Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

MK : KEPERAWATAN GERONTIK
DOSEN : Dr. Wiwit Ciptaningsih Haryanto, S.Kep., Ns., MMR

DISUSUN OLEH :

NAMA : SHARON VERONICA TUKIMIN


NIM : 1814201076
KELAS : A3/VII

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA


FAKULTAS KEPERAWATAN
MANADO
2022
KATA
PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami
mampu menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun makalah
ini merupakan salah satu tugas Ujian Akhir Semester dari mata kuliah
Keperawatan Gerontik.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak
bantuan dari berbagai pihak dan sumber. Karena itu kami sangat
menghargai bantuan dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan
dukungan juga semangat, buku-buku dan beberapa sumber lainnya
sehingga tugas ini bisa terwujud. Oleh karena itu, melalui media ini kami
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya
dan jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu
pengetahuan yang kami miliki. Maka itu kami dari pihak penyusun sangat
mengharapkan saran dan kritik yang dapat memotivasi saya agar dapat
lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

D. Manfaat Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi

B. Klasifikasi

C. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia

D. Tujuan Asuhan Keperawatan Lanjut


Usia

E. Fokus Keperawatan Lanjut Usia

F. Asuhan Keperawatan Lanjut Usia

I. Pengkajian

II. Diagnosa Keperawatan

III. Intervensi Keperawatan

IV. Evaluasi

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan di negara
maju dan negara berkembang, maka bertambahlah usia harapan hidup
penduduk negara tersebut. Hal ini berarti, akan bertambahnya populasi
penduduk lanjut usia (lansia). Di Indonesia dan beberapa negara
berkembang lainnya seseorang dikelompokkan ke dalam golongan lansia
jika umur kronologisnya sudah 60 tahun (Kane, 1994).
Penyakit pada usia lanjut dengan gejala khas yaitu multipatologi
(lebih dari satu penyakit), kemampuan fisiologis tubuh yang sudah menurun,
tampilan gejala yang tidak khas/ menyimpang, dan penurunan status
fungsional (kemampuan kreraktivitas). Penyakit- penyakit yang ditemukan
pada pasien geriatri umumnya adalah penyakit degeneratif kronik (Kane,
1994).
Setiap orang pasti ingin memiliki masa tua yang bahagia tetapi
keinginan tidaklah selalu dapat menjadi nyata. Pada kehidupan nyata,
banyak sekali lansia-lansia yang menjadi depresi, stress, dan berpenyakitan.
Banyak kita temukan lansia yang dikirim ke panti jompo dan tidak terurus
oleh keluarga, ada lansia yang diasingkan dari kehidupan anak cucunya
meskipun hidup dalam lingkungan yang sama, ada lansia yang masih harus
bekerja keras meskipun sudah tua, dan masih banyak hal-hal lainnya yang
menjadi penyebab (Lueckenotte, 2000; Hall & Hassett, 2002).
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang porfesional mempunyai
kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan/asuhan
keperawatan yang komprehensif dengan membantu klien memenuhi
kebutuhan dasar yang holistik. Perawat memandang klien sebagai mahluk
bio-psiko-sosiokultural dan spiritual yang berespon secara holistik dan unik
terhadap perubahan kesehatan atau pada keadaan krisis. Asuhan
keperawatan yang diberikan oleh perawat tidak bisa terlepas dari aspek
spiritual yang merupakan bagian integral dari interaksi perawat dengan
klien. Perawat berusaha untuk membantu memenuhi kebutuhan spiritual
klien sebagai bagian dari kebutuhan yang menyeluruh, klien antara lain
dengan memfasilitasi pemenuhan kebutuhan spiritual klien tersebut,
walaupun perawat dan klien tidak mempunyai keyakinan spiritual atau
keagamaan yang sama.
Kebutuhan Psikososial juga nerupakan kebutuhan dasar bagi lansia.
Di sini perawat mempunyai peranan penting mengadakan pendekatan
edukatifpada klien lanjut usia, perawat dapat berperan seebagai supporter,
interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia
yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki
kesabaran dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk
keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perrawat harus selalu memegang
prinsip “Tripple S”, yaitu Sabar, Simpatik, dan Service.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka kami tertarik untuk
mengambil judul makalah Asuhan Keperawatan Lansia Terhadap Gangguan
Psikososial.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada lansia (lanjut usia)
dengan gangguan psikososial

