Anda di halaman 1dari 50

PROPOSAL

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN

DYSMENORRHEA PADA SANTRI DI ASRAMA MUZAMZAMAH

CHOSYI’AH DARUL ‘ULUM JOMBANG

Oleh

ZANNA ALFIYATUR ROHMAN

7317014

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ‘ULUM

JOMBANG

2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa perkembangan pada diri remaja yang sangat

pentin, diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga

nantinya mampu bereproduks. Pada masa remaja terdapat seperti perubahan


hormonal, fisik, psikologis maupun sosial, dimana kondisi tersebut dinamakan

dengan masa pubertas. Salah satu tanda pubertas pada remaja putri yaitu

dengan terjadinya menstruasi (Batubara dalam (Indrawati & Putriadi, 2019).

Menstruasi merupakan keluarnya darah dan sel sel tubuh dari vagina yang

berasal dari dinding uterus wanita secara periodik (Dito 2011 Cit Erlina, 2014

dalam (Mukhoirotin, 2019). Akan tetapi, haid yang dialami para wanita remaja

dapat menimbulkan masalah, salah satunya adalah nyeri haid (disminorea)

merupakan keluhan nyeri selama haid dan nyeri biasanya dirasakan selama

haid dan nyeri biasanya dirasakan menekan kebawah, pegal atau kram pada

perut bagian bawah serta panggul. Nyeri haid (disminorea) sering kali dimulai

setelah mengalami menstruasi pertama. Nyeri berkurang setelah haid, tetapi

nyeri bisa terus dialami selama periode menstruasi pada beberapa wanita

sehingga berdampak pada kegiatan sehari-hari (Mukhoirotin & Fatmawati

2016)

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengetahui

faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian disminorea pada remaja

putri di Asrama Muzamzamah Chosyi’ah Darul ‘Ulum

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2018 bahwa

angka kejadian disminorea di dunia sangat besar. Rata-rata lebih dari 50%

perempuan di setiap negara mengalami disminorea, seperti di Amerika angka

presentasinya sekitar 60%, di Swedia sekitar 72% dan di Inggris sebuah

penelitian menyatakan bahwa 10% dari remaja sekolah lanjut tampak absen 1-

3 hari setiap bulannya karena mengalami dismonorea(Umi Nur Chayati,

2019). Angka kejadian disminorea diIndonesia sebesar 64,52% yang terdiri


dari 54,89% disminorea primer (nyeri haid yang dijumpai tanpa adanya

kelainan pada alat-alat genital, sering terjadi pada wanita yang belum pernah

hamil) dan 9,36% dismonorea sekunder (nyeri haid yang disertai kelainan

anatomis genetalis) (Fahimah, Megawati, & Fitranti, dalam (Fadhilah, H., &

Puspitasari, 2019)). Sementara di Jawa Timur jumlah remaja putri yang

berusia 10-20 tahun sebesar 56.598 jiwa dan yang mengalami disminore

sebanyak 11.565 jiwa (BPS Provinsi Jawa Timur dalam Alfina Aisatus Saadah

dkk, 2017)

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 19

Februari 2021 pada 26 santriwati di Asrama Muzamzamah Chosyi’ah Darul

‘Ulum Jombang didapatkan 20(77%) yang mengalami disminorea, 6(23%)

tidak mengalami disminorea. Dari 20 santriwati tersebut yang mengalami

disminorea ringan sebanyak 5(25%) santriwati, sedang 8(40%) santriwati, dan

berat 7(35%) santriwati. Keluhan yang dialami adalah sakit perut, nyeri perut,

pusing, mual, nyeri dibagian pinggang, nyeri dibagian punggung, pusing,

mual, tidak dapat berjalan dan bahkan tidak masuk sekolah sehingga

mengganggu kegiatan belajar sehari-hari. Upaya yang dilakukan untuk

mengatasi disminorea diantaranya diam ditempat tidur, minum obat pereda

nyeri dan memperbanyak minum air putih.

Nyeri haid (disminorea) merupakan nyeri pada daerah panggul akibat

menstruasi dan produksi zat prostaglandin. Seringkali dimulai segera setelah

mengalami menstruasi pertama (menarche). Penyebab nyeri berasal dari otot

rahim, seperti semua otot lainnya otot rahim dapat berkontraksi dan relaksasi.

Saat menstruasi kontraksi lebih kuat, kontraksi yang terjadi adalah akibat
suatu zat namanya prostaglandin (Proverawati, 2015). Rasa nyeri pada saat

menstruasi tentu saja sangat menyiksa bagi kebanyakan wanita termasuk pada

remaja putri. Banyak remaja putri terpaksa harus berbaring karena terlalu

menderita sehingga tidak dapat mengerjakan sesuatu apapun. Ada yang

pingsan, ada yang merasa mual, ada juga yang benar-benar muntah, bahkan

ada yang sampai berguling-guling ditempat tidur. Hal ini sangat mengganggu

aktivitas belajar mereka dan dapat berdampak pada turunnya prestasi sekolah,

sehingga para remaja putri harus tau apa yang sebenarnya terjadi pada diri

mereka dan mampu menghadapi keadaan tersebut (Azizah & Noor, 2014).

Fakror resiko yang berpengaruh terhadap munculnya dysmenorrhea pada

wanita yang mengalami menstruasi, yaitu menarche dini, jarang atau tidak

pernah olahraga, siklus dan lama haid, riwayat keluarga, stress, kebiasaan lain

seperti mengkonsumsi makanan junkfood atau makanan cepat saji, merokok,

dan mengkonsumsi alkohol (Joshi, Patil, Kural, Noor, & Pandit, 2015)

Faktor penyebab yang mempengaruhi terjadinya dismonorea primer bisa

bervariasi yaitu faktor usia menarche, lama menstruasi, dan riwayat keluarga

(Mouliza, 2020) , menarche dini, olahraga, siklus haid, mengkonsumsi

alkohol, riwayat keluarga dan merokok (Harsinta, 2011). Selain faktor

tersebut. Menarche, riwayat keluarga, lama menstruasi, dan stress merupakan

faktor resiko dysmenorrhea (Grandi, 2012). Berdasarkan hasil penelitian oleh

(Ediningtyas Nadira, 2017) disimpulkan faktor penyebab disminorea adalah

riwayat keluarga, stress, ,makanan cepat saji, dan olahraga. Dalam jurnal

(Azagew et al., 2020) memiliki siklus menstruasi bulanan yang tidak teratur

dan memiliki riwayat keluarga disminorea yang positif merupakan penentu


disminore primer. Dalam jurnal (Tang et al., 2020) BMI berkaitan dengan

keparahan dismonorea. Dalam jurnal (Mouliza, 2020) Hasil penelitian dapat

diketahui bahwa hasil uji chi square diperoleh nilai P Value = 0,0045 yang

artinya ada hubungan yang bermakna antara usia menarche dengan

disminorea, P Value =0,033 yang artinya ada hubungan yang bermakna antara

lama menstruasi dengan disminorea, P Value=0,009 yang artinya ada

hubungan antara yang bermakna antara riwayat keluarga dengan disminorea di

MTs Negeri Medan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan usia menarche,

lama menstruasi dan riwayat keluarga dengan disminorea.

terdapat hubungan antara usia menarche dengan disminorea, terdapat

hubungan antara lama menstruasi dengan dismonorea, terdapat hubungan

antara riwayat keluarga dengan disminorea. Dalam jurnal 225 wanita yang

mengalami disminorea ditandai dengan riwayat keluarga disminorea,

menarche usia dini, dan gaya hidup stress. Dalam jurnal .ada hubungan antara

BMI dengan disminorea, ada hubungan antara usia menarche dengan

disminorea. Dalam jurnal jurnal 1138 .ada hubungan antara BMI (index massa

tubuh) dengan kejadian disminorea.

