Anda di halaman 1dari 55

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/328891211

ANALISIS KERAGAMAN MORFOLOGI KOLEKSI TANAMAN KOPI ARABIKA DAN


ROBUSTA BALAI PENELITIAN TANAMAN INDUSTRI DAN PENYEGAR
SUKABUMI MUHAMMAD FUAD ANSHORI

Thesis · December 2014


DOI: 10.13140/RG.2.2.24208.66567

CITATIONS READS

2 12,647

3 authors:

Muhammad Fuad Anshori S. Sudarsono


Universitas Hasanuddin Bogor Agricultural University
16 PUBLICATIONS   25 CITATIONS    191 PUBLICATIONS   709 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Rubiyo Rubiyo
Indonesian Agency for Agricultural Research and Development
30 PUBLICATIONS   85 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Molecular Marker Development Project View project

Plant-Pathogen Interaction Project View project

All content following this page was uploaded by Muhammad Fuad Anshori on 12 November 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ANALISIS KERAGAMAN MORFOLOGI KOLEKSI TANAMAN
KOPI ARABIKA DAN ROBUSTA BALAI PENELITIAN
TANAMAN INDUSTRI DAN PENYEGAR SUKABUMI

MUHAMMAD FUAD ANSHORI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Keragaman


Morfologi Koleksi Tanaman Kopi Arabika dan Robusta Balai Penelitian Tanaman
Industri dan Penyegar Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014

Muhammad Fuad Anshori


NIM A24100198
ABSTRAK
MUHAMMAD FUAD ANSHORI. Analisis Keragaman Morfologi Koleksi
Tanaman Kopi Arabika dan Robusta Balai Penelitian Tanaman Industri dan
Penyegar Sukabumi. Dibimbing oleh SUDARSONO dan RUBIYO.

Tanaman kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang
telah menjadi komoditas yang diperhitungkan dalam penguatan devisa negara.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan menganalisis keragaman karakter
morfologi dari koleksi genotipe kopi arabika dan robusta di Balai Penelitian
Tanaman Industri dan Penyegar Sukabumi. Percobaan ini dilaksanakan dengan
melakukan karakterisasi pada 11 genotipe kopi dengan menggunakan deskriptor
list yang telah dimodifikasi untuk tanaman kopi. Sebagian data kuantitatif
dianalisis dengan sidik peragam dan sebagian lagi dianalisis dengan sidik ragam.
Data kualitatif dan sebagian data kuantitatif dianalisis dengan analisis gerombol
untuk mendapatkan dendogram. Hasil identifikasi morfologi tanaman kopi arabika
dan robusta menunjukkan beberapa perbedaan yang nyata antar genotipe baik
terhadap karakter yang dapat digabung maupun yang tidak dapat digabung. Hasil
dendogram hubungan ketidakmiripan tanaman kopi menunjukkan tingkat
kekerabatan kopi arabika dan robusta kurang lebih 0.45 (45%) terhadap karakter
yang diamati. Kopi robusta memiliki tingkat kemiripan yang lebih tinggi
dibandingkan kopi arabika.

Kata kunci: peragam, dendogram, karakterisasi, genotipe, gerombol

ABSTRACT
MUHAMMAD FUAD ANSHORI. Morphological Diversity Analysis of Arabica
and Robusta Coffee Plant Collection in Crops Research Institute for Industrial and
Freshener Sukabumi. Supervised by SUDARSONO and RUBIYO.

Coffee (Coffea sp.) is one of the plantation plant which have become
commodities that counts in national income strengthening. This study aimed to
identify and analyze the morphological diversity characters of arabica and robusta
coffee genotypes collection in Sukabumi Industrial and Freshener Crops Research
Institute. The experiment was conducted by characterization of 11 genotypes the
coffee using a descriptors list which have been modified for the coffee plants.
Most of the quantitative data were analyzed by analysis of covariance and others
analyzed by analysis of variance. Qualitative and some of quantitative data were
analyzed by analysis of quantitative data to get a dendogram clusters. The results
of the morphological identification of arabica and robusta coffee plant showed
some real differences between the genotypes both the variables that can be
combined or can not be combined. The results of the dissimilarity relation
dendogram shows the level of the coffee plant arabica and robusta coffee kinship
approximately 0.45 (45%) of the observed variables. Robusta coffee has a higher
level of similarity than arabica coffee.

