Copyright © 2017 Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian
Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Saran Sitasi:
Kholis, M., Faisal A., Widodo F.A., Musabine, E.S., & Hasiholan, W. 2017. Pedoman Penanggulangan
Konflik Manusia-Harimau. Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, DITJEN KSDAE - KLHK.
Jakarta
Buku ini tersusun melalui kerjasama antara Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati -
Ditjen KSDAE, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Forum HarimauKita
(FHK). Penyusunan pedoman ini didukung sepenuhnya oleh Sumatran Tiger Project GEF-UNDP. -
“Transforming Effectiveness of Biodiversity Conservation in Priority Sumatran Landscape”.
viii + 89 halaman
Tim Penyusun :
T
Konflik manusia dan satwa liar adalah segala interaksi antara manusia dan satwa
F
liar yang mengakibatkan efek negatif kepada kehidupan sosial manusia, ekonomi,
kebudayaan, dan pada konservasi satwaliar dan atau pada lingkungannya.
A
Konflik antara manusia dengan harimau atau lazim disebut konflik manusia-harimau
R
dapat disebabkan oleh faktor diantaranya perilaku harimau, perburuan, ketersediaan
makanan dan irisan ruang gerak. Sementara itu, konversi hutan menjadi pemukiman,
perkebunan, pertambangan dan jaringan jalan telah mempersempit habitat yang
D
dapat dihuni oleh harimau. Tidak sepenuhnya disadari dan dipahami bahwa konversi
hutan di Sumatera serta tingginya aktivitas perburuan satwa telah menyebabkan
semakin tinggi juga peluang terjadinya konflik manusia dan harimau (KMH). Aktivitas
perburuan satwa liar terutama yang merupakan hewan mangsa harimau menurunkan
ketersediaan mangsa bagi harimau dan merupakan faktor penyebab secara tidak
langsung.
Kedua belah pihak, baik harimau maupun manusia, sama-sama mengalami kerugian
atau menjadi korban dari insiden konflik. Manusia kerugian dalam bentuk kehilangan
hewan ternak dan korban jiwa serta dampak psikologis. Harimau mengalami
kematian atau kerusakan anggota gerak secara permanen, harimau konflik sebagian
ditangkap dan dipindahkan ke fasilitas konservasi ek-situ, sanctuary atau pusat
rehabilitasi. Banyak juga individu harimau yang kemudian diracun atau terjerat
hingga mati. Individu harimau yang memiliki kelayakan pelepasliaran kadangkala
ditempatkan dan dikelola tidak tepat sehingga mengalami perubahan perilaku dan
ketergantungan terhadap manusia membuat peluang untuk dapat dilepasliarkan
makin surut.
Harimau yang berada di pusat-pusat rehabilitasi maupun di sanctuary membutuhkan
manajemen yang sesuai, sehingga harimau yang memang masih layak untuk
dilepasliarkan dapat dikelola secara tepat dan dapat difungsikan untuk memperbaiki
kondisi populasi di alam baik dalam hal jumlah populasi maupun keragaman genetik.
Dalam upaya penanggulangan konflik, tindakan-tindakan pencegahan konflik
seharusnya merupakan hal yang tidak boleh dilupakan. Namun pada kenyataannya
T
Insiden konflik manusia dan harimau manusia umumnya sulit diprediksi kapan
terjadinya, namun dengan mempelajari perilaku alami harimau, data sebaran dan
F
penggunaan ruang oleh harimau, data insiden konflik yang pernah terjadi, wilayah
aktifitas manusia, pola beternak masyarakat, perburuan satwa mangsa dan kondisi
A
topografi, kita dapat memperkirakan lokasi yang memiliki potensi tinggi terjadinya
KMH. Kegiatan pencegahan yang perlu ditempuh antara lain sosialisasi kepada
masyarakat, aparat desa dan instansi pemerintah yang terkait di wilayah-wilayah
R
berpotensi konflik untuk tujuan meminimalisir kemungkinan terjadinya konflik dan juga
mampu mendukung SATGAS dalam melaksanakan pencegahan dan penanganan
awal secara tepat untuk insiden konflik yang masih dalam tingkat resiko rendah.
D
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR SINGKATAN viii
PENUTUP 89
hidup dan penunjang kehidupannya. Adapun pada harimau kebutuhan hidup utama
yang harus dipenuhi antara lain pakan utama berupa mangsa dan pakan penunjang,
air, tempat berlindung dan interaksinya dengan pasangan. Hal ini memiliki korelasi
terhadap luas teritori didalam sebuah home range atau wilayah jelajah harimau.
Bagi individu jantan, teritori menjadi penting guna meneruskan kelangsungan
genetiknya. Bagi individu muda setelah lepas dari asuhan induk selama 18–22
a. Bekas tapak
Identifikasi bekas tapak sangat penting untuk diketahui karena tanda ini paling
mudah ditemukan di lapangan dan paling sering terjadi kesalahan identifikasi.
Kesalahan identifikasi paling sering adalah kekeliruan membedakan bekas tapak
anjing dan bekas tapak harimau. Di lokasi yang rawan konflik, masyarakat masih
sering mengalami kekeliruan ini, meskipun kedua tapak ini sebenarnya cukup mudah
dibedakan. Ukuran tapak dipengaruhi oleh besar harimau itu sendiri serta jenis
substrat tanah yang dipijak harimau.
Mengukur bekas tapak harimau
Pengukuran tapak dipelukan untuk memberikan data dan informasi yang lengkap.
Dalam melakukan penanganan konflik, ukuran tapak cukup penting untuk
membedakan dengan tapak dari satwa lainnya.
Selain ukuran tapak, kondisi substrat (permukaan tanah) dimana terdapatnya bekas
tapak ini perlu didefininisikan. Tanah basah, tanah berpasir, lumpur kering.
A B
Gambar 2. Bekas tapak harimau sumatera pada tanah basah (A) jejak masih baru, (B) jejak dari kaki
kiri dan kanan, (C) pengukuran jejak. Keterangan pengukuran: 1. lebar bantalan; 2. lebar tapak dan 3.
panjang tapak.
Pada Gambar 3. diatas, jika kita hanya diperlihatkan foto sebelah kiri, maka kita
akan kesulitan membedakan bekas tapak harimau atau bekas tapak kucing rumah.
Bentuk tapak relatif sama. Pada Gambar 2. bagian kanan (C) maka kita akan mudah
memastikan bahwa bekas tapak tersebut adalah harimau berdasarkan ukurannya.
d. Kaisan di tanah
Kaisan pada tanah sangat jarang ditemukan, biasanya
tim penanggulangan konflik dapat menemukan kaisan
ini pada pinggir jalan setapak, dimana harimau seing
menggunakan jalan yang juga dipakai oleh manusia.
