Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Program perkuliahan merupakan suatu rencana pengajaran sebagai


panduan bagi dosen dalam melaksanakan perkuliahan, agar perkuliahan dapat
berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam program perkuliahan khususnya
untuk mata kuliah model pembelajaran SD di program studi PGSD telah
disusun pola kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan hasil.
Dalam perencanaan telah disusun perangkat perkuliahan yang meliputi
Rencana Pembelajaran Semester (RPS), media pembelajaran serta lembar kerja
mahasiswa. Pelaksanaan direncanakan selama 16 kali pertemuan melalui
pembelajaran tatap muka dan penugasan, sedangkan hasil diharapkan tujuan
perkuliahan dapat dikuasai oleh mahasiswa. Tujuan perkuliahan pada mata
kuliah model pembelajaran SD tertuang dalam bentuk capaian pembelajaran
(CP) mata kuliah yang meliputi sebagai berikut :
1. CP 1 (S11, P4) : Mahasiswa mampu menjelaskan konsep-konsep model
pembelajaran,
2. CP 2 (S11, P4) : Mahasiswa mampu menganalisis rumpun model
pembelajaran beserta teori belajar dan filsafat yang menjadi landasan
keilmuannya.
3. CP 3 (S11, KU 1, KK2) : Mahasiswa mampu menyusun rencana
pembelajaran berbasis model model pembelajaran untuk lima mata
pelajaran pokok di sekolah dasar.
4. CP 4 (S11, KU1, KK2) : Mahasiswa mampu mengimplementasikan
rencana pembelajaran berbasis model model pembelajaran.
Berdasarkan pada capaian pembelajaran tersebut, perkuliahan model
pembelajaran SD di program studi PGSD akan mampu untuk meningkatkan
kemampuan mahasiswa tidak hanya pada aspek kemampuan kognitif akan
tetapi juga pada aspek keterampilan, yaitu keterampilan menyusun rencana

1
pembelajaran berbasis model yang dipilih dan keterampilan untuk
mengimplementasikan rencana pembelajaran tersebut. Oleh karena itu untuk
mencapai hal tersebut maka disusun perangkat perangkat pendukung yang
meliputi media pembelajaran berbentuk power point presentation, video
pembelajaran dan lembar kerja penyusunan RPP serta lembar kerja
pelaksanaan microteaching implementasi RPP. Dengan perangkat tersebut
maka perencanaan perkuliahan model pembelajaran SD cukup memadai untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Seiring dengan perkembangan pandemi covid 19 yang terus
mengkhawatirkan, pelaksanaan perkuliahan mengalami perubahan pada tahap
implementasi yaitu dari semula berbasis luring menjadi berbasis digital.
Sehingga hal ini menyebabkan terganggunya keseimbangan pola prencanaan
dengan implementasi. Kita ketahui bersama bahwa implementasi dari suatu
program perkuliahan seharusnya sejalan dengan perencanaan yang telah
ditetapkan, untuk menjaga kualitas perkuliahan agar diperoleh hasil yang
sesuai dengan harapan. Dengan kata lain harus terdapat kesinambungan antara
perencanaan, pelaksanaan (implementasi) dan hasil yang diperoleh.
Perencanaan yang baik tentu akan memunculkan hasil yang sesuai harapan
apabila didukung oleh pelaksanaan/implementasi yang baik. Dengan adanya
pendemi covid 19 proses pelaksanaan program perkuliahan pada mata kuliah
model pembelajaran SD di program studi PGSD mengalami hambatan pada
tataran pelaksanaan/implementasi sehingga dapat memberikan dampak
terhadap ketercapaian tujuan program perkuliahan.
Pada dasarnya sistem pembelajaran digital dan luring dalam konteks
mata kuliah model pembelajaran SD tidak jauh berbeda. Apabila dianalisis
berdasarkan pada tujuan program perkuliahan yang telah ditetapkan, beberapa
capaian pembelajaran dapat dilaksanakan dengan sistem pembelajaran digital.
Misalnya untuk capaian pembelajaran CP 1 dapat dilaksanakan dengan sistem
pembelajaran digital menggunakan metode tanya jawab dan curah pendapat
melalui platform google meet. Kemudian untuk CP 2 dan CP 3 dapat
dilaksanakan dengan menggunakan metode curah pendapat dan penugasan

2
melalui platform google meet. Sedangkan CP 4 akan sangat sulit untuk
dilaksanakan karena harus dilaksanakan dalam bentuk microteaching yang
melibatkan peserta mahasiswa lainnya, kecuali dilaksanakan dalam bentuk
microteaching pembelajaran digital juga. Microteaching pembelajaran digital
untuk beberapa model pembelajaran yang dipelajari tidak cukup efektif dapat
dilaksanakan, sehingga implementasi dari CP 4 tidak dapat dilaksanakan untuk
semua model pembelajaran yang dipelajari. Hal ini menimbulkan dugaan
sistem pembelajaran digital pada mata kuliah model pembelajaran SD kurang
efektif dilaksanakan khususnya untuk mencapai CP 4.
Berdasarkan pada paparan di atas pelaksanaan program perkuliahan
pada mata kuliah model pembelajaran SD mengalami hambatan terutama untuk
mencapai CP 4 dari tujuan mata kuliah model pembelajaran SD. Oleh karena
itu perlu untuk dilakukan evaluasi terhadap program perkuliahan berbasis
sistem pembelajaran digital pada mata kuliah model pembelajaran SD di
program studi PGSD FKIP Untirta.

B. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka
masalah evaluasi yang akan dilakukan dibatasi pada dimensi produk/hasil
yang berupa ketercapaian tujuan pembelajaran mengingat perkuliahan
model pembelajaran SD sudah berlangsung lebih dari setengah semester.

C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana hasil pembelajaran pada mata kuliah model pembelajaran SD
yang dilaksanakan melalui sistem pembelajaran digital ?
2. Bagaimana prosentase ketercapaian tujuan program pembelajaran pada
mata kuliah model pembelajaran SD di program studi PGSD FKIP Untirta
melalui pelaksanaan sistem pembelajaran digital ?

3
D. Tujuan Evaluasi Program
Tujuan evaluasi program ini adalah sebagai berikut :
1. Memperoleh informasi mendalam tentang hasil pembelajaran yang dicapai
oleh mahasiswa pada mata kuliah model pembelajaran SD yang
dilaksanakan melalui sistem pembelajaran digital.
2. Mengetahui prosentase ketercapaian tujuan program pembelajaran pada
mata kuliah model pembelajaran SD di program studi PGSD FKIP Untirta
melalui pelaksanaan sistem pembelajaran digital.

E. Manfaat Evaluasi
1. Bagi mahasiswa dapat mengetahui tingkat pencapaian tujuan
perkuliahan secara mendetail.

2. Bagi dosen dapat mendeteksi mahasiswa yang telah dan belum


menguasai tujuan perkuliahan, ketepatan materi yang diajarkan,
ketepatan metode yang digunakan.

3. Bagi lembaga/prodi, hasil program perkuliahan dapat


mencerminkan kualitas pembelajaran dari pada program studi.

F. Definisi Operasional
Evaluasi program yang dilakukan adalah evaluasi produk yaitu
mengukur keberhasilan pencapaian tujuan yang secara garis besar meliputi
penetapan tujuan operasional program, kriteria pengukuran yang telah
dicapai, membandingkan kenyataan lapangan dengan rumusan tujuan, dan
menyusun penafsiran secara rasional.

4
BAB II
KAJIAN TEORITIK

A. Konsep Evaluasi Program Pembelajaran


1. Pengertian Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian terhadap sebuah data yang dikumpulkan
melalui asesmen. Data yang dikumpulkan tersebut dapat digunakan untuk proses
pengambilan keputusan dengan data yang telah diperoleh melalui pengukuran
baik menggunakan instrumen tes maupun non tes. Secara harfiah evaluasi berasal
dari kata evaluation dalam bahasa inggris. Kata tersebut diserap ke dalam
perbendaharaan Istilah bahasa Indonesia “evaluasi”.
Arikunto & Jabar (2014) mendefinisikan bahwa, Evaluasi adalah kegiatan
mencari sesuatu yang berhaga tentang sesuatu; dalam mencari sesuatu tersebut,
juga termasuk mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai keberadaan
suatu program, produksi, prosedur, serta alternative strategi yang diajukan untuk
mencapai tujuan yang sudah di tentukan
Definisi lain dari Suchman, memandang evaluasi sebagai sebuah proses
menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk
mendukungnya tercapainya tujuan (Arikunto & Jabar, 2014). Selanjutnya Joint
Committee on Standards for Educational Evaluation tahun 1994, menyatakan:
Evalutions means a study designed and conducted to assist some audience to
assess on object’s merit and worth (Roger, G. et.al, 2005).
Evaluasi berarti sebuah studi yang dirancang dan dilakukan untuk
membantu beberapa audiens menilai nilai dan manfaat dari suatu objek. Definisi
lain dikemukakan oleh Tipple 1989 yaitu : “The term evaluation is sometimes
used to refer speciffically to the judgement part of this only. Evaluation is often
set in the context of a monitoring, evaluation, and riview cycle” (Roger, G. et.al,
2005).
Istilah evaluasi terkadang digunakan untuk merujuk secara khusus pada
bagian keputusan. Evaluasi sering diatur dalam konteks siklus pemantauan,

5
evaluasi, dan review. Sedangkan menurut UCLA (National Study Committee on
Education) mengemukakan definisi mengenai evaluasi yaitu merupakan proses
atau kegiatan pemilihan, pengumpulan, analisis, dan penyajian informasi yang
dapat digunakan dalam pengambilan keputusan.
Evaluasi juga di gunakan untuk menilai dan mebandingkan sejauh mana
kegiatan itu tercapai. Sebagai mana yang di kutip dari kamus Oxford Advanced
Learner’s Dictionary of Current yaitu : “Evaluation is to find out, decide the
amount or value”, yang di artikan kedalam bahasa Indonesia; evaluasi ada suatu
upaya untuk menentukan jumlah atau nilai (Mulyadi, et.al, 2015).
Dari beberapa penjelasan mengenai definisi evaluasi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa evaluasi adalah serangkaian kegiatan untuk mengumpulkan
informasi. Sehingga informasi tersebut dapat bermanfaat untuk menilai dan
membandingkan ketercapaian dan kesesuaian kerja sesuatu yang dimana hasil dari
menilai dan membandingkan tersebut dapat dijadikan alternatif dalam
pengambilan keputusan kebijakan.

2. Pengertian Program
Menurut Arikunto dan Jabar (2014) terdapat dua pengertian istilah secara
umum dan khusus. Menurut pengertian program diartikan sebagai rencana.
Sedangkan pengertian secara khusus, program didefinisikan sebagai suatu unit
atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu
kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam
suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Definisi lain di kemukakan
oleh Tayibnapis yang mengartikan program adalah segala sesuatu yang dicoba
lakukan seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh
(Mulyadi, et.al, 2015).
Terdapat tiga pengertian dan yang perlu ditekankan dalam menentukan program,
yaitu (1) realisasi dan implementasi suatu kebijakan, (2) terjadi dalam waktu yang
relative lama-bukan kegiatan tunggal tetapi jamak berkesinambungan, dan (3)
terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang (Arikunto & Jabar,
2014). Melalui segala bentuk rencana dan akan lebih terorganisir dan lebih mudah

6
dalam pengoprasionalannya. “A programme is collection of interrelated project
designes to harmonize and integrated various action an activities for achieving
averral policy abjetives”. Yaitu program adalah kumpulan proyek- proyek yang
telah terancang untuk melaksanakan suatu kegiatan- kegiatan yang harmonis dan
berintegritas untuk mencapai sasaran kebijaksanaan secara keseluruhan.
Sejalan dari definisi yang telah dikemukakan dari beberapa ahli, dapat
dsimpulkan bahwa program adalah sebuah sistem yang merupakan rangkaian
kegiatan yang dilakukan secara berkesinambungan yang melibatkan sekelompok
orang dalam proses untuk mengetahui apakah tujuan sudah dapat direalisasikan.

