Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEPERAWATAN KOMUNITAS II

“KONSEP RURAL, MIGRAN, DAN RURAL ”

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas II

Dosen Pembimbing Mata kuliah

Ibu Ns. Dely Maria P, M.Kep.,Sp.Kep.Kom

Disusun oleh :

Kelompok 3

Aulia Ramadhan Putra (17.156.01.11.049)


Citra Damayanti (17.156.01.11.051)
Dwi Anggun (17.156.01.11.057)
Fanny Puspitasari (17.156.01.11.060)
Rara Titanisya (17.156.01.11.071)
Yulia Rahman Mahmud (17.156.01.11.084)

4B KEPERAWATAN
STIKES MEDISTRA INDONESIA
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT, pencipta alam semesta, tidak
lupa sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. karena
atas rahmat dan karunia Allah tugas ini dapat kami selesaikan.

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas keperawatan komunitas II Studi S1


Keperawatan dan untuk memudahkan mahasiswa dalam memahami makalah ini.

Demikianlah makalah ini kami susun. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi
siapa saja yang membacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu, semua krtik dan saran senantiasa kami harapkan
untuk kesempurnaan makalah ini agar menjadi lebih baik.

Bekasi, 29 Desember 2020

Tim penyusun

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat desa dan kota dari dahulu memiliki sesuatu daya tarik untuk
diteliti lebih dalam. Banyak aspek-aspek yang menarik perhatian dan hubungan
antara desa dan kota tanpa disadari sangat kuat dan penting untuk dipahami secara
lebih mendalam. Dari permasalahan-permasalahan dalam masing-masing
masyarakat kelompok urban dan rural mendapatkan perhatian dan memiliki
sesuatu yang menarik.

Bukan hanya mengenai permasalahan yang ada dalam kedua kelompok


tersebut tetapi masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui apa itu kelompok
urban dan kelompok rural. Melihat kenyataan tersebut perlu dibuat sebuah
pembahasan yang sistematis yang mampu menjelaskan seperti apa komunitas
rural dan urban yang terjadi disekitar masyarakat.

Proses-proses terbentuknya masyarakat urban dan rural cukup menarik untuk


diamati dan dapat mengetahui bagaimana solusi yang diberikan akibat munculnya
kesua kelompok tersebut.

Migrasi penduduk/migrasi manusia adalah perpindahan penduduk dari suatu


daerah ke daerah lain, berjarak jauh dan terbentuk dalam kelompok yang besar
yang tujuannya adalah menetap di suatu daerah. Migrasi melintasi perbatasan
wilayah, provinsi, negara, atau Internasional. Secara historis gerakan inin
nomaden, sering menyebabkan konflik yang signifikan dengan penduduk pribumi
dengan perpindahan mereka atau asimilasi budaya. Hanya beberapa nomaden
telah mempertahankan bentuk gaya hidup di zaman modern.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pengertian Konsep rural dan urban?

2. Apa yang dimaksud dengan pengertian Konsep Migran?

3. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan rural,urban, dan migran?

C. Tujuan

1
1. Mengetahui pengertian Konsep rural dan urban

2. Mengetahui pengertian Konsep Migran.

3. Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan rural,urban, dan migran.

BAB II

2
PEMBAHASAN

A. Konsep rural dan urban

1. Pengertian Rural Community ( Masyarakat Pedesaan )

Pedesaan adalah gambaran orang, tempat dan hal – hal yang berkaitan
dengan kehidupan masyarakat desa yang sebagian besar bermatapencaharian
bertani. Menurut Paul H. Landis, desa adalah pendudunya kurang dari 2.500
jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut:

a. Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan


jiwa.

b. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan

c. Cara berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat

d. Dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan alam,


sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan

Komunitas desa adalah, sekumpulan orang yang tinggal jauh dari daerah
perkotaaan yang jumlah penduduknya kurang dari 2500 jiwa dan sebagian
besar bermatapencaharian bertani karena masih sangat bergantung pada alam.

2. Pengertian Urban Community ( Masyarakat Kota)

Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan


penduduk yang tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen, dan corak
kehidupan yang materialistik.