Jika menamukan bekas seperti ini, biasa tidak jauh
juga ditemukan tanda-tanda lainnya. Gambar 7. Foto cakaran beruang
madu
e. Tanda-tanda lain juga dapat ditemukan namun tidak cukup mudah diidentifikasi
Selain keempat tanda-tanda yang paling umum dipergunakan untuk identifikasi tanda
keberadaan harimau, masih ada tanda-tanda lain yang dapat diamati, diantaranya:
i. Bau kelenjar pada urin
Jenis tanda keberadaan ini sebenarnya cukup mudah diidentifikasi, tim lapangan
yang sudah terlatih akan dapat mengidentifikasi melalui penciuman, namun
karena bau kelenjar ini cukup sulit dideskripsikan maka diperlukan pelatihan
lapangan untuk dapat mengidentifikasi bau kelenjar ini.
ii. Mangsa buruan harimau.
Mangsa utama harimau adalah
rusa sambar dan babi, pada
konflik yang menimbulkan
korban ternak, maka akan dapat
ditemukan bekas gigitan harimau
dan cakaran pada tubuh mangsa.
Dalam melakukan identifikasi
terhadap mangsa harimau ini
harus dilakukan secara hati-
hati dikarenakan harimau akan
kembali mendatangi mangsa
dalam beberapa hari untuk
menghabiskan mangsanya.
Dalam melakukan identifikasi Gambar 9. Sapi yang telah dimangsa harimau, pada
hari kedua setelah dilaporkannya informasi konflik.
harimau konflik, akan sangat
tepat memasang kamera penjebak pada temuan mangsa buruan harimau.
Dengan adanya mangsa buruan harimau ini, dapat juga tim mengidentifikasi dari
bau bangkai mangsa yang terbawa angin, sehingga dapat menentukan lokasi
adanya bangkai mangsa.
iii. Rambut harimau.
Pada kejadian konflik harimau, sangat dimungkinkan ditemukan rambut-rambut
harimau pada lokasi konflik.
• Harimau yang terjerat akan banyak meninggalkan rambut-rambut yang
Untuk itu, tim yang melakukan penanganan KMH perlu memahami sampel-sampel
yang dapat diambil dan dibekali pemahaman perijinan atau hal-hal administratif
terkait pengambilan dan penyimpanan sampel.
• Pilih kotoran segar, kondisinya masih segar semakin baik. DNA rusak dengan
cepat bila terkena sinar matahari dan air. Usia kotoran/feces tidak boleh lebih
dari satu atau dua hari. Kotoran lama akan sulit dianalisa genetiknya.
• Kotoran segar mempunyai ciri-ciri masih lembab, dengan lapisan lendir yang
mengkilat di bagian luar dan baunya tajam. Kotoran yang sangat segar biasanya
masih hangat. Kotoran segar adalah sumber terbaik untuk mengambil sampel
untuk pemeriksaan DNA.
• Kotoran baru adalah setelah dikeluarkan satu atau dua hari, lapisan lendir di
permukaan kotoran biasanya telah hilang tetapi baunya masih ada. Bila tidak
ada kotoran segar, anda dapat mengambil sampel dari kotoran baru ini.
• Apabila bau kotoran/feces telah mendekati bau tanah dibandingkan bau kotoran
harimau, ataunya kondisinya sudah kering, ada jamur atau tanaman yang
tumbuh di kotoran, berarti kotoran tersebut sudah lama. Jangan ambil sampel
dari kotoran seperti itu.
Perlengkapan yang perlu dipersiapkan untuk mengambil sampel kotoran/feces guna
pemeriksaan DNA, adalah:
• Jangan sentuh kotoran dengan tangan telanjang anda. Hal ini akan
mengkontaminasi (bercampur) antara DNA satwa dengan DNA anda. Gunakan
sarung tangan atau dedaunan.
• Apabila anda menggunakan sarung tangan/dedaunan, gunakan sepasang
sarung tangan yang baru/dedaunan baru untuk setiap tumpukan kotoran.
Pastikan anda tidak menyentuh permukaan luar sarung tangan dengan
tangan telanjang anda!
• Pengambilan sampel harus dilakukan menggunakan sebuah ranting kering atau
stik kayu kecil. Hanya sentuh satu ujung ranting. Apabila anda menyentuh kedua
ujungnya, anda akan mengkontaminasi sampel dengan DNA anda.
• Gunakan ranting untuk mengambil sebagian kotoran dari permukaan atas, dan
masukkan dalam tabung sampel. Tabung sudah diisi dengan alkohol absolut.
Setelah anda mengambil kira-kira satu sendok kecil kotoran harimau, tutup rapat
tabung, dan letakkan tabung di sebelah anda. Kemudian buang ranting yang
• Jumlah kotoran/feces yang baik untuk diambil adalah kira-kira 1/3 (sepertiga)
dari tabung sampel. Jangan isi tabung penuh dengan sampel kotoran.
• Koleksi sampel dari kotoran segar (+/- 1 hari), ambil 1 sampel dari permukaan
atas, dan dari kotoran baru (2-3 hari), ambil 1 sampel dari permukaan atas, 1
sampel dari permukaan bawah. Dari kotoran yang usianya lebih dari 3 hari ambil
1 sampel dari bagian dalam.
• Anda akan membutuhkan sebuah ranting kering atau lebih baik apabila
menggunakan stik es krim untuk mengambil sampel. Hati-hati, hanya sentuh
satu ujung ranting/stik es krim. Jangan sentuh bagian yang akan anda gunakan
untuk mengambil sampel.
Data pendukung saat pengambilan sampel adalah:
• Ambil dokumentasi/foto kotoran, paling baik adalah mengambil dari atas, dengan
pembanding (misalnya pita meteran).
Pemeriksaan ektoparasit
Jenis-jenis ektoparasit pada satwa harimau sumatera di habitat alami yakni:
• Golongan lalat
• Golongan tungau
• Golongan caplak: Rhipicephalus sp. (caplak anjing), Boophilus sp.
Identifikasi jenis ektoparasit dari koleksi sampel berupa caplak atau tungau dapat
diambil pada kulit atau pangkal rambut harimau. Sampel juga dapat diambil pada
saat melakukan penanganan langsung. Bagian tubuh yang sering menjadi tempat
parasit ini antara lain:
1. Dagu
2. Sela-sela jari kaki
3. Telinga bagian dalam
4. Bagian kulit yang tersembunyi, dibawah rambut.
Gambar 15. Vaccutainer dengan anti- Gambar 16. Tabung ependorf berisi
koagulan EDTA serum.
Gambar 17. Contoh kotak transport vaksin yang dapat dipergunakan untuk membawa sampel selama
di lapangan.
Gambar 20. Pemasangan kamera penjebak dengan menggunakan tiang buatan (Foto: WCS)
Data yang baik akan memudahkan saat proses analisis. Foto-foto hewan mangsa atau
jenis satwa lain yang terekam sebaiknya tetap disimpan karena dapat dipergunakan
untuk analisis pendukung.
