Anda di halaman 1dari 10

JUDUL:

Aklimatisasi Ikan Bawal Sebagai Komoditas Baru Produk Perikanan

ANGGOTA

1. Amelia Islamiati / 1511100027 (Ketua)


2. Hatif Chanifah / 1511100029 (Anggota)

ABSTRAK

Bawal bintang atau Silver pompano (Trachinotus blochii) adalah salah satu spesies ikan
laut yang cukup potensial untuk dibudidayakan dikarenakan harganya yang cukup tinggi yaitu
sekitar Rp. 60.000,-/kg. Di China, budidaya ikan bawal bintang fase pembesaran hingga
berukuran 500 gram berlangsung selama 6-10 bulan dengan SR hingga 80%, sehingga
diharapkan mempercepat taraf perekonomian para pembudidaya ikan. Ikan bawal bintang
memiliki beberapa keunggulan yaitu memiliki pertumbuhan yang lebih cepat sehingga
mempersingkat waktu budidaya, keberlangsungan hidup yang lebih baik, dan lebih tahan
terhadap penyakit.
Untuk mengetahui dampak fisiologis ikan terhadap perubahan salinitas dari salinitas
tinggi ke salinitas rendah dilakukan pengamtan darah ikan. Darah mempunyai peran fisiologis
penting pada ikan, penyimpangan hematologis dan respon kekebalan tubuh ikan mencirikan
terjadinya perubahan status kesehatan ikan dari kondisi normal menjadi abnormal. Perubahan
gambaran darah dapat menentukan kondisi ikan atau status kesehatannya. Pengamatan parameter
darah dilakukan pada ikan bawal bintang (Trachinotus blochii) yang diberi cekaman rekayasa
salinitas (24‰, 14‰, 4‰) dan laut (kontrol).

Kata kunci: hematokrit, ikan bawal bintang (Trachinotus blochii), rekayasa salinitas, total
eritrosit, total leukosit.

LATAR BELAKANG MASALAH

Bawal bintang atau Silver pompano (Trachinotus blochii) adalah salah satu spesies ikan
laut yang cukup potensial untuk dibudidayakan dikarenakan harganya yang cukup tinggi yaitu
sekitar Rp. 60.000,-/kg. Di China, budidaya ikan bawal bintang fase pembesaran hingga
berukuran 500 gram berlangsung selama 6-10 bulan dengan SR hingga 80%, sehingga
diharapkan mempercepat taraf perekonomian para pembudidaya ikan. Ikan bawal bintang
memiliki beberapa keunggulan yaitu memiliki pertumbuhan yang lebih cepat sehingga
mempersingkat waktu budidaya, keberlangsungan hidup yang lebih baik, dan lebih tahan
terhadap penyakit dibandingkan dengan ikan kerapu (Juniyanto et al, 2008).
Tahun 2007, pembenihan bawal bintang sudah berhasil dibudidayakan di Balai Budidaya
Laut Batam merupakan pertama kali di Indonesia. Penelitian sebelumnya terhadap ikan satu
genus yaitu ikan bawal Florida (Trachinotus carolinus) menunjukkan bahwa ikan tersebut
mampu hidup dan tumbuh dengan normal di kolam budidaya dengan salinitas 19 ‰ dan 32 ‰
(McMaster et al, 2005). Keberhasilan budidaya serta kemampuan ikan dari genus Trachinotus
tersebut mendorong untuk melakukan pengkajian pengembangan spesies ikan laut komersil ke
salinitas yang lebih rendah dalam upaya diversifikasi budidaya ikan tambak payau.
Dari data tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan komoditas baru
yaitu Bawal bintang atau Silver pompano (Trachinotus blochii) sebagai komoditi baru produk
perikanan. Untuk mengetahui kemampuan ikan bawal dalam perubahan salinitas maka perlu
dilakukan penelitiankomposisi darah ikan bawal bintang (Trachinotus blochii) terkait adaptasi
ikannya terhadap salinitas yang berbeda kemampuan adaptasi ini dimaksudkan dalam upaya
untuk mengetahui kisaran salinitas toleran pada ikan bawal bintang (Trachinotus blochii) yang
dipelihara pada salinitas rendah.

