2790764.pdf File
2790764.pdf File
FISIOTERAPI
Perkembangan Pendekatan Fisioterapi dalam menangani gangguan gerak dan fungsi selalu
berkembang dan menemukan bukti bukti baru , oleh karena itu buku PPK FT ini selalu akan
berkembang dan disempurkan. Semoga bermanfaat
Jakarta, Februari 2017
Ikatan Fisioterapi Indonesia
Halaman
HALAMAN SAMPUL.................................................................................. i
KATA PENGANTAR……………………................................................... ii
PEDIATRIC
1. Cerebral Palsy Diplegi........................................................................ 2
2. Cerebral Palsy Hemiplegia ................................................................ 6
3. Cerebral Palsy Quadriplegi................................................................. 8
4. Cerebral Palsy Athetoid ..................................................................... 12
5. Cerebral Palsy Ataxia ......................................................................... 16
6. Autisme .............................................................................................. 20
7. Down syndrome ................................................................................. 24
8. CTEV ................................................................................................. 27
9. CDH................................................................. .................................. 31
10. Genu Valgus ....................................................................................... 35
11. Genu Varum ....................................................................................... 38
12. Ankle Valgus....................................................................................... 42
13. Torticolis ............................................................................................. 45
14. Skoliosis............................................................................................... 48
15. DMA .................................................................................................... 52
16. Spina Bifida ........................................................................................ 59
17. ASD .................................................................................................... 62
18. Asma ................................................................................................... 65
19. Fraktur Humerus.................................................................................. 68
20. Fraktur Femur pada Bayi .................................................................... 70
21. TBI ...................................................................................................... 73
FISIOTERAPI KARDIOPULMONAL
Muskulosekeletal
PEDIATRIC
B. Masalah Kesehatan
Definisi
- Menurut Bobath (1996), Cerebral Palsy adalah gangguan gerak dan
postur yang terjadi karena adanya lesi pada saraf otak yang sedang
berkembang (usia dibawah dua tahun) dan bersifat non progressif, sering
disertai dengan gangguan sensomotor, gangguan kognitif, gangguan
komunikasi dan gangguan belajar.
- Menurut Miller & Bachrach (1998), Diplegi adalah tipe dari cerebral palsy
yang mengenai tungkai, dimana ektremitas atas lebih ringan dari pada
ektremitas bawah
Epidemiologi
Angka kejadian penderita CP, menurut studi kasus yang dilakukan para
peneliti, terjadi pada 3,6 per 1.000 anak atau sekitar 278 anak. Studi kasus yang
dilakukan di negara Georgia, dan Wisconsin menyebutkan angka yang cukup
sama, yaitu 3,3 per 1.000 anak di Wisconsin, dan 3,8 per 1.000 anak di Georgia.
Hingga saat ini, belum tersedia data akurat perihal jumlah penderita CP di
Indonesia, diperkirakan terdapat sekitar 1-5 kasus per 1.000 kelahiran hidup.
Franky (1994) pada penelitiannya di RSUP Sanglah Denpasar, mendapatkan
bahwa 58,3 % penderita cerebral palsy yang diteliti adalah laki-laki, 62,5 % anak
pertama, umur ibu semua dibawah 30 tahun, 87,5 % berasal dari persalinan
spontan letak kepala dan 75 % dari kehamilan cukup bulan.
C. Hasil Anamnesis
Pasien berusia 5 tahun 5 bulan namun pasien belum bisa berdiri dan berjalan
mandiri. Saat ini yang pasien dapat lalukan adalah merangkak namun dengan
Pemeriksaan Penunjang :
a) MRI
b) CT-Scan
E. Penegakkan Diagnosis
1) Body Structure & Function :
Spasme pada otot sternocleidomastoideus
Kontraktur pada knee
spastisitas pada lower extremity
2) Adanya Activity Limitation :
Tidak dapat berdiri dan berjalan mandiri
3) Participation Restriction :
Mengganggu aktivitas bermain
4) Diagnosis Fisioterapi :
Belum bisa berdiri dan berjalan mandiri karena adanya kontraktur pada knee
dan spastisitas pada lower extremity sehingga mengganggu aktivitas bermain
G. Prognosis
60-80% bisa berjalan
Referensi :
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
Bobath Concept, Sue Raine, Linzie Meados, Marry Lynce- Ellerington. 2009
B. Masalah Kesehatan
1) Definisi
Cerebral palsy adalah gangguan pada otak yang bersifat non-progresif,
gagguan ini dapat disebabkan oleh adanya lesi atau gangguan
perkembangan pada otak.
Hemiplegia pada bayi dan anak-anak adalah jenis cerebral palsy yang
dihasilkan dari kerusakan pada bagian (belahan) otak yang mengendalikan
gerakan otot. Kerusakan ini dapat terjadi sebelum, selama atau segera
setelah lahir.
Cerebral palsy hemiplegia adalah sindrome yang paling umum pada anak-
anak yang lahir sebelum waktunya (premature) dan frekuensi kedua hanya
untuk diplegia antara bayi premature.
2) Epidemiologi
Angka kejadian penderita cp di beberappa negara menurut beberapa
peneliti ditemukan angka yang bervariasi, 1,3 dari 1000 kelahirandi
Denmark, 5 dari 1000 anak di Amerika Serikat dan 7 dari 100.000
kelahiran di Amerika.
C. Anamnesis
1) Bagian tubuh sebelah kanan nya kaku
2) Anak sudah lahir saat usia 7 bulan di kandungan
3) Saat ini usia anak 6 bulan belum bisa tengkurap
D. Pemeriksaan
1) pemeriksaan penunjang :
CT-scan
2) pemeriksaan objektif :
asworth scale
E. Penegakkan diagnosa
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 6
1) Body structure : adanya spasme otot karna peningkatan tonus otot-otot pada
tubuh bagian dextra
2) Body function : adanya spastisitas karna lesi pada UMN
3) Activity limitation : belum bisa tengkurap dan duduk mandiri
4) Participation restriction : tidak bisa mengexplore lingkungan sekitar nya.
F. Rencana pelaksanaan
1) Tujuan :
mobilitas postural, kontrol gerak dan menanamkan pola gerak yang benar
2) Prinsip latihan :
meningkatkan kempuan fungsional pasien agar kondisinya tidak memburuk.
3) Edukasi :
mendukung latihan anak dalam proses treatment, disarankan untuk tidak
terlalu memanjakan anak, mengulangi latihan yang dilakukkan di klinik untuk
mengurangi spastisitas.
4) Kriteria rujukan :
dari dokter
G. Prognosis
non progresif
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
Bobath Concept, Sue Raine, Linzie Meados, Marry Lynce- Ellerington. 2009
E. Penegakkan Diagnosis
Body structure and function
- Adanya spastik pada keempat anggota tubuh
- Adanya reflek primitif
- Adanya head control inadekuat
- Trunk asimetris
F. Rencana Penatalaksaan
Tujuan
- Mencegah deformitas
- Memperbaiki postur
- Meningkatkan keseimbangan
- Meningkatkan kualitas hidup anak CP
Prinsip Terapi
- Memelihara ROM
- Meningkatkan kemampuan fungsional
Konseling-Edukasi
a) Latihan stimulasi taktil dan propioseptif
b) Latihan aktifitas fungsional
Kriteria Rujukan
a) Dokter
b) Fisioterapis
G. Prognosis
Klien tidak dapat sembuh tetapi gejala dapat berkurang dengan di terapi.
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
B. Masalah Kesehatan
1) Pengertian
Cerebral palsy adalah lesi otak non progresif yang terjadi sebelum,
selama, atau segera setelah lahir yang menyebabkan kelainan fungsi
neuromuskuler berupa abnormalitas tonus otot, gangguan koordinasi gerak
otot disertai ketidakmampuan dalam mengontrol postur dan keseimbangan
tubuh.
Pada Cerebral Palsy Athetoid terjadi gerakan-gerakan tidak terkontrol
(unvoluntary movement) yang terjadi sewaktu-waktu. Gerakan-gerakan
tersebut tidak dapat dicegah sehingga mengganggu anak dalam setiap
kegiatannya. Gerakan otomatis tersebut terjadi pada tangan, kaki, mata, bibir
dan kepala.
2) Epidemiologi
Di Amerika, prevalensi penderita Cerebral palsy dari yang ringan hingga
yang berat berkisar antara 1,5 samapi 2,5 tiap 1000 kelahiran hidup.
Sedangkan di Indonesia, prevalensi penderita Cerebral Palsy diperkirakan
sekitar 1-5 per 1000 kelahiran hidup dengan laki-laki lebih banyak dari
perempuan.
Menurut Pearson (1985),7 orang per 1000 kelahiran 25% anak cerebral
palsy dengan berat badan lahir <2500 gram. Untuk di Swedia dituliskan
36,4% tipe hemiplegi; 41,5% tipe diplegi; 7,3% tipe quadriplegi; 10% tipe
athetosis; dan 5% tipe ataxia.
Berbagai penelitian mendapatkan bahwa prevalensi Cerebral Palsy adalah
sekitar 2 per 1000 kelahiran hidup.Selama beberapa waktu, angka ini tidak
mengalami banyak perubahan, walaupun terdapat kemajuan dalam bidang
obstetric dan perawatan perinatal.Tidak menurunnya angka tersebut sebagian
disebabkan oleh peningkatan jumlah bayi berat lahir rendah, seperti yang
ditunjukkan oleh data mengenai peningkatan prevalensi diplegia Spastic pada
anak-anak tersebut.Proporsi berbagai jenis Cerebral Palsy bervariasi dari satu
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 12
laporan ke laporan lainnya.Sekitar 70% memiliki tipe Spastic; 15% atetoid, 5%
ataksia, dan sisanya tipe campuran.
C. Anamnesis
Pasien anak usia 5 tahun sampai saat ini belum bisa rolling, merangkak dan
duduk tapi hanya bisa posisi duduk jika didudukkan dan harus disangga karena
sering jatuh. Pasien dulu lahir secara prematur dengan berat badan <2500 gram.
Ibu tidak pernah mengalami masalah saat masa kehamilan. Anak pernah
operasi di kepala untuk pembersihan bakteri di otak.
E. Penegakkan Diagnosis
Activity limitation
Adanya gangguan berguling, merangkak, duduk dan bermain
Body structure and body function
Poor neck control
Involunter movement
Participation restriction
Tidak dapat bermian dengan teman-temannya
Diagnosa berdasarkan ICF
F. Rencana Penatalaksanaan
Tujuan
Meningkatkan kemampuan fungsional sesuai dengan usia pertumbuhan
Prinsip Terapi
- Menambah pengalaman sensorik dan propioseptif
- Meningkatkan kemampuan koordinasi otot penggerak
Edukasi
Mengajarkan anak untuk latihan koordinasi dengan menggunakan mainan
seperti cone
Kriteria Rujukan
Dokter Spesialis Saraf
G. Prognosis
Prognosis pada pasien CP tergantung dari jenis dan berat ringannya gejala
motorik dan adanya keluhan lain seperti epilepsi, gangguan pengelihatan,
pendengaran, bicara dan retardasi mental. Prognosis yang paling baik didapat
jika derajat fungsionalnya ringan dan semakin berat prognosisnya apabila disertai
gejala lainnya. Kondisi ringan bisa berjalan dengan menggunakan alat bantu.
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
B. Masalah kesehatan
Definisi
'Cerebral' - otak.
'Palsy' - dapat berarti kelemahan atau kelumpuhan atau kurangnya kontrol
otot.
Oleh karena itu cerebral palsy dapat diartikan sebagai gangguan kontrol
otot yang dihasilkan dari beberapa kerusakan bagian otak yang non-progresif.
Cerebral palsy dapat terjadi sebelum, sesaat, dan setelah proses melahirkan.
Sedangkan ataxia sendiri merupakan gangguan perkembangan otak yang
khususnya terjadi di cerebellum sehingga menyebabkan adanya gangguan
koordinasi dan keseimbangan.
Jadi, cerebral palsy ataxia adalah gangguan non-progresif pada otak
khususnya cerebellum yang terjadi baik sebelum, sesaat, dan sesudah proses
melahirkan yang menimbulkan inkoordinasi gerak dan kurangnya kontrol
postural sehingga anak mengalami gangguan keseimbangan dan berjalan.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat sekitar dua sampai tiga anak dari setiap 1.000 memiliki
Cerebral Palsy (studi Amerika Serikat telah menghasilkan tarif serendah 2,3
per 1.000 anak sampai setinggi 3,6 per 1.000 anak-anak). Sekitar 8.000
hingga 10.000 bayi dan balita yang didiagnosis per tahun dengan Cerebral
Palsy. Dan untuk cerebral palsy ataxia prevalensinya sebesar 2,4% dari
banyaknya kasus cerebral palsy.
Menurut Pearson (1985), 7 per 1000 populasi 1,3 per 1000 kelahiran 25%
anak cerebral palsy dengan berat badan lahir <2500 gram. Untuk di Swedia
dituliskan 36,4% tipe hemiplegi, 41,5% tipe diplegi, 7,3% tipe Quadriplegi,
10% tipe athetosis, 5 % tipe ataxic.
Di Indonesia, angka kejadian cerebral palsy belum dapat dikaji secara
pasti. Namun dilaporkan beberapa Instansi Kesehatan di Indonesia sudah
C. Hasil anamnesis
Pasien anak usia 2 tahun 6 bulan sampai saat ini masih belum bisa duduk
secara mandiri, hanya bisa posisi duduk jika didudukkan, dan harus dibantu
untuk menyangga tubuhnya karena sering jatuh. Ibu khawatir dengan kondisi
anak karena sampai usia 2 tahun ini anak belum bisa duduk dan sangat sulit
untuk tengkurap ataupun saat ingin mengambil mainan. Pasien ini dahulu lahir
premature dengan berat badan lahir <2500 gram. Ibu tidak mengalami masalah
saat masa kehamilan. Anak pernah mengalami demam tinggi sampai kejang.
Pemeriksaan kognitif
a) Atensi kurang konsisten
b) Emosi stabil
c) Motivasi baik
d) Komunikasi bisa
Pemeriksaan penunjang
a) Rontgen
b) EEG
c) MRI
E. Penegakan diagnosis
F. Rencana penatalaksanaan
Tujuan
Meningkatkan kemampuan fungsional sesuai dengan usia pertumbuhan
Prinsip terapi
a) Menambah pengalaman sensorik dan proprioseptif
b) Meningkatkan kemampuan koordinasi otot penggerak maupun stabilisator
c) Meningkatkan keseimbangan
d) Meningkatkan postural tone sesuai kebutuhan
Konseling-edukasi
- Lebih sering diajak untuk beraktivitas sesuai dengan kemampuan usia
tumbuh kembangnya.
- Lebih sering untuk beraktivitas dengan berbagai posisi seperti tidur, duduk,
berdiri, ataupun berjalan, sesuai dengan kemampuannya
G. Prognosis
Terapi yang dilakukan pada pasien CP Ataxia akan memberikan perbaikan
kemampuan fungsional bukan kesembuhan. Perbaikan kemampuan fungsional
pasien bergantung pada kognitif pasien yang meliputi atensi, motivasi, dan emosi
dan kemampuan pasien sebelum diterapi.
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
Bobath Concept, Sue Raine, Linzie Meados, Marry Lynce- Ellerington. 2009
B. Masalah Kesehatan
o Definisi:
Autism spectrum disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan yang
ditandai dengan gangguan dalam keterampilan sosial dan komunikasi ,
melakukan gerakan yang berulang-ulang, dan perilaku stereotip (Marko,
2015). Selain itu anak dengan autisme memiliki ganguan pada motorik kasar
dan motorik halus sehingga kemampuan gerakannya di bawah anak normal
pada umumnya, diukur dari koordinasi, keseimbangan, kekuatan, kelincahan,
serta kemampuan gerak baik statis maupun dinamis (Assjari, 2011)
o Prevalensi:
Menurut Maulana dalam Jurnal Rahmawati, Di dunia jumlah anak yang
terkena autis semakin meningkat pesat diberbagai penjuru. Menurut
penyelidikan di Amerika, autisme terjadi pada 10 anak dari 10.000 kelahiran.
Kemungkinan terjadinya empat kali lebih sering pada bayi laki-laki dibanding
bayi perempuan. Statistik bulan Mei 2004 di Amerika menunjukkan, satu di
antara 150 anak berusia di bawah 10 tahun atau sekitar 300.000 anak-anak
memiliki gejala autis. Dengan perkiraan pertumbuhan sebesar 10-17 persen
per tahun, para ahli meramalkan bahwa pada dekade yang akan datang di
Amerika akan terdapat 4 juta penyandang autis. Autisme terjadi di belahan
dunia manapun. Tidak peduli pada suku, ras, agama, maupun status sosial
(Rahmawati, 2015).
Di Indonesia sendiri belum ada data pasti berapa jumlah penyandang
autis saat ini, namun terjadi peningkatan setiap tahunnya. Ketua Yayasan
Autisme Indonesia menyatakan adanya peningkatan yang luar biasa. Bila
sepuluh tahun yang lalu jumlah penyandang autisme di Indonesia
diperkirakan 1 : 5000 anak, sekarang meningkat menjadi 1 : 500 anak
(Rahmawati, 2015).
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 20
C. Hasil Anamnesis
Anak sulit beradaptasi dengan lingkungan baru. Tidak merespon orang lain
ketika sedang asyik bermain sendiri. Takut mencoba mainan yang bergerak
seperti kuda-kudaan atau ayunan. Anak cenderung pendiam dan kemampuan
aktivitas fisiknya di bawah anak normal pada umumnya. Kalau berjalan atau
berlari terkadang seperti sempoyongan, arahnya tidak lurus. Kesulitan fokus
untuk belajar. Bicaranya kurang jelas.
F. Rencana Penatalaksanaan
o Tujuan:
a) Anak dapat berjalan dan berlari dengan seimbang
b) Anak berani untuk bermain mainan yang bergerak
seperti ayunan
c) Kognisi pada anak meningkat
d) Meningkatkan kemandirian anak dalam
beraktivitas sehari-hari.
o Prinsip terapi:
a) Melatih sensomotorik anak lewat permainan yang disesuaikan dengan
usia anak untuk meningkatkan kemampuan motorik, keseimbangan,
stabilisasi, dan koordinasi gerak.
b) Melatih kemampuan atensi, konsentrasi, pemahaman, dan memori pada
anak.
o Konseling-edukasi :
Latihan dapat dilakukan di rumah oleh orang tua. Perhatian orang tua
sangat diperlukan demi peningkatan kemampuan anak. Ajak anak untuk
berkomunikasi dan ajak anakbermain di luar rumah untuk melatih adaptasi
serta latihan berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitar.
o Kriteria rujukan :
Rujukan dari dokter anak
G. Prognosis
Bisa mandiri jika ditangani sedini mungkin
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
A. Down Syndrome
1) ICF : b7s7
2) ICD-10 : Q90
B. Masalah Kesehatan
Definisi
Down syndrome atau trisomy 21 adalah kelainan yang menyebabkan
penderita mengalami keterlambatan dalam pertumbuhannya (lambat bicara,
duduk, dan jalan), kecacatan (bentuk kepala datar, hidung pesek, dll) dan
kelemahan fisik (mudah lelah dan sakit) serta memiliki IQ yang relative
rendah dibandingkan dengan orang normal pada umumnya (25-70). Kelainan
ini diakibatkan kromosom 21 berjumlah 3 (pada orang normal 2).
Epidemiologi Down Syndrome
Down syndrome seringkali mengalami keterbelakangan kemampuan
motorik, seperti terlambat berdiri dan berlari. Hasil Observasi. Kondisi dan
Perkembangan Anak Down Syndrome tahun 2013 mengatakan bahwa 73%
dari anak-anak DS baru mampu berdiri pada usia 24 bulan, dan 40% bisa
berjalan pada usia 24 bulan. Dalam 17 tahun terakhir ini jumlah kelahiran
down syndrome meningkat cukup pesat dengan perbandingan 1:700 dari
kelahiran hidup(Clinic for Children). Saat ini jumlahnya masih belum diketahui
pasti Diseluruh dunia jumlah mencapai 8.000.000 kasus. Sedangkan di
Indonesia diperkirakan ada lebih dari 300.000 kasus (3.75%).
C. Hasil Anamnesis
1) Riwayat kelahiran karena ibu hamil di usia tua
2) Tidak mengalami kesulitan dalam aktivitas secara fisik namun biasanya
mengalami gangguan berpikir dan kognisi
3) Cenderung hipersensitif karena mengalami gangguan taktil dan proprioceptif
4) Memiliki riwayat keluarga Down Syndrome (keturunan)
2) Pemeriksaan Penunjang :
a) Ultrasonography (USG) untuk mengetahui kemungkinan ada kelainan pada
bayi yang akan lahir, biasanya dilakukan saat usia kandungan memasuki
11-20 minggu.
b) Percutaneus Umbilical Blood Sampling (PUBS) untuk evaluasi terhadap
fetus.
