Nomor : 140/SK/DIR/04/2015
Tentang
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. TUJUAN
1.2.1 TUJUAN UMUM
RSKB Cinta Kasih Tzu Chi ( RSKB) sebagai salah satu rumah sakit yang memiliki
Pengelolaan B3, yang sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku.
1
2. Karyawan mengetahui kebijakan & prosedur mengenai pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian dan penggunaan B3 serta penanganan limbah
B3.
3. Karyawan mengetahui kebijakan & prosedur mengenai pencegahan tumpahan
atau paparan B3.
4. Karyawan mengetahui kebijakan & prosedur mengenai penanggulangan,
pelaporan & investigasi jika terjadi tumpahan atau paparan B3.
5. Terselenggaranya proses pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan
penggunaan B3 serta penanganan limbah B3 sesuai dengan kaidah ilmu dan
peraturan yang berlaku.
6. Terselenggaranya proses pencegahan dan penanggulangan kejadian tumpahan
atau paparan.
7. Adanya dokumentasi proses pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan
penggunaan B3 serta penanganan limbah B3.
8. Adanya dokumentasi aktifitas pencegahan, pengendalian dan penanggulangan
kejadian tumpahan dan paparan B3.
9. Tercapainya Zero Exposure and Spills pada penggunaan B3.
2
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1204/Menkes/SK/X/2004
tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit.
10. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 68/BAPEDAL/05/1994 tentang Tata Cara
Memperoleh Izin Penyimpanan, Pengumpulan, Pengoperasian Alat Pengolahan,
Pengolahan dan Penimbunan Akhir Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
11. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3.
12. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah
B3.
13. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis
Pengelolaan Limbah B3.
14. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara
Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan,
dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3.
15. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label
Limbah B3.
16. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 255/BAPEDAL/08/1996 tentang Tata Cara
Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas.
17. Surat Edaran Kepala Bapedal Nomor 08/SE/02/1997 tentang Penyerahan Minyak
Pelumas Bekas.
18. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 02/BAPEDAL/01/1998 tentang Tata Laksana
Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Daerah.
19. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 03/BAPEDAL/01/1998 tentang program penerapan
kemitraan dalam pengelolaan limbah B3.
20. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 04/BAPEDAL/01/1998 tentang Penetapan Prioritas
Daerah Tingkat I Program Kemitraan dalam pengelolaan limbah B3.
3
1.4. KERANGKA KERJA (FRAMEWORK)
1.6.2. Action
1. Pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan penggunaan B3 serta
pengolahan limbah B3.
2. Pencegahan, pengendalian dan penanggulangan kejadian tumpahan atau
paparan B3.
3. Memperbaharui data MSDS dengan berkoordinasi dengan unit-unit terkait.
4. Pelaporan dan investigasi seluruh proses pengadaan, penyimpanan,
penggunaan dan pengolahan limbah B3, termasuk aktivitas pencegahan,
4
pengendalian dan penanggulangan serta pelaporan dan investigasi kejadian
tumpahan atau ceceran.
Pengadaan B3 Perencanaan
Pendataan / Inventarisasi
Penggunaan B3 Pengawasan
Limbah Non
B3
1.6.3. Monitoring
1. Melakukan walktrhough survey secara periodik untuk mengetahui pengadaan,
penyimpanan, penggunaan B3 dan pengolahan limbah B3.
2. Interview secara acak karyawan tentang penyimpanan, pendistribusian,
penggunaan dan penanggulangan kejadian tumpahan B3 yang ada di unit
masing-masing.
3. Pendokumentasian hasil monitoring.
1.6.4. Evaluation
Menganalisa data hasil monitoring.