Masyarakat perkotaan sering juga disebut urban community. Pengertian


masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupan serta ciri-ciri
kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Masyarakat kota
memiliki tatanan yang heterogen sehingga kelompoknya lebih dinamis.
Masyarakat kota mempunyai daya tarik bagi masyarakat desa untuk
melakukan urbanisasi.

Perhatian khusus masyarakat kota tidak terbatas pada aspek-aspek seperti


pakaian, makanan dan perumahan, tetapi mempunyai perhatian lebih luas lagi.

3
3. Ciri Masyarakat Kota dan Desa

a. Masyarakat Kota (urban),yaitu:

1) Kehidupan keagamaan berkurang dibandingkan dengan kehidupan


agamadi Desa. Ini disebabkan cara berfikir yang rasional, yang
didasarkan padaperhitungan eksak yang berhubungan dengan realita
masyarakat. Cara kehidupan demikian mempunyai kecenderungan
kearah keduniawian(sekuler tren), dibandingkan dengan kehidupan
warga desa yangcenderung kearah agama (Relegius trend).

2) Orang kota biasanya mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung


padaorang lain.

3) Pembagian kerja diantara warga kota juga lebih tegas dan punya batas-
batasnyata.

4) Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan, juga


lebihbanyak diperoleh warga kota dari pada desa, karena pembagian
kerja yangtegas tersebut diatas.

5) Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut


masyarakat,perkotaan,menyebabkan interaksi-interaksi yang terjadi
lebih didasarkan pada faktorkepentingan daripada faktor pribadi.

6) Jalan kehidupan yang cepat dikota, mengakibatkan pentingnya


faktorwaktu, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting
untuk dapatmengejar kebutuhan-kebutuhan individu.

7) Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata dikota-kota, karena


kotabiasanya terbuka dalam menerima pengaruh luar.Masyarakat
dalam hal ini, dipandang sebagai satu komunitas yangtidak dapat
terlepas dari bagian lainnya yang saling tergantung satu sama lain.Dan
karakter masing-masing kelompok saling mempengaruhi dalam
prosesinteraksinya.

b. Ciri Masyarakat Desa

4
Masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup
bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka.
Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat
digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa. Namun
demikian, dengan adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era
informasi dan teknologi, terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah
“tidak berlaku”. Berikut ini disampaikan sejumlah karakteristik
masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka, yang
bersifat umum yang selama ini masih sering ditemui. Setidaknya, ini
menjadi salah satu wacana bagi kita yang akan bersama-sama hidup di
lingkungan pedesaan.

1) Sederhana

Sebagian besar masyarakat desa hidup dalam kesederhanaan.


Kesederhanaan ini terjadi karena dua hal:

a) Secara ekonomi memang tidak mampu

b) Secara budaya memang tidak senang menyombongkan diri.

2) Mudah curiga

Secara umum, masyarakat desa akan menaruh curiga pada:

a) Hal-hal baru di luar dirinya yang belum dipahaminya

b) Seseorang/sekelompok yang bagi komunitas mereka dianggap


“asing”

3) Menjunjung tinggi “unggah-ungguh”

Sebagai “orang Timur”, orang desa sangat menjunjung tinggi


kesopanan atau “unggah-ungguh” apabila:

a) Bertemu dengan tetangga

b) Berhadapan dengan pejabat

c) Berhadapan dengan orang yang lebih tua/dituakan

d) Berhadapan dengan orang yang lebih mampu secara ekonomi

5
e) Berhadapan dengan orang yang tinggi tingkat pendidikannya

4) Guyub, kekeluargaan

Sudah menjadi karakteristik khas bagi masyarakat desa bahwa suasana


kekeluargaan dan persaudaraan telah “mendarah-daging” dalam hati
sanubari mereka.

5) Lugas

“Berbicara apa adanya”, itulah ciri khas lain yang dimiliki masyarakat
desa. Mereka tidak peduli apakah ucapannya menyakitkan atau tidak
bagi orang lain karena memang mereka tidak berencana untuk
menyakiti orang lain. Kejujuran, itulah yang mereka miliki.

6) Tertutup dalam hal keuangan

Biasanya masyarakat desa akan menutup diri manakala ada orang yang
bertanya tentang sisi kemampuan ekonomi keluarga. Apalagi jika
orang tersebut belum begitu dikenalnya. Katakanlah, mahasiswa yang
sedang melakukan tugas penelitian survei pasti akan sulit
mendapatkan informasi tentang jumlah pendapatan dan pengeluaran
mereka.