Keterangan pengisian data kamera penjebak
Lokasi Diisi dengan informasi nama desa, kecamatan dan kabupaten
Tgl & Jam Tanggal dan Jam. Diisikan dengan tanggal dan jam pada saat foto tersebut diperoleh,
data ini dapat diperoleh dari metadata file foto hasil kamera penjebak
ID kam ID Kamera. Diisi dengan nomor seri atau kode kamera yang dipergunakan
Koordinat Koordinat diisikan titik koordinat penempatan kamera, jika menggunakan sepasang
kamera (2 unit), maka koordinat dari kedua kamera dapat menggunakan koordinat
yang sama. Sistem koordinat dapat menggunakan sistem UTM maupun derajat sesuai
dengan metode yang biasa dipergunakan. Jika menggunakan sistem koordinat UTM
maka kode zona harus dicantumkan.
Foto kiri Diisi dengan foto harimau yang menunjukkan tubuh sebelah kiri, ditambahkan juga
nama file foto
Foto kanan Diisi dengan foto harimau yang menunjukkan tubuh sebelah kanan, ditambahkan juga
nama file foto
ID harimau Penamaan harimau untuk setiap sepasang foto yang diperoleh.
Note Keterangan. Diisikan informasi tambahan yang diperoleh dari informasi konflik. Kondisi
saat melepas kamera bisa juga dicatat di dalam note ini. Apakah kamera masih dalam
kondisi baik/rusak/hilang, kamera aktif/tidak aktif.
A B
Gambar 21. Contoh perbedaan pola loreng untuk identifikasi perbedaan individu harimau sumatera.
(Foto: FFI)
Jika tidak dapat mendapatkan foto yang menunjukkan sisi yang sama maka proses
identifikasi menjadi lebih sulit.
Pada foto diatas terdapat testis dibawah ekor. Organ ini memastikan bahwa harimau
tersebut berkelamin jantan.
2 1
4
3
5
Gambar 23. Bagian-bagian pada gigi harimau yang dipergunakan untuk menaksir umur (Foto: WCS).
Keterangan:
1. Gigi seri. Pada contoh gambar diatas, gigi seri sudah merupakan gigi permanen.
2. Taring. Pada gambar diatas, taring sudah merupakan taring permanen
3. Alur taring. Tepian tajam pada pinggir taring mulai dari pangkal hingga ujung taring. Alur taring
akan semakin menghilang dengan bertambahnya umur karena bergesekan dengan tulang-
tulang hewan yang dimangsa.
4. Pengeroposan. Biasa ditemukan pada harimau yang sudah dewasa, pengeroposan ini banyak
sebagai akibat alami pergesekan dengan tulang.
5. Tarikan gusi. Semakin bertambahnya umur, gusi akan sedikit mengalami perubahan, sehingga
terlihat bagian taring yang dahulunya tertutup oleh gusi. Bagian taring yang dahulunya tertutup
gusi akan lebih gelap dan biasa berbatas jelas.
Warna gigi. Dari kedua foto diatas tampak perbedaan warna (putih dan kuning-kecoklatan).
Harimau muda cenderung bergigi putih, sedangkan yang berwarna menunjukkan umur yang lebih
tua.
Gambar 24. Contoh gigi harimau. (A) adalah bentuk taring susu (taring terlihat kecil dan ramping),
sedangkan (B) adalah taring permanen yang sedang tumbuh. (Foto: WCS).
Gambar 25. Taring yang telah patah dan terdapat karies gigi
(Foto: WCS).
a. Taring sudah tumbuh panjang, runcing, kuat, besar namun belum maksimal
15 bulan
b. Gigi berwarna putih bersih
a. Taring mulai berubah warna dari putih menjadi sedikit kuning 3 tahun
b. Alur taring berkurang, namun masih bisa teraba pada bagian yang lebih dekat
dasar gigi
a. Gigi kecoklatan, alur gigi tidak teraba, terdapat pengeroposan yang cukup 9-10 tahun
signifikan
b. Terlihat jelas adanya tarikan gusi
Referensi
Boomgaard, P. (2001). Frontiers of fear: Tigers and people in the Malay World, 1600
– 1950 . Yale University Press, New Haven and London.
Franklin, N., Bastoni, Sriyanto, Siswomartono, D. Manansang, J., & Tilson, R.
(1999). Last of the Indonesian tigers: a cause for optimism. In Riding the Tiger: Tiger
Conservation in Human-dominated Landscapes (eds J. Seidensticker, S. Christie &
P. Jackson). Cambridge University Press, 130-147.
Hines JE (2006) Program PRESENCE Version 2.4. Program PRESENCE Version
2.4 ed. Laurel, USA: USGS-Patuxent Widlife Research Center.
IUCN. (2015). Redlist: Tiger (Panthera tigris). downloaded: May 05, 2016 available
on www.iucnredlist.org.
Indonesian Ministry of Forestry. (2007). Strategy and action plan for the Sumatran
tiger (Panthera tigris sumatrae) 2007 - 2017. Indonesian Ministry of Forestry, Jakarta,
Indonesia.
Kinnaird, M. F., Sanderson, E. W., O’Brien, T. G., Wibisono, H. T., & Woolmer, G.
(2003). Deforestation trends in a tropical landscape and implications for endangered
large mammals. Conservation Biology Volume 17, 245-257.
Linkie, M., Martyr, D. J., Holden, J., Yanuar, A., Hartana, A. T., Sugardjito, J., &
Leader-Williams, N. (2003). Habitat destruction and poaching threaten the Sumatran
tiger in Kerinci Seblat National Park, Sumatra. Oryx, 37(1), 41–48 DOI: 10.1017/
S0030605303000103.
Linkie, M., Wibisono, H. T., Martyr, D. J., & Sunarto, S. (2008). Panthera tigris
spp. sumatrae. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2014.3. www.
iucnredlist.org. Downloaded on 1st February 2015.
McNeely, J. A., & Sochaczewski, P. S. (1988). Soul of the tiger: Searching for nature’s
answers in Southeast Asia. A Kolowalu Book, University of Hawai’i Press, Honolulu.
Page 192
1. Tipologi konflik
Pada umumnya insiden KMH yang sering dihadapi oleh petugas atau tim
penanggulangan konflik ini terjadi dengan bentuk/tipe kejadian sebagai berikut:
Kondisi ini perlu diperhatikan oleh tim yang melakukan pemantauan lokasi-
lokasi konflik karena informasi dan cerita yang disampaikan kadang kala bukan
merupakan kejadian baru.
c. Frekuensi kejadian
Frekuensi kejadian (berulang atau tidaknya konflik) juga merupakan faktor yang
dipertimbangkan, sebagai contoh, situasi konflik yang tidak terlalu berpotensi
membahayakan jika terjadi berulang kali akan dapat berujung pada perburuan.
