Anda di halaman 1dari 25

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA

KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN


Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

Policy Brief:
Evaluasi dan Catatan Hitam Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi di Indonesia

Pendahuluan

Menjamin penyelenggaraan pendidikan, merupakan kewajiban bagi setiap negara, karena


menjamin penyelenggaraan pendidikan sama saja dengan menjamin sebuah peradaban bangsa.
Konstitusi negara kita telah menegaskan bahwa negara wajib untuk menjamin penyelenggaraan
pendidikan, demi mencerdaskan kehidupan bangsa, hal tersebut telah diatur dalam Pasal 31 UUD
1945. Hal tersebut menandakan bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental dan
merupakan hak dasar rakyat, yang harus dijamin oleh negara. Hak atas pendidikan merupakan
salah satu hak asasi manusia yang telah diakui secara universal. Berbagai kovenan internasional
dan peraturan perundang-undangan pada tatanan nasional telah mengakui hak atas pendidikan
sebagai hak dasar warga negara, termasuk hak atas akses terhadap pendidikan tinggi yang adil.
Pasal 26 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) telah memberikan pengakuan atas
hak ini dengan menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan pendidikan. Pada
tatanan nasional pun, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah memberikan pengakuan
terhadap hak atas pendidikan. Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa “Setiap orang
berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya,
demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.” Lebih khusus
lagi, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan
pentingnya pemenuhan hak atas pendidikan, yang pada Pasal 12 menyatakan bahwa “Setiap
orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan,
mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang
beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan
hak asasi manusia.” Khusus terkait pendidikan tinggi, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi pun mengamanatkan bahwa pendidikan tinggi di Indonesia harus
berlandaskan pada asas keadilan, yakni menyediakan kesempatan yang sama kepada semua
warga negara Indonesia tanpa memandang suku, agama, ras dan antargolongan, serta latar
belakang sosial dan ekonomi.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

Oleh sebab itu, pemenuhan terhadap hak atas pendidikan tidak dapat dilepaskan dari
pemenuhan hak-hak lainnya mengingat kondisi pendidikan tinggi Indonesia hari ini yang sarat
akan berbagai situasi problematika terlihat dari wajah ganda universitas di Indonesia yang
secara kuantitatif mengalami kemajuan diberbagai bidang, tetapi secara kualitatif memasuki
episode kelam. Sehingga apa yang dimaksud secara kuantitatif ada sejumlah Universitas yang
masuk peringkat ratusan universitas dunia meski masih jauh jika dibandingkan dengan
universitas lain di kawasan Asia. Tetapi secara kualitatif dirusak oleh praktik korupsi,
plagiarisme dan jual beli gelar kehormatan akademik. Kampus menjadi semakin kelam,
cahayanya semakin redup jika tidak segera diselamatkan. Catatan kelam itu bisa dicermati
damulai dari persoalan mengenai liberalisasi dan komersialisasi pendidikan, pemberangusan
kebebasan akademik, permasalahan integirtas kampus yang sampai saat ini dipertanyakan,
polemik kampus merdeka, sampai kekerasan seksual di lembaga pendidikan tinggi.

A. Mengidentifikasi Pendidikan yang Masih Komersial dan Liberalistik

Pendidikan merupakan hal yang tidak bisa lepas dari aspek-aspek ekonomi, sosial,
budaya, dan politik. Pendidikan yang merupakan salah satu dari aspek sosial, pada akhirnya tidak
dapat menghindar dari globalisasi. Dampak dari globalisasi ini tidak main-main dalam dunia
pendidikan. Pendidikan yang awal mulanya aspek yang bergerak dalam pelayanan public guna
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dari setiap individu, mengalami transformasi logika
pendidikan, yang pada taraf tertentu menjadikan pendidikan bagian dari ekonomi eksploitatif,
yang merujuk pada privatisasi pendidikan dan berujung dengan komersialisasi pendidikan.
Dalam menjelaskan problematika pendidikan, kami menggunakan aspek budaya, terutama
kaitannya dengan liberalisasi pendidikan yang selanjutnya berujung pada privatisasi dan
komersialisasi pendidikan. Dalam hal ini, batasan sederhana budaya: rasa, , karsa manusia, dan
hasil cipta manusia. Dalam definisi lain budaya adalah segala bentuk perilaku manusia, yang
berdasarkan pola tertentu dan dilakukan secara terus menerus dan bisa berbentuk kebiasaan atau
norma-norma/aturan. Namun, tentu diakui tidaklah mudah untuk mendefinisikan “budaya”,
apalagi tidak adanya kesepakatan tentang definisi budaya itu sendiri di antara para ahli. Budaya
dalam perkembangannya memiliki dualisme, yakni budaya yang baik dan budaya yang buruk.
Namun di sisi lain, budaya dapat “terwarnai” dengan pergerakan dan perubahan zaman. Sebagai
unsur pranata sosial tentunya budaya juga bersinggungan dengan dimensi politik, hukum,
ekonomi, sosial, maupun aspek lainnya.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

Budaya dan pendidikan merupakan hal yang penting dan saling terkait satu sama lain
dalam peningkatan kualitas hidup manusia. Pengembangan kebudayaan membutuhkan
kebebasan kreatif sementara pendidikan memerlukan suatu stabilitas budaya yang mapan. Di
satu sisi, pengembangan dan pelestarian kebudayaan berlangsung dalam suatu proses pendidikan
dan memerlukan perekayasaan pendidikan. Sementara itu, pengembangan pendidikan juga
membutuhkan sistem kebudayaan sebagai akar dan pendukung berlangsungnya pendidikan
tersebut

Apa itu ‘‘liberalisasi pendidikan’’. Liberalisasi pendidikan itu sendiri merupakan sebuah
sistem sektoral yang diciptakan dalam dunia pendidikan. Liberalisasi pendidikan di Indonesia ini
sendiri berkaitan dengan General Agreement on Trade in Services (GATS). Pendidikan tinggi
dijadikan salah satu sub-sektor jasa pendidikan yang telah menjadi komoditas yang berkembang
dan mampu bergerak antar negara. Liberalisasi pendidikan merupakan pelayanan jasa
pendidikan tinggi, yang dapat diakses oleh masyarakat global dan hal tersebut dinormalisasi oleh
World Trade Organization (WTO). Dalam hal ini, WTO menjadikan pendidikan bagikan sebuah
komoditas yang memang diperuntukkan sebagai jasa yang diperdagangkan atau diperjualbelikan.
Hal tersebut, yang membuat biaya pendidikan di Indonesia menjadi semakin mahal dan sudah
menjadi konsekuensi logis, bahwa liberalisasi pendidikan yang mengubah kampus menjadi
selayaknya perusahaan.

Mencoba untuk menjelaskan apa itu liberalisasi pendidikan, akan tetapi kami juga
mencoba untuk menjabarkan tentang privatisasi dan komersialisasi pendidikan, dan apa saja
dampak dari hal tersebut. Privatisasi menurut mantan Rektor UGM, Soffian Effendi, menulis
dalam suatu surat kabar pada 2003, “Privatisasi, dalam literatur ekonomi, artinya adalah
pengalihan kepemilikan pemerintah atas suatu perusahaan kepada swasta. Pengalihan
kepemilikan tersebut dilakukan dengan berbagai cara, antara lain penjualan seluruh perusahaan,
penjualan sebagian saham kepada swasta, atau menggunakan manajemen swasta. Penetapan PTN
menjadi BHMN tidak sama sekali mengubah pengelola pendidikan tinggi milik negara tersebut
menjadi economic entity seperti dugaan orang banyak. Juga tidak ada perubahan kepemilikan.
Jadi, konsep privatisasi sangat tidak tepat untuk menggambarkan perubahan bentuk organisasi
PTN dari instansi pemerintah (public bureaucracy) menjadi lembaga administrasi yang
independen (independent administrative entity) yang kegiatannya bersifat nirlaba. Kalau mau
menggunakan bahasa yang sedikit lebih akademik, perubahan dari PTN menjadi BHMN adalah
perubahan organisasi, bukan pengalihan kepemilikan satuan penyelenggara pendidikan tinggi”.
Privatisasi pendidikan itu sendiri, berkaitan dengan berkurangnya peran negara dalam aspek
pendidikan, singkatnya privatisasi pendidikan merupakan swastanisasi. Hal tersebut dapat dilihat
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

dengan perbedaan bentuk instansi, antara Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi
Swasta (PTN). PTN diselenggarakan oleh negara melalui lembaga pemerintah, yang bernama
Kemendikbud-ristekdikti, dan oleh karenanya milik seluruh warga negara atau milik publik.
Sebaliknya, PTS dimiliki oleh perorangan, sekelompok orang, atau badan hukum nirlaba, seperti
yayasan.

