Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH KMB 1

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok
Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah 1
Dosen Pengampu : Lestari S.Kep.Ns .M.Kep

OLEH KELOMPOK 2 TINGKAT 2B S.Tr :

1. Marella Simangunsong P07520221079 13. Ruth Leliyana Pasaribu


P07520221093
2. Marlinda Silalahi P07520221080 14. Salwa Vellysha Daulay
P07520221095
3. Marsha Luthfi Yana Manurung P07520221081 15. Samaria Anisa Habeahan
P07520221096
4. Melva Yuniarti Manullang P07520221082 16. Septi Apoi Panjaitan
P07520221097
5. Nikita Estetika Br Tarigan P07520221084 17. T.Cici Rahmawati
P07520221098
6. Nurul Harima Al-Aqisha Lubis P07520221085 18. Tengku Fadilla Azzahra
P07520221099
7. Patricia Oktavyana Hutagalung P07520221086 19. Ummu Salamah Munthe
P07520221100
8. Putri Mutiara pasaribu P07520221087 20. Wandha Mustika Sugiarto
P07520221101
9. Rahmalemna Saragih P07520221089 21. Wina Marettina Banurea
P07520221102
10. Rizki Choiriah Pane P07520221090 22. Yesa Ignasia Br. Bukit P07520221103
11. Romauli Hasugian P07520221091 23. Yoan Amelia Putri P07520221104
12. Rosa Natalia Sitorus P07520221091

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES MEDAN
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.1 Latar Belakang

Stroke merupakan masalah yang universal sebagai


salah satu pembunuh di dunia, sedangkan di negara
maju maupun berkembang seperti di Indonesia,
stroke memiliki angka kecacatan dan kematian yang
cukup tinggi. Angka kejadian stroke di dunia di
perkirakan 200 per100.000 penduduk, dalam
setahun (Muslihah S U, 2017). Stroke dapat
menyerang otak secara mendadak dan berkembang
cepat yang berlangsung lebih dari 24 jam ini
disebabkan oleh iskemik maupun hemoragik di otak
sehingga pada keadaan tersebut suplai oksigen
keotak terganggu dan dapat mempengaruhi kinerja
saraf di otak, yang dapat menyebabkan penurunan
kesadaran. Penyakit stroke biasanya disertai dengan
adanya peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
yang ditandai dengan nyeri kepala dan mengalami
penurunan kesadaran. Secara global, 20% aliran
darah dari curah jantung akan masuk ke serebral per
menit per 100 gram jaringan otak, apabila otak
mengalami penurunan kesadaran, penderita stroke
non hemoragik dapat menyebabkan
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, yang
apabila tidak ditangani maka, akan meningkatkan
tekanan intrakranial, dan menyebabkan kematian
(Black&Hawk, 2014; Ayu R D, 2018).

Stroke non hemoragik terjadi karena adanya


penyumbatan pada pembuluh darah ke otak.
Sumbatan ini disebabkan karena adanya penebalan
dinding pembuluh darah yang disebut dengan
Antheroscherosis dan tersumbatnya darah dalam
otak oleh emboli yaitu bekuan darah yang berasal
dari Thrombus di jantung. Stroke non hemoragik
mengakibatkan beberapa masalah yang muncul,
seperti gangguan menelan, nyeri akut, hambatan
mobilitas fisik, hambatan komunikasi verbal, defisit
perawatan diri, ketidakseimbangan nutrisi, dan
salah satunya yang menjadi masalah yang
menyebabkan kematian adalah ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral (Nur’aeni Y R, 2017).

Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dapat


diatasi dengan memonitor tekanan intrakranial yaitu
dengan memberikan informasi kepada keluarga,
memonitor tekanan intrakranial pasien dan respon
neurologi terhadap aktivitas dan memonitor intake
dan output cairan serta meminimalkan stimulus dan
lingkungan, selain itu bisa diatasi dengan
membatasi gerakan pada kepala, leher, dan
punggung serta berkolaborasi dalam pemberian
analgetik dan antibiotik (Ayu R D, 2018).

Berdasarkan latar belakang tersebut menjadi hal


yang menarik bagi penulis untuk melakukan
pengelolaan kasus keperawatan dalam bentuk
Makalah , dengan judul asuhan keperawatan pada
klien stroke non hemoragik dengan masalah
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.

1.2 Rumusan Masalah

Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada


klien stroke non hemoragik dengan masalah
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral,
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan neuromuskular ,Gangguan komunikasi
verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
serebral di RSUD Pirngadi Medan

1.3 Tujuan

Mampu melakukan pengkajian keperawatan,


diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
tindakan keperawatan, evaluasi keperawatan pada
klien stroke non hemoragik dengan masalah
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan neuromuskular ,Gangguan komunikasi
verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
serebral di RSUD Pirngadi Medan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Teori

2.1.1. Pengertian Stroke

CerebroVaskuler Accident (CVA) atau stroke adalah pecahnya

pembuluh darah otak secara mendadak dengan akibat penurunan fungsi

neurologis (Hariyanto & Sulistyowati, 2015).

Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf

lokal dan/atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat.

Gangguan fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan

peredaran darah otak non traumatik. (Depkes, 2013).

Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran

darah otak (GPDO) dengan awitan akutan, disertai manifestasi klinis

berupa deficit neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma

ataupun infeksi susunan saraf pusat. (Dewanto, Suwono, Riyanto, &


Turana, 2009).