3. Pengertian Evaluasi Program


Evaluasi program menurut Cronbach dan Stufflebeam adalah upaya
menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan dan
menegaskan bahwa meskipun evaluator menyediakan informasi, evaluator
bukanlah pengambil keputusan tentang suatu program (Cronbach, 1982).
Kemudian Patton (1997) menyatakan bahwa : Program evaluation is the
systematic collection of information abaout the activities, characteristic, and
outcome of program to make judgement about the program, improve program
effectiveness, and/or inform decisions about future program development.
Evaluasi program adalah pengumpulan informasi yang sistematis mengenai
kegiatan, karakteristik, dan hasil dari program untuk membuat penilaian mengenai
program ini, meningkatkan efektifitas program, dan atau menginformasikan
keputusan mengenai pengembangan program di masa depan. Sedangkan definisi
lain mengenai evaluasi program menurut Joint Committee on Standars for
Educational Evaluation (1981) yang mengatakan bahwa evaluasi program adalah
evaluasi yang menilai aktivitas kegiatan dengan menyediakan data yang
berkelanjutan (Arikunto & Jabar, 2014).
Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Ada beberapa
pengertian tentang program sendiri. Dalam kamus (a) program adalah rencana,
(b) program adalah kegiatan yang dilakukan dengan seksama. Melakukan

7
evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui
seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang direncanakan
( Arikunto, 1993). Selanjutnya menurut Tyler (1950) yang dikutip oleh Arikunto
dan Jabar (2014), evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah
tujuan pendidikan telah terealisasikan.
Pelaksanaan evaluasi program tidak bisa dilakukan secara serampangan,
tetapi sistematis, rinci dalam menggunakan prosedur yang sudah diuji secara
cermat. Dengan metode-metode tertentu maka akan diperoleh data yang handal
dan dapat dipercaya. Penentuan kebijakan akan tepat apabila data yang
digunakan sebagai pertimbangan tersebut benar, akurat dan lengkap, karena
evaluasi dapat menentukan ketercapaian sebuah program. Evaluasi program
yaitu evaluasi yang menaksir kegiatan pendidikan yang memberikan pelayanan
pada suatu dasar yang kontiniu dan sering melibatkan tawaran-tawaran
kurikuler. Sejalan dengan konsep evaluasi program tersebut, menurut Rutman
(1984) evaluasi program adalah penerapan metode-metode ilmiah untuk
mengukur dan hasil program untuk pengambilan keputusan.
Sedangkan Brinkerhoff (1983) menyatakan bahwa evaluasi program
adalah :
a. proses menentukan sejauh mana tujuan dan sasaran program telah
terealisasi
b. memberikan informasi untuk pengambilan keputusan
c. perbandingan kinerja dengan patokan-patokan tertentu untuk
menentukan apakah terdapat kesenjangan
d. penilaian tentang harga dan kualitas
e. investigasi sistematis mengenai nilai atau kualitas suatu objek.
Isaac dan William dalam Brinkerhoff (1983) menyatakan bahwa
evaluasi program menyandarkan dan mewujudkan tiga rangkaian tahapan yaitu :
a. Tujuan, nyatakan secara jelas dan spesifik masing-masing tujuan satu
term yang bisa diukur dan diamati
b. Sarana, rencanakan berbagai strategi dan aktivitas yang akan
dilaksanakan untuk mencapai masing-masing tujuan’

8
c. Ukuran, pilih dan kembangkan ukuran-ukuran yang dengan itu masing-
masing tujuan akan ditentukan.
Sedangkan Bigman dalam Brinkerhoff (1983) berpendapat bahwa ada
beberapa pemakaian evaluasi program, yaitu :
a. Untuk menemukan apakah tujuan dapat dicapai dan seberapa jauh dapat
dicapai
b. Untuk menemukan alasan keberhasilan dan kegagalan secara khusus
tujuan suatu program
c. Untuk menemukan prinsip yang melandasi keberhasilan program
d. Untuk melakukan eksperimen-eksperimen dengan teknik-teknik tertentu
guna meningkatkan efektifitas
e. Untuk meletakkan dasar guna melakukan penelitian lanjut atas dasar
keberhasilan alternatif teknik yang digunakan
f. Untuk merumuskan kembali cara yang akan digunakan dalam mencapai
tujuan dan bahkan merumuskan kembali sub tujuan sesuai dengan
temuan penelitian.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa evaluasi program
merupakan proses pengumpulan data atau informasi yang ilmiah yang hasilnya
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam
menentukan alternatif kebijakan. Evaluasi program adalah serangkaian kegiatan
yang dilaksanakan secara sistematis dalam upaya untuk mengetahui
keberhasilan dan keterlaksanaan suatu program yang biasanya dilakukan untuk
kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka menentukan kebijakan
selanjutnya.

4. Tujuan Evaluasi Program


Menurut Mulyatiningsih (2011), evaluasi program dilakukan dengan
tujuan untuk: (1). menunjukkan sumbangan program terhadap pencapaian tujuan
organisasi. Hasil evaluasi ini penting untuk mengembangkan program yang
sama ditempat lain. (2). mengambil keputusan tentang keberlanjutan sebuah
program, apakah program perlu diteruskan, diperbaiki atau dihentikan.

9
Dilihat dari tujuannya, yaitu ingin mengetahui kondisi sesuatu, maka
evaluasi program dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk penelitian
evaluatif. Oleh karena itu, dalam evaluasi program, pelaksana berfikir dan
menentukan langkah bagaimana melaksanakan penelitian.
Menurut Arikunto dan Jabar (2014), terdapat perbedaan yang mencolok
antara penelitian dan evaluasi program adalah sebagai berikut: (1). dalam
kegiatan penelitian, peneliti ingin mengetahui gambaran tentang sesuatu
kemudian hasilnya dideskripsikan, sedangkan dalam evaluasi program
pelaksanan ingin menetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi sesuatu sebagai
hasil pelaksanaan program, setelah data yang terkumpul dibandingkan dengan
criteria atau standar tertentu. (2). dalam kegiatan penelitian, peneliti dituntut
oleh rumusan masalah karena ingin mengetahui jawaban dari penelitiannya,
sedangkan dalam evaluasi program pelaksanan ingin mengetahui tingkat
ketercapaian tujuan pgogram, dan apabila tujuan belum tercapai sebagaimana
ditentukan, pelaksanan ingin mengetahui letak kekurangan itu dan apa
sebabnya.
Dengan adanya uraian diatas, dapat dikatakan bahwa evaluasi program
merupakan penelitian evaluatif. Pada dasarnya penelitian evaluatif dimaksudkan
untuk mengetahui akhir dari adanya kebijakan, dalam rangka menentukan
rekomendasi atas kebijakan yang lalu, yang pada tujuan akhirnya adalah untuk
menentukan kebijakan selanjutnya.

B. Model Model Evaluasi Program


Model evaluasi adalah model desain yang dibuat oleh para ahli atau pakar
evaluasi. Model evaluasi dibedakan menurut jenis pertanyaan, tujuan, pendekatan,
dan prosedur yang di tempuh. Masing-masing model memiliki kekurangan dan
kelebihan tergantung model yang digunakan kegunaannya untuk apa, dimana dan
kapan evaluasi tersebut akan di gunakan.
Model model evaluasi yang satu dengan yang lainnya memang tampak
bervariasi, akan tetapi maksud dan tujuannya sama yaitu melakukan kegiatan
pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi.

10
Selanjutnya informasi yang terkumpul dapat diberikan kepada pengambil
keputusan agar dapat dengan tepat menentukan tindak lanjut tentang program
yang sudah dievaluasi.
Terdapat banyak model evaluasi yang bisa digunakan untuk mengevaluasi
suatu program. Meskipun antara satu dengan yang lainnya berbeda, namun
maksud dan tujuannya sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau
informasi yang berkenaan dengan obyek yang dievaluasinya.
Menurut Kaufman dan Thomas yang dikutip oleh Arikunto dan Jabar
(2014), membedakan model evaluasi menjadi delapan, yaitu:
1. Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler
2. Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven
3. Formatif Summatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael
Scriven
4. Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake
5. Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake
6. CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada “kapan” evaluasi
dilakukan
7. CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh Stufflebeam
8. Discrepancy Model, dikembangkan oleh Provus.
Pemilihan model evaluasi yang akan digunakan tergantung pada tujuan
evaluasi, tujuan evaluasi yang akan dilakukan pada kajian ini adalah untuk
melihat ketercapaian tujuan program pembelajaran pada mata kuliah model
pembelajaran SD di program studi PGSD FKIP Untirta. Oleh karena itu model
evaluasi yang paling tepat digunakan adalah model evaluasi berorientasi tujuan
(goal oriented evaluation model) dari Tyler.

C. Model Evaluasi Berorientasi Tujuan (Goal Oriented Evaluation Model)


Pendekatan berorientasi tujuan ini pertama kali dikenalkan oleh Ralph
Tyler tahun 40-50 an sebagai standar baru bagi evaluasi pendidikan. Sebelumnya
untuk mengevaluasi bidang pendidikan dilakukan dengn tes yang menggunakan
acuan kriteria.Tyler menggunakan metodologi yang lebih kompleks untuk

11
menghubungkan hasil pencapaian siswa dengan hasil belajar yang diinginkan.
Tyler merumuskan evaluasi program dari tujuan pembelajaran berdasarkan
taksonomi tujuan pembelajaran yang dikembangkan oleh Bloom dan Krathwohl.
Pendekatan ini kemudian diberi nama Pendekatan/ model Tyler, sesuai nama
pengembangnya. Model Tyler ini kemudian banyak dipakai untuk mengevaluasi
hasil atau program pendidikan. Cara pendekatan berorientasi tujuan ini bisa juga
digunakan untuk mengevaluasi program lain seperti program kesehatan. Dalam
perkembangan lebih lanjut, model/pendekatan berorientasi tujuan ini kemudian
dikembangkan lagi oleh Metffessel dan Michael tahun 1967, oleh Provus 1973
dan juga oleh Hammond. Dari berapa-berapa model pendekatan baru ini ciri
utamanya tetap sama yaitu jika suatu kegiatan atau program sudah mempunyai
tujuan yang hendak dicapai, maka evaluasinya berfokus pada apakah tujuan itu
telah dicapai.
Tyler menyebutkan bahwa penilaian pendidikan sebagai sebuah proses
untuk menentukan sejauh mana tujuan-tujuan pendidikan dari program sekolah
atau kurikulum tercapai. Evaluasi berorientasi program dari Tyler ini didesain
untuk menggambarkan sejauh mana tujuan program telah dicapai. Tyler
menggunakan kesenjangan antara apa yang diharapkan dan apa yang berhasil
diamati untuk memberikan masukan terhadap kekurangan dari suatu program.
Pendekatan ini memfokuskan pada tujuan spesifik dari program dan sejauh mana
prorgam ini telah berhasil mencapai tujuan tersebut.
Dalam bidang pendidikan, kegiatan yang bisa dievaluasi oleh pendekatan
ini bisa saja sesederhana kegiatan-kegiatan harian di kelas atau bahkan kegiatan
kompleks yang melibatkan lembaga sekolah. Hasil yang diperoleh dari evaluasi
ini nantinya dapat dipakai untuk merumuskan kembali tujuan dari kegiatan,
mendefinisikan kembali kegiatan/program, prosedur penilaian dan perangkat yang
digunakan untuk menilai pencapaian tujuan.
Untuk penilaian pendidikan Tyler menetapkan 7 (tujuh) langkah
(Fitzpatrick, et.al., 2004) untuk menentukan sejauh mana tujuan program/kegiatan
pendidikan telah dicapai sebagai berukut :
1. Menetapkan tujuan umum

