ID Pengaruh Penambahan Minyak Atsiri Kunyit
ID Pengaruh Penambahan Minyak Atsiri Kunyit
Avaliable online at
www.ilmupangan.fp.uns.ac.id
PENGARUH PENAMBAHAN MINYAK ATSIRI KUNYIT PUTIH (Kaempferia rotunda) PADA EDIBLE
COATING TERHADAP STABILITAS WARNA DAN PH FILLET IKAN PATIN
YANG DISIMPAN PADA SUHU BEKU
THE ADDITION EFFECT OF WHITE TURMERIC (Kaempferia rotunda) RHIZOME ESSENTIAL OIL ON EDIBLE
COATING ON COLOUR AND PH STABILITY PATIN FISH FILLET DURING FROZEN STORAGE
Received 1 September 2013; Accepted 15 September 2013; Published Online 1 October 2013
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan berbagai konsentrasi minyak atsiri
kunyit putih (Kaempferia rotunda) terhadap intensitas warna dan pH fillet ikan patin selama penyimpanan
pada suhu -10±20C. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
satu faktor yaitu konsentrasi minyak atsiri kunyit putih (Kaempferia rotunda) pada edible coating sebesar 0%;
0,1%; dan 1%. Pengamatan dilakukan pada bulan ke 0, 1, 2, 3, dan 4. Dari penelitian ini diketahui bahwa
dengan penambahan minyak atsiri kunyit putih (Kaempferia rotunda) pada edible coating fillet ikan patin,
stabilitas warna dan pH fillet lebih terjaga. Kunyit putih (Kaempferia rotunda) memiliki kandungan
antioksidan sehingga dapat mempertahankan warna dan antimikroba sehingga mempengaruhi stabilitas pH.
Konsentrasi minyak atsiri kunyit putih (Kaempferia rotunda) terbaik selama penyimpanan pada suhu -10±20C
adalah sebesar 1%.
Kata kunci: : edible coating, fillet ikan patin beku, Kaempferia rotunda, kunyit putih
ABSTRACT
The aim of this experiment is to find out the influence of adding white tumeric rhizome essential oil
(Kaempferia rotunda) on color and pH intensity of patin fish fillet during frozen storage (-10±20C). The
experimental design using completely randomized design (CRD) with one factor is the concentration of white
tumeric rhizome essential oil in edible coating at 0%; 0,1%; and 1%. The observation were made at 0, 1, 2, 3
and 4 months. Of this experiment note that with the addition of white turmeric rhizome essential oil
(Kaempferia rotunda) in patin fish fillets edible coating, color and pH on the fillet is more stabilized. White
turmeric (Kaempferia rotunda) contains antioxidants that can maintain color characteristics and
antimicrobials so that can affect pH stability. The best white turmeric rhizome essential oil (Kaempferia
rotunda) concentration in this experiment patin fish fillet during storage at a temperature of -10±20C is 1%.
Keywords: edible coating, freeze patin fish fillet, Kaempferia rotunda, white turmeric
*)
Corresponding author: sukmadeva@yahoo.com
25
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 4 Oktober 2013
26
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 4 Oktober 2013
±20C selama waktu yang telah ditentukan untuk dengan penambahan minyak atsiri terhadap cahaya
pengujian yaitu bulan ke 0, 1, 2, 3, dan 4. yang diberikan oleh chromameter. Alat chromameter
4. Pengujian warna dan pH menggunakan alat Color Reader CR-400/410
Ikan patin yang telah dilapisi dengan edible (Minolta, Jepang). Sistem warna yang digunakan
coating yang mengandung minyak atsiri kemudian adalah +XQWHU¶V /DE &RORULPHWULF 6\VWHP. Sistem
disimpan dalam freezer dengan suhu -10 ±2oC, notasi warna Hunter dicirikan dengan tiga nilai yaitu
kemudian dilakukan analisis warna dan pH. L (Lightness), a* (Redness), dan b* (Yellowness).
Nilai L, a, b mempunyai interval skala yang
Rancangan Percobaan menunjukkan tingkat warna bahan yang diuji. Notasi
Rancangan percobaan yang digunakan dalam L menyatakan parameter kecerahan (lightness)
penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan kisaran nilai dari 0-100 menunjukkan dari
dengan satu faktor, yaitu variasi konsentrasi minyak gelap ke terang. Notasi a (Redness) dengan kisaran
kunyit putih 0%; 0,1% dan 1% dengan perulangan nilai dari (-80) ± (+100) menunjukkan dari hijau ke
sampel sebanyak dua kali. Data yang diperoleh dianalisa merah. Notasi b (yellowness) dengan kisaran nilai
PHQJJXQDNDQ $129$ . -LND WHUGDSDW SHUEHGDDQ dari (-70)±(+70) menunjukkan dari biru ke kuning.