2.1.2. Klasifikasi

Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu :

1. Stroke Hemorargik

Stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di

otak. Terjadi karena adanya tekanan darah ke otak tinggi sehingga

menekan pembuluh darah dan pembuluh darah yang tersumbat

tidak dapat menahan tekanan tersebut. Akibat dari perdarahan,


darah akan menggenangi otak. Darah yang membawa oksigen dan

nutrisi tidak sampai ke target organ atau sel otak. Akibatnya,

sebagian otak tidak mendapat pasokan makanan. Tekanan yang

kuat membuat kebocoran dan juga merusak sel-sel otak di

sekelilingnya, Bila tekanannya sangat tinggi, pasien koma bahkan

meninggal dunia. Pecahnya pembuluh darah juga bisa terjadi

lantaran dinding pembuluh yang lemah, sehingga mudah robek.

Stroke hemoragik dibedakan menjadi dua yaitu stroke hemoragik

intraserebral dan hemorargik subarachnoid (Sutrisno, 2007).

2. Stroke Iskemik

Tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah

ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Stroke iskemik dibagi

menjadi empat jenis, yaitu :

a. TIA (Transient Ischemic Attack)

TIA (Transient Ischemic Attack) merupakan serangan

stroke sementara. Terjadi secara mendadak dan singkat akibat

iskemia otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan

dan tingkat penyembuhan bervariasi dalam 24 jam. TIA

merupakan hal penting yang merupakan peringatan dini akan

kemungkinan terjadinya stroke di masa mendatang. Serangan-

serangan TIA ini berkembang menjadi stroke iskemik trombotik

sangatlah besar. Gejalanya antara lain pucat, ekstremitas lumpuh,

vertigo, disfagia (sulit menelan), mual, ataksia (jalan

sempoyongan). Pasien juga tidak bisa memahami pembicaraan


dengan orang lain, kesulitam melihat, serta hilangnya

keseimbangan dan koordinasi (Price & Wilson, 2012)

b. Stroke Lakunar

Stroke lakunar terjadi karena penyakit pembuluh halus dan

dapat menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam

beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama. Terdapat empat

sindrom lakunar yang sering dijumpai diantaranya hemiparesis

motorik murni akibat infark kapsula interna posterior, stroke

sensorik murni akibat infark thalamus dan hemiparesis ataksik

atau disatria serta gerakan tangan atau lengan, Infark lakunar

terjadi setelah oklusi aterotrombotik. Oklusi menyebabkan

thrombosis pada arteria serebri media, arteri vertebra basilaris,

arteri karotis interna. Thrombosis yang terjadi menyebabkan

daerah-daerah tersebut infark, bersifat lunak, dan disebut lakuna

(Price & Wilson, 2012).

c. Stroke Iskemik Trombotik.

Stroke jenis ini terjadi karena adanya penggumpalan pada

pembuluh darah ke otak. Stroke iskemik trombotik secara klinis

disebut juga sebagai serebral thrombosis. Sebagian besar dari

stroke ini terjadi saat tidur ketika pasien relative mengalami

dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Lokasi yang kerap

terjadi terdapat di arteri serebri media, arteri vertebra basilaris

dan arteri karotis interna. Para pasien stroke ini mungkin sudah

mengalami beberapa kali serangan TIA tipe lakunar sebelum


akhirnya mengalami stroke. Dalam banyak kasus, thrombosis

pembuluh darah besar diakibatkan oleh ateroskerosis yang diikuti

oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat, juga ditopang

oleh tingginya kadar kolesterol (Sutrisno, 2007)

d. Stroken iskemik embolitik

Stroke embolitik tidak terjadi di otak, melainkan di jantung.

Embolus berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di dinding

rongga jantung atau katup mitralis. Penggumpalan darah yang

terjadi di area sirkulasi organ jantung mengakibatkan darah tidak

bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak. Kelainan pada jantung

ini menyebabkan curah jantung berkurang dan perfusi mengalami

penurunan . Stroke jenis ini muncul pada saat penderita

menjalani aktivitas fisik, misalnya berolahraga. Ketika

berolahraga, tiba-tiba tekanan darah menurun. Akibatnya,

jantung gagal memompa darah ke otak atau adanya embolus

yang terlepas dari jantung sehingga menyebabkan penyumbatan

pembuluh darah di otak (Sutrisno, 2007)

2.2.1. Etiologi

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :

1. Thrombosis Cerebral.

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami

oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa

menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis

biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan

penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi

serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48

jam setelah thrombosis.

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis

otak :

a. Atherosklerosis

Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta

berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.

Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan

dapat terjadi melalui mekanisme berikut :

 Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya

aliran darah.

 Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.

 Tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan

kepingan thrombus (embolus).

 Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma

kemudian robek dan terjadi perdarahan.

e. Hypercoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit

meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.

f. Arteritis( radang pada arteri )


2. Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah

otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli

berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat

sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala

timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat

menimbulkan emboli :

a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart

Desease.(RHD)

b. Myokard infark

c. Fibrilasi

Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk

pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil

dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan

embolus-embolus kecil.

g. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan

terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.

3. Haemorhagi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan

dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.

Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi.

Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan

darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan

penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang


berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan otak

tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin

herniasi otak.

Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :

a. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.

b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.

c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.

d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan

pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk

vena.

e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan

penebalan dan degenerasi pembuluh darah.

4. Hypoksia Umum

a. Hipertensi yang parah.

b. Cardiac Pulmonary Arrest

c. Cardiac output turun akibat aritmia

5. Hipoksia setempat

a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.

b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain. (Wijaya

& Putri, 2013)

2.2.2.Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis stroke bergantung pada arteri serebri yang

terkena, fungsi otak yang dikendalikan atau diperantarai oleh keparahan


kerusakan dan ukuran daerah otak yang terkena selain bergantung pula

pada derajat sirkulasi kolateral. (Price, 2006; Chang, 2009).