RUMUSAN PERMASALAHAN
Permasahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh rekayasa salinitas
terhadap komposisi darah ikan bawal bintang (Trachinotus blochii) guna untuk menjadikannya
komoditas baru produk perikanan

TUJUAN PROGRAM
Mengembangkan inovasi baru kepada masyarakat untuk budidaya ikan bawal bintang
sebagai produk komoditas perikanan

MANFAAT PROGRAM
1. Secara Ekonomi
Menghasilkan nilai jual, meningkatkan taraf ekonomi masyarakat
2. Secara Sosial
Mengurangi over fishing di lautan dan sebagai peluang usaha baru bagi para nelayan
TINJAUAN PUSTAKA
Bawal bintang atau Silver pompano (Trachinotus blochii) adalah salah satu spesies ikan
laut yang cukup potensial untuk dibudidayakan dikarenakan harganya yang cukup tinggi yaitu
sekitar Rp. 60.000,-/kg. Di China, budidaya ikan bawal bintang fase pembesaran hingga
berukuran 500 gram berlangsung selama 6-10 bulan dengan SR hingga 80%, sehingga
diharapkan mempercepat taraf perekonomian para pembudidaya ikan. Ikan bawal bintang
memiliki beberapa keunggulan yaitu memiliki pertumbuhan yang lebih cepat sehingga
mempersingkat waktu budidaya, keberlangsungan hidup yang lebih baik, dan lebih tahan
terhadap penyakit dibandingkan dengan ikan kerapu (Juniyanto et al, 2008).
Ikan bawal bintang adalah ikan pelagis yang memiliki habitat di daerah terumbu karang,
dekat pantai dan bebatuan di perairan tropis dari indo pasifik barat sampai pasifik tengah. Di
Australia ikan bawal bintang ditemukan di barat daya Australia bagian barat dan sekitar bagian
utara. Populasi bawal bintang juga terdapat di Laut Merah, Afrika Barat sampai ke pulau
Marshall dan samoa, Utara Jepang bagian selatan dan selatan Australia (Ilham dan Ahmad,
2014).
Bawal bintang menghabiskan seluruh hidupnya di air laut murni. Bawal bintang memijah
sepanjang tahun dan biasanya mengikuti fase bulan terutama bulan purnama. Pemijahan
berlangsung malam hari bersamaan dengan datangnya air pasang. Telur bersifat planktonis,
dapat terbawa arus dan menetas di padang lamun atau celah-celah akar bakau sebelum akhirnya
kembali ke laut lepas atau dewasa di rerimbunan bungan karang (Ilham dan Ahmad, 2014).
Pada budidaya ikan bawal bintang, ikan ini tergolong ikan pelagis yang sangat aktif
karena selalu bergerak (berputar) dipermukaan, sehingga dalam budidaya memerlukan
lokasi/tempat yang memadai. Selain itu ikan bawal bintang mempunyai daya adaptasi yang
cukup tinggi dan mudah dibudidayakan. Ikan bawal bintang banyak terdapat di daerah tropis
maupun subtropis. Parameter ekologis yang cocok untuk pertumbuhan ikan bawal bintang
adalah:

