak lanjut, adapun secara jelas dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Penilaian Tanda & Gejala
Pada penilaian tanda & gejala pada bayi umur 2 bulan sampai dengan 5 tahun ini
yang dinilai adalah tindakannya tanda bahaya umum (tidak bisa minum atau
muntah,kejang, letargis atau tidak sadar dan keluhan seperti batuk atau kesukaran
bemafas, adanya diare, lemah, masalah telinga, mall nutrisi, anemia dan lain-lain.

a. Penilaian pertama keluhan batuk atau sukar bernafas, tanda bahaya umum,
tarikan dinding wajah ke dalam, stridor, nafas cepat. Penentuan frekuensi
pernapasan adalah pada anak usia 2 bulan sampai 12 bulan normal pernapasan 50
atau lebih permenit sedangkan frekuensi pernapasan anak usia 12 bulan sampai 5
tahun adalah 40 kali permenit.
b. Penilaian kedua keluhan dan tanda adanya diare seperti letargis atau tidak
sadar, atau cenderung tidak bisa minum atau malas makan maka turgor kulit jelek,
gelisah, rewel, haus atau banyak minum adanya darah dalam tinja (berak campur
darah).
C. Penilain ketiga tanda demam, disertai dengan adanya tanda bahaya umu, kaku

23
kuduk, dan adanya infeksi lokal seperti kekeruhan pada komea mata,luka pada
mulut, mata bemanah adanya tanda presyok seperti nadi lemah,ektremitas
dingin,muntah darah,berak hitam,perdarahan hidung,perdarahan bawah kulit,nyeri
ulu hati dan lain-lain.
d. Penilaian keempat tanda masalah telinga seperti nyeri pada telinga,adanya
pembengkakan,adanya cairan keluar dari telinga yang kurang dari 14 hari,dan
lain-lain
e. Penilaian kelima tanda status gizi seperti badan kelihatan bertambah kurus,
bengkak pada kedua kaki,telapak tangan pucat,status gizi dibawa garis merah
pada pemeriksaan berat badan menurut umur.

2. Penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan Pada penentuan klasifikasi dan


tingkat kegawatan ini dilakukan setelah penilaian tanda dan gejala yang
diklasifikasikan berdasarkan dari kelompok keluhan atau tingkat kegawatan,
adapun klasifikasinya dapat sebagai berikut.
a. Klasifikasi pneumonia
Pada klasifikasi pneumonia ini dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu:
1) Diklasifikasi pneumonia berat apabilah adanya tanda bahaya umum,tarikan
dinding dada kedalam,adanya stridor
2) Adanya pneumonia apabila ditemukan tanda frekuensi
napas yang sangat cepat
3) Klasifikasi batuk bukan pneumonia apabilah tidak ada pneumonia ada hanya
keluhan batuk
b. Klasifikasi dehidrasi Pada klasifikasi ini termasuk klasifikasi diare dengan
dihindari
yang terbagi menjadi 3 kelompok yaitu:
1) Dehidrasi berat apabila ada tanda dan gejala seperti letargis atau tidak
sadar,mata cekung,turgor kulit jelek sekali,
2) Klasifikasi dehidrasi ringan sedang dengan tanda seperti gelisah,rewet,mata
cekung,haus, turgor jelek
3) Klasifikasi diare tanpa dehidrasi apabila tidak cukup tanda adanya dehidrasi

24
c. Klasifikasi diare persisten
Untuk klasifikasi diare ini ditemukan apabila diarenya sudah lebih dari 14 hari
dengan dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu diare persisten berat ditemukan
adanya tanda dehidrasi dan diare persisten apabila tidak ditemukan adanya tanda
dehidrasi.