Rasa nyeri pada saat menstruasi tentu sangat menyiksa bagi kebanyakan

wanita termasuk remaja putri. Banyak remaja putri terpaksa harus berbaring

karena terlalu menderita sehingga tidak dapat mengerjakan sesuatu apapun.

Ada yang pingsan, ada yang merasa mual, ada juga yang benar-benar muntah,

bahkan ada yang sampai berguling-guling ditempat tidur. Hal ini sangat

mengganggu aktivitas belajar mereka dan dapat berdampak pada turunnya

prestasi sekolah. Sehingga para remaja putri harus tau apa yang sebenarnya
terjadi pada diri mereka dan mampu menghadapi keadaan tersebut (Azizah &

Noor, 2014)

Upaya untuk mengatasi disminorea dapat dilakukan dengan tindakan

farmakologi dan nonfarmakologi. Secara farmakologi dengan pemberian

analgesik oral, terapi hormonal, dan terapi dengan obat OAINS (obat anti-

inflamasi nonsteroid) (Wulandari dan Afriliana, 2017), sedangan secara non

farmakologi antara lain teknik relaksasi, aromaterapi, yoga, akupresure,

kompres hangat atau dingin pada daerah yang nyeri (Rikayani, 2020)

Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai analisis faktor yang mempengaruhi kejadian disminorea

pada remaja putri diasrama XI Muzamzamah Chosyi’ah Pondok Pesantren

Darul ‘Ulum Jombang

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

1. Apakah faktor usia menarche mempengaruhi kejadian disminorea pada

remaja putri di Asrama Muzamzamah Chosyi’ah Darul ‘Ulum ?

2. Apakah faktor lamanya siklus menstruasi mempengaruhi kejadian

disminorea pada remaja putri di Asrama Muzamzamah Chosyi’ah Darul

‘Ulum ?

3. Apakah faktor riwayat keluarga mempengaruhi kejadian dismonirea pada

remaja putri di Asrama Muzamzamah Chosyi’ah Darul ‘Ulum ?


4. Apakah faktor jumlah aliran menstruasi mempengaruhi kejadian

disminorea pada remaja putri di Asrama Muzamzamah Chosyi’ah Darul

‘Ulum ?

5. Apakah faktor BMI mempengaruhi kejadian disminorea pada remaja putri

di Asrama Muzamzamah Chosyi’ah Darul ‘Ulum ?

6. Apakah faktor dominan yang mempengaruhi kejadian disminorea pada

remaja putri di Asrama Muzamzamah Chosyi’ah Darul ‘Ulum ?

1.3 Tujuan

Tujuan umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

disminorea pada remaja putri di Asrama Muzamzamah Chosyi’ah

Darul ‘Ulum Jombang

Tujuan Khusus

1. Untuk menganalisis faktor usia menarche yang mempengaruhi

kejadian disminorea pada remaja putri di Asrama Muzamzamah

Chosyi’ah Darul ‘Ulum

2. Untuk menganalisis faktor lamanya siklus menstruasi yang

mempengaruhi kejadian disminorea pada remaja putri di Asrama

Muzamzamah Chosyi’ah Darul ‘Ulum

3. Untuk menganalis faktor riwayat keluarga yang mempengaruhi

kejadian disminorea pada remaja putri di Asrama Muzamzamah

Chosyi’ah Darul ‘Ulum


4. Untuk menganalisis faktor jumlah aliran menstruasi yang

mempengaruhi kejadian disminorea pada remaja putri di Asrama

Muzamzamah Chosyi’ah Darul ‘Ulum

5. Untuk menganalisis faktor BMI yang mempengaruhi kejadian

disminorea pada remaja putri di Asrama Muzamzamah Chosyi’ah

Darul ‘Ulum

6. Untuk menganalisis faktor dominan yang mempengaruhi kejadian

disminorea pada remaja putri di Asrama Muzamzamah Chosyi’ah

Darul ‘Ulum
1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian sebagai pengembangan ilmu keperawatan

maternitas terutama yaitu tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

kejadian disminorea di Asrama Muzamzamah Chosyi’ah Darul

1.4.2 Manfaat praktis

1.4.2.1 Bagi peneliti

Peneliti dapat memahami faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya

disminorea dan bisa mengurangi resiko akibat disminorea

1.4.2.2 Bagi tempat penelitian

Sebagai masukan yang dapat digunakan untuk menambah ilmu

pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

disminorea

1.4.2.3 Bagi Institusi

Hasil penelitian ini akan memberikan informasi kepada institusi

pendidikan dalam memberikan pengetahuan kepada mahasiswa mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya disminorea.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Remaja

2.1.1 Pengertian remaja

Masa remaja menurut Papila dan Olda adalah periode transisi

perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya

dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada remaja akhir atau

awal 10 tahun (Saputro dalam (Wulandari, 2020)

Remaja menurut WHO adalah penduduk dalam kisaran usia 10-19

tahun. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

dewasa, yang mencangkup semua perkembangan yang dialami dalam

persiapan menuju kedewasaan (Pramesti et al., 2019).

Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak menuju

masa dewasa, dimana periode ini dimulai dari masa pubertas hingga

tercapainya kematangan (Ahyani & Astuti dalam (Wulandari, 2020).

2.1.2 Tahap perkembangan remaja

Tahap perkembangan remaja menurut Pramesti et al., dalam (Wulandari,

2020) , remaja mengalami perkembangan dengan pembagian sebagai

berikut :

1. Early Adolescence

Remaja masih menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi

ditubuh mereka dan momentum yang menyertai perubahan ini.

Mereka mengembangkan pikiran baru, tertarik pada lawan jenis.


2. Middle Adolescent

Remaja senang jika mereka memiliki banyak teman yang menyukai

mereka. Ada kecenderungan narsistik untuk mencintai diri sendiri

dengan cara menyukai teman yang memiliki sifat seperti itu.

3. Late Adolescent

Masa remaja terakhir adalah masa dewasa yang ditandai dengan lima

prestasi. Ini menciptakan tembok yang memisahkan kepentingan

seseorang diri dengan orang lain, diri sendiri (individu itu sendiri) dan

masyarakat umum.