F. Rencana Penatalaksanaan
1) Tujuan :
a) Untuk meningkatkan kemandirian dan kemampuan fungsional yang
memungkinkan
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 25
b) Untuk meningkatkan perkembangan si anak, kemampuan koordinasi,
kemampuan kognitif
2) Prinsip Terapi :
a) Klien mampu merangkak, duduk, berdiri dan berjalan dengan pola normal
3) Edukasi :
a) Latih duduk ke berdiri
b) Latih merambat dalam posisi berdiri
c) Ajak bermain ke pantai untuk merangsang taktil dan proprioceptif
4) Kriteria Rujukan :
a) Dari Dokter
G. Prognosis:
Bisa mandiri
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
B. Masalah Kesehatan
Definisi :
CTEV adalah suatu kondisi di mana kaki pada posisi adduksi, supinasi
dan varus. Tulang calcaneus, navicular, dan cuboid terrotasi ke arah medial
terhadap talus, dan tertahan dalam posisi adduksi serta inversi oleh ligamen
dan tendon yang dimana terjadi:
- Plantar flexi talocranialis karena M. Tibialis Anterior yang lemah.
- Inversi ankle karena M. Peroneus Longus, M. Peroneus Brevis dan M.
Peroneus Tertius yang lemah
- Adduksi subtalar dan midtarsal.
Prevalensi :
Insidens CTEV bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin. Insidens
CTEV di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000 kelahiran hidup.
Perbandingan kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Keterlibatan bilateral
didapatkan pada 30-50% kasus.
C. Hasil Anamnesis
1) Kelainan bentuk pada ankle yang cenderung ke arah dalam (inversi)
2) Memakai splint
3) Ada riwayat keluarga yang mengalami hal serupa
G. Prognosis
Prognosis akan baik jika ditangan dengan operasi reposisi
Refrensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
B. Masalah kesehatan
1) Pengertian
CDH (Congenital Dislocation of the Hip) atau yang dalam bahasa
Indonesia adalah Dislokasi Panggul Kongenital, mempunyai istilah lain yang
lebih baru yaitu DDH (Developmental Displacement of the Hip).
DDH merupakan kelainan kongenital dimana terjadi dislokasi pada
panggul karena acetabulum dan caput femur tidak berada pada tempat
seharusnya.
DDH mencakup subluksasi, dislokasi dan displasia (kegagalan
pertumbuhan tulang acetabulum dan proximal femur). Dislokasi panggul
adalah femoral head berada diluar dari acetabulum tetapi masih didalam
kapsul. Subluksasi panggul adalah femoral head bergeser ke samping juga
atas dan masih bersentuhan dengan bagian dari acetabulum. Panggul stabil
pada posisi fleksi dan abduksi, pada subluksasi posisi panggul ekstensi dan
adduksi. Saat panggul mengalami dislokasi atau subluksasi, perkembangan
tulang femoral head dan acetabulum menjadi tidak normal, yang akan
menyebabkan displasia.
2) Epidemiologi
Insidensi dari Developmental Displacement pada panggul, adalah satu
dalam seribu kelahiran. Lebih dari setengahnya mengalami kelainan bilateral.
Pada bayi perempuan delapan kali lebih sering ditemukan mengalami
kelainan ini dari pada bayi laki-laki. Lebih sering ditemukan pada bayi dengan
riwayat keluarga positif dan riwayat kelahiran sungsang. Insiden meningkat
pada kebiasaan membedong bayi yang menyebabkan panggul dalam posisi
ekstensi dan asuksi. Mendekati garis tengah tubuh. Barlow melakukan studi
bahwa lebih dari 60% dari instabilitas panggul menjadi stabil dalam waktu
satu minggu, 88% menjadi stabil pada usia dua bulan dan 12% dengan
instabilitas menetap. (Jurnal Skala Husada, 2012)
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 31
C. Hasil Anamnesis
1) Jarang diketahui oleh orang tua secara dini, sehingga banyak pasien datang
dengan usia 1 tahun ke atas.
2) Kelainan berjalan (tidak seimbang atau seperti pincang)
3) Bayi mengalami keterlambatan perkembangan
4) Kaki bayi sedikit pasif
5) Kaki yang mengalami gangguan pendek sebelah
6) Lipatan paha kanan dan kiri berbeda
7) Anak seperti menyeret kaki ketika mulai merangkak
8) Kelahiran bayi sungsang
9) Ibu biasa membedong bayi
E. Penegakan Diagnosis
1) Activity Limitation
Tidak dapat berjalan seimbang
2) Body Function & Structure Impairment
Acetabulum dan caput femur tidak berada pada tempat seharusnya
(dislokasi)
3) Participation Restriction
Adanya gangguan saat bermain dengan teman sebayanya
4) Diagnosa Fisioterapi
Tidak dapat berjalan seimbang akibat dislokasi acetabulum dan caput femur
sehingga terdapat gangguan saat bermain dengan teman sebayanya.
F. Rencana penatalaksanaan
1) Tujuan
Berjalan dengan normal dan seimbang
2) Prinsip terapi
Prinsip umum terapi adalah mengembalikan panggul ke posisi semula dan
mempertahankan posisi stabil hingga komponen dari panggul membaik dan
panggul stabil dalam posisi menopang berat tubuh.
3) Konseling – edukasi
Perhatikan posisi kaki anak, posisi abduksi atau rotasi internal yang dipaksa
(posisi katak), harus dihindari. Panggul dipertahankan pada posisi stabil yaitu
fleksi sedikit abduksi, disebut juga posisi manusia oleh hip spica cast.
4) Kriteria rujukan
Pasien rujukan dokter
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 33
G. Prognosis
Kondisi membaik
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
B. Masalah Kesehatan
1) Definisi Genu Valgus
Genu berasal dari Bahasa Latin yang berarti “lutut” dan valgus yang
berarti mengarah keluar. Genu valgus (knock-lutut) adalah kelainan kaki
bagian bawah umum yang biasanya terjadi pada balita, prasekolah dan usia
awal sekolah. Dalam genu valgus, ekstremitas bawah berbalik ke dalam,
menyebabkan munculnya lutut menjadi menyentuh sementara pergelangan
kaki tetap terpisah. Seringkali orang tua mungkin telah memperhatikan lutut
membungkuk (genu varum) ketika anak mulai berjalan, tetapi pada usia 3
tahun, anak telah berkembang dan lutut sudah mulai membentuk normal.
Genu valgus yang paling parah pada usia 2-3 tahun tapi kemudian biasanya
sembuh sendiri pada usia 7-8.
2) Epidemiologi Genu Valgus
Genu valgus ringan dapat dilihat pada anak-anak dari usia 2 sampai 5
tahun di mana anak-anak memiliki sudut genu valgus hingga 20 derajat.
Genu valgus jarang memburuk setelah usia 7-8 tahun & seharusnya tidak
lebih buruk daripada 12 derajat, jarak intermalleolar harus <8 cm. Kondisi ini
bisa progresif atau memburuk dengan usia, terutama jika penyebabnya
adalah penyakit, seperti riketsia.
C. Anamnesis
Sejak lahir, sang anak memiliki kelainan bentuk kaki. Awalnya orang tua
pasien mengira seiring berjalannya usia, kaki anak akan berkembang dan
mengarah ke normal. Akan tetapi setelah 3 tahun, kaki anak tidak mengalami
perbaikan dan justru semakin memburuk. Akhirnya orang tua pasien membawa
anaknya ke dokter dan dilakukan pemeriksaan MRI dan CT-Scan, lalu hasil
diagnosa dari dokter adalah sang anak memiliki genu valgus yang idiopatik.
D. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan Anamnesis
a) Posisi kaki yang abnormal yaitu menjauhi garis tengah tubuh
b) Pola jalan yang abnormal
c) Jarak antar malleolus 10 cm
2) Pemeriksaan penunjang
a) Setelah dilakukan MRI dan CT-Scan, terlihat bentuk kaki yang abnormal
dan membentuk huruf X
E. Penegakan Diagnosa
1) Activity limitation
Kesulitan berjalan
2) Body structure and function
Deformitas tibiofemoral
3) Participation restriction
Tidak bisa bermain bersama teman-temannya
4) Diagnosa
Kesulitan berjalan akibat adanya deformitas tibiofemoral sehingga pasien
tidak bisa bermain bersama teman-temannya.
F. Rencana Penatalaksanaan
1) Tujuan
Mengembalikan pola berjalan normal.
2) Prinsip terapi
1) Butterfly stretch yaitu dengan duduk menyila dan lutut di stretch
2) Pasien posisi pronasi dengan bola padat berbentuk lonjong diletakkan di
paha, lalu pasien melakukan roll up and down dengan dibantu oleh
fisioterapis.
3) Edukasi
a) Menyarankan kepada keluarga pasien menggunakan brace pada pasien
untuk mengurangi derajat kemiringan pada knee.
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 36
b) Kriteria Rujukan : Dari Dokter
G. Prognosis
Prognosa terkoreksi apabila ditangani secepat mungkin.
Referensi:
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
B. Masalah Kesehatan
1) Pengertian Kasus
Genu varum adalah deformitas pada bagian proximal tibia yang
menyebabkan kaki anak membentuk busur (Presentation, Diagnosis, & Tests,
2012). Pada dasarnya genu varum merupakan pertumbuhan normal pada
anak-anak. Yang dimana pada umur 10- 14 bulan anak-anak biasanya
mengalami genu varum pada awal masa anak akan memulai ambulasi
sampai umur 20- 24 bulan, walaupun dengan sudut mencapai 30° ini akan
dapat diperbaiki oleh perkembangan fisiologi normalnya . Karena setelah
mengalami genu varum , anak-anak akan mengalami genu valgum sampai
dengan umur 6 atau 7 tahun hingga sampai akhirnya akan horizontal kakinya.
Genu varum yang abnormal ketika anak mencapai umur lebih dari 24
bulan dan tidak ada perubahan pada kakinya, atau tetap mengalami genu
varum.
2) Prevalensinya
Prevalensi genu varum akibat kondisi pertambahan usia sangat sedikit.
Prevalensi banyak terjadi karena adanya patologis lainnya seperti tibia vara
(Blount), rakhitis dan dysplasia skeletal. Oleh karena itu genu varum banyak
ditemukan pada Negara dengan kekurangan gizi dan akses medis yang
terbatas.
C. Hasil Anamnesis
F. Rencana Penatalaksanaan
1) Tujuan
a) Memperbaiki pola jalan pasien
b) Mengurangi nyeri yang disebabkan karena asimetris pada kaki
2) Prinsip Terapi
Memperbaiki alignment kaki pasien
3) Konseling-Edukasi
a) Edukasi keluarga pasien agar anak tidak tidur dan duduk dengan posisi
kaki rotasi kearah luar (eksternal rotasi)
b) Edukasi keluarga pasien perkembangan dari kaki normal pada anak
c) Kriteria Rujukan
Pasien memerlukan rujukan ke dokter bila :
Abnormal endocrine (Ricket)
Terdapat penyakit lainnya yang menyebabkan genu varum
Progressive
Jika metaphyseal/diaphseal lebih dari 15°
G. Prognosis
Sembuh dnegan baik jika dapat dideteksi dan ditangani secara dini
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
B. Masalah Kesehatan
Pengertian
Kelainan yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, eversi dari tungkai,
abduksi dari kaki depan, dan rotasi lateral dari tibia. Ankle valgus biasa disebut
juga talipes valgus. Talipes berasal dari kata Talus yang berarti ankle (mata kaki)
dan Pes yang berarti adanya kelainan pada kaki, dan valgus menunjukan
karakterisktik pergelangan kaki yang membengkok ke luar.
Prevalensi
Belum terdapat data prevalensi ankle valgus
2) Pemeriksaan penunjang :
E. Penegakkan Diagnosis :
Gangguan pola berjalan dan keterbatasan ROM ankle karena ankle
valgus sehingga menyebabkan anak kesulitan bermain dengan temannya
G. Prognosis :
Prognosis baik apabila segera dilakukan operasi untuk memperbaiki
ankle yang mengalami kontraktur
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
Bobath Concept, Sue Raine, Linzie Meados, Marry Lynce- Ellerington. 2009
B. Masalah Kesehatan
1) Definisi Torticollis
Torticollis adalah suatu keadaan keterbatasan gerakan leher dimana
kepala miring kesisi yang terkena dan dagu mengarah ke sisi berlawanan,
yang disebabkan oleh pemendekan otot sternokleidomastoideus (Tandiyo,
2012).
2) Epidemiologi Torticollis
Menurut penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan kanada
dilaporkan bahwa kasus post traumatik terjadi sekitar 10%-20%, sisanya
idiopatik. Wanita memiliki angka kejadian 2 kali dibandingkan pria. Congenital
muscular torticollis muncul pada kelahiran awal sekitar 0,4%.
C. Anamnesis
Posisi kepala pada satu sisi dengan dagu mengarah pada sisi yang
berlawanan
Kekakuan pada otot-otot leher
Trauma lokal pada jaringan leher sebelum atau saat persalinan saat letak
kepala sungsang
Persalinan dengan forceps
Bengkak di sisi leher
Kesulitan dalam menggerakan dan memiringkan kepala
D. Penegakan Diagnosa
Adanya keterbatasan LGS cervical akibat pemendekan dan spasme otot
sternocleidomastoideus, dan spasme otot trapezius yang mengganggu aktivitas
pasien
F. Rencana Penatalaksanaan
3) Tujuan :Meningkatkan LGS cervical
4) Prinsip Terapi :Mengurangi spasme otot trapezius dan otot
sternocleidomastoideus
5) Edukasi :Pasif stretching dan relax passive movement
6) Kriteria Rujukan :Dari Dokter
G. Prognosis:
1) Prognosis tortikolis tergantung pada kelainan yang mendasarinya. Sebagian
besar kasus tortikolis didapat (acquired) penyakit yang hilang sendiri (self-
limited) dalam waktu 2 minggu.
2) Tortikolis spasmodik idiopatik (IST) secara bertahap dapat berkembang
berbulan-bulan dan bahkan seumur hidup
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
B. Masalah Kesehatan :
1) Pengertian kasus :
Suatu kelainan perubahan bentuk tiga dimensi yang abnormal pada
tulang belakang. Skoliosis juga ditandai dengan adanya lengkungan pada
tulang vertebra di bidang frontal yang juga sering disertai dengan rotasi
vertebra pada bidang transversal dan hypokyphosis pada bidang sagital.
2) Prevalensi
Prevalensi pada skoliosis jenis idiopatik tergantung pada kurva
vertebra dan jenis kelamin dari pasienya, namun pada perempuan memiliki
kurva yang lebih parah dari pada laki-laki. Jenis skoliosis idiopatik terbagi
menjadi tiga yaitu, infantile skoliosis, juvenile skoliosis dan adolescent
skoliosis. Adolescent skoliosis terjadi pada rentan usia 11-18 tahun dan telah
terhitung tepatnya 90% dari idiopatic skoliosis.
C. Hasil Anamnesis:
1) Nyeri otot Lokal pada sisi kanan pungung disertai nyeri pinggang di sisi kiri
2) Nyeri local pada ligament
E. Penegakan Diagnosis
Body structure: spine,
Body function : sensasi nyeri pada punggung
Activity limitation: hambatan bermain
Participation Retstriction: tidak dapat mengikuti kegiatan lomba di sekolah
Diagnosa: adanya keterbatasan bermain akibat adanya nyeri punggung
pada vertebra karna skolisosis sehingga mengakibatkan anak tidak dapat
mengikuti kegiatan lomba di sekolah.
F. Rencana Penatalaksanaan:
Tujuan
a) Autocorrection 3D
b) Coordination
c) Equilibrium
d) Ergonomy
e) Muscular endurance/ strength
f) Neuromotorial control of the spine
g) Increase of ROM
h) Respiratory capacity/ education
i) Side-shift
j) Stabilisation
Prinsip Terapi
P
ada kasus skoliosis ke kanan( fungsional 3-pola kurvanya terlihat ke kiri )
exercise yang dilakukan adalah power scroth (kanan). Correction bidang
sagital.Pasien membutuhkan focus mengenai membangun kembali spinal
simetri. Pendekatan posisi saat latihan adalah menggunakan pendekatan
tahanan fungsional dan structural. Scroth therapy menggunakan prinsip over
correction. Basic correction juga menggunakan bantuan cermin yang
diletakan depan pasien. Pada latihan tersebut Postur akan membutuhkan
konsentration dan koordinasi , dengan menerapkan correction breathing serta
membutuhkan adaptasi dari muscle length dan muscle tension.
Konseling/edukasi
Pasien di edukasi untuk konsisten mengikuti program latihan karena
hal ini akan memberikan hasil yang sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan therapinya.
Kriteria rujukan
Dari rumah sakit
G. Prognosis.
Baik jika di intervensi pada sudut kurang dari 20 derajat.
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
Bobath Concept, Sue Raine, Linzie Meados, Marry Lynce- Ellerington. 2009
B. Masalah Kesehatan
1) Definisi
Duchenne muscular dystrophy (DMD) atau Dystrophy Muscular
Progressive (DMP) merupakan penyakit distrofi muskular progresif, bersifat
herediter, dan mengenai anak laki-laki.
Pada DMD terdapat kelainan genetik yang terletak pada kromosom X,
lokus Xp21.22-4 yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein
distrofin. Perubahan patologi pada otot yang mengalami distrofi terjadi secara
primer dan bukan disebabkan oleh penyakit sekunder akibat kelainan sistem
saraf pusat atau saraf perifer.
2) Prevalensi
Insidensi penyakit itu relatif jarang, hanya sebesar satu dari 3500
kelahiran bayi laki-laki. 1 Penyakit tersebut diturunkan melalui X-linked
resesif, dan hanya mengenai pria, sedangkan perempuan hanya sebagai
karier.
C. Hasil Anamnesis
1) Berapakah usia adik?
1. tahun
2) Apa yang di keluhkan?
Kesuitan dalam menggerakan tangan dan kaki dan sesak napas
3) Bagaimana awal mulanya terjadi keluhan?
Sejak 3 tahun yang lalu merasa kedua tungkai semakin bertambah
lemah dan lambat untuk berjalan. Bila berjalan jinjit dan sering terjatuh. Ia
mengeluh sulit untuk berdiri karena kedua tungkai terasa lemah. Bagian
bokong dan paha lebih lemah daripada kaki dan berjalan harus dituntun.
Pasif
REGIO GERAKAN NYERI KETERANGAN
Fleksi Tidak Kelemahan
Shoulder
Ekstensi Tidak Kelemahan
Sedikit Full
Fleksi Tidak
ROM
Elbow
Sedikit Full
Ekstensi Tidak
ROM
MMT
Ekstremitas atas
Grup Otot Sinistra Dextra
Fleksi shoulder 2 2
Ekstensi shoulder 2 2
Ekstensi elbow 3 3
Fleksi elbow 3 3
Dorso fleksi wrist 3 3
Plantar fleksi wrist 3 3
Ekstremitas bawah
Grup Otot Sinistra Dextra
Fleksi hip 2 2
Ekstensi hip 2 2
Ekstensi knee 1 1
Fleksi knee 1 1
Dorso fleksi ankle 2 2
Plantar fleksi ankle 1 1
Ekspansi thoraks
E. Penegakan
diagnosis Fisioterapi
Problematika Fisioterapi
a) Activity limitation
Kesulitan pergi kekamar mandi
Kesulitan untuk berpindah tempat
Kesulitan untuk duduk
Kesuitan untuk berdiri
Kesulitan untuk berjalan
b) Body function and body structure
Pada ekstremitas atas tampak atrofi otot bahu kanan dan kiri (s720)
Kontraktur fleksi pada siku lengan kanan dan kiri (s720)
Kifoskoliosis thorakolumbal (s760)
Pada ekstremitas bawah tampak atrofi otot panggul kanan dan kiri
(s740)
Kontraktur fleksi lutut kanan dan kiri (s750)
Ekuinovarus regio pedis kanan (s750)
Kekuatan otot tungkai atas 3 (b730)
Kekuatan otot tungkai bawah 2 (b730)
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 56
Penurunan pengembangan thoraks (s430)
c) Participation restriction
Tidak bisa bermain dengan teman sebayanya
Tidak bisa bermain bola
d) Diagnosis Fisioterapi berdasarkan ICF
Adanya kesulitan pergi kekamar mandi, berpindah tempat,
duduk, berdiri dan berjalan karana penurunan pengembangan thoraks,
kekuatan otot tungkai atas 3 dan tungkai bawah 2 akibat ekstremitas
atas tampak atrofi otot bahu kanan dan kiri, Kontraktur fleksi pada siku
lengan kanan dan kiri, kifoskoliosis thorakolumbal, pada ekstremitas
bawah tampak atrofi otot panggul kanan dan kiri, Kontraktur fleksi lutut
kanan dan kiri, Ekuinovarus regio pedis kanan yang menyebabkan
tidak bisa bermain dengan teman sebayanya dan tidak bisa bermain
bola.