d. Klasifikasi disentri
Pada klasifikasi disentri ini juga termasuk klasifikasi diare secara umum akan
tetapi apabilah diarenya disertai dengan darah dalam tinja atau diarenya
bercampur dengan darah

e. Klasifikasi resiko malaria


Pada klasifikasi resiko malaria ini dikelompokkan menjadi resiko tinggi rendah
atau tampak resiko malaria dengan mengidentifikasi apabila darahnya merupakan
resiko terhadap malaria ataukah pernah kedaerah yang beresiko, maka apabila
terdapat hasil klasifikasi maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Klasifikasi dengan resiko tinggi terhadap malaria yang dikelompokkan lagi
menjadi dua bagian yaitu klasifikasi penyakit berat dengan demam apabila
ditemukan tanda bahaya umum disertai dengan kaku kuduk dan klasifikasi
malaria apabila hanya demam ditemukan suhu 37,5 derajat celcius atau lebih.
2) Klasifikasi rendah terhadap malaria yang dikelompokkan lagi menjadi 3 yaitu
penyakit berat dengan demam apabila ada tanda bahaya umum atau kaku kuduk
dan kalsifikasi malaria
apabila tidak ditemukan tanda demam atau campak dan klasifikasi demam
mungkin bukan malaria apabila hanya ditemukan flek atau adanya campak atau
juga adanya penyebab lain dari demam. Klasifikasi tanpa resiko malaria
diklasifikasikan menjadi 2 yaitu penyakit berat dengan demam apabila ditemukan
tanda bahaya umum dan kaku kuduk serta klasifikasi demam bukan malaria
apabila tidak ditemukan tanda bahaya umum dan tidak ada kaku kuduk.

25
f. Klasifikasi Campak
Pada klasifikasi campak ini dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1) Campak dengan komplikasi berat apabila ditemukan adanya tanda bahaya
umum terjadi kekeruhan pada kornea mata, adanya luka pad daerah mulut yang
dalam & luas serta adanya tanda umum campak seperti adanya ruang kemerahan
dikulit yang menyeluruh, adanya batuk, pilek, atau mata merah.
2) Campak dengan komplikasi pada mata atau mulut apabila ditemukan tanda
mata bernanah serta luka dimulut dan ketiga klasifikasi campak apabila hanya
khas campak yang tidak disertai tanda klasifikasi diatas.

g. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue Pada klasifikasi ini apabila terdapat


demam yang kurang dri 7 hari, yaitu:
1) DBD apabila ditemukan tanda seperti adanya tanda bintik perdarahan dikulit
(ptkie) adanya tanda syok seperti extermitas peraba dingin, nadi lemah, atau tidak
teraba, muntah bercampur darah, perdarahan hidung atau gusi, adanya tourniquet
positif.
2) Kalsifikasi mungkin DBD apabila adanya tanda nyeri ulu hati atau gelisah,
bintik perdarahan bawah kulit dan uji tourniquet negatif jika ada sedikit ptkie
3) Klasifikasi terakhir adalah klasifikasi demam mungkin bukan DBD apabila
tidak ada tanda seperti diatas hanya ada demam.

h. Klasifikasi Masalah Telinga


Pada klasifikasi masalah telinga ini dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu:
1) Klasifikasi mastoiditis apabila ditemukan adanya pembengkakan & nyeri di
belakang telinga, 2) Klasifikasi infeksi telinga akut apabila adanya cairan atau
nanah yang keluar dari telinga dan telah terjadi kurang dari 14 hari serta adanya
nyeri telinga
3) Klasifikasi infeksi telinga kronis apabila ditemukan adanya cairan atau nanah
yang keluar dari telinga dan terjadi 14 hari lebih 4) Klasifikasi tidak ada infeksi
telinga apabila tidak ditemukan gejala seperti di atas Klasifikasi Status Gizi
Klasifikasi status gizi pada penentuan klasifikasi ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu

26
:
1) Klasifikasi gizi buruk dan atau anemia berat apabila adanya bengkak pada
kedua kaki serta pada telapak tangan ditemukan adanya kepucatan.
2) Klasifikasi bawah garis merah dan atau anemia apabila ditemukan tanda
sebagai berikut: apabila lapak tangan agak pucat, berat badan menurut umur di
bawah garis merah
3) Klasifikasi tidak bawah garis merah dan tidak anemia apabila tidak ada tanda
seperti di atas.

