Ketua Peneliti
Bandiyah, S.Fil.,M.A (NIDN 0003098104)
Anggota
1. Dra. Nazrina Zuryani, M.A.,PhD (NIDN 0023026503)
2. Dr. Piers Andreas Noak,S.H.,M.A (NIDN 0017026304)
3. Tedi Erviantono,S.IP.,M.Si (NIDN 0002057608)
Penelitian ini di biayai oleh Dana PNBP UNUD Melalui Dana Fakultas
IlmuSosial dan Ilmu Politik sesuai dengan Kontrak Perjanjian no :
825/UN14.47/PNL.01.03.00/2015, Tanggal 25 Mei 2015
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................... ii
a. Latar Belakang
Partai politik dikenal sebagai organisasi publik yang memiliki peranan penting
dalam suatu negara, tuntutan akan good governance dalam partai politik tidak dapat
dihindarkan. Good governance mengandung arti yang sinergis dan konstruktif di
antara negara, sektor swasta dan masyarakat (society). Dalam hal ini adalah
kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip
profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, partisipasi, pelayanan prima, demokrasi
dan sebagainya yang dapat diterima oleh seluruh elemen masyarakat.
Studi literatur dari Dahnil Anzar (2011) yang menyatakan bahwa parpol masih
miskin akuntabilitas, terutama dalam transparansi laporan keuangan kepada publik,
termasuk transparansi laporan public terkait sumber-sumber keuangan yang diperoleh
dalam membiayai kegiatan partai politik. Senada dengan hasil research di atas,
banyak partai politik juga yang kurang transparan. Hal ini dibuktikan dengan hasil
survey yang dilakukan oleh Lembaga Transparancy Internasional Indonesia (LTII)
tahun (2012-2013) bahwa dana partai politik secara keseluruhan berada dalam
kategori tidak transparan. Ketiadaan akuntabilitas atau tidaknya suatu partai politik
juga perlu dilihat dari berfungsi tidaknya mekanisme kontrol public dari masyarakat
dan pemerintah terhadap partai politik dan juga pengawasan di internal partai itu
sendiri.
Selain akuntabilitas, yang perlu dicermati dalam rangka mewujudkan good
governance dalam tubuh partai politik adalah ada tidaknya ruang partisipasi untuk
masyarakat. Partisipasi yang dimaksud di sini adalah partai membuka ruang aktivitas
masyarakat mengambil bagian di dalamnya (Word bank:1996). Belum semua partai
politik terbuka dan mengambil peran mengakomodasi kepentingan masyarakat, sebab
sebagian partai masih dianggap ekslusif dan hanya orang-orang tertentu yang bisa
menjadi kader, pengurus partai atupun anggota dewan dari partainya.
Pertanggungjawaban yang sangat minim dalam akuntabilitas pengelolaan
keuangan dan rendahnya ruang masyarakat untuk serta berpartisisipasi dalam
penataan kelembagaan maupun rekruitmen keanggotaan dan pengkaderan,
mengharuskan organisasi publik ini turut mempertanggungjawabkan terhadap seluruh
tindakannya kepada masyarakat. Melalui transparansi, akuntabilitas sumber dan
pengelolaan keuangan partai politik, maka public akan mudah mengawasi dan menilai
kebijakan serta gerakan politik yang dilakukan oleh partai, sebaliknya bila partai
politik tidak akuntabel maka niscaya korupsi kolusi dan nepotisme pun tidak
terhindari.
Studi ini hadir untuk mengembangkan kurikulum berbasis KKNI yang
menyetarakan, dan mengintegrasikan bidang pendidikan, latihan, juga
mengembangkan kompetensi dosen di bidang keilmuan politik khususnya mata kuliah
partai politik. Studi ini diharapkan akan melahirkan luaran baru dari kajian ini yang
bisa berbentuk muatan studi konsentarasi atau mata kuliah pilihan di program studi
ilmu politik. Maka hal ini menjadi kewajiban sekaligus tantangan bagi dosen Program
Studi Ilmu Politik untuk mengasah, mengembangkan kemampuan analisis, rekayasa
sosial politik, guna menciptakan SDM handal profesional dan berkompeten dalam
keilmuan politik.
b. Tujuan Khusus
Sasaran penelitian ini adalah mengembangkan unggulan keilmuan Program
Studi Ilmu Politik, khususnya dalam mata kuliah Kepartaian. Mata kuliah
“kepartaian” yang telah diberikan di kelas dirasa masih terkesan konseptual, dan
teoritis, belum banyak mengambil sisi parktis yang secara langsung menjajaki
keberadaan akuntabilitas keuangan dan partisipasi partai politik yang sesunguhnya.