2.1.3 Ciri-ciri remaja

Ali dan Asrori dalam (Wiyanti, 2019) menyatakan secara garis besar

masa remaja dibagi ke dalam empat peride yaitu sebagai berikut

a Periode preremaja

Perubahan fisik belum tampak jelas, tetapi pada remaja putri

biasanya memperhatikan perubahan berat badan yang cepat

sehingga mereka merasa gemuk. Gerakan-gerakan mereka mulai

menjadi kaku, perubahan ini disertai sifat kepekaan terhadap

rangsangan dari luar dan respon mereka biasanya berlebihan

sehingga mudah tersinggung dan cengeng, tetapi juga cepat

merasa senang bahkan meledak-ledak

b Periode remaja awal

Remaja sering kali mengalami kesukaran dalam menyesuaikan

diri dengan perubahan-perubahan, akibatnya tidak jarang dari

mereka cenderung menyendiri sehingga merasa tidak ada orang


yang mempedulikannya. Kontrol terhadap dirinya bertambah sulit

dan mereka cepat marah dengan cara yang kurang wajar untuk

menyakinkan dunia disekitarnya.

c Periode remaja tengah

Remaja mampu memikul sendiri juga menjadi masalah tersendiri

bagi mereka. Tuntutan peningkatan tanggung jawab tidak hanya

datang dari orang tua atau anggota keluarga tetapi juga

masyarakat sekitar. Tidak jarang masyarakat menjadi masalah

bagi remaja. Melihat fenomena yang terjadi pada masyarakat

sering menunjukkan adanya kontradiksi dengan nilai-nilai moral

yang mereka ketahui, tidak jarang masyarakat meragukan tentang

apa yang disebut baik atau buruk. Akibatnya, remaja sering ingin

membentuk nilai-nilai sendiri yang dianggap benar, baik, dan

pantas untuk dikembangkan dikalangan sendiri, lebih-lebih orang

tua atau orang dewasa ingin memaksa nilai-nilainya agar dipatuhi

oleh remaja tanpa disertai dengan alasan masuk akal menurut

mereka

4. Periode remaja akhir

Selama periode ini remaja mulai memandang dirinya sebagai orang

dewasa dan mulai mampu menunjukkan pemikiran, sikap, perilaku

yang semakin dewasa.

Tugas-tugas perkembangan masa remaja

Salah satu periode dalam rentang kehidupan ialah (fase) remaja.

Masa ini merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus


perkembangan individu, dan merupakan masa transisi yang dapat

diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat. Untuk

dapat melakukan sosialisasi dengan baik, remaja harus menjalankan

tugas-tugas perkembangan pada usianya dengan baik. Apabila tugas

perkembangan sosial ini dapat dilakukan dengan baik, remaja tidak

akan mengalami kesulitan dalam kehidupan sosialnya serta akan

membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas

perkembangan untuk fase-fase berikutnya. Sebaliknya, manakala

remaja gagal menjalankan tugas-tugas perkembangan akan membawa

akibat negatif dalam kehidupan sosial fase-fase berikutnya,

menyebabkan ketidakbahagiaan pada remaja yang bersangkutan,

menimbulkan penolakan masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam

menuntaskan tugas-tugas perkembangan berikutnya. William Kay

dalam (Wiyanti, 2019) mengemukakan tugas-tugas perkembangan

masa remaja sebagai berikut :

1. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya

2. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan figur-figur

yang mempunyai otoritas

3. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan

bergaul dengan teman sebaya, baik secara individual maupun

kelompok

4. Menemukan manusia model yang dijadikan identitas pribadinya

5. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap

kemampuannya sendiri
Ciri-ciri perkembangan

Menurut gunarsa dan mappiare dalam (saputro, 2018), menjelaskan

bahwa ciri-cirir remaja sebagai berikut

1. Masa remaja awal

Biasanya remaja awal duduk dibangku sekolah menengah pertama

ditandai dengan ciri-ciri

a Menghadapi masa krisis

b Keadaan tidak stabil yaitu meningkatnya emosional, gelisah,

suka menyendiri dan suka menghayal atau dikenal dengan

masa storm dan stress

c Muncul rasa kurang percaya diri

d Mengenal percintaan (tertarik pada lawan jenis)

e Suka mengembangkan sebuah pemikiran yang baru

2. Masa remaja pertengahan

Biasanya remaja duduk dibamgku sekolah menengah atas ditandai

dengan ciri-ciri

a Keinginan besar menjelajahi berbagai hal yang belum diketahui

dengan mencoba-coba dan alam sekitar yang lebih luas

b Berada dalam kondisi kebingungan karena adanya pertentangan

yang terjadi dalam dirinya

c Muncul kecintaan pada diri sendiri

Masa remaja akhir

Masa remaja akhir ditandai dengan ciri-ciri


a) Pada aspek fisik dan psikis mulai stabil yaitu dengan

ketenangannya dalam emosional, meningkatkan berfikir

realistis dan mampu menguasai perasaanya sendiri

b) Memiliki sikap pandang lebih baik

c) Lebih perhatian mengenai lambang-lambang kehidupan

yaitu dengan lebih matang dalam menghadapi cara

menyelesaikan masalah dan terbentuknya sebuah identitas

seksual yang tidak akan berubah lagi.

2.2 Konsep nyeri

2.2.1 Definisi

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak

menyenangkan, bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri setiap orang

berbeda dalam hal skala maupun tingkatannya, dan hanya orang

tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang

dialaminya (Tetty, 2015). Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan

emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan, bersifat subjektif, dan persepsinya berbeda-beda antara satu

orang dengan yang lainnya (Mukhoirotin, 2018)

Menurut Ameltzer & Bare, mendefinisikan nyeri sebagai suatu

sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak

menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau

potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi


kerusakan. Nyeri biasanya terjadi karena adanya rangsangan mekanik

atau kimia pada daerah kulit diujung-ujung syaraf bebas yang disebut

nosireseptor (Judha, M, 2012 dalam (Barus, 2018)

2.2.2 Fisiologi nyeri

Reseptor nyeri berfungsi untuk menerima rangsangan nyeri. Organ

tubuh ini berperan hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial

merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis

reseptor nyeri bermielin dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf

perifer (Potter & Perry, 2010). Stimulus penghasil nyeri mengirimkan

impuls melalui serabut perifer, kemudian memasuki medulla spinal

dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf, akhirnya sampai

didalam masa warna abu-abu di medulla spinalis. Pesan nyeri dapat

berrinteraksi dengan sel-sel inhibitor, mencegah stimulus nyeri

sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke

kortaks serebral. Apabila stimulus nyeri mencapai korteks serebral,

maka otak menginterprestasi kualitas nyeri dan memproses informasi

tentangb pengetahuan dan pengalaman yang lalu serta kebudayaan

dalam upaya mempersepsikan nyeri (Potter & Perry 2010).

Impuls saraf yang dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar

disepanjang serabut perifer eferen yang menstramisikan impuls

sensorik ke kornu dorsalis dimedulla spinal. Serabit saraf bersinaps ke

traktus spinotalamus yang menyeberangi sisi berlawanan dengan

medulla spinalis. Setelah impuls nyeri naik ke medulla spinalis, maka

informasi ditransmisikan dengan cepat ke pusat yang lebih tinggi d


otak. Sedangkan impuls motoric menyebar melalui sebuah lengkung

reflex bersama serabut saraf eferen (motorik) kembali ke suatu otot

perifer dekat lokasi stimulasi. Kontraksi otot menyebabkan individu

menarik diri dari sumber nyeri sebagai usaha untuk melindungi diri.