12
2. Menggolongkan sasaran atau tujuan
3. Mendefinisikan tujuan dalam konteks istilah perilaku
4. Menentukan situasi dimana pencapaian tujuan dapat ditunjukkan
5. Mengembangkan atau memilih tenik pengukuran
6. Mengumpulkan data kinerja
7. Membandingkan data kinerja dengan perilaku yang menggambarkan
tujuan
Setelah langkah terakhir ini selesai, kesenjangan antara kinerja dan tujuan
yang diinginkan dapat diketahui. Kemudian hasil ini digunakan untuk mengoreksi
kekurangan program. Saat program koreksi berjalan, berikutnya siklus evaluasi ini
bisa diulang kembali.
Pemikiran Tyler ini secara logis bisa diterima dan juga mudah dipakai oleh
para praktisi evaluasi pendidikan. Dalam kegiatan belajar mengajar seorang
guru/praktisi pendidikan pasti kenal denga tujuan umum dan tujuan khusus setiap
kegiatan pendidikan. Tyler juga menggunakan pre-test dan post-test untuk
digunakan sebagai salah satu teknik pengukuran. Teknik pre-post tes
dimaksudkan untuk menentukan perubahan-perubahan yang terjadi pada individu,
kegiatan atau program serta besarnya perubahan-perubahan tersebut.
Setelah mendeskripsikan langkah-langkah evaluasi berorientasi tujuan di
atas, Tyler juga mendeskripsikan 6 (enam) tujuan dari sekolah (khususnya sekolah
di Amerika):
1. Menguasai informasi
2. Mengembangkan kebiasan kerja dan keterampilan belajar
3. Mengembangkan cara berpikir yang efektif
4. Menginternalisasikan sikap, minat, apresiasi dan kepekaan sosial
5. Menjaga kesehatan fisik
6. Mengembangkan filsafat hidup (semakin lama kita belajar, semakin kita
bisa meningkatkan filosofis hidup, dari tidak tau menjadi mengetahui).
Tyler menjelaskan perlunya memperhatikan aspek afektif dalam
pengembangan tujuan pembelajaran disekolah. Tyler menekankan perlu
penyaringan tujuan umum sebelum menerimanya sebagai basis untuk

13
mengevaluasi kegiatan. Dalam bidang pendidikan, cara mengnyaringnya dengan
mengajukan pertanyaan yang bermakna mengenai filsafat, sosial dan pedagogis.
Selanjutnya, pilihan dan strategi pengumpulan data evaluasi ini, menurut
Patton (2009) tergantung pada jawaban atas beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. untuk siapa informasi itu dan siapa yang akan menggunakan evaluasi
2. jenis informasi apa yang dibutuhkan
3. bagaimana informasi itu digunakan.
4. kapan informasi diperlukan
5. sumber apa yang memungkinkan untuk melakukan evaluasi. Pertanyan-
pertanyaan ini adalah pertanyaan pertanyaan pokok untuk melakukan
evaluasi terhadap program/ kegiatan.
Dalam rangka menjelaskan secara spesifik tentang bagaimana penilaian
terhadap ketercapaian tujuan dilakukan, Sanders dan Cunningham (1974),
mengemukakan metode yang diklasisfikasikannya menjadi dua, yaitu metode-
metode logis dan metode-metode empiris. Adapun yang termasuk pada kategori
metode logis, antra lain:
1. Menguji congency tentang argument-argumen atau rasional yang
melandasi setiap tujuan pendidikan yang ditetapkan,
2. Menguji konsekuensi dari pencapaian tujuan. Dengan memperkirakan
secara logis konsekuensi-konsekuensi dari pencapaian tujuan, baik
kekuatan dan kelemahan dalam mencapai tujuan tersebut mungkin
revealed.
3. Mempertimbangkan apakah nilai-nilai luhur seperti hukum dan kebijakan
itu relevan dengan praktek-praktek kehidupan yang ada, dengan prinsip-
prinsip moral, dengan cita-cita masyarakat, ataupun konstitusi yang ada.
Sedangkan metode-metode empiric, antara lain:
1. Mengumpulkan data untuk menggambarkan pertimbangan-
pertimbangan tentang nilai dari sebuah tujuan,
2. Menyelengarakan pertemuan pakar, dengar pendapat, atau panel untuk
mengkaji dan mengevalasi tujuan-tujuan yang potensial,
3. Melaksanaan studi analisis isi (content) terhadap arsip-arsip, seperti

14
bahan pidato, catatan rapat, editorial, Koran, dll.
Kedua cara di atas bukan merupakan suatu perbedaan, tetapi lebih
merupakan saling melengkapi. Oleh karena itu, dalam praktek melakukan
penilaian berorientasi tujuan kedua cara ini lebih banyak dimanfaatan sebagai
suatu urutan kegiatan yang dilakukan. Artinya, pada awal penilaian dilakukan
melalui analisis logis, kemudian dilanjutkan dengan analisis empiric.
Kecenderungan ini terutama banyak dipengaruhi oleh pemikiran ilmiah (scientific
methods) yang mempersyaratkan adanya kegiatan deduktif-induktif dalam
melakukan suatu kajian.
Paradigma penilaian lain yang banyak dipengaruhi pemikiran Tyler adalah
yang dikembangkan Metfessel dan Michael (1967). Kontribusi yang paling
banyak dari pemikiran ini dalam evaluasi berorientasi tujuan adalah
berkembangnya visi instrument alternative untuk pegumpulan data. Adapun
proses penilaian yang dikembangkan pemikiran ini meliputi langkah-langkah
sebagai berikut:
1. melibatkan seluruh komunitas sekolah sebagai fasilitator dalam penilaian
program,
2. memformulasikan tujuan yang spesifik dan kohesif
3. menterjemahan tujuan yang spesifik tersebut kedalam format-format yang
komunikatif dan dapat diaplikasikan untuk memfasilitasi pembelajaran di
lingkungan sekolah yang bersangkutan,
4. memilih atau mengkonstruksi instrumen-instrumen yang akan
dipergunakan dalam pengukuran untuk dapat menyimpulkan efektifitas
suatu program,
5. melakukan observasi secara periodic dengan menggunakan instrumen-
instrumen pengukuran perilaku yang valid (tes, skala, dll.),
6. menganalisis data menggunakan statistika yang tepat,
7. menginterpretasikan data dengan menggunakan standar tingkat kinerja
yang diharapkan,
8. meyusun rekomendasi untk implementasi, modifikasi, atau revisi tujuan-
tujuan program selanjutnya

15
Kalau kita simak pemikiran di atas, dilihat dari langkah-langkah yang
dilakukan hampir keseluruhan sama dengan apa yang dikembangkan Tyler. Hal
yang menonjol adalah proses pelibatan komunitas yang terkait dengan program
(stakeholders). Langkah ini dianggap strategis dalam rangka menjamin
obyektifitas penilaian yang dilakukan.
Pemikiran lain yang termasuk pendekatan penilaian berorientasi tujuan adalah
paradigma peniaian Hammond‟s (1973). Penilaian dalam pemikiran ini tidak
hanya memusatkan perhatian pada tercapai tidaknya tujuan, tetapi juga melakukan
kajian terhadap persoalan: mengapa suatu inovasi gagal dan inovasi lainnya
sukses? Untuk mengidentifikasi factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
suatu program pendidikan, Hammond mengembangkan kubus tiga dimensi, terdiri
dari: 1) dimensi pembelajaran, 2) dimensi kelembagaan, dan 3) dimensi tujuan.
Kubus ini digunakan untuk menggambarkan program pendidikan dan
mengorganisasikan variable-variabel yang dievaluasi. Kubus ini dinamakan
Hammond sebagai „Structure of Evaluation.
1. Dimensi Pembelajaran, menggambarkan karakteristik aktifitas pendidikan
yang akan dievaluasi, terdiri dari:
a. Organisasi, termasuk didalamya: waktu, jadwal kegiatan, urutan mata
peajaran, dan juga termasuk organisasi sekolah, baik vertical mapun
horizontal.
b. Konten, meliputi topic-topik yang termasuk akan dievaluasi;
c. Metode, mencakup seluruhaktifitas pembelajaran, tipe-
tipe iteraksi guru-murid, dan teori-teori pembelajaran;
d. Fasilitas, meliputi: ruangan, peralatan, dan sarana-prasarana lainnya.
e. Biaya, mencakup angaran yang diperlukan untuk
fasilitas, pemeliharaan, dan personil.
2. Dimensi Kelembagaan, menggambarkan karakteristik individu atau kelompok
yang terlibat dalam aktifitas pendidikan yang akan dievaluasi meliputi:
a. Siswa, mencakup: umur, jenis kelalin, tingkat/ kelas, latar belakang
keluarga, kelas social, kesehatan, kemampuan, minat, dan prestasi belajar;
b. Guru, administrator, dan tenaga kependidikan lainya, mencakup: umur,

16
jenis kelamin, ras/ suku, agama, kesehatan, latar belakang pendidikan,
pengalaman, kebiasaan kerja, dll.
c. Keluarga, mencakup tingkat keterlibatannya dalam pelaksanaan kegiatan
yang akan dinilai, serta karakteristik umum, seperti: budaya, bahasa,
ukuran keluarga, status perkawinan, tingkat pendidikan orangtua, afiliasi
plitik, agama, dll.
3. Dimensi Tujuan, mengambarkan ranah tujuan aktifitas pendidikan yang akan
dievaluasi, terdiri dari:
a. Tujuan kognitif, mencakup pengetahuan dan ketrampilan intelektual;
b. Tujuan Afektif, meliputi: minat, sikap, perasaan, dan emosi;
c. Tujuan Psikomotorik, termasuk didalamya ketrampilan fisik dan
koordinasi.
Dari kubus tersebut terbentuk 90 (sembilan puluh) sel yang potensial dapat
dipergunakan. Setiap sel memngkinkan untuk menentukan tipe-tipe pertanyaan
evaluasi secara umum. Dalam mengembangkan pertanyaan-pertanyaan tersebut,
seorang penilai dapat memanfaatkan 3 (tiga) sel dari tiga dimensi yang berbeda
sebagai substansi permasalahan.
Contoh:
1. Apakah guru (dimensi 2) menggunakan materi pelajaran (dimensi 1 untuk
mencapai tujuan-tujuan afektif dimensi 3) ?
2. Apakah materi pembelajaran (dimensi 1) yang diajarkan guru (dimensi 2)
cukup memadai untuk mencapai tujuan-tujuan psikomotorik (dimensi 3) ?
Mengadaptasi pendekatan Tyler, Hammond‟s mengemukakan langkah-
langkah penilaian yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Mendefiisikan program
2. Mendefinisikan variable-variabel deskriptif menggunakan
kubus
3. Merumuskan tujuan-tujuan program
4. Mengukur kinerja program
5. Menganalisis hasil pengukuran
6. Membandingkan hasil yang diperoleh dengan tujuan.

17
Berdasarkan penjelasan di atas penulis melihat beberapa analisis model
Tyler sebagai berikut yaitu:
1. Model ini hanya mengukur aspek tujuan, dengan kata lain apakah tujuan
obyek evaluasi yang ditetapkan secara formal dalam blue print tercapai
atau tidak.
2. Model ini tidak akan mengukur apa yang terjadi di luar tujuan formal
program tersebut.
3. Contoh penerapan model ini: Tujuan program pengentasan 1.000 orang
buta huruf . Evaluasi hanya mengukur pada akhir program apakah tujuan
tersebut tercapai. Evaluasi tidak mengukur efek sampingan positif atau
negatif dari program tersebut.
4. Contoh lain penerapan model ini: Evaluasi ujian nasional bertujuan untuk
mengukur apakah rata-rata nilai hasil belajar siswa secara kumulatif siswa
mencapai 75. Evaluasi itu tidak akan mengukur apakah siswa yang tidak
lulus mengalami stress dan lain-lain.