F. Rencana penatalaksanaan
Tujuan
Menunda perkembangan kontraktur dan deformitas
Prinsip terapi
a) Meningkatkan pengembangan thoraks
b) Melakukan kegiatan yang mendorong berbagai gerakan sepenuhnya
yang akan menunda perkembangan kontraktur dan deformitas
c) Membuat panduan kegiatan untuk memastikan anak menggerakkan
tubuhnya to the limits of their range.
d) Gerakan harus melibatkan kontraksi aktif otot antagonis pada jaringan
lunak yang berpotensi memendek, dan gerakan yang melibatkan
ekstensi ditekankan, dengan tahanan atau bantuan dari terapis
e) Stretching
f) Penggunaan alat bantu KAFO
3) Konseling edukasi
a) Keluarga memastikan anak menggerakkan tubuhnya to the limits of
their range secara teratur setiap hari minimal 3x/hari.
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
Bobath Concept, Sue Raine, Linzie Meados, Marry Lynce- Ellerington. 2009
A. Spina Bifida
1) Kode ICD : Q05
2) Kode ICF : B6S6 dan B7S7
B. Masalah Kesehatan
1) Pengertian
Spina bifida adalah kelainan neural tube ( neural tube defect ) yang
terjadi akibat kegagalan neural tube untuk menutup dengan sempurna.
Kelainan ini menyebabkan pembentukan struktur yang berkembang di luar
tubuh.
2) Populasi
Spina bifida kira-kira muncul pada 1-2 dari 1000 kelahiran hidup, tetapi
bilasatu anak telah menderita maka resiko untuk anak yang lain menderita
spina bifidameningkat 2-3%. Seorang ibu yang memiliki bayi menderita spina
bifida , maka resikohal ini terulang lagi pada kehamilan berikutnya akan
meningkat.
Spina bifida ditemukan terutama pada ras Hispanik dan beberapa kulit
putih diEropa, dan dalam jumlah yang kecil pada ras Asia dan Afrika-Amerika.
Spina bifidatipe okulta terjadi pada 10 – 15 % dari populasi. Sedangkan spina
bifida tipe cystic terjadi pada 0,1 % kehamilan. Terjadi lebih banyak pada
wanita daripada pria (3 : 2)dan insidennya meningkat pada orang China.
C. Hasil Anamnesis
Sejak dari lahir terdapat kantung luar dibagian belakang punggung bawah
klien, sehingga klien merasa terganggu pada saat tidur. Dan setelah usia 3 bulan
klie menjalani operasi. Lalu sesudah menjalani operasi sampai usia 5 tahun
orang tua klien merasakan adanya keterlambatan perkembangan pada anaknya
seperti kesulitan berjalan.
E. Penegakan Diagnosis
1) Problematika Fisioterapi
a) Activity Limitation
Kesulitan berdiri dan berjalan
b) Body Function & Body Structure
Adanya gangguan sensasi
Adanya kelemahan otot pada bagian LE
c) Participation Restriction
Tidak bisa bermain dengan teman sebayanya
2) Diagnose Fisioterapi
Adanya kesulitan berdiri dan berjalan akibat gangguan sensasi dan
kelemahan otot bagian LE yang mengakibatkan klien tidak bisa bermain
dengan teman sebayanya
F. Rencana Penatalaksanaan
Tujuan : Mengoptimalkan kemampuan fungsional berjalan
Prinsip Terapi : Memperkuat fungsi otot
Edukasi: Menggerakan seluruh anggota gerak secara pasif
kriteria Rujukan : Pasien rujukan Dokter
G. Prognosis
Prognosis spina bifida tergantung pada berat ringannya abnormalitas.
Prognosis terburuk bila terdapat paralisis komplet, hidrosefalus, dan defek
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin. 2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
B. Masalah Kesehatan
1) Pengertian kasus :
ASD adalah membuka atau lubang (cacat) di dinding (Septum) antara dua
ruang atas jantung (Atrium). Setiap anak lahir dengan pembukaan antara
bagian atas bilik jantung. Ini adalah pembukaan janin normal yang
memungkinkan darah untuk memutar jauh dari paru-paru sebelum kelahiran.
Setelah lahir, pembukaan tidak lagi diperlukan dan biasanyamenutup atau
menjadi sangat kecil dalam beberapa minggu atau bulan.
Kadang-kadang pembukaan lebih besar dari normal dan tidakmenutup
setelah lahir. Pada kebanyakan anak penyebabnyatidak diketahui. Beberapa
anak dapat memiliki jantung lainnyacacat bersama dengan ASD.
2) Prevalensi
Insidensi DSA adalah 1 per 1000 kelahiran hidup dan terhitung 7% dari
seluruh kejadian PJB. Prevalensi DSA pada wanita lebih tinggi daripada pria
dengan perbandingan 2:1. (Carr and King, 2008).
Klasifikasi DSA dibagi menurut letak defek pada septum atrium, yaitu:
1) Ostium Primum, merupakan hasil dari kegagalan fusi ostium primum
dengan bantalan endokardial dan meninggalkan defek di da sar septum.
Kejadian DSA Ostium Primum pada wanita sama dengan pria dan
terhitung sekitar 20% dari seluruh kasus PJB (Bernstein, 2007).
2) Ostium Sekundum, merupakan tipe lesi DSA terbanyak (70%) dan jumlah
kasus pada wanita 2 kali lebih banyak daripada pria (Vick and Bezold,
2008).
3) Sinus Venosus, merupakan salah satu jenis DSA yang ditandai dengan
malposisi masuknya vena kava superior atau inferior ke atrium kanan.
Insidensi defek ini diperkirakan 10% dari seluruh kasus DSA (Vick and
Bezold, 2008).
E. Penegakan diagnosa
1) Problematika Fisioterapi
a) Body structure dan function : adanya lubang pada septum atrium, sesak
nafas dan keletihan
b) Activity Limitation : tidak mampu melakukan aktifitas lama
c) Partisipasi restriksi : berkumpul dengan teman
2) DiangnoseFisioterapi
F. Rencana Penatalaksanaan
Tujuan :
- Memperbaiki pola nafas
- Beraktifitas normal
Prinsip Terapi :
- Mengembalikan pola nafas normal
- Meningkatkan Aktifitas sehari-hari
Konseling-edukasi : agar mengatur aktifitas sehingga tidak
mengalami keletihan dan tetap menjaga pola makan
Kriteria Rujukan : Dokter
G. Prognosis
Sembuh apabila dilakukan tindakanoperasi sedini mungkin
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
B. Masalah Kesehatan
1) Definisi Asma
Menurut Global initiatif for asthma (GINA) tahun 2015, Asma adalah
penyakit kronis yang umum dan berpotensi serius yang menjadi beban
substansial pada pasien, keluarga mereka dan masyarakat. Menyebabkan
gejala pernapasan, pembatasan kegiatan, dan serangan yang kadang-
kadang memerlukan perawatan kesehatan yang mendesak dan mungkin
berakibat fatal. Asma menyebabkan gejala seperti mengi, sesak napas, sesak
dada dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu di kejadiannya, frekuensi
dan intensitas. (On, Global, & For, 2015)
2) Epidemiologi Asma
Menurut data WHO, asma saat ini merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang serius dengan lebih dari 235 juta penderita. Menurut
Statistik Kanada, 8,5% dari populasi (berusia 12 dan lebih) telah didiagnosis
memiliki asma (2010). Asma adalah yang paling umum selama masa kanak-
kanak dan mempengaruhi setidaknya 13% dari anak-anak di Kanada. Asma
terus menjadi penyebab utama rawat inap anak di Kanada. (People & The,
n.d.)
Menurut data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di
berbagai propinsi di Indonesia, pada tahun 1986 asma menduduki urutan
kelima dari sepuluh penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan
bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik, dan
emfisema sebagai penyebab kematian (mortalitas) keempat di Indonesia atau
sebesar 5,6%. Lalu pada SKRT 1995, dilaporkan prevalensi asma di seluruh
Indonesia sebesar 13 per 1.000 penduduk (PDPI, 2006). Dari hasil penelitian
Riskesdas, prevalensi penderita asma di Indonesia adalah sekitar 4%.
Menurut Sastrawan, dkk (2008), angka ini konsisten dan prevalensi asma
bronkial sebesar 5–15%.
F. Rencana Penatalaksanaan
7) Tujuan : Mempelancar jalannya nafas
8) Prinsip Terapi : Mengurangi sesak nafas
9) Edukasi :Latihan Purse Lip Breathing (PLB) ataumembuang nafas
panjang dengan bibir mencucu
10) Kriteria Rujukan : Dari Dokter
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
B. Masalah Kesehatan
1) Definisi Fraktur Humerus
Menurut Luckman and sorensens,1993. Fraktur adalah terputusnya
hubungan atau kontuinitas tuang karena stress pada tulang yang berlebihan.
Humerus merupakan tulang panjang yang terletak pada lengan antara
bahu dan siku.
Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan
sendi,tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada
tulang humerus.
2) Epidemiologi
Fraktur lebih sering terjadi pada laki – laki daripada perempuan dengan
umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan
atau luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Di Indonesia, jumlah
kasus fraktur yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas 4 kali lebih banyak
terjadi pada laki – laki daripada perempuan.
C. Anamnesis
5 bulan yang lalu, anak mengalami jatuh saat bermain dan lengannya sangat
sakit dan sulit untuk digerakkan. Lalu dibawa ke rumah sakit oleh orang tuanya
untuk dilakukan rontgen dan didapatkan hasil fraktur kondiler humerus, lalu
dibawa ke dokter orthopedi dan dipasangkan gips. Setelah itu dokter orthopedi
merujuk ke fisioterapi.
E. Penegakan Diagnosa
Adanya bengkak dan nyeri pada lengan kanan yang menyebabkan
terbatasnya gerakan lengan untuk melakukan aktifitas sehari-hari sehingga klien
tidak dapat bermain dengan temannya lagi.
F. Rencana Penatalaksanaan
1) Tujuan: Mencegah deformitas dan mencegah atrofi otot
2) Prinsip Terapi:Immobilisasi dan penguatan otot yang tdk tersangga gips
3) Edukasi: lakukan gerakan yang mengaktifkan otot-otot yang tidak tersangga
gips
4) Kriteria Rujukan: Dokter Orthopedi
G. Prognosis
Sembuh apabila dilakukan tindakan operasi sedini mungkin
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
B. Masalah Kesehatan
1) Definisi Fraktur Femur
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi
itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang
patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh
ketebalan tulang
Fraktur femur adalah suatu perpatahan pada kontinuitas struktur tulang
yang terletak pada bagian tulang femur.
2) Epidemiologi
Penelitian epidemiologi dari Indiana tahun 2006 menyebutkan dari
hampir 10.000 patah tulang paha, 1076 (11%) terjadi pada anak-anak kurang
dari 2 tahun, 2119 (21%) pada anak usia 2 sampai 5 tahun, 3237 (33%) pada
anak usia 6 samapi 12 tahun, dan 3528 (35%) pada remaja berusia 13
sampai 18 tahun.
Fraktur batang femur termasuk diantaranya subtrochantor dan
supracondilar yang berkisar 1,6% pada semua fraktur pada anak dan paling
banyak umumnya fraktur di 1/3 tengah femur. Rasio anak laki – laki dan
perempuan adalah 2:1. Angka kejadian tahunan fraktur batang femur adalah
19 per 100.000 anak.
C. Anamnesis
Adanya bunyi (krepitasi), bengkak pada daerah fraktur, nyeri, kekuatan otot
menurun pada daerah tungkai, keterbatasan gerak pada salah satu tungkai,
perbedaan panjang tungkai, perdarahan (internal atau eksternal), dan anak
menangis/merintih.
E. PenegakanDiagnosa
Adanya keterbatasan menggerakan tungkai kanan karena bengkak dan nyeri
sehingga terganggunya klien dalam melakukan aktivitas bermain bersama
teman-temannya.
F. Rencana Penataksanaan
1) Tujuan :
Dapat kembali melakukan kegiatan sehari-hari
2) Prinsip Terapi
a) Pada fase immobilisasi :
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 71
Mengurangi nyeri,mengurangi oedem, membantu menjaga sirkulasi,
memelihara fungsi otot, memelihara gerak sendi, memelihara beberapa
gerak fungsional
b) Pada fase setelah fiksasi dilepas:
Mengurangi oedem, mengembalikan LGS, mengembalikan kekuatan otot,
melatih kembali gerakan fungsional
c) Edukasi :
Mengajarkan menggunakan alatkhusus, tidak boleh didudukan,
disarankan untuk tetap menggerak-gerakan tungkai agar stabilitas sendi
tetap terjaga, peran keluarga juga sangatlah penting untuk membantu dan
mengawasi segala aktifitas pasien di lingkungan masyarakatnya. Pasien
diberi pengertian tentang kontraindikasi dari kondisi pasien itu sendiri agar
tidak menapakkan kakinya terlebih dahulu sebelum 2 sampai 3 minggu.
d) Kriteria Rujukan : Dari Dokter Orthopedi
G. Prognosis
Sembuh bila penanganan cepat dengan dilakuakan operasi agar tidak
menambah kerusakan struktur tulang tersebut.
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
B. Masalah Kesehatan
1) Definisi TBI
Traumatic Brain Injury (TBI) merupakan cidera otak yang terjadi karena
benturan yang keras atau guncangan yang menyebabkan trauma tumpul
atau tajam pada otak. Cidera tersebut dapat menyebabkan cidera utama
yang melibatkan lobus yang spesifik di dalam otak atau bisa juga melibatkan
seluruh bagian dari otak. Kadang bisa saja terjadi fraktur pada tengkorak.
Selama insiden tersebut, otak mengalami guncangan yang menyebabkan
memar/lebam, perdarahan, dan rusaknya serabut saraf di dalam tengkorak.
2) Epidemiologi TBI
Insidensi tahunan dari trauma kepala yaitu sekitar 600 hingga 900
orang per 100.000 populasi. Terdapat 200 hingga 500 orang dirawat di unit
gawat darurat, 150 hingga 250 orang dirawat di rumah sakit dengan
Traumatic Brain Injury, dan 20 hingga 30 orang meninggal (50% di rumah
sakit dan 50% di luar rumah sakit) per tahunnya. Data menunjukkan bahwa,
rata-rata sekitar 1.400.000 orang mengalami Traumatic Brain Injury setiap
tahun di Amerika Serikat, dimana 50.000 orang meninggal dan 235.000
orang dirawat di rumah sakit.
C. Anamnesis
Klien mengalami kecelakaan mobil 3 minggu lalu, saat ini klien mengeluhkan
kesulitan menggunakan jari-jarinya dan keseimbangan berjalan setelah keluar
dari perawatan intensif.
D. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan penunjang
a) CT Scan: menunjukkan adanya hematoma pada daerah cerebellum
b) MRI : menunjukkan adanya contusio pada daerah cerebellum
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 73
2) Pemeriksaan Objektif
Glasgow Coma Scale (GCS) menunjukkan angka 13 yang artinya klien
menderita cidera kepala sedang. Nilai GCS tertinggi 15 dan terendah adalah
3 dan dibagi atas:
a) Cidera kepala ringan yang dinyatakan dengan GCS 14-15
b) Cidera kepala sedang yang dinyatakan dengan GCS 9-13
c) Cidera kepala berat yang dinyatakan dengan GCS ≤ 8
d)
E. Rencana Penatalaksanaan
1) Tujuan
Mengembalikan klien pada pekerjaannya sebagai Arsitek
2) Prinsip terapi
Memperbaiki postur, melatih keseimbangan, melatih pola berjalan, melatih
fine motor finger
3) Edukasi
Kewaspadaan dan kesadaran klien tentang postur saat tidur dan duduk
4) Rujukan : Dari dokter
F. Prognosa
Bila penanganan dilakukan sesegera mungkin, prognosanya adalah sembuh
H. Penegakan diagnosa
Problematika Fisioterapi
a) Body Structure & Body Function
Adanya hematom dan contusio pada area cerebellum di otak
Pusing
b) Activity Limitation
Kesulitan berjalan
Kesulitan menggambar dan mengoperasikan komputer
Referensi:
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
B. Masalah Kesehatan
Pengertian
Spinal cord injury adalah trauma yang menyebabkan kerusakan pada
spinal cord sehingga menyebabkan menurunnya atau menghilangnya fungsi
motorik maupun sensoris. Untuk SCI memiliki tanda dan gejala yang berbeda
sesuai dengan levelnya masing-masing.
Populasi
Di Amerika sekitar 8000 kasus spinal cord injury (SCI) didiagnosis
setiap tahunnya, dan lebih dari 80 % adalah laki – laki berusia sekitar 16
sampai 30 tahun. Trauma ini disebabkan oleh kecelakaan lalulintas 36 %,
karena kekerasan 28,9 %, dan jatuh dari ketinggian 21,2 %, jumlah paraplegi
lebih banyak dari pada tetraplegi dan sekitar 450.000 penduduk di Amerika
hidup dengan SCI.
C. Hasil Anamnesis
1) Klien merasakan nyeri di area yang terkena.
2) Klien mengalami kecelakaan 1 minggu yang lalu.
3) Pada saat bergerak yang menggunakan tulang belakang klien merasakan
nyeri.
4) Terkadang klien merasakan pusing hingga merasa mual.
E. Pemeriksaan Diagnosis
Adanya keterbatasan aktifitas karena adanya cidera pada tulang belakang
sehingga klien tidak bisa berkumpul dengan keluarga di rumah.
G. Prognosis
Cepat pulih apabila dilakukan operasi.
B. Masalah Kesehatan
1) Pengertian Kasus
Flatfoot adalah suatu kondisi yang dapat mempengaruhi baik orang
dewasa dan anak-anak. Pada anak-anak, hal itu disebut "pediatricflatfoot"
atau kaki bebek. Ketika seorang anak memiliki kaki bebek atau sering
disebut kaki datar, lengkungan kaki menyusut atau menghilang ketika ia
berdiri.
2) Populasi
Telapak kaki yang rata atau dikenal dengan sebutan kaki datar
atau flat feet adalah salah satu kondisi yang paling umum ditemui oleh
dokter. Gangguan ini dialami oleh sekitar 20 sampai 30% dari populasi
di dunia. Flat feet, disebut juga pes planus atau fallen arches, mengacu
pada suatu kondisi medis di mana lengkungan kaki rata atau datar.
Seluruh bagian telapak kaki menempel atau hampir menempel pada
tanah.
Flat feet atau flat foot adalah suatu keadaan dimana elastisitas atau
kemampuan kaki atau tapak kaki yang menyerupai shock breaker sudah
tidak ada atau molor sehingga jadi datar alias flat. Banyak orang-tua yang
tidak menyadari bahwa anaknya menderita flat feet. Biasanya ibu-ibu datang
membawa anaknya yang masih berusia 1 tahun, dengan keluhan kakinya
datar/leper. Susah diprediksi, karena kaki bayi sampai umur 2,5 tahun masih
variasi, itu normal. Namun, kalau lewat umur 3 tahun masih leper atau rata,
berarti ada kelainan yang bakal bermasalah.
C. Hasil Anamnesis
Orang yang flat foot, biasanya punya kelemahan di ankle, jari kaki ke atas.
Karena itu, anak yang flat foot biasanya malas bergerak, kadang disertai dengan
sulit konsentrasi, sulit menerima instruksi.
E. Penegakkan Diagnosis
1) Body structure dan function
a) seseorang dengan flat foot jika berjalan sering jatuh, cepat capai,
mengeluh sakit kaki.
2) Activity limitation
a) Tidak dapat mengikuti aktivitas fisik lama
b) Menarik diri dari aktivitas fisik
3) Participation restriction
a) Kesulitan memakai sepatu
b) Kesulitan berlari
F. Rencana Penatalaksaan
1) Tujuan:
bertujuan untuk mengontrol gerakan sendi dengan tepat, memfasilitasi
dan meningkatkan gerakan pada sendi tertentu sementara membatasi
gerakan sendi yang lain, dengan tujuan keseluruhan untuk mempersiapkan
kaki untuk keselarasan kaki yang optimal dan memfungsikan setiap tahap
dari siklus berjalan
2) Prinsip Terapi:
Dengan berpijaknya kaki Anda pada orthotic yang didesain dengan
tepat, maka akan dengan mudah dan konsisten membantu posisi yang
benar (atau setidaknya posisi yang lebih baik) untuk berjalan, berlari, dan
berdiri
3) Konseling – Edukasi:
Penanganan lebih awal akan lebih baik
4) Kriteria Rujukan:
Datanglah ke ahli ortopedi/fisioterapis atau ke bagian rehabilitasi medis
di rumah sakit.
B. Masalah Kesehatan
1) Pengertian
Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) adalah gangguan
perilaku yang ditandai dengan gangguan pemusatan perhatian dan
gangguan konsentrasi, impulsivitas yaitu bicara semaunya tanpa memikirkan
akibat, dan melakukan gerakan yang tidak mempunyai tujuan yang jelas dan
disertai dengan hyperaktif.
