Askep Morbili
Askep Morbili
OLEH :
FAMIKA MAKASSAR
TAHUN 2019/2020
1. Pengertian
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut yang sangat menular, ditandai dengan gejala prodromal panas; batuk; radang mata &
bercak koplik, disertai timbulnya bercak merah makulopapuler yang menyebar ke seluruh tubuh; menghitam & mengelupas
( Ngastiyah, 1997 : 351 )
Campak (Morbili) adalah penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium prodormal ( kataral ),
stadium erupsi dan stadium konvalisensi, yang dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik.Morbili adalah
penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai dengan gejala-gejala utama ringan, ruam demam, scarlet, pembesaran serta
nyeri limpa nadi. (http://idmgarut.wordpress.com/2009/01/29/campak-morbili/)
2. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah genus virus morbili famili Paramyxovirus. Cara penularan dengan droplet dan kontak. Virus ini
sangat sensitif terhadap panas dan dingin, dapat diinaktifkan pada suhu 30°C dan -20°C, sinar UV, eter, tripsin, dan
betapropiolakton.
Virus RNA dari Famili Paramixoviridae, genus Morbillivirus. Virus ini sangat sensitif terhadap panas dan dingin, dapat
diinaktifkan pada suhu 30°C - 20°C, sinar ultraviolet, eter, tripsin, dan betapropiolakton. Sedangkan formalin dapat
memusnahkan daya infeksinya tetapi tidak mengganggu aktivitas komplement, penyakit ini disebarkan secara droplet melalui
udara. Hanya satu tipe antigen yang diketahui yang strukturnya mirip dengan virus penyebab parotis epidemis dan parainfluensa.
Virus tersebut ditemukan didalam sekresi nasofaring, darah dan air kemih ; paling tidak selama periode prodormal dan untuk
waktu singkat setelah munculnya ruam kulit. Pada suhu ruangan virus tersebut tetap aktif selama 34 jam.
Faktor risiko :
Sumber penularan:
Cara penularan : droplet dan kontak langsung dengan penderita serta penggunaan peralatan makan dan minum bersama.
3. Patofisiologi
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan
campak terjadi melalui droplet melalui udara, terjadi antara 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul
ruam. Di tempat awal infeksi, penggadaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk kedalam
limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear mencapai kelenjar getah bening lokal. Di tempat ini virus
memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dari tempat ini mulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa.
Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak dari Whartin, sedangkan limfosit T
meliputi klas penekanan dan penolong yang rentan terhadap infeksi, aktif membelah. Gambaran kejadian awal di jaringan
limfoid masih belum diketahui secara lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, fokus infeksi terwujud yaitu ketika virus
masuk kedalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran napas, kulit, kandung kemih,
usus.
Pada hari ke 9-10 fokus infeksi yang berada di epitel aluran nafas dan konjungtiva, satu sampai dua lapisan mengalami nekrosis.
Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinik dari sistem
saluran napas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respon imun yang terjadi
adalah proses peradangan epitel pada sistem saluran pernapasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak
tampak sakit berat dan ruam yang menyebar ke seluruh tubuh, tampa suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak
koplik, merupakan tanda asti untuk menegakkan diagnosis.
Akhirnya muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibody humoral dapat dideteksi.
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun, sebagai akibat respon delayed hypersensitivity terhadap antigen virus terjadilah ruam
pada kulit, kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T. Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh
darah. Vesikel tampak secara mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian dengan
imunofluoresens dan histologik menunjukkan bahwa antigen campak dan gambaran histologik di kulit diduga suatu reaksi
Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernapasan memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri
sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu adenovirus dan herpes virus pneumonia
dapat terjadi pada kasus campak, selain itu campak dapat menyebabkan gizi kurang.
4. Manifestasi klinis
Penyakit ini dibagi menjadi 3 stadium :
Biasanya berlangsung selama 4-5 hari disertai panas, malaise ( lemah ), batuk, fotofobia ( silau ), konjungtivitis, dan koriza
( katar hidung ).