Perihal komersialisasi dalam dunia pendidikan. Komerlisasi, merupakan proses


menjadikan suatu menjadi komersial. Dengan demikian, komersialisasi pendidikan menjadikan
pendidikan sebagai sebuah hal yang bersifat komersial atau dapat diperdagangkan. Berdasarkan
penelitian terkait komersialisasi pendidikan, yang dilakukan oleh Galih R. N. Putra, ia
menjelaskan bahwa komersialisasi pendidikan adalah usaha lembaga pendidikan untuk mencari
keuntungan dari mengajar, riset, dan berbagai aktivitas kampus lainnya untuk menambah
pendanaan pendidikan tinggi. Komersialisasi pendidikan adalah kecenderungan untuk
menjadikan pendidikan berorientasi bisnis dan menghasilkan keuntungan. Menurut Swapnali
Borgohain, ada beberapa dampak dari komersialisasi pendidikan:

1. Dampak Baik
● Membuka kesempatan kerja. Peran swasta bertambah dengan adanya komersialisasi
pendidikan, sehingga secara tidak langsung menambah kesempatan kerja
● Meningkatkan jumlah institusi privat/swasta. Hal ini karena institusi swasta lah yang
mampu beradaptasi dengan komersialisasi pendidikan.
● Pertumbuhan ekonomi. Setelah pendidikan masuk ke kategori barang dan jasa yang
diperdagangkan, maka pendidikan bernilai ekonomi, sehingga aktivitasnya dihitung
sebagai aktivitas ekonomi.
● Memenuhi ekspektasi orang tua. Harapan orang tua bagi anaknya yang mengikuti
perguruan tinggi adalah memperoleh pendidikan yang berkualitas dan setelah lulus
memperoleh pekerjaan

2. Dampak Buruk
● Tidak mampu membuat pendidikan menjadi setara bagi setiap orang. Pendidikan
berkualitas hanya dapat diakses bagi yang memiliki uang.
● Menjadikan pendidikan semata-mata sebagai bisnis, yang membuat para peserta didik
dianggap sebagai sumber untuk memperoleh keuntungan
● Pendidikan semakin mahal karena pendanaannya mengandalkan dari peserta didik.
Peserta didik dianggap sebagai konsumen dan perguruan tinggi adalah toko
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

● Melupakan pandangan kebangsaan. Peserta didik jadi sekedar memikirkan segala


sesuatunya untuk diri sendiri.

Komersialisasi pendidikan adalah bagian dari liberalisasi pendidikan, yang bertujuan


menyerahkan pendidikan pada sistem mekanisme pasar. Tentu saja, kami akui bahwa penjelasan
di atas bukanlah suatu pemahaman yang komprehensif. Namun, setidaknya penjelasan di atas
dirasa cukup untuk mengenali apa itu liberalisasi, privatisasi, dan komersialisasi pendidikan.
Pendidikan di Indonesia mengalami liberalisasi pendidikan, yang di mana liberalisasi pendidikan
tersebut menjadikan pendidikan sebagai sistem ekonomi eksploitatif yang diperjual atau
diperdagangkan dengan tujuan keuntungan. Terutama dalam pendidikan tinggi, yang dari tahun
ke tahun semakin mahal. Hal tersebut diperburuk dengan mahasiswa yang hanya dijadikan
layaknya “objek” yang semata-mata hanya diperuntukan bagi dunia industri. Dalam hal ini,
pendidikan hanya dijadikan alat untuk memenuhi kepentingan kekuasaan ke dalam suatu sistem
ekonomi eksploitatif, di sini terjadinya dehumanisasi aktivitas manusia dalam aspek pendidikan
dan transformasi logika pendidikan, terutama dengan mind mapping bahwa seseorang berkuliah
bukan untuk mencari ilmu, melainkan mencari gelar yang diperuntukan untuk mencari kerja
dalam industrial modern. Dalam pendidikan itu sendiri semestinya bebas dari nilai-nilai
kepentingan eksploitatif, yang dalam segi ideologis hal tersebut merupakan penguasaan
pendidikan sebagai sebuah jasa yang diperuntukkan bagi kekuasaan yang menungganginya,yakni
sistem ekonomi eksploitatif tersebut.

Sedangkan dalam pandangan neoliberalisme, pendidikan bergerak maju sejalan dengan


maju sejalan dengan aktivitas ekonomi dunia, atau bisa dikatakan bahwa antara pendidikan
neoliberalisme dan kepentingan ekonomi memiliki pertautan yang sejajar. Adam Smith, seorang
ekonom yang mempopulerkan liberalisme, dalam buku The Wealth of Nations mengatakan
bahwa pemerintah tidak perlu mencampuri urusan ekonomi. Menurut pandangannya, sistem
ekonomi yang dicampur tangani oleh pemerintah hanya akan memperburuk kondisi
perekonomian, maka hematnya sistem ekonomi suatu sistem ekonomi yang dibiarkan berjalan
sendiri dengan bebas akan menemukan penyesuaiannya sehingga memunculkan suatu tatanan
ekonomi yang stabil. Namun, sistem ekonomi semacam itu justru membahayakan sistem
pendidikan nasional. Sistem ekonomi, justru semakin memengaruhi pemerintah dalam
memutuskan kebijakan-kebijakan dalam dunia pendidikan, yang pada akhirnya kebijakan
tersebut dianggap “elitis”, dengan kata lain hanya dibuat untuk relasi kuasa semata untuk
menguntungkan pengusaha dan penguasa itu sendiri.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

Ketimpangan yang terjadi dalam dunia pendidikan tidak lepas dari peran kapitalisme global yang
terus mengintervensi setiap sendi kehidupan masyarakat, tak terkecuali dunia pendidikan.
Komersialisasi dan privatisasi dalam dunia pendidikan yang dilakukan oleh kapitalisme
sangatlah mudah mengintervensi para elit-elit pendidikan, yang menerima dengan tangan terbuka
sistem yang ditawarkan oleh kapitalisme itu sendiri dan oleh karenanya hingga mencapai taraf
dimana pendidikan kehilangan arah. Dengan hadirnya kapitalisme dalam dunia pendidikan
sejalan dengan praktek neoliberalisme, yang semakin mengikis konsep pendidikan tradisional di
Indonesia. Konsep pendidikan tradisional, yang kami maksud di sini adalah konsep pendidikan
yang mengedepankan penghidupan dan penggambaran kearifan-kearifan lokal Indonesia, yang
menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma-norma adat istiadat yang ada di Indonesia, serta
berorientasi pada pemberdayaan dan peningkatan kualitas manusia, bukan berorientasi pada
kepentingan dan keuntungan penguasa. Kapitalisme dalam dunia pendidikan ini membuat
pendidikan kehilangan wajah humanisnya dan seolah-olah pendidikan hanya milik mereka yang
memiliki “uang” dan “relasi”. Jadi dalam hal ini, iklan-iklan yang menggambarkan sekolah
“gratis” dan “murah” hanya sesuatu yang semu.

Mengutip Karl marx, yang mengatakan dunia pendidikan modern selayaknya “candu sosial”.
Setiap individu berlomba-lomba, memasuki sekolah atau universitas dengan skala internasional,
berakreditasi A, ataupun sekolah atau universitas elit, hanya untuk sekedar “gengsi/harga diri”.
Singkatnya, pendidikan semestinya bukan ladang untuk mencari keuntungan atau sebagai
sekedar mencari gengsi semata, sebab pendidikan adalah tempat untuk memanusiakan manusia,
bukan sebaliknya tempat kepentingan kekuasaan ekonomi, yang melandasi kebijakan-kebijakan
yang diterapkan dalam dunia pendidikan, serta bukan tempat untuk mengobjektivikasi
sesamanya dengan dalih kemajuan globalisasi, industri, dan modernitas.