Jika didefinisikan secara umum, Atteintion Deficit Hyperactive
Disorder (ADHD) menjelaskan kondisi anak-anak yang memperlihatkan ciri-
ciri atau gejala kurang konsentrasi, hiperaktif dan impulsive yang dapat
menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup
mereka.faktor penyebabnya gen, deficit neurotransmitter, perkembangan
otak yang abnormal, lingkungan.
2) Epidemiologi
Studi di dunia menunjukan prevalensi dari penyakit ADHD berkisar
5.29%(dengan tingkat kepercayaan 95%) pada anak dan remaja. Lebih
tinggi mengenai laki –laki dari pada perempuan,dan pada anak di bawah 12
tahun dibandingkan dengan remaja.
C. Anamnesis
1) Ada riwayat keluarga yang mengalami ADHD
E. Penegakan diagnosa
Kesulitan konsentrasi dan bersikap implusif serta hiperaktif, akibat kesalahan
pada otak (deficit neurotransmitter/perkembangan otak yang abnormal),
sehingga menghmbat interaksinya dengan lingkungan.
G. Prognosis
Sembuh jika anak melakukan terapi, orang sekitar peduli terhadap problem
anak.
A. Pneumonia
1) Kode ICF : b4s4
2) Kode ICD :J45
B. Masalah Kesehatan
1) Definisi
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-
paru atau alveoli. Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang
dicirikan dengan adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area
alveoli.
2) Epidemiologi
Pneumonia merupakan pembunuh utama anak dibawah usia lima
tahun (Balita) di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain
seperti AIDS, Malaria dan Campak. Di dunia, dari 9 juta kematian Balita
lebih dari 2 juta Balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia atau sama
dengan 4 Balita meninggal setiap menitnya. Dari lima kematian Balita, satu
diantaranya disebabkan pneumonia(Menkes, 2009). Di Indonesia
berdasarkan hasil Riset KesehatanDasar, menunjukkan; prevalensi nasional
ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka nasional), angka kesakitan
(morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka kematian
(mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%.
C. Anamnesis
Pasien batuk sudah 14 hari yang lalu dan disertai demam. Batuk berdahak
dengan warna sputum hijau. Selain itu pasien merasakan ngos-ngosan dan
mudah lelah saat bermain.
D. Hasil Pemeriksaan
1) Pemeriksaan Penunjang : hasil rontgen menunjukkan bercak abu abu
2) Pemeriksaan Objektif :
- Vital Sign
o HR : 80 x/menit
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 85
o RR : 33 x/menit
o BP : 100/65 mmHg
- Inspeksi
o Nafas menggunakan mulut
o Bernafas menggunakan otot bantu pernafasan saat inpirasi
o Frekuensi pergerakan thorax cepat
- Palpasi
o Terasa panas suhu badannya
o
E. Rencana Penatalaksanaan
Tujuan
a) Mencegah penumpukan sputum
b) Melancarkan jalan nafas
c) Latihan penguatan otot pernafasan
Prinsip Terapi
Positioning, mengeluarkan sputum, dan Deep inpirasi breathing
Edukasi
Ajari orang tua untuk memposisikan anak miring kanan dan kiri dan
untuk deep insipirasi breathing dilkukan dengan cara anak untuk minum air
putih dan mencium aroma
Kriteria Rujukan : dokter
E. Prognosis
Dapat sembuh apabila menjalankan terapi dan dibantu dengan obat.
G. Penegakkan Diagnosa
Adanya gangguan saat bernafas karena adanya peradangan pada paru-paru
sehingga menggangg aktivitas klien.
Referensi
B. Masalah Kesehatan
1) Pengertian
Tip toe walking atau jalan jinjit adalah bentuk abnormal dari gait yang
ditandai dengan hilangnya pola normal heel strike pada kedua kaki selama
gait berlangsung, dengan forefoot sebagai tumpuan saat melakukan kontak
dengan lantai sewaktu melakukan gait cycle. Toe walking suatu keadaan
normal jika terdapat pada anak-anak usia 3 tahun kebawah dan menjadi tidak
normal jika terdapat pada anak usia lebih dari 3 tahun dan merupakan pola
berjalan dengan posisi ankle plantar flexi.
2) Populasi
Yang paling sering dijumpai adalah tipe idiopatic toe walking (ITW).
Prevalensi sebenarnya pada anak dengan ITW tidak diketahui karena tidak
semua anak dengan ITW memeriksakan diri ke dokter. Pada beberapa study
kecil, ITW diperkirakan terjadi 7-24% pada populasi kanak-kanak. Pada study
cross-sectional besar tahun 2011 di Belanda ditemukan prevalensi 12 dari
populasi general. Studi besar lainnya pada tahun 2012 di swedia menemukan
prevalensi dari ITW adalah 4,9% pada anak berusia 5 tahun 6 bulan‟
C. Hasil Anamnesis
1) Pada saat berjalan kaki berjinjit
2) Dahulu anak memang terbiasa berjinjit saat berjalan
3) Kaku pada pergelangan kaki
4) Betis terasa pegal setelah berjalan
E. Penegakkan Diagnosa
1) Activity Limitation
a) Gangguan berjalan
b) Tidak dapat berjalan lama
2) Body Structure and Function
a) Terdapat spasme pada otot gastrocnemius dan soleus
b) Terdapat nyeri pegal pada betis
c) Terjadi pemendekan pada otot
d) Lebih mudah lelah
e) Ankle cenderung plantar flexi
3) Participation and Restriction
a) Tidak dapat bermain lama
b) Minder dengan temannya karena berbeda
“Gangguan berjalan akibat adanya spasme dan pemendekan otot gastrocnemius
dan soleus yang mengakibatkan terjadinya plantar flexi pada ankle”.
F. Rencana Penatalaksanaan
1) Contract relax stretching
2) Self stretching
3) Ultrasound therapy
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 89
4) Massage
5) Gait exercise
G. Prognosis
Prognosa terkontrol jika tiptoe bukan merupakan gejala tambahan akibat adanya
neurodeficit atau perubahan postural tone secara tiba-tiba.
B. Masalah Kesehatan
1) Pengertian Bronkitis
Bronkitis adalah penyakit yang ditandai oleh inflamasi pada bronkus.
Bronkitis merupakan infeksi akut pada saluran pernafasan paru (tracea dan
broncus) yang disebabkan infeksi virus atau bakteri. Bronkitis berhubungan
dengan respiratori atas. Ketika ada reaksi peradangan di saluran napas, area
tersebut akan tampak kemerahan, sembab/ membengkak, serta
memproduksi lendir yang agak banyak. Jadi, gejala bronkitis adalah batuk
yang disertai produksi sputum yang banyak.
2) Prevalensi Bronkitis
Di Amerika Serikat prevalensi untuk bronkitis kronik adalah berkisar 4,45%
atau 12,1 juta jiwa dari populasi perkiraan yang digunakan 293 juta jiwa.
Sedangkan ekstrapolasi tingkat prevalensi bronkitis kronik di Mongolia
berkisar 122.393 orang dari populasi perkiraan yang digunakan adalah
berkisar 2.751.314 juta jiwa. Di Indonesia SKRT 2001, asma, bronkitis kronik
dan emfisema menduduki peringkat ke-3 (PMR 12,7%) sebagai penyebab
C. Hasil Anamnesis
a) Keluhan Utama : Ny.A mengatakan keluhan utama pada An.A adalah batuk
disertai dengan pilek.
b) Keluhan Penyerta : Gejala awal yang dirasakan An.A panas selama 2 hari di
rumah. An.A merasakan sakit tenggorokan saat batuk, susah mengeluarkan
dahak, kadang-kadang sesak napas.
c) Riwayat Penyakit Dahulu : An.A merupakan anak ketiga, lahir dengan jenis
persalinan caesar.
d) Riwayat Penyakit Sekarang : Dua hari lalu, An.A merasakan panas yang agak
tinggi disertai dengan batuk, lalu An.A diberikan paracetamol dan obat batuk
oleh ibunya. Setelah 2 hari panasnya belum turun ditambah dengan dahak
yang suit dikeluarkan, lalu dibawa ke dokter anak untuk berobat.Oleh dokter
untuk melakukan terapi dan kemudian An.A dirujuk ke fisioterapi.
X – Foto Thorax AP
Cor : CTR < 55 %
Bentuk dan konfigurasi normal
Pulmo : Corakan vaskuler meningkat dan kasar
tak tampak infiltrat densitas abnormal
Trakea tampak di midline, tak menyempit
Hilus tampak melebar dan kasar
Costaphrenic angle tajam, tak tampak efusi
E. Penegakkan Diagnosis
1) Body Structure: ganguan pada bronus, saluran pernafasan di paru paru dan
gangguan otot respirasi paru
2) Body Function: Gangguan fungsi respirasi, gangguan ekspirasi paru akibat
obstruksi, gangguan batuk disertai kesulitan mengeluarkan sputum
3) Activity Limitation: Tidak nyaman saat tidur, kesulitan untuk toileting mandiri
4) Partisipation Restriction: Tidak bisa bermain bersama teman teman dan
keluarga
Diagnosa berdasarkan ICF :
Adanya gangguan tidak nyaman saat tidur, kesulitan untuk toileting
mandiri akibat gangguan ekspirasi paru, gangguan batuk disertai kesulitan
mengeluarkan sputum pada bronkus, saluran pernafasan di paru sehingga
pasien tidak bisa bermain bersama teman teman dan keluarga.
F. Rencana Penatalaksanaan
1) Tujuan : Mengurangi sputum di rongga paru, mengurangi batuk
2) Prinsip terapi : Memeprbaiki pola pernafasan
3) Edukasi : Mengajarkan pola pernafasan seperti Pulse Lips Breathing,
mengajarkan reflek batuk kepada anak untuk mengeluarkan sputum
4) Kriteria rujukan: Rehabilitasi Medik (fisioterapi)
G. Prognosis
1) Sembuh
Bila anak tidak mengalami komplikasi bronkitis, maka umumnya baik. Bila
anak sering terpapar asap rokok (pasif atau aktif) dapat terjadi bronkitis kronik
kelak kedepannya.
A. Erb‟s Paralysis
1) ICD – 10 :P14.0
2) ICF :B2 dan S2
B. Masalah kesehatan
1) Pengertian
Erb's paralysis adalah kelumpuhan pada lengan yang disebabkan oleh
cedera pada kelompok saraf lengan atas, khususnya saraf yang berada di
C5-C6. Ini merupakan bagian dari plexus brachialis , terdiri dari rami ventral,
spinal saraf C5-C8, dan T1.
Kerusakan cabang-cabang C5 – C6 dari pleksus brakhialis menyebabkan
kelemahan dan kelumpuhan lengan pada otot deltoid, otot biceps brachii, otot
brachialis dan otot brakhioradialis, kadang juga mengenai otot supraspinatus
dan otot infraspinatus, serta untuk gerakan fleksi, abduksi dan eksorotasi
sendi shoulder, gerakan fleksi dan supinasi sendi elbow,dan palmar fleksi
sendi wrist. sehingga lengan berada dalam posisi ekstensi, adduksi, internal
rotasi sendi shoulder, ekstensi dan pronasi sendi elbow dan dorsi fleksi sendi
wrist. Pada trauma yang ringan yang hanya berupa oedema atau perdarahan
ringan pada pangkal saraf, fiksasi hanya dilakukan beberapa hari atau 1 – 2
minggu untuk memberi kesempatan penyembuhan yang kemudian diikuti
program mobilisasi atau latihan ( Sidharta, 1988)
2) Prevalensi
Insidensi di Amerika Serikat 0,5 sampai Brachial plexus injury sebanyak
94-97% yang 4,4 kasus setiap 1.000 kelahiran hidup, sedangkan terjadi pada
presentasi normal, 1-2% presentasi di Prancis dan Saudi Arabia insidensi
1,09 sampai 8 bokong, dan 1% sectio cesarea. Ibu dengan usia 1,19 tiap
1.000 kelahiran hidup. Insidensi selama lebih dari 35 tahun lebih sering
melahirkan bayi periode 23 tahun (1980 sampai 2002) pada suatu dengan
brachial plexus palsy dibandingkan yang pusat kesehatan tersier di
Spartanburg, Amerika Serikat didapatkan berusia ≤35 tahun. Bayi laki-laki
C. Hasil Anamnesis
Pada anak usia 2 bulan tidak dapat menggunakan tangan kanannya. Sulit
untuk rolling dan posisi ke duduk. Posisi tangan kanan yang terus menerus lurus
tidak bisa ditekuk dan memutar ke dalam. Sudah sering dikembalikan ke posisi
yang benar namun pasti kembali lagi. Orangtua mulai khawatir karena hal
tersebut mempengaruhi kemampuan anak, anak menjadi tidak bisa tengkurap
sendiri serta tangan kanannya tidak aktif. Saat ibu melahirkan, ibu menjalani
proses persalinan yang lama dan sulit.
E. Penegakan diagnosis
1) Activity Limitation
Tidak bisa rolling, memegang mainan, dan posisi ke duduk
2) Body Function and structure impairment
Lesi pada pleksus brachialis bagian atas sisi dextra
3) Participation Restriction
Tidak dapat bermain dengan baik dengan lingkungannya
4) Diagnosa Fisioterapi berdasarkan ICF
Anak sulit untuk rolling, memegang mainan, dan posisi ke duduk karena
adanya lesi pada pleksus brachialis bagian atas sisi dextra sehingga anak
tidak dapat bermain dengan baik dengan lingkungannya.
F. Rencana Penatalaksanaan
1) Tujuan
a) Tujuan Jangka Panjang
o Meningkatkan kemampuan tumbuh kembang anak sesuai dengan
usianya
G. Prognosis
Apabila mengalami Erb‟s palsy C5 dan C6, sekitar 90% dapat sembuh secara
spontan dengan hasil 53% ekstremitas atas dapat berfungsi mendekati normal.
Jika C7 ikut cidera, maka 80% pemulihan tidak baik.
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
B. Masalah Kesehatan
1) Pengertian
Kifosis adalah penyimpangan postur dalam bidang sagital yang dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu terjadi secara kongenital, faktor sikap
tubuh yang salah pada saat bekerja dan berolahraga, serta akibat dari
kesalahan tubuh saat beraktifitas seperti duduk,berdiri dengan tubuh
membungkuk dalam waktu lama dan statis. Pemakaian tas ransel beban
berat dalam jangka waktu lama juga bisa menyebabkan tubuh condong ke
depan atau kifosis.
Pada orang muda, sudut kifosis normal berkisar antara 10◦ dan 25◦. Pada
orang dewasa sampai usia lanjut, sudut kifosis torakal yaitu 30◦ sampai 45◦
pada wanita dan 40◦ pada pria. Nilai sudut ini bervariasi yang disesuaikan
dengan usia, jenis kelamin, dan kondisi patologis. Hiperkifosis pada remaja
dan dewasa kelengkungan torakal lebih dari 40◦ .
Secara umum dikenal tiga jenis kifosis: (1) kifosis kongenital (kelainan
bawaan sejak di rahim), (2) kifosis postural banyak ditemui pada remaja putri,
(3) Scheuermann‟s khyphosis yang banyak terjadi di usia belasan tahun
terutama pada remaja pria yang terlalu kurus.
a) Populasi
Lebih sering terjadi pada lanjut usia, pada anak dan remaja diakibatkan
karna kelainan congenital , postur, gangguang nutrisi (kekurangan vitamin D),
CP, dan Scheuermann‟s khyposis.
F. Rencana Penatalaksanaan
1) Tujuan
Peregangan pada bagian depan, memberikan penguatan pada otot
punggung, dan meningkatkan stabilitas pada otot-otot abdomen dan otot
punggung untuk menyangga postur tegak melawan gravitasi sehingga dapat
memperbaiki kurva torakal dan meningkatkan mobilitas sendi torakal yang
mengalami hipomobiliti serta meningkatkan fleksibilitas otot sehingga
tercapainya keseimbangan otot yang mendukung perbaikan postur pada
kondisi kifosis.
a) Prinsip Terapi
Koreksi postur untuk mencegah progresifitas menjaga keseimbangan
otot, menjaga fungsi respirasi, dan mengurangi nyeri.
Konseling dan Edukasi
postural auto correction exercise
Kriteria rujukan
G. Prognosis
Tergantung pada:
1) Usia
2) Penyebab kelengkungan
3) Tingkat keparahan / besarnya kelengkungan kifosis.
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
B. Masalah Kesehatan
1) Definisi
Tulang belakang membutuhkan kurva normal untuk berfungsi dengan
benar. Hal ini disebabkan bentuk tulang sesorang yang membentuk tulang
belakang (vertebra). Setiap orang memiliki kurva lordosis pada tulang
belakangnya . Jika kurva pada tulang belakang menjadi terlalu besar,
distribusi tekanan yang abnormal pada bagian lain dari tulang belakang
menyebabkan nyeri. 'Hyperlordosis' adalah kurva lumbal yang berlebihan di
tulang belakang, dimana kurva pada punggung bagian bawah cenderung
lebih dari kurva normal.
C. Anamnesis
1) Nyeri punggung jika duduk dalam waktu lama
2) Tidak nyaman saat berdiri
3) Terbatas dalam membukukan badan
F. Prognosis
Sembuh bila pasien dapat mengikuti program yang diberikan dan memposisikan
tubuh sesuai edukasi yang diberikan.
H. Penegakan diagnosa
Adanya keterbatasan gerak karena hiperlordosis pada kurva lumbal sehingga
pasien kesulitan untuk beraktivitas sehari-hari.
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
B. Masalah Kesehatan
1) Pengertian
Sprain ankle merupakan overstretch pada ligamen complex lateral
terjadi pada pergerakan plantar fleksi dan inversi. Kelemahan ligament
sebagai stabilitas pasif mengakibatkan keluhan nyeri, dan inflamasi kronis,
hingga proprioceptive menurun, kelemahan otot-otot foot and ankle serta
ketidakstabilan dalam melakukan aktivitas normal. Kondisi-kondisi dari
sprain ankle kronis menyebabkan ketidakmampuan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari sehingga menyebabkan foot and ankle disability.
2) Epidemiologi
Prevalensi sprain ankle bervariasi, kasus sprain ankle khususnya yang
terkena pada lateral ligamen ini biasanya terjadi pada orang umum dan para
atlet olahraga. Dari kasus sprain ankle 85% nya merupakan cidera
pergelangan kaki, dan menurut data yang ada 85% adalah inversi sprain.
38- 45% dari angka kejadian sprain ankle terjadi pada atlet olahraga,
khususnya sprain ankle lateral.
E. Penegakan Diagnosa
Adanya gangguan keseimbangan dan gangguan berjalan karena adanya
nyeri dan bengkak pada ankle akibat sprain pada ligamen anterior talofibular
sehingga os tidak dapat bermain bersama teman-temannya.
F. Rencana Penatalaksanaan
1) Tujuan
Membuat anak tidak mal alignment postur
2) Prinsip Terapi
a) Mengurangi nyeri
b) Mengurangi oedem
c) Meningkatkan proprioseptif ankle
d) Melatih keseimbangan berdiri
e) Melatih gait walking
3) Konseling dan Edukasi
a) Gunakanlah sepatu yang sesuai dan aman untuk anak
b) Perhatikan ketika anak bermain, jika berbahaya minta untuk berhati-hati
atau disudahi
c) Ajak anak pemanasan sebelum melakukan aktivitas fisik
d) Jika sudah pernah mengalami sebelumnya, bisa dipakaikan ankle brace
supaya tidak terjadi repetitive injury
e) Kriteria Rujukan
Dokter Spesialis Anak
Dokter Orthopedi
G. Prognosis
Sembuh jika pertolongan langsung diberikan oleh Fisioterapis maupun Dokter.
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
B. Masalah Kesehatan
1) Definisi
KlumpkeBrachial plexus palsy merupakan suatu paralisis yang
diakibatkan oleh cedera pada sebagian atau seluruh pleksus brakialis.
Brachial plexus palsy pada bayi baru lahir lahir disebabkan oleh cedera
akibat proses kelahiran bayi dan sering disebut sebagai obstetrical brachial
plexus palsy (OBPP). Kasus pertama cedera plexus brachialis pada saat
lahir. Obstetrical brachial plexus injuries umumnya tampak pada saat atau
segera setelah lahir.
Pleksus brakhialis sangat rentan terhadap trauma tarikan (traction
injury) daripada pleksus lumbo-sakralis karena perfengketan anggota gerak
atas pada tubuh tidak kuat sehingga mudah terdorong oleh trauma seperti
tarikan bahu ke bawah yang diikuti penarikan beriawanan pada kepaia dan
lehersehingga dokter / bidan melakukan fleksi kepala dan leher sewaktu
melakukan pertolongan persalinan akibat kesukaran melahirkan bayi
tersebut. Bahwa manuver tersebut di atas akan menimbulkan peregangan
sampai robek satu atau dua trunkus pleksus. Bahkan dapat terjadi avulsi
nerve root dari medula spinalis. Hai ini mengakibatkan tesi sensoris pada
lower motor neuron.