. PDND DNDQ GLODQMXWNDQ GHQJDQ XML Duncan Intensitas warna yang dihasilkan fillet ikan patin
Multiple Range Test (DMRT) untuk mengetahui ada dapat dilihat pada Tabel 1.
tidaknya perbedaan pada masing-masing sampel pada Dari hasil analisis warna yang ditunjukkan pada
WLQJNDW VLJQLILNDVL . Tabel 1. diketahui bahwa dari ketiga parameter yang
diukur yaitu tingkat kecerahan, parameter warna
HASIL DAN PEMBAHASAN kemerahan dan kekuningan mengalami penurunan
seiring lama waktu penyimpanan. Penurunan
A. Stabilitas Warna intensitas warna pada fillet ikan patin ini terjadi
Warna dalam bidang pangan merupakan satu akibat lamanya penyimpanan di suhu beku,
hal yang penting terkait dengan penerimaan menjadikan pigmen warna yang berpengaruh
konsumen terhadap bahan pangan tersebut. Menurut terhadap warna fillet ikan semakin memudar
Soekarto (1990) warna adalah refleksi cahaya pada (Rospiati, 2006).
permukaan suatu bahan yang ditangkap oleh indera
penglihatan dan ditransmisikan dalam sistem syaraf.
Pengujian warna dilakukan dengan chromameter.
Prinsip kerja chromameter adalah mendapatkan
warna berdasarkan daya pantul dari fillet ikan patin
Tabel 1 Intensitas Warna (Chroma) Fillet Ikan Patin dengan Edible Coating Minyak Atsiri Kunyit Putih Selama
Penyimpanan pada Suhu -10 ± 2 oC
Waktu Penyimpanan (Bulan)
Perlakuan
0 1 2 3 4
0% 52,73±1,59Ba 49,78±2,28Bab 48,45±1,60Bb 42,16±0,00Ac 37,78±0,47Aa
L* 0,1% 51,40±0,47Da 53,35±0,42Cb 43,61±0,40Ca 40,33±0,08Bb 39,88±0,93Ab
1% 51,23±0,08Da C
47,50±0,52 a B
40,71±0,12 a 39,66±0,24Ba 39,64±0,23Aab
0% 5,92±0,04Bb 5,61±0,34Bb 4,92±0,89Bb 2,84±0,13Ab 2,52±0,49Aa
a* 0,1% 5,64±0,08Eb D
4,43±0,03 a C
4,07±0,03 b 3,66±0,11Bc 1,77±0,28Aa
1% 4,61±0,13Da C
3,78±0,06 a B
2,39±0,02 a 2,32±0,03Ba 1,63±0,19Aa
0% 12,34±0,19Ba A
8,37±0,57 a A
7,06±1,01 a 6,72±0,35Ab 6,70±0,74Ac
b* 0,1% 14,88±0,01Eb D
10,04±0,06 b C
5,37±0,09 a 4,89±0,114Ba 3,35±0,09Aa
1% 17,89±0,10Dc C
10,28±0,01 b B
6,24±0,00 a 6,26±0,04Bb 5,14±0,06Ab
Keterangan: Perlakuan 0% dengan penambahan minyak atsiri 0%, perlakuan 0,1% dengan penambahan minyak atsiri 0,1%,
perlakuan 1% dengan penambahan minyak atsiri 1%. Subscript yang sama pada kolom yang sama dan superscript
yang sama pada baris yang sama menunMXNDQ WLGDN EHGD Q\DWD SDGD WDUDI VLJQLILNDQVL .
27
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 4 Oktober 2013
terhadap warna fillet ikan semakin memudar merah menjadi warna kecoklatan atau merah
(Rospiati, 2006). Pada awal masa penyimpanan yang lebih gelap. Perubahan warna coklat
memang terlihat paling tinggi yaitu pada hingga keabu-abuan lebih lanjut diakibatkan
konsentrasi 0% namun seiring waktu oleh hemoglobin dan mioglobin yang berubah
penyimpanan terjadi penurunan, sedangkan pada menjadi methemoglobin dan metmioglobin.
penambahan minyak atsiri konsentrasi 0,1% dan Serta terjadi oksidasi pada daging merah yang
1% terjadi penurunan namun tidak sebesar pada banyak mengandung asam lemak yang juga
konsentrasi 0%. Hal tersebut mengindikasikan mempengaruhi warna ke arah lebih gelap.