7) Perasaan “minder” terhadap orang kota

Satu fenomena yang ditampakkan oleh masayarakat desa, baik secara


langsung ataupun tidak langsung ketika bertemu/bergaul dengan orang
kota adalah perasaan mindernya yang cukup besar. Biasanya mereka
cenderung untuk diam/tidak banyak omong.

8) Menghargai (“ngajeni”) orang lain

Masyarakat desa benar-benar memperhitungkan kebaikan orang lain


yang pernah diterimanya sebagai “patokan” untuk membalas budi
sebesar-besarnya. Balas budi ini tidak selalu dalam wujud material
tetapi juga dalam bentuk penghargaan sosial atau dalam bahasa Jawa
biasa disebut dengan “ngajeni”.

9) Jika diberi janji, akan selalu diingat

6
Bagi masyarakat desa, janji yang pernah diucapkan
seseorang/komunitas tertentu akan sangat diingat oleh mereka terlebih
berkaitan dengan kebutuhan mereka. Hal ini didasari oleh
pengalaman/trauma yang selama ini sering mereka alami, khususnya
terhadap janji-janji terkait dengan program pembangunan di
daerahnya.

Sebaliknya bila janji itu tidak ditepati, bagi mereka akan menjadi “luka
dalam” yang begitu membekas di hati dan sulit menghapuskannya.
Contoh kecil: mahasiswa menjanjikan pertemuan di Balai Desa jam
19.00. Dengan tepat waktu, mereka telah standby namun mahasiswa
baru datang jam 20.00. Mereka akan sangat kecewa dan selalu
mengingat pengalaman itu.

10) Suka gotong-royong

Salah satu ciri khas masyarakat desa yang dimiliki dihampir seluruh
kawasan Indonesia adalah gotong-royong atau kalau dalam masyarakat
Jawa lebih dikenal dengan istilah “sambatan”. Uniknya, tanpa harus
dimintai pertolongan, serta merta mereka akan “nyengkuyung” atau
bahu-membahu meringankan beban tetangganya yang sedang punya
“gawe” atau hajatan. Mereka tidak memperhitungkan kerugian
materiil yang dikeluarkan untuk membantu orang lain. Prinsip mereka:
“rugi sathak, bathi sanak”. Yang kurang lebih artinya: lebih baik
kehilangan materi tetapi mendapat keuntungan bertambah saudara.

11) Demokratis

Sejalan dengan adanya perubahan struktur organisasi di desa,


pengambilan keputusan terhadap suatu kegiatan pembangunan selalu
dilakukan melalui mekanisme musyawarah untuk mufakat. Dalam hal
ini peran BPD (Badan Perwakilan Desa) sangat penting dalam
mengakomodasi pendapat/input dari warga.

12) Religius

Masyarakat pedesaan dikenal sangat religius. Artinya, dalam


keseharian mereka taat menjalankan ibadah agamanya. Secara
kolektif, mereka juga mengaktualisasi diri ke dalam kegiatan budaya

7
yang bernuansa keagamaan. Misalnya: tahlilan, rajaban, Jumat
Kliwonan, dll.

11 karakteristik tersebut, pada saat ini tidak bisa digeneralisasikan bagi


seluruh warga masyarakat desa. Ini disebabkan oleh adanya perubahan
sosial religius yang begitu besar pengaruhnya dalam tata pranata
kehidupan masyarakat pedesaan. Dampak yang terjadi meliputi aspek
agama, ekonomi, sosial politik, budaya dan pertahanan keamanan.
(ingat: kasus kerusuhan yang terjadi di beberapa pedesaan di pulau
Jawa)

4. Perbedaan Kelompok Urban dan Rural

a. Masyarakat Kota:

1) Perilaku heterogen

2) Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan


kelembagaan

3) Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi

4) Mobilitassosial,sehingga dinamik

5) Kebauran dan diversifikasi cultural

6) Birokrasi fungsional dan nilai-nilaisekular

7) Individualisme

8) Kehidupan keagamaannya berkurang,

9) Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus
berdantung pada orang lain (Individualisme).

10) Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan
mempunyai batas-batas yang nyata.

11) Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih


banyak diperoleh warga kota.

12) Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatkan pentingnya


faktor waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti

8
sangat penting, intuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang
individu.

13) Perubahan-perubahan tampak nyata dikota-kota, sebab kota-kota


biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.

b. Masyarakat Pedesaan

1) Perilaku homogeny

2) Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan

3) Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status .

4) Isolasi sosial, sehingga static

5) Kesatuan dan keutuhan cultural

6) Banyak ritual dan nilai-nilai sacral

7) Kolektivisme

8) Sederhana

9) Mudah curiga

10) Menjunjung tinggi “unggah-ungguh” atau kesopanan

11) Lugas

12) Tertutup dalam hal keuangan

13) Perasaan “minder” terhadap orang kota

14) Menghargai (“ngajeni”) orang lain

15) Jika diberi janji, akan selalu diingat

16) Suka gotong-royong

17) Demokratis

18) Religius

9
5. Proses yang Menghasilkan Urban Culture

Pada hakikatnya, studi mengenai kota dan perkotaan selalu mengarah pada
‘proses’ itu sendiri. Proses yang dimaksud disini bukan hanya suatu proses
politik yang mengabsahkan suatu wilayah desa menjadi wilayah administratif
‘kota’, namun suatu proses sosio-kultural yang melibatkan suatu masyarakat
dengan ciri khas dan dinamika tertentu. Proses itulah yang disebut sebagai
‘Urbanisasi’ atau ‘Urbanisme’, dan yang pada akhirnya menghasilkan apa
yang disebut sebagai urban culture.

Urban culture, secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu sistem dari
nilai, norma, dan hubungan sosial yang melibatkan aspek historis serta
pembentukan organisasi dan transformasi tertentu. Ferdinand Tonnies, sebagai
salah seorang sosiolog yang mempelopori studi perkotaan melihat urban
culture sebagai suatu hasil evolusi dari bentuk komunitas menjadi bentuk
asosiatif yang memiliki karakteristik akan adanya pembagian peran,
melemahnya loyalitas, dan pengutamaan hubungan-hubungan sosial yang
bersifat sekunder dibandingkan dengan yang bersifat primer

Tonnies, melalui essaynya ‘Gemeinschaft und Gesellschaft’ (1887)


mengembangkan pemikiran yang serupa dengan pemikiran Durkheim (1893)
mengenai solidaritas mekanik dan organik. Yaitu bahwa Tonnies melihat
adanya suatu bentuk evolusi dari masyarakat yang memiliki solidaritas tipe
mekanik yang merupakan karakteristik masyarakat pedesaan menjadi
masyarakat yang memiliki solidaritas organik yang merupakan karakteristik
masyarakat perkotaan. Masyarakat yang sebelumnya disebut Tonnies sebagai
gemeinschaft (community; komunitas; paguyuban) berkembang menjadi
gesellschaft (society; masyarakat; patembayan).

Louis Wirth (1938), dalam hal ini, mengembangkan konsepsi yang lebih
spesifik mengenai mengenai kota. Wirth melihat adanya konsekuensi
sosiologis dari ukuran, kepadatan, dan heterogenitas (size, density, and
heterogeinity) dari suatu wilayah. Semakin besar ukuran, kepadatan, dan
heterogenitas suatu kota, semakin besar pula diferensiasi sosial, semakin jauh
jarak antar individu, dan semakin tidak stabil keanggotaan dalam kelompok.
Ketiga aspek inilah yang menurut Wirth merupakan karakteristik atau bentuk
kultural dari suatu kota (urban culture) yang menghasilkan suatu konsekuensi,
yakni masyarakat yang bermasalah, teralienasi, manipulatif, dan menunjukkan
ketidaksukaan.

10
a. Urban Culture dan Perubahan Sosial

Walaupun secara konseptual urban culture menyebabkan ketidakstabilan


dalam masyarakat, namun dalam studi-studi perkotaan, kemunculan urban
culture tidak melulu menjadi suatu proses yang bersifat negatif. Urban
culture yang menciptakan masyarakat urban (urban society) diharapkan
dapat menjadi suatu fase bagi masyarakat untuk dapat bertransformasi
dalam suatu proses perubahan sosial yang lebih besar. Keberhasilan
masyarakat perkotaan dalam menanggulangi permasalahan-permasalahan
sosial diharapkan dapat menjadi suatu revolusi urban (urban revolution),
yang mengedepankan pada suatu bentuk kohesi sosial pada masyarakat
perkotaan. Bukan hanya bagi Kota Bandung saja, namun juga kota-kota
lain di Indonesia, maupun dunia.