Klumpke adalah gangguan pada lower root plexus brachialis (C8 – T1)
yang mengakibatkan kelumpuhan pada forearm dan hand. Biasanya
mengakibat lessi pada otot – otot intrinsik sekitar forearm dan hand
(interossei, thenar and hypothenar muscles).
2) Epidemiologi Klumpke
Klumpke merupakan kategori „penyakit langka‟. Angka kejadian
Klumpke palsy kurang dari 200,000 dari total populasi di Amerika Serikat.
Kejadianklumpke‟s paralysis 0,2 - 2,5 / 1000 kelahiran dan yang menyebabkan
kelemahan padalengan sebesar 0,4–5 / 10000 kelahiran
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 108
C. Anamnesis
1) Keluhan Utama : belum bisa rolling dan pertumbuhan yang lambat
2) Keluhan Penyerta :
3) Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang ibu datang ke klinik Tumbuh Kembang,
mengelukan kondisi anak nya yang mengalami keterlambatan dalam tumbuh
kembang salahsatu nya sang anak belum bisa melakukan rolling. Ibu itu
mengatakan bahwa sang anak di lahirkan dalam kondisi prematur dan
mengalami sungsang saat proses persalinan. Si ibu juga mengeluhkan sang
anak yang mengalami kekakuan di bagian pergelangan tangan dan jarinya.
Hal ini sudah terlihat saat memasuki umur 3 bulan, saat ini umur sang anak
6 bulan.
D. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan Penunjang : X – Ray
2) Pemeriksaan Fisioterapi :
a) Pemeriksaan Objektif :
Palpasi : adanya ketegangan di sekitar sekitar wrist, forearm, hand dan
finger.
PFGD : adanya keterbatasan lingkup gerak sendi dan bila di paksakan
untuk di gerakan ekstensi dang anak merasakan sakit di sekiatr
sekitar wrist, forearm, hand dan finger.
E. Penatalaksanaan Fisioterapi
1) Tujuan
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
B. Masalah Kesehatan
1) Definisi Kasus
Ventrikel Septum Defek (VSD) adalah penyakit jantungbawaan (PJB)
yang paling umum pada bayi baru lahir berupa defek atau lubang pada
septum antara ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Septum adalah dinding
yang memisahkan jantung sisi kiri dan kanan.
2) Jumlah Populasi
Prevalensi lebih tinggi pada neonatus daripada pada anak-anak yang
lebih tua. Diperkirakan 32.000 bayi dilahirkan dengan kelainan ini per tahun
di Amerika Serikat. Sedangkan di Indonesia belum ada angka yang pasti.
Literatur yang ada menunjukkan prevalensi 0,5-0,8% pada kelahiran hidup.
Dengan mengacu hal tersebut,pada tahun 2005 diperkirakan antara 24.000
sampai 38.000 bayi dilahirkan dengan cacat lahir ini.
C. Hasil anamnesis
Seorang anak laki-laki umur 1 tahun dengan keluhan batuk pilek. Menurut
cerita ibunya, anak tersebut lahir prematur, bila menangis bibir tdak kebiruan,
sering batuk pilek dan cepat lelah. Nafsu makan sedikit terganggu, berat badan
kurang. Jika beraktifitas berat mengalami sesak nafas.Terdapat riwayat penyakit
keluarga yang terkena penyakit VSD. Ibu mengalami infeksi saat hamil. Anak di
diagnosa oleh dokter adanya kelainan pada jantung.
D. Hasil Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
Pasien terlihat gelisah
Wajah terlihat pucat dan berkeringat
F. Rencana Penatalaksanaan
1) Tujuan
Mengoptimalkan oksigenasi dan meningkatkan kapasitas fungsional
2) Prinsip Terapi
Mengembangkan thoraks, mengurangi sesak nafas, meningkatkan
endurance
3) Edukasi
Mengajarkan breathing exercise (bernafas melaluihidung dan membuangnya
melalui mulut) seperti, meniup balon
4) Kriteria rujukan
Dokter
G. Prognosis
Prognosis VSD tergantung dari ukuran defeknya, bila ukurannya kecil
maka dapat menutup spontan saat usia kurang dari 2 tahun, sementara bila
ukurannya sedang atau besar maka membutuhkan tindakan operasi sedini
mungkin sebelum terjadi hipertensi pulmonal dan komplikasi lainnya.
B. Masalah Kesehatan
1) Definisi Efusi Pleura
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Rongga
pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru
dan rongga dada, diantara permukaan viseral dan parietal.Dalam keadaan
normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml
yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan
fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada
waktu pernafasan. Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga
pleura adalah darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan yang
mengandung kolesterol tinggi.
Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan t
anda suatu penyakit. Pada gangguan tertentu, cairan dapat berkumpul
dalam ruang pleural pada titik dimana penumpukan ini akan menjadi bukti
klinis, dan hampir selalu merupakan signifikasi patologi.
2) Epidemiologi Efusi Pleura
Di Amerika Serikat, 1,5 juta kasus efusi pleura terjadi tiap tahunnya.14
Sementara pada populasi umum secara internasional, diperkirakan tiap 1
juta orang, 3000 orang terdiagnosa efusi pleura. Secara keseluruhan,
insidensi efusi pleura sama antara pria dan wanita. Namun terdapat
perbedaan pada kasus-kasus tertentu dimana penyakit dasarnya
dipengaruhi oleh jenis kelamin. Misalnya, hampir dua pertiga kasus efusi
pleura maligna terjadi pada wanita.
D. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologis rongga dada pemeriksaan cairan pleura torasentesis
(pengambilan cairan pleura)
2) Pemeriksaan objektif
Postural drainage
E. Rencana penatalaksanaan
1) Tujuan
Mengurangi nyeri dada dan pola nafas kembali efektif
2) Prinsip terapi
Mengurangi nyeri dada, mengurangi cairan yang berlebihdan sesak nafas
3) Edukasi
Latihan posisi postural drainage
4) Kriteria rujukan
Dari dokter
F. Prognosis
Sangat bervariasi dan tergantung padaa factor penyebab dan ciri efusi pleura.
H. Penegakan diagnosa
Adanya nyeri yang berhubungan dengan penekanan rongga pleura oleh
penimbunan cairan yang berlebih sehingga pola nafas yang tidak efektif dan
menganggu pertukaran gas oksigen pada alveoli.
B. Masalah Kesehatan
1) Definisi kasus
Arthrogryposis adalah istilah umum untuk menjelaskan terdapatnya
kontraktur kongenital. Arthrogryposis terdiri dari dua kata yaitu arthro (sendi)
dan gryp (melengkung). Dengan demikian arthrogryposis multiplex
congenita merupakan kelainan berupa sendi yang melengkung/ fleksi pada
banyak daerah (multiplex) di tubuh, yang terdapat saat lahir (congenital).
Arthrogryposis merupakan istilah untuk kondisi yang ditandai dengan
berkurangnya gerakan, disertai kekakuan sendi yang bersifat kongenital
dengan adanya kelemahan otot.
Arthrogryposis diartikan sebagai kelainan bawaan berupa terbatasnya
gerakan atau sendi tubuh yang berbeda dan bersifat tidak progresif.
Kelainan pada ekstremitas atas meliputi ulnar deviasi, camptodactily,
hipoplastik dengan atau tanpa flexion creases dan overriding finger.
Kelainan pada ekstremitas bawah meliputi CTEV, calcaneovalgus, vertical
talus dan metatarsus varus.
2) Populasi
Kejadian arthrogryposis relatif jarang, diperkirakan 1:3000 kelahiran.
C. Hasil Anamnesis
1) Kelemahan otot
2) Berkurangnya gerakan yang disertai dengan kekakuan
3) Kelainan mengenai dua atau lebih area yang berbeda pada tubuh
4) Kelainan tampak jelas pada saat lahir
5) Keterbatasan ruang atau penghambatan gerakan dalam uterus saat proses
kehamilan
E. Rencana Penatalaksanaan
1) Tujuan
Agar bayi dapat melakukan gerakan sesuai usia perkembangannya
2) Prinsip Terapi
a) Meningkatkan range of motion sendi
b) Menjaga range of motion dengan splinting
c) Stretching
d) Positioning
3) Konseling-Edukasi
Orangtua dapat melakukan stretching pada bayi 3-5 sesi per hari, dengan 3-
5 repetisi dan tahanan 20-30 detik.
4) Kriteria Rujukan
Dari dokter
F. Prognosis
Terkoreksi apabila dilakukan intervensi cepat dan tepat serta pemakaian
splinting.
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
B. Masalah Kesehatan
1) Definisi Dandy Walker
Dandy Walker Syndrome merupakan suatu sindrom (kumpulan gejala)
yang terjadi pada seorang anak akibat tidak terbentuknya “pintu keluar”
cairan otak dari dalam kepala. Dalam bahasa medis, pintu keluar ini
disebut dengan suatu lubang khusus yaitu yang dinamakan dengan
“Foramen Luschka dan Magendie”. Dalam teorinya, cairan otak manusia
tersebut berada di dalam rongga cairan otak yang setiap hari diproduksi di
dalam kepala dan setiap hari juga dibuang ke tubuh kita. Pada kondisi
tertentu terjadi gangguan aliran cairan otak tersebut sehingga terjadilah
penumpukan cairan otak yang disebut dengan “Hidrosefalus”. Hal ini akan
berdampak terjadinya pembesaran rongga cairan otak yang akan
menekan jaringan otak di sekitarnya. Pada Dandy Walker Syndrome, tidak
terbentuknya pintu keluar ini yang mengakibatkan gangguan aliran cairan
otak, pembesaran pada rongga cairan otak di sekitar otak kecil (ventrikel
IV), disertai pula dengan terbentuknya kista besar di daerah otak kecil
(serebelum), sehingga sebagian otak kecil (bagian tengah dari otak kecil)
kemudian tidak tumbuh. Tidak tumbuhnya ini kemungkinan karena
terhambat oleh kista berisi cairan otak yang menumpuk tersebut.
2) Epidemiologi Dandi Walker
Dandy Walker Malformation (DWM) adalah malformasi kongenital yang
jarang terjadi, sekitar 1 per 25.000-35.000 kelahiran hidup, yang
mengenai cerebellum dan ventrikel IV. DWM ditandai oleh adanya
agenesis dari vermis cerebelli, dilatasi kistik dari ventrikel IV serta
pembesaran fossa posterior.
E. Rencana Penatalaksanaan
1) Tujuan : meningkatkan kekuatan otot
2) Prinsip Terapi : peningkatan kekuatan otot
3) Edukasi : menggerakan seluruh anggota gerak nya secara pasif
4) Kriteria Rujukan : Dari Dokter
F. Prognosis:
Jika di lakukan operasi pemasangan selang untuk pengeluaran CSS
kondisinya akan terkontrol.
H. Penegakan Diagnosa
Adanya gangguan duduk dan berdiri akibat dari kelemahan otot yang di
sebabkan oleh ke abnormalan foramen luscka dan magandie sehingga tidak
dapat bermain bersama teman-teman nya.
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 122
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
A. Post Encephalitis
ICD : B94.1
ICF : b2s
B. Masalah Kesehatan
Definisi
Ensefalitis adalah infeksi akut pada parenkim otak dengan karakteristik
klinis demam tinggi, nyeri kepala, dan penurunan kesadaran. Gejala lain
yang mungkin adalah defisit neurologis fokal atau multifokal, dan kejang
fokal atau general (menyeluruh). Infeksi pada susunan saraf pusat dapat
menyebabkan epilepsi 1%-5% dari semua kasus epilepsi.
Epidemiologi
Tipe infeksi susunan saraf pusat dan kejang yang terjadi pada
encephalitis akut merupakan faktor resiko bermakna pada kasus epilepsi
post encephalitis.Di Indonesia penyakit encephalitis merupakan penyakit
yang paling sering dialami anak-anak.
C. Anamnesis
1) Pre-encephalitis
Anak tidak ada gangguan neurologis sebelum menderita
encephalitis dan tidak ada riwayat kejang
Terjadi secara tiba-tiba
Anak rewel
Awalnya suhu tubuh mendadak naik
Muncul kejang dan muntah
Kesadaran menurun
2) Post-encephalitis
Anak rewel
Kelemahan pada anggota gerak tubuh
Kehilangan kemampuan bicara (afasia)
Epilepsi
D. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan penunjang:
- Biakan
o Darah: Berlangsung hanya sebentar sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil
o Likuor serebrospinal atau jaringan otak: Gambaran jenis kuman dan
sensitifitas terhadap antibiotik
o Feses: Positif pada jenis enterovirus
o Swap hidung dan tenggorokan: Didapatkan hasil kultur positif
- Pemeriksaan Serologi: IgM positif pada awal gejala
- Pemeriksaan Darah: Terjadi peningkatan jumlah leukosit
- EEG / Electroencephalography: Aktifitas listrik merendah sesuai
dengan kesadaran yang menurun.
- CT Scan: Sering ditemukan dalam keadaan normal, tetapi bisa didapat
hasil edema diffuse, dan kerusakan selektif pada lobus inferomedial
temporal dan lobus frontal.
E. Rencana Penatalaksanaan
1) Tujuan : maintenance
2) Prinsip Terapi : positif approach pada kemampuan anak
3) Edukasi : gerakan pasif- aktif serta positioning
(kepada orang tua/ pengasuh)
4) Kriteria Rujukan : dari dokter
F. Prognosis
1) Maintenance
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
B. Masalah kesehatan
1) Pengertian
Otot Gastrocnemius adalah otot superficial yang kuat terletak di
bagian belakang kaki bagian bawah dan terlibat dalam berdiri, berjalan,
berlari dan melompat. Sering disebut sebagai otot calf, gastrocnemius
terletak di belakang tibia dan bekerja di kedua lutut dan sendi ankle.
Gastrocnemius meluas dari dasar femur di belakang lutut, ke calcaneus.
Otot gastrocnemius berinsersio sepanjang tendon Achilles bersama
dengan otot-otot lain. Peran utama otot gastrocnemius adalah untuk
plantar fleksi dan otot bantu fleksi knee.
Strain adalah cedera otot akibat aktivitas berat. Hampir semua
orang dapat terjadi ketegangan berlebihan pada otot selama kegiatan
normal sehari-hari, dengan tiba-tiba, angkat berat cepat, selama olahraga,
atau ketika melakukan tugas pekerjaan.Strain otot kadang-kadang disebut
sebagai otot yang tertarik. Strain otot yang parah dapat mengakibatkan
otot sobek.
Robeknya otot juga dapat merusak pembuluh darah kecil,
menyebabkan perdarahan lokal (dengan atau tanpa memar) dan nyeri
(disebabkan oleh iritasi dari daerah ujung saraf). Dari catatan, keseleo,
berbeda dengan ketegangan, adalah cedera ligamen dan / atau sendi
yang menyebabkan rasa sakit dan bengkak tapi tidak dislokasi.
Gastrocnemius (calf) strain adalah cedera umum dan sering
disebabkan oleh peregangan berlebihan atau melakukan gerakan dengan
kekuatan yang berlebihan pada otot gastrocnemius. Pada cedera ini,
serat-serat otot yang meregang dan melemah, mengakibatkan
pendarahan ke dalam otot.
Strain menjadi 3 tingkatan, yaitu:
1) Strain Tingkat I
C. Epidemiologi/Etiologi
Faktor internal dan eksternal dapat berkontribusi terjadinya strain otot.
Memar sering datang bersama dengan strain. Ada penyebab internal yang
berbeda dari strain. Hal ini dapat disebabkan oleh transmisi power tanpa
cukup persiapan atau pelatihan. Penyebab lain adalah gerakan yang
koordinasi tidak optimal. Karena itu, antagonis tidak bisa pada waktu rileks,
dan otot harus bekerja melawan resistensi yang besar dan tears.
Penyebab eksternal biasanya adalah trauma langsung. Hal itu membuat
perbedaan besar jika otot yang terluka dalam kondisi kontraksi, atau jika otot
rileks. Ketika ankle dalam posisi full dorsofleksi dan dengan knee di ekstensi,
gastrocnemius distretch dan lebih cenderung merobek.
F. Penegakkan diagnosis
Adanya gangguan saat berjalan akibat adanya nyeri dan oedem akibat
strain pada m. gastrocnemius sehingga os tidak dapat bermain bersama
teman-temannya.
G. Rencana penatalaksanaan
1) Tujuan
Mencegah terjadinya postur yang buruk dan dapat kembali
beraktivitas.
2) Prinsip terapi
Menghilangkan rasa sakit
Mengembalikan fleksibilitas
Mengembalikan kekuataan otot
3) Konseling- Edukasi
Jika anak ingin meningkatkan intensitas aktivitas atau olahraga harus
secara bertahap, tidak tiba-tiba.
Anak harus selalu melakukan pemanasan sebelum memulai olahraga
atau aktivitas fisik yang berat.
Anak mengenakan sepatu yang aman dan nyaman
Selalu perhatikan kegiatan anak, apabila membahayakan maka
mintalah untuk berhati-hati
4) Kriteria Rujukan :
5) Prognosis
Sembuh
Prospek tergantung pada lokasi dan keparahan dari ketegangan
otot. Secara umum, hampir semua kelas I strain sembuh dalam beberapa
minggu. Kelas strain II dapat berlangsung dua sampai tiga bulan. Setelah
operasi untuk memperbaiki cedera kelas III, kebanyakan orang
mendapatkan kembali fungsi otot kaki normal setelah beberapa bulan
rehabilitasi.
6) Saran dan prasarana
Sarana : Es batu, handuk, gym ball, therraband, bed/matras
Prasarana : Ruang fisioterapi
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
\
B. Masalah Kesehatan :
Pengertian
Tetralogi Fallot (TOF) adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik.
Kelainan yang terjadi adalah kelainan pertumbuhan dimana terjadi defek
atau lubang dari bagian infundibulum septum intraventrikular (sekat
antara rongga ventrikel) dengan syarat defek tersebut paling sedikit sama
besar dengan lubang aorta. Sebagai konsekuensinya, didapatkan adanya
empat kelainan anatomi sebagai berikut :
- Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara
kedua ronggaventrikel
- Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah
yang keluar dari bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga
menebal dan menimbulkan penyempitan
- Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari
ventrikel kiri mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian
aorta keluar dari bilik kanan
- Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena
peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal.
TOF dibagi dalam 4 derajat :
Derajat I : tak sianosis, kemampuan kerja normal
Derajat II : sianosis waktu kerja, kemampuan kerja
kurang
E. Penegakan Diagnosis
Kesulitan bernafas karena adanya post-operasi defek jantung sehingga
klien kesulitan untuk bermain
F. Rencana Penatalaksanaan :
1) Tujuan
Meningkatkan Live Support pasca operasi
2) Prinsip Terapi
Memperbaiki pola pernafasan dan Meningatkan kemampuan
fungsional
B. Masalah Kesehatan
A. Pengertian
Poliomielitis merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh
virus dengan predileksinya merusak sel anterior masa kelabu sumsum
tulang belakang (anterior horn cells of the spinal cord) dan batang otak
(brain stem); dengan akibat kelumpuhan otot-otot dengan distribusi dan
tingkat yang bervariasi serta bersifat permanen.
B. Epidemiologi
Pada akhir tahun 1940-an dan awal tahun 1950-an epidemiologi
poliomyelitis secara teratur ditemukan di AS dengan 15.000-21.000 kasus
kelumpuhan setiap tahunnya. Pada tahun 1920, 90 % kasus polio terjadi
pada anak < 5 tahun, sedangkan di awal tahun 1950an, kejadian tertinggi
adalah pada usia 5-9 tahun, bahkan belakangan ini lebih dari sepertiga
kasus terjadi pada usia > 15 tahun.
Di Indonesia perkembangan KLB Polio sejak ditemukannya kasus polio
pertama pada Maret 2005 setelaj 10 tahun (1995-2005) tidak ditemukannya
lagi kasus polio. Namun penyakit polio ini kembai mewabah di Indonesia
tahun 2005. Sehingga tanggal 21 November 2005, ditemukan 295 kasus
polio yang terdapat di 40 kabupaten yang ada di 10 provinsi yakni Banten,
Jawa Barat, Lampung Jawa Tengah, Sumatera Utara, Jawa Timur,
Sumatera Selatan, DKI, Riau dan Aceh.
C. Hasil Anamnesis (Subjective)
Kelelahan, kesulitan menggerakan kakinya, kaki terasa lemas.
E. Pemeriksaan Diagnosis
Adanya gangguan berjalan akibat kelumpuhan pada tungkai bawah
sehingga tidak dapat bermain bersama teman-temannya.
F. Rencana Penatalaksanaan
1) Tujuan
- Mencegah kontraktur otot-otot tungkai bawah
- Dapat berjalan
2) Prinsip Terapi
a) Mengurangi sputum
b) Meningkatkan ROM
c) Menguatkan otot-otot tungkai bawah
d) Normal gait
3) Konseling - Edukasi
a) Hindari posisi statis dan lakukan gerakan-gerakan pasif pada
tungkai bawah
G. Prognosis
Prognosis tergantung kepada jenis polio (subklinis, non-paralitik atau
paralitik) dan bagian tubuh yang terkena. Prognosis jelek pada bentuk
bulbar (gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa
gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi), kematian
biasanya karena kegagalan fungsi pusat pernapasan atau infeksi
sekunder pada jalan napas.