Keywords: characterization, clusters, covariance, dendogram, genotypes


ANALISIS KERAGAMAN MORFOLOGI KOLEKSI TANAMAN
KOPI ARABIKA DAN ROBUSTA BALAI PENELITIAN
TANAMAN INDUSTRI DAN PENYEGAR SUKABUMI

MUHAMMAD FUAD ANSHORI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Analisis Keragaman Morfologi Koleksi Tanaman Kopi Arabika
dan Robusta Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar
Sukabumi
Nama : Muhammad Fuad Anshori
NIM : A24100198

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Sudarsono, MSc Dr Ir Rubiyo, MSi


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah
tanaman kopi, dengan judul Analisis Keragaman Morfologi Koleksi Tanaman
Kopi Arabika dan Robusta Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar
Sukabumi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sudarsono MSc dan
Bapak Dr Ir Rubiyo MSi selaku pembimbing, serta Bapak Dr Willy Bayuardi
Suwarno SP MSi dan Ibu Dr Ani Kurniawati SP MSi yang telah banyak memberi
saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir Handi,
Ibu Dr Ir Eny dari staff Peneliti Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar
Sukabumi, dan Bapak Andi beserta staf Kebun Pakuwon, Balai Penelitian
Tanaman Industri dan Penyegar Sukabumi. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Terimakasih juga didedikasikan kepada Bosowa Foundation atas
dukungannya selama masa studi penulis. Selain itu, ungkapan terimakasih juga
diberikan kepada keluarga besar IKAMI SulSelBar, keluarga besar Asrama
Latimojong, keluarga besar Edelweiss 47 yang selalu memberikan semangat
dalam menyelesaikan karya tulis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014

Muhammad Fuad Anshori


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 2
Tanaman Kopi ..................................................................................................... 2
Asal Usul Tanaman Kopi ................................................................................. 2
Taksonomi dan Morfologi Tanaman Kopi ...................................................... 3
Jenis - Jenis Tanaman Kopi di Indonesia ............................................................ 3
Kopi Arabika.................................................................................................... 4
Kopi Robusta ................................................................................................... 4
Karakterisasi Morfologi ...................................................................................... 5
METODE PENELITIAN ........................................................................................ 5
Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................. 5
Bahan dan Alat .................................................................................................... 5
Metode Percobaan ............................................................................................... 6
Metode Pelaksanaan ............................................................................................ 6
Pengamatan ......................................................................................................... 7
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 9
Kondisi Umum .................................................................................................... 9
Fase Vegetatif .................................................................................................... 12
Fase Generatif.................................................................................................... 18
Bunga dan pembungaan ................................................................................. 18
Karakter Buah ................................................................................................ 22
Karakter Biji .................................................................................................. 25
Evaluasi ............................................................................................................. 27
Analisis Gerombol ............................................................................................. 29
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 30
Simpulan ............................................................................................................ 30
Saran .................................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 31
LAMPIRAN .......................................................................................................... 34
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 42

DAFTAR TABEL

1 Intensitas cahaya pada berbagai naungan kopi di areal penelitian 10


2 Intensitas serangan PBKo pada kopi arabika di naungan kelapa 10
3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut karakter vegetatif pada genotipe kopi
robusta 13
4 Hasil sidik ragam dan uji lanjut karakter vegetatif pada genotipe kopi
arabika 14
5 Hasil analisis sidik peragam karakter vegetatif genotipe kopi arabika dan
robusta terhadap intensitas naungan 15
6 Nilai tengah terkoreksi dan standar deviasi karakter pembungaan hasil
analisis peragam tanaman kopi terhadap naungan 19
7 Nilai tengah terkoreksi dan standar deviasi karakter bunga hasil analisis
peragam tanaman kopi terhadap naungan 20
8 Hasil sidik ragam dan uji lanjut DMRT terhadap karakter buah kopi
robusta 23
9 Hasil analisis sidik peragam karakter buah kopi arabika terhadap
naungan 25
10 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut karakter biji pada kopi robusta
11 Hasil analisis sidik peragam dan uji lanjut karakter buah kopi
arabika terhadap naungan 26
12 Nilai tengah karakter evaluasi pada genotipe kopi arabika 28