Tabel 2. Tabel tingkat konflik (sumber: Permenhut Nomor P.48/2008)
A.Kerugian B. Kerugian ekonomi C. Kerugian Fisik/jiwa
Psikologis
1. Korban ternak diluar 1. Korban luka-luka
KORBAN 1.Harimau kandang
Muncul 2. Korban luka-luka
2. Korban ternak di luar (berulang)
2.Harimau kandang berulang-
Muncul ulang 3. Korban Meningal
Berulang 4. Korban Meningal
dalam waktu > 3. Korban ternak di
dalam kandang Berulang
1 minggu
LOKASI 4. Korban ternak di
dalam kandang
berulang
A1 A2 B1 B2 B3 B4 C1 C2 C3 C4
Taman Nasional,
I. Kawasan
Cagar Alam, SM,
Konservasi
Tahura, HL
Perkebunan
III. Areal
Penggunaan Ladang
Lain
Pemukiman
Grafik 1. Jenis ternak yang paling sering dimangsa oleh harimau. Kambing merupakan jenis yang sering
menjadi korban, diikuti sapi. (Erlinda C. Kartika, data KLHK).
a. Desa atau pemukiman enclave yang berada ditengah habitat harimau sumatera.
b. Desa terdalam yang berbatasan langsung dengan hutan habitat harimau.
Masyarakat dapat melaporkan konflik melalui aparat desa yang kemudian aparat
desa menindaklanjuti laporan tersebut kepada pihak yang berwenang (BKSDA/
Taman Nasional/KPH) sesuai dengan garis merah. Alternatif apabila tidak memiliki
akses untuk melaporkan kepada pihak yang berwenang, maka aparat desa dapat
melaporkan melalui Polsek setempat maupun LSM pemerhati lingkungan di sekitar
lokasi yang kemudian menindaklanjuti laporan tersebut kepada BKSDA.
Untuk dapat memberikan laporan yang cukup informatif maka masyarakat, petugas
..................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
Lokasi Konflik:
Jika ada foto temuan, harap disimpan untuk dikonfirmasi oleh petugas yang akan melakukan
penanganan konflik.
Informasi ini dibuat sebenar-benarnya untuk dilakukan upaya penanggulangan konflik oleh petugas
BKSDA dan jajarannya.
Nama: Nama:
Contoh formulir diatas merupakan informasi awal yang perlu disampaikan oleh
masyarakat kepada petugas penanggulangan konflik.
Gambar 26. Kandang anti serangan harimau untuk ternak kambing (Foto: WCS)
• Pembersihan ladang dan kebun dari semak belukar. Kebun merupakan lokasi
yang sering menjadi tempat berkeliarannya satwa mangsa seperti babi hutan,
kijang maupun rusa, sehingga sangat memungkinkan keberadaan satwa mangs
tersebut mengundang adanya harimau. Kebun yang banyak terdapat semak
memudahkan harimau bersembunyi dari pandangan manusia. Kebersihan
kebun dapat meminimalisir adanya harimau di sekitar kebun. Masyarakat perlu
saling berotong-royong untuk membersihakan kebun dari semak dan belukar
secara rutin.
Jika hal (bertemu secara langsung dengan harimau) ini terjadi maka
disarankan untuk berjalan mundur (tidak membelakangi harimau) dan
meninggalkan barang bawaan atau pakaian sebagai alat untuk mengalihkan
perhatian harimau.
Gambar 27. Jerat-jerat yang ditemukan di pinggir dan dialam kawasan sebagai hasil patroli (Foto: WCS)
a. Informasi konflik
Informasi Konflik yang dimaksud adalah informasi dari masyarakat yang disampaikan
melalui berbagai media informasi seperti telepon, email, sms dan/atau aplikasi-
aplikasi pengiriman pesan dan gambar lainnya.
Di masa teknologi dan internet yang sudah menjangkau hampir seluruh wilayah
Sumatera, informasi konflik sangat mudah disampaikan kepada para pihak yang
berwenang. Masyarakat umum tidak selalu memahami bagan ini, sehingga diperlukan
sosialisasi alur proses dan tahapan penanggulangan konflik.
Beberapa hal yang biasa terjadi di lapangan adalah:
• Masyarakat melaporkan adanya konflik kepada kepala desa, kepala dusun atau
polsek setempat. Ini adalah hal positif dan perlu diantisipasi oleh tim SATGAS.
Tim SATGAS perlu menyebarkan informasi kepada perangkat desa, camat,
polsek maupun koramil untuk dapat menyampaikan informasi kejadian konflik
kepada SATGAS dengan cara “menitipkan” nomor telepon SATGAS kepada
para pihak diatas. Media sosialisasi juga dapat dipertegas dengan pembuatan
poster SATGAS yang dibagikan kepada para pihak terkait.
• Dengan adanya nomor telepon “hotline” (24 jam sehari, 7 hari seminggu) yang
dipergunakan sebagai sarana masuknya informasi maka tim SATGAS perlu
memiliki satu sistem untuk memantau dan pendataan informasi yang masuk.
• Forum HarimauKita (FHK) dalam hal ini sebagai forum yang yang membantu
mengkomunikasikan berbagai inisiatif konservasi harimau turut membantu
mengelola informasi konflik. Informasi ini disusun menjadi database konflik
secara nasional yang dipergunakan untuk dikomunikasikan dengan berbagai
pihak untuk penanganan lebih lanjut.
• Data dan informasi yang telah masuk kemudian ditindaklanjuti oleh tim SATGAS
untuk melakukan verifikasi informasi.
• Apabila tidak terdapat bukti foto, maka tidak disarankan untuk masyarakat yang
belum terlatih untuk melakukan pengecekan konflik sendiri. Tim SATGAS atau
anggota tim SATGAS terdekat yang telah terlatih dan memiliki perlengkapan
minimal dapat melakukan pengecekan dengan dibantu masyarakat.
• Adakalanya informasi yang disampaikan sudah tidak baru atau tidak tepat. Jika
informasi yang diperoleh tidak tepat/negatif , maka tidak perlu ada penanganan
tambahan. Di lokasi tersebut yang diperlukan adalah sosialisasi dan
pendampingan kepada masyarakat supaya mampu menyampaikan informasi
lebih akurat (terutama untuk wilayah rawan konflik).
iii. Tim SATGAS membawa selebaran dan poster bahan sosialisasi dan
memasang poster pada kantor-kantor desa dan polsek (bila belum
terpasang).
iv. Tanda keberadaan harimau dapat mudah hilang disebabkan oleh aktifitas
manusia maupun akibat cuaca (hujan).