6. Matapencaharian Desa

Jenis pekerjaan dipedesaan sangat bergantung pada alam, karena sebagian


besar penduduknya melakukan aktifitas pertanian seperti berkebun dan
menanam tanaman pangan untuk mereka sendiri dan orang lain. beberapa dari
mereka selain bertani ada juga yang berternak hewan seperti ayam, kambing
dan sapi. Dan ada pula beberapa yang melakukan aktifitas pertambangan.

Namun tidak semua orang bekerja pada sektor pertanian atau


pertambangan di desa, ada sebagian yang berhijrah ke kota melakukan
aktifitas lain seperti berdagang, menjadi seorang guru, dokter dan masih
banyak lagi.

Orang – orang yang tinggal di daerah pedesaan menggunakan berbagai


jenis mobil. Itu disebabkan kebanyakan dari mereka tidak tinggal di kota, jadi
sangatlah penting bagi mereka untuk memiliki kendaraan seperti pickup dan
mobil angkutan lainya untuk menjual hasil pertanianya ke berbagai kota, dan
untuk sebagai sarana transportasi untuk mengantar anak – anaknya berangkata
ke sekolah.

a. Hewan dan Budaya di Desa

Ada banyak sekali hewan yang bisa di temukan di pedesaan, jika kita
melihat ke pertanian dan pedesaan kita bisa melihat hewan seperti sapi,
babi, ayam, domba,anjing dan kucing, ditempat lain pun kita bisa

11
melihat hewan lain baik yang liar maupun yang jinak seperti kelinci,
bajing, rusa ular, kuda, burung dan masih banyak lagi yang bisa di
temukan di pedesaan. Kebanyakan dari wewan tersebut banyak
dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk beternak dan digunakan sebagai
alat transportasi.

Budaya di masyarakat pedesaan sebagian besar masih bersifat


tradisional dan masih menjalankan budaya yang turun – temurun yang di
lakukan nenek moyang mereka, dan tidak sedikit pula masyarakat desa
yang masih menganut sistem animisme dan dinamisme. Budaya ini sulit
hilang karena merupakan sebagian dari hukum adat yang berlaku, bila
hukum ini dilanggar seseorang akan dianggap sebagai pembangkang
desa. Selain unsur kepercayaan di komunitas desa juga masih kental
dengan adat sosial seperti tolong – menolong, dan seri

B. Konsep Migran

1. Pengertian Migrasi

Migrasi penduduk/migrasi manusia adalah perpindahan penduduk dari


suatu daerah ke daerah lain, berjarak jauh dan terbentuk dalam kelompok
yang besar yang tujuannya adalah menetap di suatu daerah. Migrasi melintasi
perbatasan wilayah, provinsi, negara, atau Internasional. Secara historis
gerakan inin nomaden, sering menyebabkan konflik yang signifikan dengan
penduduk pribumi dengan perpindahan mereka atau asimilasi budaya. Hanya
beberapa nomaden telah mempertahankan bentuk gaya hidup di zaman
modern.

Migrasi terus dalam betuk kedua migrasi sukarela dalam satu kawasan,
negara, atau di luar dan migrasi spontan (yang meliputi perdagangan budak,
perdagangan manusia dan pembersihan etnis). Orang-orang yang berimigrasi
ke wilayah disebut imigran, sementara pada titik keberangkatan mereka di
sebut emigran.

Populasi kecil berimigrasi untuk mengembangkan suatu wilayah dianggap


batal penyelesaian tergantung pada latar belakang sejarah, kondisi dan
perspektif disebut sebagai pemukim atau koloni, sementara populasi

12
pengungsi oleh imigrasi dan kolonisasi disebut pengungsi (Anwarriyants,
2013. 13).