Oleh karenanya, kajian ini disajikan untuk mendobrak paradigma politik kepartaian
yang idealistik, konseptual, teoritis menjadi aplikatif, realitis dan factual yang
selanjutnya dapat dijadikan model pembelajaran dalam perkuliahan yang berbeda
sebelumnya. Untuk dapat mempermudah pengambilan data, kajian ini juga akan
melibatkan kurang lebih 15 mahasiswa yang terpilih (dalam I kelas) yang diperlukan
untuk membantu terlaksananya penelitian ini. Usulan penelitian ini disajikan
berbarengan dengan kegiatan perkuliahan di semester genap yang salah satu mata
kuliah kepartaian akan diajarkan di kelas mahasiswa semester empat Program Studi
Ilmu Politik. Di samping sebagai ajang kegiatan laboratorium mahasiswa Program
Studi Ilmu Politik dalam praktik mata kuliah kepartaian. Studi ini pada akhirnya akan
menjadi nilai tambah sebagai data pendukung untuk dummy buku ajar Akuntabilitas
Partai Poitik yang sedang dipersiapkan oleh Tim dosen Ilmu Politik FISIP Universitas
Udayana.
c. Kontribusi pada Ilmu Pengetahuan
Titik temu kepentingan (urgensi) penelitian ini adalah pertama, kebaharuan
hasil temuan-temuan yang akan dieksplorasi secara lebih dalam dan dianalisis
komparatif antara teoritis idealis menjadi praktis realitis. Kedua, mengetahui seberapa
jauh pemenuhan akuntabilitas dan partisipasi di dalam organisasi publik (partai
politik). Ketiga menganalisis, mengkritisi lebih dalam atas peninjauan ulang kembali
eksistensi partai politik baik dalam penekanan aspek regulasi pengelolaan keuangan
yang tegas yang diikat dengan kerangka dasar pemikiran yang matang. Akuntabilitas
dan partisipasi pada partai politik lebih diperuntukkan kemanfaatannya bagi
masyarakat umum misalnya dapat disampaikan melalui media dan website partai
politik itu sendiri. Sehingga akan memberikan nilai tambah kepercayaan publik
terhadap partai. Jika secara keseluruhan publik telah percaya terhadap partai politik,
maka akan berdampak pada pengelolaan organisasi publik yang kredibel, akuntabel,
bermartabat sehingga bersih dari penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme.
Tentu saja berbeda dengan ilmu sains dan teknologi, keuntungan berlipat
didapat dari peneliti ilmu pasti misalnya penemu senyawa ester kalanon untuk obat
anti kanker usus dan leukemia yang dibutuhkan di dunia kedokteran dan farmasi
mendapat hak paten kekayaan intelektual dan sekaligus royalti produknya di
masyarakat. Sedangkan peneliti ilmu sosial dan ilmu politik perlu berjuang keras
untuk mempatenkan hasil penelitiannya. Ilmu sosial politik bersifat sangat lentur
dalam perkembangannya melalui pakar-pakar dari negara-negara yang berhasil
menemukan teori sosial politik tersebut misalnya (Prancis, Jerman, Inggris, Amerika
dst) yang menurut Ramlan Surbakti hal ini di Indonesia pertanggung jawaban
keilmuan dan “ranah politik di dalam konstitusi kita belum demokratis” (2000:185),
bahkan konsep trias politika dilanggar karena legislatif lebih mendominasi (legislative
heavy) dalam penyelenggaraan pemerintahandi banding eksekutif dan yudikatif.
Sebenarnya, kebaharuan ilmu sosial dan ilmu politik sulit diukur karena
kepopulerannya melalui fakta sosial politik yang dijadikan wacana pengetahuan
komparatif. Duverger (2010) menjelaskan komposisi penduduk (sesuai umur, jenis
kelamin, tingkat sosio kultural, kelompok etnis hingga sebaran geografis) sangat
berperan dalam kehidupan politik suatu bangsa. Euphoria masyarakat sipil dalam
mengenal demokratisasi bergulir sejak reformasi politik Indonesia di tahun 1998.
Partai politik misalnya menjadi keras gaungnya pada saat mendekati pemilihan
umum. Rush dan Althoff (2011:126) menyebutnya partisipasi politik “ bentuk yang
aktif atau yang pasif” tersusun dari yang mulai menduduki jabatan, memberikan
dukungan keuangan” yang di Indonesia dikenal dengan nuansa ‘money politics’ dan
caleg/legislator hasil KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Oleh karena itu dalam
rangka membasmi KKN tersebut harus dimulai dengan menciptakan proses politik
yang sehat dan bersih dari politik uang. Proses politik yang sehat dan bersih ini harus
dilakukan dengan pembiayaan politik yang transparan dan akuntabel serta partisipatif
dalam kelembagaan,perekrutan, pengkaderan dan lain sebagainya.