Proses verifikasi lapangan:
i. Berdiskusi dengan masyarakat dan aparat desa mengenai tahapan yang
akan dilakukan.
iv. Melakukan survei singkat pada jalur-jalur potensial yang dilalui harimau
(meskipun tidak jalur ini tidak dilaporkan oleh masyarakat)
vi. Jika terdapat bangkai satwa mangsa atau ternak, lokasi ini harus dipasang
kamera penjebak karena potensi untuk mendapatkan foto harimau akan
lebih tinggi.
vii. Jika terdapat korban manusia maka penanganan korban harus segera
dikoordinasikan dengan pihak terkait. (Dinas Kesehatan)
c. Penanganan awal
Informasi konflik yang valid dilanjutkan dengan tindakan penanganan awal (akan
dijelaskan di dalam poin C pada bab III). Pada intinya penanganan awal ini adalah
termasuk
Penanganan awal dan penanganan lanjut dipisahkan supaya tidak terjadi saling
menunggu untuk melakukan respon. Penanganan awal tidak mewajibkan keberadaan
dokter hewan dalam tim termasuk perlengkapan-perlengkapan yang lebih lengkap.
d. Penanganan lanjut
Penangangan lanjut adalah penanganan yang dilakukan tim untuk menanggulangi
masalah yang terjadi. Penanganan lanjut sudah dapat berupa penghalauan maupun
penangkapan apabila diperlukan. Apabila konflik masuk dalam kategori tingkat resiko
sedang, maka penanganan lebih dititik-beratkan kepada penghalauan. Sedangkan
apabila konflik masuk dalam kategori tingkat resiko tinggi maka penanganan
lanjut perlu mempersiapkan diri untuk melakukan penangkapan. Informasi level
penanganan ini diperoleh oleh SATGAS sebagai hasil dari proses verifikasi informasi
dan data-data kejadian konflik sebelumnya di lokasi tersebut.
Proses penghalauan maupun penangkapan diputuskan dan oleh koordinator
SATGAS Penanggulangan Konflik. Lebih detail mengenai proses penanganan lanjut
ini dijelaskan pada bab III segmen D.
Gambar 3
Menyalakan Handflare
B
1. Pegang lingkaran merah dan tarik keluar untuk membebaskan
indikator pelatuk (gerakan seperti membuka tutup spidol)
Gambar 3 A
2. Putar lingkaran merah (Gambar 3 B)
A hingga posisi indikator pelatuk seperti pada gambar 4.
c. Sarana transportasi
Pada kegiatan penanganan konflik, transportasi sangat penting dalam
pergerakan seluruh pihak yang terlibat maupun yang terdampak KMH. Alat
transportasi juga disesuaikan dengan kondisi medan seperti transportasi darat
dengan kendaraan berpenggerak empat roda (4WD) untuk media jalan buruk,
mendaki dan sulit, untuk rawa dan sungai menggunakan perahu dan sebagainya.
Kebutuhan transportasi juga disesuaikan mengikuti strategi yang digunakan
dalam penanganan konflik. Biasanya konflik terjadi di lokasi yang sulit ditempuh
oleh kendaraan roda empat, sehingga akan lebih baik tim penanggulangan
konflik juga mempersiapkan sepeda motor trail untuk memudahkan mobilisasi.
a. Ketentuan pembiusan
(1) Tindakan pembiusan dilakukan apabila satwa dalam keadaan yang agresif,
tidak dapat ditangani secara fisik dan membahayakan petugas.
(4) Pembiusan dilakukan oleh dokter hewan atau atas supervisi dokter hewan
yang bertanggung jawab.
b. Peralatan pembiusan:
(1) Alat anaesthesia (pembiusan) yang berisi alar bius jarak jauh, seperangkat
alat suntik dan obat-obatan.
(2) Alat lain seperti stetoskop, termometer, endotracheal tube dan corong untuk
pemberian enema dan air dingin jika terjadi hypertermia.
(3) Peralatan tambahan seperti syringe dan kapas.
(4) Obat-obatan lain seperti multivitamin, antibiotik long-acting, analgesik,
antipyretic, obat tetes mata, obat cacing suntik, dexamethasone, antiseptik.
(5) Persiapan kondisi emergency dengan set infus dan cairan infus LR maupun
glukosa.
4. Perlengkapan tambahan
Dalam penghalauan terdapat beberapa peralatan tambahan guna mendukung
perlengkapan utama. Adapun perlengkapan tambahan tersebut menyesuaikan
kondisi saat penghalauan seperti apabila malam membutuhkan senter penerangan
dsb. Perlengkapan ini tidak harus selalu dibawa pada saat penanganan konflik
namun hanya disediakan apabila diperlukan.
Gambar 30. Desain kandang perangkap harimau sederhana beserta dengan prinsip kerjanya.
Kandang transport perlu dilengkapi dengan kain lebar (yang dapat mengelilingi
kandang) yang dipergunakan untuk menutup kandang setelah harimau berada
didalamnya. Tujuan dari penutupan kandang dengan menggunakan kain ini
untuk mengurangi stress harimau akibat kerumunan massa.
C. Penanganan Awal
Tim penanganan awal yang terdiri dari tim yang lebih memiliki kemampuan untuk
melakukan survei cepat dan juga memilki pemahaman biologi dan ekologi harimau
segera ditutunkan. Sebelum tim tersebut sampai, kegiatan koordinasi dengan
perangkat desa dan juga dengan MUSPIKA dapat dilakukan oleh tim verifikasi.
Dalam melakukan penanganan awal ini, beberapa hal dapat dilakukan antara lain:
Untuk harimau:
• Melakukan pengawasan dan pendeteksian pergerakan harimau secara rutin.
• Menyusun strategi yang tepat: pemantauan, penghalauan dan penangkapan.
D. Penanganan Lanjut
Penanganan lanjut merupakan hasil rekomendasi dan pertimbangan dari
perkembangan situasi konflik. Untuk mendapatkan informasi situasi konflik, maka
diperlukan adanya tim yang berda di lokasi dan aktif melakukan pemantauan
pergerakan terbaru harimau konflik. Penanganan lanjut didasarkan pada analisis
tingkat resiko konflik sebagaimana kriteria-kriterianya telah dijelaskan pada bab II.
Tindakan terhadap
Keterangan
Harimau Manusia
• Tidak ada tindakan Edukasi
Konflik resiko rendah
• Pemantauan/patroli
• Pemantauan/patroli • Edukasi
• Penghalauan • Pengamanan manusia
Konflik resiko menengah dan ternak
• Rescue
• Translokasi
• Rescue • Edukasi
• Translokasi • Pengamanan manusia
Konflik resiko tinggi dan ternak
• Eutanasia
• Kompensasi
Beberapa peralatan yang dibutuhkan terkait hal ini antara lain adalah:
1. Pastikan bahwa terdapat koridor/jalur satwa yang dapat digunakan harimau untuk
melintas. Koridor atau jalur satwa merupakan penghubung atau jalur lintasan
yang paling diperlukan selama penghalauan. Pemilihan jalur juga harus didasari
oleh arah koridor/jalur satwa tersebut yang menuju ke kantong habitat/hutan/
kawasan yang memang dihuni harimau yang minim aktifitas manusia. Selain itu
sepanjang koridor/jalur satwa yang digunakan untuk penghalauan diupayakan
minim dari kehadiran manusia sehingga diupayakan untuk mengosongkan
jalur tersebut agar tidak terjadi serangan maupun harimau yang takut/enggan
melintas jalur tersebut. Pada kawasan yang rawan dan memiliki potensi konflik
yang tinggi, penilaian terhadap koridor jalur satwa mutlak perlu dilakukan untuk
langkah antisipasi.