Menurut Hariyanto & Sulistyowati (2015), gejala stroke :

1. Stroke serangan pada otak hemisfer kanan :

a. Kelumpuhan sebelah kiri tubuh.

b. Penilaian terhadap objek menurun.

2. Stroke serangan pada otak hemisfer kiri :

i. Terjadi kelumpuhan sebelah kanan tubuh .

ii. Perilaku lambat dan sangat hati-hati.

iii. Gangguan penglihatan pada mata sebelah kanan.

iv. Kesulitan menelan.

v. Sulit bicara.

vi. Mudah tersinggung dan mudah frustasi.

Selain itu, gejala pada pasien stroke :

1. Kehilangan motoric

Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan

kehilangan control volunteer terhadap gerakan motoric misalnya :

a. Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi tubuh)

b. Hemiparesis (kelemahan pada salah satu tubuh)

c. Menurunnya tonus otot abnormal

2. Kehilangan komunikasi

Fungsi otak yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan

komunikasi, misalnya :
a. Disartria, yaitu kesulitan bicara yang ditunjukkan dengan bicara

yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang

bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.

b. Disfasia atau afasia atau kehilangan bicara yang terutama

ekspresif/represif. Apraksia yaitu ketidakmampuan untuk

melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya.

3. Gangguan Persepsi

a. Homonimus hemianopsia, yaitu kehilangan setengah lapang

pandang dimana sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi

tubuh yang paralisis.

b. Amorfotosintesis, yaitu keadaan dimana cenderung berpaling

dari sisi tubuh yang sakit dan mengabaikan sisi/ruang yang sakit

tersebut.

c. Gangguan hubungan visual spasia, yaitu gangguan dalam

mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial.

d. Kehilangan sensori, antara lain tidak mampu merasakan posisi

dan gerakan bagian tubuh (kehilangan proprioseptik) sulit

menginterprestasikan stimulasi visual, taktil auditorius.

Tanda dan gejala yang sering muncul berdasarkan jenis stroke

adalah sebagai berikut :

a. Stroke iskemik

 Kejadiannya mendadak terjadi saat istirahat

 Ada peringatan
 Nyeri kepala ringan

 Tidak ada kejang dan muntah

 Penurunan kesadaran ringan

b. Stroke perdarahan

 Kejadiannya mendadak terjadi saat sedang aktif beraktivitas

 Tidak ada peringatan

 Nyeri kepala hebat

 Ada kejang dan muntah

 Penurunan kesadaran sangat

nyata (Nurarif & Kusuma, 2015)

1.1.6. Patofisiologi

Stroke dapat disebabkan oleh trombosis akibat plak

aterosklerosis yang memberi vaskularisasi pada otak atau oleh emboli

dari pembuluh darah diluar otak yang tersangkut di arteri otak. Saat

terbentuknya plak fibrosis (ateroma) di lokasi yang terbatas seperti di

tempat percabangan arteri. Trombosit selanjutnya melekat pada

permukaan plak bersama dengan fibrin, perlekatan trombosit secara

perlahan akan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk trombus

(Sudoyo, Setyohadi, & dkk, 2009).

Pada emboli, dapat berupa bekuan darah, udara, plaque,

atheroma fragmen lemak yang akan terlepas dan terbawa darah hingga

terperangkap dalam pembuluh darah distal. Sedangkan, jika etiologi

stroke adalah hemoragi maka faktor pencetus adalah hipertensi.

Emboli septik dapat menyebabkan pembentukan aneurisma serebral


mikotik, sehingga terjadi rupture dan dapat menyebabkan hemorargi

(Wijaya & Putri, 2013).

Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai

cadangan oksigen. Jika aliran darah ke setiap bagian otak terhambat

karena trombus dan embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen

ke jaringan otak (Wijaya & Putri, 2013).

Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan

kemampuan untuk menghasilkan energi-terutama adenosin trifosfat

(ATP) dan mengalami asidosis metabolik. Apabila terjadi kekurangan

energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti berfungsi sehingga

neuron membengkak, hal ini akan menimbulkan peningkatan

intrakranial dan akan menimbulkan nyeri. Salah satu cara sel otak

berespon terhadap kekurangan energi ini adalah dengan meningkatkan

kalsium intrasel. Hal ini juga mendorong proses eksitotoksisitas, yaitu

sel-sel otak melepaskan neuro transmitter eksitatorik glutamat yang

berlebihan. Glutamat yang dibebaskan ini merangsang aktivitas

kimiawi dan listrik di sel otak lain dengan melekat ke suatu molekul di

neuron lain yaitu reseptor N-metil-Daspartat (NMDA).

Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim nitratoksida

sintase (NOS), yang menyebabkan terbentuknya molekul gas nitrat

oksida (NO). Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam

jumlah besar sehingga terjadi kerusakan dan kematian neuron.

Akhirnya jaringan otak yang mengalami infark dan respon inflamasi

akan terpicu (Ester, 2010 ; Wakhidah, 2015)


Ketidakefektifan perfusi jaringan pada otak dapat terjadi

dimana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulasi Willisi :

arteria karotis interna dan system vertebrobasilar dan semua cabang-

cabangnya. Secara umum apabila darah ke jaringan otak terputus

selama 15-20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan.

Namun, perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu

menyebabkan infark didaerah otak yang diperdarahi oleh arteri

tersebut.