meskipun penambahan minyak atsiri makin Namun dengan penambahan minyak atsiri
besar akan mempengaruhi kecerahannya namun kunyit putih lebih dapat mempertahankan
minyak atsiri konsentrasi 0,1% dan 1% dapat stabilitas warna kemerahan fillet ikan patin
mempertahankan kecerahannya dibanding tanpa karena memiliki kandungan antioksidan yang
penambahan minyak atsiri. Menurut penelitian mampu mencegah reaksi oksidasi dari pigmen
yang dilakukan Duan et al (2009) bahwa fillet hemoglobin dan mioblobin.
ikan dengan menggunakan edible coating
mengalami penurunan intensitas kecerahan. c. b*(Yellowness)
Perubahan warna tersebut dapat diakibatkan Pengujian warna yang ketiga adalah
karena kristal es selama penyimpanan beku yang berdasakan intensitas warna kekuningan pada
menyebabkan kerusakan mekanis yaitu pada fillet ikan patin yang diberi coating berupa
membran sel penyusunnya. Sehingga sel minyak atsiri kunyit putih. Semakin lama waktu
mengalami kerusakan sehingga dapat penyimpanan warna kuning yang disebabkan
mengakibatkan denaturasi warna. oleh penambahan minyak atsiri dalam
konsentrasi tertentu mengakibatkan perubahan
b. a* (Redness) intensitas warna. Menurut Lovell (2004) warna
Pengujian warna yang kedua adalah kuning fillet ikan patin diduga berasal dari
berdasakan intensitas kemerahan pada fillet ikan lemak ikan patin yang mengandung karotenoid,
patin. Notasi a (Redness) menunjukkan intensitas lemak tersebut terkandung juga pada daging
warna yang dihasilkan fillet ikan patin menurun ikan patin, warna kuning ini tidak
setiap bulannya namun dengan penambahan mempengaruhi bau dan mutu fillet. Selama
minyak atsiri kunyit putih penurunan warna penyimpanan diketahui terjadi reaksi oksidasi
merah dapat dipertahankan, terutama pada sehingga menyebabkan perubahan warna
penambahan minyak atsiri konsentrasi 1%. kuning menjadi kecoklatan. Selama
Penurunan tersebut dapat terjadi akibat cara penyimpanan warna kekuningan pada sampel
pemfiletan ikan maupun berubahnya enzim dengan konsentrasi 0,1% dapat
warna merah pada ikan. Menurut Suryaningrum mempertahankan intensitas penurunan warna
(2010) fillet patin jambal memiliki daging yang kuning. Hal tersebut mengindikasikan pada
berwarna putih kemerahan (light pink), apabila sampel dengan penambahan minyak atsiri yang
patin yang dipotong dan dikeluarkan darahnya mengandung antioksidan dapat menurunkan
langsung di fillet maka akan diperoleh warna aktifitas oksidasi sehingga dapat
daging yang putih ke merahan (pink) atau mempertahankan warna, seperti pada sampel
kekuningan. dengan konsentrasi penambahan minyak atsiri
Menurut Muchtadi (2010) pigmen yang 0,1%.
terdapat pada ikan berupa senyawa-senyawa
yang larut pada lemak diantaranya adalah B. Stabilitas pH
karotenoid, xantofil, astaxanthin, dan Perubahan pH pada fillet ikan patin
taraxanthin, yang warnanya berfariasi antara mengindikasikan perubahan-perubahan yang
kuning dan merah. Sedangkan Hadiwiyoto terjadi selama masa penyimpanan, baik
(1993) menyatakan bahwa perubahan warna perubahan kimia ataupun aktivitas
terjadi akibat perubahan senyawa-senyawa pada mikroorganisme yang terdapat di dalamnya.
ikan, misalnya hemoglobin dan mioglobin yang Ikan yang sudah tidak segar biasanya memiliki
mengalami oksidasi. Tandanya adalah warna pH yang tinggi (basa) karena timbulnya
28
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 4 Oktober 2013
senyawa-senyawa bersifat basa seperti amonia, penyimpanan konsentrasi 0%, konsentrasi 0,1%
trimetilamin, dan senyawa volatil lainnya dan konsentrasi 1% mengalami penurunan pada
(Adawyah, 2007). Dari hasil analisis tingkat tiga bulan pertama dan mengalami kenaikan
keasaman (pH) yang ditunjukkan pada Tabel 2 pada bulan selanjutnya.
diketahui bahwa nilai pH selama masa
Tabel 2 Nilai pH Fillet Ikan Patin dengan Edible Coating Minyak Atsiri Kunyit Putih Selama Penyimpanan pada Suhu -10 ±
20C.