Referensi
Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
A. Hidrosefalus
1) ICF : b139
2) ICD : G91
B. Masalah Kesehatan :
1) Pengertian
Hidrosefalus berasal dari bahasa latin yaitu, hydro yang berarti air dan
cephalus yang berarti kepala. Hidrosefalus merupakan keadaan yang
disebabkan gangguan keseimbangan antara produksi dan absorpsi cairan
serebrospinal dalam ventrikel otak. Jika sistem produksi cairan
serebrospinal lebih besar daripada absorpsi, cairan serebrospinal akan
terakumulasi dalam sistem ventrikel, dan biasanya peningkatan tekanan
akan menghasilkan dilatasi pasif ventrikel. Berdasarkan dua definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa hidrosefalus adalah peningkatan jumlah volume
cairan serebrospinal dalam kepala. Hidrosefalus disebabkan oleh berbagai
keadaan, dapat merupakan penyakit kongenital (gangguan perkembangan
janin dalam uterus atau infeksi intrauteri) atau didapat (neoplasma,
perdarahan, atau infeksi). Hampir 60-90% penderita hidrosefalus
disebabkan karena kongenital. Hidrosefalus kongenital disebabkan karena
adanya gangguan perkembangan janin dalam uterus atau infeksi
intrauteri. Infeksi yang dapat menyebabkan hidrosefalus adalah terinfeksi
Toxoplasma gondii pada saat hamil.
2) Epidemiologi
Insidensi hidrosefalus antara 0.2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi
hidrosefalus kongenital adalah 0.5-1.8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-
43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Stenosis aquaductus
serebri adalah penyempitan pada bagian aqueductus serebri. Tidak ada
perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam
perbedaan ras. Hidrosefalus infantil, 46% adalah akibat abnormalitas
perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis,
dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior.
C. Hasil Anamnesis (subjective)
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 138
1) Pada anak kecil: pertumbuhan mental lambat, nyeri leher, muntah,
pandangan kabur, penglihatan ganda-akibat papiledema dan atrofi
optik, pertumbuhan, dan maturasi seksual terhambat
(menyebabkan obesitas dan awitan pubertas yang tertunda atau
terlalu cepat), kesulitan berjalan hingga spastisitas, dan mengantuk
2) Hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (objective)
D. Pemeriksaan fisik
1) Lingkar kepala.
Pada waktu bayi baru lahir memiliki lingkar kepala 32-39 cm,
Pertambahan lingkar kepala pada bayi usia kurang dari 3 bulan
sekitar 2 cm. Pertambahan ini akan berkurang menjadi 1cm pada 3
bulan kedua. Selanjutnya penambahan pada 6 bulan berikutnya
hanya 0,5 cm.
2) Ubun-ubun kepala terlambat menutup.
Normalnya ubun-ubun kecil menutup pada usia 2-3 bulan,
sedangkan ubun-ubun besar menutup pada usia 2,5 tahun. Jika
bayi sudah mencapai usia tersebut dan ubun-ubun kepala belum
menutup patut dicurigai adanya hidrosefalus.
3) Mata melirik ke bawah terus menerus.
Di dunia medis gambaran ini dikenal sebagai sunset eye
phenomenon atau gambaran mata seperti matahari tenggelam.
Fenomena ini terjadi akibat gangguan pada inti saraf gerak bola
mata akibat penumpukan cairan sehingga gerak bola mata
terganggu.
4) Pelebaran pembuluh darah balik.
Adanya penumpukan cairan di kepala akan menyebabkan aliran
darah terganggu sehingga cairan terbendung dan pembuluh darah
akan melebar. Gambaran ini akan menyebabkan terjadinya
gambaran pembuluh darah yang lebih jelas terlihat pada penderita
hidrosefalus.
5) Muntah tanpa ada sebab yang lain.
Muntah memang dapat disebabkan oleh penyakit yang lain,
untuk itu harus disingkirkan penyebab penyakit lain jika terjadi
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 139
muntah-muntah pada bayi. Muntah pada pasien hidrosefalus terjadi
karena peningkatan tekanan dalam kepala.
6) Berat badan normal
Normal: 2500-3500 gr. Berat badan <2500 gr disebut bayi
premature sedangkan berat badan bayi > 3500 gr disebut
macrosomia.
7) Panjang badan normal adalah 45-50 cm
8) Lingkar dada normal adalah 30-33 cm, apabila diameter kepala
9) 3 cm dari lingkar dada maka bayi mengalami hidrocepalus dan
apabila diameter kepala < 3 cm dari lingkar dada maka bayi
mengalami microcepalus.
E. Pemeriksaan penunjang
1) Foto rontgen : memperlihatkan kepala yang membesar dengan
sutura dan fontanel yang masih terbuka. Tulang-tulang kepala
tampak sangat tipis. Bila fosa crania posterior tampak kecil
dibandingkan fossa crania medial dan anterior maka mungkin
hidrocefalus tersebut ditimbulkan oleh suatu stenosis akuaduktus
sylvii.
2) CT scan kepala :
Pada hidrosefalus obstruktif CT scan sering menunjukkan
adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat
terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak
yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya
penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal
dari CSS.
Pada hidrosefalus komunikan gambaran CT scan menunjukkan
dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang
subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
3) USG : menunjukan sistem ventrikel yang melebar
F. Penegakkan Diagnosis
1) Activity limitation : tidak dapat berjalan dengan seimbang
2) Body function & structure impairment : kelemahan otot kaki
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 140
3) Participation restriction: adanya gangguan saat bermain dengan
teman-temannya
4) Diagnosa ICF: adanya gangguan dalam berjalan akibat kelemahan
otot kaki sehingga tidak dapat bermain dengan teman-temannya.
G. Rencana penatalaksanaan :
1) Tujuan : berjalan dengan normal dan seimbang
2) Prinsip terapi : penguatan otot
3) Edukasi : latihan aproksimasi kaki dan penguatan otot kaki
4) Criteria rujukan : dari dokter
H. Prognosis
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa,
gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak
diterapi, 50-70% akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau
akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun
bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan
mencapai kecerdasan yang normal. Pada kelompok yang dioperasi,
angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus
mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental
ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut
jangka panjang dengan kelompok multidisipliner.
D. Pemeriksaan fisik
a) Lakukan pengukuran Berat Badan, Panjang Badan, Lingkar
kepala, dan Lingkar dada
b) Lakukan penilaian hasil pengukuran
Berat Badan normal adalah 2500-3500 gr. Berat Badan <
2500 gr disebut bayi prematur, sedangkan Berat Badan bayi
> 3500 gr disebut macrosomia
Panjang Badan normal adalah 45-50 cm
Lingkar kepala normal adalah 33-35 cm
Lingkar dada normal adalah 30-33 cm, apabila diameter
kepala > 3 cm dari lingkar dada maka bayi mengalami
hidrocephalus dan apabila diameter kepala < 3 cm dari
lingkar dada maka bayi mengalami microcephalus
Diukur dengan antropometri lingkar kepala bayi karena
adanya bentuk kepala yang tidak normal dibandingkan bayi
normal
E. Pemeriksaan penunjang
a) USG
Menunjukkan diameter biparietal standar dari rata-rata
diameter biparietal
b) CT-Scan dan MRI
Mengetahui adanya ukuran kepala yang kecil sekunder dari
sinostosis sutura sagitalis dan koronarius
c) TORCH
Untuk mengetahui adanya infeksi
F. Pemeriksaan Diagnosis
G. Rencana penatalaksanaan
a) Tujuan
Untuk menangani keterlambatan berbicara dan motorikpada
anak
b) Prinsip terapi
Untuk merangsang anak berbicara dan melatih motorikpada
anak
c) Edukasi
Speech Therapy dan latihan motorik
d) Kriteria rujukan
Dari dokter
H. Prognosis
Prognosisbayi yang dilahirkan dengan mikrosefalus biasanya
tidak bisa hidup lama, beberapa langsung meninggal setelah
lahirdan kebanyakan dari mereka yang masih bisa hidup
mengalami retardasi mental dan kelainan motorik seperti
hemiplegia, diplegia spastik. Mikrosefali biasanya disertai dengan
kelainan-kelainan lain sebagai suatu sindrom.
NEUROLOGI
B. Masalah Kesehatan
Definisi
Menurut Mumenthales (2006) Bell palsy merupakan suatu kelainan pada n.
fascialis yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan pada otot di suatu wajah.
Suatu keadaan ketidak simetrisan wajah dikarenakan penurunan fungsi n. facialis
yang mengakibatkan ketidak seimbangan kekuatan pada kedua.
Epidemiologi
Angka kejadian penderita bell palsy, menurut studi kasus yang dilakukan para
peneliti, 20 per 100.000 penduduk pertahun. Bell palsy mempengaruhi sekitar
40.000 orang di Amerika Serikat setiap tahunnya.
Menurut studi kasus yang dilakukan Grewal D.S, 2016 menyatakan bahwa sekitar
1,5% terjadi bell palsy pada usia antar 15 dan 60 yang terjadi pada wanita maupun
pria.
C. Hasil Anamnesis
Pasien laki-laki berusia 41 tahun merasakan kelemahan pada sisi wajah sebelah kiri
yang disertai dengan adanya rasa nyeri pada bagian belakang telinga.Saat ini pasien
mengalami kesulitan dalam menutup mata kiri dan merasa wajahnya mencong ke arah
kanan.Hal tersebut dirasakan sudah 2 hari yang lalu.
B. Masalah Kesehatan
Definisi
Menurut kriteria WHO (1995), stroke secara klinis didefinisikan sebagai
gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala
klinis baik fokal maupun global, berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat
menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
Menurut sjahrir (2003) Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan
jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga terjadi
penyumbatan dan mengganggu kebutuhan darah serta oksigen di jaringan otak.
Hemplegi adalah tipe dari stroke yang mengenai salah satu bagian sisi tubuh.
Epidemiologi
Menurut studi kasus yang dilakukan Becker (2010) Insidens terjadinya stroke
di Amerika Serikat lebih dari 700.000 orang per tahun, dimana 20% darinya
akan mati pada tahun pertama. Jumlah ini akan meningkat menjadi 1 juta per
tahun pada tahun 2050. Secara internasional insidens global dari stroke tidak
diketahui.
C. Hasil Anamnesis
Pasien laki-laki berumur 50 tahun sewaktu bangun tidur pagi hari mengeluh
kelemahan anggota gerak sebelah kiri sehingga pasien terjatuh dari tempat
tidurnya. Sebelumnya pasien merasakan kesemutan pada tangan dan kaki kirinya
.pasien telah diopname selama 2 hari.
D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Fisik
- Vital Sign
o Blood Preasue : 162/92 mmHg
o Heart Rate : 64 kali/menit
o Rspiratory Rate : 20 kali/menit
- Koginitif
Komunikasi : Cukup baik
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 150
Atensi : Cukup baik
Motivasi : Kurang
Emosi : Cukup baik
Problem solving : Kurang
- Inspeksi
Dada protraksi, badan simetris
Palpasi
Edema (-)
atrofi otot (-)
kelemahan pada sebelah kiri (hipotonus)
Pemeriksaan Penunjang : CT-Scan
Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit berjalan
- Sulit makan dengan mandiri
- Sulit untuk berdiri lama
- Body Structure &Function : - Kelemahan pada anggota gerak sebelah sisi
kiri
- Hipotonus
- Participation Restriction : - Sulit bekerja
- Sulit berolahraga
Diagnosis Fisioterapi : Belum bisa melakukan aktivitasnya secara mandiri
karena adanya kelemahan dan penurunan tonus otot pada anggota gerak sebelah sisi
kiri sehingga terjadi hipomobile yang akan mempengaruhi dalam bekerja dan
berolahraga.
E. Rencana Penatalaksanaan
Tujuan : Meningkatkan tonus otot
Prinsip Terapi : Penguatan otot ektremitas bagian sisi kiri
Edukasi : Mengajarkan cara ambulasi, rolling, transfer
Kriteria Rujukan : Dokter spesialis saraf
B. Masalah Kesehatan
Definisi
Menurut Tung T. H (2002) Erb palsy merupakan kelumpuhan yang terjadi
pada satu ektremitas atas yang disebabkan karena lesi pada pleksus
brachialis.Lesi pada pleksus brachialis biasanya terjadi akibat adanya
peregangan yang berlebihan atau merobek serabut sarat C5-C6.
Epidemiologi
Angka kejadian tiap 1000 kelahiran di amerika yaitu 0,5-4,4 kasus sedangkan
di prancis dan saudi arabia 1,09-1,19. Sengakan angka kematian dengan
kerusakan permanen itu 3-25%.
Erb Palsy dapat terjadi pada laki-laki maupun wanita dan bisa terjadi
pada bayi karna proses kelahiran dan pada dewasa.
C. Hasil Anamnesis
Pasien wanita dengan usia 3 bulan dengan keluhan lengan kanan tidak dapat
digerakan. Saat dilahirkan ukuran bayi terlalu besar sehingga harus dibantu
dengan forcep.
G. Prognosis
Berdasarkan penelitian yang dilakukan british prognosis dari erb palsy tergantung
seberapa parah cidera saraf yang diderita. Apabila mengalami Erb‘s palsy C5 dan C6,
C. Hasil Anamnesis
Pasien wanita berusia 54 tahun mengalami kelemahan kedua tungkai.Pasien
merasakan sakit badan selama 3 hari sebelum masuk RS.
- Inspeksi
o Statis : Pasien dalam keadaan baring lemah.
C. Hasil Anamnesis
Pasien usia 2 tahun, jenis kelamin laki-laki dengan keluhan tidak bisa jalan atau
terjadinya kelemahan pada tungkai bawah. Pasien tersebut memiliki riwayat saat 8
bulan mengalami demam tinggi, muntah.
D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Fisik
- Koginitif
Komunikasi : Kurang
Atensi : Cukup baik
Motivasi : Kurang
Emosi : Cukup baik
Problem solving : Kurang
- Inspeksi
o Tampak kelemahan pada tungkai bawah
- Palpasi
Adanya hipotonus pada kedua tungkai bawah.
B. Masalah Kesehatan
Definisi
Carpal Tunnel Syndrome atau CTS adalah suatu gangguan yang terjadi di
pergelangan tangan karena saraf yang tertekan dan menimbulkan gejala nyeri, mati
rasa dan parasthesia (kesemutan atau seperti terbakar). Saraf yang tertekan adalah
n. medianus tang terbentang antara lengan bawah dan telapak tangan di lorong
karpal.
Epidemiologi
Menurut studi kasus yang dilakukan Ibrahim, dkk (2012) sekitar 90% dari semua
sindrom kompresi saraf, CTS dapat mempengaruhi siapa saja. Di Amerika Serikat
5% orang kaukasia meliki resiko tertinggi terkena CTS disbandingkan dengan ras
lain seperti di Afrika Selatan. Wanita lebih rentan terkena CTS disbanding laki-laki
dengan rasio 3:1 yang berkisar usia antara 45-60 tahun. Hanya 10% dari kasus CTS
yang dilaporkan terkena pada usia kurang dari 30 tahun. Dengan bertambahnya
usia maka merupakan faktor resiko. CTS ini juga umum terjadi pada wanita hamil.
C. Hasil Anamnesis
Pasien wanita dengan usia 40 tahun mengeluh merasakan kesemutan yang menjalar
dari pergelangan tangan ke sepanjang lengannya sejak 3 bulan yang lalu. Pasien
tersebut terbiasa mengetik depan computer dengan waktu yang lama tiap harinya.
D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Fisik
- Vital Sign
o Blood Preasue : 12/80 mmHg
o Heart Rate : 73 kali/menit
o Rspiratory Rate : 14 kali/menit
- Inspeksi
o Tidak ada kolaps otot thenar yang terlihat
- Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar
B. Masalah Kesehatan
Definisi
Menurut kriteria WHO (1995), stroke secara klinis didefinisikan sebagai
gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala
klinis baik fokal maupun global, berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat
menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak
(disebut hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau kedalam
ruang subaraknoid yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak (disebut hemoragia subaraknoid). Ini adalah
jenis stroke yang paling mematikan, tetapi relatif hanya menyusun sebagian
kecil dari stroke total: 10-15% untuk perdarahan intraserebrum dan 5% untuk
perdarahan subaraknoid.
Hemplegi adalah tipe dari stroke yang mengenai salah satu bagian sisi tubuh.
Epidemiologi
Pada tahun 2011 Stroke adalah penyebab kedua paling sering kematian
diseluruh dunia dengan angka kematian 6,2 juta dari 11% jumlah total yang
ada. Sekitar 17 juta orang yang mengalami stroke tahun 2010 dan 33 juta
orang sebelumnya pernah mengalami stroke dan saat ini masih hidup. Antar
tahun 1990 dan 2010, jumlah kejadian stroke menurun sebesar 10% di negara
maju sedangkan meningkat 10% di Negara berkembang. Secara keseluruhan,
2/3 kasus stroke terjadi pada usia mulai gari 65 tahun.
C. Hasil Anamnesis
Seorang laki-laki, umur 65 tahun dengan kelemahan anggota gerak kanan, dengan
riwayat 4 jam sebelum masuk RS terjatuh di sawah dan dalam keadaan tidak
sadar. Setelah itu 3 jam kemudian sadarkan diri mengalami muntah secara tiba-
tiba dan mengalami kelemahan anggota gerak kanan,bicara pelo dan mulut perot.
C. Hasil Anamnesis
Pasien wanita dengan usia 21 tahun, sejak 1 bulan ini sering kejang, kejang kadang
dimulai dari kedua tangan kemudian menjalar ke seluruh tubuh, pada saat kejang
kesadaran menurun, kurang lebih 1 tahun yang lalu pernah kejang seperti sekarang
hanya tidak begitu sering, bahkan pernah jatuh dari tempat tidur saat kejang.
D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Fisik
- Koginitif
Komunikasi : Cukup baik
Atensi : Cukup baik
Motivasi : Cukup baik
Emosi : Kurang
Problem solving : Kurang
- Inspeksi
Tidak ada kelainan
Pemeriksaan Penunjang : MRI
Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit memasak
- Sulit mengemudi
- Sulit berpergian dengan transportasi udara
dan laut
- Body Structure &Function : - Kesadaran menurun
- Spastik
- Tremor
- Participation Restriction : - Sulit berolahraga
- Sulit berekreasi
Diagnosis Fisioterapi : Kesulitan dalam mengemudi dan berpergian
dengan transportasi udara dan laut karena adanya kejang serta kesadaran menurun
sehingga kesulitan untuk beerolahraga dan berekreasi.
- Koginitif
Komunikasi : Cukup baik
Atensi : Cukup baik
Motivasi : Cukup baik
Emosi : Kurang
Problem solving : Kurang
- Inspeksi
Tangan dan kakinya gemetar
Pemeriksaan Penunjang : -
Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit berdiri
- Sulit berjalan
- Body Structure &Function : - Spasme
- Adanya gerakan involuntary
- Tremor
- Participation Restriction : - Sulit beribadah
- Sulit berekreasi
Diagnosis Fisioterapi : Kesulitan dalam berdiri dan berjalan
dikarenakan adanya spasme dan tremor serta gerakan involuntary sehingga
mempengaruhi aktivitas beribadah dan berekreasi.
E. Rencana Penatalaksanaan
Tujuan : Mengembalikan aktivitas fungsional
Prinsip Terapi : - Menurunkan spasme
- Menghilangkan tremor
Edukasi : Menghindari hal hal yang menyebabkan kejang
Kriteria Rujukan : Dokter spesialis saraf
F. Prognosis
20 % remisi spontan, eksaserbasi terjadi beberapa bulan kemudian.Sebagian besar
mengalami distonia sepanjang hidup dan sebagian menjadi distonia generalista.
C. Hasil Anamnesis
Wanita dengan usia 55 tahun dengan keluhan mengeluhkan lemah pada kedua lengan
dantungkai yang makin lama makin bertambah berat secara bersamaan. Pasien tidak bisa
menggerakkan lengan dan tungkai sama sekali. Kelemahan disertai nyeri pada leher disekitar tulang
belakang, tidak menjalar, sepertiberdenyut, tidak hilang dengan istirahat.Leher terasa sangat sakit,
pasien tidak bisa menoleh maupunmenekukleher.
E. Rencana Penatalaksanaan
Tujuan : Memperbaiki aktivitas fungsional
Prinsip Terapi : - Meningkatkan tonus otot
- Mencegah kontraktur
F. Prognosis
Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%.Kematian biasanya terjadi pada
penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik.Jika gejalanya
memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda maka prognosisnya akan
menjadi buruk.