D. Pembelajaran Digital
1. Konsep Pembelajaran Digital
Pembelajaran digital pada hakekatnya adalah pembelajaran yang
melibatkan penggunaan alat dan teknologi digital secara inovatif selama proses
belajar mengajar, dan sering juga disebut sebagai Technology Enhanced Learning
(TEL) atau e-Learning. Menjelajahi penggunaan teknologi digital memberi para
pendidik kesempatan untuk merancang kesempatan belajar yang lebih menarik
dalam pembelajaran yang mereka ajarkan, dimana rancangan pembelajarannya
dapat dikombinasikan dengan tatap muka atau bisa juga sepenuhnya secara online.
Menurut Williams (1999), pembelajaran digital dapat dirumuskan sebagai
“a large collection of computers in networks that are tied together so that many
users can share their vast resources”. Pengertian pembelajaran digital yang
dimaksud oleh William tersebut adalah meliputi aspek perangkat keras
(infrastruktur) berupa seperangkat komputer yang saling berhubungan satu sama

18
lain dan memiliki kemampuan untuk mengirimkan data, baik berupa teks, pesan,
grafis, video maupun audio.
Dengan kemampuan ini maka pembelajaran digital dapat diartikan sebagai
suatu jaringan komputer yang saling terkoneksi dengan jaringan komputer lainnya
ke seluruh penjuru dunia (Kitaro, 1998). Namun demikian, pengertian
pembelajaran digital bukan hanya berkaitan dengan perangkat keras saja,
melainkan juga mencakup perangkat lunak berupa data yang dikirim dan disimpan
yang sewaktu-waktu dapat diakses. Beberapa komputer yang saling berhubungan
satu sama lain dapat menciptakan fungsi sharing yang secara sederhana hal ini
dapat disebut sebagai jaringan (networking).
Fungsi sharing yang tercipta melalui jaringan (networking) tidak hanya
mencakup fasilitas yang sangat dan sering dibutuhkan, seperti printer atau
modem, maupun yang berkaitan dengan data atau program aplikasi tertentu.
Kemajuan lain yang berkaitan dengan pembelajaran digital sebagaimana yang
dikemukakan oleh Kitaro (1998) adalah banyaknya terminal komputer di seluruh
dunia terkoneksi ke pembelajaran digital, sehingga banyak pula orang yang
menggunakan pembelajaran digital setiap harinya. Mengingat pembelajaran
digital sebagai metoda atau sarana komunikasi yang mampu memberikan manfaat
besar bagi kepentingan para peneliti, pengajar, dan peserta didik, maka para
pengajar perlu memahami karakteristik atau potensi pembelajaran digital agar
dapat memanfaatkannya secara optimal untuk kepentingan peserta didik dalam
pembelajaran.
Keuntungan pembelajaran digital adalah media yang menyenangkan,
sehingga menimbulkan ketertarikan pembelajar pada program-program digital.
Pembelajar yang belajar dengan baik akan cepat memahami komputer atau dapat
mengembangkan dengan cepat keterampilan komputer yang diperlukan, dengan
mengakses Web. Oleh karena itu, peserta didik dapat belajar di mana pun pada
setiap waktu. Selain itu, pembelajaran digital menggunakan teknologi untuk
memperkuat pengalaman belajar peserta didik dengan menggunakan kombinasi
tools dan praktek, termasuk, antara lain, penilaian online dan formatif;
peningkatan fokus dan kualitas sumber daya dan waktu mengajar; konten online;

19
dan aplikasi teknologi. Pada akhirnya, pembelajaran digital dapat menstimulasi
terjadinya aktivitas pembelajaran yang lebih mendalam dan memungkinkan
berkembangnya kompetensi peserta didik karena mampu memperluas akses
kepada informasi dan pengetahuan yang lebih luas.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran digital adalah
praktik pembelajaran yang menggunakan teknologi secara efektif untuk
memperkuat pengalaman belajar peserta didik yang menekankan instruksi
berkualitas tinggi dan menyediakan akses ke konten yang menantang dan
menarik, umpan balik melalui penilaian formatif, peluang untuk belajar kapan saja
dan di mana saja, dan instruksi individual untuk memastikan semua peserta didik
mencapai potensi penuh mereka. Pembelajaran digital mencakup banyak aspek,
alat, dan aplikasi yang berbeda untuk mendukung dan memberdayakan pendidik
dan peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran digital merupakan aktivitas atau
kegiatan pembelajaran yang menggunakan peranan internet atau teknologi digital
baik itu dalam hal persiapan, pelaksanaan, penilaian pembelajaran; yang
dilaksanakan oleh peserta didik, guru, dan orang tua peserta didik.

2. Prinsip-Prinsip Penerapan Pembelajaran Digital


a. Personalisasi

Setiap peserta didik tidak berada pada titik pembelajaran yang sama
demikian pula dengan level pencapaian pembelajaran dan juga kecepatan
belajarnya. Oleh karena itu, pembelajaran digital sebaiknya dikembangkan dan
disesuaikan berdasarkan pada kemampuan peserta didik, pengetahuan sebelumnya
(prior knowledge), dan kenyamanan belajar peserta didik. Dengan memegang
prinsip ini, maka kesenjangan belajar yang sering terlihat di kelas dapat
dipersempit sehingga produktivitas setiap peserta didik dapat dimaksimalkan
melalui pembelajaran digital.
b. Partisipasi aktif peserta didik

Pembelajaran digital harus mengedepankan partisipasi aktif peserta didik


dalam proses pembelajaran mereka sendiri, baik melalui permainan edukatif

20
maupun simulasi virtual, dimana platform Pembelajaran Digital berpotensi untuk
membantu mencapai tujuan ini.
c. Aksesibilitas

Platform pembelajaran digital harus dapat dengan mudah diakses oleh


peserta didik kapan saja dan di mana saja.
d. Penilaian

Pemantauan dan umpan balik berkelanjutan adalah bagian penting dari


pembelajaran digital. Implikasinya adalah, evaluasi yang mendalam dan
komprehensif sangat diperlukan untuk mengukur tingkat kejelasan konseptual di
kalangan peserta didik. Dengan demikian, platform pembelajaran digital
dikembangkan atau diterapkan dengan memastikan dilakukannya analisis
kekuatan dan kelemahan peserta didik.

3. Prinsip penerapan Pembelajaran Digital


a. Pengajar harus secara aktif terlibat dengan proses pendidikan dan harus
memahami kebutuhan dan harapan peserta didik;
b. Pengajar harus berkolaborasi dengan peserta didik untuk mengumpulkan ide-
ide mereka tentang apa yang seharusnya tercakup dalam pelajaran atau
pembelajaran digital;
c. Pengajar harus sangat akrab dengan bidang-bidang utama persoalan yang
diajarkan agar relevan;
d. Pengajar harus mempunyai ide yang baik yang menjadi keunggulan setiap
pelajaran dalam keseluruhan perencanaan kurikulum, informasi dan aktifitas
keterampilan yang tercakup dalam struktur tertentu;
e. Pengajar juga akan memahami bagaimana pembelajaran yang layak secara
individual. Kapan suatu pelajaran perlu dikembangkan sebagai perubahan
keseluruhan kurikulum terhadap arah baru atau perluasan yang
mempertemukan tuntutan baru. Pengajar punya perasaan yang baik tentang
pelajaran individual yang mana yang perlu dikembangkan, dan mana yang
perlu dimodifikasi dari seluruh kurikulum.

21
4. Pemanfaatan Pembelajaran Digital
a. Mengkaitkan pembelajaran digital ke pembelajaran offline; ketika seorang
peserta didik dapat menghubungkan apa yang dia pelajari di kelas dengan apa
yang dia pelajari secara online melalui pembelajaran digital, maka koneksi
tersebut akan mampu meningkatkan tingkat pemahamannya dan membantu
mereka dalam memahami konsep-konsep teknik dengan mudah. Menciptakan
hubungan bersama ini menjadikan pembelajaran digital sebagai sebuah
pengalaman pembelajaran yang relevan dan bermanfaat bagi peserta didik.
b. Mempelajari aplikasi praktis dari sebuah pengetahuan (sebuah materi), jika
pengetahuan tidak diterapkan secara praktis, maka menjejalkan banyak teori
dapat menjadi membosankan dan tidak produktif. Oleh karena itu sangat
penting untuk mengetahui dan menguasai aplikasi praktis dari topik yang
sedang dipelajari. Cara efektif untuk melakukan ini adalah dengan
memasukkan demonstrasi kehidupan nyata, skenario dan simulasi buatan
ditambah dengan konsep-konsep teoritis. Ini akan memberikan pemahaman
yang lengkap dan menyeluruh tentang materi tertentu kepada peserta didik.
c. Mendapatkan umpan balik yang berkesinambungan dan analisis kemajuan;
sebuah pembelajaran digital yang dilengkapi dengan penilaian dan tes dapat
membantu peserta didik dalam menilai pengetahuan mereka dan melacak
kemajuan belajar mereka. Platform ini juga memberi peserta didik bagian
umpan balik di mana mereka didorong untuk menambahkan saran, keluhan,
atau umpan balik lainnya yang akan membantu dalam membuat platform
pembelajaran digital dengan lebih baik. Ekosistem semacam ini sangat
menguntungkan bagi peserta didik dalam jangka panjang karena secara
bertahap platform pembelajaran digital beradaptasi dengan kebutuhan mereka
secara lebih spesifik.
d. Mengaktifkan keterlibatan sosial (social engagement); salah satu keuntungan
terbesar dari platform pembelajaran digital adalah memungkinkan peserta didik
untuk bersosialisasi, berkolaborasi, dan berinteraksi dengan sesama peserta

22
didik di web. Mereka dapat bekerja bersama, mengumpulkan sumber daya
pembelajaran secara kolaboratif, belajar bersama menuju pencapaian tujuan
pembelajaran. Selain itu, peserta didik dapat memanfaatkan fitur ini untuk
terlibat dalam pembelajaran kelompok dengan intensitas yang lebih tinggi.
e. Belajar melalui pendekatan campuran (mix approach); penelitian menunjukkan
bahwa program campuran atau sering juga disebut dengan blended learning
yang dirancang secara khusus cenderung mampu meningkatkan daya ingat
pengetahuan dan keterampilan belajar peserta didik. Dengan demikian, kelas-
kelas dalam pembelajaran digital dapat pula dilengkapi dengan media
pembelajaran lain seperti video, podcast dan bahkan multimedia untuk
meningkatkan capaian belajar peserta didik.

Menurut Kitaro (1998), minimal ada 3 potensi atau fungsi pembelajaran


digital yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu sebagai alat
komunikasi, alat mengakses informasi, dan alat pendidikan atau pembelajaran.
Penjelasan lebih detilnya adalah sebagai berikut:
a. Potensi Alat Komunikasi

Pembelajaran digital sebagai alat komunikasi, memungkinkan peserta


didik untuk dapat berkomunikasi kemana saja secara cepat dengan menggunakan
e-mail, media sosial (whatsapp, Instagram, twitter, facebook, dan sebagainya) atau
berdiskusi melalui forum chatting maupun mailing list. Berkomunikasi dengan
berbagai macam platform media digital tersebut lebih efektif dan efisien
dibandingkan dengan menggunakan medium komunikasi lain seperti telepon dan
facsimile (fax). Pada komunikasi yang menggunakan telepon, semakin jauh jarak
orang yang berkomunikasi, semakin mahal pula biaya pulsa telepon yang harus
dibayar. Pembayaran akan semakin mahal lagi manakala waktu berkomunikasi
berlangsung lebih lama sesuai dengan banyaknya informasi yang disampaikan. Di
sisi lain, berkomunikasi melalui pembelajaran digital, pulsa telepon yang dibayar
hanyalah pulsa lokal. Tidak ada pengaruh jarak atau jauh dekatnya orang yang
dihubungi (komunikan). Cukup membayar biaya pulsa telepon lokal di samping
biaya langganan bulanan kepada Service Provider (ISP), maka berbagai informasi

23
atau dokumen yang perlu dikomunikasikan dapat terkirimkan dengan sangat
cepat. Manakala dokumen yang akan dikirimkan cukup banyak, maka dokumen
tersebut dapat disiapkan secara cermat terlebih dahulu dan kemudian dikirimkan
sebagai lampiran e-mail (attachment). Dengan demikian, kemungkinan kesalahan
penyampaian informasi dapat dihindarkan.
b. Potensi Akses Informasi