DAFTAR GAMBAR
1 Intensitas serangan penyakit karat daun
2 Gejala serangan dari PBKo, hama kutu putih, dan gejala embun jelaga 8
3 Pucuk daun semua genotipe kopi robusta dan arabika 12
4 Daun kopi semua genotipe robusta dan arabika 13
5 Stipule berbentuk ovul, dan stipule berbentuk segitiga 14
6 Bunga kopi robusta dengan pangkal yang berhimpit dan menggulung ,
ukuran bunga kopi robusta dan arabika, ujung dan pangkal bunga
arabika 17
7 Warna dan bentuk buah kopi robusta
8 Warna dan bentuk buah kopi robusta dan arabika 19
9 Biji kopi robusta
10 Biji kopi robusta dan arabika 20
11 Dendogram ketidakmiripan karakter morfologi tanaman kopi arabika
dan robusta 23

DAFTAR LAMPIRAN
1 Deskriptor list tanaman kopi IPGRI ............................................................ 35
2 Deskripsi genotipe kopi robusta dan arabika yang digunakan .................... 38
3 Dokumentasi lapang .................................................................................... 41
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang
dikembangkan sejak penjajahan Belanda. Tanaman ini telah menjadi komoditas
yang diperhitungkan dalam penguatan devisa negara. Hal ini dapat dilihat dari
data produksi, ekspor dan luas areal kopi Indonesia. Produksi kopi Indonesia telah
menempati posisi ke-3 dunia dibawah Brazil dan Vietnam (Hartono 2013). Ekspor
kopi Indonesia kurang lebih 0.353 juta ton biji kopi (ICO 2014) dan luas areal
perkebunan kopi Indonesia telah mencapai 1.2 juta ha. Luas areal tersebut
didominasi oleh perkebunan rakyat sebesar 96% dan 4% milik perkebunan swasta
dan BUMN (AEKI 2012).
Tanaman kopi yang berkembang di Indonesia terdiri atas kopi arabika dan
robusta. Kedua kopi tersebut memiliki tingkat permintaan yang cukup tinggi
dibandingkan jenis kopi lainnya. Akan tetapi, kedua kopi tersebut memiliki
beberapa permasalahan, terutama dalam hal produktivitas. Produktivitas kopi
arabika baru mencapai 800 kg ha-1 dan produktivitas kopi robusta baru mencapai
700 kg ha-1. Hal ini berbeda dengan Vietnam yang telah mencapai produktivitas
hingga 1 500 kg ha-1 (Hartono 2013). Selain masalah produktivitas, masalah
organisme pengganggu tanaman (OPT), kualitas biji dan cita rasa kopi menjadi
tantangan bagi Indonesia. Kopi arabika rentan terhadap penyakit karat daun yang
disebabkan oleh patogen Hemileia vastatrix, terutama pada ketinggian 600 – 700
m dpl. Rentannya kopi arabika terhadap penyakit karat daun menjadi faktor
pembatas produksi, karena kopi ini hanya baik ditanam pada ketinggian lebih
besar atau sama dengan 1 000 m dpl. Kopi robusta memiliki sifat yang lebih tahan
terhadap patogen Hemileia vastatrix, sehingga kopi ini dapat ditanam pada
ketinggian kurang dari 1 000 m dpl dan optimum pada ketinggian 600 – 700 m
dpl. Akan tetapi, citarasa yang dimilikinya tidak sebaik kopi arabika (Indrawanto
et al. 2010). Penggerek buah kopi (PBKo) juga menjadi masalah penting dalam
budidaya kopi. Serangan PBKo berdampak langsung pada produksi, kualitas dan
cita rasa biji kopi (Wiryadiputra 2006). Menurut Sulistyowati (Susilo 2008) hama
PBKo dapat menurunkan 30% – 80% produksi kopi. Selain itu, biji yang terserang
PBKo akan mengalami cacat fisik yang mempengaruhi cita rasa smoky, earty,
musty, dan chimical biji kopi (Kirom 2005). Selain penyakit karat daun dan hama
PBKo, terdapat beberapa OPT yang juga menjadi masalah penting dalam
budidaya kopi. Melihat permasalahan tersebut, dibutuhkan suatu upaya untuk
meningkatkan produktivitas dan kualitas kopi di Indonesia.
Permasalahan tersebut dapat diatasi melalui pencarian plasma nutfah kopi
yang memiliki sifat sesuai harapan. Pencarian plasma nutfah harapan dapat
ditempuh melalui program pemuliaan. Salah satu kegiatan penting dalam program
pemuliaan yaitu evaluasi karakter plasma nutfah. Evaluasi tersebut dapat
dilakukan melalui metode analisis morfologi. Analisis ini dapat mengindetifikasi
tentang karakteristik dan kekerabatan plasma nutfah dengan perbedaan
penampakan visual, sehingga dapat memudahkan dalam penanganan genetiknya.
Analisis morfologi juga memiliki peran utama dalam upaya konservasi plasma
nutfah, sehingga kesinambungan informasi keragaman tanaman kopi dapat terjalin
2