2) Stadium erupsi
Koriza dan batuk bertambah, timbul eritema atau titik merah di seluruh tubuh mulai belakang telinga, muka, leher dan seterusnya
dari atas ke bawah.
3) Stadium konvalensi
Erupsi berkurang dari atas ( belakang telinga ) ke arah bawah meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua yang lama kelamaan
akan hilang sendiri.
Panas
Panas dapat meningkat hingga hari ke-5 sampai hari ke-6 yaitu pada saat puncak timbulnya erupsi. Kadang-kadang temperature
dapat bifasis dengan peningkatan awal yang cepat dalam 24-48 jam pertama diikuti periode normal selama 1 hari dan selanjutnya
terjadi peningkatan yang cepat sampai 39°C-40,6°C pada saat erupsi rash mencapai puncaknya.
Pada morbili yang tidak mengalami komplikasi, temperatur turun secara lisis diantara hari 2-3, sehingga timbulnya exantema.
Bila tidak disertai komplikasi, maka 2 hari setelah timbul rash yang lengkap, panas biasanya turun. Bila panas menetap, maka
kemungkinan penderita mengalami komplikasi.
Coryza
Tidak dapat dibedakan dari common cold. Batuk dan bersin diikuti dengan hidung tersumbat dan sekret yang mukopurulen dan
menjadi profus pada saat erupsi mencapai puncaknya serta menghilang bersamaan dengan hilangnya panas.
Konjungtivitis
Pada periode awal stadium prodromal dapat ditemukan transverse marginal line injection pada palpebra inferior. Gambaran ini
sering dikaburkan dengan adanya inflamasi konjungtiva yang luas dengan disertai edema palpebra. Keadaan ini dapat disertai
dengan peningkatan lakrimasi dan fotofobia. Konjuntivitis akan menghilang setelah demam turun.
Batuk
Batuk disebabkan oleh reaksi inflamasi mukosa saluran pernafasan. Intensitas batuk meningkat dan mencapai puncaknya pada
saat erupsi. Namun demikian batukk dapat bertahan lebih lama dan menghilang secara bertahap dalam waktu 5-10 hari. Menurut
Rudolf juga dikatakan bahwa dengan turunnya temperature tiba-tiba setelah ruam menutupi seluruh tubuh batuk tetap ada selama
7 sampai 10 hari lagi.
Koplik’s spot
Merupakan gambaran bercak-bercak kecil yang irregular sebesar ujung jarum/pasir yang berwarna merah terang dan pada bagian
tengahnya berwarna putih kelabu. Gambaran ini merupakan salah satu tanda patognomonik morbili(1,2,3,5). Pada hari pertama
timbulnya rash sudah dapat ditemukan adanya Koplik’s spot dan menghilang pada hari ke-3 timbulnya rash.
Rash
Timbul setelah 3-4 hari panas. Rash mulai sebagai eritema makulopapuler, mulai timbul dari belakang telinga pada batas rambut,
kemudian menyebar kedaerah pipi, leher, seluruh wajah dan dada serta biasanya dalam waktu 24 jam sudah menyebar sampai ke
lengan atas dan selanjutnya ke seluruh tubuh, mencapai kaki pada hari ke-3. pada saat rash sudah sampai kekaki, maka rash yang
timbul lebih dulu mulai berangsur-angsur menghilang(2). Selanjutnya rash akan mengalami hiperpigmentasi dan mengelupas(5)
Tidak semua kasus manifestasinya sama dan jelas. Sebagai contoh, pasien yang mengalami gizi kurang ruamnya dapat berdarah
dan mengelupas atau pasien sudah meninggal sebelum ruamnya timbul. Kasus dengan gizi kurang dapat mengidap diare yang
berkepanjangan(5).