3. Penentuan Tindakan & Pengobatan


Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah menentukan tindakan dan
pengobatan setelah diklasifikasikan berdasarkan kelompok gejala yang ada.
a. Pneumonia
Tindakan yang dpat dilakukan pada maslah pneumonia dalam manajemen terpadu
balita sakit sebagai berikut.
Apabila didapatkan pneumonia berat atau penyakit sangat berat maka tindakan
yang pertama adalah :
1) Berikan dosis petama antibiotika
Pilihan pertama kontrimoksazol (Trimetoprim + sulfametoksazol) dan pilihan
kedua adalah amoksilin
2) Lakukan rujukan segera

b. Dehidrasi
Pada klasifikasi dehidrasi tindakan dapat dikelompokkan berdasarkan derjat dari
dehidrasi, apabila klasfikasinya dehidrasi berat maka tindakannya adalah sbb:
1) Berikan cairan intravena secepatnya, apabila anak dapat minum berikan oralit
melalui mulut sambil infus dipersiapkan, berikan 100 ml/kg ringer laktat atau
NaCl
2) Lakukan monitoring setiap 1-2 jam tentang status dehidrasi, apabila belum
membaik berikan tetesan intravena
3) Berikan oralit (kurang dari 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum

27
4) Lakukan monitoring kembali sesudah 6 jam pada bayi atau pada anak sesudah
3 jam dan tentukan kembali status dehidrasi kemudian ditentukan status dehidrasi
dan lakukan sesuai dengan derjat dehidrasi
5) Anjurkan untuk tetap memberikan ASI

c. Klasifikasi diare pesisten


Pada klasifikasi ini tindakan ditentukan oleh derajat dehidrasi, kemudian apabila
ditemukan adanya klorea maka pengobatan yang adapat dianjurkan adalah pilihan
pertama antibiotika kotrimokzasol dan pilihan kedua adalah tetrasiklin,

d. Klasifikasi Resiko Malaria


Penanganan tindakan dan pengobatan pada klasifikasi resiko malaria dapat
ditentukan dari tingkat klasifikasi, adapun tindakannya adalah sbb:
1) Pemberian kinin (untuk malaria dengan penyakit berat) secara intra muskular
2) Pemberian obat anti malaria oral (untuk malaria saja) dengan pilihan pertama
adalah klorokuin + primakuin dan pilihan kedua adalah sulfadoksin primetamin +
primakuin (untuk anak 12 bulan) dan tablet kina (untuk anak ≤ 12 bulan)
3) Setelah pemberian maka lakukan pengamatan selama 30 menit sesudah
pemberian klorokuin dan apabila dalam waktu tersebut terdapat muntah maka
ulangi pemberian klorokuin

e. Klasifikasi Campak Pada klasifikasi campak dapat dilakukan tindakan sebagai


berikut: Apabila campak dijumpai dengan komplikasi berat maka tindakannya
adalah pemberian vitamin A, antibiotik yang sesuai, saleo mata tetrasiklin atau
kloramefnikol apabila dijumpai kekeruhan pada komea, pemberian paracetamol
apabila disertai demam tinggi (38,5 derajat celcius), kemudian apabila campak
disertai komplikasi mata dan mulut ditambahkan dengan gentian violet dan
apabila hanya campak saja tidak ditemukan penyakit atau komplikasi lain maka
tindakannya hanya diberikan vitamin A.

f. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue Pada klasifikasi demam berdarah dengue

28
tindakan yang
dapat dilakukan antara lain apabila ditemukan maka segera berikan cairan intra
vena, pertahankan kadar gula darah, apabila dijumpai demam tinggi maka berikan
paracetamol dan berikan cairan atau oralit apabila dilakukan rujukan selama
perjalanan.
Ketentuan pemberian cairan pra rujukan pada demam berdarah
1) Benrikan cairan ringer laktak apabila memungkinkan beri glukosa 5% kedalam
ringer laktak melalui intra vena apabila tidak diberikan cairan oralit atau cairan
peroaral selama perjalan.
2) Apabila tidak ada berikan cairan NaCL 10-20 ml/kgbb dalam 30 menit 3)
Monitor selama setelah 30 menit dan apabila nadi teraba berikan cairan intra vena
dengan tetesan 10 ml/kgbb dalam 1 jam dan apabila nadi tidak teraba berikan
cairan 15- 20 ml/kgbb dalam /1 ja

g. Klasifikasi masalah telinga


Tindakan dan pengobatan pada klasifikasi masalah telingah dapat dilakukan
antara lain berikan dosis pertam untuk antkbiotika yang sesuai pemberian
parasetamol apabila kronis ditambah dengan mengeringkan telingh dengan kain
penyerap.