Apabila terjadi infark pada bagian otak yang berperan sebagai

pengendali otot maka tubuh akan mengalami penurunan kontrol

volunter yang akan menyebabkan hemiplagia atau hemiparese

sehingga tubuh akan mengalami hambatan mobilitas, defisit perawatan

diri karena tidak bisa menggerakkan tubuh untuk merawat diri sendiri,

pasien tidak mampu untuk makan sehingga nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh. Defisit neurologis juga akan menyebabkan gangguan

pencernaan sehingga mengalami disfungsi saluran pencernaan dan

kandung kemih lalu akan mengalami gangguan eliminasi. Karena ada

penurunan kontrol volunter maka kemampuan batuk juga akan

berkurang dan mengakibatkan penumpukan sekret sehingga pasien

akan mengalami gangguan jalan nafas dan pasien kemungkinan tidak

mampu menggerakkan otot-otot untuk bicara sehingga pasien

mengalami gangguan komunikasi verbal berupa disfungsi bahasa dan

komunikasi.
1.1.7. Pathway/Kerangka Teori Stroke
Menjadi kapur/mengandung
Faktor Penimbunan lemak/kolesterol Lemak yang sudah nekrotik dan kolesterol dengan infiltrasi
pencetus/etiologi yang meningkat dalam darah berdegenerasi limfosit (trombus)

Arterioskerosis Pembuluh darah menjadi kaku Penyempitan pembuluh darah


dan pecah (oklusi vaskuler)
Trombus/emboli di cerebral
Aliran darah terhambat
Stroke hemoragik Kompresi jaringan otak
Stroke non hemorargik
Eritrosit bergumpal, endotel
Heriasi rusak

Penurunan suplai darah Proses metabolism dalam otak


dan O2 ke otak terganggu Cairan plasma hilang

Resiko perfusi serebral Edema cerebral


Peningkatan TIK
tidak efektif

Nyeri Akut
Arteri carotis interna Arteri vertebra basilaris Arteri cerebri media

Disfungsi N.II (optikus)


Kerusakan N.I (olfaktorius), NII Kerusakan neurocerebrospinal Disfungsi N.XI (assesoris)
(optikus), N.IV (troklearis), N.XII N.VII (facialis), N.IX
Disfungsi N.II (optikus) (hipoglosus) (glossofaringeus)
Kelemahan pada
Penurunan aliran darah ke Control otot facial/oral menjadi satu/keempat anggota
retina Perubahan ketajaman sensori lemah gerak
penghidu, penglihatan dan
Penurunan kemampuan retina pengecap Ketidakmampuan bicara
Hemiparase/
untuk menangkap obyek plegi
bayangan kanan dan kiri
Kerusakan atikular tidak dapat
berbicara (disatria)
Kebutaan

Gangguan Komunikasi Verbal

Resiko Jatuh Gangguan persepsi sensori


Gangguan mobilitas fisik Tirah baring lama
Penurunan fungsi N.X
(vagus), N.IX(glosovaringeus) Luka
dekubitus
Gangguan Integritas Kulit
Proses menelan tidak efektif

Refluks

Disfagia

Anoreksia

Defisit Nutrisi

Sumber: Nurarif Huda, 2016, dengan menggunakan SDKI dalam PPNI


1.1.8. Komplikasi

Menurut Hariyanto & Sulistyowati (2015), komplikasi pada

stroke antara lain :

1. Peningkatan tekanan intracranial.

2. Disritmia jantung.

3. Kontraktur.

4. Immobilisasi yang dapat menyebabkan infeksi pernapasan,

decubitus, dan konstipasi.

5. Paralisis yang dapat menyebabkan nyeri kronis, resiko jatuh,

atropi.

6. Kejang akibat kerusakan atau gangguan pada listrik otak.

7. Nyeri kepala kronis seperti migrain.

8. Malnutrisi

1.1.9. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Wijaya & Putri (2013), pemeriksaan penunjang pada

penyakit stroke antara lain :

1. Angiografi serebral

Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik

seperti perdarahan, obstruksi arteri, oklusi/ruptur.

2. Elektro encefalography

Mengidentifikasi masalah didasarkan pasa gelombang otak

atau mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.


3. Sinar x tengorak

Menggambar perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang

berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat

pada trombus serebral. Klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada

perdarahan sub arachnoid.

4. Ultrasonography Doppler

Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem

arteri karotis/aliran darah/muncul plaque/arteriskerosis)

5. CT-Scan

Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan

adanya infark.

6. MRI

Menunjukkan adanya tekanan abnormal dan biasanya ada

thrombosis, emboli dan TIA, tekanan meningkat dan cairan

mengandung darah menunjukkan hemorargi sub

arachnois/perdarahan intracranial.

7. Pemeriksaan Foto Thorax

Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat

pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda

hipertensi kronis pada penderita stroke, menggambarkan

perubahan kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari massa

yang meluas.
8. Pemeriksaan Laboratorium

a. Fungsi lumbal : Tekanan normal biasanya ada thrombosis,

emboli dan TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat dan

cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya

perdarahan subarachnoid atau intracranial. Kadar protein total

meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan proses

inflamasi.

b. Pemeriksaan darah rutin

c. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi

hiperglikemia. Guladarah dapat mencapai 250 mg dalam serum

dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.

1.1.10. Penatalaksanaan Medis

Pertama, penatalaksanaan stroke stadium hiperakut. Tindakan

pada stadium ini dilakukan di Instalasin Rawat Darurat dan merupakan

tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal yang bertujuan agar

kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi

oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid. Hindari pemberian

cairan dekstrosa dalam H2O.

Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, electrocardiography, foto

thorax, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protombin

time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit).

Jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi

Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien

serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.


Kedua, penatalaksanaan stroke stadium akut. Pada stadium ini,

dilakukan penanganan faktor-faktor etiologis maupun penyulit. Selain

itu, dilakukan tindakan juga terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis

serta telaah social untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan

edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke

terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang

dapat dilakukan keluarga.