5. Test diagnostik
6. Penatalaksanaan medis
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat
simptomatik, dengan pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan2,5. Sedangkan pada
campak dengan penyulit, pasien harus dirawat inap. Di rumah sakit pasien campak dirawat di bangsal isolasi sistem pernafasan,
diperlukan perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan, diet yang memadai.
Vitamin A 100.000 IU per oral satu kali pemberian, apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari.
Apabila tedapat penyulit maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit yang timbul, yaitu:
Bronkopneumonia, diberikan antibiotic ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis IV dikombinasikan dengan
chloramfenicol 75 mg/kgBB/hari IV dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat peroral.
Antibiotik diberikan sampai 3 hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberculin dilakukan setelah anak
sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh karena uji tuberculin biasanya negatif (anergi) pada saat anak menderita campak.
Gangguan reaksi delayed hipersensitifity disebabkan oleh sel Limfosit-T yang terganggu fungsinya.
Enteritis, pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan IV dapat dipertimbangkan apabila
terdapat enteritis dengan dehidrasi.
Otitis media, seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, maka perlu mendapat antibiotik Kotrimoxazol-
Sulfametoksazol (TMP 4 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis).
Ensefalopati, perlu direduksi pemberian cairan ¾ kebutuhan untuk mengurangi edema otak disamping pemberian
kortikosteroid. Perlu dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.
Dosis kortikosteroid(2)
Bercak/exanthem merah kehitaman yang menimbulkan desquamasi dengan squama yang lebar dan tebal.
Suara parau, terutama disertai tanda penyumbatan seperti laryngitis dan pneumonia.
Dehidrasi berat
kejang dengan kesadaran menurun
PEM berat
7. Komplikasi
a) Laringitis akut
Laryngitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, bertambah parah pada saat demam mencapai
puncaknya, ditandai dengan distres pernafasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam menurun, keadaan akan membaik dan
gejala akan menghilang.
b) Bronkopneumoni
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun oleh invasi bakteri, ditandai dengan batuk, meningkatnya frekwensi nafas, dan
adanya ronki basah halus. Pada saat suhu menurun, gejala pneumoni karena virus akan menghilang, kecuali batuk yang terus
sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang diharapkan, dan gejala saluran nafas masih terus
berlangsung, dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah dirusak
oleh virus. Gambaran infiltrat pada foto toraks dan adanya lekositosis dapat mempertegas diagnosis. Di negara sedang
berkembang malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumoni kerap terjadi dan menjadi fatal bila tidak diberi antibiotic.
c) Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat ruam keluar. Kejang dalam hal ini
diklasifikasikan sebagai kejang demam.
d) Ensefalitis
Ensefalitis adalah penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada hari ke 4-7 setelah timbulnya ruam.
Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1000 kasus campak, dengan mortalitas berkisar antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis dapat
melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus campak kedalam otak. Gejala ensefalitis berupa kejang,
letargi, koma dan iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekwensi nafas meningkat, twitching, disorientasi juga dapat ditemukan.
Pemeriksaan LCS menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuclear, peningkatan protein ringan, sedang
kadar glukosa normal
Merupakan kelainan degeneratif susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh infeksi virus campak yang persisten.
Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah menderita campak adalah 0,6-2,2 per 100.000 infeksi
campak. Risiko lebih besar pada umur yang lebih muda, masa inkubasi timbulnya SSPE rata-rata 7 tahun. Gejala SSPE didahului
dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat
mioklonik. Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam LCS, antibody terhadap campak dalam serum (CF dan HAI)
meningkat(1:1280). Tidak ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai meninggal antar 6-9 bulan.
f) Otitis media
Invasi virus kedalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Gendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan
stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus, terjadi otitis media purulenta.
g) Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak menhgalami muntah dan mencret pada fase prodromal. Keadan ini akibat invasi virus
kedalam sel mukosa usus.
h) Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai dengan adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata,
lakrimasi dan fotofobia. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya dapat dideteksi pada
lesi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit,. Konjungtiva dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis dan
menyebabkan kebutaan.
i) Sistem kardiovaskular
Pada ECG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang T, kontraksi prematur aurikel dan perpanjangan interval
A-V. perubahan tersebut bersifat sementara dan tidak atau hanya sedikit mempunyai arti klinis.