G. Sarana dan Prasarana
Sarana : Bed, Nebulizer
Prasarana : Ruangan Terapi, Toilet
Penegakan Diagnosis
- Activity Limitation : - Sulit tidur
- Sulit melihat
F. Prognosis
Masalah emosional yang mengikuti stroke dapat disebabkan oleh kerusakan
langsung ke pusat emosi di otak dari kesulitan beradaptasi dengan keterbatasan
baru.Kesulitan emosional paska stroke seperti kecemasan dalam serangan.
Penyebab
- Traumatik
o Kecelakaan lalu lintas
o Kecelakaan kerja
o Cedera Olahraga (mis : judo)
o Kecelakaan dirumah (atuh dari tempat tinggi)
o Lain-lain (luka tembak, pukulan keras)
- Non-traumatic
o Transverse myelitis
o Tumor
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 203
o Kelainan vaskuler
o Multiple sclerosis
C. Anamnesis
Assessment (Nama klien,umur, alamat, pekerjaan, keahlian, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit sekarang)
Vital Sign (suhu, nadi, respirasi, tekanan darah)
Respiratory status
E. Penegakan diagnosis
Activity Limitation
I. Refrensi
Fenderson, Claudia B. Pemeriksanaan Neuromuskular. 2009. Penerbit : Erlangga
A. Kasus
ICF :
ICD : S54.0
B. Masalah Kesehatan
Cidera nervus ulnaris siku ( ulnaris nerve injury, UNI) siku dapat
menyebabkan kelemaha fleksor pergelangan tangan & gangguan deviasi ulnar
selain gangguan fungsional yang telah disebutkan sebelumnya.
C. Anamnesis
Penilaian
- Lakukan test fleksi siku (pasien melakukan fleksi penuh pada siku
dengan pergelangan tangan ekstensi dan bahu abduksi dan rotasi
eksternal, tahan posisi tersebut selama 3-5 menit)
Temuan Potensial
Penilaian
- Nilailah fungsi tangan dalam memegang alat untuk bekerja & ADL
Temuan Potensial
Kinerja Otot
Pertimbangan
Temuan potensial
Nyeri
Penilaian
- Tinel‘s test
Temuan potensial
- Parasthesia atau rasa baal pada setengah dari ke 2 ulnar telapak tangan
& punggung tangan, sisi palmar & dorsal jari ke 5 & sisi ulnar jari ke
4.
- Tinel sign (+) pada atau dibawah siku disepanjang jalur nervus ulnaris.
ROM
Temuan Potensial
- Saat menekuk sendi MCP, pasien dengan UNI mungkin tetap menahan
sendi MCP jari ke 4 & ke 5 tetap lurus & kedua sendi interfalangeal
distal dan proximal dalam keadaan fleksi (benediction hand deformity)
E. Penegakkan Diagnosis
- Menggenggam
- Menulis
- Memasak
Participation Restriction :
F. Rencana Penatalaksanaan
- Mengurangi nyeri
G. Prognosis
I. Refrensi
http://adeputrasuma.blogspot.co.id/2013/07/lesi-nervus-medianus_2.html
https://aepnurulhidayat.wordpress.com/2015/11/22/icd-10-bab-xix-cedera-
keracunan-dan-akibat-lain-tertentu-penyebab-eksternal-s00-t98-translate-by-aep-
nurul-hidayah/
A. Kasus
ICF :
ICD : S54.1
B. Masalah Kesehatan
Kompresi nervus radialis (C5-8, Th1) yang berada didalam alur spiral humerus
merupakan penyebab yang paling sering dari cidera nervus radialis (radial
nerve injury, RNI)
RNI lengan bawah dapat menyebabkan masalah menggenggam, ekstensi jari &
abduksi ibu jari, selain itu terjadi gangguan sensorik pada 2/3 radial punggung
tangan, aspek dorsum & setengah lateral ibu jari, 1/3 proximal dorsum jari ke 2
& ke 3, serta setengah radial dari jari ke 4.
C. Anamnesis
- Cek tanda-tanda vital (TT,TD,HR, dan suhu)
- Tanakan riwayat fraktur
D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana
Integritas nervus kranialis dan perifer
Temuan Potensial
- Nervus kranialis intak
- Rasa baal pada :
o 2/3 sisi radius dorsum tangan
o Aspek dorsum & setengah lateral ibu jari
o 1/3 proximal dorsum jari ke 2 & ke 3
o Setengah radial dari 1/3 proximal dorsum jari ke 4.
- Kelemahan otot-otot pergelangan tangan & jari, abductor ibu jari,
supinator lengan bawah & ekstensor siku
Kinerja otot
Penilaian
- Focus pada pergelangan tangan (ekstensor carpi radialis longus & brevis)
& ekstensor jari
- Nilailah supinator lengan bawah & ekstensor siku
Temuan potensial
- Pergelangan tangan terkulai
I. Refrensi
A. Kasus
ICF :
B. Masalah Kesehatan
Pengertian
- Kondisi ini umumnya berdampak kepada satu sisi wajah saja. Pada
sebagian besar kasus, Kedua sisi wajah dapat terkena, namun sangat jarang
dan terjadi tidak dalam waktu yang bersamaan.
Penyebab
- Pada beberapa kasus bisa disebabkan oleh kelainan pada otak akibat luka
atau cedera, efek dari prosedur pembedahan, stroke, tumor yang menekan
saraf trigeminal, atau trauma yang dialami oleh wajah. Trigeminal
neuralgia juga terkait dengan kelainan yang menyebabkan rusaknya
selaput pelindung saraf bernama mielin, seperti pada penyakit multiple
sclerosis. Selain itu, kondisi ini pun dapat timbul seiring proses penuaan.
Gejala
- Rasa nyeri dapat terasa serupa dengan tersengat setrum, kejang atau
keram, atau rasa terbakar yang terus menerus dengan intensitas rasa sakit
yang lebih rendah. Penderita dapat merasakan sakit pada satu titik di area
wajah atau seperti menyebar ke seluruh wajah, namun sakit jarang
dirasakan pada kedua sisi wajah. Kondisi ini dapat dengan mudah terpicu
oleh kegiatan lain, seperti menyikat gigi bahkan berbicara.
- Area yang biasanya merasakan sakit akibat kondisi ini adalah pipi,
rahang, bibir, gusi, gigi, rahang, dan pada kasus yang jarang dapat
mengenai area mata dan dahi. Serangan rasa nyeri semacam ini secara
tiba-tiba dapat berlangsung dalam hitungan detik hingga beberapa menit
dengan jeda tanpa rasa nyeri yang menyelingi tiap episode serangan.
Serangan rasa sakit yang dibarengi rasa panas atau perih dapat
berlangsung dan terjadi lebih sering serta lama. Kondisi ini dapat
berlangsung hingga beberapa hari, minggu, bulan, atau lebih lama lagi.
Adakalanya penderita trigeminal neuralgia tidak merasakan sakit selama
beberapa waktu, walau masih memiliki kondisi ini.
C. Anamnesis
Pemeriksaan Penunjang
E. Penegakan Diagnosis
Activity limitation :
- Mencuci wajah
- Makan
- Berdandan
- Menyikat gigi
Participation Restriction :
- Melakukan komunikasi
- Rekreasi
F. Rencana Penatalaksanaan
G. Prognosis
Dapat disembuhkan
I. Refrensi
http://physio-upik.blogspot.co.id/2011/07/trigeminal-neuralgia.html
http://karyatulisilmiah.com/trigeminal-neuralgia-referat/
http://www.alodokter.com/trigeminal-neuralgia
https://id.wikipedia.org/wiki/Neuralgia_trigeminal
A. Kasus
ICF :
ICD : R27.0
B. Masalah Kesehatan
C. Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
- Romberg Test
Pemeriksaan Penunjang
E. Penegakkan Diagnosis
- Pergerakan terhambat
Participation Restriction
F. Rencana Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
- Breathing exercise
- Terapi wicara
Medikamentosa
Tidak dapat disembuhkan karena penyakit ini bersifat degenerative. Obat dan
terapi yang diberikan hanya berfungsi untuk memperlambat prosesnya.
I. Refrensi
https://en.wikipedia.org/wiki/Ataxia
https://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_degeneratif_syaraf
A. Kasus : Parkinson
ICF :
ICD : G20,F02.3
B. Masalah kesehatan
Pengertian
Kondisi degenerative yang progressif. Umumnya ditandai dengan tremor,
bradikynesia, cogwheel rigidity dan abnormalitas postur. Ada 2 (dua)
klasifikasi pada Parkinson, yaitu Parkinson primer/idiopatik dan Parkinson
sekunder/simtomatik. Parkinson simtomatik disebabkan karena : pasca
ensefalitas virus, pasca infeksi lain seperti sifilis meningovaskuler dan
tuberculosis, latrogenik atau terinduksi obat, toxic, misalkan intoksikasi
karbon monoksida, perdarahan karena trauma belakang (Irfan,2010)
Kasus, populasi :
- Biasanya dimulai pada usia 50-60 tahun
- Laki-laki > Perempuan
C. Anamnesis
Kapan pertama kali memperhatikan adanya kesulitan berjalan/tremor dan
sebagainya? Ditemukan oleh pasien sendiri atau orang lain?
Pernahkah pasien jatuh? Pernahkah pasien mengalami kesulitan membalikkan
badan di tempat tidur?
Apakah pasien tidak mampu melakukan hal-hal yang ingin mereka lakukan?
Apa akibat fungsional dari gangguan yang dialami oleh pasien?
(Sumber : At a glance page 178. books.google.co.id)
D. Hasil pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang sederhana
Pemeriksaan fisik
- Periksa wajah, postur, dan cara jalan pasien.
- Berapa jauh pasien dapat berjalan? Bisakah dia berbalik? Bisakah dia
bangkit dari kursi? Bisakah dia naik tangga?
- Adakah tremor? Jika ya,dimana? Apakah tremor itu meningkat atau
menurun saat bergerak?
- Adakah rigiditas (pada ekstremitas, batang tubuh)?
F. Rencana Penatalaksanaan
Traksi
A. Kasus
ICF :
ICD : G00-G03
B. Masalah kesehatan
Pengertian
- Adalah radang pada membran yang menyelubungi otak dan sumsum
tulang belakang, yang secara kesatuan disebut meningen. Radang dapat
disebabkan oleh infeksi oleh virus, bakteri, atau
juga mikroorganismelain, dan walaupun jarang dapat disebabkan
oleh obat tertentu. Meningitis dapat menyebabkan kematian karena
radang yang terjadi di otak dan sumsum tulang belakang; sehingga
kondisi ini diklasifikasikan sebagaikedaruratan medis.
Epidemiologi
- Meskipun meningitis adalah suatu penyakit yang harus dilaporkan di
banyak negara, insidens sebenarnya masih belum diketahui. Meningitis
bakterial terjadi pada kira-kira 3 per 100.000 orang setiap tahunnya
di negara-negara Barat. Studi populasi secara luas memperlihatkan
bahwa meningitis virus lebih sering terjadi, sekitar 10,9 per 100.000
orang, dan lebih sering terjadi pada musim panas.
C. Anamnesis
Apakah pasien mengalami nyeri kepala? Jika ya, kapan mulai merasakannya?
Nyeri kepala seperti apa? Apakah mulainya mendadak (seperti petir) atau
bertahap?
Adakah gejala penyerta: fotofobia, kaku leher, mual, muntah,
demam,mengantuk, atau bingung?
Pernahkan pasien mengalami nyeri kepala sebelumnya?
Adakah tanda neurologis : diplopia, kelemahan fokal, atau gejala sensoris?
Gejala penyakit lain : mual, muntah,demam, menggigil?
Riwayat keluarga : adakah keluarga yang pernah mengalami meningitis?
A. Kasus
ICF :
ICD : A35
B. Masalah Kesehatan
Ischialgia merupakan salah satu manisfestasi dari nyeri punggung bawah yang
dikarenakan karena adanya penjebitan nerves ischiadicus. Ischialgia adalah nyeri
yang menjalar kebawah sepanjang perjalanan akar saraf ischiadikus. Ischialgia itu
sendiri adalah Sebuah gejala yaitu bahwa pasien merasakan nyeri pada tungkai
yang menjalar dari akar saraf kea rah distal perjalanan nervus ischiadikus sampai
tungkai bawah (Cailliet,1994 cit Kurniawati 2010).
C. Anamnesis
- Keluhan utama, riwayat perawatan sekarang, Riwayat kesehatan dahulu,
Riwayat kesehatan keluarga. Yang harus diperhatiakan dalam anamnesa antara
lain:
o Lokasi nyeri, sudah berapa lama, mula nyeri, jenis nyeri
(menyayat, menekan, dll), penjalaran nyeri, intensitas nyeri,
pinggang terfiksir, faktor pencetus, dan faktor yang memperberat
rasa nyeri.
o Kegiatan yang menimbulkan peninggian tekanan didalam
subarachnoid seperti batuk, bersin dan mengedan memprivakasi
terasanya ischialgia diskogenik
o Faktor trauma hampir selalu ditemukan kecuali pada proses
neoplasma atau infeksi
D. Pemeriksaan Fisik & Pemeriksaan Penunjang Sederhana
Pemeriksaan fisik dan spesifik test
- Straight leg test, Laseque, Patrick.
- Inspeksi : Perhatikan keadan tulang belakang, misalnya skoliosis,
hiperlordosis atau lordosis lumbal yang mendatar.
- Palpasi : Nyeri tekan pada tulang belakang atau pada otot-otot di samping
tulang belakang.
- Perkusi : Rasa nyeri bila prosesus diketok.
Pemeriksaan penunjang
G. Prognosis
F. Rencana penatalaksanaan
Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi sensoris
berlebihan.
Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan
dikompres dingin.
Perubahan pola hidup dapat mengurangi jumlah dan tingkat keparahan
migren, baik pada pasien yang menggunakan obat-obat preventif atau
tidak.
Menghindari pemicu, jika makanan tertentu menyebabkan sakit kepala,
hindarilah dan makan makanan yang lain. Jika ada aroma tertentu yang
dapat memicu maka harus dihindari. Secara umum pola tidur yang reguler
dan pola makan yang reguler dapat cukup membantu.
Berolahraga secara teratur, olahraga aerobik secara teratur mengurangi
tekanan dan dapat mencegah migren.
Mengurangi efek estrogen, pada wanita dengan migren dimana estrogen
menjadi pemicunya atau menyebabkan gejala menjadi lebih parah, atau
orang dengan riwayat keluarga memiliki tekanan darah tinggi atau stroke
sebaiknya mengurangi obat-obatan yang mengandung estrogen.
F. Rencana penatalaksanaan
KARDIOPULMONAL
Sinusitis sebagai inflamasi atau peradangan pada satu atau lebih dari sinus. Sinus merupakan
suatu rongga atau ruang berisi udara dengan dinding yang terdiri dari membran mukosa. Sinusitis
dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia. Data dari DEPKES RI tahun 2003
menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit
peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Sinusitis adalah radang
mukosa sinus paranasal sesuai anatomi sinusyang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila,
sinusitis etmoid,sinusitis frontal, dan sinusitis sphenoid (Soepardi 2001;Anom jb 2010)
2. Patologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens
dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga
mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap
kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa
yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan
juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam
rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus.
Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis
non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang
tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 265
bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang
membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan
terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan
perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.
b. Faktor resiko
Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan infeksi dari hidung (rinogen), gigi dan
gusi (dentogen), faring, tonsil serta penyebaran hematogen walaupun jarang. Sinusitis juga
dapat terjadi akibat trauma langsung, barotrauma, berenang atau menyelam.
Faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya sinusitis adalah kelainan anatomi
hidung, hipertrofi konka, polip hidung, dan rinitis alergi. Rinosinusitis ini sering bermula dari
infeksi virus pada selesma, yang kemudian karena keadaan tertentu berkembang menjadi
infeksi bakterial dengan penyebab bakteri patogen yang terdapat di saluran napas bagian atas.
Penyebab lain adalah infeksi jamur, infeksi gigi, dan yang lebih jarang lagi fraktur dan tumor.
c. Pencegahan:
a. Kebersihan lingkungan dan diri sendiri.
b. Bila karena elergi hindarkan faktor pencetus
c. Segera berobat bila flu.
C. Problem fisioterapi:
a. Sekret nasal purulen ( b
b. sesak nafas (b
c. Kelemahan silia (b
d. Batuk (b
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 266
e. Inflamasi choncha (s
f. Penyimpangan septem nasal pada kasusu kronik (s
g. Nyeri: tenggorokan, kepada, telinga, gigi atau wajah. (b
h. Bersin-bersin (b
i. Nafas bau (bila ada exudat). (b
j. Demam saat akut.b, (Richards S (2005).
D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik :
- Tanda vital(denyut nadi, frekuensi nafas, suhu, dan tekanan darah)
- Suara paru : sonor, hyposonor, redup
- Spirometri < 80 %
- Inflamasi choncha, batuk dan aktivitas menurun.
2. Pemeriksaan Penunjang
- Rontgen/CT Scan: mengetahui perubahan anatomi sinus dan hidung
- Pemeriksaan Lab: pemeriksaan mukus (transudat atau exudat).
E. Pemeriksaan fisioterapi berdasarkan ICF.
1. Struktur & Fungsi Tubuh :
a. Inflamasi pada rongga hidung S.
b. Penumpukan sputum (b
c. Fungsi pernafasan menurun b
d. Nyeri wajah daerah sinus b
e. Fungsi limpatik menurun b
f. Struktur nasal berubah S
g. Penurunan kapasitas aerobik. b
2. Keterbatasan Aktivitas : Nilai aerobik kurang (tes 6 menit jalan). d
3. Keterbatasan Partisipasi : Lingkungan bersih/ masker e
4. Diagnosis Fisioterapi : Penurunan kapasitas aerobik karena gangguan fungsi
jalan nafas bagian atas.
F. Penegakan diognosis fisioterapi:
1. Inflamasi kelenjar mukus hidung s
2. Gangguan fungsi bernafas b
3. Penurunan kapasitas aerobik. b
4. Hasil lab
Inflamasi
Obstruksi
Hypersesponsif
jalan nafas
jalan nafas
Pencetus
Impairment
Activity Limitation
Participation Restriction
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 269
Diagram Perubahan struktur pada airway remodeling dan konsekuensinya.
(Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan Asma Indonesia [PDPAI])
Gambar (1): menunjukkan adanya peningkatan elastisitas paru dan tahanan jalan nafas.
FEV1≥80% perkiraan
2. Mobilisasi skret.
a. Incentive spirometry: Tujuan intervensi ini adalah untuk mendorong pasien untuk
mengambil pernapasan panjang/dalam yang mengarah ke pengurangan sesak napas.
b. Peak expiratory flow meter/Puncak arus ekspirasi : yang mendorong pasien untuk melakukan
ekspirasi penuh di setiap latihan dengan keberhasilan diakhir latihan.
c. Oksimetri biofeedback digabung dengan latihan bernafas bibir mengerucut : pasien dapat
menggunakan oksimetri pulsa sebagai panduan biofeedback untuk mengajar mereka,
meningkatkan oksigen saturasi selama kinerja pernapasan mengerutkan bibir yang
mengurangi sesak nafas dan meningkatkan pertukaran gas, yang mengakibatkan peningkatan
saturasi oksigen.
d. Coughing (Batuk):
Pasien dilatih batuk dan didorong untuk batuk efektif agar mukus/ sekresi termobilisasi.
Sebagai alternatif, dilakukan "huffing" terdiri dari inspirasi lambat dan mengeluarkan nafas
spontan/ cepat untuk meningatkan total kapasitas paru, diikuti oleh huffing dengan glotis
terbuka agar lebih efektif. Huffings dapat membuka saluran udara kecil, bronkospasme
danmenurunkan kelelahan.
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 282
e. Chest physiotherapy/Fisioterapi dada:
Postural drainase, perkusi/ getaran dinding dada efektif secara klinis untuk mobilisasi mukus.
3. Latihan peningkatan kemampuan aktifitas:
Pada kelemahan otot rangka dan otot torak pada umumnya dialami pasien PPOK untuk
meningkatkan kekuatan kelompok otot tersebut dilakukan pelatihan kelompok otot tertentu
memungkinkan pasien untuk lebih nyaman dan percaya diri, sehingga mampu melakukan ADL
mandiri. Oleh karena itu, latihan kekuatan dimungkinkan digabungkan dengan pelatihan daya
tahan dengan intensitas: 60-80% dan frekuensi 3-5/minggu.
a. Pedoman dosis latihan untuk pasien dengan COPD:
1) Latihan Fleksibilitas:
Peregangan kelompok otot utama dari kedua ekstremitas atas dan, termasuk otot trapezius .
Fleksibilitas / peregangan dianggap sebagai bagian dari pemanasan sebelum latihan aerobik
dan sebagai bagian dari pendinginan setelah latihan aerobik.