Penatalaksanaan stroke hemorargik :

1. Terapi Umum

Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume

hematoma >30 ml, perdarahan intraventrikuler dengan

hydrocephalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan

darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atay 15%-

20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg,

MAP >130mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat

gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan

labelatol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg

(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg ; enalapril iv

0,625-1,25mg per 1,25 per 6 jam ; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per

oral.

Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat, posisi

kepala dinaikkan 30°. Posisi kepala dan dada di satu bidang.

Pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik) dan

hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).


Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik,

tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat

atau inhibitor dengan fisioterapi dan diobati dengan antbiotik

spectrum luas.

2. Terapi Khusus

Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat

vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak

perdarahan, yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk

dengan perdarahan cerebellum berdiameter >3 cm3, hydrocephalus

akut akibat perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan

tekanan intracranial akut dan ancaman herniasi.

Pada perdarahan subarachnoid, dapat digunakan antagonis

Kalsium (nimodipin) atau tindkan bedag (ligase, embolisasi,

ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah

aneurisme atau malformasi arteri-vena (arteriovenous

malformation, AVM).

Penatalaksanaan stroke iskemik/non hemorargik :

1. Terapi Umum

Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada

satu bidang ; ubah posisi tidur setiap 2 jam ; mobilisasi dimulai

bertahap bila homodynamic sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan

jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil

analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi

dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya. Jika


kandung kemih penuh, sebaiknya dikosongkan dengan kateter

intermittent).

Berikann nutrisi dengan cairan isotonic, kristaloid atau koloid

1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan. Hindari cairan

mengandung glukosa atau salin isotonic. Pemberian nutrisi per oral

hanya jika fungsi menelannya baik. Jika didapatkan gangguan

menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang

nasogastric.

Kadar gula darah >150 mg % harus dikoreksi sampai batas

gula darah 150 mg % dengan insulin drip intravena kontinu selama

2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah <60 mg% atau

80mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv

sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.

Nyeri kepala atau mual dan muntah diatas dengan pemberian

obat-obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera

diturunkan, kecuali bila tekanan

2. Terapi Khusus

Ditunjukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet

seperti aspirin dan antikoagulan,atau yang dianjurkan dengan

trombolitik rr-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator).

Dapat jugadiberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam

(jika didapatkan afasia).

Ketiga, penatalaksanaan stroke stadium subakut. Pada stadium

ini, tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku,


menelan, terapi wicara dan bladder training (termasuk terapi fisik).

Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan

penatalaksanaan khusus intensif pascastroke di rumah sakit dengan

tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan

progam preventif primer dan sekunder. Berikut terapi fase subakut :

1. Melanjutkan terap sesuai kondisi akut sebelumnya.

2. Penatalaksanaan komplikasi.

3. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi,

terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi.

4. Prevensi sekunder.

5. Edukasi keluarga dan Discharge Planning.


2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian Keperawatan Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan upaya untuk pengumpulan data secara lengkap dan sisematis mulai dari pengumpulan
data, identitas dan evaluasi status kesehatan klien (Tarwoto, 2013).
Hal-hal yang perlu dikaji antara lain:
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register dan diagnosis
medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi dan penurunan tingkat
kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial.
Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi
letargi, tidak responsif dan koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif dan kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi,
antilipidemia, penghambat beta dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan
alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung
pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih
jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan
perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk
menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran pasien mengantuk
namun dapat sadar saat dirangsang (samnolen), pasien acuh tak acuh terhadap lingkungan
(apati), mengantuk yang dalam (sopor), spoor coma, hingga penrunn kesadaran (coma),
dengan GCS < 12 pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya
memiliki tingkat kesadaran letargi dan compos mentis dengan GCS 13-15.
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke non hemoragik memiliki riwata tekanan darah
tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80. Tekanan darah akan meningkat dan
menurun secara spontan. Perubahan tekanan darah akibat stroke akan kembali stabil dalam
2-3 hari pertama.
b) Nadi
Nadi biasanya normal 60-100 x/menit
c) Pernafasan
Biasanya pasien stroke non hemoragik mengalami gangguan bersihan jalan napas
d) Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
4) Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat.
 Nervus V (Trigeminus) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan
pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus, pasien akan
menutup kelopak mata.
 Nervus VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengerutkan dahi, mengerutkan hidung, menggembungkan pipi, saat pasien
menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan
saat diminta mengunyah, pasien kesulitan untuk mengunyah.
5) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, kelopakmata
tidak oedema.
 Nervus II (optikus): biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6.
 Nervus III (okulomotorius): biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang
isokor dan anisokor, palpebral dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa
membuka mata. Nervus IV (troklearis): biasanya pasien dapat mengikuti arah
tangan perawat ke atas dan bawah.
 Nervus VI (abdusen): biasanya hasil yang di dapat pasien dapat mengikuti arah
tangan perawat ke kiri dan kanan.
6) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan cuping
hidung.
 Nervus I (olfaktorius): kadang ada yang bisa menyebutkan bauyang diberikan
perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri
dan kanan berbeda
 Nervus VIII (vetibulokoklearis): biasanya pada pasoien yang tidak lemah anggota
gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan – hidung
7) Mulut dan Gigi
 Nervus VII (facialis): biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir
simetris, dan dapat menyebutkanrasa manis dan asin. N
 Nervus IX (glossofaringeus): biasanya ovule yang terangkat tidak simetris,
mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa asam
dan pahit.
 Nervus XII (hipoglosus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat
dipencongkan ke kiri dan kanan, namun artikulasi kurang jelas saat bicara.
8) Telinga
 Nervus VIII (vestibulokoklearis): biasanya pasien kurang bisa mendengarkan
gesekan jari dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya
dapat mendengar jika suara dan keras dengan artikulasi yang jelas.
 Nervus X (vagus): biasanya pasien stroke non hemoragik mengalami gangguan
menelan. Pada pemeriksaan kaku kuduk biasanya (+) dan bludzensky 1 (+)
NEUROSENSORI
 Gejala : sakit kepala, kelemahan atau kesemutan, hilangnya rangsang sensorik
kontralateral pada ekstremitas, pengelihatan menurun, gangguan rasa pengecapan
dan penciuman.
 Tanda : status mental atau tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap
awal hemoragik, gangguan fungsi kongnitif, pada wajah terjadi paralisis, afasia,
ukuran atau reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017).
Diagnosa yang akan muncul pada kasus stroke dengan menggunakan Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia dalam Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) yaitu:
a. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan embolisme
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia)
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
d. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakmampuan melihat
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
f. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan mobilitas
g. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan pengelihatan (mis.ablasio retina)
h. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Risiko perfusi serebral Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama:
tidak efektif berhubungan keperawatan selama 3x24 jam, Manajemen Peningkatan
dengan embolisme perfusi serebral meningkat dengan tekanan intrakranial (TIK)
Kriteria hasil: Observasi:
1) Tingkat kesadaran meningkat  Identifikasi penyebab
2) Tekanan intra cranial menurun peningkatan tekanan
3) Gelisah menurun intrakranial (TIK)
4) Nilai rata-rata tekanan darah  Monitor tanda gejala
membaik peningkatan tekanan
intrakranial (TIK)
 Monitor status pernafasan
pasien
 Monitor intake dan output
cairan
Terapeutik:
 Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
 Berikan posisi semi
fowler Pertahankan suhu
tubuh normal
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian
obat deuretik osmosis
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama:
dengan agen pencedera keperawatan selama 3x24 jam, Manajemen Nyeri
fisiologis (iskemia) nyeri menurun, dengan Observasi:
Kriteria hasil:  Identifikasi lokasi,
1) Nyeri menurun karakteristik, durasi,
2) Meringis menurun frekuensi, kualitas,
3) Sikap protektif menurun intensitas nyeri