b.Penelitian Terdahulu
Dahnil Anzar (2009) pernah meneliti permasalahan akuntabilitas keuangan
partai politik yang dilakukan di Propinsi Banten. Dengan metode kualitatif deskriptif
dan melalui pengamatan secara langsung pada masa kampanye sampai pemilihan
umum sekitar Januari sampai April 2009 dengan pendekatan studi ekonomi akuntansi
menghasilkan kajian sebagai berikut: bahwa laporan keuangan hasil pemilu dari enam
partai yaitu Demokrat, Golkar, PKS, PAN, PBB, dan Patriot hanya dua partai yang
memiliki laporan keuangan baik dalam standar ilmu akuntansi yaitu Partai Golkar dan
PKS. Lebih lanjut studi ini juga mengeksplorasi sumber-sumber keuangan dari
sumbangan para donator seperti teman, rekan kerja, saudara dan lain-lain yang hampir
sebagian partai yang disebutkan di atas tersebut tidak dimasukan dalam laporan
keuangan, dengan alasan sebagai uang sukarela.Sehingga laporan keuangan yang
dibuat terkesan fiktif tidak dijelaskan kenyataan yang sesungguhnya. Hasil kajian ini
juga menjelaskan bahwahampir sebagian besar partai politik tidak tertib dari awal
proses pengelolaan keuangan dan tidak mematuhi aturan dan kelayakan laporan
penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LPPDK). Dan penyusunan laporan
keuangan partai politik di Banten hanya dilakukan oleh calon legislative seorang dari
partai tersebut, disusun secara tidak benar dan tidak layak berdasarkan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku berbasis moral hazard dan ini menunjukkan adanya
akuntabilitas keuangan masih sangat rendah.
Masiyah Kholmi (2009) dalam penelitiannya yang berjudul ‘Presepsi
Pengurus Partai terhadap Akuntabilitas Keuangan Partai Politik di Kota
Malang’.Dengan menggunakan metode kuantitatif dengan mengambil populasi
pengurus partai DPD Kabupaten Jombang dan sample dari tujuh besar partai politik
ynag terpilih sebagaipeserta pemilu 2009 yaitu Demokrat,PDIP, Golkar,PKS,PAN,
PKB dan PPP. Dari hasil kajiannya disimpulkan bahwa pengurus partai politik
sependapat untuk menerapkan tiga kategori akuntabilitas dalam mengelola organisasi
partai, yaitu akuntabilitas keuangan tahunan, akuntabilitas keuangan dana kampanye
dan akuntabilitas politik keuangan dana bantuan APBD. Sebagian besar responden
menjawab sangat setuju (47,26 %) dan setuju (43,24%) adanya akuntabilitas
keuangan partai politik. Namun demikian, masih terdapat pengurus partai sangat tidak
setuju (2,31%) atas akuntabilitas keuangan partai politik, dan sangat tidak setuju jika
partai melakukan penyusunan program dan rencana keuangan. Partai membuat
rekening atas nama partai masing-masing prosentase jawaban respondent (17,65%).
Penelitian yang sejenis tetapi berbeda dalam penggunaan framework nya
dengan kajian penulis yakni diteliti oleh Emmy Hafidz bersama Internasional
Transparancy Indonesia tahun (2008) dengan judul “Laporan hasil Pengukuran
Tingkat Transparansi Pendanaan Partai Politik di Tingkat Dewan Pimpinan Pusat”.
Dengan metode kuantitatif melalui pendekatan survey dan penggunaan questioner
dari 9 partai di parlemen pusat, 5 partai sangat kooperatif terhadap survey yakni
Gerindra, PAN, PDIP, PKB, dan Hanura. 1 partai kooperatif yaitu PPP, 2 partai
kurang kooperatif, PKS dan Demokrat dan 1 partai tidak kooperatif yaitu Golkar. Dari
5 partai yang disurvey, terdapat 3 diantaranya sudah transparan dengan score di atas,
3,00 (Partai Gerindra, PAN, dan PDIP), 2 partai yang lain (PKB dan Hanura) belum
transparan. Dalam hal informasi yang wajib tersedia, rata-rata partai politik belum
transparan. Dalam hal informasi yang wajib dipublikasikan, hanya 2 partai (Gerindra
dan Pan yang sudah transparan). Dalam hal informasi yang wajib dilaporkan kepada
pemerintah, semua partai memiliki tingkat transparansi yang baik.
Sedangkan penelitian mengenai ruang partisipasi untuk masyarakat dalam
partai politik saat ini masih relatif sedikit. Baharuddin (2009) dalam penelitiannya:”
Optimalisasi Peran Partai Politik dalam Meningkatkan Partisipasi Politik Masyarakat
pada Pemilu Legislatif Berdasarkan UU no 2 tahun 2008 tentang partai Politk; Studi
di Kalimantan Barat”.Dengan metode penelitian hukum normatif dihasilkan bahwa
partai politik di Kalimantan Barat belum optimal dalam meningkatkan partisipasi
politik masyarakat dalam setiap pemilu legislatif. Hal ini disebabkan beberapa alasan
yakni masih adanya egosentrisme dan arogansi di partai politik, pendidikan politik
belum memadai,rekruitmen politik tidak tepat,adanya kepentingan sesaat pada partai
politik,kebanyakan masyarakat selalu dijadikan obyek bukan subyek. Selama ini
partai politik di Kalimantan Barat lebih banyak disibukkan dengan kegiatan partai
sendiri, baik itu konsolidasi dan penyelesaian konflik intern dalam tubuh partai serta
penentuan caleg menjelang pemlu legislatif, kedua, pembekalan-pembekalan terhadap
kader-kadernya ditujukan untuk kepentingan sendiri dan partai untuk mendulang
sebanyak-banyaknya suara dan perolehan kursi di lembaga perwakilan dimaa
masyarakat hanya dijadikan obyek semata-mata. Dan di Kalimantan Barat nampaknya
tidak ada gerakan-gerakan secara signifikant yang menyentuh secara langsung
kesadaran emosional dan kesadaran politik agar pemilu legislative menjadi bagian
yang terpenting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Partai politik tidak
memiliki visi dan strategi yang jelas dalam upaya meningkatkan partisipasi politik
masyarakat.