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum : Untuk mengidentifikasi pemahaman perawat terhadap


pemenuhan kebutuhan psikososial klien pada pasien lansia.
2. Tujuan Khusus :

a. Mengetahui pemahaman perawat tentang pengertian kebutuhan


psikososial klien pada pasien lansia.
b. Mengetahui pemahaman perawat tentang intervensi asuhan
keperawatan psikososial yang diberikan terhadap pasien lansia
c. Mengetahui pemahaman perawat tentang bagaimana
seharusnya memberi perlakuan terhadap Lansia.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Profesi Perawat
Memberikan kesadaran bagi perawat tentang pentingnya kebutuhan
psikososial pada pasien lansia sehingga diharapkan perawat berusaha
untuk mengoptimalkan perannya dalam memberikan asuhan
keperawatan psikososial pasien lansia.
2. Bagi Pelayanan Kesehatan (RS) Sebagai masukan khususnya bagi
bidang perawatan RSU serta sebagai dasar untuk perencanaan
meningkatkan asuhan keperawatan psikososial secara optimal.
3. Bagi institusi pendidikan Memberikan informasi kepada peneliti untuk
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kualita asuhan keperawatan
psikososial di setiap unit perawatan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Proses asuhan keperawatan pada usia lanjut adalah kegiatan
yang dimaksuddkan untuk memberikan bantuan, bimbingan, pengawasan,
perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu, seperti di
rumah/lingkungan keluarga, panti werda maupun puskesmas, yang diberikan
oleh perawat untuk asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh
anggota keluarga atau petugas social yang bukan tenaga keperawatan,
diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga
keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti (Depkes,
1993 1b).

B. KLASIFIKASI

Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada


kelompok lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif, anatra lain;
1. Lanjut usia aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang
personal hygiene, kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi
palsu, kebersihan diri termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata,
serta telinga; kebersihan lingkungan seperti tempat tidur dan ruangan;
makanan sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariasi dan mudah
dicerna, dan kesegaran jasmani.
2. Lanjut usia pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perrlu
diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia
pasif pada dasarnya sama seeperti pada lanjut usia aktif, dengan
bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas
C. PENDEKATAN PERAWATAN LANJUT USIA
a. Pendekatan psikis
Di sini perawat mempunyai peranan penting mengadakan
pendekatan edukatifpada klien lanjut usia, perawat dapat berperan seebagai
supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai
penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan waktu yang cukup banyak untuk
menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas.
Perrawat harus selalu memegang prinsip “Tripple S”, yaitu Sabar,
Simpatik, dan Service.
Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta
kasih dari lingkugan, termasuk perawat yang memberikan perawatan. Untuk
itu perawat harus selalu menciptakan suasana aman, tidak gaduh,
membiarkan mereka melkukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi
yang dimilikinya.
Perawat harus dapat membangkitkan semangat dan kreasi klien
lanjut usia dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa rendah
diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik, dan
kelainan yang dideritanya.
Hal ini perlu dilkukan karena perubahan psikologi terjadi bersama
dengan berlanjutnya usia.Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala,
seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi ,
berkurangnya kegairahan keinginan , peningkatan kewaspadaan, perubahan
pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran di waktu siang, dan
pergeseran libido.
Perawat harus sabar mendengarkan cerita-cerita dari masa lampau
yang membosankan, jangan mentertawakan atau memarahi klien lanjut usia
bila lupa atau kesalahan. Harus diingat, kemunduran ingatan jangan di
manfaatkan untuk tujuan-tujuan tertentu.
Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka
terhadap kesehatan, perawat bias melakukannya secara perlahan-lahandan
bertahap, perawatharus dapat mendukung mental mereka kea rah pemuasan
pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah
beban, bila perlu diuasahakan agar di masa lanjut usia ini mereka dapat
merasa puas dan bahagia.

b. Pendekatan social
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah
satu upaya perawat dalam pendekatan social. Memberikan kesempatan
untuk berkumpul bersama dengan sesame kklien lanjut usia berarti
menciptakan sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan social ini merupakan suatu
pegangan bagi perawat bahwa orang yang diahadapinya adalah makhluk
social yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya perawat dapat
menciptakan hubungan social antara lanjut usia dan lanju usia dan perawat
sendiri.
Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para
lanjut usia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, missal
jalan pagi, menonton film, atau hiburan-hiburan lain.
Para lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar,
seperti menonton televise, mendengarkan radio, atau membaca surat kabar
dan majalah. Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam
perawatan tidak kalah pentingnya denganh upaya pengobatan medis dalam
proses penyenbuhan atau ketenangan para klien lanjut usia.
Tidak sedikit klien tidak dapat tidur karena stress, stress memikirkan
penyakit, biaya hidup, keluarga yang di rumah sehingga menimbulkan
kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Untuk
menghilangkan rasa jemu dan menimbulkan perhatian terhadap
sekelilingnya perlu diberi kesempatan kepada
lanjut usia untuk menikmati keadaan di luar, agar merasa masih ada
hubungan dengan dunia luar.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian di antara lanjut
usia (terutama yang tinggal dip anti werda), hal ini dapat diatasi dengan
berbagai usaha, antara lain selalu mengadakan kontak dengan mereka,
senasib dan sepenanggungan, dan punya hak dan kewajiban bersama.
Dengan demikiian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik
sesama mereka maupun terhadap mempunyai hubungan komunikasi baik
sesame mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan
dengan pelayanan kesejahteraan social bagi lanjut usia dip anti werda.

D. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA


a. Agar lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari-hari seecara mandiri
b. Mempertahankan kesehatan dan kemampuan dari mereka yang usianya
telah lanjut usia dan jalan perawatan dan pencegahan
c. Membantu memperrtahankan serta membesarkan semangat hidup klien
lanjut usia
d. Merawat dan menolong klien lanjut usia yang menderita penyakit atau
mengalami gangguan tertentu (kronis maupun akut)
e. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan
menegakkan diagnose yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai
suatu kelainan tertentu
f. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang
menderita suatu penyakit atau gangguan , masih dapat mempertahankan
kebebasan yang maksimal tanpa perrlu suatu pertolongan
E. FOKUS KEPERAWATAN LANJUT USIA
a. Peningkatan kesehatan (health promotion)
b. Pencegahan penyakit (preventif)
c. Mengoptimalkan fungsi mental
d. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum

F. ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA


I. PENGKAJIAN
Pada pengkajian klien dengan gangguan hubungan sosial : menarik diri
melalui observasi (data objektif) dan komunikasi (data subjektif). Dalam
keadaan klien menolak untuk berkomunikasi, maka akan sukar didapat data
subjektif. Mungkin klien akan menjawab pertanyaan kita dengan singkat
seperti : tidak, ya , tidak tahu. Pengkajian diarahkan pada perilaku
menarik diri, faktor pencetus, stresor pencetus, sumber koping, dan
mekanisme koping.
Secara objektif dapat ditemukan data seperti :
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
2. Menghindari dari orang lain (menyendiri). Klien tampak
memisahkan diri dari orang lain : pada saat makan.
3. Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap- cakap
dengan klien lain atau perawat.
4. Tidak ada kontak mata. Klien lebih sering menunduk
5. Berdiam diri di kamar/tempat terpisah. Klien kurang
mobilitasnya
6. Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri dan
kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
8. Posisi janin pada saat tidur.
Wawancara
 Pandangan lanjut usia tentang kesehatannya
 Kegiatan yang mampu dilakuakn lanjut usia
 Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri
 Kekuatan fisik lanjut usia: otot, sendi, penglihatan, dan pendengaran
 Kebiasaan gerak badan/olah raga/senam lanjut usia
 Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, buang air besar/kecil
 Perrubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna dirasakan
 Kebiasaan lanjut usia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan dalam
minum obat
 Masalah-masalah seksual yang dirasakan
Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi untuk mengetahui perubahan system tubuh
 Pendekatan yang digunakan dalam pemeriksaan fisik, yaitu head to toe dan
system tubuh
Psikologis
 Apakah mengenal masalah-masalah utamanya?
 Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan?
 Apakah dirinya merasa dibutuhkan?
 Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan?
 Bagaimana mengatasi stress yang dialami?
 Apakah mudah dalam menyesuaikan diri?
 Apakah lanjut usia sering menngalami kegagalan?
 Apakah harapah pada saat ini dan yang akan dating?
 Perlu dikaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses piker, alam
perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam penyelesaian masalah.
II. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah berhubungan dengan merasakan/mengantisipasi kegagalan
pada peristiwa-peristiwa kehidupan.
2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan sistem
saraf; kehilangan memori; ketidakseimbangan tingkah laku adaptif dan
kemampuan memecahkan masalah.
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional/maturasional.
4. Ketidakpatuhan berhubungan dengan sistem penghargaan pasien; keyakinan
kesehatan,nilai spiritual, pengaruh kultural.