Artinya apabila serebut-serabut superfisial dikulit distumulasi, maka

individu akan menjauh dari sumber nyeri. Sedangkan apabila jaringan

internal distimulus, maka otot akan memendek dan mengang (Potter &

Perry, 2010)

Klasifikasi nyeri

a. Berdasarkan etiologi

1. Nyeri fisiologi adalah nyeri yang timbul adanya kerusakan

organ tubuh

2. Nyeri psikologis adalah nyeri yang menyebabkan fisiologis

tidak teridentifikasi

b. Nyeri berdasarkan serangannya dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Nyeri kronis

Nyeri yang terjadi lebih dari 6 bulan dan tidak dapat diketahui

sumbernya. Nyeri kronis merupakan nyeri yang sulit dihilangkan.

Sensasi nyeri dapat berupa nyeri difus sehingga sulit untuk

mengidentifikasi sumber nyeri secara spesifik (Potter & Perry,

2010)

2. Nyeri akut

Nyeri yang terjadi kurang dari 6 bulan yang dirasakan secara

mendadak dari intensitas ringan sampai berat dan lokasi nyeri


dapat diidentifikasi. Nyeri akut mempunyai karakteristik seperti

meningkatnya kecemasan, perubahan frekuensi pernafasan, dan

ketegangan otot (Potter & Perry, 2010). Cidera atau penyakit yang

menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara spontan atau dapat

memerlukan pengobatan secara kasus fraktur ekstremitas. Kasus

tersebut membutuhkan pengobatan yang dapat menurunkan skala

nyeri sejalan dengan proses penyembuhan tulang (Smeltzer &

Bare, 2013)

c. Berdasarkan lokasi serangannya

1. Nyeri somatic terbagi menjadi 2 jenis, yaitu nyeri superficial

yang merupakan nyeri akibat kerusakan jaringan kulit dan nyeri

deepsomatic, merupakan nyeri yang ditimbulkan karena

kerusakan di dalam ligament dan tulang

2. Nyeri visceral merupakan nyeri yang timbul akibat adanya

gangguan pada organ bagian misalnya abdomen, cranium, dan

thorak.

Teori tranmisi nyeri

a. Gate control theory

Teori gate control nyeri dipengaruhi oleh faktor fisiologis,

dan psikologis seperti respon perilaku dan emosional yang

mempengaruhi presepsi nyeri. Mekanisme gate control

terjadi spinal cord. Implus nyeri somatic dari perifer tubuh

dihantarkan oleh serabut delta A dan implus nyeri visceral

dihantar oleh serabut C. Implus nyeri berjalan dorsal horn


dispinal cord yaitu diare disebut sumbransia gelatinos. Sel

pada subtan sia gelatinos dapat menghantarkan implus

nyeri ditranmisikan ke sel trigger. Ketika aktivitas sel

trigger dihambat gerbang tertutup dan implus yang

transmisikan ke otak berkurang atau sedikit. Ketika gerbang

terbuka implus nyeri dapat mencapai tingkat kesadaran dan

dipengaruhi atau dicapai melalui tiga jalur utama (Guyton

& Hall, 2012).

b. Specifity theory (teori pemisahan)

Pada teori ini otak mempunyai pengaruh terhadap reseptor

taktil di kulit, sehingga implus yang masuk ketubuh akan

diterima oleh reseptor tertentu dan respon. Untuk

melakukan tugas ini

Skala pengukuran nyeri

Aspek-aspek multidimensional yang mempengaruhi nyeri

dapat digunakan perawat untuk mengkaji nyeri sehingga

dapat ditentukan manajemen nyeri yang sesuai. Ada

beberapa aspek yang perlu dikaji pada nyeri biasanya

disebut system P (paliatif provokatif), Q (Quality), R

(Regio), S (Saverty), dan T (Time). Namun pembahasan

hanya difokuskan pada saverty keparahan. Keparahan atau

intensitas nyeri adalah karakteristik paling subjek pada

nyeri. Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat

keparahan nyeri yang lebih obyektif dari pada deskripsi


nyeri pasien. Untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan

sesudah intervensi terapatik, maka skala penilaian numeric

(Numeric Rating Scala) adalah yang paling efektif (Potter

& Perry, 2012). Apabila digunakan skala untuk menilai

nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 poin (Potter &

Perry, 2012).

A. Numerical rating scale

Menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10, (0)

tidak nyeri, (1-3) nyeri ringan, (4-6) nyeri sedang, (7-9)

nyeri berat terkontrol, dan (10) nyeri berat tidak

terkontrol. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji

intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi

terapautik.

Gambar 2.1 Numeric Rating Scale

Skala penilaian numeric NRS (Numeric rating scale) lebih

digunakan sebagai pengganti alat pendeteksi kata. Dalam

hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-


10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas

nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Berat

ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur

dengan mengobyektifkan pendapat subyektif nyeri. Apabila

digunakan skala untuk menilai nyeri, maka rekomendasikan

patokan patokan 10 cm (Potter & Perry, 2012).

Skala nyeri harus di rancang sehingga skala tersebut mudah

digunakan dan tidak mengkonsumsi banyak waktu saat

klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan

memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat.

Scala deskriptif bermanfaat bukan saja dalam upaya

mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi

perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan

setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau

menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau

peningkatan (Potter & Perry, 2012)

1.2. Konsep Disminore

2.2.1 Definisi

Dysmenorrhea adalah gangguan fisik yang berupa nyeri

atau kram perut. Gangguan ini biasanya terjadi pada 24 jam

sebelum terjadinya perdarahan menstruasi dan terasa selama

24-36 jam (Andira, 2010 Cit Sari, 2017). Disminorea

merupakan rasa nyeri pada saat menstruasi pada bagian perut

bawah yang menjalar ke pinggang yang dapat disertai sakit


kepala yang berlangsung selama tujuh hari adanya perubahan

emosional, susah tidur, aktivitas terganggu dan sulit

berkonsentrasi (Agustin, 2018). Disminorea merupakan

keluhan selama haid dan nyeri biasanya dirasakan menekan

kebawah, pegalnyeri haid pada bagian bawah perut menjalar ke

daerah pinggang dan paha, terkadang disertai dengan mual,

muntah, diare, sakit kepala dan emosi labil (Gustina dalam

Disminorea adalah gangguan fisik yang berupa nyeri atau kram

perut. Gangguan ini biasanya terjadi pada 24 jam sebelum

terjadinya perdarahan menstruasi dan terasa selama 24-36 jam

(Mukhoirotin, 2019)

Disminorea adalah nyeri perut yang berasal dari kram

rahim yang terjadi selama haid. Rasa nyeri timbul bersamaan

dengan permulaan haid dan berlangsung beberapa jam hingga

beberapa hari hingga mencapai puncak nyeri. Disminorea

terbagi menjadi dua disminorea primer dan sekunder

(Mukhoirotin, 2019)