Migrasi disebut juga dengan mobilitas penduduk yang definisinya sama


yaitu perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain. Mobilitas
penduduk terbagi dua yaitu bersifat non permanen atau sementara misalnya
turis baik nasional maupun mancanegara, dan ada pula mobilitas penduduk
yang bersifat permanen atau menetap di suatu daerah,. Mobilitas penduduk
permanen disebut migrasi. Di Indonesia terjadi migrasi antara dari desa ke
kota dengan pengharapan penduduk yang ada di desa migrasi ke kota agar
mendapatkan kehidupan yang lebih layak dengan bekerja di kota.

Arus migrasi berlangsung sebagai taggapan tehadap adanya perbedaan


pendapatan atara daerah asal dan daerah tujuan. Pendapatan yang dimaksud
adalah pendapatan yang diharapkan (expected income) bukan pendapatan
aktual. Para migran membandingkan pasar tenaga kerja yag tersedia bagi
mereka di daerah asal dan daerah tujuan, kemudian memilih salah satu yang
dianggap mempunyai keuntungan maksimum yang diharapkan (expected
gains) (Todaro dalam Nurman, 2015:9).

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Migrasi

Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang meakukan migrasi, yaitu faktor


pendorong dan faktor penarik (Rozy Munir dalam Sasmi 2017: 14-15) sebagai
berikut:

a. Faktor-Faktor pendorong migrasi misalnya:

1) Makin berkurangnya sumber-sumber alam, menurunnya permintaan


barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti
hasil tambang, kayu atau bahan dari pertanian

2) Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya di


pedesaan) akibat masuknya tekonologi yang menggunakan mesin-
mesin (capital intensive).

3) Adanya tekanan atau diskriminasi politik, agama, suku di daerah asal.

4) Tidak cocok lagi dengan adat/budaya/kepercayaan ditempat asal.

13
5) Alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak bisa
mengembangkan karir pribadi.

6) Bencana alam baik banjir, kebakaran, gempa bumi, musim kemarau


panjang atau adanya wabah penyakit.

b. Faktor-faktor penarik migrasi antara lain:

1) adanya rasa superior ditempat yang baru atau kesempatan yang baru
atau adanya kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan yang
cocok

2) Kesempatan memperoleh pendapatan yang lebih baik

3) Kesempatan memeperoleh pendidikan yang lebih tinggi

4) Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenagkan misalnya


iklim, perumahan, sekolah, dan fasilitas-fasilitas kemasyarakatan
lainnya.

5) Tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung

6) Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat


kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang dari desa atau kota
kecil.

3. Pengertian Migrasi Internasional

Migrasi Internasional (Internasional Migration) merupakan perpindahan


penduduk dari suatu negara ke negara lain dengan suatu aktivitas perpindahan
penduduk yang mencakup aspek perubahan tempat tinggal, tujuan migrasi,
maupun keinginan-keinginan menetap atau tidak menetap di daerah tujuan.
Berdasarkan konteks pelaku atau migran (Haris, 2001: 76)

4. Jenis-Jenis Migrasi Internasional

Migrasi internasional meliputi imigrasi, emigrasi dan remigrasi (Kurniawan,


2012:34):

a. Imigrasi

14
Adalah perpindahan orang dari suatu negara-bangsa (nation-state) ke
negara lain, dimana ia bukan merupakan warga negara. Imigrasi merujuk
pada perpindahan untuk menetap permanen yang dilakukan oleh imigran,
sedangkan turis dan pendatang untuk jangka waktu singkat tidak dianggap
imigran.

b. Emigrasi

Adalah tindakan seseorang meninggalkan negara asal atau wilayah untuk


menetap di negara lain. Hal ini sama seperti imigrasi tapi dari segi
perspektif negara asal. Ada banyak alasan mengapa orang banyak memilih
untuk beremigrasi. Beberapa diantaranya adalah untuk alasan agama,
kebebasan politik atau ekonomi, atau melarikan diri dan pernikahan.
Contohnya seperti Beberapa orang yang tinggal di negara- negara kaya
dengan iklim dingin memilih untuk pindah ke iklim hangat ketika mereka
pensiun. Dan orang yang melakukan emigrasi disebut dengan emigran.

3. Remigrasi

Yaitu kembalinya penduduk dari suatu negara ke negara asalnya.