5
1.6. FALSAFAH
Adapun falsafah unit Sanitasi dalam Penanganan Bahan Berbahaya dan Beracun adalah:
“Menggunakan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) secara terkontrol dari pembelian
hingga pembuangan B3 sehingga resiko terhadap bahan berbahaya dan beracun
dapat diminimalisasikan dan pada akhirnya menciptakan rasa aman, nyaman bagi
petugas, pasien, pengunjung, karyawan, gedung maupun bagi lingkungan”
1.7. PERMASALAHAN
Permasalahan yang dihadapi oleh RSKB adalah penggunaan B3 yang sudah bervariasi
namun tidak termonitor sehingga resiko terhadap bahaya dan ancaman terhadap
penanganan B3 yang salah sangat tinggi. Dengan demikian bahaya bukan hanya akan
mengancam dari karyawan yang menggunakan B3 namun juga akan berbahaya bagi
bangunan/sarana dan prasarana rumah sakit, pengunjung, pasien maupun lingkungan
sekitar. [Daftar B3 beserta penggunaannya dan limbah B3 di RSKB dapat dilihat pada
Lampiran 1.2. Gambaran resiko paparan B3 terhadap manusia dapat dilihat pada Lampiran
1.3].
6
BAB 2
PENGORGANISASIAN
Ka Logistik &
Pemeliharaan
TIM K3 RS
Spv. Maintenance Unit Logistik
& Sanitasi Unit Purchasing
Komite PPI
Komite Medik & Keperawatan
7
6. Memastikan semua pelaksanaan pengelolaan B3 sesuai dengan
prosedur.
7. Melakukan monitoring terhadap penanganan ceceran atau tumpahan
terhadap B3.
8. Mengevaluasi semua SOP tentang B3.
9. Melakukan perbaikan pengelolaan B3.
10. Memonitor penghasilan limbah B3.
11. Memonitor pengambilan limbah B3 oleh pihak pengolah/pemanfaat
yang telah berizin.
12. Membuat laporan terkait dengan pengelolaan B3 kepada Ka Logistik &
Pemeliharaan dan Tim K3 RSKB
13. Berkoordinasi dengan diklat dan pihak luar dalam hal pengembangan
sumber daya manusia khususnya dalam pengelolaan B3
1.7.1.2. Wewenang
1. Menerima atau menolak B3 dari pemasok.
2. Menyeleksi perusahaan pemanfaat dan /atau pengolah limbah B3
1.7.1.3. Kualifikasi
Pendidikan Informal : Training B3 dan pengelolaan limbah B3
8
BAB 3
SARANA, PERALATAN DAN PEMELIHARAAN
3.2. PERALATAN
Peralatan yang digunakan untuk penanganan limbah B3 harus memadai dalam aktivitas
bongkar, muat, dan/atau pemindahan B3. Peralatan tersebut harus dilengkapi dengan
pengaman dan dibuat sedemikian rupa sehingga tidak akan menimbulkan bahaya
kebakaran, ledakan atau bahaya lainnya.
Peralatan-peralatan yang berhubungan dengan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun
antara lain:
3.2.1. Kemasan Bahan Berbahaya dan Beracun
1. Persyaratan Umum Pengemasan
Secara umum, seluruh bahan berbahaya dan beracun harus diberi kemasan
yang sesuai dan memadai sehingga mampu mencegah dan meminimalkan risiko
bahaya yang dapat ditimbul, baik manusia maupun lingkungan sekitarnya.
Pengemasan bahan berbahaya dan beracun berkaitan dengan beberapa
aktivitas, diantaranya apabila bahan berbahaya dan beracun tersebut:
- Dihasilkan,
- Diangkut,
- Diedarkan, dan
- Disimpan.
Maka bahan tersebut harus dikemas sesuai dengan klasifikasinya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pengemasan, adalah:
9
- Wadah dan kemasan bahan berbahaya dan beracun harus kuat, kedap air,
dalam keadaan baik dan aman, tidak rusak, cacat atau bocor.Kemasan yang
rusak:
• Dikemas ulang apabila dapat dilakukan.
• Apabila tidak dapat dikemas ulang, wajib melakukan penanggulangan
sehingga tidak menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan
dan atau keselamatan manusia.
• Berkaitan dengan peredaran bahan berbahaya dan beracun,
departemen perdagangan mensyaratkan bahwa pengemasan ulang
hanya dapat dilakukan oleh Distributor Terdaftar Bahan Berbahaya (DT
B2).