h. Klasifikasi status gizi


Pada kalsifikasi statu gizi dapat dilakukan tindakan pemberian vitamin A apabilaa
anak kelihatan sangat kurus dan bengkak pada kedua kaki dan apabila dijumpai
aadanya anemia maka dapat dilakukan pemberian zat besi dan pabila daerah
resiko tinggi malaria dapat diberikan anti malaria oral piratel pamoat hanya
diberikan anak berumur 4 bulan atau lebih dan belum pernah diberikan dalam 6
bulan terakhir serta hasil pemeriksaan tinja positif

4. Pemberian Konseling
Pada pemberian konseling yang dilakukan manajemen terpadu balita sakit umur 2
bulan sampai dengan 5 tahun pada umumnya adalah konseling tentang

29
a. Konseling pemberian makan pada anak
1) Lakukan evaluasi tentang cara memberikan makanan pada anak menyatakan
cara meneteki anak, berapa kali sehari apakah pada malam hari menetek,
kemudian anak mendapat makan atau minum lain, apabila anak berat badan
berdasarkan umur sangat rendah menyatakan berapa banyak makan atau minum
yang diberikan pada anak apakah anak dapat makan sendiri dan bagaimana
caranya apakah selama sakait makan ditambah dan lain-lain.
2) Menganjurkan cara pemberian makan pada ibu

b. Konseling pemberian cairan selama sakit Pada konseling ini kasusnya setiap
anak sakit dilakukan dengan cara menganjurkan ibu agar memberi ASI lebih
sering dan lebih lama setiap meneteki serta meningkatkan kebututhan cairan
seperti memberikan kua sayur, air tajin atau air matang.

C. Konseling kunjungan ulang


Pada pemberian konseling tentang kunjungan ulang yang harus dilakukan pada
ibu atau keluarga apabila ditemukan tanda-tanda klasifikasi berikut dalam waktu
yang ditentukan ibu harus segera ke petugas kesehatan.

5. Pemberian Pelayanan dan Tindak Lanjut


a. Premonia
Pemberian tindak lanjut pada masalah dilakukan sesudah 2 hari dengan
melakukan pemeriksaan tentang tanda adanya gejala pnemonia apabila didapatkan
tanda bahaya umum atau tarikan dinding dada ke dalam maka berikan 1 dosis
antibiotika pilihan kedua atau suntikan kloramfenikol dan segara lakukan rujukan,
namun apabila frekuensi nafas atau nafsu makan tidak menunjukkan perbaikan
gantilah antibiotika pilihan ketiga kemudianapabila nafas melambat atau nafsu
makan membaik lanjutkan pemberian antibiotika sampai 5 hari.

b. Diare persistem
Pada tindak lanjut masalah ini dilakukan sesudah 5 hari dengan cara mengevaluasi

30
diare apabila diare belum berhenti maka pelayanan tindak lanjut adalah
memberikan obat yang diperlukan dan apabila sudah berhenti maka makan sesuai
umur.

C. Disentri
Pelayanan tindak lanjut untuk disentri dilakukan sesudah 2 hari dengan
mengevaluasi jumlah darah dalam tinja berkurang tentang tanda disentri apabila
anak masi mengalami disentri maka lakukan tindakan sesuai tindaka dehidrasi
berdasarkan derajatnya.

d. Resiko malaria
Pelayan tindak lanjut pada resiko malaria dilkukan sesudah 2 hari apabila demam
lagi dalam 14 hari dengan melakukan penilaian sebagai berikut: apabila
ditemukan malaria oral pilihan kedua bahaya umum atau kakuk kuduk maka
lakukan tindakan sesuai protap.

e. Campak
Pelayanan tindak lanjut pada klasifikasi campak ini dilakukan sesudah 2 hari
dengan mengevaluasi atau memperhatikan tentang gejala yang pernah dimilikinya
apabila mata masi bernanah maka lakukan evaluasi kepada keluarga atau ibu
dengan menjelaskan cara mengobati infeksi mata jika sudah benar lakukan
rujukan dan apabila kurang benar maka ajari dengan benar.

