KEPERAWATAN KOMUNITAS II
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas II
Disusun oleh :
Kelompok 3
4B KEPERAWATAN
STIKES MEDISTRA INDONESIA
2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT, pencipta alam semesta, tidak
lupa sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. karena
atas rahmat dan karunia Allah tugas ini dapat kami selesaikan.
Demikianlah makalah ini kami susun. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi
siapa saja yang membacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu, semua krtik dan saran senantiasa kami harapkan
untuk kesempurnaan makalah ini agar menjadi lebih baik.
Tim penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat desa dan kota dari dahulu memiliki sesuatu daya tarik untuk
diteliti lebih dalam. Banyak aspek-aspek yang menarik perhatian dan hubungan
antara desa dan kota tanpa disadari sangat kuat dan penting untuk dipahami secara
lebih mendalam. Dari permasalahan-permasalahan dalam masing-masing
masyarakat kelompok urban dan rural mendapatkan perhatian dan memiliki
sesuatu yang menarik.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
1. Mengetahui pengertian Konsep rural dan urban
BAB II
2
PEMBAHASAN
Pedesaan adalah gambaran orang, tempat dan hal – hal yang berkaitan
dengan kehidupan masyarakat desa yang sebagian besar bermatapencaharian
bertani. Menurut Paul H. Landis, desa adalah pendudunya kurang dari 2.500
jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut:
Komunitas desa adalah, sekumpulan orang yang tinggal jauh dari daerah
perkotaaan yang jumlah penduduknya kurang dari 2500 jiwa dan sebagian
besar bermatapencaharian bertani karena masih sangat bergantung pada alam.
3
3. Ciri Masyarakat Kota dan Desa
3) Pembagian kerja diantara warga kota juga lebih tegas dan punya batas-
batasnyata.
4
Masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup
bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka.
Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat
digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa. Namun
demikian, dengan adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era
informasi dan teknologi, terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah
“tidak berlaku”. Berikut ini disampaikan sejumlah karakteristik
masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka, yang
bersifat umum yang selama ini masih sering ditemui. Setidaknya, ini
menjadi salah satu wacana bagi kita yang akan bersama-sama hidup di
lingkungan pedesaan.
1) Sederhana
2) Mudah curiga
5
e) Berhadapan dengan orang yang tinggi tingkat pendidikannya
4) Guyub, kekeluargaan
5) Lugas
“Berbicara apa adanya”, itulah ciri khas lain yang dimiliki masyarakat
desa. Mereka tidak peduli apakah ucapannya menyakitkan atau tidak
bagi orang lain karena memang mereka tidak berencana untuk
menyakiti orang lain. Kejujuran, itulah yang mereka miliki.
Biasanya masyarakat desa akan menutup diri manakala ada orang yang
bertanya tentang sisi kemampuan ekonomi keluarga. Apalagi jika
orang tersebut belum begitu dikenalnya. Katakanlah, mahasiswa yang
sedang melakukan tugas penelitian survei pasti akan sulit
mendapatkan informasi tentang jumlah pendapatan dan pengeluaran
mereka.
6
Bagi masyarakat desa, janji yang pernah diucapkan
seseorang/komunitas tertentu akan sangat diingat oleh mereka terlebih
berkaitan dengan kebutuhan mereka. Hal ini didasari oleh
pengalaman/trauma yang selama ini sering mereka alami, khususnya
terhadap janji-janji terkait dengan program pembangunan di
daerahnya.
Sebaliknya bila janji itu tidak ditepati, bagi mereka akan menjadi “luka
dalam” yang begitu membekas di hati dan sulit menghapuskannya.
Contoh kecil: mahasiswa menjanjikan pertemuan di Balai Desa jam
19.00. Dengan tepat waktu, mereka telah standby namun mahasiswa
baru datang jam 20.00. Mereka akan sangat kecewa dan selalu
mengingat pengalaman itu.