III.Intervensi keperawatan
1) Diagnosa 1
Tujuan : Tidak Tidak terjadi Penurunan Harga Diri, Mampu
mengungkapkan perasaan.
a. Dorong pengungkapan perasaan, menerima apa yang dikatakannya.
Rasionalnya: membantu pasien/orang terdekat untuk memulai
menerima perubahan dan mengurangi ansietas mengenai perubahan
fungsi/gaya hidup.
b. Bantu pasien dengan menjelaskan hal-hal yang diharapkan dan hal-
hal tersebut mungkin di perlukan untuk dilepaskan atau dirubah.
Rasionalnya: memberi kesempatan untuk mengidentifikasi
kesalahan konsep dan mulai melihat pilihan-pilihan; meningkatkan
orientasi realita.
d. Berikan informasi dan penyerahan ke sumber-sumber komunitas.
Rasionalnya: memungkinkan pasien untuk berhubungan dengan
grup yang diminati dengan cara yang membantu dan perlengkapan
pendukung, pelayanan dan konseling.
2) Diagnosa 2:
Tujuan : Koping positif individu meningkat, tidak terjadi
kesalahan konsep
a. Kaji munculnya kemampuan koping positif, misalnya penggunaan
teknik relaksasi keinginan untuk mengekspresikan perasaan.
Rasionalnya: jika individu memiliki kemampuan koping yang
berhasil dilakukan dimasa lampau, mungkin dapat digunakan
sekarang untuk mengatasi tegangan dan memelihara rasa kontrol
individu
b. Perbaiki kesalahan konsep yang mungkin dimiliki pasien.
Rasionalnya: membantu mengidentifikasi dan membenarkan
persepsi realita dan memungkinkan dimulainya usaha
pemecahan masalah.
3) Diagnosa 3:
Tujuan : Mengatasi Ansietas / rasa takut
a. Pahami rasa takut/ansietas
Rasionalnya: perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk
terbuka sehingga dapat mendiskusikan dan menghadapinya.
b. Kaji tingkat realita bahaya bagi pasien dan tingkat ansietas.
Rasionalnya: respon individu dapat bervariasi tergantung pada
pola kultural yang dipelajari. Persepsi yang menyimpang dari
situasi mungkin dapat memperbesar perasaan.
c. Dorong pasien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi saat ini
dan apa yang telah terjadi untuk mengantisipasi perasaan tidak
tertolong dan ansietas.
Rasionalnya: menyediakan petunjuk untuk membantu pasien dalam
mengembangkan kemampuan koping dan memperbaiki
ekuilibrium.
4) Diagnosa 4:
Tujuan : Meningkatkan kualitas Spritual, kultural dan
Kesehatan
a. Tentukan kepercayaan kultural, spiritual dan kesehatan.
Rasionalnya: memberikan wawasan mengenai
pemikiran/faktor-faktor yang berhubungan dengan situasi individu.
Kepercayaan akan meningkatkan persepsi pasien tentang situasi
dan partisipasi dalam regimen keperawatan.

b. Kaji sistem pendukung yang tersedia bagi pasien.


Rasionalnya: adanya keluarga/orang terdekat yang
memperhatikan/peduli dapat membantu pasien dalam proses
penyembuhan.

E. Evaluasi
1. Pasien mampu mengidentifikasi adanya kekuatan dan pandangan diri
sebagai orang yang mampu mengatasi masalahnya.
2. Pasien mampu menunjukkan kewaspadaan dari koping
pribadi/kemampuan memecahkan maslah.
3. Pasien mampu melakukan relaksasi dan melaporkan berkurangnya
ansietas ke tingkat yang dapat diatasi.
4. Pasien dapat menunjukkan pengetahuan yang akurat akan penyakit dan
pemahaman regimen pengobatan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahsan maka dapat disimpulkan bahwa :
Proses asuhan keperawatan pada usia lanjut adalah kegiatan yang
dimaksuddkan untuk memberikan bantuan, bimbingan, pengawasan,
perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu, seperti di
rumah/lingkungan keluarga, panti werda maupun puskesmas, yang diberikan
oleh perawat untuk asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh
anggota keluarga atau petugas social yang bukan tenaga keperawatan,
diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga
keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti (Depkes,
1993 1b).
Di sini perawat mempunyai peranan penting mengadakan
pendekatan edukatifpada klien lanjut usia, perawat dapat berperan seebagai
supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai
penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan waktu yang cukup banyak untuk
menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas.
Perrawat harus selalu memegang prinsip “Tripple S”, yaitu Sabar,
Simpatik, dan Service.
Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta
kasih dari lingkugan, termasuk perawat yang memberikan perawatan. Untuk
itu perawat harus selalu menciptakan suasana aman, tidak gaduh,
membiarkan mereka melkukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi
yang dimilikinya.
Perawat harus dapat membangkitkan semangat dan kreasi klien
lanjut usia dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa rendah
diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik, dan
kelainan yang dideritanya.
B. Saran
Intervensi yang diberikan oleh perawat lebih luas tidak sebatas
pada pemenuhan kewajiban psikososial . Intervensi belum dapat dilakukan
secara optimal karena adanya faktor penghambat yang berasal dari perawat,
situasi ruang perawatan yang sibuk oleh tugas rutinitas, dan adanya petugas
kerohanian. Perbedaan pelaksanaan ritual pada pasien lansia dalam
memenuhi kebutuhan psikososial. Pelaksanaan ritual yang dijalankan oleh
pasien lansia yang satu dengan pasien lansia yang lain berbeda-beda yang
dipengaruhi oleh tingkat psikososial, perkembangan, pengalaman, kondisi
sakit, agama atau kepercayaan yang dianut pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Wahyudi. 2000. Keperawatan Gerontik Ed: 2. EGC. Jakarta Setiabudhi,

Tony dan Hardywinoto. 2005. Panduan Gerontologi: Tinjauan


dari Berbagai Aspek. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai