Makalah Askep Gerontik (UAS) - Sharon Tukimin
Makalah Askep Gerontik (UAS) - Sharon Tukimin
MK : KEPERAWATAN GERONTIK
DOSEN : Dr. Wiwit Ciptaningsih Haryanto, S.Kep., Ns., MMR
DISUSUN OLEH :
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami
mampu menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun makalah
ini merupakan salah satu tugas Ujian Akhir Semester dari mata kuliah
Keperawatan Gerontik.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak
bantuan dari berbagai pihak dan sumber. Karena itu kami sangat
menghargai bantuan dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan
dukungan juga semangat, buku-buku dan beberapa sumber lainnya
sehingga tugas ini bisa terwujud. Oleh karena itu, melalui media ini kami
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya
dan jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu
pengetahuan yang kami miliki. Maka itu kami dari pihak penyusun sangat
mengharapkan saran dan kritik yang dapat memotivasi saya agar dapat
lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi
B. Klasifikasi
I. Pengkajian
IV. Evaluasi
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan di negara
maju dan negara berkembang, maka bertambahlah usia harapan hidup
penduduk negara tersebut. Hal ini berarti, akan bertambahnya populasi
penduduk lanjut usia (lansia). Di Indonesia dan beberapa negara
berkembang lainnya seseorang dikelompokkan ke dalam golongan lansia
jika umur kronologisnya sudah 60 tahun (Kane, 1994).
Penyakit pada usia lanjut dengan gejala khas yaitu multipatologi
(lebih dari satu penyakit), kemampuan fisiologis tubuh yang sudah menurun,
tampilan gejala yang tidak khas/ menyimpang, dan penurunan status
fungsional (kemampuan kreraktivitas). Penyakit- penyakit yang ditemukan
pada pasien geriatri umumnya adalah penyakit degeneratif kronik (Kane,
1994).
Setiap orang pasti ingin memiliki masa tua yang bahagia tetapi
keinginan tidaklah selalu dapat menjadi nyata. Pada kehidupan nyata,
banyak sekali lansia-lansia yang menjadi depresi, stress, dan berpenyakitan.
Banyak kita temukan lansia yang dikirim ke panti jompo dan tidak terurus
oleh keluarga, ada lansia yang diasingkan dari kehidupan anak cucunya
meskipun hidup dalam lingkungan yang sama, ada lansia yang masih harus
bekerja keras meskipun sudah tua, dan masih banyak hal-hal lainnya yang
menjadi penyebab (Lueckenotte, 2000; Hall & Hassett, 2002).
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang porfesional mempunyai
kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan/asuhan
keperawatan yang komprehensif dengan membantu klien memenuhi
kebutuhan dasar yang holistik. Perawat memandang klien sebagai mahluk
bio-psiko-sosiokultural dan spiritual yang berespon secara holistik dan unik
terhadap perubahan kesehatan atau pada keadaan krisis. Asuhan
keperawatan yang diberikan oleh perawat tidak bisa terlepas dari aspek
spiritual yang merupakan bagian integral dari interaksi perawat dengan
klien. Perawat berusaha untuk membantu memenuhi kebutuhan spiritual
klien sebagai bagian dari kebutuhan yang menyeluruh, klien antara lain
dengan memfasilitasi pemenuhan kebutuhan spiritual klien tersebut,
walaupun perawat dan klien tidak mempunyai keyakinan spiritual atau
keagamaan yang sama.
Kebutuhan Psikososial juga nerupakan kebutuhan dasar bagi lansia.
Di sini perawat mempunyai peranan penting mengadakan pendekatan
edukatifpada klien lanjut usia, perawat dapat berperan seebagai supporter,
interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia
yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki
kesabaran dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk
keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perrawat harus selalu memegang
prinsip “Tripple S”, yaitu Sabar, Simpatik, dan Service.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka kami tertarik untuk
mengambil judul makalah Asuhan Keperawatan Lansia Terhadap Gangguan
Psikososial.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada lansia (lanjut usia)
dengan gangguan psikososial
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Profesi Perawat
Memberikan kesadaran bagi perawat tentang pentingnya kebutuhan
psikososial pada pasien lansia sehingga diharapkan perawat berusaha
untuk mengoptimalkan perannya dalam memberikan asuhan
keperawatan psikososial pasien lansia.