f. Demam berdarah
Pada klasifikasi pelayanan tindak lanjut dilakukan sesudah 2 hari dengan
melakukan evaluasi tanda dan gejala yang ada,apabila ditemuakan tanda bahaya
umum dan adanya kaku kuduk maka lakukan tindakan sesui dengan pedoman
tindakan pada penyakit demam berdarah dengan penyakit berat,akan tetapi apabila
ditemukan penyebab lain dari demam berdarah maka berikan pengobatan yang
sesuai dan apabila masih ada tanda demam berdarah maka lakukan tindakan
sebagaimana tindakan demam berdarah dan dalam waktu 7 hari masi ditemukan

31
demam lakukan pemeriksaan lebih lanjut.

g. Masalah telinga
Pada pelanyanan tindak lanjut masalah telinga ini dilakukan sesudah 5 hari
dengan mengetahui nana evaluasi tanda dan gejala yang ada, apabilah pada
waktukunjungan didapatkan pembengkakan dan nyeri dibelakang telinga dan
demam tinggi maka segera lakukan rujukan,dan apabilah masih terdapat nyeri dan
keluarkan cairan atau nana maka lakukan pengobatan antibotika selama 5 hari
dengan mengerinkan bagian telinga, apabila sudah benar anjurkan.. tetap
mempertahankan apabila masih kurang ajari tentang cara mengeringkannya,
kemudian apabila keadaan telinga sudah tidak timbul nyeri atau tidak keluar
cairan maka lanjutkan pengobatan antibiotika sampai habis.

C. Perawatan Kolostomi Pada Bayi


2.1 Definisi
Kolostomi adalah lubang yang dibuat melalui dinding abdomen kedalam
kolon iliaka (assenden) sebagai tempat mengeluarkan feses (Pearce, 2009 dalam
Nainggolan & Asrizal, 2013).
Pembentukan kolostomi dapat dilakukan secara permanen atau sementara
tergantung tujuan dilakukan operasi dan 10% diantaranya adalah kolostomi
permanen (Vonk-Klassen, et al, 2015).
Colostomi adalah suatu operasi untuk membentuk suatu hubungan buatan
antara colon dengan permukaan kulit pada dinding perut. Hubungan ini dapat
bersifat sementara atau menetap selamanya (Ilmu Bedah, Thiodorer Schrock,
MD,1983)
Lubang kolostomi yang muncul di permukaan/dinding abdomen yang
berwarna kemerahan disebut stoma.

32
Perlengkapan ostomi terdiri atas satu lapis atau dua lapis dengan barier kulit
hipoalergenik untuk mempertahankan integritas kulit peristomal. Kantong harus
cukup besar untuk menampung feses dan flatus dalam jumlah sedang tetapi tidak
terlalu besar agar tidak membebani bayi atau anak. Perlindungan kulit peristomal
adalah aspek penting dari perawatan stoma. Peralatan yang sesuai ukurannya
merupakan hal penting untuk mencegah kebocoran isi (Wong, 2009).

2.2 Jenis - Jenis Kolostomi


1. Loop Stoma atau transversal Loop stoma

Merupakan jenis kolostomi yang dibuat dengan membuat mengangkat usus


kepermukaan abdomen, kemudian membuka dinding usus bagian anterior untuk
memungkinkan jalan keluarnya feses. Biasanya pada loop stoma selama 7 hingga
10 hari pasca pembedahan disangga oleh semacam tangkai plastik agar mencegah
stoma masuk kembali ke dalam rongga abdomen.

2. End Stoma End stoma

Merupakan jenis kolostomi yang dibuat dengan memotong usus dan


mengeluarkan ujung usus proksimal ke permukaan abdomen sebagai stoma
tunggal. Usus bagian distal akan diangkat atau dijahit dan ditinggalkan dalam
rongga abdomen.

33
3. Fistula Mukus Fistula mucus

Merupakan bagian usus distal yang dikeluarkan ke permukaan abdomen sebagai


stoma nonfungsi. Biasanya fistula mukus terdapat pada jenis stoma double barrel
dimana segmen proksimal dan distal usus di keluarkan ke dinding abdomen
sebagai dua stoma yang terpisah.

