f6 Ukm PDF Free
f6 Ukm PDF Free
LATAR BELAKANG
Tension Type Headache merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus
menerus otot-otot kepala dan tengkuk (M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter,
M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula).
Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi, bekerja
dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang
berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti
dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.
TTH terjadi 78% sepanjang hidup dimana Tension Type Headache episodik terjadi 63% dan
Tension Type Headache kronik terjadi 3%. Tension Type Headache episodik lebih banyak
mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71% sedangkan pada pria sebanyak 56%. Biasanya
mengenai umur 20-40 tahun.
Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan dan Tension Type Headache
kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak mencapai 15 hari
setiap bulan. Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat berlangsung selama 30 menit –
7 hari. Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari
setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.
Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang kurangnya dua dari berikut
ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan – sedang, (3) lokasi bilateral, (4)
tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu dari
fotofobia dan fonofobia. Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang – berat, tumpul
seperti ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah
kulitkepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress,insomnia,
kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, danrasa tidak nyaman
pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.
Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis deformans, sakit
kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal, migren klasik, migren
komplikata, cluster headache, sakit kepala pada arteritis temporalis, sakit kepala pada
desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit kardiovasikular, dan sakit kepala pada
anemia.
TTH dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak membahayakan. Nyeri ini
dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan menyelesaikan masalah yang menjadi latar
belakangnya jika penyebab TTH berupa pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh
dengan terapi obat berupa analgesia. TTH biasanya mudah diobati sendiri. Progonis
penyakit ini baik, dan dengan penatalaksanaan yang baik maka > 90% pasien dapat
disembuhkan.
PERMASALAHAN
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. Evriyanti
Umur : 37 tahun
Pekerjaan : IRT
Tanggal Pemeriksaan : 30 Oktober 2019
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan autoanamnesa pada tanggal 30 Oktober 2019
Keluhan Utama :
Nyeri kepala
Riwayat Pengobatan :
Dua bulan sebelumnya, pasien sudah berobat dan diberikan obat (pasien lupa nama obat
tersebut). Keluhan dirasakan berkurang, tetapi kemudian kambuh kembali Keluhan seperti
ini dirasakan kambuh-kambuhan terutama jika pasien banyak pikiran dan kelelahan.
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Kebiasaan :
Riwayat merokok : (-)
Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
Tanda Vital
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup.
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,7°C
Kulit : ikterik (-), ekhimosis di kaki (-), turgor menurun (-), kulit kering (-)
Leher : JVP (R+2) cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-), pembesaran kelenjar
getah bening (-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, pulsasi precardial, epigastrium dan parasternal tidak
tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi :
batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea sternalis sinistra
batas jantung kiri bawah : spatium intercostale V, 1 cm medial linea medioclavicularis
sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea sternalis dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale IV, linea sternalis dextra
pinggang jantung : spatium intercostale III, linea parasternalis sinistra
Kesan : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : HR 90 x/menit, bunyi jantung I-II intensitas normal, bising (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi :
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar
Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga tidak melebar, retraksi
intercostal (-)
Palpasi :
Statis : simetris
Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi :
Kanan : sonor
Kiri : sonor
Auskultasi :
Kanan : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)
Kiri : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, distended (-), venektasi (-), sikatrik (-).
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani, pekak alih (-), ascites (-), undulasi (-)
Palpasi : supel (-), nyeri tekan (-), Ballotement (-), Hepar dan lien tidak teraba
Pemeriksaan Neurologi :
Motorik : dalam batas normal
Sensorik : dalam batas normal
PENATALAKSANAAN :
Pada TTH diperlukan pengobatan non-farmakologi dan farmakologi. Relaksasi selalu dapat
menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing untuk mengetahui arti dari relaksasi yang
mana dapat termasuk bed rest, massage, dan/atau latihan biofeedback. Pengobatan
farmakologi adalah simpel analgesia dan/atau muclesrelaxants. Ibuprofen dan naproxen
sodium merupakan obat yang efektif untuk kebanyakan orang. Jika pengobatan simpel
analgesia (asetaminofen, aspirin, ibuprofen) gagal maka dapat ditambah butalbital dan
kafein (dalam bentuk kombinasi, seperti Fiorinal) yang akan menambah efektifitas
pengobatan.
PELAKSANAAN
Pengobatan yang diberikan kepada pasien adalah Analgetik golongan NSAID, berupa
Natrium Diklofenac dengan dosis 2x50 mg. Pasien juga mengalami kesulitan tidur, bisa
dipertimbangkan pemberian Diazepam 2 mg malam hari sebelum tidur jika perlu.
Alprazolam menjadi pilihan akhir karena memiliki efek ketergantungan jika dikonsumsi
terus menerus.