Lama Penyimpanan (Bulan)
Sampel
0 1 2 3 4
Konsentrasi 0% 6,51±0,02Ca 6,43±0,01Ba 6,32±0,01Aa 6,44±0,01Ba 6,62±0,01Da
Konsentrasi 0,1% 6,46,±0,03Aa 6,50±0,04Aa 6,43±0,03Ab 6,46±0,04Aa 6,64±0,01Ba
Konsentrasi 1% 6,56±0,04Ba 6,53±0,01ABa 6,47±0,03Ab 6,60±0,02Bb 6,67±0,02Ca
Keterangan: Subscript yang sama pada kolom yang sama dan superscript yang sama pada baris yang sama menunjukan
WLGDN EHGD Q\DWD SDGD WDUDI VLJQLILNDQVL .
protein yang menjadi kandungan utama pada
Penurunan nilai pH tersebut fillet ikan menjadi senyawa-senyawa bersifat
diakibatkan karena fillet ikan mengalami basa. Menurut Trilaksani (1996) kenaikan
masa rigor mortis atau masa kekakuan pada nilai pH akibat terjadinya proses biokimia
fillet. Menurut Gusriandi (2013) fase ini yang tetap berlangsung pada suhu beku
ditandai dengan penurunan pH akibat sehingga enzim-enzim proteolitik yang ada
akumulasi asam laktat. Faktor yang dalam otot mengadakan perombakan
mempengaruhi lama fase ini adalah suhu dan terhadap protein. Enzim-enzim yang
jenis ikan. Akibat suhu penyimpanan yang menghasilkan amonia selama penyimpanan
digunakan merupakan suhu beku, maka fase menyebabkan nilai pH daging ikan naik kira-
rigor mortis pada fillet ikan terjadi lebih kira sampai 7-8 bahkan dapat mencapai 8,5.
lama. Menurut Ilyas (1983) pada kisaran Selain akibat dari proses biokimia,
suhu beku aktivitas enzim yang berperan peningkatan pH juga merupakan pengaruh
dalam proses glikolisis dan autolisis menjadi dari kegiatan mikroba yang terdapat di dalam
terhambat sehingga daya awet ikan menjadi fillet ikan yang menghasilkan amonia.
lebih lama. Jika fase rigor mortis dapat Kenaikan nilai pH merupakan salah
dipertahankan lebih lama maka kesegaran satu parameter kerusakan yang terjadi pada
ikan dapat dipertahankan. Selain itu menurut fillet ikan patin. Pada konsentrasi 0% pH
Erlangga (2009) penurunan pH juga fillet ikan patin pada awal penyimpanan 6,51
disebabkan oleh akumulasi asam laktat yang turun menjadi 6,32 pada bulan kedua dan
dihasilkan dari proses glikolisis ikan yang naik hingga bulan ke-4 menjadi 6,62. Pada
telah mati secara alami. Kandungan glikogen konsentrasi 0,1% pH ikan patin yang semula
di dalam tubuh ikan juga berpengaruh 6,46 menjadi 6,43 pada bulan ke-2 lalu pada
terhadap penurunan pH. Menurut penelitian akhir penyimpanan menjadi 6,64. Sedangkan
yang dilakukan Duan et al (2009) penurunan pada konsentrasi 1% pada awal penyimpanan
pH yang terjadi selama penyimpanan 6,56 menjadi 6,47 pada bulan ke-2 dan di
merupakan hasil dari pemecahan protein akhir penyimpanan menjadi 6,67. Dari ketiga
yang menghasilkan pospat dan asam laktat konsentrasi yang diberikan, pada awal masa
selama penyimpanan beku ataupun saat penyimpanan pH tertinggi terdapat pada
tawing. penambahan minyak atsiri kunyit putih
Setelahnya itu pH kembali mengalami sebesar 1%, sedangkan terendah dengan
peningkatan akibat akumulasi amonia yang penambahan minyak atsiri kunyit putih
terdapat di dalam ikan. Secara keseluruhan sebesar 0,1%. Penambahan minyak atsiri
pH fillet ikan selama penyimpanan kunyit putih tersebut sudah mempengaruhi
mengalami kenaikan. Amina yang terdapat pH fillet ikan patin sejak awal penyimpanan
dalam ikan terbentuk dari terpecahnya hingga akhir penyimpanan. Dari penambahan
29
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 4 Oktober 2013
31