- Apabila suatu kemasan bahan berbahaya dan beracun mengalami kerusakan
dan kemasan tersebut tidak dapat dipergunakan kembali, maka kemasan
rusak tersebut harus diperlakukan sebagai limbah B3
2. Persyaratan Spesifik Kemasan Asbes
Untuk asbes, berlaku persyaratan spesifik sebagai berikut :
- Pembungkus atau kantong yang digunakan untuk tempat asbes harus tidak
dapat ditembus debu asbes.
- Kemasan yang telah rusak (bocor, berkarat, atau tidak dapat digunakan
kembali) diperlakukan sebagai limbah B3
3. Persyaratan Spesifik Kemasan Baja Tekan
Untuk bejana tekanan, persyaratan yang harus dipenuhi adalah:
- Bahan dan konstruksi bejana tekan harus kuat memenuhi syarat.
- Bejana tekanan baru yang tidak mempunyai sambungan dan dibuat dari baja
leleh harus bebas dari lekuk-lekuk tarik, keriput-keriput dan cacat lainnya.
- Setiap botol baja harus dilengkapi dengan katup penutup yang baik, kecuali
bagi botol-botol yang dirangkaikan satu sama lainnya diperbolehkan memakai
satu katup penutup bersama, jika dari sudut keselamatan dapat
dipertanggung jawabkan.
- Bejana yang berisi gas atau gas campuran yang dapat menimbulkan tekanan
lebih tinggi yang diperbolehkan harus diberi tingkap pengaman atau alat
pengaman sejenis yang dapat bekerja dengan baik.
- Ketentuan warna kemasan untuk bejana tekanan :
• Zat asam, harus dicat biru muda,
• Gas yang mudah terbakar harus dicat warna merah,
10
• Gas yang beracun harus dicat warna kuning,
• Gas yang beracun dan juga mudah terbakar harus dicat warna kuning
dan merah.
3.2.2. Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri (APD), sering juga disebut dengan peralatan pelindung diri (PPD),
adalah perlengkapan yang digunakan untuk mengurangi bahaya-bahaya tertentu
akibat kerja.
11
o Sarung tangan karet (heavy-duty rubber gloves),
o Disposible shoe cover/rubber boots.
3.3. PEMELIHARAAN
Peralatan dan sarana fisik yang ada harus selalu dipelihara secara periodik dan semuanya
terdokumentasikan. Di bawah ini beberapa pemeliharaan yang diperlukan dalam sarana
fisik maupun peralatan, yaitu:
1. Semua alat deteksi kebakaran dan peralatan proteksi lainnya harus diperiksa minimal 2
kali dalam setahun dan selalu dirawat untuk menjamin kondisinya tetap memuaskan.
2. Pembersihan area gudang dan lainnya disesuaikan dengan jadwal yang direncanakan
Unit Rumah Tangga.
12
BAB 4
STANDAR DAN PENATALAKSANAAN
13
- Meminimumkan jumlah penggunaan dan penyimpanan pemisahan/penjauhan
bahan berbahaya dan beracun dari aktivitas manusia.
- Dokumentasi upaya pengendalian yang telah dibuat.
6. Dokumentasi upaya pengendalian yang telah dibuat.
7. Lakukan peninjauan kembali, perbaiki bila diperlukan, bila terjadi perubahan-perubahan
terhadap sistem penyimpanan bahan, termasuk perubahan jenis dan kuantitas B3 yang
disimpan.
4.2. PENGADAAN B3
1. Setiap B3 yang ada di RSKB Cinta Kasih Tzu Chi wajib diregristrasi oleh penghasil dan
pengimpor.
2. Setiap B3 yang diadakan oleh pihak RSKB wajib disertai Lembaran Data Keselamatan
Bahan (Material Safety Data Sheet). MSDS diperbanyak dan harus didistribusikan ke
unit penyimpan B3/ Logistik.
3. Untuk B3 prekursol harus dapat dibuktikan bahwa bahan kimia tersebut diperoleh
secara sah.
4. Pengangkutan / distribusi B3 wajib menggunakan sarana pengangkutan, yang baik
operasi serta pelaksanaannya sesuai dengan tata cara pengangkutan yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Setiap B3 wajib dikemas sesuai dengan klasifikasinya.