2. Bagi Pelayanan Kesehatan (RS) Sebagai masukan khususnya bagi
bidang perawatan RSU serta sebagai dasar untuk perencanaan
meningkatkan asuhan keperawatan psikososial secara optimal.
3. Bagi institusi pendidikan Memberikan informasi kepada peneliti untuk
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kualita asuhan keperawatan
psikososial di setiap unit perawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Proses asuhan keperawatan pada usia lanjut adalah kegiatan
yang dimaksuddkan untuk memberikan bantuan, bimbingan, pengawasan,
perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu, seperti di
rumah/lingkungan keluarga, panti werda maupun puskesmas, yang diberikan
oleh perawat untuk asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh
anggota keluarga atau petugas social yang bukan tenaga keperawatan,
diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga
keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti (Depkes,
1993 1b).
B. KLASIFIKASI
b. Pendekatan social
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah
satu upaya perawat dalam pendekatan social. Memberikan kesempatan
untuk berkumpul bersama dengan sesame kklien lanjut usia berarti
menciptakan sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan social ini merupakan suatu
pegangan bagi perawat bahwa orang yang diahadapinya adalah makhluk
social yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya perawat dapat
menciptakan hubungan social antara lanjut usia dan lanju usia dan perawat
sendiri.
Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para
lanjut usia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, missal
jalan pagi, menonton film, atau hiburan-hiburan lain.
Para lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar,
seperti menonton televise, mendengarkan radio, atau membaca surat kabar
dan majalah. Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam
perawatan tidak kalah pentingnya denganh upaya pengobatan medis dalam
proses penyenbuhan atau ketenangan para klien lanjut usia.
Tidak sedikit klien tidak dapat tidur karena stress, stress memikirkan
penyakit, biaya hidup, keluarga yang di rumah sehingga menimbulkan
kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Untuk
menghilangkan rasa jemu dan menimbulkan perhatian terhadap
sekelilingnya perlu diberi kesempatan kepada
lanjut usia untuk menikmati keadaan di luar, agar merasa masih ada
hubungan dengan dunia luar.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian di antara lanjut
usia (terutama yang tinggal dip anti werda), hal ini dapat diatasi dengan
berbagai usaha, antara lain selalu mengadakan kontak dengan mereka,
senasib dan sepenanggungan, dan punya hak dan kewajiban bersama.
Dengan demikiian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik
sesama mereka maupun terhadap mempunyai hubungan komunikasi baik
sesame mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan
dengan pelayanan kesejahteraan social bagi lanjut usia dip anti werda.
III.Intervensi keperawatan
1) Diagnosa 1
Tujuan : Tidak Tidak terjadi Penurunan Harga Diri, Mampu
mengungkapkan perasaan.
a. Dorong pengungkapan perasaan, menerima apa yang dikatakannya.
Rasionalnya: membantu pasien/orang terdekat untuk memulai
menerima perubahan dan mengurangi ansietas mengenai perubahan
fungsi/gaya hidup.
b. Bantu pasien dengan menjelaskan hal-hal yang diharapkan dan hal-
hal tersebut mungkin di perlukan untuk dilepaskan atau dirubah.
Rasionalnya: memberi kesempatan untuk mengidentifikasi
kesalahan konsep dan mulai melihat pilihan-pilihan; meningkatkan
orientasi realita.
d. Berikan informasi dan penyerahan ke sumber-sumber komunitas.
Rasionalnya: memungkinkan pasien untuk berhubungan dengan
grup yang diminati dengan cara yang membantu dan perlengkapan
pendukung, pelayanan dan konseling.
2) Diagnosa 2:
Tujuan : Koping positif individu meningkat, tidak terjadi
kesalahan konsep
a. Kaji munculnya kemampuan koping positif, misalnya penggunaan
teknik relaksasi keinginan untuk mengekspresikan perasaan.
Rasionalnya: jika individu memiliki kemampuan koping yang
berhasil dilakukan dimasa lampau, mungkin dapat digunakan
sekarang untuk mengatasi tegangan dan memelihara rasa kontrol
individu
b. Perbaiki kesalahan konsep yang mungkin dimiliki pasien.
Rasionalnya: membantu mengidentifikasi dan membenarkan
persepsi realita dan memungkinkan dimulainya usaha
pemecahan masalah.
3) Diagnosa 3:
Tujuan : Mengatasi Ansietas / rasa takut
a. Pahami rasa takut/ansietas
Rasionalnya: perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk
terbuka sehingga dapat mendiskusikan dan menghadapinya.
b. Kaji tingkat realita bahaya bagi pasien dan tingkat ansietas.
Rasionalnya: respon individu dapat bervariasi tergantung pada
pola kultural yang dipelajari. Persepsi yang menyimpang dari
situasi mungkin dapat memperbesar perasaan.
c. Dorong pasien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi saat ini
dan apa yang telah terjadi untuk mengantisipasi perasaan tidak
tertolong dan ansietas.
Rasionalnya: menyediakan petunjuk untuk membantu pasien dalam
mengembangkan kemampuan koping dan memperbaiki
ekuilibrium.
4) Diagnosa 4:
Tujuan : Meningkatkan kualitas Spritual, kultural dan
Kesehatan
a. Tentukan kepercayaan kultural, spiritual dan kesehatan.
Rasionalnya: memberikan wawasan mengenai
pemikiran/faktor-faktor yang berhubungan dengan situasi individu.
Kepercayaan akan meningkatkan persepsi pasien tentang situasi
dan partisipasi dalam regimen keperawatan.
E. Evaluasi
1. Pasien mampu mengidentifikasi adanya kekuatan dan pandangan diri
sebagai orang yang mampu mengatasi masalahnya.
2. Pasien mampu menunjukkan kewaspadaan dari koping
pribadi/kemampuan memecahkan maslah.
3. Pasien mampu melakukan relaksasi dan melaporkan berkurangnya
ansietas ke tingkat yang dapat diatasi.
4. Pasien dapat menunjukkan pengetahuan yang akurat akan penyakit dan
pemahaman regimen pengobatan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahsan maka dapat disimpulkan bahwa :
Proses asuhan keperawatan pada usia lanjut adalah kegiatan yang
dimaksuddkan untuk memberikan bantuan, bimbingan, pengawasan,
perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu, seperti di
rumah/lingkungan keluarga, panti werda maupun puskesmas, yang diberikan
oleh perawat untuk asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh
anggota keluarga atau petugas social yang bukan tenaga keperawatan,
diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga
keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti (Depkes,
1993 1b).
Di sini perawat mempunyai peranan penting mengadakan
pendekatan edukatifpada klien lanjut usia, perawat dapat berperan seebagai
supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai
penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan waktu yang cukup banyak untuk
menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas.
Perrawat harus selalu memegang prinsip “Tripple S”, yaitu Sabar,
Simpatik, dan Service.
Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta
kasih dari lingkugan, termasuk perawat yang memberikan perawatan. Untuk
itu perawat harus selalu menciptakan suasana aman, tidak gaduh,
membiarkan mereka melkukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi
yang dimilikinya.
Perawat harus dapat membangkitkan semangat dan kreasi klien
lanjut usia dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa rendah
diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik, dan
kelainan yang dideritanya.
B. Saran
Intervensi yang diberikan oleh perawat lebih luas tidak sebatas
pada pemenuhan kewajiban psikososial . Intervensi belum dapat dilakukan
secara optimal karena adanya faktor penghambat yang berasal dari perawat,
situasi ruang perawatan yang sibuk oleh tugas rutinitas, dan adanya petugas
kerohanian. Perbedaan pelaksanaan ritual pada pasien lansia dalam
memenuhi kebutuhan psikososial. Pelaksanaan ritual yang dijalankan oleh
pasien lansia yang satu dengan pasien lansia yang lain berbeda-beda yang
dipengaruhi oleh tingkat psikososial, perkembangan, pengalaman, kondisi
sakit, agama atau kepercayaan yang dianut pasien.
DAFTAR PUSTAKA