dengan baik (Soeroso 2012). Adanya analisis ini dapat membantu pemulia dalam
melakukan seleksi secara bijak untuk mendapatkan tanaman yang diharapkan.
Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) merupakan suatu
lembaga penelitian pertanian yang berfokus dalam pengembangan tanaman
industri, salah satunya tanaman kopi. Balittri memiliki sumber-sumber keragaman
tanaman kopi yang dapat digunakan dalam pengembangan pemuliaan kopi. Oleh
sebab itu, analisis keragaman morfologi terhadap sumber plasma nutfah yang
terdapat pada Balittri menjadi suatu penelitian yang penting dalam pengembangan
tanaman kopi. Terutama dalam mengatasi berbagai kendala ketahanan organisme
penggangu tananaman, kualitas, dan produktivitas kopi Indonesia.

Tujuan Penelitian

Mengidentifikasi dan menganalisis keragaman karater morfologi dari


koleksi genotipe kopi arabika dan robusta yang terdapat di Balai Penelitian
Tanaman Industri dan Penyegar Sukabumi.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kopi

Asal Usul Tanaman Kopi


Tanaman kopi merupakan tanaman perkebunan yang berasal dari Benua
Afrika, tepatnya dari negara Ethiopia pada abad ke-9. Suku Ethiopia memasukan
biji kopi sebagai makanan mereka yang dikombinasikan dengan makanan-
makanan popok lainnya, seperti daging dan ikan. Tanaman ini mulai
diperkenalkan di dunia pada abad ke-17 di India. Selanjutnya, tanaman kopi
menyebar ke Benua Eropa oleh seorang yang berkebangsaan Belanda dan terus
dilanjutkan ke negara lain termasuk ke wilayah jajahannya yaitu Indonesia
(Panggabean 2011).
Penyebaran tanaman kopi di Indonesia sudah terjadi sejak tahun 1700-an,
khususnya di Pulau Jawa. Selain di Pulau Jawa, penyebaran tanaman kopi juga
dilakukan di Pulau Sumatera dan Sulawesi setelah percobaan penanaman kopi di
Pulau Jawa berhasil. Jenis kopi yang pertama kali dibudidayakan di Indonesia
adalah kopi jenis arabika. Akan tetapi, ketika timbul serangan penyakit karat daun
pada tahun 1869 di Srilangka, pemerintah Belanda mendatangkan jenis kopi baru,
yaitu liberika. Kopi liberika dipilih karena memiliki keunggulan tahan terhadap
serangan penyakit karat daun yang disebabkan oleh patogen Hemelia vastatrix.
Akan tetapi, kopi jenis ini menghasilkan produktivitas yang rendah dibandingkan
kopi arabika. Hal ini menyebakan pemerintahan Belanda mendatangkan jenis kopi
baru yaitu kopi jenis robusta. Kopi jenis ini lebih tahan terhadap serangan
penyakit karat daun dan memiliki produksi yang lebih baik dibandingkan kopi
jenis liberika. Pada tahun 1920-an, pemerintah mendirikan Balai Penelitian
Tanaman Kopi di Pulau Jawa yang bertugas mengembangkan dan meneliti kopi
jenis arabika dan robusta. Seiring dengan waktu dan perkembangan teknologi,
3

kopi jenis robusta dan arabika yang asli telah mengalami penyilangan-penyilangan
dan menghasilkan beberapa hibrida atau Genotipe unggul (Panggabean 2011).