Perbedaan jelas telah terlihat bahwa penelitian terdahulu atau sebelumnya
memakai tinjauan akuntabilitas untuk memotret penyusunan laporan keuangan dana
kampanye pemilu legislative dan presiden. Sedangkan kajian penulis akan meneliti
akuntabilitassebagai pisau yang dipakai untuk membedah pengelolaan keuangan
partai politik baik untik penyusunan laporan keuangan partai untuk dana kampanye,
laporan keseharian, laporan dana yang bersuumber dari dana APBD dan lain
sebagainya yang berstandar akuntansi. Selain akuntabilitas, juga akan diteliti
mengenai ada tidaknya ruang partisipasi untuk masyarakat yang sudah dilakukan oleh
partai politik baik pada saat rekruitmen kader, pengurus,dan juga rekruitmen calon
anggota dewan. Karakteristik daerah tertentu seperti Bali yang mempunyai kekhasan
budaya dalam gerakan adatnyatentu bisa menghasilkan hasil riset yang berbeda dalam
akutabilitas partaipolitik, meskipun ragam partai politik di Indonesia adalah sama
baik dalam regulasi, aturan, tetapi mekanisme dan budaya kerja serta SDM tentu saja
berbeda sehingga menghasilkan karya yang bisa berbeda pula.
c. Kontribusi Penelitian ini
Keberadaan partai politik memainkan peran yang unik dan penting dalam
sistem pemerintahan demokrasi di Indonesia.Partai politik menjadi perantara antara
masyarakat dan pemerintah. Sebagai organisasi yang hidup di tengah masyarakat,
partai politik menyerap, merumuskan, dan mengagregasi kepentingan masyarakat,
sedangkan sebagai organisasi yang menempatkan kader-kadernya di lembaga
legislatif maupun eksekutif, partai politik menyampaikan dan mendesakkan
kepentingan masyarakat. Oleh karena dalam era demokrasi ini masyarakat
memberikan ekspektasi yang besar pada partai politik untuk memperjuangkan haknya
selama kuraang lebih 32 tahun terkukung dalam rezim “Orde Baru” yang represif.
Namun demikian, ibarat dua mata koin selain manfaat partai politik juga
memberikan sesuatu yang merugikan bagi masyarakat apalagi jika melihat bahwa hal
di atas bersifat normatif sementara realita bicara lain. Peneliti CSIS JosefKristiadi
(anonim, 2011 dalam kompas.com) mengatakan perilaku elite yang berorientasi
kepada kekuasaan subyektif mengakibatkan transformasi politik masyarakat belum
banyak mencapai kemajuan. Manuver politik didominasi oleh “nafsu berkuasa”
sehingga jagat politik Indonesia sarat dengan intrik, kompromi politik yang pragmatis
dan oportunis, politik uang, tebar pesona, janji-janji sebagai alat merayu dukungan
dan lain sebagainya. inilah beberapa hal yang menjadi alasan publik tidak
mempercayai partai politik. Untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap
partai politik, akuntabilitas, partisipasi dan transparansi mutlak diimplementasikan
terhadap seluruh partai politik.
Untuk itu, studi ini disajikan dalam rangka mengukur pemenuhan akuntabilitas
partai politik, serta membukaruang partisipasi masyarakat di dalam organisasi partai
politikdan sebaliknya partai melakukan aksi partisipasi kepada masyarakat. Bila partai
akuntabel dan partisipatif, maka pengembaliancitra kepercayaan masyarakat akan
terwujud, dan partai politik menjadi tumpuan kehidupan bernegara dan
berpemerintahan.