5. Membentuk dengan cepat tim penghalauan yang terdiri dari berbagai pihak.
Penghalauan harimau merupakan tindakan yang rawan dan memerlukan
pengetahuan dan pengalaman individual yang baik. Keterlibatan orang yang
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang baik mengenai upaya penghalauan
harimau menjadi urgen dalam sebuah tim penghalauan. Selain itu, beberapa
orang yang memiliki kemampuan pendukung seperti medis dan penggunaan
peralatan maupun komunikasi yang baik dapat menunjang kesuksesan upaya
penghalauan.
d) Waktu aktif harimau adalah pada sore hari, sehingga kegiatan penghalauan
akan efektif dilakukan pada sore hari hingga malam hari.
e) Meriam suara dibunyikan secara berurutan dari gambar bagian atas ke bawah
setiap 1 jam. Bunyi meriam pertama disusul dengan meriam kedua diusahakan
tidak bersamaan dan tidak terlalu lama. Estimasi waktu membunyikan antara
meriam pertama dan kedua kurang lebih 5-10 menit.
g) Pada setiap siang hari, tim melakukan survei kecil untuk melihat apakah
menemukan adanya tanda-tanda keberadaan harimau yang masih baru. Jika
masih ada, maka kegiatan penghalauan ini dapat diperpanjang.
1. Tipe konflik
a. Harimau telah menyerang manusia. Lakukan analisis lebih lanjut tentang
penyebab harimau menyerang manusia lihat nomor 3
[Khusus untuk serangan yang telah lebih dari 1 kali oleh individu yang sama,
atau harimau menyerang manusia diikuti dengan pemangsaan, maka harimau
sebaiknya ditangkap]
b. Harimau memangsa hewan ternak. Seringkali hewan ternak yang diterkam
adalah yang digembalakan di pinggir hutan, karenanya perlu pencegahan
agar tidak berulang kejadian yang sama di masa datang lihat nomor 2
2. Frekuensi Konflik
a. Harimau yang sama telah menyerang atau membunuh lebih dari satu orang
pada kejadian yang berbeda. Harimau ini sebaiknya segera ditangkap untuk
menghindari terjadinya serangan terhadap orang lain di masa datang
lihat nomor 2b
b. Harimau telah menyerang satu atau lebih manusia dalam satu kejadian tunggal.
Sebelum menentukan tindakan apa yang akan dilakukan, lakukan analisis
lebih lanjut mengapa harimau menyerang manusia lihat nomor 3
c. Harimau membunuh hewan peliharaan dalam satu kejadian. Kecuali ada bukti
nyata bahwa harimau tersebut cedera atau sakit, pada kondisi ini tindakan yang
diperlukan adalah pemantauan (observasi). Penangkapan hanya diperlukan
jika kondisi bertambah parah. Jika diperlukan, bisa dilakukan penghalauan
saja.
d. Harimau berulang kali membunuh hewan peliharaan selama periode waktu
yang lama lihat nomor 4
f. Kesehatan
i. Harimau cedera/cacat yang tidak bisa disembuhkan tanpa meninggalkan
kerusakan permanen akan kehilangan kemampuannya untuk menangkap
mangsa, maka dapat dipertimbangkan untuk dipindahkan atau ditangkap.
ii. Jika harimau yang cedera bisa diobati dan disembuhkan, atau jika harimau
tersebut terlalu kurus, sangat mungkin untuk merehabilitasi mereka dahulu
dan kemudian memindahkan atau melepaskannya kembali sedapat
mungkin di sekitar lokasi penangkapan.
1. Tim Koordinasi Penanggulangan Konflik Manusia dan Satwa Liar dengan tugas
pokok adalah membantu Kepala Daerah dalam mengurangi konflik manusia dan
satwa liar di kabupaten, lintas kabupaten dan provinsi. Fungsi tim koordinasi ini
antara lain:
a. Struktur tim koordinasi penanggulangan konfik antara manusia dan satwa liar
Gubernur menetapkan Tim Koordinasi Penanggulangan Konflik antara manusia
dan satwa liar dengan struktur sebagai berikut:
Ketua : Gubernur/Wakil Gubernur/Sekretaris Daerah
Wakil Ketua : Kepala Dinas Propinsi yang membidangi kehutanan
Sekretaris : Kepala Balai Besar/Kepala Balai KSDA
Anggota : Terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
1. Bappeda Propinsi
2. DPRD Propinsi
3. Balai Besar/Balai Konservasi Sumber Daya Alam
4. Balai Besar/Balai Taman Nasional
5. Dinas Propinsi yang membidangi Kehutanan
6. Dinas Propinsi yang membidangi Perkebunan
7. Dinas Propinsi yang membidangi Pertanian
8. Dinas Propinsi yang membidangi Peternakan
9. Dinas Propinsi yang membidangi Kesehatan
a. Kompetensi tim satuan tugas penanggulangan konflik manusia dan satwa liar
Tim Satuan Tugas harus memiliki kompetensi dasar sebagai standar minimal dalam
kegiatan mitigasi KMH. Adapun kompetensi dasar tersebut antara lain:
1. Sehat jasmani dan rohani. Sebagai anggota tim mitigasi konflik utamanya harus
dalam kondisi sehat jasmani dan rohani. Hal ini dikarenakan tingkat resiko dan
potensi berbahaya lainnya selalu mengiringi dalam proses penanganan KMH.
4. Sehat fisik dan kuat mental. Sebagai anggota tim mitigasi konflik harus kuat
secara psikis dan mental dalam menghadapi tantangan sebagai bagian dari
upaya mitigasi konflik yang dilakukan. Biasanya tantangan tersebut berupa
tekanan psikis dan mental dari masyarakat, pihak lain, harimau, maupun kondisi
tempatan pada umumnya.
Guna membangun kompetensi tim yang telah dibentuk melalui Surat Keputusan
Gubernur, maka diperlukan kegiatan pelatihan dan upaya-upaya membangun
sinergi program kerja antar berbagai instansi.
Sebagai contoh, pembangunan dan pencapaian target swa sembada daging yang
diusung oleh Dinas Pertanian dan Peternakan bertujuan merangsang minat warga
untuk meningkatkan kuantitas hewan ternak, dengan tatacara beternak tradisional
(tanpa pengandangan) maka potensi konflik antara harimau dengan ternak akan
semakin meningkat. Situasi-situasi seperti ini perlu dikomunikasikan untuk dapat
saling mendukung program satu instansi dengan instansi lain.