Potensi akses komunikasi, pembelajaran digital memungkinkan peserta


didik dapat mengakses berbagai informasi, yang terkait dengan konten yang
sedang dipelajarinya, misalnya perkembangan sosial, ekonomi, budaya, politik,
ilmu pengetahuan, dan teknologi yang disajikan oleh berbagai berbagai sumber.
Peserta didik juga dapat mengakses berbagai referensi, baik yang berupa hasil
penelitian, maupun artikel hasil kajian dalam berbagai bidang. pembelajaran
digital merupakan perpustakaan yang terbesar dari perpustakaan yang ada di mana
pun, sehingga peserta didik tidak harus langsung pergi ke perpustakaan untuk
mencari berbagai referensi (Kitaro, 2002). Melalui pembelajaran digital, informasi
dalam berbagai bidang yang tersedia atau perkembangan yang terjadi di seluruh
penjuru dunia dapat diakses dengan cepat oleh banyak orang. Begitu pula dengan
informasi yang berkaitan dengan bidang pendidikan atau pembelajaran juga
menjadi lebih mudah, dan cepat.
Dalam konteks pembelajaran digital, peserta didik tidak harus hadir
langsung di ruang kelas/kuliah untuk mengikuti kegiatan pembelajaran, namun
cukup hanya duduk saja dari tempat masing-masing di depan komputer (tentunya
menggunakan komputer yang dilengkapi fasilitas koneksi ke pembelajaran digital)
dan menggunakannya. Peserta didik dapat berinteraksi dengan sumber belajar,
baik yang berupa materi pembelajaran itu sendiri maupun dengan pengajar yang
membina atau bertanggungjawab mengenai materi pembelajaran. Dengan adanya
pembelajaran digital ini peserta didik memiliki pilihan atau alternatif untuk belajar
secara tatap muka atau melalui pembelajaran digital.
c. Potensi Pendidikan dan Pembelajaran

24
Perkembangan teknologi pembelajaran digital yang sangat pesat dan
merambah ke seluruh penjuru dunia telah dimanfaatkan oleh berbagai negara,
institusi, dan ahli untuk berbagai kepentingan termasuk di dalamnya untuk
pendidikan dan pembelajaran. Upaya yang dilakukan adalah mengembangkan
perangkat lunak (program aplikasi) yang dapat menunjang peningkatan mutu
pendidikan atau pembelajaran. Perangkat lunak yang telah dihasilkan akan
memungkinkan para pengembang pembelajaran (instructional developers)
bekerjasama dengan ahli materi pembelajaran (content specialists) mengemas
materi pembelajaran elektronik (pembelajaran digital material). Materi
pembelajaran elektronik dikemas dan dimasukkan ke dalam jaringan, sehingga
dapat diakses melalui pembelajaran digital, kemudian dilakukan sosialisasi
ketersediaan program pembelajaran tersebut agar dapat diketahui oleh masyarakat
luas khususnya para peserta didik. Sebagai implikasinya, para pengajar juga perlu
memiliki kemampuan mengelola dengan baik penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran digital melalui internet.

5. Ragam Pembelajaran Digital


Teknologi informasi dan komunikasi memiliki peran yang penting dalam
kehidupan sekarang dan di masa yang akan datang, termasuk dalam bidang
pendidikan. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia
pendidikan telah memicu kecenderungan pergeseran dari pembelajaran
konvensional secara tatap muka ke arah pembelajaran digital yang dapat diakses
dengan menggunakan media, seperti komputer, tanpa dibatasi jarak, tempat, dan
waktu oleh siapa pun yang memerlukannya. Apalagi dengan masuknya pengaruh
globalisasi, pendidikan akan lebih bersifat terbuka dan dua arah, beragam,
multidisipliner, serta terkait pada produktivitas kerja yang kompetitif.
Menurut Van Damme (2002), globalisasi saat ini merupakan satu konsep
yang jauh lebih sesuai untuk masuk dengan perubahan dalam sektor pendidikan
tinggi. Edwards (2002) dan pakar lainnya (e.g., Marshall dan Gregor. 2002; The
World Bank Institute, dan lain-lain.) menggunakan istilah globalisasi untuk

25
menggambarkan satu proses pengembangan sumber daya pendidikan yang
meliputi tim pengembangan lokal yang berpartner dengan institusi terpusat.
Berikut ini akan disajikan beberapa contoh aplikasi penerapan
pembelajaran digital :
a. Mobile learning (M-Learning)

Mobile Learning atau juga disebut M-learning, didefinisikan sebagai


pembelajaran yang disampaikan (atau didukung) oleh teknologi mobile (Traxler
2007). Contoh teknologi mobile yang sudah sering kita pakai adalah handphone
(smartphone). Mobile learning bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja, selama
peserta didik membawa perangkat mobile mereka. Mobile learning adalah
“pembelajaran apapun yang terjadi ketika peserta didik tidak di lokasi yang tetap
dan telah ditentukan, atau belajar yang terjadi ketika peserta didik mengambil
keuntungan dari kesempatan belajar yang ditawarkan oleh teknologi mobile”
(O'Malley et al. 2003). Menurut Traxler (2007), terdapat setidaknya enam
kategori dari mobile learning yaitu:
1) technology-driven mobile learning : Beberapa inovasi teknologi spesifik
ditempatkan dalam suasana akademik untuk menunjukkan kelayakan
teknis dan kemungkinan pembelajaran;
2) miniatur portable e-learning : Mobile, nirkabel, dan teknologi genggam
digunakan untuk memberlakukan pendekatan dan solusi yang sudah
digunakan dalam 'konvensional' e-learning;
3) kelas belajar terhubung: Mobile, nirkabel, dan teknologi genggam
digunakan dalam pengaturan ruang kelas untuk mendukung pembelajaran
kolaboratif;
4) informal, personalisasi, terkondisikan mobile learning : Mobile, nirkabel,
dan teknologi genggam yang ditingkatkan dengan fungsi tambahan, seperti
video capture, dan disebarkan untuk memberikan pengalaman lain yang
dianggap sulit atau tidak mungkin dilakukan;

26
5) dukungan pelatihan ponsel : Mobile, nirkabel, dan teknologi genggam
digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi pekerjaan
dengan memberikan informasi dan dukungan;
6) remote mobile learning : Mobile, nirkabel, dan teknologi genggam yang
digunakan untuk mengatasi tantangan lingkungan dan infrastruktur untuk
memberikan dan mendukung pendidikan di daerah-daerah di mana
'konvensional' e-learning teknologi akan gagal.

Menurut El-Hussein dan Cronje (2010), mobilitas teknologi, mobilitas


peserta didik, dan mobilitas belajar adalah tiga dasar penting dari M-learning.
Pesatnya perkembangan teknologi komputer, perangkat mobile, dan teknologi
nirkabel ditambah dengan meningkatnya tuntutan peserta didik untuk belajar telah
menyebabkan pertumbuhan dalam penggunaan mobile learning di sekolah,
lembaga pendidikan tinggi dan berbagai tempat kerja. Perusahaan teknologi
mobile sedang mengeksplorasi bagaimana karyawan dapat menggunakan
perangkat mobile mereka untuk meningkatkan produktivitasnya, bagaimana
sekolah-sekolah dan perguruan tinggi memanfaatkan teknologi ponsel untuk
meningkatkan desain kurikulum mereka (Ting 2005). Oleh karena itu, perlu
dikembangkan konten digital yang didukung dengan piranti teknologi mobile
tersebut seperti smartphone maupun tablet. Konten yang mudah dioperasikan
dengan perangkat mobile, diantaranya yaitu video youtube.
b. Media Sosial (Social Media)

Istilah media sosial tentu saja bukan sesuatu yang asing didengar, bahkan
setiap hari kita menggunakan media sosial untuk berinteraksi dengan teman,
saudara, atau antara peserta didik dengan pengajar karena kemudahan dan
kecepatannya dalam menyampaikan informasi. Bermain di media sosial pun
sudah menjadi kebiasaan kita sehari-hari. Banyak situs penyedia media sosial,
seperti twitter, facebook, dan instagram sebagai situs share foto terpopuler yang
telah merajai situs media sosial. Untuk chatting bisa menggunakan facebook chat,
line, whatsapp, yahoo messenger, atau skype.

27
Tentu saja penggunaan media sosial tidak hanya untuk sekedar bermain
game, melihat foto teman, mengomentari status teman, atau mengupdate status
setiap saat. Media sosial adalah sebuah media online yang para penggunanya
berpatisipasi dan bersosialisasi menggunakan internet. Pengguna sosial bisa
dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi seperti blog, jejaring
sosial, wiki, forum dan dunia virtual yang merupakan bentuk media sosial yang
paling umum digunakan oleh masyarakat. Jika mau kirim surat, tidak perlu
melalui kotak pos, karena sudah ada media sosial yang bisa dengan mudah
mengirim melalui facebook, email atau chat melalui aplikasi messenger yang
banyak tersedia. Bisa pula bertatap muka dan berbicara dengan orang lain via
internet, yang biasa disebut dengan video call.
Kemunculan media sosial dalam beberapa akhir dekade ini telah
mempengaruhi cara berinteraksi dengan yang lainnya sebaik mereka memproses
kekayaan informasi di sekelilingnya. Pengadopsian dari media sosial telah
mengiringi kenaikan penggunaan perangkat bergerak yang mendukung aplikasi
media sosial (Bannon 2012). Media sosial, juga ditunjukan sebagai aplikasi atau
teknologi dari Web 2.0 (Ravenscroft et al. 2012; Valjataga et al 2011) yang
didefinisikan sebagai “sekumpulan aplikasi berbasis internet yang membentuk
pondasi ideologi dan teknologi dari Web 2.0 dan memungkinkan kreasi dan
pertukaran dari isi pengguna”. (Kaplan dan Heinen, 2010).
Terdapat banyak sekali ragam teknologi media sosial yang mendukung
hal-hal berbeda yang akan dilakukan (seperti audio, video, teks, gambar) dan
kemampuan fungsional (Bower, et al 2010). Sementara kebanyakan teknologi
media sosial membagikan kemampuan umum termasuk membuat sebuah profil,
mempublikasi, menciptakan suatu hal, memposting, berkomentar, menandai, dan
berbagi, dalam kelompok berbeda untuk tujuan yang berbeda. Contohnya,
beberapa perlengkapan media sosial didesain dengan khusus untuk aktifitas
berbagi pengalaman seperti blogging, microblogging, dan menunjukkan halaman
buku di media sosial, sementara lainnya didesain untuk membantu kolaborasi dan
jaringan sosial seperti Wiki dan situs jaringan sosial (Dabbagh dan Reo 2011).
Facebook, Twitter, Deliciuos, Blogger, dan Youtube adalah contoh dari teknologi

28
media sosial yang telah masuk ke dalam sekolah, pendidikan tinggi, dan tempat
kerja. Media sosial harus dimanfaatkan untuk kebutuhan yang lebih baik, seperti
Pembelajaran Digital. Dengan begitu, fungsi media sosial benar-benar
teraplikasikan, sebagai media untuk bersosialisasi dalam hal-hal yang positif.
c. Pembelajaran berbasis permainan (Games Based Learning)

Games-Based Learning (GBL) berfokus dengan menggunakan permainan


bukan untuk menghibur tapi untuk tujuan pembelajaran. Bagi seseorang yang
bekerja di lapangan dengan berfokus pada GBL dalam mengidentifikasi konteks
dan kondisi yang mendukung integrasi dari permainan digital dengan lingkungan
belajar formal dan informal. Ahli pendidikan telah menunjuk beberapa fitur dari
permainan yang mengizinkan mereka untuk digunakan sebagai alat belajar.
Beberapa diantaranya adalah menurut Munir (2017): sangat melibatkan partisipasi
aktif peserta didik (Dickey 2005); GBL memiliki daya tarik yakni mampu
memotivasi peserta didik (Prensky 2003); memberikan pengalaman-pengalaman
nyata (Arena dan Scwartz 2013); mampu menyediakan konteks (Gee 2003);
mampu memberikan umpan balik yang signifikan terhadap performansi peserta
didik (Shute 2011); sangat interaktif (Squire 2008); berpusat pada peserta didik
(Gee 2005); dan memberikan pembelajaran yang otentik (just-intime learning)
(Shaffer 2006).
Secara singkat, siklus dari GBL terdiri dari 3 komponen besar, yakni:
Proses, Input, dan Output. Input itu sendiri berisi dua hal yakni konten
instruksional yang terkandung di dalam games yang didesain, dan karakteristik-
karakteristik game sesuai dengan isi atau konten. Sedangkan Proses, terdiri dari
penilaian atau judgement, Umpan balik, perilaku yang diharapkan muncul pada
saat peserta didik terlibat dalam permainan tersebut, serta adanya sesi diskusi.
Komponen yang terakhir adalah output atau luaran yang diharapkan setelah
peserta didik melakukan aktivitas pembelajaran menggunakan GBL.
d. Pembelajaran Elektronik Berbasis “Awan” atau Cloud

Komputasi awan atau yang disebut dengan Cloud Computing merupakan


konsep yang sedang ramai digunakan pada saat ini, dimana komputasi merupakan

29
sebuah model yang memungkinkan terjadinya penggunaan sumber daya (jaringan,
server, media penyimpanan, aplikasi, dan service) secara bersama-sama (Mell &
Grance, 2011). Kehadiran komputasi awan membawa sebuah perubahan dalam
distribusi perangkat lunak, dimana pada komputasi awan kebutuhan akan adanya
aplikasi pengolah kata dapat dilakukan melalui perambah.
Komputasi awan secara umum dibagi menjadi 3 layanan yaitu software as
a service, platform as a service, dan infrastructure as a service. Pada layanan
software as a service, pengguna tinggal langsung menggunakan aplikasi atau
perangkat lunak yang sudah disediakan, sebagai contohnya adalah Google Drive
yang menyediakan layanan pemyimpanan berkas, dokumen, presentasi, form dan
spreadsheet. Adapun layanan lainnya juga disediakan oleh Microsoft melalui
office 365 nya ataupun Microsoft One Drive, selain itu bagi yang ingin melakukan
pengolahan gambar maupun video dapat melakukannya dengan aplikasi Adobe
Suite yang dapat dicoba Adobe Creative Cloud.