Setidaknya terdapat beberapa hal yang menunjukkan urgensi studi
akuntabilitas dan partisipasi dalam partai politik. Pertama, Partisipasi publik dalam
partai politik akan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi terwujudnya good
governance. Penyelenggara organisasi partai pun akan dapat memetik berbagai
keuntungan administratifdan politis bila ide ini diadopsi dalam proses pembuatan
kebijakan di partai politik. Hal ini dipertegas oleh riset Polgov UGM (Ketut Erawan
dkk,2007:11)Partisipasi publik dalam penyelenggaraan kegiatan di partai berhasil
menciptakan pola komunikasi politik yang baik antara penyelenggara organisasi
parpol dan konstituennya. Parpol bisa menggunakan berbagai sarana intermedia yang
disepakati bersama untuk menyaring berbagai opini dan isu publik.Sedangkan pada
saat yang bersamaan sarana intermediasi ini bisa didayagunakan untuk
mensosialisasikan dan mengkomunikasikan berbagai kepentingan bagi dewan di
legislatif sebagai refresentasi wakilrakyat kepada masyarakat secara efektif. Bila
komunikasi antara partai politik dan warga atau konstituen terus menerus berlangsung
secara efektif maka akan menjadi “common language” artinya partai selalu membawa
kepentingan public (umum) terkait dengan proses kebijakan dan pembangunan.
Masyarakat yang terlibat dalam proses partisipasi akan merasa turut sumbang
suara dalam keputusan-keputusan yang sudah diambil dalam program kegiatan
partaiyang sudah disepakati. Sehingga akan muncul berbagai ide segar dari warga
karena mereka selalu merasa menjadi warga bagian dari program kebijakan partai
politiknya. Bilakondisi ini berlangsung, maka kritik warga terhadap program
kebijakan yang ada akan terminimalisasi. Mereka akan punya kecenderungan untuk
menjaga harmoni agar kemitraan dan kolaborasi yang ada tetap berjalan. Dengan
menyediakan partisipasi publik, maka partai dan para perwakilan legislatifnya
mampu merumuskan desain kebijakan yang sensitif dengan konteks sosial yang
berkembang. Betapa keterlibatan publikdalam kegiatan dan program di organisasi
partai bisa memberikan implikasi positif dari penyelenggaraan kelembagaan publik
ini. Keuntungan tersebut tidak hanya menghasilkan hubungan yang semakin dekat
antara arah partai politik dengan komunitas-komunitas yang ada di masyarakat secara
luas tetapi juga menjadikan proses kebijakan yang ada berjalan lebih efektif dan
efisien.
Kedua, kontribusi atas kajian akuntabilitas pada partai politik tidak hanya
mempersoalkan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan saja yang harus transparan
dan akuntabel, namun juga diperlukan akuntabilitas social sebagai kontrak sosial yang
setidaknya memberi ruang bagi masyarakat untuk bersuara.Kajian akuntabilitas dapat
meningkatkan derajat responsifitas dari pemerintah daerah, dan juga
masyarakat,misalnya dalam akuntabiltas social partisipasi dan aspirasi masyarakat
dapat diserap secara maksimal. Dengan akntabilitas partai dapat meningkatkan
kontrol terhadap penggunaan anggaran, dengan ini dapat membantu proses
peningkatan sumber daya manusia di organisasi partai politik yang akan dipersiapkan
untuk menjadi wakil rakyat di parlemen. Sehingga pada akhirnya dapat
mengembalikan citra masyarakat terhadap kinerja organisasi partai politik.Hal ini
menjadi peluang untuk memperbaiki iklim investasi partai politik yang kredibel,
profesional serta berdaya saing dengan partai-partai di belahan dunia.
Luaran
a. Model pembelajaran
perkuliahan terbaru
berbasis hasil research
d. Menjadi pelengkap
dokumen, data untuk buku
ajar Akuntabilitas Partai
Politik yang sedang
dipersiapkan oleh tim
dosen di Prodi Ilmu
Politik tahun 2015.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Partai politik adalah organisasi publik, yang antara lain aktivitasnya sebagai
referesentasi publik, pendanaannya berasal dari anggaran APBN/APBD dan
memiliki fungsi sebagai kendaraan politik dan pembentuk kader politik berkualitas
yang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin bangsa dan negara. Oleh karena itu
organisasi ini memilik umpan balik yakni akuntabilitas social yang bertumpu pada
pelibatan masyarakat sepenuhnya. Salah satu pelibatan masyarakat adalah bentuk
partisipasi dalam memperkuat kelembagaan mengontrol pengawasan keuangan,
menjadi bagian dari kader partai yang transparan dan jenjang karier yang jelas.
Semua partai politik dalam kajian ini belum menunjukkan daya dan upaya ke
arah pencapaian akuntabilitas. Partai politik di daerah terkesan hanya partai cabang
sehingga aturan tupoksi dan lainnya harus menunggu intruksi dari pusat. Dengan
demikian partai di tingkat lokal belum otonom, berdaya, mandiri dan juga akuntabel.
Keyataan siapa kubu yang menang juga telah didukung oleh putusan (PTUN)
Pengadilan Tata Usaha Negara, Bali Pos (18/5/2015) lalu yang mengabulkan sebagian
gugatan Golkar kubu Abu Rizal bakri (Ical) terhadap SK Menkum HAM tentang
pengesahan kepengurusan Golkar Kubu Agung Laksono yang dinilai sebagai
keputusan yang benar secara regulatif. Untuk meredam konflik berkelanjutan di
Golkar sepatutnya salah satu kubu munas harus legowo, utamanya dengan menerima
putusan PTUN tersebut, agar kehidupan partai Golkar berjalan dengan damai sentosa
dan khususnya dalam rangka menyiapkan pertarungan politik pilkada serentak
Desember 2015 yang akan datang. Namun rupanya hingga tulisan ini disajikan,islah
Golkar belum menemukan titik terang. Persamaan pandangan ideologi antara kedua
kubu tersebut dalam membangun partai dirasa belum kuat dan sehat, yang
dikedepankan masih pada kepentingan politik masing-masing kedua kubu yang
berseteru tersebut. Namun demikian di Bulan Agustus 2015 kubu Abu Rizal bakri
yang akhirnya memenangkan konflik internal partai pohon beringin tersebut.
3. Proses Rekrutmen, Sistem Pengkaderan Partai PDIP
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memiliki model rekruitmen
dan kaderisasi berbeda dengan Partai Golkar ataupun Demokrat. Dari hasil penelitian
Gylang Virgo Panantang (2009) di Wilayah jawa Timur, menjelaskan bahwa model
rekrutmen yang diterapkan oleh PDIP terdiri dari dua cara pertama, membuka
keinginan individu untuk bergabung menjadi anggota partai, dan kedua, PDIP proaktif
turun ke masyarakat mencari orang yang mempunyai potensi tinggi di bidang
akademis maupun tokoh masyarakat yang berpengaruh besar di wilayahnya. Para
calon anggota yang sudah terpilih dari dua strategi di atas, akan masuk proses
rekrutmen selanjutnya yaitu pendaftaran dan harus memenuhi kriteria untuk bisa
menjadi anggota partai. Sedangkan model kaderisasi yang dikembangkan PDIP
dilakukan dengan dua model yaitu model kaderisasi kelas dan model kaderisasi
gerakan. Model kaderisasi kelas merupakan model kaderisasi berjenjang berupa
pemberian materi dalam bentuk pelatihan pendidikan politik kepada anggota PDIP di
setiap kabupaten dan kota mulai dari tingkat DPC yang disebut dengan kaderisasi
tingkat pratama, dan di tingkat propinsi DPD dilakukan dengan kaderisasi tingkat
madya sedangkan pada tingkat paling atas dilakukan kaderisasi tingkat utama yang
dilakukan oleh DPP pada tingkat nasional. Sedangkan kaderisasi dengan sistem
gerakan yaitu kaderisasi yang lebih berfokus pada kinerja kader di lapangan dalam
menjalankan program partai.
Model kaderisasi gerakan dibedakan menjadi tiga, pertama kemampuan kader
dalam memperjuangkan dan mementingkan aspirasi rakyat, pembentukan organisasi
sayap dan pembentukan jaringan. Dalam istilah lain pola kaderisasi yang
dikembangkan oleh PDIP adalah model sistem stelsel aktif yaitu suatu sistem yang
menerapkan bahwa setiap orang yang ingin menjadi kader partai harus aktif. Namun
demikian PDIP memiliiki kendala dalam rekruitmen anggota baru yang terletak pada
kemampuan komunikasi para kader dalam proses mempengaruhi para calon anggota
baru yang menjadi incaran partai. PDIP mendahulukan tindakan nyata dalam proses
pendekatan kepada masyarakat dengan membuat kegiatan kemasyarakatan untuk
menarik minat masyarakat ikut serta dalam sebuah kegiatan partai. (www.karya
ilmiah.um.ac.id/index.php/PPKN/articel/view/32477). Hal ini terindikasi dari
dominansi kader senioritas yang lebih diutamakan oleh PDIP. (red: survey kemitraan
2009).
Sebagai upaya meningkatkan kualitas kaderisasi anggota partai, dalam waktu
yang akan datang, PDIP telah menyiapkan rancangan sistem kaderisasi dengan pola
pengadaan sekolah bagi calon kepala daerah yang akan maju dalam pemilihan kepala
daerah (pelaksanaan Mei 2015). Sekolah ini menjadi pintu dan kendaraan politik
dalam menyiapkan kader-kader PDIP berkualitas yang mampu bekerja sesuai dengan
ideologi partai, memberikan pemahaman kader terhadap apa yang dibutuhkan rakyat
yang didasarkan pada pengutamaan kepentingan daerahnya masing-masing. Sekolah
ini diwajibkan kepada semua calon kepala daerah yang akan maju lewat PDIP dengan
masa pendidikan sekitar dua bulan dengan susunan materi yang diambil dari ideologi
partai, kepemimpinan, manajemen pemerintahan dan komunikasi politik (Kompas,
11-3-2015).
PDIP sebagai partai yang merepresentasikan diri sebagai partai ‘wong cilik’
memang sudah banyak dibuktikan dengan memperioritaskan perekrutan dari golongan
kelas bawah, namun tidak memperhitungkan backround anggota sebagai basic
kaderisasi partai di awal perekrutan, sehingga masih dianggap memiliki kelemahan
dalam proses kaderisasinya. Partai hanya terkesan peduli pada rakyat kecil tanpa
dibarengi dengan taburan kaderisasi sebagai nilai-nilai akuntabilitas dalam proses
rekruitmen ataupun pengkaderannya.