Sumber daya dokter hewan yang tersedia untuk melakukan penanggulangan konflik
terutama untuk melakukan rescue masih terbatas jumlahnya. Jarak dan jangkauan
yang sangat jauh menyebabkan respon/rescue tidak dapat dilakukan secara
cepat. Dokter hewan di Dinas Peternakan/Pertanian setiap kabupaten merupakan
sumber daya yang dapat dikembangkan kapasitas dan keahliannya untuk memiliki
kemampuan dalam melakukan rescue terhadap satwa liar. Diperlukan kerjasama
berbagai instansi terutama Dinas Pertanian/Peternakan dengan UPT KSDA maupun
Taman Nasional untuk dapat merealisasikan skema respon konflik yang cepat.
a. Pemerintah pusat
Yang dimaksud dengan pemerintah disini adalah pemerinth pusat. Pemerintah
merupakan pemegang kebijakan penting dalam upaya mitigasi KMH. Seluruh
pengawasan kebijakan dan peraturan dibawah otoritas pemerintah dengan
diturunkan pada masing–masing Unit Pelaksana Teknis (UPT) seperti BKSDA
dan Balai Taman Nasional. Pada dasarnya segala keputusan terhadap upaya
mitigasi konflik manusia–harimau berada dibawah kewenangan pemerintah.
b. Pemerintah daerah
Pemerintah daerah yang dimaksud adalah struktur pemerintah provinsi,
kabupaten dan SKPD memiliki keterkaitan dengan penanggulangan konflik.
SKPD yang terkait diantaranya; Dinas Pertanian dan Perkebunan dan Dinas
c. Masyarakat/Individu khusus
Komponen masyarakat merupakan bagian penting dari upaya mitigasi konflik
manusia–harimau mengingat mereka berpotensi terdampak langsung terhadap
konflik yang terjadi terutama pada kawasan potensial konflik. Masyarakat
menjadi garda terdepan dalam upaya mitigasi konflik yang dilakukan sehingga
memerlukan dukungan penuh dari pihak–pihak lainnya. Dukungan masyarakat
menjadi kunci dalam upaya konservasi harimau. Masyarakat yang dimaksudkan
adalah masyarakat luas maupun masyarakat yang bersinggungan langsung
dengan harimau sumatera. Tanpa dukungan mereka, bukan tidak mungkin
upaya konservasi harimau dapat berjalan dengan mudah. Masyarakat dapat
berperan baik secara aktif maupun pasif dalam konservasi harimau. Salah
satu wujud nyata peran masyarakat dalam upaya konservasi harimau adalah
tidak melakukan tekanan terhadap keberlangsungan hidup harimau seperti
melakukan dan terlibat dalam perburuan dan perdagangan harimau, menunjang
penyusutan habitat harimau dan lain sebagainya.
Dalam hal penangulangan konflik, masyarakat yang berada di wilayah potensi
konflik perlu mendapatkan pelatihan mengenai identifikasi tanda-tande
keberadaan harimau serta pemahaman mengenai penyebab terjadinya konflik.
Masyarakat yang mengetahui jenis-jenis tanda keberadaan harimau akan
memberikan informasi yang lebih akurat akan terjadinya konflik secara lebih dini,
sehingga upaya penanggulangan konflik dapat dilakukan dengan lebih cepat
dan tepat.
Harimau yang dilepasliarkan akan melewati beberapa tahap proses dan interaksi
dengan individu-individu lain di dalam populasi alami. Tahap-tahap ini diterjemahkan
menjadi indikator-indikator keberhasilan pelepasliaran.
Dalam hal translokasi indikator paling utama adalah kemampuan hidup (survival)
dan menemukan teritori. Kemampuan berkembang-biak akan dilakukan pemantauan
lanjutan yang dipisahkan dari indikator keberhasilan pelepasliaran. Selain indikator
ekologi salah satu indikator lain yang dijadikan sebagai indikator keberhasilan
pelepasliaran adalah berkurangnya konflik dengan masyarakat setelah konflik
(Goodrich & Miquelle, 2005)
a) Daerah yang memiliki hewan mangsa yang rendah (RAI<0.3/km2) maka harimau
akan dianggap sukses jika mampu bertahan selama sekurang-kurangnya 13
minggu
b) Daerah yang memiliki hewan mangsa sedang (0.3<RAI< 0.8/km2) maka harimau
akan dianggap sukses jika mampu bertahan selama sekurang-kurangnya 11
minggu
c) Darah yang memiliki hewan mangsa yang tinggi (RAI> 0.8/km2) maka harimau
akan dianggap sukses jika mampu bertahan selama sekurang-kurangnya 10
minggu.
3. Berkembang biak
Harimau hasil pelepasliaran akan menemukan pasangannya dan berkembang biak.
Pemantauan proses perkembangbiakan dilakukan untuk individu harimau betina
(dewasa) dengan cara secara rutin melakukan kamera penjebak di wilayah jelajah
hasil pantauan GPS collar. Memonitor perkembangbiakan ini tidak wajib karena
bisa diasumsikan harimau yang bertahan hidup dan menemukan teritorinya masih
memiliki perilaku alami dan akan berinteraksi dengan individu lain. Namun begitu,
akan sangat baik jika harimau hasil pelepasliaran dapat terpantau hingga berhasil
berkembang biak.
2. Harimau memangsa Harimau sering terjerat oleh jerat-jerat babi yang Dilanjutkan
ternak secara dipasang untuk mencegah hama babi, atau pemburu proses penilaian
berulang yang memasang jerat untuk rusa/kijang atau terjebak
di lokasi perburuan hewan lainnya.
5. Harimau menyerang Harimau yang menyerang manusia dan memangsa Diarahkan untuk
manusia (ofensif) korban. Verifikasi dan visum korban diperlukan untuk ditempatkan
dan memangsa mendukung penilaian ini. pada lembaga
manusia. ex-situ
a. Penilaian umur
Umur individu erat kaitannya dengan potensi individu tersebut dalam berinteraksi
serta potensi berkembangbiak di dalam habitat barunya. Kategori umur individu
harimau didasarkan pada studi (Sunquist et al., 1999)
1. Harimau sehat
Adalah harimau yang secara fisik utuh, selain harimau yang memiliki kondisi
tubuh utuh atau hanya terdapat luka yang tidak serius misalkan luka di ekor atau
bagian lain yang tidak mempengaruhi kemampuan gerak harimau. Beberapa
harimau konflik mengalami kerusakan satu taring atau kehilangan satu jari
juga termasuk dalam kondisi sehat. Harimau yang sehat diharapkan dapat
ditranslokasi segera sehingga dapat berkembangbiak secara alami.