Salah satu ciri khas masyarakat desa yang dimiliki dihampir seluruh
kawasan Indonesia adalah gotong-royong atau kalau dalam masyarakat
Jawa lebih dikenal dengan istilah “sambatan”. Uniknya, tanpa harus
dimintai pertolongan, serta merta mereka akan “nyengkuyung” atau
bahu-membahu meringankan beban tetangganya yang sedang punya
“gawe” atau hajatan. Mereka tidak memperhitungkan kerugian
materiil yang dikeluarkan untuk membantu orang lain. Prinsip mereka:
“rugi sathak, bathi sanak”. Yang kurang lebih artinya: lebih baik
kehilangan materi tetapi mendapat keuntungan bertambah saudara.
11) Demokratis
12) Religius
7
yang bernuansa keagamaan. Misalnya: tahlilan, rajaban, Jumat
Kliwonan, dll.
a. Masyarakat Kota:
1) Perilaku heterogen
4) Mobilitassosial,sehingga dinamik
7) Individualisme
9) Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus
berdantung pada orang lain (Individualisme).
10) Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan
mempunyai batas-batas yang nyata.
8
sangat penting, intuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang
individu.
b. Masyarakat Pedesaan
1) Perilaku homogeny
7) Kolektivisme
8) Sederhana
9) Mudah curiga
11) Lugas
17) Demokratis
18) Religius
9
5. Proses yang Menghasilkan Urban Culture
Pada hakikatnya, studi mengenai kota dan perkotaan selalu mengarah pada
‘proses’ itu sendiri. Proses yang dimaksud disini bukan hanya suatu proses
politik yang mengabsahkan suatu wilayah desa menjadi wilayah administratif
‘kota’, namun suatu proses sosio-kultural yang melibatkan suatu masyarakat
dengan ciri khas dan dinamika tertentu. Proses itulah yang disebut sebagai
‘Urbanisasi’ atau ‘Urbanisme’, dan yang pada akhirnya menghasilkan apa
yang disebut sebagai urban culture.
Urban culture, secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu sistem dari
nilai, norma, dan hubungan sosial yang melibatkan aspek historis serta
pembentukan organisasi dan transformasi tertentu. Ferdinand Tonnies, sebagai
salah seorang sosiolog yang mempelopori studi perkotaan melihat urban
culture sebagai suatu hasil evolusi dari bentuk komunitas menjadi bentuk
asosiatif yang memiliki karakteristik akan adanya pembagian peran,
melemahnya loyalitas, dan pengutamaan hubungan-hubungan sosial yang
bersifat sekunder dibandingkan dengan yang bersifat primer
Louis Wirth (1938), dalam hal ini, mengembangkan konsepsi yang lebih
spesifik mengenai mengenai kota. Wirth melihat adanya konsekuensi
sosiologis dari ukuran, kepadatan, dan heterogenitas (size, density, and
heterogeinity) dari suatu wilayah. Semakin besar ukuran, kepadatan, dan
heterogenitas suatu kota, semakin besar pula diferensiasi sosial, semakin jauh
jarak antar individu, dan semakin tidak stabil keanggotaan dalam kelompok.
Ketiga aspek inilah yang menurut Wirth merupakan karakteristik atau bentuk
kultural dari suatu kota (urban culture) yang menghasilkan suatu konsekuensi,
yakni masyarakat yang bermasalah, teralienasi, manipulatif, dan menunjukkan
ketidaksukaan.
10
a. Urban Culture dan Perubahan Sosial
6. Matapencaharian Desa
Ada banyak sekali hewan yang bisa di temukan di pedesaan, jika kita
melihat ke pertanian dan pedesaan kita bisa melihat hewan seperti sapi,
babi, ayam, domba,anjing dan kucing, ditempat lain pun kita bisa
11
melihat hewan lain baik yang liar maupun yang jinak seperti kelinci,
bajing, rusa ular, kuda, burung dan masih banyak lagi yang bisa di
temukan di pedesaan. Kebanyakan dari wewan tersebut banyak
dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk beternak dan digunakan sebagai
alat transportasi.
B. Konsep Migran
1. Pengertian Migrasi
Migrasi terus dalam betuk kedua migrasi sukarela dalam satu kawasan,
negara, atau di luar dan migrasi spontan (yang meliputi perdagangan budak,
perdagangan manusia dan pembersihan etnis). Orang-orang yang berimigrasi
ke wilayah disebut imigran, sementara pada titik keberangkatan mereka di
sebut emigran.
12
pengungsi oleh imigrasi dan kolonisasi disebut pengungsi (Anwarriyants,
2013. 13).
13
5) Alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak bisa
mengembangkan karir pribadi.
1) adanya rasa superior ditempat yang baru atau kesempatan yang baru
atau adanya kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan yang
cocok
a. Imigrasi
14
Adalah perpindahan orang dari suatu negara-bangsa (nation-state) ke
negara lain, dimana ia bukan merupakan warga negara. Imigrasi merujuk
pada perpindahan untuk menetap permanen yang dilakukan oleh imigran,
sedangkan turis dan pendatang untuk jangka waktu singkat tidak dianggap
imigran.
b. Emigrasi
3. Remigrasi
Pada dasarnya tenag kerja merupakan sumber daya atau faktor produksi
yang kurang mengalami mobilitas atau berpindah dari negara satu ke negara
lainnya. Namunnya seiring perjalanan waktu, migrasi tenaga kerja
internasional menunjukkan angka yang semakin besar. Di awali pada akhir
abad ke sembilan belas terjadi migrasi internasional dalam skala yang besar
dari negara-negara eropa ke daerah peradaban baru di benua Amerika,
Australia dan Afrika bagian selatan. Migrasi yang besar tersebut meringankan
beban lonjakan populasi yang begitu besar di Eropa dan memberikan
sumbangan dalam perkembangan perekonomian bagi peradaban baru tersebut.
15
karena perhitungan biaya manfaat dari imbal balik migrasi internasional dan
disebabkan oleh perbedaan-perbedaan geografis dalam penyediaan dan
permintaan tenaga kerja dan kondisi tersebut sesuai dengan model migrasi
Todaro (2006) yang menyatakan bahwa arus migrasi berlangsung sebagai
tanggapan terhadap adanya perbedaan pendapatan antara daerah asal dan
daerah tujuan.
Migrasi tenaga kerja Internasional itu dapat terjad atas dasar alasan-alasan
ekonomi dan non ekonomi. Sejumlah besar penduduk Eropa berbondong-
bondong berpindah ke daerah-daerah baru tidak hanya untuk meraih hidup
lebih sejahtera, melainkan untuk meraih kebebasan politik dan kemerdekaan
dalam beragama (Salvator dalam Nurman, 2015:14).
1. Pengkajian
a. Inti komunitas
2) data demografi
3) vital statistic ,
b. Sub-sistem komunitas
16
3) Ekonomi
6) Komunikasi
7) Pendidikan
8) Rekreasi
c. Persepsi.
Hidup di kota lebih menjanjikan dalam segi ekonomi dari pada hidup di
desa.
17
d. Kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat sehubungan
dengan kurangnya pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam
memelihara kesehatan yang memenuhi syarat kesehatan.
3. Intervensi
a. Dx 1
b. Dx 2
c. Dx 3
d. Dx 4
18
4. Implementasi
5. Evaluasi
a. Dx1
3) Lingkungan bersih
b. Dx2
c. Dx3
d. Dx4
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Kerjasama antara petugas kesehatan dan masyarakat harus dijalin dengan kuat
sehingga masalah-masalah kesehatan yang ada di masyarakat segera teratasi. Bagi
masyarakat yang ingin melakukan urbanisasi hendaknya memikirkan bagaimana
kelangsungan hidup di kota. Karena kota besar di Indonesia sudah banyak
pengangguran, sehingga banyak masyarakat yang terlantar yang tinggal di
tempat-tempat kumuh.
20
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, E.T. (2006). Buku Ajar Keperawatan Komunitas Teori dan Praktik.
Jakarta : EGC.
Hidayati, Nurul. Urban poverty dan keterkaitannya dengan informal activities dalam
masyarakat urban. March 20th, 2009.
21