Perpindahan yang dilakukan oleh para imigran yang telah lama menetap di
negeri orang dan kembali pulang ke kampung halamannya.

5. Migrasi Internasional Tenaga Kerja Indonesia

Pada dasarnya tenag kerja merupakan sumber daya atau faktor produksi
yang kurang mengalami mobilitas atau berpindah dari negara satu ke negara
lainnya. Namunnya seiring perjalanan waktu, migrasi tenaga kerja
internasional menunjukkan angka yang semakin besar. Di awali pada akhir
abad ke sembilan belas terjadi migrasi internasional dalam skala yang besar
dari negara-negara eropa ke daerah peradaban baru di benua Amerika,
Australia dan Afrika bagian selatan. Migrasi yang besar tersebut meringankan
beban lonjakan populasi yang begitu besar di Eropa dan memberikan
sumbangan dalam perkembangan perekonomian bagi peradaban baru tersebut.

Banyak para pakar menyebutkan tentang migrasi, pada umumnya mereka


mendefinisikan berdasarkan disiplin ilmu. Todaro dalam Douglas (1993),
menyebutkan bahwa secar rasional individu memutuskan untuk berimigrasi

15
karena perhitungan biaya manfaat dari imbal balik migrasi internasional dan
disebabkan oleh perbedaan-perbedaan geografis dalam penyediaan dan
permintaan tenaga kerja dan kondisi tersebut sesuai dengan model migrasi
Todaro (2006) yang menyatakan bahwa arus migrasi berlangsung sebagai
tanggapan terhadap adanya perbedaan pendapatan antara daerah asal dan
daerah tujuan.

Migrasi tenaga kerja Internasional itu dapat terjad atas dasar alasan-alasan
ekonomi dan non ekonomi. Sejumlah besar penduduk Eropa berbondong-
bondong berpindah ke daerah-daerah baru tidak hanya untuk meraih hidup
lebih sejahtera, melainkan untuk meraih kebebasan politik dan kemerdekaan
dalam beragama (Salvator dalam Nurman, 2015:14).

C. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Inti komunitas

1) sejarah perkembangan komunitas

2) data demografi

Umur, jenis kelamin, suku bangsa, tipe keluarga, dan status


perkawinan.

3) vital statistic ,

angka kelahiran, angka kematian, dan penyebab kematian.

4) nilai dan keyakinan

b. Sub-sistem komunitas

1) Lingkungan fisik dan lingkungan perumahan

Tinggal di pinggiran sungai, kolong jembatan, di pinggir jalan, dan


di pinggir-pinggir pertokoan.

2) Pelayanan kesehatan dan sosial.

16
3) Ekonomi

Karena rendahnya tingkat pendidikan masyarakat urban maka


pekerjaan yang sering dikerjakan seperti pedagang kaki lima,
tukang becak, pemulung, pengamen, pengemis, penjual Koran
eceran, dan WTS.

4) Keamanan dan tranportasi

Kurangnya air bersih karena tempat tinggal yang tidak sehat.

5) Politik dan pemerintahan

6) Komunikasi

7) Pendidikan

Karena ketidaktahuan, kemauan, dan mampuan masyarakat urban


cenderung tingkat pendidikannya rendah.

8) Rekreasi

c. Persepsi.

Hidup di kota lebih menjanjikan dalam segi ekonomi dari pada hidup di
desa.

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin biasa muncul

a. Resiko terjadinya peningkatan kasus penyakit akibat lingkungan yang


kurang sehat (penyakit saluran nafas, saluran cerna, DHF) yang
berhubungan dengan kurangnya kemampuan masyarakat dalam
memelihara lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan.

b. Risiko terjadinya penularan penyakit berhubungan dengan sanitasi


lingkungan yang tidak sehat.

c. Resiko terjadinya peningkatan kasus penyakit menular seksual


berhubungan dengan ketidaktahuan masyarakat yang memiliki pekerjaan
sebagai tuna susila dalam mencegah penularan penyakit seksual melalui
hubungan seks yang dilakukan oleh tuna susila.

17
d. Kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat sehubungan
dengan kurangnya pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam
memelihara kesehatan yang memenuhi syarat kesehatan.