Rujukan perlu dilakukan jika nyeri kepala tidak membaik setelah diberi obat pereda nyeri,
dapat dipertimbangkan untuk diberi rujukan ke spesialis saraf di fasilitas pelayanan kesehatan
sekunder. Jika pikiran pasien terlalu berat hingga tidak dapat diatasi dan memimbulkan gejala
kecemasan/depresi berat, dapat dipertimbangkan untuk dirujuk ke spesialis jiwa.
17/11/2019
F6 ASMA BRONKIAL
LATAR BELAKANG
Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma bronkial.
Asma bronkial merupakan suatu penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang ditandai
dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Angka
kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan polahidup
masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan.
Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama di negara maju.
Peningkatan terjadi juga di negara-negara Asia Pasifik, seperti Indonesia. Studi di Asia
Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropa. Hampir separuh dari seluruh
pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat
darurat setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan asma
yang masih jauh dari pedoman yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA).
Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di seluruh dunia.
Prevalensi asma menurut laporan Word Health Organization (WHO) tahun 2013, saat ini
sekitar 235 juta penduduk dunia terkena penyakit asma. Behavioral Risk Factor Surveillance
Survey (BRFSS) tahun 2002-2007 melaporkan di Florida prevalensi asma dewasa sebanyak
10,7%. Asma menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 menduduki urutan ke
lima dari 10 penyebab kesakitan. Penderita asma Indonesia sebesar 7,7% dengan rincian laki-
laki 9,2% dan perempuan 6,6%. Prevalensi kasus asma bronkial di wilayah kerja Puskesmas
Rawat Inap Kedaton cukup banyak angka kejadiannya.
Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter sebagai pintu
pertama yang akan di datangi oleh penderita asma bronkial dalam menolong penderita asma,
harus selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan adalah
memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan
keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan yang
bisa dikerjakan pada waktu menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah
terjadinya serangan asma.
PERMASALAHAN
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. Setiawan Mustakim
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal Pemeriksaan : 17 November 2019
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 17 November 2019
Keluhan Utama :
Sesak Nafas
Riwayat Kebiasaan :
Riwayat merokok : (+)
Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
Tanda Vital
Tensi : 130/90 mmHg
Nadi : 90x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup.
Pernapasan : 28x/menit
Suhu : 36,8°C
Status Gizi
BB : 50 kg
TB : 150 cm
BMI : 22,22 kg/m2 (normoweight)
Kulit : ikterik (-), ekhimosis di kaki (-), turgor menurun (-), kulit kering (-)
Leher : JVP (R+2) cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-), pembesaran kelenjar
getah bening (-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, pulsasi precardial, epigastrium dan parasternal tidak
tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi :
batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea sternalis sinistra
batas jantung kiri bawah : spatium intercostale V, 1 cm medial linea medioclavicularis
sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea sternalis dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale IV, linea sternalis dextra
pinggang jantung : spatium intercostale III, linea parasternalis sinistra
Kesan : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : HR 90 x/menit, bunyi jantung I-II intensitas normal, bising (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi :
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar
Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga tidak melebar, retraksi
intercostal (-)
Palpasi :
Statis : simetris
Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi :
Kanan : sonor
Kiri : sonor
Auskultasi :
Kanan : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (+), Wheezing (+) saat ekspirasi
minimal.
Kiri : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (+), Wheezing (+) saat ekspirasi minimal.
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, distended (-), venektasi (-), sikatrik (-).
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani, pekak alih (-), ascites (-), undulasi (-)
Palpasi : supel (-), nyeri tekan (-), Ballotement (-), Hepar dan lien tidak teraba
Untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol terdapat 2 (dua) faktor
yang perlu dipertimbangkan, yaitu pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang,
terutama untuk asma persisten,
yang digunakan setiap hari untuk menjaga agar asma tetap terkontrol (PDPI, 2006).
Menurut PDPI (2006), pengontrol, yang sering disebut sebagai pencegah terdiri dari :
1. Glukokortikosteroid inhalasi dan sistemik
2. Leukotriene modifiers
3. Agonis-2 kerja lama (inhalasi dan oral) β
4. Metilsantin (teofilin)
5. Kromolin (Sodium Kromoglikat dan Nedokromil Sodium)
Pelega adalah medikasi yang hanya digunakan bila diperlukan untuk cepat mengatasi
bronkokonstriksi dan mengurangi gejala – gejala asma. Prinsip kerja obat ini adalah dengan
mendilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat
bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada, dan
batuk. Akan tetapi, golongan obat ini tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau
menurunkan hipersensitivitas jalan napas. Pelega terdiri dari:
1. Agonis -2 kerja singkatβ
2. Kortikosteroid sistemik
3. Antikolinergik (Ipratropium bromide)
4. Metilsantin
Terapi farmakologis dan nonfarmakologis yang diberikan adalah diberikan terapi obat-obatan
oral dan juga edukasi kepada pasien.