4) Gelisah menurun  Identifikasi skala nyeri

5) TTV membaik  Identifikasi respons nyeri


non verbal
 Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan
dan keyaninan tentang
nyeri
 Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
 Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik :
 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing.
kompres hangat dingin,
terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan,kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan
tidur Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama:
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam Manajemen Nutrisi
ketidakmampuan menelan ststus nutrisi membaik dengan Tindakan
makanan Kriteria hasil: Observasi
1) Porsi makan  Identifikasi status nutrisi
dihabiskan/meningkat  Identifikasi alergi dan
Berat badan membaik intoleransi makanan
2) Frekuensi makan membaik  Identifikasi makanan yang
3) Nafsu makan membaik disukai
4) Bising usus membaik  Identifikasi kebutuhan
5) Membran mukosa kalori dan jenis nutrien
membaik  Identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastrik
 Monitor asupan makanan
Monitor berat badan
 Monitor hasil
pemeriksaan laboratorium
Terapeutik:
 Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
piramida makanan)
 Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
 Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
 Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
Edukasi:
 Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan(mis. pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu.
Gangguan persepsi sensori
berhubungan dengan
ketidakmampuan melihat
Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan
gangguan neuromuskular
Gangguan integritas
kulit/jaringan berhubungan
dengan penurunan
mobilitas
Risiko jatuh berhubungan
dengan gangguan
pengelihatan (mis.ablasio
retina)
Gangguan komunikasi
verbal berhubungan
dengan penurunan
sirkulasi serebral

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan
yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2011).
Komponen tahap implementasi antara lain:
1. Tindakan keperawatan mandiri
2. Tindakan keperawatan edukatif
3. Tindakan keperawatan kolaboratif
4. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan

2.2.5 Evaluasi
Menurut setiadi (2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan keperawatan
tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
Terdapa dua jenis evaluasi:
a. Evaluasi Formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4
komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif, objektif, analisis data dan
perencanaan.
1) S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien yang afasia
2) O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh perawat.
3) A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis atau dikaji dari
data subjektif dan data objektif.
4) P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan keperawatan,
baik yang sekarang maupun yang akan datang dengan tujuan memperbaiki keadaan
kesehatan klien.
b. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses
keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor
kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan.
Ada 3 kemungkinan evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan (Setiadi,
2012), yaitu:
1) Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan
standar yang telah ditentukan
2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien masih dalam proses
pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang telah
ditetapkan
3) Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya menunjukkan sedikit
perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali.
BAB III
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. A DENGAN DIAGNOSA STROKE NON


HEMORAGIK DI RUANG RAWAT INAP RUANG ANGKOSA
RSUD DR. PIRNGADI KOTA MEDAN
2022

1. PENGKAJIAN
A. Identitas
1. Identitas klien
Nama : Ny. A
Umur : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No. RM : 00.9582.xx
Tanggal masuk RS : 21 November 2022
Tanggal Pengkajian : 21 November 2022
Alamat : Jl. Pelita 6 GG. Sepakat
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. M
Umur : 64 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dengan klien : Suami

B. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan Utama
Klien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kiri.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada tanggal 21-11-2022 klien masuk IGD Siti Hajar dan langsung dirujuk ke
RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. klien masuk IGD dengan keluhan tidak dapat
menggerakan anggota tubuh bagian kiri dan bibir pelo yang mengakibatkan kesulitan
berbicara. Di IGD klien diobservasi selama 4 jam, kemudian dari IGD klien di masukkan
ke ruang perawatan angsoka dengan keluhan yang sama. Pada tanggal 21-11-2022 saat di
kaji keluarga klien mengatakan klien tidak dapat menggerakan anggota tubuh sebelah kiri
dan berbicara pelo.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga mengatakan klien pernah dirawat dengan keluhan yang sama di rumah
sakit sebelumnya. Tahun 2022 di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit jantung
dan hipertensi.