4. Tube Caecostomies Stoma

Pada Tube Caecostomies bukan merupakan stoma dari kolon, karena kolon
tidak dikeluarkan hingga ke permukaan abdomen. Tipe kolostomi ini
menggunakan kateter foley yang masuk ke dalam sekum hingga ujung apendiks
pasca operasi apendiktomi melalui dinding abdomen. Kateter ini membutuhkan
irigasi secara teratur untuk mencegah sumbatan.

2.3 Indikasi Kolostomi

1.Atresin Ani
Atresin Ani adalah kelainan congenital anos dimana arns tidak mempunyai
lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan klooka yang

34
terjadi saat kehamilan Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat
lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau
pemeriksaan perineum

2. Penyakit peradangan usus akut


Penyakit peradangan usus akut. Terjadi karena kotoran menumpuk dan
menyumbat usus di bagian bawah yang membuat tak bna BAB Penumpukan
kotoran di usus besar ini akan membuat pembusukan yang akhirnya menjadi
radang usus

3. Tidak memiliki anus (imperforata anus)


Tidak memiliki anus (imperforata anus), Kelainan ini biasanya diketahui sejak
lahir. Diduga karena terjadi infeksi saat ibu hamil yang membuat konstruksi usus
ke anus tidak lengkap hingga atau karena kelainan genetik. 4 Hirschsprung, yaitu
kelainan bawaan sejak lahir karena kondisi saraf diusus besar yang tidak berfungsi
normal Akibatnya kotoran akan menumpuk di usus bawah karena fungsi saraf
yang mendorong kotoran keluar tidak berjalan. Kondisi ini membuat penderitanya
terutama bayi tidak bisa BAB selama berminggu-minggu yang akhirnya timbul
radang usus. Bagian usus yang tak ada persarafannya ini harus dibuang lewat
operasi.

4. Hirschsprung
Hirschsprung, yaitu kelainan bawaan sejak lahir karena kondisi saraf di usus
besar yang tidak berfungsi normal. Akibatnya kotoran akan menumpuk di usus
bawah karena fungsi saraf yang mendorong kotoran keluar tidak berjalan. Kondisi
ini membuat penderitanya terutama bayi tidak bisa BAB selama berminggu-
minggu yang akhirnya timbul radang usus. Bagian usus yang tak ada
persarafannya ini harus dibuang lewat operasi.

2.4 Komplikasi Kolostomi Stoma

35
Komplikasi atau masalah pada stoma dapat muncul setelah pembedahan
kolostomi, di antaranya paling banyak terjadi pada tahun pertama pasca
pembedahan (Truven Health Analytics, 2012). Beberapa komplikasi akan
dijelaskan sebagai berikut:
1. Retraksi Stoma
Retraksi merupakan kondisi dimana stoma tertarik ke dalam abdomen. Retraksi
dapat terjadi bila kolon tidak segera aktif pasca pembedahan kolostomi.
Bertambahnya berat badan juga memungkinkan untuk terjadinya retraksi. Tipe
kantong kolostoma harus disesuaikan agar pas dengan bentuk stoma setelah
terjadi retraksi. Retraksi belum menjadi sebuah komplikasi berat dari stoma jika
retraksi stoma ke dalam abdomen < 5 cm dari batas permukaan abdomen.

2. Hernia Peristomal
Hernia dapat terjadi bila ada bagian dari kolon di dalam abdomen yang menekan
atau menonjol di area sekitar stoma. Hernia akan tampak semakin jelas ketika
pasien sedang duduk, batuk ataupun mendesak abdomen (peningkatan tekanan
intra abdomen). Beberapa pasien membutuhkan penggunaan sabuk khusus,
ataupun rekomendasi untuk operasi guna memperbaiki kondisi hernia tersebut.

3. Prolaps
Prolaps dapat terjadi akibat proses pembukaan dinding abdomen yang terlalu
lebar, fiksasi bowel pada dinding abdomen yang tidak adekuat ataupun akibat
peningkatan tekanan intra abdomen. Prolaps yang disertai dengan iskemia atau
obstruksi bowel, ataupun prolaps yang berulang dapat direkomendasikan untuk
pembedahan ulang.