1. Pemeriksaan kesehatan
Untuk saat ini diperlukan screening CDV (Canine Distemper virus) dan penyakit
yanga da pada harimau lainnya juga dianggap perlu namun di Indonesia belum
dapat melakukan pemeriksaan Canine Distemper. Pemeriksaan hematologi
diperlukan untuk membangun informasi mengenai nilai standar kesehatan
harimau sumatera.
Pemeriksaan parasit Sampling dan Identifikasi Sampling dan identifikasi kutu, cacing
jenis endo dan ektoparasit. maupun telur cacing. Sampel yang
diperlukan antara lain feces, dan sampel
kutu yang ditemukan secara langsung.
c. Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan untuk memastikan bahwa harimau memangsa secara
mandiri dengan kandang rehabilitasi yang cukup luas (>1000 m2) yang dikelilingi
dengan pagar pengaman serta kandang pemisah untuk memudahkan penanganan
dalam masa rehabilitasi. Jika rehabilitasi dilakukan di kebun binatang, maka areal
rehabilitasi tersebut harus tertutup dari kunjungan masyarakat. Pemberian makanan
selama rehabilitasi harus disesuaikan dengan pakan alaminya dan sejauh mungkin
menghindari daging berasal dari hewan domestik seperti sapi, kambing dan ayam
(dengan asumsi adalah ketika harimau terbiasa memakan daging yang berasal dari
hewan ternak memiliki potensi yang lebih besar untuk berkonflik dengan ternak).
Selama poses rehabilitasi harus mempertimbangkan metode pemberian pakan yang
dapat berpotensi merubah perilaku harimau menjadi ketergantungan sumber pakan
dari manusia.
Untuk memberikan rekomendasi mengenai kesiapan individu harimau untuk dapat
dilepasliarakan, masa rehabilitasi ini juga dipandu dengan indikator-indikator sebagai
berikut:
1. Melakukan pemantauan terhadap titik-titik koordinat GPS collar dan jika perlu
dapat melakukan ground-check untuk memastikan bahwa harimau telah
melakukan pemangsaan alami paska pelepasliaran. Pada keadaan normal,
harimau melakukan pemangsaan rata-rata setiap 5-7 hari, dengan asumsi
ini maka lokasi-lokasi yang secara berulang didatangi harimau (berdasarkan
data GPS-collar) dapat dilakukan ground-check untuk memastikan terjadinya
pemangsaan alami.
2. Harimau betina dewasa diharapkan dapat berkembang-biak dalam 1-2 tahun
paska pelepasliaran, sehingga diperlukan pemasangan kamera penjebak secara
rutin (6 bulan sekali). Monitoring perkembang-biakan ini terutama diperlukan
untuk individu dewasa betina yang berumur 3 tahun keatas. Target kamera
penjebak adalah untuk mendapatkan foto individu yang mengasuh anak.
3. Memetakan koordinat GPS collar setiap hari untuk mengetahui keberadaan
harimau. Jika harimau diketahui mendekati kampung maka tim mitigasi konflik
harus segera berkoordinasi dengan kampung yang dituju individu tersebut dan
melakukan upaya-upaya pencegahan KMH.
E. Pelepasliaran Langsung
Pelepasliaran langsung dilakukan jika mendapati kondisi harimau yang sehat,
tidak memiliki catatan sejarah konflik yang membahayakan manusia ataupun
ternak. Harimau yang tertangkap mungkin akan mengalami luka, jika luka ini cukup
ringan dan diprediksi dapat sembuh secara alami oleh dokter hewan, maka proses
pelepasliaran secara langsung dapat dilakukan. Proses pelepasan secara langsung
dilakukan dengan membawa harimau tersebut cukup jauh dari pemukiman namun
masih tetap berada di blok hutan tersebut.
1. Koordinasi dengan perangkat desa dan MUSPIKA. Hal ini harus dilakukan untuk
mendapatkan solusi terbaik dan saing mendukung atar beberapa pihak terkait.
2. Lokasi pelepasan jika memungkinkan dilakukan di blok hutan yang sama namun
di tempat yang jauh dari aktifitas manusia
3. Pemasangan GPS collar sangat diperlukan untuk memantau pergerakan harimau
ini
4. Perlengkapan yang diperlukan adalah kandang angkut yang dibuat dengan
desain yang ringan untuk dapat diangkat dan dibawa ke dalam hutan.
Jika harimau memerlukan perawatan sementara, pusat rehabilitasi dapat menjadi
tempat perawatan tersebut. Namun jika tidak ada pusat rehabilitasi maka diperlukan
desain kandang yang cukup besar dan portable untuk dapat dipasang di tempat yang
jauh dari pemukiman dan tim dapat memantau perkembangan kesehatannya serta
dapat melakukan treatment untuk membantu kesembuhan harimau.
F. Pusat Rehabilitasi
Harimau yang memiliki peluang pelepasliaran dan membutuhkan perawatan cukup
intensif, perlu dikirimkan ke pusat rehabilitasi harimau.
Pusat rehabilitasi dipilih karena pengelolaan harimau di pusat rehabilitasi memang
didesain untuk meminimalisir adanya interaksi manusia dengan harimau yang dapat
mempengaruhi perilaku alaminya.
Pusat rehabilitasi akan menjadi kurang berfungsi apabila menampung harimau-
harimau yang sudah terlalu jinak atau harimau yang memang tidak dapat untuk
dilepasliarkan.
H. Eutanasia
Jika harimau dalam keadaan yang sangat kritis dan tidak mungkin diselamatkan,
maka opsi eutanasia dapat diambil dengan berkoordinasi dengan instansi terkait.
Rekomendasi eutanasia diberikan oleh dokter hewan untuk dipertimbangkan oleh
Kepala BKSDA dan Tim Koordinasi Penanggulangan Konflik. Eutanasia tidak dapat
dilakukan secara sembarangan dan harus dikaji dengan berbagai aspek. Kajian
medis untuk mencegah terjadinya penularan penyakit yang dapat membahayakan
populasi juga dapat mengarah kepada rekomendasi eutanasia.
Berbekal rekomendasi tersebut, keputusan eutanasia dapat diambil oleh otoritas
yang berwenang (BKSDA atau instansi di tingkat pusat).
Referensi
GOODRICH, J.M. & MIQUELLE, D.G. (2005) Translocation of problem Amur tigers
Panthera tigris altaica to alleviate tiger-human conflicts. Oryx, 39, 454–457.
PRIATNA, D., YANTO SANTOSA, LILIK B. PRASETYO & AGUS P. KARTONO
(2012) Home range and movements of male translocated problem tigers in Sumatra.
Asian Journal of Conservation Biology, 1, 20–30.
SUNQUIST, M.E., K. ULLAS KARANTH & FIONA SUNQUIST (1999) Ecology,
behaviour and resilience of the tiger and its conservation needs. In Riding the tiger:
tiger conservation in human-dominated landscapes pp. 5–18. Cambridge University
Press.