Hal ini dapat dilihat dari contoh di bawah ini. Dalam mempersiapkan pilkada
serentak di Bali Desember 2015 yang akan datang, PDIP sudah jauh hari membuka
penjaringan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebanyak banyaknya yang
berasal bukan dari kader partai (non kader) (Balipos 22 Mei 2015). Meskipun
penjaringan calon kepala daerah tersebut diikuti dengan Fit and Proper Test, ini
menunjukkan bahwa PDIP tidak memiliki konsistensi mengawal kader partai yang
berkualitas untuk dipromosikan menjadi calon kepala daerah yang pintar cerdas
integritas dan kredibel.
Dalam penanganan persoalan konflik Partai Gerindra belum secara aktif membuka
ruang publik untuk berdialog serta diskusi langsung dengan masyaraka, tetapi hanya
sebatas penyediaan media social kepada masyarakat yang ingin berinteraksi dengan
pejabat publik dari Partai Gerindra tidak termasuk penangan konflik partai. Sebab konflik
partai akan diselesaikan secara internal, bila partai tidak mampu maka akan dilimpahkan
kepada pemerintah daerah/pusat. Untuk mengakomodasi aspirasi publik Partai Gerindra
telah menyediakan askes website dan social media di setiap kantor DPP, sehingga apabila
masyarakat ingin menyalurkan aspirasi, bisa langsung mendatangi kantor partai atau
melalui web social media yang telah disediakan.
Pengkaderan dan sistemnya bagi Partai Gerindra merupakan hal penting yang
perlu diperhatikan demi membesarkan nama partai. Sebab semakin bagus kaderisasi partai
maka semakin besar partai tersebut demikian sebaliknya. Partai Gerindra telah melakukan
kaderiasasi secara berjenjang dan bertingkat mulai dari tahap keanggotaan, kader hingga
menjadi anggota dewan dan menjadi pengurus harian. Pengkaderan ini tidak hanya modal
materi semata tetapi juga sebagai modal pengetahuan politik dan pengembagan karier.
Para kader Gerindra yang menjadi legislatif diberikan pelatihan bela negara bersama TNI
sehingga jiwa karsa dan mentalnya terlatih dan bisa kuat serta solid dalam membangun
dan mengembangkan organisasi partai. Sedangkan untuk pengasawan kader di legislatif
Gerindra lebih mengandalkan sisi kemanusiawian, kebersamaan dan kepeduliaan antara
senioritas terhadap junioritas supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan
kata lain pengawasan tidak menjadi bagian penting bagi Partai Gerindra. Namun apabila
kader Gerindra terjerat kasus hukum maka tidak langsung dipecat tetapi akan dievaluasi
kasusnya apakah merugikan sekali terhadap negara dan partai atau masih bisa ditoleransi.
Sehingga bantuan hukum dan pengawalan dari partai akan segera diberikan.
Persoalan dana partai seperti pedang bermata dua, di satu sisi parpol merasa
memiliki kepentingan untuk menggenjot kembali keuangan partainya dengan
berharap menaikan bantuan 1000 kali lipatnya (1 T setiap partai). Padahal negara
mengalokasikan bantuan 108 pertahun atau 0.01 dolar Amerika Serikat untuk setiap
satu suara yang didaparkan dari pemilu. Bantuan negara tersebut memiliki
konsekuensi bahwa keuangan harus siap diaudit, dengan demikian sumber-sumber
keuangan parpol, termasuk yang selama ini dianggap tidak jelas asal usulnya dapat
segera dibongkar. Saat ini bantuan keuangan dari APBN untuk setiap parpol dihitung
berdasarkan jumlah suara yang diperoleh setelah pemilu dikalih 108. Dengan
hitungan tersebut, misalnya PDIP sebagai pemenang pemilu 2014, dapat bantuan
2.557.598.868 yang berasal dari 109 kursi atau 23,78 juta suara di DPR. Total bantuan
keuangan untuk 10 parpol yang lolos ke DPR berdasarkan hasil pemilu mencapai 13,2
miliar. Selain itu ada bantuan untuk parpol di daerah yang nilai keseluruhannya
Rp.385,4 miliar (Kompas 6 Agustus 2015).
Dalam Undang-undang no 8 tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan
DPRD serta PKPU No 17 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pelaporan Dana Kampanye
Peserta Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, bahwa partai peserta pemilu dan
perorangan untuk pemilu anggota DPD diwajibkan melaporkan secara tertulis
sejumlah biaya berupa uang, barang dan jasa yang digunakan peserta pemilu untuk
membiayai kegiatan kampanye pemilu. Besaran jumlah sumbangan dana kampanye
telah dibatasi oleh aturan tersebut di atas, bahwa sumbangan untuk parpol
perseorangan Max. Rp 1.000.000.000 sedangkan kelompok, perusahaan dan badan
usaha non pemerintah Max. Rp 7.500.000.000. untuk sumbangan calon DPD
perseorangan Max. Rp 250.000.000, sedangkan kelompok, perusahaan dan badan
usaha non pemerintah Max. Rp 500.000.000.