B. Integritas Perguruan Tinggi yang Masih Dipertanyakan

Sejalan dengan upaya menciptakan sumber daya manusia yang unggul, lembaga
pendidikan, termasuk perguruan tinggi, harus mengembangkan model perspektif kualitas. Sangat
disayangkan jika upaya ini dirusak oleh rendahnya kejujuran beberapa perguruan tinggi. dengan
berbagai permasalahan tersebut menimbulkan kesulitan bagi beberapa perguruan tinggi
khususnya perguruan tinggi negeri. Isu-isu yang dibahas meliputi tata kelola dan perilaku yang
tidak pantas di bidang akademik. Selanjutnya, tindakan yang tidak menghargai nilai, etika, dan
budaya perguruan tinggi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah, pimpinan perguruan tinggi,
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

guru besar atau dosen yang seharusnya menjadi contoh perguruan tinggi yang memiliki peran
strategis mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kecerdasan bukan hanya tentang kecerdasan, tetapi juga tentang standar dan etika.
Meskipun masih banyak masalah integritas Perguruan Tinggi dan orang-orang di dalamnya yang
perlu dievaluasi secara menyeluruh, jumlah Perguruan Tinggi di Indonesia terus meningkat
secara kuantitas, tetapi kualitas penerapannya belum optimal. Berdasarkan database perguruan
tinggi di forlap.ristekdikti.go.id, saat ini terdapat 4.551 Perguruan Tinggi. Sebanyak 397 PTN
yang terafiliasi dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (122); Kemenag
(95); dan set lainnya (180). Sedangkan PTS 4.154 . sejumlah kasus yang mencoreng wajah
perguruan tinggi, antara lain kasus: plagiarisme, pemalsuan ijazah, komersialisasi mata kuliah,
yang kesemuanya harus ada sanksi tegas yang memberikan efek jera. Dan ada juga sejumlah
masalah integritas di Perguruan Tinggi di Indonesia. Ini mungkin melibatkan perekrutan guru,
penempatan siswa, bimbingan belajar, dan kelulusan. Bahkan, menyangkut kemajuan akademik
fakultas itu sendiri.

Isu integritas terkait gelar terkadang muncul dengan berbagai cara yang melanggar etika
dan prinsip integritas dan pengembangan karakter tidak hanya bagi calon dosen, tetapi juga bagi
mahasiswa itu sendiri, dosen. Dalam Permenristekdikti No. 65 Tahun 2016, dijelaskan bahwa
gelar doktor kehormatan (Doctor Honoris Causa) merupakan gelar kehormatan yang diberikan
oleh perguruan tinggi yang mempunyai program Doktor dengan peringkat akreditasi A unggul
kepada perseorangan yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar
biasa dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan/atau berjasa dalam bidang kemanusiaan.
Selain itu, dijelaskan juga bahwasanya mekanisme terkait pemberian gelar ini menjadi otoritas
masing-masing perguruan tinggi. Namun, dalam praktiknya mekanisme tersebut sering
disalahgunakan dan dilanggar. Dalam Renstra Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi tentang peran Perguruan Tinggi, disebutkan pula bahwa Perguruan Tinggi sebagai agen
pengembangan budaya, kepribadian dan budaya, serta di tempat kerja, pegawai negeri sipil
(PNS) harus mematuhi tata tertib PNS dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Jika
terjadi pelanggaran nilai akademik, pimpinan Perguruan Tinggi dapat menggunakannya melalui
Dewan Akademik atau Kode Etik. Pada akhirnya, jika hal ini nantinya terus diobral maka citra
universitas akan buruk. pemberian gelar harus dilakukan sesuai dengan mekanisme dan
menggunakan tolak ukur yang jelas. Sehingga tidak ada lagi penyalahgunaan pemberian honoris
causa (Gelar Doktor Kehormatan) di perguruan tinggi karena secara tidak langsung pemberian
honoris causa berdampak pada tingkat kepercayaan publik terhadap integritas perguruan tinggi.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

Isu yang lagi hangat pada tahun 2021 tentang bagaimana identitas sebagai rektor di
universitas dianggap remeh terjadi di Universitas Indonesia adalah polemik status rektor
Universitas Indonesia, Ari Kuncoro merangkap jabatan menjadi Wakil Komisaris Utama Bank
BRI yang merupakan salah satu perusahaan BUMN di Indonesia. Selain melanggar Pasal 27
butir a UU 25/2009 dan Pasal 35 butir c Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 68 Tahun
2013 Tentang Statuta Universitas Indonesia. Namun sayangnya, kasus rangkap jabatan rektor UI
bukanlah kasus tunggal di Indonesia. Rektor Unhas dan UIII merupakan nama-nama yang
terungkap ketika kasus rangkap jabatan naik ke permukaan. Rangkap jabatan rektor dengan
jabatan politis di ranah pendidikan melanggar etika serta peraturan yang berlaku. Selain itu,
tindakan ini juga menjadi ancaman serta mencederai berbagai macam bentuk kebebasan
intelektual mahasiswa di lingkungan akademik. Rangkap jabatan dalam lingkup apapun dapat
memungkinkan adanya monopoli kekuasaan, mengakibatkan penyalahgunaan wewenang dalam
penyelenggaraan tugasnya. Bahkan rangkap jabatan dapat mengakibatkan terciptanya kebenaran
dari tidak bisa lepas dari komersialisasi pendidikan. Bicara mengenai komersialisasi berarti
berbicara tentang perdagangan. Secara harfiah komersialisasi pendidikan merupakan
memperdagangkan pendidikan.

Rangkap jabatan yang terjadi di lingkungan pendidikan khususnya di lingkungan kampus


seharusnya tidak pernah terjadi. Selain membahayakan kampus secara kualitas pelayanan
pendidikan, rangkap jabatan ini berpotensi meringkus kebebasan akademik mahasiswa serta
menjadi bentuk bahwa komersialisasi pendidikan itu ada dan nyata. Rangkap jabatan bagi para
pelayan publik khususnya rektor perguruan tinggi dinilai akan sangat mempengaruhi kampus
secara struktural dan esensial dimana kebijakan yang mengatur mahasiswa di dalam kampus
akan sangat syarat dengan kepentingan. Sebagai kampus yang memiliki otonomi peraturan yang
dituangkan ke dalam Statuta, seharusnya pihak internal kampus baik mahasiswa maupun tenaga
pendidik dan pejabat pendidikan mematuhi statuta tersebut sebagai landasan penyusunan
peraturan dan prosedur operasional di perguruan tinggi. Statuta yang seharusnya dipahami dan
dijalankan dengan baik masih saja diacuhkan, bahkan oleh salah satu perguruan tinggi terkemuka
di negeri ini. mengacuhkan statuta sama saja dengan merusak tata kelola kampus yang sudah
disusun. Di sisi lain, pasal-pasal yang ada dalam Statuta harus terperinci dan tepat sasaran. Hal
ini diharuskan agar tidak terjadi lagi rektor-rektor yang memanfaatkan celah “terminologi” dan
“tidak merugikan” untuk meraih jabatan yang tidak sesuai aturan. Lingkungan kampus yang
sehat harus senantiasa dibentuk dan dibangun oleh semua pihak, tidak memandang pejabat.
Peran Kemendikbud-Ristek pun sangat diperlukan dalam menanggapi tegas hal ini ketika suatu
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

kesalahan yang fatal akibat dasar dari aturan kampus itu sendiri tidak diindahkan dan bahkan
mengakali dengan merevisi statuta tersebut

Perguruan tinggi yang sudah seharusnya menjadi tempat pendidikan harus didukung oleh
kepatuhan terhadap pedoman-pedoman yang baik dan benar. Perguruan tinggi yang ideal akan
memberikan kualitas pendidikan yang baik, secara administrasi maupun sosial. Lingkungan
kampus akan suportif terhadap kepentingan akademik mahasiswanya, pengekangan tidak boleh
terjadi dan pelaksanaan pendidikan menjadi suatu hal yang diutamakan tanpa harus terpengaruhi
oleh berbagai konflik kepentingan.

C. Masih Terancamnya Ruang Demokrasi di Kampus

Kampus sejatinya memiliki peranan penting bagi perkembangan bangsa, hal tersebut
disebabkan kampus memiliki tanggung jawab dalam mewujudkan Tri Dharma pendidikan tinggi,
yang dapat bermanfaat bagi perkembangan bangsa. Setidaknya sejarah telah mencatat, bahwa
bagaimana kampus melahirkan tokoh-tokoh bangsa, yang pemikiran dan gagasannya digunakan
untuk membangun bangsa. Kampus merupakan salah satu tempat lahirnya para kaum intelektual.
Gagasan dan kritikan yang diproduksi dari kampus, sejatinya merupakan gagasan yang berbasis
pada otonomi keilmuan yang berada di dalamnya. Sehingga kampus memiliki peranan yang amat
penting dalam menjaga kontrol kekuasaan.

Kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik dan otonomi keilmuan merupakan


hal yang penting dalam kehidupan akademik di kampus. Namun masih ada permasalahan
terhadap kebebasan akademik, otonomi keilmuan serta kebebasan mimbar akademik. Hal ini
berkaitan dengan kebebasan seorang civitas akademika untuk mewujudkan kebebasan akademik,
kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan dengan berpendapat di muka umum.
Negara juga telah mengatur secara spesifik atas kebebasan akademik dan kebebasan mimbar
akademik dalam UU no 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi:

Pasal 8

(1)”Dalam penyelenggaraan Pendidikan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan


Teknologi berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi
keilmuan.”
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

(3) “Pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi


keilmuan di Perguruan Tinggi merupakan tanggung jawab pribadi Sivitas Akademika,
yang wajib dilindungi dan difasilitasi oleh pimpinan Perguruan Tinggi.”

Namun, paradigma bahwa kampus haruslah memproduksi gagasan kritis, seakan telah
tidak ada. Hal tersebut didasari, banyak peristiwa pemberangusan terhadap kebebasan
berpendapat di lingkup kampus, bentuknya bermacam-macam. Pembungkaman melalui
pembubaran diskusi-diskusi ilmiah, pembekuan organisasi kampus, pembekuan dana untuk
kegiatan yang dinilai tidak mendukung akreditasi sampai berujung pada pemecatan (DO)
mahasiswa yang ikut aksi. Padahal mahasiswa merupakan bagian komunitas akademisi yang
dijamin haknya melalui kebebasan akademik. Fenomena seperti ini dinamakan Shrinking Civic
Space atau pengkerdilan ruang sipil yang dilakukan oleh pemerintah dan telah jauh sampai
memasuki ruang-ruang kampus.

Tahun 2020, salah satu lembaga mahasiswa di UGM yaitu Constitutional Law Society
(CLS) FH UGM mengadakan diskusi tentang pemberhentian presiden dilihat dari sudupt
pandang ketatanegaraan. Mereka mendapatkan ancaman, intimidasi dan teror karena dianggap
melakukan niatan makar. Padahal, kegiatan ini murni diadakan karena inisiatif dari mahasiswa
dan ilmuwan dengan minat atau konsentrasi hukum tata negara. Mulai dari pembicara,
moderator, narahubung hingga Ketua Komunitas CLS FH UGM mendapat terror. Teror yang
didapat mulai dari pengiriman pemesanan ojek online ke tempat kediaman, telepon ancaman
pembunuhan, hingga didatangi orang misterius. Pada tahun yang sama terjadi kepada Presiden
Mahasiswa BEM Universitas Sains dan Teknologi Jayapura, Alexander Gobai dan Presiden
BEM Universitas Cendrawasih, Ferry Kombo ditangkap dengan tuduhan memprovokasi aksi
protes tindakan rasisme terhadap demonstran Papua di Malang, Surabaya dan Semarang. Bahkan
dalam proses peradilan, Ferry Kombo dan Alex Gobai sampai harus dipindahkan ke Balikpapan
karena aparat kepolisian menganggap dapat mengundang kericuhan kembali. Pada akhirnya,
mereka dibebaskan dan dinyatakan tidak bersalah. Tetapi, mereka tidak dipulangkan kembali ke
asalnya dan ditelantarkan.

Pada tahun 2021, hal yang terjadi kepada BEM KM Unnes yang mana dikarenakan
unggahan yang mengkritik Presiden RI Joko Widodo “The King of Lip Services”, Wakil
Presiden RI K.H. Maruf Amin sebagai “The King of Silent'' dan Ketua DPR RI Puan Maharani
sebagai “The Queen of Ghosting”. Unggahan tersebut dinyatakan bahwa mengandung kritik dan
ujaran kebencian yang bukan bernuansa akademik perguruan tinggi. Respon melalui Wakil
Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan akan melakukan
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

pembinaan terhadap BEM KM Unnes untuk melakukan unggahan edukatif dan menghindari
unggahan yang bernuansa penghinaan dan ujaran kebencian dan tidak sampai disitu saja hingga
terjadi tindakan berlebihan dari pihak-pihak yang tak diketahui berupa penonaktifan terhadap
akun instagram BEM KM Unnes yang membuat seluruh unggahan di dalamnya hilang dan akun
tersebut tidak dapat ditemukan lagi. Dengan adanya pembungkaman terhadap hak atas kebebasan
berekspresi dan berpendapat di lingkungan kampus yang terulang kembali, maka dapat
dinyatakan bahwa pembungkaman ini tidak datang dari negara saja tapi juga datang dari
lingkungan terdekat, yaitu universitas. Kejadian ini menjadi potret nyata yang membuktikan
bahwa kebebasan sipil semakin kerdil dalam menyerang pernyataan dan argumen yang benar
kepada publik.

Melihat kejadian faktual yang terjadi dimanakah sebenarnya peran penting dari
Permendikbud-Ristek dalam hal Kebebasan Akademik atau Kebebasan dalam ruang sipil,
bukankah nilai-nilai tersebut harus dihormati dan dilindungi ?, Terlebih lagi jika
menyangkut pautkan dengan mahasiswa dimana sebagai individu memiliki hak yang harus
dilindungi dan dihormati oleh negara dan orang lain dalam berkehidupan sosial. Hal ini haruslah
linear dengan semangat deklarasi universal hak asasi manusia (DUHAM) yang menajadi kiblat
dalam menegakkan hak asasi manusia. Didalam UUD 1945 juga diatur mengenai hak-hak dasar
warga negara indonesia. Hal ini diatur dalam pasal 28 hingga pasal 28J. salah satu hak yang
harus dilindungi dan dihormati adalah hak kebebasan berpendapat. Di Dalam pasal 28E ayat (3)
diatur mengenai hal tersebut, yang berbunyi “setiap orang berhak berserikat, berkumpul , dan
mengeluarkan pendapat”. indonesia pernah mengalami masa kelam dimana hak-hak tersebut
tidak terpenuhi dan tidak terfasilitasi oleh negara di masa orde baru selama 32 tahun.
Pembungkaman dilakukan pemerintah dengan dalih stabilitas negara demi terwujudnya negara
yang damai.

Mengingat kebebasan akademik mahasiswa sebagai sivitas akademika dilindungi pasal


13 ayat (3) UU No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang berbunyi “Mahasiswa
memiliki kebebasan akademik dengan mengutamakan penalaran dan akhlak mulia serta
bertanggung jawab sesuai dengan budaya akademik” bisa dipastikan bahwasanya mahasiswa
dilindungi oleh undang-undang mengenai kebebasannya dalam berakademik selama memenuhi
ketentuan-ketentuan yang telah diatur.

Bagi perguruan tinggi yang melanggar aturan-aturan mengenai kebebasan akademik yang
diberikan kepada mahasiswa sebagai sivitas akademika akan dikenakan sanksi administratif
berupa peringatan tertulis, penghentian sementara bantuan biaya pendidikan dari pemerintah,
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

penghentian sementara kegiatan penyelenggaraan pendidikan, penghentian pembinaan, dan/atau


pencabutan izin. Hal ini diatur dalam pasal 92 ayat (2) UU No.12 Tahun 2012 tentang perguruan
tinggi. Namun, pada implementasi di lapangan justru tidak sesuai dengan apa yang telah diatur
dalam UU ini. Masih terdapat banyak kasus yang menunjukkan kesewenang-wenangan kampus
sebagai lembaga yang seharusnya melindungi hak-hak mahasiswa yang merupakan sivitas
akademika justru menutup ruang kebebasan akademik mahasiswanya sendiri dengan banyaknya
alasan yang dilemparkan terhadap mahasiswa. Kehadiran pemerintah khususnya
Kemendikbud-Ristek yang seharusnya memberikan sanksi juga seakan menutup mata dan
telinganya banyak yang mengira seolah tak tahu-menahu persoalan dilami kampus yang
notabennya melanggar peraturan perundang-undangan yang sudah ditetapkan.

Secara keadilan kita mahasiswa memiliki sanksi bagi perguruan tinggi telah tertuang
dalam Pasal 92 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang
menjelaskan tentang sanksi administratif bagi perguruan tinggi yang melanggar ketentuan yang
tertulis pada Pasal 92 ayat (1) dan didalamnya diatur tentang pelaksanaan kebebasan akademik,
kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan di Perguruan Tinggi. Sanksi administratif
yang dimaksudkan berupa peringatan tertulis, penghentian sementara bantuan biaya Pendidikan
dari Pemerintah, penghentian sementara penyelenggaraan Pendidikan, penghentian pembinaan
dan/atau pencabutan izin. Yang salah satunya tertuang dalam pasal 8 ayat (3) yang menyatakan:

”Pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan


di Perguruan Tinggi merupakan tanggung jawab pribadi Sivitas Akademika, yang wajib
dilindungi dan difasilitasi oleh pimpinan Perguruan Tinggi.”