2.2.2 Klasifikasi Dismonorea

Smeltzer 2002 dalam (Justia, 2018) menyebutkan disminorea

dibagi menjadi dua macam yaitu disminorea primer dan

disminorea sekunder. Perbedaan diantara keduanya adalah ada

atau tidaknya patologi pada organ pelviknya, dikatakan

disminorea sekunder apabila ditemukan patologi pada organ

pelviknya.
Secara klinis, disminorea dibagi menjadi dua, disminorea

primer dan sekunder

1. Dismnonorea primer

Merupakan nyeri menstruasi yang dialami tidak terdapat

kelainan pada organ reproduksi. Pada disminorea primer

terjadi pada beberapa waktu setelah menarche dan

merupakan suatu kondisi yang dikaitkan dengan siklus

ovulasi

2. Disminorea sekunder

Disminorea primer adalah nyeri haid tanpa kelainan pad

alat-alat genital yang nyata. Disminorea primer terjadi

beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan

atau lebih, karena siklus-siklus haid pada bulan-bulan

pertama setelah menarche umumnya berjenis

Disminorea primer adalah nyeri menstruasi yang dijumpai

tanpa kelainan alat-alat genital yang nyata. Disminorea

primer biasanya terjadi dalam 6-12 bulan pertama setelah

menstruasi pertama (menarche), segera setelah siklus

ovulasi teratur ditentukan. Selama menstruasi, sel-sel

endometrium yang terkelupas melepaskan prostagladin.

Prostagladin merangsang otot uterus dan mempengaruhi

pembuluh darah yang menyebabkan iskemia uterus melalui

kontraksi miometrium dan vasokontraksi pembuluh darah.

Vasopressin ( suatu hormon yang menyempitkan pembuluh


darah, meningkatkan tekanan darah, dan mengurangi

pengeluaran excretion/air seni) juga memliliki peran yang

sama.

Kadar prostaglandin yang meningkat ditemukan dicairan

endometrium wanita dengan disminorea dan berhubungan

baik dengan derajat nyeri. Peningkatan endometrial

prostaglandin sebanyak tiga kali lipat terjadi dari fase

folikuler menuju fase luteal, dengan peningkatan lebih

lanjut yang terjadi selama menstruasi. Peningkatan

prostagladin di endometrium yang mengikuti penurunan

progesteron pada akhir fase luteal menimbulkan

peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang

berlebihan.

Leukotriene juga telah diterima ahli untuk mempertinggi

sensitivitas nyeri serabut uterus. Jumlah leukotriene yang

signifikan telah ditunjukan diendometrium perempuan

penderita disminorea primer yang tidak merespon terapi

antagonis prostaglandin.

Hormon pituitari posterior, vasopressin terlibat pada

hipersensivitas miometrium, mengurangi aliran darah

uterus, dan nyeri pada penderita disminorea primer.

Peranan vasopressin di endometrium dapat berhubungan

dengan sintesis dan pelepasan prostaglandin. Hipotesis

neuronal juga telah direkomendasikan untuk patogenesis


disminorea primer. Neuron nyeri tipe C di stimulasi oleh

metabolik anareob yang diproduksi oleh iskemik

endometrium (Mukhoirotin, 2019)

3. Disminorea sekunder

Disminorea sekunder biasanya baru muncul kemudian,

yaitu jika ada penyakit atau kelainan yang menetap seperti

infeksi rahim, kista atau polip, tumor sekitar kandungan,

serta kelainan kedudukan rahim, yang mengganggu organ

dan jaringan disekitarnya.

Disminorea sekunder dapat terjadi kapan saja setelah haid

pertama, tetapi yang paling sering muncul diusia 20-30

tahunan., selama tahun-tahun normal dengan siklus tanpa

nyeri. Peningkatan prostagladin dapat berperan pada

disminorea sekunder. Namun, penyakit pelvis yang

menyertai haruslah ada. Penyebab yang umum, diantaranya

termasuk endometriosis, adenomyosis, polip endometrium,

chronic pelvis inflamatory disease, dan penggunaan

peralatan kontrasepsi atau IU(C)D

(intrauterine(contraceptive)device). Hampir semua proses

apapun yang mempengaruhi pelvic viscera dapat

mengakibatkan nyeri pelvis siklik (Mukhoirotin, 2019)

3.2.3 Derajat disminorea

Menstruasi sering menjadi penyebab rasa nyeri,

terutama pada awal menstruasi dan kadar nyeri


berbeda-beda. Menurut Manuba (2011) disminorea

dibagi menjadi tiga tingkat keparahan, yaitu :

a. Disminorea ringan

Seseorang akan mengalami nyeri atau nyeri masih

dapat ditolerir karena masih berada pada ambang

rangsang, berlangsung beberapa saat dan dapat

melanjutkan kerja sehari-hari.

Disminorea ringan terdapat pada skala nyeri dengan

tingkatan 1-4, untuk skala wajah dysmenorrhea

ringan terdapat pada skala nyeri dengan tingkatan 1-

2.

b. Disminorea sedang

Seseorang mulai merespon nyerinya dengan

merintih-rintih dan menekan dibagian yang nyeri,

diperlukan latihan untuk menguragi rasa nyeri tanpa

perlu meninggalkan pekerjaannya.

Disminorea sedang terdapat pada skala nyeri dengan

tingkatan 5-6, untuk skala wajah dysmenorrhea

sedang terdapat pada skala nyeri dengan tingkatan

3.

c. Disminorea berat

Seseorang mengeluh karena adanya rasa terbakar

dan ada kemungkinan seseorang tidak mampu lagi

melakukan pekerjaan biasa dan perlu istirahat


beberapa hari dapat disertai sakit kepala, migrain,

pingsan, diare, rasa tertekan, mual dan sakit perut.

Disminorea berat terdapat pada skala nyeri dengan

tingkatan 7-10, untuk skala wajah dysmenorrhea

berat terdapat pada skala nyeri dengan tingkatan 4-

5.

2.2.4. Etiologi disminorea

Nyeri haid (disminorea) disebabkan oleh produksi

dan pelepasan prostaglandin yang berlebihan,

menyebabkan kontaksi otot polos, mual, atau diare

(Pangastuti & Mukhoirotin et al, 2018) .Faktor

penyebab terjadinya disminorea merupakan adanya zat

kimia dalam tubuh yang berpengaruh disebut dengan

prostaglandin, adanya senyawa kimia tersebut bertugas

dalam mengelola sistem dalam tubuh anatar lain

kegiatan usus, kontraksi uterus, perubahan masa

pembuluh darah. Para pakar ahli beranggapan bahwa

pada saat keadaan tersebut kadar prostaglandin yang

berlebih akan menambah kontaksi uterus sehingga

dapat menyebabkan nyeri yang bertambah hebat.