30
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Evaluasi Yang Digunakan


Pendekatan yang digunakan dalam penelitian evaluative ini adalah
pendekatan evaluasi program berorientasi tujuan (Goal Oriented Evaluation).
Pendekatan evaluasi ini memoersyaratkan kesesuaian antara tujuan program
dengan ketercapaian tujuan tersebut. Dalam pendekatan ini memfokuskan pada
tujuan spesifik suatu program dari suatu program dan sejauh mana program
tersebut telah berhasil mencapai tujuan. Evaluasi ini di desain untuk
menggambarkan sejauh mana tujuan program telah dicapai, dalam hal ini
menggunakan kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang berhasil
di amati.
Evaluasi program pembelajaran dalam penelitian ini mengikuti tujuh
langkah pelaksanaan evaluasi program sebagai berikut :

Langkah 1 Merumuskan Tujuan Umum Program : Capaian Pembelajaran Mata Kuliah


Model Pembelajaran SD di Program Studi PGSD FKIP Untirta

Mengklasifikasikan Tujuan : Klasifikasi capaian pembelajaran mata kuliah


Langkah 2
kedalam Sikap (S), Pengetahuan (P) dan Keterampilan (KU atau KK)

Mendefinisikan tujuan dalam konteks perilaku : Merumuskan indikator


capaian pembelajaran mata kuliah model Pembelajaran SD di Program
Studi PGSD FKIP Untirta
31
Langkah 3

Menentukan situasi : situasi yang dapat menunjukan ketercapaian tujuan


Langkah 4 program adalah setelah kegiatan perkuliahan pada mata kuliah model
pembelajaran SD di program studi PGSD FKIP Untirta

Pengembangan dan Pemilihan Teknik Pengukuran : Teknik pengukuran


Langkah 5 yang dipilih berupa Tes dan Non Tes

Pengumpulan Data Kinerja : Pengumpulan data kinerja berdasarkan pada


Langkah 6 nilai UTS dan UAS

Membandingkan Data Kinerja dengan Perilaku : Dilakukan analisis hasil


Langkah 7 UTS dan UAS yang dibandingkan dengan ketercapaian tujuan program
pembelajaran pada mata kuliah model pembelajaran SD

Gambar. 3.1 Bagan Langkah Evaluasi Program


Berdasarkan pada bagan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
Langkah 1 : Merumuskan Tujuan Program
Perumusan tujuan umum program dalam kerangkan penelitian evaluasi ini
dalam bentuk perumusan capaian pembelajaran untuk mata kuliah model
pembelajaran SD di program studi PGSD. Adapun capaian pembelajaran untuk
mata kuliah model pembelajaran SD adalah sebagai berikut (Sumber : RPS Mata
Kuliah) :
1. CP 1 (S11, P4) : Mahasiswa mampu menjelaskan konsep-konsep model
pembelajaran,
2. CP 2 (S11, P4) : Mahasiswa mampu menganalisis rumpun model
pembelajaran beserta teori belajar dan filsafat yang menjadi landasan
keilmuannya.
3. CP 3 (S11, KU 1, KK2) : Mahasiswa mampu menyusun rencana
pembelajaran berbasis model model pembelajaran untuk lima mata
pelajaran pokok di sekolah dasar.
4. CP 4 (S11, KU1, KK2) : Mahasiswa mampu mengimplementasikan
rencana pembelajaran berbasis model model pembelajaran.

32
Langkah 2 : Mengklasifikasikan Tujuan
Pengklasifikasian tujuan dilakukan berdasarkan pada klasifikasi aspek
sikap, pengetahuan dan keterampilan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan
dalam proses penyusunan instrumen untuk mengukur ketercapaian tujuan
program. Adapun klasifikasi aspek tersebut adalah sebagai berikut :
1. Aspek Sikap (S11) : Memiliki komitmen dan tanggung jawab dalam
melaksanakan, dan mengembangkan pembelajaran untuk meningkatkan
mutu pembelajaran di sekolah dasar.
2. Aspek Pengetahuan (P4) : Menguasai dan mengembangkan kurikulum,
pendekatan, strategi, model, metode, teknik, bahan ajar, media dan sumber
belajar, sebagai guru kelas khususnya pada muatan lima bidang utama di
sekolah dasar.
3. Aspek Keterampilan Umum (KU 1) : Mampu menerapkan pemikiran
logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam konteks pengembangan atau
implementasi ilmu pengetahuan dan/atau teknologi sesuai dengan bidang
keahliannya.
4. Aspek Keterampilan Khusus (KK 2) : Mampu merencanakan, mengelola,
dan mengevaluasi pelaksanaan program pendidikan dengan memanfaatkan
pengetahuan dan bidang keahlian (Sumber : RPS Mata Kuliah)
Berdasarkan hasil analisis dapat dikalsifikasikan sebagai berikut :
1. Capaian Pembelajaran 1 dan 2 merupakan capaian pembelajaran untuk
mencapai aspek sikap (S11) dan aspek pengetahuan (P4).
2. Capaian Pembelajaran 3 dan 4 merupakan merupakan capaian
pembelajaran untuk mencapai aspek sikap (S11), aspek keterampilan
umum (KU 1) dan aspek keterampilan khusus (KK 2).
Langkah 3 : Mendefinisikan Tujuan dalam Konteks Perilaku
Mendefinisikan tujuan dalam konteks perilaku adalah merumuskan tujuan
dalam kontek indikator yang terukur. Berdasarkan hasil analisis diperoleh
rumusan indikator untuk capaian pembelajaran mata kuliah adalah sebagai berikut
(Sumber : RPS Mata Kuliah) :
1. Capaian Pembelajaran 1 :

33
a. Menjelaskan konsep model model pembelajaran SD
b. Menganalisis karakteristik model model pembelajaran SD
c. Menjelaskan tujuan rumpun model pembelajaran SD
d. Menganalisis filsafat dan teori belajar yang melandasi model model
pembelajaran SD
e. Menganalisis model model pembelajaran SD
2. Capaian Pembelajaran 2 :
a. Mendesain rencana pelaksanaan pembelajaran di SD menggunakan model
model pembelajaran SD
3. Capaian Pembelajaran 3 :
a. Melakukan simulasi rencana pelaksanaan pembelajaran di SD
menggunakan model model pembelajaran SD
Langkah 4 : Menentukan Situasi
Situasi yang dapat memunculkan perilaku perilaku sesuai dengan tujuan
pembelajaran adalah setelah kegiatan UTS, UAS dan selama proses pembelajaran.
Langkah 5 : Pengembangan dan Pemilihan Teknik Pengukuran
Teknik pengukuran yang digunakan disesuaikan dengan indikator pencapaian
tujuan pembelajaran dalam hal ini terdiri dari teknik Tes dan Non Tes. Teknik tes
digunakan untuk mengukur capaian pembelajaran 1 dan teknik non tes digunakan
untuk mengukur capaian pembelajaran 2 dan 3. Teknik tes yang digunakan untuk
mengukuran capain pembelajaran 1 meliputi tes bentuk essay untuk mengukur
indikator capaian pembelajaran 1. Sedangkan teknik non tes meliputi bentuk
penilaian sikap melalui observasi, penilaian diri. Kemudian penilaian
keterampilan menggunakan penilaian produk dan lembar observasi pelaksanaan
simulasi.
Langkah 6 : Pengumpulan Data Kinerja
Pengumpulan data kinerja didasarkan pada data hasil UTS, UAS, penilaian
produk, penilaian observasi pelaksanaan simulasi dan pengukuran sikap pada saat
proses pembelajaran.
Langkah 7 : Membandingkan Data Kinerja dengan Perilaku
Langkah dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap data kinerja yang

34
dibandingkan dengan data perilaku sesuai tujuan program.

B. Lingkup Tempat dan Waktu evaluasi


Evaluasi dilakukan pada program studi PGSD FKIP Untirta untuk mata
kuliah model pembelajaran SD yang berjalan pada semester Gasal Tahun
Akademik 2020/2021 meliputi tiga rombongan belajar dengan jumlah mahasiswa
sebanyak 120 orang. Sesuai dengan tujuan program maka waktu evaluasi
dilakukan setelah menempuh UTS, UAS dan menggunakan data yang telah
dilakukan selama proses pembelajaran.

C. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data


Metode yang akan digunakan dalam pengumpulan data meliputi sebagai
berikut :
1. Dokumentasi : bertujuan untuk mengungkap perangkat pembelajaran
yang digunakan dalam pembelajaran mata kuliah model pembelajaran
SD, selain daripada itu dokumentasi juga dilakukan untuk mengungkap
data data yang telah dikumpulkan selama proses pembelajaran yang
meliputi data sikap dalam proses pembelajaran.
2. Observasi : digunakan untuk memperoleh data data penilaian
keterampilan melaksanakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
menggunakan model pembelajaran (Capaian Pembelajaran 4)
3. Penilaian Produk : digunakan untuk memperoleh data penilaian
keterampilan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Capaian
Pembelajaran 3)
4. Tes : digunakan untuk memperoleh data penilaian pengetahuan (Capaian
Pembelajaran 1)
Kemudian untuk instrument yang digunakan dalam pengumpulan data meliputi
sebagai berikut :
1. Lembar observasi
a. Digunakan untuk mengukur keterampilan mahasiswa dalam
melaksanakan simulasi menggunakan Rencana Pelaksanaan

35
Pembelajaran (Capaian pembelajaran 4). Kisi kisi lembar observasi
keterampilan dalam melaksanakan simulasi adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Kisi Kisi Instrumen Penilaian Keterampilan Pelaksanaan Pembelajaran

Capaian Pembelajaran Indikator Kriteria Point Nilai


Mahasiswa mampu 1. Melaksanakan Sesuai = 2
mengimplementasikan kegiatan pendahuluan Kurang Sesuai = 1
rencana pembelajaran sesuai rencana Tidak Sesuai = 0
berbasis model model pelaksanaan
pembelajaran pembelajaran
2. Melaksanakan
kegiatan inti sesuai
dengan rencana
pelaksanaan
pembelajaran
3. Melaksanakan
kegiatan penutup
sesuai rencana
pelaksanaan
pembelajaran
4. Melaksanakan evaluasi
sesuai rencana
pelaksanaan
pembelajaran

2. Angket digunakan untuk mengukur sikap mahasiswa selama pelaksanaan


pembelajaran (diperoleh dari studi dokumentasi yang telah dilakukan selama
kegiatan pembelajaran)
Tabel 2.2
Kisi Kisi Instrumen Sikap
Capaian Pembelajaran Indikator Kriteria Point Nilai
Memiliki komitmen dan 1. Memiliki komitmen Pernyataan Positif :
tanggung jawab dalam dalam mengikuti Sangat Setuju = 5
mengikuti dan pembelajaran Setuju = 4
mengembangkan 2. Memiliki Tidak Berpendapat =
pembelajaran untuk tanggungjaab dalam 3
meningkatkan mutu mengikuti Tidak Setuju = 2
pembelajaran di sekolah pembelajaran Sangat Tidak Setuju
dasar 3. Memiliki komitmen =1
dalam
mengembangkan Pernyataan Negatif :
pembelajaran Sangat Setuju = 1