Terapi Oral :
R/ Dexametason tab 0,5 mg No. X
S 3 dd 1 tab
Sedangkan angka penderita Hipertensi semakin hari semakin mengkhawatirkan. Menurut The
Lancet sebanyak 972 juta (26%) orang dewasa di dunia menderita Hipertensi. Angka ini terus
meningkat tajam, diprediksikan oleh WHO pada tahun 2025 nanti sekitar 29% orang dewasa
di seluruh dunia yang menderita hipertensi. Di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Kedaton
yang memiliki 7 kelurahan dengan jumlah penduduk 51.795 jiwa dengan penyakit terbanyak
hipertensi berada dalam 10 penyakit yang paling banyak ditangani di poli rawat jalan
Puskesmas Rawat Inap Kedaton.
Pada saat ini hipertensi adalah faktor risiko ketiga terbesar yang menyebabkan kematian dini,
hipertensi berakibat terjadinya gagal jantung kongestif serta penyakit cerebrovaskuler.
Penyakit ini dipengaruhi oleh cara dan kebiasaan hidup seseorang, sering disebut sebagai the
killer disease karena penderita tidak mengetahui kalau dirinya mengidap hipertensi. Penderita
datang berobat setelah timbul kelainan organ akibat Hipertensi. Hipertensi juga dikenal
sebagai heterogeneouse group of disease karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai
kelompok umur, sosial dan ekonomi. Kecenderungan berubahnya gaya hidup akibat
urbanisasi, modernisasi dan globalisasi memunculkan sejumlah faktor risiko yang dapat
meningkatkan angka kesakitan hipertensi.
PERMASALAHAN
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. Soleha
Umur : 66 tahun
Alamat : Kedaton
Pekerjaan : IRT
Tanggal Pemeriksaan : 22 November 2019
II. Anamnesis
Keluhan Utama :
Pusing
Tanda Vital
Tensi : 160 / 100 mmHg
Nadi : 84 x/menit, irama regular
Pernapasan : 16 x/menit
Suhu : 37,2 °C
Kulit : ikterik (-), ekhimosis di kaki (-), turgor menurun (-), kulit kering (-).
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, distended (-), venektasi (-), sikatrik (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani, pekak alih (-), ascites (-), undulasi (-)
Palpasi : supel (-), nyeri tekan (-), Ballotement (-), Hepar dan lien tidak teraba
PENATALAKSANAAN
Tatalaksana pengendalian hipertensi dilakukan dengan pendekatan :
1. Promosi kesehatan diharapkan dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan
diri serta kondisi lingkungan sosial, diintervensi dengan kebijakan publik, serta dengan
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai prilaku hidup sehat dalam
pengendalian hipertensi.
2. Preventif dengan cara larangan merokok, peningkatan gizi seimbang, dan aktivitas fisik untuk
mencegah timbulnya faktor risiko menjadi lebih buruk dan menghindari terjadi rekurensi
faktor risiko.
3. Kuratif dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan tindakan yang diperlukan. Kematian
mendadak yang menjadi kasus utama diharapkan berkurang dengan dilakukannya
pengembangan manajemen kasus dan penanganan kegawatdaruratan disemua tingkat
pelayanan dengan melibatkan organisasi profesi, pengelola program dan pelaksana pelayanan
yang dibutuhkan dalam pengendalian hipertensi.
4. Rehabilitatif dilakukan agar penderita tidak jatuh pada keadaan yang lebih buruk dengan
melakukan kontrol teratur dan fisioterapi Komplikasi serangan hipertensi yang fatal dapat
diturunkan dengan mengembangkan manajemen rehabilitasi kasus kronis dengan melibatkan
unsur organisasi profesi, pengelola program dan pelaksana pelayanan di berbagai tingkatan.
Terapi Non-farmakologis :
Pengendalian faktor risiko yang dapat saling berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi,
hanya terbatas pada faktor risiko yang dapat diubah, dengan usaha-usaha sebagai berikut :
1. Mengatasi obesitas/menurunkan kelebihan berat badan
2. Mengurangi asupan garam didalam tubuh
3. Ciptakan keadaan rileks dan melakukan olah raga teratur
4. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
Terapi famakologis:
Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka kesakitan dan
kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal mungkin menurunkan gangguan
terhadap kualitas hidup penderita. Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal , masa
kerja yang panjang sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin dapat
ditarnbahkan selama beberapa bulan pertama perjalanan terapi. Pemilihan obat atau
kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan respon penderita terhadap
obat anti hipertensi.