C. Pola Aktivitas Sehari-hari:


 Klien merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah
 Pola Istirahat: Klien mengatakan susah tidur dan stirahat tidur 5 jam/hari

D. PEMERIKSAAN FISIK:
Keadaan Umum: Sedang
Kesadaran: Compos mentis
GCS: 15 (E4M6V5 )
TTV:
 TD: 170/110mmHg,
 N: 100x/mnt,
 RR: 26x/mnt
 T: 37oC
TB : 150 cm
BB : 55 kg
Spo2: 98%

Body System:
A. Sistem Syaraf
Refleks Fisiologis
 Patella: 2 (Normal)
 Achilles: 2 (Normal)
 Bisep: 2 (Normal)
 Trisep: 2 (Normal)
 Brankioradialis : 2 (Normal)
Pemeriksaan syaraf kranial
1) N1 : Klien mampu membedakan bau minyak kayu putih dan alkohol
2) N2 : Klien mampu tidak mampu membaca dalam jarak 30 cm
3) N3: Klien mampu mengangkat kelopak mata
4) N4 : Klien mampu menggerakkan bola mata kebawah
5) N5 : Klien mampu mengunyah
6) N6 : Klien mampu menggerakkan mata kesamping
7) N7 : Klien mampu tersenyum dan mengangkat alis mata
8) N8 : Klien mampu mendengar dengan baik
9) N9 : Normal (Klien mampu membedakan rasa manis dan asam
10) N10 : Klien susah menelan
11) N11 : Klien mampu menggerakkan bahu dan melawan tekanan
12) N12 : Lidah klien tidak simetris lebih condong kearah sebelah kiri

B. Sistem Pencernaan
 BB : 55 Kg
 TB : 150 Cm
 IMT : 24,4
Diet
- Frekuensi makan 3 kali/hari
- Porsi makan dihabiskan
BAB: 1 kali/hari
Abdomen:
Inspeksi:
- Bentuk : Bulat
- Tidak ada bayangan vena
- Tidak terlihat adanya benjolan
- Tidak ada luka operasi pada abdomen
- Tidak terpasang drain
Auskultasi: Peristaltik 10 kali/menit
Palpasi:
- Tidak ada nyeri tekan
- Tidak teraba adanya massa
- Tidak ada pembesaran pada hepar dan lien
Perkusi: Tidak ada nyeri pada pemeriksaan perkusi ginjal

C. Sistem Perkemihan
 Kemampuan berkemih :
1) Menggunakan alat bantu
2) Jenis : Folley Chateter
3) Ukuran : 16
4) Hari ke – 4
 Produksi urine 2200ml/hari
 Warna : Kuning cerah
 Bau : Khas urine
 Tidak ada distensi kandung kemih
 Tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih

- Keamanan Lingkungan (resiko jatuh): Total skor penilaian risiko klien jatuh dengan
skala morse adalah 60 klien dalam kategori risiko
- Status Fungsional Barthel Indeks: Total skor 8, dengan kategori tingkat
ketergantungan klien adalah ketergantungan berat

2. ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI PROBLEM
DS : - Hipertensi Risiko perfusi serebral tidak
DO : efektif
 Kesadaran compos mentis
 GCS 15 ( E4M6V5 )
TTV :
 TD: 170/110mmHg
 N: 100 x/menit
 RR: 26 x/menit
 S: 37 Oc
DS : Gangguan neuromuskular Gangguan mobilitas fisik
 Klien mengatakan tangan
dan kaki kiri terasa lemah
 Klien mengatakan lemah
untuk beraktifitas
 Klien mengatakan selalu
membutuhkan bantuan
orang lain untuk
melakukan aktifitasnya
DO :
 Kekuatan otot tampak
menurun
 Aktifitas klien dibantu
oleh keluarga dan perawat
 Rentang gerak (ROM)
menurun
 Klien terlihat lemah dan
hanya berbaring ditempat
tidur
DS : - Kekuatan otot menurun Resiko jatuh
DO :
 Skala morse klien kategori
risiko tinggi 60
 Pagar pengaman klien
selalu terpasang
 Kekuatan otot klien
menurun
DS : Penurunan sirkulasi serebral Gangguan komunikasi
 Klien mengatakan sulit verbal
berbicara
DO:
 Klien tampak sulit
berbicara
 Klien telihat kurang jelas
saat berbicara
 Bibir klien tampak pelo
3. PRIORITAS MASALAH/DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan hipertensi
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral
4) Resiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun

4. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Dx Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1. Risiko perfusi Setelah dilakukan Intervensi utama :
serebral tidak efektif tindakan keperawatan Manajemen peningkatan tekanan
berhubungan dengan selama 3x24 jam, perfusi intrakranial.
hipertensi. serebral meningkat
dengan Tindakan :
Kriteria hasil: Observasi
1) Tekanan intra cranial  Identifikasi penyebab risiko
menurun peningkatan TIK (mis. Lesi,
2) Nilai rata-rata gangguan metabolisme, edema
tekanan darah serebral).
membaik  Monitor tanda/gejala
3) Tekanan darah peningkatan TIK (mis. Tekanan
sistolik menurun darah meningkat, tekanan nadi
4) Tekanan darah melebar, bradikardia, pola
diastolik menurun napas ireguler, kesadaran
menurun).
 Monitor MAP (Mean Arterial
Pressure)
 Monitor CVP (Central Venous
Pressure)
 Monitor PAWP
 Monitor PAP
 Monitor ICP (Intra Cranial
Pressure)
 Monitor CPP (Cerebral
Perfusion Pressure)
 Monitor gelombang ICP
 Monitor status pernapasan,
Monitor intake dan output
cairan
 Monitor cairan serebro-spinalis
(mis. Warna, konsistensi)

Terapeutik
 Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
 Berikan posisi semi fowler
 Hindari maneuver Valsava
 Cegah terjadinya kejang,
 Hindari penggunaan PEEP
 Hindari pemberian cairan IV
hipotonik
 Atur ventilator agar PaCO2
optimal
 Pertahankan suhu tubuh normal.