 Suhu : 28 – 320C
 Salinitas : 29 -32 ppt
 DO : 6,8-8,4 ppm
 pH : 7,8 – 8,0

Bawal bintang termasuk ikan pemakan segala (omnivora) mulai dar plankton terutama
diatome dan alga hingga cacing merah, jentik nyamuk, maupun jenis udang udangan kecil. Pada
ikan dewasa dapat diberikan pakan rucah segar yang telah dicincang serta dapat juga diberikan
pellet ikan. Dalam budidaya bawal bintang perlu dilakukan pemilahan ukuran karena tergolong
ikan yang sangat aktif menerima pakan sehingga menyebabkan ikan yang ukurannya lebih kecil
akan kalah saing dalam memperoleh pakan. Namun ikan bawal bintang bukan termasuk ikan
yang bersifat kanibal seperti ikan kakap putih dan kerapu (Ilham dan Ahmad, 2014).
Survival rate atau kesintasan berkaitan erat dengan tingkat toleransi atau resistensi suatu
organisme pada kondisi tertentu baik kondisi abiotik (contohnya kualitas air) maupun kondisi
biotik (contohnya adanya organisme patogen). Dalam kaitannya dengan salinitas (Arrokhman
dkk, 2012).
Trachinotus carolinus dilaporkan telah dapat dibudidayakan di tambak bersalinitas
rendah (19-12 ppt) dan tahan terhadap perubahan mendadak dari media air bersalinitas 32 ppt ke
19 ppt, sehingga Ikan Bawal Bintang ini memiliki potensi untuk dibudidayakan di salinitas
rendah, terlebih ikan yang digunakan untuk uji coba adalah ikan juvenil. Juvenil adalah fase
dimana secara morfologi, fisiologi, dan ekologi telah mirip dengan fase dewasa namun belum
reproduktif. Spesies yang berkerabat dekat yaitu Ikan Bawal Florida (Trachinotus carolinus),
fase juvenil memiliki kisaran toleransi yang cenderung lebih luas daripada ikan dewasa, sehingga
akan lebih mudah dalam perekayasaan salinitasnya, sehingga dalam penelitian ini dipilih Ikan
Bawal Bintang umur juvenil untuk dipelihara dalam salinitas lebih rendah daripada air laut
(Hutami dan Abdulgani, 2012).
Pertumbuhan ditinjau dari pertambahan biomassa individu ikan merupakan salah satu
komponen penting untuk mengukur keberhasilan perikanan. Perlakuan salinitas yang lebih
rendah daripada air laut selain memberi keuntungan pada peningkatan produksi juga berpotensi
dapat meningkatkan efisiensi metabolisme ikan sehingga diduga dapat meningkatkan biomassa
individu. Untuk mempertahankan sistem osmoregulasinya, ikan membutuhkan setidaknya 25
hingga 50% dari total energinya. Ikan akan mengkonversi pakan yang dikonsumsinya menjadi
biomassa jika terdapat kelebihan nutrisi setelah digunakan untuk metabolisme dasar (seperti
osmoregulasi) (Hutami dan Abdulgani, 2012).

METODOLOGI
1. Persiapan Ikan dan Media Pemeliharaan
Ikan bawal bintang yang digunakan adalah ikan juvenil yang berumur sekitar 35 hari
dengan panjang tubuh sekitar 3,5-4 cm. Ikan diaklimasi dalam bak berbentuk tabung silinder
bervolume 1000 L yang telah berisi air laut dan diberi aerasi.
Pakan yang diberikan berupa pelet yang ukurannya disesuaikan dengan bukaan mulut ikan
dan diberikan dua kali sehari secara ad libitum atau sampai kenyang yaitu diberi pakan terus
menerus hingga ikan sudah tidak merespon pakan yang diberikan lagi. Pemberian pakan
sebanyak dua kali sehari berdasarkan penelitian Groat (2002) tentang frekuensi pemberian pakan
yang paling efektif pada pemeliharaan spesies ikan yang masih berkerabat dekat dengan ikan
bawal bintang yaitu ikan bawal florida (Trachinotus carolinus) pada juvenile.