4. Perdarahan
Perdarahan stoma segera setelah operasi disebabkan oleh hemostasis yang tidak
adekuat selama konstruksi stoma. Penyebab lain yang mungkin mengakibatkan
perdarahan adalah adanya penyakit penyerta hipertensi portal, trauma oleh ujung
tube saat irigasi atau pencukuran area sekitar abdomen atau cedera. Perdarahan

36
ringan kadang memerlukan agen hemostasis topical, atau hanya penekanan
langsung. Perdarahan masif atau berulang memerlukan penanganan faktor
penyebab perdarahan, sedangkan pasien dengan hipertensi portal memerlukan
sclerotheraphy atau portosystemic shunting.

5. Iskemik dan Nekrosis


Stoma Iskemik dan nekrosis stoma dapat terjadi akibat adanya penekanan pada
pembuluh darah sekitar stoma. Stoma yang baru dibuat melalui operasi harus di
observasi setiap 4 jam sekali untuk mengkaji kondisi stoma, apakah suplai darah
ke stoma adekuat atau tidak. Stoma yang tersuplai darah yang baik berwarna
merah ataupun pink. Stoma yang berwarna ungu, coklat atau hitam menunjukkan
adanya suplai darah yang inadekuat. Stoma yang sudah nekrotik membutuhkan
operasi sebagai intervensi utama.

6. Stenosis
Stenosis merupakan penyempitan atau konstriksi pada ujung stoma. Hal ini dapat
terjadi akibat adanya pembentukan jaringan scar di sekitar stoma yang
menyebabkan stoma berangsur terhimpit dan menyempit.

2.5 Perawatan Luka Kolostomi


1. Pengertian
Suatu tindakan mengganti kantong kolostomi yang penuh dengan yang baru
2. Tujuan
Memberikan kenyamanan pada klien
3. Persiapan
A. Persiapan pasien
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Memperkenalkan diri

37
3) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang
akan dilaksanakan.
4) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak
mengancam.
6) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7) Privacy klien selama komunikasi dihargai.
8) Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek
selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
9) Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)

B. Persiapan alat
1) Sarung tangan bersih
2) Handuk mandi/selimut mandi
3) Air hangat
4) Sabun mandi yang lembut
5) Tissue
6) Kantong kolostomi bersih
7) Bengkok/pispot
8) Kassa
9) Tempat sampah
10) Gunting

C. Prosedur
1) Menjealskan prosedur
2) Mendekatkan alat-alat kedekat klien
3) Pasang selimut mandi/handuk
4) Dekatkan bengkok kedekat klien
5) Pasang sarung tangan bersih
6) Buka kantong lama dan buang ketempat bersih

38
7) Bersihkan stoma dan kulit sekitar dengan menggunakan sabun dan cairan hangat
8) Lindungi stoma dengan tissue atau kassa agar feces tidak mengotori kulit yang
sudah dibersihkan
9) Keringkan kulit sekitar stoma dengan tissue atau kassa
10) Pasang kantong stoma
11) Buka sarung tangan
12) Bereskan alat
13) Rapihkan pasien
14) Mencuci tangan
15) Melaksanakan dokumentasi :
a) Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar catatan
klien
b) Catat tgl dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan dan
tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien.

39
BAB III
PENUTUP

Resusitasi Pada Bayi dengan Afiksia Neonatorum

Kesimpulan
Pada dasarnya penyebab asfiksia dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut
yaitu perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat lahir rendah, asfiksia,
hipotermi, perlukaan kelahiran dan lain-lain. Bahwa 50% kematian bayi terjadi
dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan, kurang baiknya
penanganan bayi baru lahir yang lahir schat akan menyebabkan kelainan-kelainan
yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bahkan kematian.
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu schingga
kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan
generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia muda/remaja (dibawah usia 20
tahun) akan mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini
dikarenakan pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak
dan alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di usia
tua (diatas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan

40
persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.