6. Setiap kemasan B3 wajib diberikan simbol dan label sesuai ketentuan.
7. Jika kemasan B3 mengalami kerusakan maka:
- B3 masih bisa dikemas ulang oleh pengedar;
- B3 yang tidak dapat dikemas ulang dan dapat menimbulkan pencemaran dan atau
keselamatan manusia maka pengedar wajib melakukan penanggulangan.
4.3. PENYIMPANAN B3
Lakukan perencanaan sistem penyimpanan, misalkan dengan membuat peta tata letak
penyimpanan B3 sesuai dengan klasifikasi dan risiko bahayanya. Indikasikan pula dimana
letak peralatan kesiagaan dan tanggap darurat serta peralatan pelindung diri. Untuk B3/
prekursor, wajib disimpan pada tempat penyimpanan yang aman dan terpisah dari tempat
penyimpanan lain.
Terapkan sistem masuk-awal keluar-awal untuk menghindari terjadinya penyimpanan dalam
waktu lama yang dapat menyebabkan suatu bahan menjadi kadarluarsa.
B3 harus disimpan berdasarkan kesesuaian. Susun blok-blok penyimpanan sesuai dengan
kesalingsesuaian dan pemisahannya. Bahan yang tidak saling sesuai harus dipisahkan
untuk menghindari munculnya risiko bahaya karena terjadinya kontak atau pencampuran .
14
Perhatikan LDK/MSDS yang berkaitan dengan bahan yang tidak sesuai beserta
penanganannya.
4.4. DISTRIBUSI B3
Pendistribusian B3 di RSKB dari gudang logistik farmasi dan/atau umum ke unit pemakai
harus memperhatikan hal berikut :
1. Alat bantu angkut (trolley) harus kuat, stabil dan tidak terbuat dari bahan yang dapat
bereaksi dengan B3 yang diangkut apabila terjadi kebocoran, tumpahan atau ceceran.
2. Apabila akan mengangkut lebih dari satu B3, penyimpanan didalam trolleynya harus
disusun sesuai dengan kesalingsesuaian dan pemisahannya, apabila tidak
memungkinkan, maka pendistribusian dilakukan perjenis B3
3. Penggunaan APD sesuai dengan B3 yang diangkut.
4.4. PENGGUNAAN B3
Penggunaan B3 harus termonitoring secara terpadu. Berikut adalah beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan B3.
1. Penggunaan B3 diupayakan seminimal mungkin digunakan, jika memungkinkan B3
disubtitusi atau diganti dengan bahan lain yang tidak bersifat berbahaya.
2. Dalam penggunaan B3 harus dilaporkan kepada penanggung jawab B3 RSKB Cinta
Kasih Tzu Chi (Supervisor Unit Sanitasi)
3. Setiap pengguna B3 harus memiliki LDK/MSDS yang berada di dekat material tersebut.
4. Setiap pengguna harus menggunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan
ketentuan.
5. Setiap pengguna harus mengerti potensi dan sifat bahaya yang ditimbulkan oleh bahan
tersebut.
15
Tabel 4.1 Kesalingsesuaian Penyimpanan Bahan Beracun dan Berbahaya
Gas Pengoksidasi
Pengoksidasi
Gas Korosif
Gas Inert
Basa
Reaktif Terhadap Air
Asam Organik
Gas Beracun
Mudah Menyala
Beracun
Inorganik
Keterangan :
Sangat tidak sesuai – simpan pada bagian yang terpisah dengan ketahanan
X
terhadap api selama 2 jam
C Jauhkan dari bahan organik (setidak-tidaknya dengan jarak 1 meter)
Tidak sesuai – pisahkan setidaknya pada jarak 1 meter
Memisahkan penyimpanan mungkin tidak diperlukan – lihat MSDS
16
2. Lakukan identifikasi dan pencegahan terhadap terjadinya tumpahan atau ceceran ke
bagian lain.