8. Pencegahan
1. vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan(Tipe Edmonston B)
2. vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada
Morbili dapat dicegah dengan pemberian imunisasi. Imunisasi yang diberikan dapat berupa pasif dan aktif.
Imunisasi aktif
Vaksin yang diberikan adalah “Live attenuated measles vaccine”. Mula-mula diberikan strain Edmonston B, tetapi strain ini
dapat menimbulkan panas tinggi dan eksantem pada hari ke-7 sampai ke-10 post vaksinasi, sehingga strain vaksin ini sering
diberikan bersama-sama dengan Gamma-globulin di lengan lain.
Sekarang digunakan strain Schwarz dan moranten dan tidak diberikan bersama dengan gamma globulin. Vaksin ini diberikan
secara subkutan dan dapat menimbulkan kekebalan yang berlangsung lama.
Di Indonesia diberikan vaksin buatan perum Biofarma yang terdiri dari virus morbili hidup yang sudah dilemahkan yaitu strain
Schwarz. Tiap dosis yang sudah dilarutkan mengandung virus morbili tidak kurang dari 1000 TCID50 dan Neomisin B Sulfat
tidak lebih dari 50 mikrogram.Diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 cc pada umur 9 bulan. Pada anak dibawah 9 bulan
umumnya tidak dapat memberikan kekebalan yang baik, karena gangguan dari antibody yang dibawa sejak lahir.
Pemberian imunisasi ini akan menyebabkan anergi terhadap tuberculin selama 2 bulan setelah vaksinasi. Bila anak telah
mendapat immunoglobulin atau tranfusi darah sebelumnya, maka vaksinasi ini harus ditangguhkan sekurang-kurangnya 3 bulan.
Vaksinasi ini tidak boleh dilakukan bila: menderita infeksi saluran pernafasan akut atau infeksi akut lainnya yang disertai dengan
demam lebih dari 38°C; riwayat kejang demam; defisiensi imunologik; sedang mendapat pengobatan kortikosteroid dan
imunosupresan.
Efek samping yang dapat terjadi: hiperpireksia (5-15%); gejala ISPA (10-20%); morbiliform rash (3-15%); kejang demam
(0,2%); ensefalitis (1 diantara 1,6 juta anak); demam (13,95%)
Imunisasi pasif
Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum konvalesen, globulin plasenta, atau gamma globulin
kumpulan plasma adalah efektif untuk pencegahan dan pelemahan campak. Campak dapat dicegah dengan menggunakan
immunoglobulin serum (gamma globulin) dengan dosis 0,25 mL/kg secara IM dalam 5 hari sesudah pemajanan tetapi lebih baik
sesegera mungkin. Proteksi sempurna terindikasi untuk bayi, untuk anak dengan sakit kronis, dan untuk kontak dengan bangsal
di RS dan lembaga-lembaga anak. Pelemahan mungkin disempurnakan dengan menggunakan gamma globulin dengan dosis
0,05mL/kg. Ensefalitis dapat menyertai campak yang dimodifikasi dengan gamma globulin. Oleh karena itu, Tidak banyak
dianjurkan karena resiko terjadinya ensefalitis dan aktivasi tuberculosis.
a. Pengkajian
Observasi umum :
Pemeriksaan Fisik :
C. Pola eliminasi
1) Diare
2) BAK : volume, berapa kali sehari, kepekatan urin.
D. Pola aktivitas dan latihan
b. Diagnosa keperawatan
HYD: Pasien menunjukkan penurunan suhu tubuh dan tidak adanya proses infeksi yang ditandai dengan dengan:
Rencana Tindakan :
1. Identifikasi penyebab atau factor yang dapat menimbulkan peningkatan suhu tubuh: dehidrasi, infeksi, efek obat,
hipertiroid.
R/: menetukan intervensi selanjutan dan ketepatan dalam kolaborasi
2. Observasi TTV setiap 4 jam, suhu setiap 2 jam
R/: perubahan TTV yang semakin meningkat menunjukkan adanya infeksi
3. Observasi fungsi neurologis : status mental, reaksi terhadap stimulasi dan reaksi pupil.
4. Observasi cairan masuk dan keluar, hitung balance cairan
5. Observasi tanda kejang mendadak
6. Beri cairan sesuai kebutuhan bila tidak kontraindikasi
7. Berikan kompres air hangat
8. Berikan cairan dan karbohidrat yang cukup untuk meningkatkan hipermetabolisme akibat peningkatan suhu.
9. Anjurkan pasien untuk mengurangi aktivitas yang berlebihan bila suhu naik / bedrest total.
10. Anjurkan dan bantu pasien menggunakan pakaian yang mudah menyerap keringat.
11. Kolaborasi : Pemberian anti piretik, Pemberian anti biotic.
2. Resiko kekurangan volume cairan tubuh b.d kehilangan sekunder terhadap demam, diare dan muntah
Data Subjektif :
Data Objektif :
• TD…mmttg, N..x/mnt, S.. 0C, RR…x/mnt , Akral dingin
• Penurunan pengisian vena ( capillary refill ) , Volume dan tekanan nadi menurun
• Denyut nadi meningkat , Demam , Kulit kering , mukosa bibir kering ,Mata cekung
Tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh dalam jangka waktu …. Yang ditandai dengan:
Rencana Tindakan :
1. Observasi penyebab kekurangan cairan : muntah, diare, kesulitan menelan, kekurangan darah aktif, diuretic, depresi,
kelelahan
2. Observasi TTV
3. Observasi tanda – tanda dehidrasi
4. Observasi keadaan turgon kulit, kelembaban, membran mukosa
5. Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan bila kekurangan cairan terjadi secara mendadak, ukur produksi urine setiap
jam, berat jenis dan observasi warna urine.
6. Catat dan ukur jumlah dan jenis cairan masuk dan keluar
7. Perhatikan : cairan yang masuk, kecepatan tetesan untuk mencegah edema paru, dispneu, bila pasien terpasang infus
8. Timbang BB setiap hari
9. Pertahankan bedrest selama fase akut
10. Ajarkan tentang masukan cairan yang adekuat, tanda serta cara mengatasi kurang cairan
11. Kolaborasi : Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi ,Pemberian obat sesuai indikasi
12. Observasi kadar elektronik, Hb,Ht
HYD: pasien mampu menunjukkan peningkatan rasa nyaman dalam waktu 3 hari yang ditandai dengan:
Intervensi
1. Gunakan lotion pada area sekitar luka. R/ menjaga kelembaban membrane mukosa kulit
2. Jaga suhu lingkungan tetap dingin. R/ udara dingin dapat mengurangi usaha gatal
3. Anjurkan kuku anak tetap pendek, menjelaskan kepada anak untuk tidak menggaruk rash
4. Berikan obat antipruritus topikal, dan anestesi topikal
5. Berikan antihistamin sesuai order dan memonitor efek sampingnya
6. Bantu klien untuk mandi dengan menggunakan sabun yang lembut untuk mencegah infeksi
7. Jika terdapat fotofobia, gunakan bola lampu yang tidak terlalu terang di kamar klie
8. Kolaborasi dalam pemeriksaan kornea mata terhadap kemungkinan ulserasi
4. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial dan peningkatan produksi
sputum.
1. Observasi pola napas anak, suara napas dan usaha anak untuk bernapas.
2. Catat dan laporkan gejala takipnea, napas cuping hidung.
3. Observasi warna kulit dan selaput lendir.
4. Observasi sputum : warna, bau, sifat.
5. Ajarkan napas mulut, teknik relaksasi dan latihan napas.
6. Isap lendir bila perlu.
7. Beri posisi semi fowler.
8. Ciptakan lingkungan yang nyaman, tenang dan bersih.
9. Beri terapi sesuai program medik : bronchodilator, anti tusif.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat dan
mual, muntah
• Pasien tidak tampak kurus, mampu melakukan aktivitas sesuai kemampuan anak.
Intervensi :
2 . Discharge planning
a. Anjurkan kepada keluarga untuk mengupayakan rumah dengan ventilasi danpencahayaan yang baik
b. Anjurkan keluarga dan klien untuk memperhatikan kebutuhan cairan dengan tanda-tanda mukosa bibir kering, kulit
tubuh kering. Yang dapat dicegah dengan banyak minum air putih sesuai dengan kebutuhan tubuh.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN MORBILI (CAMPAK)
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS DATA
Nama : An. T
Tempat / Tanggal lahir : Medan / 08 februari 2010
Umur : 5 Th
Nama Ayah : Tn.B
Nama Ibu : Ny.A
Pekerjaan Ayah : Pengacara
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Medan
Agama : Khatolik
Suku / Bangsa : Batak / Indonesia
Pendidikan Ayah : Sarjana Hukum
Pendidikan Ibu : D3 – Komputer
2. KELUHAN UTAMA
Pada tanggal 20 Maret 2014 dilakukan pengkajian dengan keluhan utama gatal dan timbul bintik-bintik merah (rash)
pada bagian hamper seluruh tubuh.
5. RIWAYAT SOSIAL
a. Yang mengasuh : Kedua orang tua dan pengasuhnya
b. Hubungan dengan anggota keluarga : Baik, banyak keluarga yang mengunjunginya saat dia sakit.
c. Hubungan dengan teman sebaya : Kurang bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
d. Pembawaan secara umum : Anak sangat aktif
e. Lingkungan rumah : Daerah sekitar rumah bersih
6. KEBUTUHAN DASAR
a. Makanan yang disukai : Ayam goreng, mie goring, sup ayam.
b. Alat makan yang dipakai : Menggunakan sendok dan piring
c. Pola makan : Pola makan belom teratur, sering minta makan diluar jam makan.
d. Kebiasaan tidur : Selain tidur malam setiap hari tidur siang tetapi belom teratur.
e. Mandi : 2 x sehari.
f. Eliminasi : Rutin, 1 x sehari
8. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : Compos mentis
b. TB/BB : 80 cm/16 kg
c. Mata
- Simetris KA/KI
- Conjungtivitis
- Sekres : Dalam batas normal
- Purulen : Tidak terdapat purulen
- Strabismus: Tidak ada strabismus
- Joundic : Tidak ada joundic
- Gerakan bola mata : Tidak ada kelainan pada gerakan pada bola mata.
d. Hidung
- Bentuk : Simetris
- Cuping Hidung : Tidak ada kelainan
e. Mulut , Gusi, dan Gigi
- Bentuk mulut : Tidak ada kelainan, mukusa bibir kering
- Saliva : Mulut terasa pahit
- Palatum : Tampak Kering
- Lidah : Tampak kering, kotor, merah bagian belakang
f. Telinga
- Bentuk : Simetris KA/KI
- Cairan : Masih dibatas normal
g. Tengkuk : Normal (tidak ada kelainan)
h. Dada : Normal (tidak ada kelainan)
i. Jantung : Dalam batas normal
j. Genetalia : Tidak ada kelainan pada genetalia
k. Ekstreamitas : Tidak ada kelainan
l. Kulit : banyak bintiki merah pada kulit (Rush)
Jum’at/ Gangguan kebutuhan nutrisi kurang 1. Memberikan banyak minum (sari buah- S : Ibu pasien mengatakan anaknya
20-03- dari kebutuhan b.d anoreksia buahan, sirup yang tidak memakai es). masih merasakan pahit pada
2014 2. Memberikan susu porsi sedikit tapi sering mulutnya sewaktu makan
(susu dibuat encer dan tidak terlalu manis). O : Ditandai dengan kurang nafsu
3. Memberikan makanan lunak, misalnya bubur makan pada anak
yang memakai kuah, dengan porsi sedikit A : Masalah belum teratasi
tetapi dengan kuantitas yang sering. P : Lanjutkan Intervensi
1. Memberikan banyak minum
(sari buah-buahan, sirup
yang tidak memakai es).
2. Memberikan susu porsi
sedikit tapi sering (susu
dibuat encer dan tidak terlalu
manis).
3. Memberikan makanan lunak,
misalnya bubur yang
memakai kuah, dengan porsi
sedikit tetapi dengan
kuantitas yang sering.
Jum’at/20- Gangguan rasa nyaman : 1. Melibatkan keluarga dalam perawatan serta S : Ibu pasien mengatakan badannya
03-2014 peningkatan suhu tubuh b.d proses ajari cara menurunkan suhu tubuh. sudah tidak panas lagi
inflamasi/infeksi/virus. 2. Memberikan kompres hangat O : Ditandai dengan pengukuran
3. Memantau suhu lingkungan, batasi atau suhu tubuh normal 37oC
tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi. A : Masalah teratasi
4. Memoonitor perubahan suhu tubuh. P : Hentikan intervensi
Sabtu/21- Gangguan integritas kulit b.d adanya 1. Mempertahankan kuku anak tetap pendek, S : Ibu pasien mengatakan rasa
03-2014 rush (erupsi kulit) menjelaskan pada anak untuk tidak gatalnya berkurang
menggaruk rush, O : Ditandai dengan jarangnya anak
2. Memberikan obat anti pruritus topical, dan menggaruk kulit
anestesi topical. A : Masalah teratasi sebagian
3. Memandikan anak dengan mengguankan P : Lanjutkan intervensi
sabun yang tidak perih. 1. Memberikan obat anti
4. Memberikan kolaborasi obat antihistamin pruritus topical, dan anestesi
topical.
2. Memberikan kolaborasi obat
antihistamin
Sabtu/21- Gangguan kebutuhan nutrisi kurang 1. Memberikan banyak minum (sari buah- S : Ibu pasien mengatakan anaknya
03-2014 dari kebutuhan b.d anoreksia buahan, sirup yang tidak memakai es). sudah tidak merasakan pahit pada
2. Memberikan susu porsi sedikit tapi sering mulutnya sewaktu makan
(susu dibuat encer dan tidak terlalu manis). O : ditandai dengan meningkatnya
3. Memberikan makanan lunak, misalnya bubur nafsu makan pada anak dan lidah
yang memakai kuah, dengan porsi sedikit terlihat bersih
tetapi dengan kuantitas yang sering. A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
1. Memberikan banyak minum
(sari buah-buahan, sirup yang
tidak memakai es).
2. Memberikan susu porsi sedikit
tapi sering (susu dibuat encer
dan tidak terlalu manis).
Minggu/ Gangguan integritas kulit b.d adanya 1. Memberikan obat anti pruritus topical, dan S : Ibu pasien mengatakan rasa
21-03- rush (erupsi kulit) anestesi topical. gatalnya hilang
2014 2. Memberikan kolaborasi obat antihistamin O : Ditandai dengan pasien tenang
08.00 dan tidak menggaruk kulit
A : Masalah teratasi
P : hentikan intervensi
Minggu/ Gangguan kebutuhan nutrisi kurang 1. Memberikan banyak minum (sari buah- S : Ibu pasien mengatakan anaknya
21-03- dari kebutuhan b.d anoreksia buahan, sirup yang tidak memakai es). sudah tidak merasakan pahit pada
2014 2. Memberikan susu porsi sedikit tapi sering mulutnya sewaktu makan
(susu dibuat encer dan tidak terlalu manis). O : ditandai dengan meningkatnya
nafsu makan pada anak dan lidah
terlihat bersih
A : Masalah teratasi
P : Hentikan Intervensi