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian sedasi
dan antikonvulsan; jika perlu.
 Kolaborasi pemberian diuretic
osmosis
 Kolaborasi pemberian pelunak
tinja.
2 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Intervensi utama :
fisik tindakan keperawatan Dukungan mobilisasi
berhubungan dengan selama 3x24 jam,
gangguan mobilitas fisik Tindakan :
neuromuskular. meningkat dengan
Kriteria hasil: Observasi
1) Pergerakkan  Identifikasi adanya nyeri atau
ekstermitas keluhan fisik lainnya
meningkat.  Identifikasi toleransi fisik
2) Kekuatan otot melakukan pergerakan
meningkat.  Monitor frekuensi jantung dan
3) Rentang gerak tekanan darah sebelum memulai
(ROM) meningkat. mobilisasi
4) Gerakkan terbatas  Monitor kondisi umum selama
menurun. melakukan mobilisas
5) Kelemahan fisik
menurun. Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu (misal. pagar
tempat tidur)
 Fasilitasi melakukan
pergerakan, Jika perlu
 Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan

Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (misal.
duduk di tempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)

3 Gangguan Setelah dilakukan Intervensi utama :


komunikasi verbal tindakan keperawatan Promosi Komunikasi : Defisit
berhubungan dengan selama 3x24 jam, Bicara
penurunan sirkulasi komunikasi verbal
serebral meningkat dengan Tindakan :
Kriteria hasil: Observasi
1) Kemampuan  Monitor kecepatan, tekanan,
berbicara meningkat. kualitas, volume, dan diksi
2) Kesesuaian ekspresi bicara
wajah/tubuh  Monitor proses kognitif,
meningkat. anatomis, dan fisiologis yang
3) Afasia menurun berkaitan dengan bicara (mis.
4) Disfasia menurun memori, pendengaran, dan
5) Apraksia menurun bahasa)
6) Diartria menurun  Monitor frustasi, marah,
7) Dislalia menurun depresi, atau hal lain yang
8) Pelo menurun mengganggu bicara
 Identifikasi perilaku emosional
dan fisik sebagai bentuk
komunikasi

Terapeutik
 Gunakan metode komunikasi
alternatif (mis. menulis, mata
berkedip, papan komunikasi
dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan komputer)
 Sesuaikan gaya komunikasi
dengan kebutuhan (mis. berdiri
didepan pasien, dengarkan
dengan seksama tunjukkan satu
gagasan atau pemikiran
sekaligus, bicaralah dengan
perlahan sambil menghindari
teriakan, gunakan komunikasi
tertulis, atau meminta bantuan
keluarga untuk memahami
ucapan pasien)
 Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
 Ulangi apa yang disampaikan
pasien
 Berikan dukungan psikologis
 Gunakan juru bicara, jika perlu

Edukasi
 Anjurkan berbicara perlahan
 Ajarkan pasien dan keluarga
proses kognitif, anatomis, dan
fisiologis yang berhubungan
dengan kemampuan berbicara

Kolaborasi
 Rujuk ke ahli patologibicara
atau terapis
4 Resiko jatuh Setelah dilakukan Intervensi Utama :
berhubungan dengan tindakan keperawatan Pencegahan Jatuh
kekuatan otot selama 3x24 jam tingkat
menurun jauh menurun dengan Tindakan :
Kriteria hasil : Observasi
1) Jatuh dari tempat  Identifikasi faktor risiko jatuh
tidur menurun (mis. usia > 65 tahun,
2) Jatuh saat penurunan tingkat kesadaran,
dipindahkan defisit kognitif, hipotensi
menurun. ortostatik, gangguan
keseimbangan, gangguan
penglihatan, neuropati)
 Identifikasi risiko jatuh
setidaknya sekali setiap shift
atau sesuai dengan kebijakan
institusi
 Identifikasi faktor lingkungan
yang meningkatkan resiko jatuh
(mis. lantai licin, penerangan
kurang)
 Hitung risiko jatuh dengan
menggunakan skala (mis. Fall
Morse Scale, Humpty Dumpty
Scale), jika perlu
 Monitor kemampuan berpindah
dari tempat tidur ke kursi roda
dan sebaliknya

Terapeutik
 Orientasikan ruangan pada
pasien dan keluarga
 Pastikan roda tempat tidur dan
kursi roda selalu dalam kondisi
terkunci
 Pasang handrall tempat tidur
 Atur tempat tidur mekanis pada
posisi terendah
 Tempatkan pasien berisiko
tinggi jatuh dekat dengan
pantauan perawat dari nurse
station
 Gunakan alat bantu berjalan
(mis. kursi roda, walker)
 Dekatkan bel pemanggil dalam
jangkauan pasien
Edukasi
 Anjurkan memanggil perawat
jika membutuhkan bantuan
untuk berpindah
 Anjurkan menggunakan alas
kaki yang tidak licin
 Anjurkan berkonsentrasi untuk
menjaga keseimbangan tubuh
 Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
 Ajarkan cara menggunakan bel
pemanggil untuk memanggil
perawat

5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Anda mungkin juga menyukai