3. Sediakan peralatan yang memadai untuk menangani tumpahan dan ceceran.
4. Setiap tumpahan dan ceceran harus ditangani sesegera mungkin, tatacara
penanganan tumpahan dan ceceran dapat dilihat pada SOP Penanganan Tumpahan
dan Ceceran B3.
5. Tumpahan dan ceceran B3 harus diperlakukan sebagai limbah B3 yang pengelolanya
harus mengikuti peraturan yang berlaku.
6. Setiap tumpahan dan ceceran B3 harus dibuat pelaporannya dan tata cara
pelaporannya dapat dilihat pada Pedoman K3.
4.7. PENCATATAN, INSPEKSI DAN PELAPORAN
Pengelolaan fasilitas penyimpanan atau operator harus mendokumentasikan semua catatan dari
mulai tanggal, jenis, lokasi, dan jumlah B3 yang dibawa masuk, disimpan, dan dikeluarkan dari
tempat penyimpanan B3 sampai dengan tanggal, jenis, lokasi dan jumlah limbah B3 yang
dihasilkan dan dikeluarkan kepada pemanfaat/pengolah limbah B3 yang berizin ataupun yang
diolah sendiri di RSKB Pencatatan ini perlu dilakukan agar pelacakan aktivitas yang terkait
dengan pengelolaan B3 dapat dilakukan.
Berkaitan dengan pencatatan, inspeksi, dan pelaporan, pengelolaan B3 harus:
1. Memeriksa sistem penyimpanan B3 dan limbah B3 untuk memastikan bahwa sistem
tersebut dalam kondisi yang baik.
2. Memeriksa B3 yang diterima dari pemasok untuk memastikan bahwa bahan tersebut telah
disertai dengan dokumen yang sah dan sesuai dengan peraturan yang berlaku,
memeriksa ketersediaan MSDS dan label, serta memastikan kemasan dalam kondisi baik.
3. Memeriksa limbah B3 yang diambil oleh pihak pengolah/pemanfaat limbah B3 untuk
memastikan bahwa pengambilannya disertai dengan dokumen yang sah dan sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
4. Mencatat jumlah dan karakteristik B3 yang diterima dari supplier dan merekamnya
kedalam formulir catatan, atau media pencatat lain.
5. Mencatat aktivitas penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran B3.
6. Mencatat jumlah dan karakteristik limbah B3 yang dihasilkan oleh unit terkait
7. Mencatat jumlah dan karakterisitk limbah B3 yang diolah di RSKB dan yang diserahkan
kepada pihak pengelola/pemanfaat limbah B3 yang berizin.
8. Membuat dan melaksanakan program pemantauan berkala terhadap seluruh B3 dan
limbah B3 yang disimpan serta peralatan yang digunakan untuk menangani bahan
tersebut. Hal ini untuk memastikan bahwa semua bahan terkelola dengan baik.
9. Menyiapkan laporan pengelolaan B3
17
BAB 5
PATIENT & STAFF SAFETY, INFECTION PREVENTION & CONTROL
18
dan sebaiknya jas lab tidak dibuta dari bahan yang mengandung synthetic fiber
yang tinggi untuk mengurangi trjadinya listrik statik dan kemungkinan mudah
terbakar dan meleleh.
Alat pelindung diri harus telah teruji sesuai standard yang berlaku, dipilih sesuai
dengan peruntukan penggunaannya, karyawan terlatih dalam menggunakannya,
selalu terawat dengan baik, dan mengetahui keterbatasan dari APD yang digunakan.
[Jenis dan tipe APD untuk penanganan B3 dapat dilihat pada MSDS masing-masing
bahan
Alat pelindung diri yang paling aman sekalipun tidak akan berfungsi dengan baik
apabila tidak dipakai, maka harus dipastikan APD dipakai dengan baik pada saat
penanganan B3.