Setelah ditetapkan sebagai peserta pemilu, maka akan tercatat dalam periode I
tanggal 8 Januari 2013, tiga hari setelahnya parpol wajib membuka rekening khusus
dana kampanye yang terpisah dari rekening parpol. Setelah itu parpol harus
menyerahkan LPRKDK (laporan pembukaan rekening khusus dana kampanye) pada
KPU yang intinya menyelusuri ada tidaknya money politik yang dilakukan dalam
pencatatan keuangan dari awal sampai akhir masa kampanye. Sedangkan Periode II
dicatat 3 Maret – 6 April 2014 merupakan tutup buku laporan keuangan sebagai
peserta pemilu. Pada tanggal 27 April 2014 penerimaan laporan audit dari KAP
(Kantor Akuntan Publik) dan 13 Mei 2014 adalah akhir dari pelaporan atau
penyetoran laporan dana kampanye ke KPU Propinsi Bali.
Laporan hasil audit tersebut oleh KPU hanya dicatat secara administratif tanpa
tindaklanjut hasil dari audit tersebut. Sementara itu, KPU tidak mempunyai
kewenangan dalam hasil audit. Padahal dalam rangka menunjung nilai akuntabilitas
sangat diperlukan evaluasi hasil dari audit keuangan parpol, dengan harapan parpol
akan jera bila dikenai sangsi atau punishmen lainnya untuk parpol yang
menyelewengkan hak dan kewajibannya sebagai organisasi public. Bila dicermati
secara seksama sampai saat ini belum ada lembaga pemerintah atau lembaga
independen yang tercatat dalam undang - undang atau regulasi lainnya tentang siapa
yang berhak memberi sangsi organisasi partai dalam penyelewengan dana bantuan
partai. Kondisi ini merupakan kelemahan dari produk hukum Indonesia, dimana
aturan tidak pernah jelas dan bias, Indonesia memang kaya dengan aturan hukum
yang sudah dihasilkan, akan tetapi upaya penegakan dan sangsi hukum sering kali
diabaikan. Ditambah lagi aturan audit keuangan parpol oleh KAP hanya diberlakukan
pada dana pemilihan legislatif dan DPD saja, sedangkan untuk pilpres, pilkada selama
ini luput dari pengauditan.
Tabel 3. Hasil survey respon informasi dan transparansi keuangan partai politik Bali
30
25
20
Demokrat
15
PDIP
10 Golkar
5 Gerindra
0
Info wajib info wajib info wajib
tersedia publikasi lapor
Tabel 3. Penilaian Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Partai Politik di Bali
Dari hasil survey dan interview penggalian data, partai politik yang dikaji
dalam studi ini (PDIP, Golkar, Demokrat, dan Gerindra) dari segi akuntabilitas
kelembagaan sebagian besar telah memenuhi komponen penilaian, namun tidak
lengkap dan tidak terpenuhi sehingga nilai akuntabilitas menjadi berkurang. Dalam
penilaian akuntabilitas rekrutmen dan pengkaderan partai politik di wilayah Bali
kriteria penilaian banyak yang tidak terpenuhi sehingga pengkaderan belum
akuntabel. Sedangkan penilaian akuntabilitas keuangan partai politik memiliki varian
transparansi yang berbeda dalam memberikan respon informasi, namun demikian pula
tidak menunjukkan akuntabilitas keuangan secara keseluruhan. Misalnya Banyak
partai politik yang tidak memenuhi pencatatan, pelaporan keuangan secara
komputerisasi dalam standar akuntansi, tidak adanya buku kas tentang posisi
keuangan, laporan aktivitas, neraca dan yang paling krusial adalah pengelolaan
keuangan tidak diserahkan kepada ahli keilmuannya atau bendahara dari lulusan
akuntansi. Dengan kata lain baik kelembagaan, pengkaderan dan keuangan partai
politik dianggap tidak akuntabel.
.
DAFTAR PUSTAKA
Manheim, J.B and Rich, R.C (1981).Empirical Political Analysis: Research Method
in Political Science. Englewood Cliffs: Prentice-Hall,Inc.
Surbakti, R (20000. Kita Belum Punya Masyarakat Politik , dalam TonoS (ed.)’ Kita
Lebih Bodoh dari Generasi Soekarno- Hatta”. Jakarta: PT Visi gagas
Komunikasi
World Bank, 1996, The word Bank Participation Source Book, ESD word Bank
Sumber lain
Kristiadi, Josef (2011) dalam www. Kompas.com
Kompas, Pembiayaan Partai Politik;dana Parpol dan Keterbukaan Partai. 6 Agustus
2015 hal 5.
Loog Books ; Kegiatan dan Aktivitas Penelitian Unggulan Program Studi