36
4. Memiliki Setuju = 2
tanggungjaab dalam Tidak Berpendapat =
mengembangkan 3
pembelajaran Tidak Setuju = 4
Sangat Tidak Setuju =
5

3. Tes Essai, instrument tes essai digunakan dalam bentuk tes yang berjumlah 5
soal untuk mengukur capaian pembelajaran 1. Adapun kisi kisi untuk
instrument tes adalah sebagai berikut :

Tabel 2.3
Kisi Kisi Instrumen Penilaian Pengetahuan

Capaian Pembelajaran Indikator Kriteria Point Nilai


Mahasiswa mampu 1. menjelaskan konsep , Tepat = 2
mendeskripsikan konsep- karakteristik dan teori Kurang tepat = 1
konsep model belajar yang melandasi Tidak tepat = 0
pembelajaran, rumpun model pembelajaran,
model pembelajaran kemampuan
beserta teori belajar dan 2. menganalisis model
filsafat yang menjadi pembalajaran rumpun
landasan keilmuannya pemrosesan informasi
3. menganalisi model
pembelajaran rumpun
interaksi sosial
4. menganalisis model
pembelajaran rumpun
personal
5. menganalisis model
pembelajaran rumpun
perilaku

3. Rubrik Penilaian Produk, digunakan untuk mengukur kemampuan mahasiswa


dalam membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Capaian Pembelajaran
Berikut disajikan kisi kisi rubrik penilaian rencana pelaksanaan
pembelajaran :
Tabel 2.4
Kisi Kisi Penilaian Produk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

37
Capaian Pembelajaran Indikator Kriteria Point Nilai
Mahasiswa mampu 1. Kesesuaian model Sesuai = 2
menyusun rencana yang dipilih dengan Kurang Sesuai = 1
pembelajaran berbasis tujuan pembelajaran Tidak Sesuai = 0
model model 2. Kesesuaian langkah
pembelajaran untuk lima pembelajaran pada
mata pelajaran pokok di RPP dengan syntak
sekolah dasar dari model yang
dipilih
3. Kesesuaian model
yang dipilih dengan
karakteristik materi

D. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
analisis data deskriptif untuk menggambarkan ketercapaian tujuan program.
Dalam analisis data deskriptif ini digunakan perhitungan sebagai berikut :
1. Perhitungan nilai Mahasiswa, untuk melihat nilai total yang diperoleh dalam
mata kuliah model pembelajaran SD digunakan rumus sebagai berikut :

Nilai Tes+ Nilai Keterampilan Simulasi+ Nilai Produk


Nilai Total= x 100
3
Kriteria :
Nilai Total Kriteria
76 – 100 Baik Sekali
51 – 75 Baik
26 – 50 Cukup
0 – 25 Kurang

2. Penentuan ketercapaian aspek sikap

Nilai Perolehan
Nilai Kuantitatif Sikap= x 100
Nilai
Maksimal
Kriteria :
Nilai Kuantitatif Sikap Kriteria
76 – 100 Baik Sekali

38
51 – 75 Baik
26 – 50 Cukup
0 – 25 Kurang

3. Perhitungan ketercapaian tujuan pembelajarn digunakan rumus sebagai


berikut :
1) Ketercapaian tujuan pembelajaran 1 (CP 1)
Nilai Tes ≥ 50 ; Nilai Sikap ≥ 50
2) Ketercapaian tujuan pembelajaran 2 (CP 2)
Nilai Produk ≥ 50
3) Ketercapaian tujuan pembelajaran 3 (CP3)
Nilai Simulasi ≥ 50

4. Perhitungan prosentase ketercapaian tujuan program


Jumlah Mahasiswa Mencapai Tujuan
Ketercapaian Tujuan= x 100 %
Jumlah Mahasiswa Keseluruhan
Kriteria :
Ketercapaian Tujuan Program Kriteria
0 % – 50 % Tidak Tercapai
51 % – 100 % Tercapai

39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Hasil evaluasi program pembelajaran mata kuliah model pembelajaran SD
berbasis pembelajaran digital di program studi PGSD FKIP Untirta, dapat
dideskripsikan berdasarkan pada langkah langkah evaluasi program berorientasi
tujuan yang dimulai dari penetapan tujuan program, klasifikasi tujuan, definisi
tujuan dalam konteks perilaku, penentuan situasi, pengembangan dan penentuan
teknik pengukuran, pengumpulan data kinerja dan analisis data kinerja.
Tujuan program, berdasarkan hasil analisis dokumen telah ditetapkan
dalam bentuk capaian pembelajaran mata kuliah yang mengacu pada capaian
pembelajaran program studi. Dalam hal ini tujuan program pembelajaran pada
mata kuliah model pembelajaran SD meliputi 3 capaian pembelajaran yang
melatih kemampuan aspek pengetahuan, aspek sikap dan aspek keterampilan.
Capaian pembelajaran nomor 1 adalah untuk mencapai kemampuan aspek
pengetahuan P4 dan aspek sikap S11 pada capaian pembelajaran program studi.
Capaian pembelajaran nomor 2 untuk mencapai kemampuan aspek keterampilan
dalam membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan aspek sikap S11.
Sedangkan capaian pembelajaran nomor 3 untuk mencapai kemampuan dalam
implementasi RPP berbasis model model pembelajaran.
Untuk langkah evaluasi program yaitu langkah klasifikasi tujuan telah
diklasifikasikan menjadi aspek sikap, aspek pengetahuan, aspek keterampilan

40
umum dan aspek keterampilan khusus. Penjabaran masing masih aspek tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Aspek Sikap (S11) : Memiliki komitmen dan tanggung jawab dalam
melaksanakan, dan mengembangkan pembelajaran untuk meningkatkan
mutu pembelajaran di sekolah dasar.
2. Aspek Pengetahuan (P4) : Menguasai dan mengembangkan kurikulum,
pendekatan, strategi, model, metode, teknik, bahan ajar, media dan sumber
belajar, sebagai guru kelas khususnya pada muatan lima bidang utama di
sekolah dasar.
3. Aspek Keterampilan Umum (KU 1) : Mampu menerapkan pemikiran
logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam konteks pengembangan atau
implementasi ilmu pengetahuan dan/atau teknologi sesuai dengan bidang
keahliannya.
4. Aspek Keterampilan Khusus (KK 2) : Mampu merencanakan, mengelola,
dan mengevaluasi pelaksanaan program pendidikan dengan memanfaatkan
pengetahuan dan bidang keahlian (Sumber : RPS Mata Kuliah)
Langkah berikutnya dalam konteks evaluasi program berorientasi tujuan
adalah penentuan situasi dimana perilaku tersebut dapat ditunjukan. Situasi yang
dapat menunjukan adanya perilaku sesuai dengan tujuan pembelajaran
berdasarkan hasil analisis adalah situasi pada saat kegiatan pembelajaran yang
dapat menunjukan sikap sikap terhadap proses pembelajaran maupun terhadap
mata kuliah model pmbelajaran SD. Oleh karena itu dilakukan evaluasi proses
pembelajaran dalam rangka mengumpulkan data data sikap. Kemudian situasi
setelah kegiatan pembelajaran yang dapat menunjukan ketercapaian kemampuan
kognitif (aspek pengetahuan) dan ketercapaian keterampilan umum serta
keterampilan khusus. Evaluasi yang dilakukan dalam konteks ini adalah evaluasi
hasil pembelajaran untuk mengukur kemampuan kognitif dan keterampilan umum
serta keterampilan khusus yang diperoleh mahasiswa setelah pelaksanaan
pembelajaran. Dengan demikian penentuan situasi dalam langkah evaluasi
program berorientasi tujuan ini adalah pada saat kegiatan pembelaharan dan
setelah kegiatan pembelajaran selesai.

41
Langkah selanjutnya adalah pengembangan dan pemilihan teknik
pengukuran, pemilihan teknik pengukuran yang tepat sangat tergantung pada
tujuan program yang akan dicapai, dalam hal ini berdasarkan pada tujuan program
yang telah ditetapkan pada langkah pertama maka dapat disusun teknik
pengukuran yang dipandang tepat meliputi : teknik tes yang terdiri dari instrument
tes essay untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran nomor 1, kemudian
teknik non tes terdiri dari instrument untuk mengukur ketercapaian aspek sikap
mahasiswa yang ditunjukan dalam bentuk perilaku selama proses pembelajaran.
Instrumen ini menggunakan lembar observasi untuk mengamati sikap mahasiswa
selama proses pembelajaran, selain daripada itu karena sistem pembelajaran
digital, maka instrument ini perlu dilengkapi dengan angket dan penilaian diri
untuk mengukur aspek sikap yang diisi oleh mahasiswa setelah mengikuti kegitan
pembelajaran. Kemudian instrumen berikutnya untuk mengukur aspek
keterampilan digunakan instrument penilaian produk dalam bentuk rubric serta
lembar observasi untuk mengukur keterampilan implementasi Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran.
Setelah ditentukan instrument yang digunakan untuk pengumpulan data
maka diperoleh data data yang menunjukan ketercapaian tujuan program
pembelajaran sebagai berikut :
1. Data nilai tes dari UTS : berdasarkan perhitungan diperoleh data nilai tes dari
UTS sebagai berikut :

Data Nilai UTS


70
60
50
40
30
20
10
0
Sangat Baik Baik Cukup Kurang

42
Grafik. 4.1. Data Nilai UTS
2. Data nilai tes dari UAS : berdasarkan perhitungan diperoleh data nilai tes dari
UAS sebagai berikut :

Data Nilai UAS


90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Baik Sekali Baik Cukup Kurang

Grafik. 4.2. Data Nilai UAS

3. Data nilai keterampilan simulasi, berdasarkan perhitungan diperoleh data nilai


keterampilan simulasi sebagai berikut :

Data Nilai Keterampilan Simulasi


60
50
40
30
20
10
0
Baik Sekali Baik Cukup Kurang

Grafik. 4.3. Data Nilai Keterampilan Simulasi

43
4. Data nilai produk, berdasarkan perhitungan diperoleh data nilai produk RPP
sebagai berikut :

Data Nilai Produk RPP


70
60
50
40
30
20
10
0
Baik Sekali Baik Cukup Kurang
Grafik. 4.4.
Data Nilai Produk RPP
5. Data nilai kuantitatif sikap, berdasarkan perhitungan diperoleh data nilai kuantitatif
sikap sebagai berikut :

Data Nilai Kuantitatif Sikap


80
70
60
50
40
30
20
10
0
Baik Sekali Baik Cukup Kurang

Grafik. 4.5. Data Nilai Kuantitatif Sikap

44
B. Hasil Analisis Data
Berdasarkan pada rencana evaluasi program berorientasi tujuan, suatu
program dapat dikatakan berhasil apabila program tersebut telah mencapai tujuan
yang ditetapkan. Dalam konteks evaluasi program pembelajaran mata kuliah
model pembelajaran SD berbasis pembelajaran ditigal di program studi PGSD
FKIP Untirta. Maka program tersebut dapat dikatakan berhasil apabila tujuan
program pembelajaran telah tercapai berdasarkan pada hasil evaluasi dengan
menggunakan instrument yang telah ditetapkan. Kriteria untuk menentukan
keberhasilan program pembelajaran adalah berdasarkan pada data data sebagai
berikut :
1. Data ketercapaian tujuan diperoleh melalui :
a. Ketercapaian tujuan pembelajaran 1 (CP 1) : Berdasarkan perhitungan
diperoleh jumlah Mahasiswa yang mencapai tujuan pembelajaran 1 (CP1)
adalah sebagai berikut :

Jumlah Ketercapaian
120
100
80

60
40
20

0
Tercapai Tidak Tercapai

Grafik. 4.6. Ketercapaian Tujuan Pembelajaran 1

b. Ketercapaian tujuan pembelajaran 2 (CP 2) : Berdasarkan perhitungan


diperoleh jumlah Mahasiswa yang mencapai tujuan pembelajaran 2 (CP2)
adalah sebagai berikut :

45
Jumlah Ketercapaian
120
100
80

60
40
20

0
Tercapai Tidak Tercapai

Grafik. 4.7. Ketercapaian Tujuan Pembelajaran 2


c. Ketercapaian tujuan pembelajaran 3 (CP 3) : Berdasarkan perhitungan
diperoleh jumlah Mahasiswa yang mencapai tujuan pembelajaran 3 (CP3)
adalah sebagai berikut :