2.Uji Pendahuluan
Uji ini dilakukan setelah periode aklimasi selesai. Uji ini dilakukan berdasarkan
modifikasi metode dari Lemarie et al (2004). Empat akuarium yang telah berisi air sebanyak 30
L bersalinitas 30 ‰ dan diberi aerasi, pada masing-masing akuarium diisi dengan 10 ekor ikan
yang dilakukan dipagi hari. Pada siang dan sore harinya dilakukan pemberian pakan secara ad
libitum. Penyiponan akuarium dilakukan saat sore hari untuk membersihkan akuarium dari feses
atau sisa pakan. Saat ini ketika ada ikan yang mati, maka ikan tersebut diambil, dibuang
kemudian dicatat mortalitas ikan pada tiap akuarium. Setelah 24 jam dilakukan penurunan
salinitas dengan cara mengencerkan air dalam akuarium menggunakan air tawar.
Pengenceran dilakukan secara bertahap pada keempat akuarium masing-masing
sebanyak 3 ‰/hari, 5 ‰/hari, 7 ‰/hari, dan 9 ‰/hari, dengan kata lain pada hari berikutnya juga
dilakukan prosedur yang sama hanya saja untuk masing-masing akuarium memiliki laju
penurunan salinitas yang berbeda. Penurunan salinitas ini dilakukan hingga salinitas di akuarium
mencapai 0 ‰ atau hingga semua ikan di akuarium telah mati. Parameter kualitas air berupa
suhu, salinitas dan DO dicatat setiap hari. Suhu diukur menggunakan termometer Hg ( oC),
salinitas diukur dengan hand refractometer (‰), dan DO menggunakan DO-meter (mg/L).
3. Uji Sebenarnya
Kisaran salinitas yang dipakai dalam uji sebenarnya adalah antara salinitas air laut
(sebagai kontrol) sampai MLS terendah yang dapat dicapai, jika pada uji pendahuluan ditemukan
bahwa pada perlakuan tertentu tidak menemukan MLS (sebab semua ikan selamat hingga
mencapai salinitas 0 ‰ atau mortalitas tidak sampai 50 % saat mencapai salinitas 0 ‰) maka
kisaran yang dipakai adalah salinitas air laut – 0 ‰, sedangkan laju penurunan salinitas yang
dipakai adalah laju penurunan yang menghasilkan MLS terendah dan jika ada beberapa atau
semua perlakuan menghasilkan MLS yang sama maka dipilih laju penurunan salinitas tertinggi.
Variasi salinitas dibuat sebanyak empat dan jarak antar variasi salinitas dibuat sama,
misalnya jika kisaran salinitas adalah 30 ‰ – 0 ‰ maka variasi salinitas yang dipakai adalah 30
‰, 20 ‰, 10 ‰, dan 0 ‰ dimana 30 ‰ (salinitas air laut) sebagai kontrol. Variasi salinitas
dibuat sebanyak empat sebab beberapa ikan dari genus Trachinotus memiliki kisaran toleransi
salinitas yang luas, contohnya Trachinotus carolinus yang dapat mentolerir salinitas antara 0 ‰
– 40 ‰ (Gothreaux, 2008) dan Trachinotus marginatus yang dapat mentolerir salinitas mulai 7
‰ – 58 ‰ (Costa et al, 2008) sehingga kemungkinan besar Trachinotus blochii (bawal bintang)
pada uji pendahuluan dapat mentolerir salinitas yang kurang lebih sama dengan kedua spesies
tersebut. Katakanlah salinitas yang digunakan untuk uji sebenarnya adalah A ‰, B ‰, C ‰, dan
D ‰ dimana A‰ > B‰ > C‰ > D‰. Salinitas A ‰ digunakan sebagai kontrol yaitu mewakili
salinitas air laut yang tekanan osmotiknya adalah hiperosmotik. Salinitas B‰ mewakili salinitas
payau namun tekanan osmotiknya masih dalam taraf hiperosmotik. Salinitas C‰ mewakili
salinitas payau yang lebih rendah dan merupakan salinitas dengan tekanan osmotik yang
mendekati level isosmotik. Sedangkan salinitas D‰ mewakili salinitas yang mendekati tawar
atau dengan kata lain tekanan osmotiknya pada level hiposmotik.
Masing-masing perlakuan salinitas dibuat replikasi sebanyak 3 kali sehingga dalam uji
sebenarnya ini akuarium yang digunakan berjumlah 12 buah. Penempatan tiap akuarium untuk
tiap perlakuan dan pengulangan dilakukan secara acak. Tiap akuarium ini berisi 30 L air laut.
Kemudian sebanyak 240 ekor ikan bawal bintang dari wadah aklimasi diletakkan pada
masing-masing akuarium dengan jumlah 20 ekor tiap akuarium. Padat pemeliharaan ini dibuat
dengan dasar perhitungan padat tebar maksimal berdasarkan ketersediaan oksigen di lingkungan
dan tingkat konsumsi oksigen ikan berdasarkan metode dari Herlinah and Rachmansyah (2010).
Padat pemeliharaan ikan ini dibuat 1/5 dari padat pemeliharaan maksimum yang diperbolehkan
(yaitu 120 ekor/akuarium) untuk menghindari kompetisi baik kompetisi ruang maupun kompetisi
oksigen.
Setelah itu untuk akuarium perlakuan dengan salinitas rendah (selain kontrol) dilakukan
penurunan salinitas sesuai dengan laju penurunan salinitas pada uji pendahuluan yang dipakai
sebagai dasar uji sebenarnya. Ikan kemudian dipelihara dengan prosedur seperti pada uji
pendahuluan hingga seluruh akuarium memiliki salinitas yang diinginkan. Pemeliharaan
dilakukan hingga 4 minggu (28 hari).
Pemeliharaan dilakukan selama 28 hari berdasarkan penelitian dari Groat (2002) tentang
pertumbuhan juvenil ikan bawal florida (Trachinotus carolinus), ternyata ikan ini telah memiliki
pertambahan bobot yang cukup signifikan setelah satu bulan dipelihara, yaitu memiliki
pertambahan bobot sampai sekitar 2x lipat. Karena belum ada penelitian atau publikasi yang detil
tentang pertumbuhan ikan bawal bintang (Trachinotus blochii), dan penelitian ini adalah
penelitian yang tergolong baru untuk spesies ini, maka saya memutuskan periode pemeliharaan
pada uji sebenarnya dibuat selama 4 minggu (28 hari). Parameter kualitas air berupa suhu,
salinitas dan DO dicatat setiap hari. Suhu diukur menggunakan termometer Hg ( oC), salinitas
diukur dengan hand refractometer (‰), dan DO menggunakan DO-meter (mg/L).