Prostaglandin yang berlebih dan menyebar ke seleuruh

tubuh dapat meningkatkan aktivitas usus besar sehingga

prostaglandin dapat sering mengakibatkan sakit kepala,


perubahan suhu pada wajah dan mual pada saat

menstruasi (Teknik et al., 2019)

2.2.5. Manifestasi klinis

1. Disminorea primer,

Dysmenorrhea primer memiliki

gejala yang ditimbulkan antara

lain kram, tidak enak badan,

lemas, nyeri pada daerah

punggung bagian bawah,

kecemasan, sebelum menstruasi

terjadi mual, nyeri kepala dan

pusing,

2. Disminorea sekunder

Disminorea sekunder memiliki

gejala yang sesuai dengan

penyebabnya masing-masing,

seperti halnya dengan keluar

darah dengan jumlah banyak atau

terlalu sedikit, nyeri pada perut

bagian bawah yang terdapat

diluar masa haid, dan nyeri tekan

pada panggul (Teknik et al.,

2019)

2.2.4. Etiologi Dysmenorrhea


Menurut Jones dan Lopez (2015), dysmenorrhea dikerenakan kram perut imbas

dari prostaglandin. Sering disebut dysmenorrhea primer, bedanya nyeri menstruasi

bukan dikarenakan prostaglandin disebut dysmenorrhea sekunder, ditandai dengan

nyeri perut bagian bawah.

Dysmenorrhea primer terjadi karena peningkatan prostaglandin (PG) F2-alfa yang

merupakan suatu siklooksigenase (COX-2) yang mengakibatkan hipertonus dan

vasokonstriksi pada miometrium sehingga terjadi iskemia dan nyeri pada bagian

bawah perut. Adanya kontraksi yang kuat dan lama pada dinding rahim, hormon

prostaglandin yang tinggi dan pelebaran dinding rahim, hormon prostaglandin

yang tinggi dan pelebaran dinding rahim saat mengeluarkan darah haid sehingga

terjadilah nyeri saat haid (Merlina, 2012 Cit Larasati dan Faridah, 2016)

Dysmenorrhea sekunder dapat terjadi kapan saja setelah haid pertama, tetapi yang

paling sering muncul usia 20-20 tahunan. Setelah tahun normal dengan siklus

tanpa nyeri. Peningkatan prostaglandin dapat berperan pada dysmenorrhea

sekunder. Namun, penyakit pelvis yang menyertai haruslah ada. Penyebab yang

umum diantaranya termasuk endometriosis, adenomyosis, polip endometrium,

chronic pelvic inflamatory disease, dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau

IU(C)D (Intrauterine (Contraceptive) Device). Hampir semua proses 9 apapun

yang mempengaruhi pelvic viscera dapat mengakibatkan nyeri pelvis siklik

(Anurogo & Wulandari, 2011)

2.2.5. Patofisiologi Disminore

Disminorea primer diakibatkan oleh prostaglandin

yang m erupakan stimulus miometrium proten dan

vasokontriktor pada endometrium. Kadar prostaglandin


yang tinggi dapat meningkatkan derajat nyeri pada saat

menstruasi, tingginya kandungan prostaglandin yang

mencapai tiga kali diawali dari proses proliferal sampai

dengan proses luteal. Sehingga adanya peningkatan

prostaglandin dapat meningkatkan tonus miometrium dan

kontraksi uterus, menghasilkan hormon pituitari posterior

(vasopresin) terlibat didalam proses peluruhan pada saat

menstruasi. Selain faktor psikis dan pola tidur dapat

berpengaruh dengan timbulnya disminorea (Teknik et al.,

2019)

Pada saat masa subur terjsdi peningkatan serta

terjadi penurunan hormon pada fase follikuler

(pembentukan sel telur), kemudian terjadi peningkatan pada

pertengahan fase follikuler dimana terdapat kadar FSH

(Follicle Stimulating Hormone) sehingga dapat merangsang

follikel agar memproduksi hormon estrogen. Pada saat

terjadinya penurunan kadar progesteron akan diikuti

kenaikan kadar prostaglandin di endometrium. Terjadinya

peningkatan kontraksi pembuluh darah diakibatkan oleh

prostaglandin yang telah disintesis dari luruhnya

endometrium di miometrium sehingga peningkatan

kontraksi tersebut mengakibatkan penurunan aliran darah

dan memicu proses iskemi sehingga terjadi nekrosis


(kematian sel) pada sel dan jaringan didalamnya (Teknik et

al., 2019).

Derajat tingkat disminorea

Menurut (Teknik et al., 2019) terdapat beberapa

jenis penukuran skala nyeri disminorea yang dapat

dilakukan

a. Numeral rating scale (NRS)derajat tingkat

nyeri diukur dengan mengobyektifkan

pendapat subyektif nyeri dengan skala

numerik nyeri dari angka 0 sampai 10

Gambar

Intensitas derajat nyeri pada skala 0 tidak

terjadi nyeri, pada skala 1-3 intensitas

nyeri berada pada derajat ringan, pada

skala 4-6 intensitas nyeri berada pada

derajat sedang, pada skala 7-9 intensitas

nyeri berada pada derajat berat,

sedangkan skal 10 intensitas nyeri tidak

terkontrol. Cara pengukuran skala dengan

menunjukkan tanda pada salah satu angka


sesuai dengan intensitas nyeri yang

sedang dialami.

Penatalaksanaan disminorea

Menurut (Magelang, 2019) tindakan

penanganan untuk mengurangi

disminorea dengan memberikan

penjelasan dalam mengerti tentang

disminorea kemudian dengan

memberikan terapi farmakologi seperti

obat analgesik, terapi hormon, terapai

dengan obat anti prostaglandin non

steroid serta pengobatan non farmakologi.

a. pemahaman tentang disminorea

perlu dilakukan penjelasan pada

remaja bahwa disminorea bukan

termasuk kelainan yang mengerikan

untuk kesehatan, dengan dilakukan

diskusi dan penjelasan tentang apa itu

disminorea dan cara untuk

mengendalikan nyeri agar tidak

berdampak serius diharapkan dapat

memberikan gambaran pada penderita

agar tidak salah mengartikan

mengenai disminorea.
b. Pemberian obat analgesik

Pengobatan analgesik dapat diberikan

sebagai terapi simtomatik, obat-

obatan yang selalu diberikan adalah

salah satu jenis preparat kombinasi

aspirin, fenasetin dan kafein

penggunaan pengobatan tersebut yang

tersebar adalah novalgin, ponstan,

acid amenophen untuk menggunakan

obat dalam mengatasi intensitas nyeri

sebaiknya konsultasikan terlebih

dahulu dengan dokter.

c. terapi hormonal

arahan diberikan tetapi hormon untuk

merangsang ovulasi hal tersebut

bersifat sementara hanya untuk

menunjukkan bahwa disminorea yang

diderita merupakan disminorea

primer.

d. terapi obat nonsteroid

terapi tersebut tergolong jenis

indometasin, ibuprofen dan naproxen

sebaiknya pengobatan diberikan

sebelum mengalami menstruasi dihari


pertama menstruasi konsultasikan

pada dokter terlebih dahulu.

e. pengobatan non farmakologi

terapi tersebut dianggap lebih efektif

karena tidak menimbulkan efek

samping, terdapat banyak terapi non

farmakologi yang dapat dilakukan

diantaranya dengan melakukan

kompres hangat pada daerah nyeri,

minum air putih yang cukup,

menggunakan terapi musik atau

relaksasi, mengguanakan aromaterapy

dan beberapa latihan fisik.