2) Latihan aerobik:
a) Motode: Harus menggabungkan kelompok otot besar yang dapat terus menerus dan
aktivitas berirama. Jenis latihan meliputi: senam, berjalan, bersepeda, mendayung, berenang
dll
b) Frekuensi: Direkomendasikan minimal latihan adalah tiga sampai lima kali per minggu.
c) Intensitas: intensitas Minimal 50% dari puncak VO2 maks/60 % HR maks- 85 %.
Pendekatan lain adalah di bawah batas maksimum ditoleransi oleh gejala.
d) Durasi : direkomendasikan minimal 20 sampai 45 menit, latihan intermiten/terus menerus.
e) Tipe latihan aerobik
f). Repetisi 20-30 grakan/menit
g). satu set minimal 2 x 8 gerakan (shehab M, Abd- Kader 2011)
h). sesi disesuaikan dengan waktu.
K. Prognosis
1. Baik.
2. Ringan dapat sembuh sendiri.
L. Sarana dan Prasarana
1. Sarana : Bed, Sphygmomanometer,Ultrasound, Nebulizer
2. Prasarana : Ruangan latihan dengan perlengkapan nya
M. Referensi:
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 283
1. Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma management and
prevention. 2015 [cited 2015 Jan 23]. Available from: http://www.ginasthma.org/documents/3
2. Sundaru H. Asma: apa dan bagaimana pengobatannya. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009.
3. Shehab M. Abd El-Kader; 2011; Physical Therapy for Cardiopulmonary disorders;
http://www.kau.edu.sa/Files/0053233/Subjects/Physical%20Therapy%20for%20Cardiopumo
nary%20Disorders.pdf.
4. Canadian Lung Association [homepage on the internet]. Asthma: asthma treatment. Ottawa;
2015 [cited 2015 Feb 23]. Available from: http://www.lung.ca/lung-health/lung-
disease/asthma/treatment.
5. Bruurs a, Marjolein L.J.,et al.The effectiveness of physiotherapy in patients with asthma:
A systematic review of the literature.Elsevier Journal 2012.
6. Graha,Chairinniza.2008.Terapi untuk Anak Asma.Jakarta:PT.Elex Media Komputindo
7. Jennifer A Pryor; Barbara A Webber; 2001 ; Physiotherapy For Respiratory And Cardiac
Problems ; Second Edition; Churchill Livingstone Edinburgh London New York
Philadelphia San Francisco Sydney Toronto
F. Rencana Penatalaksanaan
1. Tujuan : -Membebaskan jalan nafas dan memobilisasi sputum
- Meningkatkan ventilasi dan ketersediaan oksigen.
- meningkatkan kemampuan ambulasi
2. Prinsip Terapi : - Relaksasi dengan penurunan tonus otot pernapasan
- Mengurangi penumpukan sputum
- Perbaikan ventilasi pada paru
3. Kriteria Rujukan : Dokter spesialis
G. Intervensi.
1. Memobilisasi sputum : Inhalasi, Chest Fisioterapi, latihan batuk/ huffing , suction,
Incentive spirometri ( sesuai SOP).
2. Rileksasi: Manipulasi, MLD, Breathing exercise ( sesuai SOP).
3. Perbaikan ventilasi: ACBT, Breathing technigue, Mobilisasi toraks, incentive spirometri
(sesuai SOP). (Madjoe & Marais, 2007)
H. Prognosis
Di kalangan lansia atau orang yang memiliki masalah paru-paru lain penyembuhan mungkin
memakan waktu lebih dari 12 minggu. Di kalangan orang yang memerlukan perawatan di rumah
sakit, mortalitas mungkin hingga 10% dan di kalangan mereka yang memerlukan perawatan
intensif (ICU) mortalitas bisa mencapai 30–50%. Komplikasi bisa muncul terutama di kalangan
lansia dan mereka yang memiliki masalah kesehatan dasar. Ini bisa termasuk, antara lain:
emfisema, abses paru-paru, bronkiolitis obliteran, sindrom kesulitan pernafasan.
I. Sarana dan Prasarana
1. Sarana : Bed, Sphygmomanometer, Nebulizer
2. Prasarana : Ruangan Terapi
I. Referensi
1. Cunha, Burke A.,MD.2010.Pneumonia Essentials Third Edition.Massachusets:Physicians‘
Press.
2. Misnadiarly.2008.Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada Anak Balita, Orang
Dewasa, Usia Lanjut.Jakarta:Pustaka Obor Populer.
3. Departemen Kesehatan RI, Dirjen P2PL. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan akut. Jakarta
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 288
4. Madjoe, L., & Marais, M. (2007). Applied Physiotherapy 203 notes: Physiotherapy in
Respiratory Care. University of the Western Cape. http://www.physio-pedia.com/Pneumonia
5. Health-cares. (2005). What is pneumonia? http://respiratory-lung.health-
cares.net/pneumonia.php 13 February2009
I. Referensi
1. Price Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 6
vol 2.Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.
2. Mansjoer, A, (edt). Pneumonia. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 2.
Media Aesculapius FKUI. 2000. Jakarta. 465-468.
C. Hasil Anamnesis
a. Pola hidup
b. Pola makan.
c. Merokok.
d. Aktivitas
e. Berat badan
f. Tingkat stress
Pencetus:
C. Hasil Anamnesis
Sering buang air, haus meningkat, lapar meningkat, berat badan turun, kesemutan anggota
gerak, gula darah > 120 .
D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
6. Pemeriksaan Fisik :
- Pemeriksaan tanda vital(denyut nadi, frekuensi nafas, suhu, dan tekanan darah)
- Pemeriksaan aerobik
- Inspeksi : obesitas. Warna kulit
- Palpasi : menyentuh dan meraba, apakah ada piting oedema, nyeri tekan
pada daerah tertentu.
7. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium: gula darah, puasa dan sewaktu
- Test aerobik.
- BMI
E. Penegakkan Diagnosa
Struktur & Fungsi Tubuh : obesitas, kardiorespirasi
Keterbatasan Aktivitas : ADL.
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 315
Keterbatasan Partisipasi : Makan berimbang, lingkungan sehat.
Diagnosis Fisioterapi : ADL menurun karena gula darah tinggi dan obesitas.
Berpotensi gangguan kardiorespirasi.
F. Rencana Penatalaksanaan
8. Tujuan : Menurunkan gula darah dengan meningkatkan fungsi insulin.
Mengendalikan berat badan.
Meningkatkan fungsi aerobik.
9. Prinsip Terapi :- Aerobik (beban rendah waktu lama.
- Tiap hari /minimal 5 kali seminggu
Kriteria Rujukan : Dokter spesialis
G. Prognosis : baik
H. Sarana dan Prasarana
10. Sarana : Bed, Sphygmomanometer
11. Prasarana : Ruangan Terapi
I. Referensi
WHO 2016 ; Diabites millitus; http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs138/en/
WHO. October 2013. Archived from the original on 26 Aug 2013. Retrieved 25 March 2014
https://en.wikipedia.org/wiki/Diabetes_mellitus.
I. Referensi
1. Price Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 6
vol 2.Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.
2. Mansjoer, A, (edt). Pneumonia. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 2.
Media Aesculapius FKUI. 2000. Jakarta. 465-468.
A. Masalah Kesehatan
1) Definisi
Kanker paru-paru umunya mengacu pada kanker di bagian parenkim, yaitu
tumor ganas dari sel epitel bronkus atau bronkiolus, yang merupakan 90-95% dari
tumor ganas dari parenkim paru-paru. Pada tahap awal, kanker paru-paru tidak
menyebabkan gejala apapun
2) Epidemiologi
Kanker paru merupakan penyebab utama keganasan di dunia, mencapai hingga
13 persen dari semua diagnosis kanker. Selain itu, kanker paru juga menyebabkan 1/3
dari seluruh kematian akibat kanker pada laki-laki. Berdasarkan data WHO, kanker
paru merupakan jenis kanker terbanyak pada laki-laki di Indonesia, dan terbanyak
kelima untuk semua jenis kanker pada perempuan Kanker paru juga merupakan
penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada laki-laki dan kedua pada perempuan.
Hasil penelitian berbasis rumah sakit dari 100 RS di Jakarta, kanker paru merupakan
kasus terbanyak pada laki-laki dan nomor 4 terbanyak pada perempuan tapi merupakan
penyebab kematian utama pada laki-laki dan perempuan. Data hasil pemeriksaan di
laboratorium Patalogi Anatomi RSUP Persahabatan kanker paru merupakan lebih dari
50 persen kasus dari semua jenis kanker yang didiagnosa. Data registrasi kanker
Rumah Sakit Dharmais tahun 2003-2007 menunjukkan bahwa kanker trakea, bronkus
dan paru
3) Manifestasi klinis
Gejala klinis kanker paru tidak khas tetapi batuk, sesak napas, atau nyeri dada
(gejala respirasi) yang muncul lama atau tidak kunjung sembuh dengan pengobatan
biasa pada ―kelompok risiko‖ harus ditindak lanjuti untuk prosedur diagnosis kanker
paru. Gejala yang berkaitan dengan pertumbuhan tumor langsung, seperti batuk,
hemoptisis, nyeri dada dan sesak napas/stridor. Batuk merupakan gejala tersering (60-
70%) pada kanker paru. Gejala lain berkaitan dengan pertumbuhan regional, seperti
efusi pleura, efusi perikard, sindorm vena kava superior, disfagia, Pancoast syndrome,
paralisis diafragma. Pancoast syndrome merupakan kumpulan gejala dari kanker paru
yang tumbuh di sulkus superior, yang menyebabkan invasi pleksus brakial sehingga
menyebabkan nyeri pada lengan, sindrom Horner (ptosis, miosis, hemifacial
anhidrosis).
H. Referensi
1. Price Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 6
vol 2.Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.
2. Mansjoer, A, (edt). Pneumonia. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 2.
Media Aesculapius FKUI. 2000. Jakarta. 465-468.
E. Penegakkan Diagnosa
Struktur & Fungsi Tubuh : Penebalan lemak
: Kelebihan berat badan
: Perubahan pola napas
: Penurunan daya tahan
Keterbatasan Aktivitas : Penurunan daya tahan jantung paru
Keterbatasan Partisipasi : Penurunan partisipasi olahraga dan rekreasi
Diagnosis Fisioterapi : Penurunan partisipasi akibat daya tahan jantung paru
F. Rencana Penatalaksanaan
1. Tujuan : Pengendalian berat badan
2. Prinsip Terapi : Aerobik
: Peningkatan daya tahan jantung paru
: pembakaran kalori
3. Kriteria Rujukan : Gizi dan Fitness
G. Prognosis
H. Sarana dan Prasarana
Sarana : Alat Olahraga
Prasarana : Ruangan Terapi
I. Referensi
MUSKULOSKELETAL
E. Penegakan Diagnosis
Activity Limitation : - Meraih benda ditempat yang lebih tinggi
C. Hasil Anamnesis
Tn. H usia 63 tahun datang dengan mengeluhkan nyeri pada sisi lateral
pergelangan tangan kiri saat fleksi adduksi ibu jari tangan atau ulnar deviasi yang
sudah berlangsung sejak 2 hari yang lalu.
E. Penegakan Diagnosis
Activity Limitation :
- Mengetik
- Mencuci
- Texting
- Menulis
- Menggenggam
- Mengendarai motor
- Memotong
Body Function and structure impairment :
- Inflamasi
- Adhesion
- Penebalan tendon
- Muscle weakness
- Nyeri
- Fleksibilitas menurun
Participation Restriction :
- Keterbatasan dalam pekerjaan
- Keterbatasan dalam olahraga
- Keterbatasan dalam rekreasi
Diagnosa Fisioterapi
Nyeri gerak pada tendon otot m abd pol longus dan ext poli brevis akibat
tenovaginitis m abd pol longus dan ext poli brevis
G. Prognosis
Prognosis dari De Quervain Syndrome pada dasarnya tergantung pada lokasi dan
tingkat keparahan tenosynovitis, gejala dapat bertahan selama beberapa hari atau
beberapa minggu. Jika berlebihan atau terus bertambah, rasa sakit dapat
memperburuk dan bertahan selama beberapa bulan.
I. Referensi
- Wright, PE. 2004. Carpal Tunnel, Ulnar Tunnel, and Stenosing
Tenosynovitis in Campbell-Operative Orthopaedics, 10th EditionPart
XVIII, chapter 73.
- Kisner, Carolyn. 2012. Theraupeutic Exercise Foundation and Techique.
F.A Davis Company. Philadepia.
- Ilyas A, Ast M, Schaffer AA, Thoder J.2007."De quervain tenosynovitis of
the wrist". J Am Acad Orthop Surg 15 (12): 757–64.
B. Masalahn Kesehatan
Pengertian
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan
kerusakan kartilago sendi, dimana terjadi proses degradasi interaktif sendi yang
kompleks, terdiri dari proses perbaikan pada kartilago, tulang dan sinovium
diikuti komponen sekunder proses inflamasi. Prosesnya tidak hanya mengenai
rawan sendi namun juga mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral,
ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial serta jaringan ikat periartikuler. Pada
stadium lanjut rawan sendi mengalami kerusakan, ditandai adanya fibrilasi, fisur,
dan ulserasi yang dalam pada permukaan sendi. Paling sering mengenai vertebra,
panggul, lutut, dan pergelangan tangan kaki (Waenoor,2012).
Populasi
Osetoarthritis merupakan kelainan degeneratif sendi yang paling banyak
didapatkan di masyarakat, terutama pada usia lanjut. Lebih dari 80% usia diatas
75 tahun menderita Osetoarthritis, Osetoarthritis merupakan kasusterbanyak yang
terdapat di rumah sakit dari semua kasus penyakit rematik. Kelainan pada lutut
merupakan kelainan terbanyak dari Osetoarthritis diikuti sendi panggul dan
tulang belakang. Di Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologik
mencapai 15,5 % pada pria dan 12,7 % pada wanita berumur antara 40-60 tahun,
C. Hasil Anamnesis
Ny. X , umur 63 tahun datang dengan mengeluhkan adanya rasa nyeri pada lutut
kanan terutama saat naik turun tangga, berjalan dengan jarak yang jauh, berdiri
pada posisi jongkok dan nyeri berkurang saat istirahat. mengeluh nyeri sudah 1
bulan yang lalu.
F. Rencana Penatalaksanaan
Tujuan : Untuk meningkatkan kemampuan fungsional pasien sehingga bisa
beraktifitas seperti biasanya.
Prinsip Terapi : mengurangi impairmen dan memperbaiki fungsi, melindungi
sendi dari kerusakan lebih lanjut, serta mencegah disabilitas dan menurunnya
kesehatan yang terjadi sekunder karena inaktivitas dengan meningkatkan level
aktifitas fisik sehari-hari dan memperbaiki daya tahan fisik.
Konseling-Edukasi : Menjaga berat badan ideal, Penggunain toilet duduk,
mengurangi aktivitas naik turun tangga,
Kriteria Rujukan : Dokter Orthopedi
G. Prognosis
Pasien dapat sembuh apabila ditangani dengan segera dan tepat. Namun apabila
tidak segara ditangani operasi menjadi pilihan.
F. Rencana Penatalaksanaan
Tujuan : Mencegah disabilitas dan menurunnya kesehatan yang terjadi
sekunder karena inaktivitas dengan meningkatkan level aktifitas fisik sehari-
hari dan memperbaiki daya tahan fisik.
Prinsip Terapi :
- Mengurangi impairment dan memperbaiki fungsi,
- Melindungi sendi dari kerusakan lebih lanjut dengan cara mengurangi
stress pada sendi, mengurangi joint forces, dan memperbaiki biomekanik
sendi.
Konseling-Edukasi :
G. Prognosis
Secara umum prognosis OA adalah baik. Dengan obat-obat konservatif, sebagian
besar nyeri pasien dapat teratasi. Hanya pada kasus-kasus tertentu yang
memerlukan operasi. Akan tetapi, harus diingat pasien-pasien OA dilaporkan
mempunyai resiko hipertensi dan penyakit jantung yang lebih tinggi.
Pemeriksaan Penunjang
E. Penegakan Diagnosis
Activity Limitation :
- Keterbatasana aktivitas keseharian
- Mengemudi mobil/motor
- Konsentrasi terganggu
F. Rencana Penatalaksanaan
Tujuan : mengurangi nyeri
Prinsip Terapi : mengoreksi postur, penunurunan spasme pada otot trapezius
Konseling-Edukasi :
- Keluarga ikut membantu mengurangi kecemasan atau depresi pasien serta
menilai adanya kecemasan atau depresi pada pasien.
- Jagalah postur anda ketika sedang membaca, bekerja pada komputer, dan
saat mengemudi.
Kriteria Rujukan : Dokter Spesialis Saraf
G. Prognosis
Sakit kepala tipe ketegangan (TTH) mungkin menyakitkan, tetapi tidak berbahaya.
Kebanyakan kasus muncul sebentar. Namun, mereka mungkin menjadi kronis jika
hidup stres tidak berubah.
H. Sarana dan Prasarana
Sarana : Bed, Biofeedback, Oil (baby oil)
Prasarana : Ruang terapi
I. Referensi
F. Rencana Penatalaksanaan
F. Rencana Penatalaksanaan
1. Tujuan : Mengembalikan gerak fungsional lumbal sehingga
pasien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya.
2. Prinsip Terapi : Menurunkan nyeri, mengembalikan ROM normal,
release otot-otot spasme.
3. Konseling-Edukasi :
Hindari aktivitas dengan beban tinggi (high impact), misalnya berlari. Pilih
jenis olah raga yang lebih lembut dan mengandalkan peregangan dan
kelenturan.
Lakukan exercise leher dan punggung yang dapat meningkatkan kekuatan
otot, kelenturan, dan jangkauan gerak.
4. Diagnosa Fisioterapi :
G. Prognosis
OLAHRAGA JILID 1
1. Sprain Ankle
a. Sprain Ankle
- Icf : b7150, b7601
- Icd : S93.4
b. Masalah Kesehatan
- Definisi
Sprain ankle juga dikenal sebagai cidera ankle atau cidera ligament ankle,
pada umumnya sprain ankle ini terjdi karena robeknya sebagian dari ligament
(torn partial ligament) atau keseluruhan dari ligament (torn ligament) dan
Hampir 85% sprain ankle terjadi pada struktur jaringan bagian lateral ankle
yaitu ligamen lateral complex. (H. Habib Nasution, 2006)
- Epidemiologi
3.140.132 kasus sprain ankle berisiko terjadi pada populasi 146.1379.599
orang per tahun. untuk tingkat kejadian 2,15 per 1000 orang pertahun di
Amerika Serikat. (Waterman BR, 2010)
c. Hasil Anamnesis
Pendrita dapat menceritakan proses cideranya yatu terjatuh dengan posisi
pergelangan kaki terputar ke dalam atau keluar. Setelah cedera, penderita
mengeluh sakit berlebihan pada aspek anterolateral pada sendi pergelangan kaki.
Perabaan di atas sakit tersebut hanya di bawah malleolus lateral. Dengan
penyebaran terjadi di tempat bengkak yang berlebihan daerah pergelangan kaki
sisi lateral dan anterior, persamaan tes ditunjukkan adaya ketidakseimbangan,
MRI diindikasikan tidak patah tulang.
d. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Lumbale lordosis atau flat back
Tes cepat : Otawa Ankle rule
Gerak squat and bouncing terasa nyeri pada saat bouncing
Tes gerak aktif : Nyeri ke arah inversi
Tes gerak pasif :
Nyeri pada sisi kontra lateral dari arah gerakan
Keterbatasan gerak searah nyeri
e. Penegakkan diagnosa
Activity limitation
- berjalan, berlari
Body structure and body function
Poor endurance
Pain
Participation restriction
Tidak dapat melakukan olahraga yang mencakup berlari terlalu lama
e. Penegakkan diagnosa
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 437
Activity limitation
- Adanya nyeri saat berlari, melompat, menendang
Body structure and body function
- Nyeri
- Quadriceps inaktif
Participation restriction
Tidak dapat melakukan olahraga yang mencakup berlari, melompat dan
menendang
Diagnosa berdasarkan ICF
Adanya nyeri saat berlari, meloncat dan menendang. adanya gangguan
koordinasi gerak.
Nyeri pada bagian lutut sisi depan bagian bawah, penurunan LGS, serta
penurunan kemampuan fungsional.
f. Rencana Penatalaksanaan
Tujuan:
Menghilangkan/ mengurangi nyeri, pencapaian normal ROM, adaptasi anatomi
dan hipertropi otot, stabilisasi, berjalan dan berlari dengan seimbang, latihan drill
untuk kembali ke olah raga.
Prinsip terapi:
Eliminasi nyeri
Functional Strengthening
Latihan eksentrik
Konseling-edukasi :
menjelaskan pencegahan dan kontra indikasi
menjelaskan dan merencanakan program dengan pasien
Kriteria rujukan:
Dokter ortopedi
Fisioterapi
g. Prognosis
Pada atlet dengan jumper‘s knee akan terus mengalami gejala ringan
berkepanjangan setelah karir atletiknya.
h. Sarana dan prasarana
Taping, Es, Bola, wobble board