5.2.2 Prosedur Keselamatan dan Pencegahan serta Pengendalian Infeksi
Merencanakan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko yang timbul,
yaitu :
1. Pembudayaan cuci tangan sesuai ketentuan
2. Pembuatan signed,
3. Penggunaan warna kantung plastik yang sesuai dengan jenis sampah yang
dibuang,
4. Sosialisasi pemilahan dan pembuangan limbah,
5. Sosialisasi penanganan tumpahan dan ceceran limbah,
6. Pengawasan ketepatan pengelolaan, penanganan tumpahan & ceceran limbah,
7. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan masing-masing
karakteristik limbah B3. Untuk secara spesifik, akan diatur dalam SOP.
8. Pelaporan kecelakaan kerja,
9. Meriview sistem pencegahan resiko keselamatan, pencegahan dan pengendalian
infeksi serta melakukan perbaikan apabila perlu.
19
BAB 6
MONITORING, EVALUASI DAN CONTINUOUS IMPROVEMENT
6.1. MONITORING
Monitoring dilakukan pada tahap pengadaan, penyimpanan, distribusi, penggunaan dan
pegelolaan limbah B3 yaitu :
6.1.1 Monitoring yang Dilakukan
1. Walk trough survey pengelolaan bahan berbahaya dan beracun dimulai dari
pengadaan, penyimpanan, distribusi sampai dengan penggunaannya, dalam
walk trough survey ini dibutuhkan checklist monitoring.
2. Mengumpulkan data tumpahan/ceceran bahan kimia.
6.1.2 Tujuan Monitoring
1. Mengumpulkan data yang dipakai untuk mengukur kinerja maupun mutu baik
pelayanan maupun staf.
2. Data tersebut digunakan untuk mengukur input, proses atau output.
6.1.3 Indikator
1. Label pada kemasan bahan kimia dan atau B3
Judul Label B3 pada kemasan bahan kimia dan atau B3
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Seluruh karyawan memahami sifat bahaya yang ditimbulkan dari bahan
yang akan ditangani
Definisi Label B3 adalah label yang tertera pada setiap kemasan bahan kimia
Operasional dan atau B3 minimal yang berisi simbol B3 (apabila ada), nama berserta
komposisinya, kata peringatan, pengenceran, siapa yang melakukan
serta tanggal kadaluarsanya.
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan
Data
Periode Analisa Enam bulan sekali
Numerator Jumlah kemasan bahan kimia yang mempunyai label
Denominator Jumlah seluruh kemasan yang diamati pada bulan tersebut
Sumber Data Hasil pengamatan
Standar 80 %
Penanggung Supervisor maintenance & sanitasi
jawab
Pengumpul
Data
20
2. Penyimpanan B3
Judul Penyimpanan B3
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Terciptanya ketertiban dalam penyimpanan B3
Definisi Penyimpanan B3 disesuaikan dengan kesalingsesuaian pbahan dan
Operasional tidak disimpan dekat dengan makanan dan penyimpanannya tidak
disatukan dengan bahan non B3.
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan
Data
Periode Analisa Enam bulan sekali
Numerator Jumlah B3 yang penyimpanannya telah sesuai
Denominator Jumlah B3 yang penyimpanannya diamati pada bulan tersebut
Sumber Data Hasil pengamatan
Standar 80 %
Penanggung Supervisor maintenance & sanitasi
jawab
Pengumpul
Data
3. Tumpahan /ceceran B3
Judul Tumpahan /ceceran B3
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Terciptanya keamanan dalam penanganan B3
Definisi Tumpahan /ceceran B3 apabila tidak ditangani dengan baik dapat
Operasional mencemari lingkungan dan paparannya dapat membuat kondisi kerja
menjadi tidak aman.
Frekuensi 3 bulan
Pengumpulan
Data
Periode Analisa Enam bulan sekali
Angka Jumlah tumpahan/ceceran B3
Sumber Data K3 RS
Standar 0 ( tidak terjadi tumpahan/ceceran B3)
Penanggung Supervisor maintenance & sanitasi
jawab
Pengumpul
Data
21
6.2. EVALUASI
Tujuan dilakukan evaluasi adalah untuk mengukur kinerja dari program-program Pengelolaan
B3 yaitu :
1. Menentukan sejauh mana program Pengelolaan B3 diterapkan dan pencapaiannya.
2. Melakukan pemeriksaan apakah pengendalian resiko telah diterapkan dan efektif.
3. Mempromosikan penerapan rencana dan pengendalian resiko untuk memberikan
umpan balik bagi semua pihak.