3. Intervensi

a. Dx 1

1) Kerja bakti untuk pembersihan dan perbaikan saluran air limbah/got

2) Penyuluhan tentang PSN

3) Penyuluhan tentang pembuangan sampah limbah rumah tangga

b. Dx 2

1) Penyuluhan tentang PHBS

2) Memberikan pengetahuan tentang cara penularan penyakit dan


bagaimana mencegahnya.

c. Dx 3

1) Penyuluhan tentang pencegahan penyakit menular seksual.

2) Mengkampanyekan penggunaan kondom.

3) Bagi yang sudah terjangkit penyakit menular seksual dianjurkan untuk


segera konsultasi ke petugas pelayanan kesehatan

d. Dx 4

1) Memberikan promosi kesehatan : kesehatan berawal dari kesadaran


diri dan kesehatan di rumah.

2) Memberikan pelatihan atau demonstrasi ke masyarakat tentang prilaku


sehat.

3) Penyuluhan tentang 10 pokok program PHBS dan tentang bahaya


merokok dan NAPZA.

18
4. Implementasi

Merealisasikan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun di atas.

5. Evaluasi

a. Dx1

1) Masyarakat memahami tentang masalah kebersihan lingkungan

2) Masyarakat melakukan kerjabakti

3) Lingkungan bersih

b. Dx2

1) Masyarakat tahu dan mau berprilaku hidup bersih dan sehat.

2) Deteksi penyakit lebih dini.

c. Dx3

1) Tidak terjadi penularan penyakit menular seksual di masyarakat.

2) Penggunaan kondom telah dilakukan oleh tuna susila.

3) Kunjungan ke pelayanan kesehatan telah dilakukan.

d. Dx4

1) Telah dilaksanakan prilaku kesehatan di diri sendiri dan di rumah.

2) Prilaku kesehatan meningkat

3) Telah dilakukan pendidikan kesehatan tentang PHBS dan tentang


bahaya merokok dan NAPZA.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perawatan kesehatan masyarakat ditujukan kepada individu-individu,


keluarga, kelompok-kelompok yang mempengaruhi kesehatan terhadap
keseluruhan penduduk, peningkatan kesehatan, pemeliharaan kesehatan,
penyuluhan kesehatan, koordinasi dan pelayanan keperawatan berkelanjutan
dipergunakan dalam pendekatan yang menyeluruh terhadap keluarga, kelompok
dan masyarakat. Ruang lingkup praktik keperawatan masyarakat meliputi: upaya-
upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), pemeliharaan
kesehatan dan pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) dan
mengembalikan serta memfungsikan kembali baik individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakatnya (resosialisasi).

Masyarakat urban adalah massa yang didorong oleh keinginan untuk


memenuhi kebutuhan hidupnya untuk menjadi lebih baik. Pada asuhan
keperawatan komunitas masyarakat urban, dilakukan pengkajian, perumusan
diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi hasil yang telah tercapai dari
intervensi dan implementasi yang telah dilakukan.

B. Saran

Kerjasama antara petugas kesehatan dan masyarakat harus dijalin dengan kuat
sehingga masalah-masalah kesehatan yang ada di masyarakat segera teratasi. Bagi
masyarakat yang ingin melakukan urbanisasi hendaknya memikirkan bagaimana
kelangsungan hidup di kota. Karena kota besar di Indonesia sudah banyak
pengangguran, sehingga banyak masyarakat yang terlantar yang tinggal di
tempat-tempat kumuh.

20
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, E.T. (2006). Buku Ajar Keperawatan Komunitas Teori dan Praktik.
Jakarta : EGC.

Hidayati, Nurul. Urban poverty dan keterkaitannya dengan informal activities dalam
masyarakat urban. March 20th, 2009.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: PENGEMBANGAN KOTA SEHAT


UNTUK MENGATASI MASALAH URBANISASI

Stanhope, M & Lancaster, J. (1998). Perawatan Kesehatan Masyarakat: Suatu Proses


dan Praktik untuk Peningkatan Kesehatan. Alih Bahasa YIAPKP Bandung:
Pajajaran.

Subekti, I; Harsoyo, S. (2005). Asuhan Keperawatan Komunitas Konsep Proses dan


Pendekatan Pengorganisasian Masyarakat. Malang: Buntara Media.

21

Anda mungkin juga menyukai