Taksonomi dan Morfologi Tanaman Kopi


Klasifikasi tanaman kopi (Coffea sp.) menurut Rahardjo (2012) adalah
sebagai berikut :
Kigdom : Plantae
Subkigdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Coffea
Spesies : Coffea sp. [ Cofffea arabica L., Coffea canephora, Coffea
liberica, Coffea excelsa ]
Tanaman kopi merupakan tanaman semak belukar yang berkeping dua
(dikotil), sehingga memiliki perakaran tunggang. Perakaran ini hanya dimiliki jika
tanaman kopi berasal dari bibit semai atau bibit sambung (okulasi) yang batang
bawahnya berasal dari bibit semai. Sebaliknya, tanaman kopi yang berasal dari
bibit setek, cangkok atau okulasi yang batang bawahnya berasal dari bibit setek
tidak memiliki akar tunggang, sehingga relatif mudah rebah (AAK 1988).
Tanaman kopi memiliki lima jenis cabang yaitu cabang primer, sekunder,
reproduktif, cabang balik, dan cabang kipas.
Daun tanaman kopi hampir memiliki perwatakan yang sama dengan
tanaman kakao yang lebar dan tipis, sehingga dalam budidayanya memerlukan
tanaman naungan (Panggabean 2011). Bagian pinggir daun kopi bergelombang
dan tumbuh pada cabang, batang, serta ranting. Letak daun pada cabang
plagiotrop terletak pada satu bidang, sedangkan pada cabang orthrotrop letak daun
berselang seling. Tanaman kopi mulai berbunga setelah berumur sekitar dua tahun.
Bunga tanaman ini tersusun dalam kelompok yang tumbuh pada buku-buku
cabang tanaman dan memiliki mahkota yang berwarna putih serta kelopak yang
berwarna hijau (AAK 1988).
Buah kopi mentah berwarna hijau dan ketika matang akan berubah menjadi
warna merah. Buah kopi terdiri atas daging buah dan biji. Daging buah terdiri atas
tiga bagian yaitu lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan daging buah (mesokarp),
dan lapisan kulit tanduk (endokarp) (AAK 1988). Kulit tanduk buah kopi
memiliki tekstur agak keras dan membungkus sepanjang biji kopi. Daging buah
ketika matang mengandung lender dan senyawa gula yang rasanya manis
(Panggabean 2011).

Jenis - Jenis Tanaman Kopi di Indonesia

Kopi jenis arabika, robusta, dan liberika merupakan jenis kopi yang terdapat
di Indonesia. Akan tetapi, kopi yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah
kopi jenis arabika dan robusta. Curah hujan yang sesuai untuk tanaman kopi
4

berkisar 1 500 sampai 2 500 mm tahun-1 dengan rata-rata bulan kering 3 bulan.
Rata-rata suhu yang diperlukan untuk tanaman kopi berkisar 15 °C sampai 25 °C
dengan kelas lahan S1 atau S2. Ketinggian tempat penanaman sangat berkaitan
dengan citarasa kopi tersebut (Indrawanto et al. 2010).

Kopi Arabika
Kopi jenis arabika merupakan kopi yang paling pertama masuk ke Indonesia.
Kopi ini dapat tumbuh pada ketinggian optimum sekitar 1 000 sampai 1 200 m
dpl. Semakin tinggi lokasi penanaman, citarasa yang dihasilkan oleh bijinya
semakin baik. Selain itu, kopi jenis ini sangat rentan pada penyakit karat daun
yang disebabkan oleh cendawan Hemileia vastatrix, terutama pada ketinggian
kurang dari 600 sampai 700 m dpl. Karat daun ini dapat menyebabkan produksi
dan kualitas biji kopi menjadi turun (Indrawanto et al. 2010) .Oleh sebab itu,
perkebunan kopi arabika hanya terdapat pada beberapa daerah tertentu.
Kopi arabika dapat tahan terhadap masa kering yang berat, walaupun kopi
ini tidak memerlukan bulan kering. Hal ini dikarenakan kopi arabika ditanam pada
elevasi yang dinggi dan relative lebih lembab serta akarnya lebih dalam dari pada
kopi robusta (Wachjar 1984). Selain itu, Kopi arabika menghendaki temperatur
rata-rata berkisar 17° – 21°C (AAK 1988).
Karakter morfologi yang khas pada kopi arabika adalah tajuk yang kecil,
ramping, ada yang bersifat ketai dan ukuran daun yang kecil. Biji kopi arabika
memiliki beberapa karakteristik yang khas dibandingkan biji jenis kopi lainnya,
seperti bentuknya yang agak memanjang, bidang cembungnya tidak terlalu tinggi,
lebih bercahaya dibandingkan dengan jenis lainnya, ujung biji mengkilap, dan
celah tengah dibagian datarnya berlekuk (Panggabean 2011).Varietas kopi arabika
yang diusulkan untuk ditanam adalah Kartika 1, Kartika 2, Abesiania 3, S 795,
USDA 762, dan Adungsari 1 (Indrawanto et al. 2010).