2.2.7.Faktor-faktor disminorea

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi disminorea. Yaitu

a. Menarche

pengertian menarche

Haid pertama kali yang dialami oleh seorang wanita disebut

menarche. Menarche merupakan indeks dari pematangan fisik

dari organ reproduksi seorang wanita (Larasati, 2016)

Usia menarche dini atau biasanya <12 tahun menyebabkan

masalah pada remaja dan ketidaksiapan karena pematangan


organ reproduksi yang kemudian mengakibatkan disminorea

(Aditiara, 2018)

Usia ideal menarche yaitu pada usia antara 13-14 tahun.

Seseorang yang mengalami menarche dini memiliki

kemungkinan 1,6 kali lebih besar mengalami disminorea

dibandingkan umur 13-14 tahun (Gustina, 2015)

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa

usia menarche atau menstruasi pertama kali merupakan salah

satu faktor resiko seseorang mengalami disminorea. Seseorang

yang mengalami menarche dini (usia >13-14 tahun) memiliki

kemungkinan 1,6 kali lebih besar mengalami disminorea.

Hasil penelitian (Mouliza, 2020) pada remaja putri di Mts

Negeri 3 Medan tahun2019, pada kelompok usia menarche

normal yang mengalami disminorea sebanyak 8 orang (14%).

Pada kelompok usia menarche tidak normal yang mengalami

disminorea sebanyak 33 orang (57,9%), dan yang tidak

mengalami disminorea sebanyak 7 orang (12,3%). Hasil chi-

square diperoleh nilai p=0,045. Dengan demikian dapat ditarik

kesimpulan bahwa menarche mempengaruhi terjadinya

disminorea.

B. Siklus menstruasi

Menstruasi lebih dari normal menimbulkan adanya

kontraksi uterus, terjadi lebih lama mengakibatkan uterus lebih

sering berkontraksi, dan semakin banyak prostaglandin yang


dikeluarkan (Devi, 2013), yang menyebabkan vasokontraksi

yang sangat kuat dan kontraksi miometrium dengan

peningkatan aliran kalsium ke sel-sel otot halus yang

menyebabkan iskemia dan nyeri pada perut bagian bawah

(Angelia, 2017).

Lama menstruasi dapat dipengaruhi oleh banyak hal, seperti

makanan yang dikonsumsi, selain itu aktifitas fisik, faktor

hormon dan enzim didalam tubuh juga mempengaruhi lama

menstruasi. Karna hubungan proses peredaran darah. Faktor

lain yaitu masalah dalam vaskuler serta faktor genetik

(keturunan) (Basith, Agustin, & Diani, 2017).

Lama menstruasi dapat disebabkan oleh faktor psikologis

maupun fisiologis. Secara psikologis biasanya berkaitan

dengan tingkat emosional remaja putri yang labil ketika baru

menstruasi. Sementara secara fisiologis lebih kepada kontraksi

otot uterus yang berlebihan atau dapat dikatakan mereka sangat

sensitif terhadap hormon ini akibat endometrium dalam fase

memproduksi hormon prostaglandin (Putrie, 2014)

Semakin lama menstruasi terjadi, maka semakin sering

uterus berkontraksi. Akibatnya semakin banyak pula

prostaglandin yang dikeluarkan. Akibat prostaglandin yang

berlebihan maka timbul rasa nyeri saat menstruasi (Gustina,

2015) .
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa

lamanya menstruasi juga merupakan salah satu faktor resiko

terjadinya disminorea. Semakin lama menstruasi berlangsung,

kontraksi uterus akan semakin sering terjadi sehingga dapat

menyebabkan nyeri pada perut bagian bawah.

c. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga merupakan faktor resiko yang dapat

meningkatkan kemungkinan terjadinya dismonorea. Dua dari

tiga wanita menderita disminorea mempunyai riwayat keluarga

disminorea pada keluarganya (Dhewi, 2016)

Terdapat korelasi yang kuat antara predisposisi familial

dengan disminorea. Hal ini disebabkan adanya faktor genetik

yang mempengaruhi sehingga apabila ada keluarga yang

mengalami dismonorea cenderung mempengaruhi psikis wanita

tersebut (Larasati, 2016)

Hubungan yang signifikat pada riwayat disminorea

keluarga diperkuat oleh teori bahwa kondisi anatomi dan

fisiologi seseorang hampir sama dengan orang tua dan saudara-

saudaranya dengan resiko mengalami disminorea primer 3 kali

lebih tinggi dibandingkan yang tidak memiliki riwayat

disminorea (Angelia, 2017)

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa

seseorang yang memiliki riwayat keluarga mengalami


disminorea berisiko 3 kali lebih tinggi mengalami disminorea.

Hal ini dikarenakan kondisi anatomi dan fisiologi seseorang

hampir sama dengan keluarga kandung.

Dalam studi kasus (Azagew et al., 2020) riwayat keluarga

positif disminorea merupakan faktor penentu disminorea

primer. Wanita yang memiliki riwayat keluarga positif

disminorea lima kali lebih mungkin untuk menglamani

disminorea, dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki

riwayat keluarga disminorea.

d. Jumlah aliran menstruasi

Wanita dengan menstruasi banyak akan rentan terjadi

disminorea, karena perdarahan banyak akan membuat semakin

banyak prostaglandin yang dikeluarkan. Produksi prostaglandin

yang berlebihan menimbulakn rasa nyeri, sedangkan kontraksi

uterus ysng terus menerus menyebabkan suplayi darah ke

uterus berhenti dan terjadi disminorea

e. BMI (Indeks Massa Tubuh)

Kejadian disminorea berhubungan dengan status gizi seorang

wanita. Salah satu pengukuran status gizi yaitu berdasarkan

BMI(Indeks masa tubuh). Wanita dengan indeks massa tubuh

kurang dari berat badan normal dan kelebihan berat badan

(overweigh) lebih mungkin untuk menderita disminorea jika

dibandingkan dengan wanita dengan BMI normal (Larasati,

2016).
Remaja yang mempunyai kadar lemak tinggi dalam tubuh

juga akan mempengaruhi produksi hormon estrogen yang juga

diproduksi oleh jaringan adiposa selain diproduksi oleh

ovarium sehingga kadar estrogen menjadi tidak normal,

cenderung tinggi. Kadar estrogen yang tidak seimbang inilah

yang dapat menyebabkan gangguan menstruasi (Novita, 2018)

Hasil penelitian (Oktorika et al., 2020) dari 131 responden

(100%). Yang memiliki bmi tidak ideal sebanyak 70 orang

(100%), ada sebanyak 17 orang (27,9%) responden yang skala

nyeri ringan, sedangkan yang memiliki bmi tubuh ideal

sebanyak 70 orang (100%), terdapat 19 orang (27,1%)

responden yang mengalami skala nyeri disminorea berat.

Berdasarka uji statistik diperoleh nilai p value=0,001 (p<0,05),

dengan derajat kemaknaan (a=0,050. Ini berarti ada hubungan

bmi dengan skala nyeri disminorea di SMA Negeri 2 Kampar.