4. Menyediakan informasi yang dapat digunakan dalam melakukan peninjauan dan juga
sangat penting untuk melakukan perbaikan terhadap sistem Pengelolaan B3 serta
pelatihan yang harus diadakan.
5. Mereview standar pencapaian (goal) untuk tahun baerikutnya.
Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja Pengelolaan B3
diantaranya adalah data kecelakaan kerja akibat penggunaan B3 dan kejadian tumpahan
atau ceceran dapat digunakan sebagai indikator langsung kinerja Pengelolaan B3 dan
penggunaan APD. Nilai ambang, ditetapkan sebagai pedoman/standar menetapkan
peralatan dan prasarana diarea kerja, rumah sakit harus mengacu pada nilai ambang batas
sesuai dengan peraturan yang berlaku, jika kondisi aktual yang ada dalam rumah sakit
melebihi ambang batas yang telah dipersyaratkan, maka pihak rumah sakit harus
mengendalikan resiko.
22
6.3. CONTINUOUS IMPROVEMENT
Setelah dilakukan analisis, maka hasil dilaporkan kepada ketua Tim K3 RS dan manajemen
terkait. Tindak lanjut akan berupa :
1. Perbaikan Kebijakan / Prosedur atau Pembuatan Kebijakan / Prosedur Baru.
2. Pelatihan / Sosialisasi baik ke staf, dokter, jajaran managerial, maupun pengunjung
RSKB
3. Perbaikan pedoman Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun Rumah Sakit.
23
BAB 7
PELATIHAN STAF DAN KESEHATAN KERJA
7.1. PELATIHAN STAF
Seperti jenis operasional lainnya, pelatihan kerja, termasuk pelatihan pengelolaan B3 harus
juga dilakukan, termasuk di dalamnya penanganan B3 dan penanggulangan terhadap
tanggap darurat dari bahaya B3.
Pengelolaan B3 harus secara berkala melakukan:
1. Pertemuan keselamatan (safety meeting) tentang penyimpanan dan penanganan B3
2. Pelatihan penyimpanan dan penanganan B3 secara aman.
3. Uji coba dan pengkajian prosedur penyimpanan dan penanganan B3 termasuk uji
coba, simulasi, dan pengkajian prosedur kesiagaan dan tanggap darurat.
Seseorang yang akan bekerja di tempat penyimpanan B3 tidak diizinkan bekerja pada
tempat tersebut, baik melakukan penyimpanan atau penanganan bahan berbahaya, sebelum
mendapatkan pelatihan minimal seperti di atas.
Pengelola juga harus menyiapkan tim kesiagaan dan tanggap darurat serta melakukan
pelatihan terhadap seluruh anggota tim agar tim memiliki kompetensi yang memadai dalam
menghadapi keadaan darurat.
Selain persyaratan di atas, beberapa persyaratan yang berkaitan dengan kompetensi
pelatihan tenaga kerja yang berkaitan dengan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun
adalah sebagai berikut:
1. Menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang:
- Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta apa yang dapat timbul dalam tempat
kerja,
- Semua pengamanan dan alat-alat pelindung yang diharuskan dalam semua
tempat kerjanya,
- Alat-alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan,
- Cara-cara dan sikap aman dalam melaksanakan pekerjaan.
2. Menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja dalam pencegahan
kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan
kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama dalam kecelakaan akibat
B3.
3. Jumlah sumber daya manusia dengan kualifikasi yang memenuhi persyaratan harus
memadai jumlahnya.
24
BAB 8
PENUTUP
Pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan oleh penghuni RS dalam mengelola Bahan
Berbahaya Beracun (B3) terkait dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian, guna menjamin
kesehatan penghuni bangunan dan lingkungan terhadap bahaya penyakit. Selain itu perlu juga
pemahaman, kesadaran dan perhatian yang penuh dari segala pihak yang terlibat di RS, sehingga
apa yang diharapkan terhadap penerapan K3 di RS bisa tercapai.
25