4. Pemeriksaan Jumlah Sel Darah Merah (eritrosit)


Darah ikan dari vena caudalis atau jantung diambil dengan menggunakan spuit 1ml.
Darah diambil setetes dan diletakkan di atas object glass. Darah yang keluar kemudian dihisap
dengan pipet thoma hingga skala 0,5, lalu dibersihkan ujung pipet dengan kertas tissue. Jika
terdapat gelembung udara, maka darah dikeluarkan kembali dan diulangi perlakuan seperti
semula. Larutan hayem dihisap hingga tepat skala 101 pada pipet thoma, untuk mengencerkan
darah. Kemudian pipet thoma dipegang kedua ujungnya dengan ibu jari dan telunjuk lalu
dikocok dengan hati-hati selama ± 2 menit. (Nabib dan Pasaribu,1989)
Ujung pipet thoma diletakkan ujungnya pada haemacytometer, sebelumnya 3-4 tetes
pertama di buang dan diitutup dengan kaca penutup yang bersih, larutan yang diteteskan dengan
sendirinya akan mengisi ruang hitung Haemacytometer, kemudian dibiarkan 1-2 menit hingga
sel-sel darah mengendap. Larutan diusahakan tidak sampai mengalir ke parit di sekeliling
haemacytometer. Haemacytometer yang telah siap kemudian diletakkan di bawah mikroskop
untuk dihitung jumlah eritrositnya. Eritrosit yang dihitung adalah yang terdapat di kotak R (lima
kotak paling bawah). (Nabib dan Pasaribu,1989).
Jumlah eritrosit dihitung menggunakan metode Svondovo (1991) yaitu dengan
melarutkan darah menggunakan larutan Hayem dengan perbandingan 1:200 yaitu 0,5 ml darah di
encerkan larutan Hayem sapai skla 101 pada pipet thoma. Selanjutnya perhitungan sel darah
merah dilakukan pada 5 kotak kecil haemacytometer dan jumlahnya dihitung dengan rumus :

SDM = (A/N) x (1/V) x Fp

Keterangan :
SDM = Jumlah eritrosit
A = Jumlah sel eritrosit terhitung
N = Jumlah kotak haemacytometer yang diamati
V = Volume kotak haemacytometer yang diamati
Fp = Faktor pengenceran