Saran
Semoga dengan adanya makalah ini kita semua dapat lebih memahami masalah
asfiksia pada bayi baru lahir, dan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua

Pemeriksaan Bayi Sakit Menggunakan MTBS

Kesimpulan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) bagi bayi muda yang berusia kurang
dari 2 bulan merupakan pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana bayi muda
sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang
meliputi upaya kuratif terhadap penyakit sangat berat atau infeksi bakteri, diare,
ikterus, berat badan rendah dan/ atau masalah pemberian ASI dan upaya promotif
dan preventif yang meliputi
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan pelayanan
terhadap bayi muda sakit yang dikembangkan oleh WHO. Dengan MTBS dapat
ditangani secara lengkap kondisi kesehatan bayi muda pada tingkat pelayanan
kesehatan dasar, yang memfokuskan secara integrative aspek kuratif, preventif
dan promotif termasuk pemberian nasihat kepada ibu sebagai bagian dari
pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kesehatan anak. Program MTBS
ini di kembangkan untuk mencegah tingkat kematian bayi muda yang berumur
kurang dari 2 bulan.

Saran
Dengan mempelajari makalah mengenai manajemen terpadu balita sakit (MTBS),
diharapkan mahasiswa khususnya perawat dapat mengurangi angka kematin anak
mengetahui hal- hal apa saja yang perlu diperhatikan jika seorang dan
memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan anak.

Perawatan Kolostomi

41
Kesimpulan
Kolostomi adalah lubang yang dibuat melalui dinding abdomen kedalam kolon
iliaka (assenden) sebagai tempat mengeluarkan feses (Pearce, 2009 dalam
Nainggolan & Asrizal, 2013).

Pembentukan kolostomi dapat dilakukan secara permanen atau sementara


tergantung tujuan dilakukan operasi dan 10% diantaranya adalah kolostomi
permanen (Vonk-Klassen, et al, 2015).

Lubang kolostomi yang muncul di permukaan/dinding abdomen yang berwarna


kemerahan disebut stoma.

Saran
Semoga makalah yang kami susun dapat di manfaatkan secara maksimal,
sehingga dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan
kemandirian dan kreatifitas mahasiswa. Selain itu, di perlukan lebih banyak
refrensi untuk menunjang proses pembelajaran.

42
DAFTAR PUSTAKA

Resusitasi Pada Bayi dengan Afiksia Neonatorum

Bulechek G, dkk. 2015. Nursing Interventions Clarification (NIC). Singapore


Elvesier Ine.
Dinas Kesehatan. 2015. Profil Kesehatan Kabupaten Pasuruan. Pemerintah
kabupaten Pasuruan. Pasuruan.
Heather, T. Herdman. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-
2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:
Salemba Medika.
Kolo, Yolanda. 2015. Masalah Keperawatan Pola Nafas Tidakefektif dengan
Diagnosa Medis Asfiksia. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kesehatan Universitas Nusantara PGRI Kediri.
Maryunani, anik dan Sari, Eka Puspita. 2013. Asuhan Keperawatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Trans Info Media
Maryunani, anik dan Nurhayati. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dan Penyulit
Pada Neonatus. Jakarta : Trans Info Media

Pemeriksaan Bayi Sakit Menggunakan MTBS

43
Aprilia Asri R, S. Kep, Ners. Diktat Kuliah Keperawatan Anak 1. 2011
Dr. Soedjatmiko, SpA (K), Msi, 2009, Materi presentase pada "Pelatihan
Program Kesehatan Balita Bagi Penanggung Jawab Program Kesehatan
Anak". Bogor. 2009. Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Gangguan
Tumbuh Kembang Balita.
Soetjiningsih, (1998), Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta.

Perawatan Kolostomi

Ackley, Betty .j dan Ladwig, Gail B. 2011. Nursing Diagnosis Handbook.


Amin Huda Nurarif & Hardi Khusuma. 2015. Nanda nic-noc aplikasi jilid 3.
Yogyakarta : Medication.
Bruch, J. 2013. Care Of Patient With Stoma. 9 Juni 2013 Manggarsari. (2013).

Nainggolan, S. E., Asrizal. (2013). Edukasi kemampuan keluarga dalam


perawatan stoma.
Panusur, S., & Nurhidayah, R.E. (2007).Kemampuan Self Care dan Gambaran
Diri Pasien Kolostomi
Suriadi dan Yuliana, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta :
Sagung Seto
Smeltzer, suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajaran Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : ECG
Truven Health Analytics. 2012. Colostomy care, 20 Mei 2013
WOCN Society. 2008. Basic Ostomy Skin Care, 20 Mei 2013

44

Anda mungkin juga menyukai