2.4 Kerangka teori.

Menstruasi

Terjadinya peningkatkan
prostaglandin yang merangsang otot-
otot halus dinding rahim untuk
berkontraksi

Faktor-faktor yang mempengaruhi


kejadian dysmenorrhea

 Usia menarche
 Siklus menstruasi
Disminorea
 Riwayat keluarga
 Aliran menstruasi
 BMI (Indeks Massa Tubuh)
 Olahraga
 Mengkonsumsi alkohol
 Merokok
 Stress
 Makanan cepat saji
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realistis agar

dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang

menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik variabel yang

diteliti maupun yang tidak diteliti). Kerangka konsep akan

membantu penelitian menghubungkan hasil penemuan teori

(Nursalam, 2016).

Variabel Dependen
Variabel Independen
Kejadian disminorea
 Usia menarche
 Siklus menstruasi
 Riwayat keluarga
 Aliran menstruasi
 BMI (Indeks
Variable confounding
Massa Tubuh)
 Olahraga
 Mengkonsumsi
alkohol
 Merokok
 Stress
 Makanan cepat
saji
Keterangan :

: diteliti

: tidak diteliti

Gambar 3.1 kerangka konsep analisis faktor-faktor yang


mempengaruhi terjadinya disminorea diasrama XI
Muzamzamah Chosyi’ah Pondok Pesantren Darul Ulum
Jombang
3.2 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari semua masalah

atau pertanyaan penelitian (Nursalam, 20116). Hipotesis dapat

diartikan sebagai suatu pernyataan asumsi tentang hubungan

antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab

suatu pertanyaan dalam penelitian. Setiap hipotesis terdiri atas

suatu unit atau bagian dari permasalahan (Nursalam, 2016).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

1. Usia menarche mempengaruhi kejadian dsymenorea

2. Siklus menstruasi mempengaruhi kejadian dysmenorhea

3. Riwayat keluarga mempengaruhi kejadian dysmenorhea

4. Aliran menstruasi mempengaruhi dysmenorhea

5. BMI (Massa Indeks Tubuh) mempengaruhi kejadian

dysmenorhea

BAB 4
Keadaan gizi

Kesehatan umum

Faktor keturunan
METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian merupakan suatu cara untuk

memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan atau pemecahan

suatu masalah, pada dasarnya menggunakan metode ilmiah

(Notoadmodjo, 2010). Desain penelitian adalah suatu virtual

dalam penelitian yang memungkinkan, memaksimalkan kontrol

beberapa faktor yang bisa mempengaruhi valisitas suatu hasil

(Nursalam, 2018)

Desain penelitian

Rencana penelitian dan desain penelitian merupakan

sesuatu yang sangat penting dalam penelitian, memungkinkan

pengontrolan maksimal beberapa faktor yang mempengaruhi

akurasi suatu hasil. Rencangan juga dapat digunakan peneliti

sebagai petunjuk dalam perencanaan dan pelaksanaan

penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau menjawab suatu

pertanyaan penelitian (Nursalam, 2018)

Berdasarkan tujuan, peneliti menggunakan metode

penelitian survey analitik dengan menggunakan pendekatan

case control yang bertujuan untuk menentukan faktor apakah

yang terjadi sebelum atau bersama-sama tanpa adanya suatu

intervensi dari peneliti. melakukan pengukuran atau

pengamatan pada saat bersamaan(sekali waktu) faktor-faktor

yang mempengaruhi terjadinya disminorea pada remaja putri

asrama Muzamzamah Chosyi’ah Darul ‘Ulum Jombang


Kerangka kerja

Kerangka kerja atau kerangka operasional adalah

pertahanan (langkah-langkah dalam aktivitas ilmiah), mulai

dari penetapan populasi, sempel, dan seterusnya, yaitu kegiatan

atau tahapan proses sejak awal penelitian akan dilaksanakan

(Nursalam, 2018) Desain Penelitian

Case control

Populasi

Semua remaja putri di Asrama Muzamzamah Chosyi’ah Darul ‘Ulum Jombang

Teknik sampling

Purpose sampling

Sampel

Penggumpulan data

Menggunakan kuisioner

Analisis data

Penyajian hasil penelitian


Kesimpulan dan saran

Berdasarkan tujuan, peneliti menggunakan metode

penelitian

Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono 2017). Populasi

dalam penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria yang

telah ditetapkan (Nursalam, 2018). Dalam penelitian ini,

populasi adalah remaja putri di Asrama Muzamzamah

Chosyi’ah Darul ‘Ulum Jombamg sebanyak

Sempel

Sempel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut. (Sugiyono, 2017) Sempel

merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi (Notoatmojo, 2010). Sempel terdiri atas bagian bagian

populasi terjangkau yang dapat digunakan sebagai subjek

penelitian melalui sempling (Nursalam, 2018). Sempel dalam


penelitian ini adalaha remaja putri di Asrama Muzamzamah

Chosyi’ah Darul ‘Ulum Jombang.

Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi

untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan

cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sempel, agar

memperoleh sempel yang benar-benar sesuai dengan

keseluruhan subyek penelitian (Nursalam. 2018). Penelitian ini

menggunakan purposive sampling, yaitu teknik penentuan

sempel dengan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti

sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah

diketahui sebelumnya (Sugiyono, 2014).

Identifikasi variabel dan definisi operasional

Definisi variabel

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang

memberikan nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan

lain-lain). Variabel juga merupakan konsep dari berbagai level

abstrak yang didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk

pengukuran dan atau manipulasi suatu penelitian (Nursalam,

2018) .

Variabel penelitian ini terdiri dari variabel independent dan

dependenta.

a. Variabel independent (bebas)


Variabel independent adalah variabel yang

mempengaruhi atau nilainya menentukan variabel lain.

Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh peneliti

menciptakan suatu dampak pada variabel dependen

(Nursalam, 2018)

Variabel independent dalam penelitian ini adalah usia

menarche, siklus menstruasi, riwayat keluarga, jumlah

aliran menstruasi, dan BMI (Indeks Massa Tubuh)

b. Variabel dependen( terikat)

Variabel yang dipengaruhi nilainya oleh variabel lain.

Variabel respon akan muncul sebagai akibat dari

manipulasi variabel-variabel lain (Nursalam, 2018)

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

disminorea

c. Variabel perancu (confounding)

Variabel perancu adalah variabel yang nilainya ikut

menentukan variabel baik secara langsung maupun

tidak langsung (Nursalam, 2018)

Dalam penelitian ini variabel perancunya adalah

olahraga, mengkonsumsi alkohol, merokok, stress,

makanan cepat saji.

Definisi operasional

Definisi operasional adalah menjelaskan semua variabel

dan istilah yang digunakan dalam penelitian secara


operasional, sehingga mempermudah pembaca atau

penguji dalam mengartikan makna penelitian

(Nursalam, 2018)

Definisi operasional dalam penelitian

Tabel

Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang

digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar

pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik

(Sugiono, 2014). Instrumen penelitian adalah alat pada

waktu penelitian menggunakan suatu metode (Arikunto,

2013)

Instrumen yang digunakan pengumpulan data pada

penelitian ini adalah dengan kuisioner pada remaja

putri.

Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Asrama Muzamzamah

Chosyi’ah Pondok Pesantren Darul ‘Ulum Jombang

pada......

Analisis data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

a. Analisis univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelasakan

atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel

penelitian. Analisis ini menghasilkan distribusi

Anda mungkin juga menyukai