Dalam penyelenggaraan Pendidikan Tinggi, walaupun suatu Perguruan Tinggi memiliki hak
otonomi dalam independensi atau kebebasan mengambil keputusan dan merumuskan kebijakan
terkait pengelolaannya, namun kenyataannya masih menjadi permasalahan karena pemahaman
yang keliru terhadap otonomi pendidikan yang diidentikkan dengan komersialisasi dan
liberalisasi pendidikan. Sedangkan, penyelenggaraan Pendidikan Tinggi tidak dapat dipisahkan
dari tanggung jawab negara. Selain itu, dasar hukum berlakunya otonomi pendidikan perlu dikaji
lebih lanjut mengenai penegakan hukumnya. Hal ini termasuk kepada kekosongan hukum yang
tidak mengatur sanksi bagi pihak kampus yang melanggar batasan kewenangannya dalam
menjatuhkan sanksi kepada mahasiswa yang menggunakan hak-haknya dalam menyampaikan
pendapat.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

Melihat Fenomena Shrinking Civic Space atau pengkerdilan ruang sipil dengan
pembungkaman melalui pembubaran diskusi-diskusi ilmiah, pembekuan organisasi kampus,
pembekuan dana untuk kegiatan yang dinilai tidak mendukung akreditasi sampai berujung pada
pemecatan (DO) mahasiswa yang mengkritik kebijakan kampus ataupun melakukan aksi yang
pada akhirnya diberangus oleh kampus sendiri!. Padahal mahasiswa merupakan bagian
komunitas akademisi yang dijamin haknya melalui kebebasan akademik oleh karena guna
memperjuangkan segala bentuk keadilan akan hak-hak konstitusional warga negara dalam
menyampaikan pendapatnya, sekaligus sebagai semangat kepedulian dan anti pembungkaman
Meminta kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk menjamin kebebasan berpendapat yang
dilakukan oleh mahasiswa dan menindak tegas fenomena mengenai pelanggaran Hak atas
kebebasan berekspresi dan berpendapat terhadap mahasiswa yang dilakukan oleh pihak pihak
kampus hingga aparatur sipil negara.

D. Implementasi Permendikbud No. 25 tahun 2020 Memaksimalkan Persoalan biaya


pendidikan Perguruan Tinggi

Permasalahan mengenai Tuition fee selalu saja membawa polemik di dunia perkuliahan,
selalu saja terdapat perbedaan kepentingan antara pihak kampus dengan para mahasiswa,
terutama di perguruan tinggi swasta peringkat tinggi. Tentu hal ini menjadi beban bagi
mahasiswa yang kuliah di perguruan tinggi swasta, dalam konteks banyak orang yang di PHK,
dan ekonomi keluarga sedang terpuruk. Mahasiswa tetap wajib membayar biaya kuliah secara
penuh meski saat ini hidup di bawah ancaman pandemi Covid-19. Seperti yang kita ketahui
bersama, Covid-19 merugikan banyak pihak. Terlihat, selama masa pandemi Covid-19
diperkirakan terjadi lebih dari 1,5 juta kasus PHK dan PHK, dimana 90% dipecat dan 10%
dipecat. Di antaranya, 1,24 juta adalah pekerja formal dan 265.000 pekerja informal

Selain itu, situasi perekonomian Indonesia saat ini mengalami penurunan akibat laju
pertumbuhan ekonomi yang melambat di masa pandemi. Tentunya hal ini berdampak besar dan
berdampak pada keadaan keuangan keluarga siswa, dimana banyak siswa yang membayar biaya
pendidikannya dari sumber keuangan keluarga. Dengan dasar ekonomi ini, tidak mengherankan
jika banyak mahasiswa menganggap tidak adil jika universitas tidak memotong biaya kuliah.
Dalam keadaan dan kondisi seperti itu, tidak wajar jika perguruan tinggi swasta menawarkan
keringanan biaya kuliah yang tentunya mengancam mahasiswa untuk memperoleh hak
belajarnya, karena karena situasi pandemi yang sulit membuat mahasiswa yang ekonominya
tidak mampu. terkena dampak pandemi untuk membayar SPP, mengakibatkan terlilit hutang SPP,
hingga mahasiswa terancam putus sekolah akibat besarnya uang. . Hal ini tentu sangat
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

bertentangan dengan apa yang tercantum dalam Pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menjamin hak
setiap warga negara atas pendidikan. Walaupun kita semua tahu bahwa di masa pandemi ini
semua kegiatan perkuliahan dilakukan dari jarak jauh (PJJ), dapat dikatakan mahasiswa belum
memanfaatkan fasilitas secara maksimal.

Oleh karena itu, banyak mahasiswa yang bertanya-tanya bahwa pihak kampus masih
memungut biaya kuliah dari seluruh mahasiswa selama masa Pandemi COVID 19 (PJJ), dimana
perkuliahan dilakukan dari jarak jauh. Kurangnya potongan atau kompensasi dari pihak
universitas apabila pelayanan dan fasilitas yang dijanjikan oleh universitas pada saat pertama
kali mahasiswa mendaftar tidak terpenuhi secara optimal hal ini sangatlah bertentangan dengan
Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. sebagaimana kita ketahui
dalam Pasal 1 ayat (2) Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 Konsumen adalah setiap orang yang
memakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.
Dalam hal ini mahasiswa dapat diartikan sebagai konsumen (pemakai jasa pendidikan yang
disediakan Perguruan Tinggi) dan oleh karenanya mahasiswa berhak untuk dilindungi haknya,
hak untuk mendapatkan potongan uang kuliah (kompensasi) dari Perguruan Tinggi akibat tidak
terpenuhinya fasilitas dan pelayanan secara maksimal seperti apa yang dijanjikan diawal. Hal itu
sudah sesuai dengan Pasal 5 huruf H yang menjelaskan bahwa konsumen berhak untuk
mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

Melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah telah menerbitkan


Permendikbud Tahun 2020 Nomor 25 tentang Standar Biaya Operasional Satuan Perguruan
Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Tujuannya untuk mengurangi beban PTN akibat dampak wabah COVID 19 terhadap biaya
pendidikan, namun sayangnya jalur hukum hanya menjangkau PTN, tidak menjangkau PTS dan
Institusi swasta lainnya. dikarenakan, tidak hanya mahasiswa dari PTN, tetapi juga dari
mahasiswa swasta terkena dampak dari wabah COVID 19. Mahasiswa swasta juga memiliki hak
untuk melindungi hak mereka atas pendidikan selama pandemi seperti itu. Hal ini memunculkan
fakta bahwa ada diskriminasi antara perguruan tinggi swasta dan negeri. Tak heran jika banyak
pihak yang menganggap perguruan tinggi swasta sebagai anak tiri, karena pemerintah kurang
memperhatikan berbagai persoalan yang ada di perguruan tinggi swasta, terutama di masa
pandemi.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

Permendikbud No tahun 2020 No 25 menyebutkan bahwa jenjang UKT ditentukan oleh


pimpinan perguruan tinggi. Ini adalah masalah implementasi karena pengaturan kebijakan UKT
bukan tentang transparansi dan partisipasi siswa. Dalam pelaksanaannya, ternyata banyak siswa
yang menerima UKT, namun hal tersebut tidak sesuai dengan kemampuannya. Permasalahan
juga terdapat dalam Pasal 9 Ayat 1 Permendikbud No 25 Tahun 2020, yang menyatakan bahwa
“Mahasiswa wajib membayar UKT secara penuh pada setiap semester” Pasal tersebut
merupakan aturan hukum yang sangat diskriminatif, mengingat kondisi pandemic menghantam
perekonomian nasional, sehingga semua terdampak karena adanya pandemi ini, namun UKT
masih harus dibayarkan secara penuh.

Selain bersifat diskriminatif kebijakan tersebut juga bersifat Liberalistik, hal ini
disebabkan karena pada pasal 10 Ayat 1 Permendikbud no 25 Tahun 2020, menyatakan bahwa
“PTN dapat memungut iuran pengembangan institusi sebagai pungutan dan/atau pungutan lain
selain UKT dari Mahasiswa program diploma dan program sarjana”. Permendikbud ini lahir
untuk merespon pandemi, namun secara substantial Permendikbud ini masih melanggengkan
praktik Komersialisasi, Privatisasi, hingga Liberalisasi Pendidikan. Persoalan Diskriminasi
dalam Permendikbud juga terjadi terhadap mahasiswa pascasarjana, karena dalam permendikbud
tersebut tidak mengatur keringanan UKT untuk mahasiswa pascasarjana, padahal dampak
pandemi tidak hanya menyasar kepada mahasiswa jenjang sarjana saja.