Jumlah Ketercapaian
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Tercapai Tidak Tercapai

Grafik. 4.8. Ketercapaian Tujuan Pembelajaran 3

d. Prosentase ketercapaian tujuan pembelajaran program : Berdasarkan


perbandingan diperoleh prosentase jumlah Mahasiswa yang mencapai
tujuan pembelajaran 1 (CP1) ; 2 (CP2) ; 3 (CP3) adalah sebagai berikut :

46
Ketercapaian Tiap Tujuan Program
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
CP 1 CP 2 CP 3

Grafik. 4.9. Ketercapaian Tiap Tujuan Program

C. Pembahasan
Berdasarkan pada analisis data dapat dinyatakan bahwa ketercapaian
tujuan program untuk masing masing Capaian Pembelajaran terdapat perbedaan.
Walaupun tidak diuji secara statistik dari prosentase ketercapaian tiap tujuan
program, dapat diambil sebuh simpulan bahwa untuk tujuan program 1 (capaian
pembelajaran 1 - CP1) memperoleh prosentase yang paling tinggi dengan 92 %
mahasiswa dapat mencapai tujuan program ini. Adapun tujuan program 1 ini
adalah tujuan program pada aspek pengetahuan dan sikap yaitu :
P1 : Mahasiswa mampu mendeskripsikan konsep-konsep model pembelajaran,
rumpun model pembelajaran beserta teori belajar dan filsafat yang menjadi
landasan keilmuannya.
S11 : Memiliki komitmen dan tanggung jawab dalam melaksanakan, dan
mengembangkan pembelajaran untuk meningkatkan mutu pembelajaran di
sekolah dasar.
Oleh karena itu berdasarkan hasil perhitungan menunjukan bahwa pembelajaran
digital dapat dikatakan cukup efektif dalam mencapai tujuan program
pembelajaran khususnya pada aspek pengetahuan dan sikap. Ketercapaian ini
disebabkan oleh karena karakteristik dari aspek pengetahuan yang sangat

47
tergantung pada media sebagai alat bantu utama dalam pembelajaran. Selain
daripada itu aspek pengetahuan cukup efektif disampaikan apabila terjadi
komunikasi yag efisien antara Dosen dengan Mahasiswa.
Faktor media sebagai salah penentu efektifitas ketercapaian tujuan
program 1 merupakan faktor penting dalam kegiatan pembelajaran. Setiap
kegiatan pembelajaran memerlukan media sebagai sarana untuk menyampaikan
pesan. Media yang menarik akan semakin memperkuat efektifitas penyampaian
pesan,oleh karena itu salah satu cara untuk meningkatkan efektifitas penyampaian
pesan adalah membuat media yang menarik. Kemudian media yang menarik juga
sangat efektif untuk mempertahankan fokus Mahasiswa dalam kegiatan
pembelajaran. Fokus dalam kegiatan pembelajaran digital sangat penting, karena
pada dasarnya pembelajaran digital merupakan kegiatan pembelajaran yang
menggunakan strategi direct instruction. Selanjutnya menurut Kitaro (1998) ;
Edward (2002) dan Bower, M. et.al (2010), dinyatakan bahwa pembelajaran
digital lebih banyak menyajikan media pembelajaran yang menarik interaktif.
Selain daripada itu melalui kegiatan pembelajaran berbasis digital, proses
pengembangan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh mahasiswa menjadi lebih
luas, karena sumber sumber belajar tersedia hampir tidak terbatas melalui sistem
pembelajaran digital. Sehingga hal ini akan memberikan dampak terhadap
pengembangan kemampuan kognitif mahasiswa. Oleh karena itu pembelajaran
digital akan cukup efektif untuk menyampaikan informasi pada aspek aspek
kognitif.
Selanjutnya pada aspek tujuan program 2 diperoleh hasil yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh tujuan program 1. Dalam
hal ini prosentase ketercapaian tujuan adalah sebanyak 88 % Mahasiswa telah
mencapai tujuan program nomor 2. Hasil ini menunjukan keadaan yang lebih
rendah dibandingkan dengan ketercapaian tujuan program nomor 1. Oleh karena
itu dapat dikatakan bahwa pembelajaran kurang efektif untuk mencapai tujuan
program nomor 2. Adapun tujuan program nomor 2 adalah : mahasiswa mampu
menyusun rencana pembelajaran berbasis model model pembelajaran untuk lima
mata pelajaran pokok di sekolah dasar (KU 1 ; KK2). Kemampuan ini merupakan

48
kemampuan aspek keterampilan, aspek keterampilan pada dasarnya merupakan
aspek yang perlu mendapatkan latihan intensif mengaplikasikan kemampuan
kognitif sehingga menghasilkan sebuah produk.
Pembelajaran digital tidak cukup efektif untuk melatih aspek
keterampilan, aspek keterampilan dalam proses pembelajarannya membutuhkan
bimbingan intensif secara langsung, misalnya pembelajaran dalam bentuk
kegiatan workshop. Sedangkan pada kegiatan pembelajaran digital yang
dilaksanakan adalah kegiatan dalam bentuk penugasan. Ternyata penugasan
kurang efektif untuk melatih keterampilan, hal ini sejalan dengan pendapat Munir
(2017) yang menyatakan bahwa salah satu kelemahan pembelajaran digital adalah
kurang dapat melatih kemampuan pada aspek keterampilan. Oleh karena itu perlu
dipertimbangkan pembelajaran digital yang menggunakan model blended
learning. Kita ketahui bersama bahwa pembelajaran digital itu terdiri dari
beberapa model yang dipilih untuk disesuaikan dengan tujuan program
pembelajaran. Model model pembelajaran digital tersebut meliputi pembelajaran
full online dan blended learning. Dalam kasus mata kuliah ini model
pembelajaran digital yang dipilih adalah pembelajaran full online, alasan
pemilihan model ini adalah karena kondisi pandemic covid 19 yang tidak
memungkinkan melaksanakan pembelajaran tatap muka, sehingga diputuskan
kegiatan pembelajaran dalam bentuk full online. Kegiatan pembelajaran digital
yang menggunakan model full online, memiliki keterbatasan yaitu dosen / guru
kurang dapat mengontrol aktifitas mahasiswa / peserta didik terutama ketika
melaksanakan kegiatan kegiatan yang melatih keterampilan.
Selanjutnya untuk tujuan program nomor 3, jika dibandingkan dengan
dengan ketercapaian tujuan program 1 dan 2, maka dapat disimpulkan sangat
tidak efektif tingkat ketercapaiannya. Adapun tujuan program nomor 3 adalah
mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana pembelajaran berbasis model
model pembelajaran. Tujuan ini merupakan tujuan aspek keterampilan, dalam hal
ini adalah keterampilan implementasi.
Pembelajaran digital ternyata tidak cukup efektif untuk melatih
keterampilan implementasi. Keterampilan implementasi harus dilakukan dalam

49
bentuk pembelajaran tatap muka yang melibatkan semua pihak, misalnya dalam
bentuk lesson study. Sedangkan pada kondisi pandemic covid 19 hal tersebut
tidak dapat dilaksanakan. Kegiatan tatap muka sebenarnya dapat dilaksanakan
melalui tatap muka online, akan tetapi hal ini tidak cukup efektif untuk
memberikan masukan masukan yang berharga terhadap keterampilan
implementasi.

BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan
Berdasarkan hasil kajian evaluasi program terhadap permasalahan
implementasi pembelajaran digital pada mata kuliah model pembelajaran SD di
program studi PGSD maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil pembelajaran pada mata kuliah model pembelajaran SD dengan
sistem pembelajaran digital menunjukan hasil rata rata berada pada
kategori baik untuk aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap.
2. Prosentase ketercapaian tujuan program pembelajaran adalah 92 %
mahasiswa mencapai tujuan program nomor 1 (CP1) ; 88 % mahasiswa
mencapai tujuan program nomor 2 (CP2) dan hanya 63 % mahasiswa
mencapai tujuan program nomor 3 (CP3).

B. Rekomendasi
1. Secara umum program pembelajaran pada mata kuliah model
pembelajaran SD dengan menggunakan sistem pembelajaran digital dapat

50
disimpulkan efektif dalam mencapai tujuan program pembelajaran,
sehingga program tersebut dapat dilanjutkan pada kondisi darurat.
2. Sistem pembelajaran digital yang digunakan sebaiknya dipilih dalam
bentuk model blended learning.

Daftar Pustaka

A. Toha, M. Chabib. (1991). Teknik Evaluasi Pendidikan, Jakarta : PT. Raja


Grafindo Persada.

Aiken, LR.(1997). Psychological Testing and Assesment (Ninth Edition), Boston:


Allyn and Bacon.

Alessi & Trollip. (2001). Multimedia for learning: Methods and development.
Massachusetts: A Pearson Education.
Arikunto, Suharsimi, Jabar Abdul,Cepi.S. (2004). Evaluasi Program
Pendidikan, Pedoman Teoritis Praktis Bagi Praktisi Pendidikan Jakarta
: Bumi Aksara.

Bannon, D. (2012). State of the media: The social media repost 2012. Retrieved
from http://www.nielsen.com
Edwards, R. (2002). Distribution and interconnectedness: The globalisation of
education. In M. Lea and K. Nicoll (Eds.), Distributed Learning: Social
and Cultural Approaches to Practice. New York: Routledge Falmer.
Bower, M., Hedberg, J.G. & Kuswara, A. (2010). A framework for eb 2.0
learning design. Educational Media International 47 (3), 177 – 198.
Brinkerhoff, Robert O.,et.al. (1987). Program Evaluation A Practutioner’s

51
Guide For Trainers and Educators, Boston : Kluwer Nijhoff Publishing.

Djaali dan Muljono. (2004). Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta :


Program Pascasarjana UNJ.

Fitzpatrick, Jody L, Sanders, James R, Worthen, Blaine R. (2004). Program


Evaluation Alternative Approaches and Practical Guidelines, Pearson
Education.

Kitaro, Kenji. (1998). Internet Resources : ELT, Linguistics, and Communication.


Marshall, S. and Gregor, S. (2002). Distance education in the online world:
Implications for higher education. In R. Discenza, C. Howard and K.
Schenk (Eds.), The Design & Management of Effective Distance Learning
Programs. Hershey, PA: Idea Group Publishing.
Mell, P., & Grance, T. (2011). The NIST Definition of Cloud Computing
Recommendations of the National Institute of Standards and Technology.
Nist Special Publication, 145, 7. https://doi.org/10.1136/emj.2010.096966
Munir. (2017). Pembelajaran Digital. Bandung: Alfabeta.
Musa, Subari.(2005). Evaluasi Program Pembelajaran dan Pemberdayaan
Masyarakat. Bandung: Y- Pin Indonesia.

Oriondo, Leonora Layola and Eleanor M. Dallo Antonio. (1998). Evaluating


Educational, Outcomes, Manila : Rex Book Store.

Patton, Michael Quinn. (2009). Metode Evaluasi Kualitatif, Terjemahan.


Jakarta: Pustaka Pelajar.

Popham, W. James. (1981). Modern Educational Evaluation. New Jersey:


Englewood Clifts Prentice Hall Inc.

Rutman, Leonard. (1984). Evaluation Research Methodology. New Delhi: Sage


Publishing India PUT. Ltd, 2 ed.

Sutikno, Muzayanah. (2011). Modul kuliah Evaluasi Program, Jakarta: Program


Pasca Sarjana UNJ.

Tassmer, Martin. (1995). Planning and Conductioning Formatif Evaluation.


London : Kogan Page.

Thorndike, R.L and E.P. Hagen. (1991). Measurement and Evaluation in


Psychology and Education, New York : MacMillan Publishing
Company.

52
Sutrisno Edy. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Kencana.
Traxler, John. (2007). Defining, Discussing, and Evaluating Mobile Learning:
The moving finger writes and having Writ. UK: International Review of
Research in Open and Distance Learning University of Wolverhampton.
Williams Mc. (1999). An Introduction to Social Psychology. London : Methuen
Barnes & Noble.

53

Anda mungkin juga menyukai