5. Pemeriksaan Jumlah Sel Darah Putih (leukosit)

Darah ikan dari vena caudalis atau jantung diambil dengan menggunakan spuit 1ml.
Darah diambil setetes dan diletakkan di atas object glass. Darah yang keluar kemudian dihisap
dengan pipet thoma hingga skala 0,5, lalu dibersihkan ujung pipet dengan kertas tissue. Jika
terdapat gelembung udara, maka darah dikeluarkan kembali dan diulangi perlakuan seperti
semula. Larutan turk dihisap hingga tepat skala 11 pada pipet thoma, untuk mengencerkan darah.
Kemudian pipet thoma dipegang kedua ujungnya dengan ibu jari dan telunjuk lalu dikocok
dengan hati-hati selama ± 2 menit. (Nabib dan Pasaribu,1989)
Ujung pipet thoma diletakkan ujungnya pada haemacytometer, sebelumnya 3-4 tetes
pertama di buang dan diitutup dengan kaca penutup yang bersih, larutan yang diteteskan dengan
sendirinya akan mengisi ruang hitung Haemacytometer, kemudian dibiarkan 1-2 menit hingga
sel-sel darah mengendap. Larutan diusahakan tidak sampai mengalir ke parit di sekeliling
haemacytometer. Haemacytometer yang telah siap kemudian diletakkan di bawah mikroskop
untuk dihitung jumlah eritrositnya. Eritrosit yang dihitung adalah yang terdapat di kotak W
(empat kotak bagian pinggir). (Nabib dan Pasaribu,1989).
Total leukosit dengan metode Svondovo (1991). Sampel darah dihisap dengan pipet
berkala sampai 0.5, dilanjutkan dengan menghisap larutan Turk’s sampai skala 11, dan
dihomogenkan. Larutan yang dihasilkan dimasukkan ke dalam haemacytometer dan ditutup
dengan kaca penutup. Perhitungan dilakukan pada 4 kotak besar haemacytometer dan jumlahnya
dihitung dengan rumus (Nabib dan Pasaribu,1989)

SDP = (A/N)x(1/V)xFp

Keterangan :
SDP = Jumlah leukosit
A = Jumlah sel leukosit terhitung
N = Jumlah kotak haemacytometer yang diamati
V = Volume kotak haemacytometer yang diamati
Fp = Faktor pengenceran

JADWAL KEGIATAN
1. Persiapan Ikan dan Media Pemeliharaan : Maret 2015
2. Uji Pendahuluan : Maret 2015
3. Uji Sebenarnya : April 2015
4. PemeriksaanJumlah Sel Darah Merah (eritrosit) : Mei 2015
5. Pemeriksaan Jumlah Sel Darah Putih (leukosit) : Mei 2015

BIAYA
1. Ikan bawal bintang juvenile : Rp 1.000.000
2. Aquarium : Rp 1.500.000
3. Pakan : Rp 500.000
4. Lain-lain : Rp 2000.000
DAFTAR PUSTAKA

Groat. D.R. 2002. Effects of Feeding Strategies on the Growth of Florida Pompano (Trachinotus
carolinus) In Closed Recirculating Systems. M.Sc. Thesis, Graduate Faculty Of The
Louisiana State University And Agricultural And Mechanical College
Juniyanto. N.M, Akbar. S, and Zakimin. 2008. Breeding and Seed Production of Silver Pompano
(Trachinotusblochii, Lacepede) at the Mariculture Development Center of Batam.
Aquaculture Asia Magazine, Vol. XII No. 2 April-June 2008
McMaster. M.F, Kloth. T.C, and Coburn. J.F. 2005. Pompano Mariculture In Low Salinity
Ponds. 2nd International Sustainable Marine Fish Culture Conference And Workshop At
Harbor Branch Oceanographic Institution, Fort Pierce, Florida

LAMPIRAN
Nama Ketua : Amelia Islamiati
Universitas/ Institut : Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Fakultas : FMIPA
Angkatan : 2011
NRP : 1511100027
No. Induk KSE : KSE.1433.03367

Nama Anggota : Hatif Chanifah


Universitas/ Institut : Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Fakultas : FMIPA
Angkatan : 2011
NRP : 1511100029
No. Induk KSE : KSE.1433.03262

Anda mungkin juga menyukai