E. Perlunya Ruang Aman Kampus dari Kekerasan seksual

Institusi pendidikan seperti sekolah maupun kampus sampai saat ini belum aman dari
kekerasan seksual. Tidak sedikit kampus-kampus yang menjadi tempat kekerasan seksual
terutama pelecehan seksual. Perlu kita maknai Kekerasan seksual sejatinya merupakan
permasalahan yang telah lama membelenggu Indonesia. Telah terdapat upaya untuk
mendokumentasikan jumlah kasus kekerasan seksual di Indonesia setiap tahunnya. Salah satunya
melalui Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan (“CATAHU”) Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan (“Komnas Perempuan”). Secara umum, CATAHU Komnas
Perempuan mencatat kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di ranah personal, komunitas,
dan negara yang dapat berupa kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan psikis, dan
kekerasan ekonomi. Meskipun begitu, pada tahun 2020, terdapat pola yang konsisten di mana
kekerasan seksual menjadi jenis kekerasan kedua terbanyak dalam ranah personal. Sebanyak
1.938 kasus dari total 6.480 kasus yang tercatat di ranah personal adalah kekerasan seksual.
Sementara itu, dalam ranah komunitas, kekerasan seksual menempati posisi pertama sebagai
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

jenis kekerasan terbanyak. Dari 1.731 kasus yang tercatat, sebanyak 962 kasus di antaranya
adalah kekerasan seksual.

Melihat lebih lanjut Kasus Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi Indonesia diawali
kasus Di Universitas Gajah Mada pada tahun 2017, sempat viral kasus pelecehan seksual yang
dialami mahasiswi yang berinisial Agni dilakukan oleh rekan sekampusnya yang berinisial HS
saat melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pulau Seram, Maluku. Meskipun akhirnya pihak
Agni dan HS mengambil langkah non-litigasi atau di luar jalur pengadilan. Di Universitas
Udayana (2018) seorang mahasiswi Fakultas Hukum mendapatkan berbagai pelecehan seksual
oleh dosen pembimbing skripsinya, kontak fisik yang tidak diinginkan, hingga ajakan
melakukan. Selanjutnya dari kasus yang lebih baru terjadi pada Oktober 2021 ketika seorang
mahasiswi dilecehkan secara verbal dan fisik oleh pembimbing skripsinya yang juga merupakan
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (“FISIP”) Universitas Riau. Pasca Kejadian, korban
meminta tolong seorang dosen di jurusannya untuk melaporkan peristiwa kekerasan yang
dialaminya, tetapi dosen tersebut malah memintanya bersabar dan mengasihani pelaku yang bisa
bercerai dengan istrinya apabila perbuatannya ketahuan. Akhirnya, korban memberanikan diri
angkat suara melalui video singkat yang diunggah di Instagram komahi_ur. Namun, pelaku justru
mengklaim bahwa nama baiknya telah dicemarkan dan menuduh video tersebut ada kaitannya
dengan dirinya yang akan maju pada pemilihan rektor tahun depan. Kepada Kepolisian Daerah
Riau, korban serta akun Instagram komahi_ur justru dilaporkan atas dugaan pencemaran nama
baik.

Para korban yang umumnya merupakan peserta didik berada dalam kondisi tidak berdaya
(power less), dalam relasi kuasa berhadapan dengan guru, dosen, atau kepala sekolah yang tentu
memiliki kuasa otoritas keilmuan termasuk nama besar di dalam masyarakat. Lapisan relasi
kuasa, termasuk menjaga nama baik sekolah/universitas/pesantren akan menjadi penghambat
bagi korban untuk mendapatkan keadilan, kebenaran dan pemulihannya. Menanggapi kejadian
faktual Permendikbud-Ristek PPKS hadir dengan upaya menghadirkan Kampus Merdeka
dari Kekerasan Seksual.

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi


(“Kemendikbud-Ristek”) telah mengesahkan Peraturan Menteri Pendidikan, Budaya, Riset, dan
Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di
Lingkungan Perguruan Tinggi (“Permendikbud-Ristek PPKS”). Permendikbud-Ristek PPKS
dibuat dalam rangka memberikan perlindungan, pencegahan, dan penanganan kekerasan seksual
seiring terjadinya peningkatan kasus kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi. Secara
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

konseptual, definisi “Kekerasan seksual” yang dicantumkan dalam Permendikbud-Ristek PPKS


tidak hanya disempitkan sebatas tindak pemerkosaan dan pencabulan saja seperti halnya dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) di Indonesia, tetapi juga berbagai tindakan lain
yang melecehkan dan merendahkan secara seksual tanpa adanya persetujuan korban dengan
memanfaatkan ketimpangan relasi kuasa/gender dalam prosesnya.

Sesuai dengan judulnya, Permendikbud-Ristek PPKS tidak hanya berfokus pada


penanganan, pemulihan, dan perlindungan terhadap korban dengan prinsip kepentingan terbaik
bagi korban kekerasan seksual, tetapi juga berfokus pada tata cara penindakan terhadap pelaku
kekerasan seksual. Secara sistematis, pertama-tama pelaku akan dikenakan sanksi administratif.
Penjatuhan sanksi ini adalah bagian dari yurisdiksi satuan tugas (“Satgas”) yang dibentuk oleh
panitia seleksi di perguruan tinggi yang bersangkutan. Kemudian, satuan tugas akan menangani
laporan kekerasan seksual dengan mekanisme penerimaan laporan, pemeriksaan, penyusunan
kesimpulan dan rekomendasi, pemulihan, dan tindakan pencegahan keberulangan. Selain itu,
Permendikbud-Ristek PPKS ini juga mengatur mengenai sanksi yang akan dijatuhkan bagi
perguruan tinggi yang tidak melaksanakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual sesuai
Permendikbud-Ristek PPKS. Salah satu poin penting dalam Permendikbud-Ristek PPKS adalah
kewajiban perguruan tinggi untuk merumuskan kebijakan turunan mengenai pencegahan dan
penanganan kekerasan seksual dengan mengacu pada Permendikbud-Ristek PPKS yang telah
berlaku. Poin penting lainnya adalah kewajiban perguruan tinggi untuk membentuk Satgas PPKS
demi menciptakan penanganan kekerasan seksual yang ideal di lingkup perguruan tinggi.
Diharapkan juga bahwa melalui Permendikbud-Ristek PPKS dan kewajiban bagi perguruan
tinggi yang terkandung di dalamnya, kekerasan seksual di ruang lingkup perguruan tinggi dapat
dicegah dan ditangani sesuai dengan mekanisme yang ada.

Penerbitan Permendikbud-Ristek PPKS sejatinya merupakan langkah progresif yang


dilakukan oleh Pemerintah di tengah maraknya kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Penerbitan Permendikbud-Ristek PPKS sejatinya merupakan langkah progresif yang dilakukan
oleh Pemerintah di tengah maraknya kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Permendikbud-Ristek PPKS ini hadir dan menjadi payung hukum yang secara komprehensif
mengatur terkait penanganan serta pencegahan kekerasan seksual di lingkungan perguruan
tinggi. Namun masih ada yang perlu diperhatikan mengenai implementasi kedepan, langkah dari
pengesahan Permendikbud-Ristek PPKS merupakan langkah progresif yang dilakukan oleh
Pemerintah di tengah maraknya kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus, tapi kita pun
akan bertanya-tanya apakah dengan hadirnya peraturan ini menandakan peran
pemerintah dalam menanggapi keresahan mahasiswa sudah selesai sampai disini saja?.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

Tentunya ini menjadi tugas kita bersama mahasiswa dan pihak kampus menjadi garda terdepan
dalam pengawalan implementasi peraturan ini. Harapannya dengan hadirnya
Permendikbud-Ristek PPKS pihak pemerintah terutama Kementrian memiliki sikap tegas
terhadap kampus dalam implementasinya langkah nyata lebih lanjut dalam pengawalan peraturan
ini tidak hanya disitu saja melainkan dalam merespon pihak yang terjebak dalam sesat berpikir
(Miskonsepsi) dan malah menolak langkah progresif tersebut dengan narasi “Melegalisasi Seks
Bebas” dan “Bertentangan dengan Nilai-Nilai Agama dan Moralitas”. Kesesatan berpikir yang
nyata ini bermula dari cacat logika yang perlu diperbaiki sehingga itulah peran-peran yang perlu
dilakukan secara nyata oleh pemerintah. Mari berfokus pengimplementasian
Permendikbud-Ristek PPKS demi mewujudkan pemenuhan hak atas keadilan bagi setiap orang!

F. Ketepatan Kebijakan Kampus Merdeka

Inovasi baru turut dikembangkan dalam dunia pendidikan seiring berkembangnya zaman
untuk menghasilkan kaum-kaum terpelajar yang adaptif. Suatu gebrakan baru yang ditawarkan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim sebagai gagasan untuk
menyesuaikan dengan Revolusi Industri 4.0. Nadiem melakukan perombakan besar dalam
mengeluarkan kebijakan merdeka pembelajaran yang bertajuk “Kampus Merdeka”. Kampus
Merdeka merupakan lanjutan konsep dari merdeka belajar yang merevisi paradigma pada
perguruan tinggi yang bisa berjalan secara adaptif dan otonom. . Baru-baru ini, Mendikbud
dalam mencapai tujuannya menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang menjadi landasan
utama pada transformasi Pendidikan Tinggi. Indikator Kinerja Utama (IKU) mencakup akan
kualitas lulusan, kualitas kurikulum, dan kualitas dosen dan pengajar. Pengawalan Kampus
Merdeka dalam Universitas merupakan hal yang penting. Kebijakan yang dikeluarkan akan
mempengaruhi kegiatan mahasiswa, kurikulum, sarana dan prasarana, akademik, dan biaya
pendidikan.

Senada dengan pernyataan bahwa perguruan tinggi idealnya hadir menjadi pelita dari
kegelapan paradigma intelektual untuk benar-benar membumikan ilmu pengetahuan dari
kejumudan, menegakkan kebenaran ilmiah dari pembenaran yang irasional dan membela
demokrasi serta kemanusiaan dari kekuasaan yang tidak proporsional, sudah seharusnya
perguruan tinggi memberikan ruang seluas-luasnya kepada mahasiswa dan mahasiswi untuk
dapat meningkatkan intelektualitasnya baik secara formal maupun informal, agar kemudian
dapat berkontribusi kepada masyarakat seperti termaktub di dalam Tri Dharma Perguruan
Tinggi dan Peran dan Fungsi Mahasiswa.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

Aktivitas nonformal di luar kelas harus benar-benar dapat dioptimalisasi oleh perguruan
tinggi untuk dapat menciptakan individu yang memiliki intelektualitas yang tinggi dan dapat
mencerminkan intelektualitasnya dengan kepribadian yang diasah melalui kegiatan-kegiatan
nonformal di luar kelas formal. Dalam hal ini, Kampus Merdeka, Merdeka Belajar merupakan
program yang cukup ideal secara konsep untuk mengakomodir kebutuhan-kebutuhan yang tidak
terpenuhi melalui pendidikan formal.

Program Kampus Merdeka, Merdeka Belajar memberikan mahasiswa/mahasiswi ruang


untuk beraktivitas di luar kelas formal seperti; pemagangan, pengabdian kepada masyarakat,
peningkatan kapabilitas kewirausahaan, hingga pertukaran pelajar lokal maupun internasional.
Tapi dalam eksekusinya, terdapat supply and demand problem dimana tidak semua
mahasiswa/mahasiswi memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam program-program
Kampus Merdeka, Merdeka Belajar. Terkhusus untuk Universitas Padjadjaran sendiri,
employability rate dalam setiap program Kampus Merdeka nampak tidak memiliki persentase
lebih dari 50% jika ditinjau dari tingkat penerimaan mahasiswa/mahasiswi di setiap program
Kampus Merdeka yang diadakan. Padahal kegiatan informal merupakan kegiatan yang esensial
dalam mengoptimalisasi ruang belajar bagi mahasiswa/mahasiswi di kampus seperti apa yang
sudah disampaikan di paragraf sebelumnya ketika Organisasi kemahasiswaan sangat dirasa
memiliki peran yang besar dalam pengembangan civic skills mahasiswa agar siap terjun ke
masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, menghasilkan temuan bahwa:
motivasi mahasiswa terhadap ormawa mengalami penurunan karena lebih mengedepankan
akademik dan dan dihadapkan tantangan gaya hidup yang mengarah pada hedonisme. Bentuk
sosialisasi yang dilakukan organisasi kemahasiswaan dengan memanfaatkan berbagai media.
Media yang efektif akan mempermudah dan menyebarluaskan informasi terkait kegiatan yang
dilakukan oleh ormawa secara cepat dan akurat. Peranan ormawa terhadap pengembangan
keterampilan kewarganegaraan mahasiswa yaitu sebagai wadah aspirasi mahasiswa dan memacu
pola pikir mahasiswa agar berpikir secara kritis, bertanggung jawab, dan ilmiah.

Di sisi lain, organisasi kemahasiswaan sebagai salah satu entitas di dalam kampus
mendapati fenomena yang cukup memprihatinkan. Menurut observasi dan survey yang
dilakukan di lingkungan Universitas Padjadjaran, antusiasme mahasiswa/mahasiswi dalam
mengikuti organisasi kemahasiswaan relatif menurun ketika pandemi Covid-19 melanda, dan
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

lebih menurun lagi dengan adanya program Kampus Merdeka yang lebih mengedepankan
industri sebagai wadah bagi mahasiswa untuk memperoleh pelajaran nonformal.

(Sumber:
http://www.penabudaya.com/turunnya-tingkat-partisipasi-rekrutmen-anggota-bem-di-unpad-dam
pak-pandemi-atau-ada-indikasi-lain/)

Grafik di atas menunjukkan adanya penurunan yang masif di antara organisasi


kemahasiswaan level fakultas dengan persentase setiap fakultas sebagai berikut; Fakultas
Hukum, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas Ilmu Komunikasi dan
Fakultas Farmasi mengalami penurunan sebesar 12% - 14%. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Fakultas Peternakan, Fakultas Keperawatan, Fakultas Teknik Industri Pertanian dan
Fakultas Perikanan dan Kelautan mengalami penurunan sebesar 26% - 34%. Sedangkan hanya
Fakultas Psikologi dan Fakultas Kedokteran Gigi saja yang mengalami peningkatan, meskipun
peningkatannya tidak signifikan hanya berada pada persentase 1% - 9%. Rata-rata penurunan
yang dialami oleh Badan Eksekutif Mahasiswa terhitung sebanyak 19%.

Padahal, sebuah riset menunjukkan bahwa organisasi kemahasiswaan terbukti efektif


dalam mengoptimalkan laboratorium experimental bagi mahasiswa/mahasiswi untuk
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

mengembangkan dan mempraktekkan kemampuan-kemampuan dan perilaku-perilaku


kepemimpinan yang dibutuhkan dalam kehidupan pasca-kampus.

Idealnya, kebijakan ataupun program Kampus Merdeka tidak hanya mengoptimalkan


industri sebagai wadah bagi mahasiswa untuk belajar secara nonformal, tapi juga mencakup
organisasi kemahasiswaan sebagai laboratorium eksperimental bagi mahasiswa agar dapat
mendapatkan kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan. Terlebih lagi, dalam hal ini, organisasi
mahasiswa merupakan entitas yang berada di dalam kampus yang justru seharusnya menjadi
prioritas bagi Kemendikbud-Ristek untuk dioptimalkan dalam mengasah kemampuan manajerial
dan kepemimpinan mahasiswa dibandingkan dengan industri yang lebih mengedepankan tujuan
entitas-entitas yang ada di dalamnya. Sehingga mahasiswa akan memiliki wadah untuk
berekspresi lebih luas di dalam organisasi kampus dibandingkan dengan di industri.

Terlebih lagi, tujuan dari kebanyakan organisasi kemahasiswaan adalah untuk


memberikan dampak positif terhadap komunitas-komunitas yang ada di sekitar mereka dengan
menggunakan inisiatif seperti advokasi, peningkatan kesadaran masyarakat, dan
program-program lainnya yang tidak terhitung bentuknya . Ketika Program Kampus Merdeka
mengoptimalkan organisasi kemahasiswaan, maka konsep ideal program Kampus Merdeka
dalam mencapai Tri Dharma Perguruan Tinggi dapat tercapai dengan menyentuh aspek
pengabdian masyarakat dan juga pendidikan. Lebih jauh lagi, dengan organisasi kemahasiswaan
yang dijalankan dan dukung secara optimal, mahasiswa/mahasiswi akan terkatalisasi untuk
mengembangkan kemampuan kepemimpinan dan mematangkan kepribadiannya.

Rekomendasi Penutup

Perguruan tinggi yang sudah seharusnya menjadi tempat pendidikan harus didukung oleh
kepatuhan terhadap pedoman-pedoman yang baik dan benar. Perguruan tinggi yang ideal akan
memberikan kualitas pendidikan yang baik apabila mengindahkan hal-hal yang menurut
masyarakat kampusnya pun baik Terciptanya Demokratisasi Kampus yang ideal bagi
masyarakat kampus dimana Pemerintah dapat menjamin kebebasan akademik, utamanya
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

menjaga kebebasan berpendapat civitas akademika perguruan tinggi dan bahkan diperlukannya
kehadiran Kemendikbud Ristek untuk membentuk regulasi yang dapat menjaga kebebasan
demokrasi dalam bentuk penyampaian pendapat di dalam kampus oleh sivitas akademika Tradisi
berpikir kritis merupakan upaya pengembangan ilmu dan teknologi, yang diatur dalam UU UU
No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi ( UU Dikti), dijelaskan pada Pasal 8 dan 9 bahwa
kebebasan akademik merupakan kebebasan sivitas akademika untuk mendalami dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara bertanggung jawab melalui pelaksanaan
Tridharma perguruan tinggi. etapi, pada penerapan di lapangan justru berbanding terbalik dengan
apa yang sudah diatur dalam peraturan UU Dikti. Sampai saat ini masih banyak kasus
pemberangusan kebebasan berpendapat yang menunjukan bahwa kampus menutup ruang
kebebasan akademik mahasiswanya sendiri.

Membahas Persoalan Integritas Kampus Perlunya Melakukan evaluasi dan pertimbangan bagi
perguruan tinggi terkhusus menuntaskan dengan tegas kasus-kasus pencorengan integritas
akademik seperti tidak patuhnya terhadap statuta yang berlaku di universitas dan hal itu perlu
sanksi tegas kepada pimpinan perguruan tinggi dan civitas akademika, yang melanggar nilai-nilai
integritas akademik. Marwah dari Perguruan tinggi yang sudah seharusnya menjadi tempat
pendidikan harus didukung oleh kepatuhan terhadap pedoman-pedoman yang baik dan benar.
Perguruan tinggi yang ideal akan memberikan kualitas pendidikan yang baik, secara administrasi
maupun sosial. Lingkungan kampus akan suportif terhadap kepentingan akademik
mahasiswanya, pengekangan tidak boleh terjadi dan pelaksanaan pendidikan menjadi suatu hal
yang diutamakan tanpa harus terpengaruhi oleh berbagai konflik kepentingan.

Ketika berbicara mengenai implementasi Permendikbud No. 25 tahun 2020 terhadap


perguruan tinggi yang ada di Indonesia perlu diberikan catatan apakah perguruan tinggi sudah
mengimplementasikannya dengan maksimal atau tidak, mengingat bahwa pandemi juga
membawa faktor-faktor baru, seperti kehilangan pekerjaan dan pengurangan gaji, yang turut
mempengaruhi kemampuan mahasiswa dalam membayar biaya uang kuliah. Meskipun aturan ini
memiliki kebijakan keringanan UKT mahasiswa dengan Cicilan UKT, Penundaan UKT
Penurunan UKT, Beasiswa dimana mahasiswa berhak mengajukan diri untuk beasiswa Kartu
Indonesia Pintar ( KIP) kuliah atau skema beasiswa lain yang disediakan perguruan tinggi, dan
Bantuan Infrastruktur dengan cara mahasiswa dapat mengajukan bantuan dana untuk jaringan
internet dan pulsa, serta ketentuan berdasarkan pertimbangan masing-masing PTN dan bahkan
pemotongan 50% UKT bagi mahasiswa tingkat akhir, pada dasarnya hal tersebut sudahlah baik
untuk merespon kondisi saat ini namun setiap perguruan tinggi pasti memiliki batas dan
kondisinya masing-masing sehingga pihak pemerintah terkait (Kemendikbud) haruslah
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

mengawal implementasi kebijakan ini secara menyeluruh. Jika mengingat pasal 31 ayat 4 UUD
1945 Amandemen ke 4 mengamanatkan “bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional”, sehingga apa yang telah diamanatkan dan menjadi dasar
haruslah ditegakkan semaksimal mungkin.

Dengan hadirnya Permendikbud-Ristek Nomor 30 Tahun 2021 PPKS diharapkan mampu


mengurangi, mencegah, dan menangani segala bentuk Tindakan Kekerasan Seksual yang ada
dan terkhusus di perguruan tinggi. Pengawalan dari implementasi Permendikbud Ristek PPKS
menjadi suatu hal yang sangat krusial agar rasa aman terhadap kekerasan seksual dapat dirasakan
oleh sivitas akademika segala hal terkait apalagi dengan adanya pembentukan Satgas khusus
menangani Kekerasan Seksual di Institusi Pendidikan perlu di pantau lebih lanjut lagi . Tentunya
ini menjadi tugas kita bersama menjadi garda terdepan dalam pengawalan implementasi
peraturan ini. Harapannya sikap dan tindakan tegas pemerintah terhadap perguruan tinggi yang
belum mengindhkan pengimpelemntasian peraturan ini agar segera di dorong supaya kampus
akan aman dari segala bentuk kekerasan seksual.

Terlebih lagi Pengawalan Kebijakan Kampus Merdeka yang selama ini di agungkan demi
kemajuan sistem pendidikan di kampus perlu ditinjau ulang, program ini seharusnya tidak hanya
mengoptimalkan industri sebagai wadah bagi mahasiswa untuk belajar secara nonformal, tapi
juga mencakup organisasi kemahasiswaan sebagai laboratorium eksperimental bagi mahasiswa
agar dapat mendapatkan kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan. Melihat antusiasme
mahasiswa dan kampus dalam merespon hal ini menjadi suatu acungan jempol namun perlu juga
diingat perlunya monitoring terhadap peserta yang mana memiliki kendala dan
keresahan-keresahan disaat melaksanakan program kampus merdeka dan juga untuk kampus
yang sangat diperlukan koordinasi berkala agar dapat meminimalisir segala miskomunikasi
terhadap mahasiswanya.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

Daftar Pustaka

Fisipol UGM. Liberalisasi Pendidikan Tinggi di Indonesia.

Sofian Effendi, Paradigma Salah tentang PT-BHMN.


http://sofian.staff.ugm.ac.id/artikel/PARADIGMA-SALAH-BHMN.p

Swapnali Borgohain, Commercialization of Education System : A Critical Analysis, A


Peer-Reviewed Monthly Journal International Research Journal of Interdiciplinary and
Multidiciplinary Studies, Volume I Issue XII January 2016, Scholar Publications, Assam (India),
2016, .

CNN Indonesia.. Mahasiswa Unnes Pengkritik Menristekdikti Terancam Dipecat. Diakses dari
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170802174022-12-232000/mahasiswa-unnespengkriti
k-menristekdikti-terancam-dipecat
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sekretariat: Student Center Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: bem@unpad.ac.id

Kebijakan Kampus Merdeka. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal


Pendidikan Tinggi. Diakses dari https://kampusmerdeka.kemdikbud.go.id/about/latar-belakang

David M. Rosch, Jasmine D. Collins. The Significance of Student Organizations to Leadership


Development, Artikel https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/yd.20246

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Peraturan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 30 Tahun
2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2020 tentang Standar Satuan
Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan

Mubarok, Abdul Malik. (2020). Kronologi Diskusi CLS FH UGM, Ancaman hingga
Pembatalannya. Disadur dari https://daerah.sindonews.com/read/52609/70
7/kronologi-diskusi-cls-fh-ugm-ancamanhingga-pembatalannya-1590815132

Byrne, J. Peter. (2004). The Threat to the Constitutional Academic Freedom. Georgetown
University Law Center. Disadur dari https://core.ac.uk/download/pdf/70375566.pdf

Solidaritas Pembungkaman Kebebasan Berpendapat di Unnes. Siaran Pers dan Pernyataan


Sikap: Mengutuk Keras Pembungkaman Atas Kebebasan Berpendapat di Unnes. Diakses di
https://drive.google.com/file/d/1mYCxNMu-bIi-1qI-7lDmFQJbXUSL_hRT/view

Soenmi, et al. (2019). DIBERANGUS DIKAMPUS: Laporan Riset Kebebasan Akademik


Kampus. Lokataru Foundation.

Riko Noviantoro Widiarso “Mengacuhkan Statuta Merusak Kampus” diakses dari


https://kumparan.com/r-noviantoro/mengacuhkan-statuta-merusak-kampus-1veYurzABx3

Anda mungkin juga menyukai