Kopi Robusta
Kopi jenis robusta merupakan kopi yang paling akhir dikembangkan oleh
pemerintahan Belanda di Indonesia. Kopi ini lebih tahan terhadap cendawan
Hemileia vastatrix dan memiliki produksi yang tinggi dibandingkan kopi liberika.
Akan tetapi, citarasa yang dimilikinya tidak sebaik dari kopi jenis arabika,
sehingga dalam pasar Internasional kopi jenis ini memiliki indeks harga yang
rendah dibandingkan kopi jenis arabika. Kopi ini dapat tumbuh dengan baik pada
ketinggian diatas 600 sampai 700 m dpl (Indrawanto et al. 2010). Selain itu, kopi
ini sangat memerlukan tiga bulan kering berturut-turut yang kemudian diikuti
curah hujan yang cukup. Masa kering ini diperlukan untuk pembentukan
primordia bunga, florasi, dan penyerbukan. Temperatur rata-rata yang diperlukan
tanaman kopi robusta berkisar 20° – 24°C (AAK 1988).
Karakter morfologi yang khas pada kopi robusta adalah tajuk yang lebar,
perwatakan besar, ukuran daun yang lebih besar dibandingkan daun kopi arabika,
dan memiliki bentuk pangkal tumpul. Selain itu, daunnya tumbuh berhadapan
dengan batang, cabang, dan ranting-rantingnya (Najiyatih dan Danarti 2012). Biji
kopi robusta juga memiliki karakteristik yang membedakan dengan biji kopi
lainnya. Secara umum, biji kopi robusta memiliki rendemen yang lebih tinggi
dibandingkan kopi arabika. Selain itu, karakteristik yang menonjol yaitu bijinya
yang agak bulat, lengkungan bijinya yang lebih tebal dibandingan kopi arabika,
5

dan garis tengah dari atas ke bawah hampir rata (Panggabean 2011). Varietas
unggul yang direkomendasikan untuk ditanam adalah BP 42, BP 234, BP 288, BP
358, BP 409, SA 234, BP 436, BP 543, Bp 936, BP 939, dan SA 203 (Indrawanto
et al. 2010).

Karakterisasi Morfologi

Karakterisasi merupakan kegiatan pengamatan sifat-sifat kultivar yang


digunakan sebagai dasar informasi keragaman genetik. Informasi tersebut menjadi
dasar bagi pemulia tanaman dan genetik populasi dalam perbaikan genetika dan
pengembangan kualitas tanaman. Karakterisasi yang paling sederhana, mudah,
dan cepat adalah karakterisasi morfologi (Khotimah 2005). Karakterisasi ini
dilakukan dengan mengamati penampakan fenotipe dari morfologi tanaman, baik
pada fase vegetatif maupun fase generatif. Identifikasi morfologi dapat
menggunakan karakter kuantitatif dan karakter kualitatif sebagai alat untuk
mengidentifikasi perbedaan antar kultivar (Akmalia 2005).
Karakter-karakter morfologi tanaman dipermudah dengan menggunakan
deskriptor morfologi. Deskriptor morfologi merupakan alat yang digunakan oleh
pemulia untuk mengidentifikasi morfologi tanaman dengan ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan. Deskriptor morfologi khusus tanaman kopi telah diterbitkan
oleh Internasional Plant Genetic Resources (IPGRI 1996). Deskriptor list ini
dapat dimodifikasi sesuai dengan arah dan tujuan penelitian.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Percobaan dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar


Sukabumi, Jawa Barat. Percobaan ini dilaksanakan selama 7 bulan mulai dari
bulan Maret 2014 sampai September 2014.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang akan digunakan meliputi 7 genotipe tanaman kopi


robusta dan 4 genotipe kopi arabika. Genotipe robusta yang diamati adalah BP
308 (P1), BP 436 (P2), BP 42 (P3), BP 543 (P4), SA 237 (P5), BP 358 (P6), dan
SA 237 (P7). Genotipe arabika yang diamati adalah S 795 (P8), Kartika 1 (P9),
Kartika 2 (P10), dan Sigarar Utang (P11). Alat yang digunakan adalah spidol
permanen, penggaris, jangka sorong, ATK, oven, plastik, amplop, timbangan
digital, kertas, label, kamera, Lux meter, dan Colour Chart for Plant Tissue.
6

Metode Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap


(RAL) faktor tunggal yaitu variasi genotipe kopi. Analisis yang digunakan terdiri
atas dua analisis, yaitu analisis ragam dan analisis peragam. Analisis ragam
digunakan untuk data dari karakter yang tidak dapat digabung dan analisis
peragam digunakan untuk data dari karakter yang dapat digabung. Variasi
genotipe kopi terdiri atas sebelas taraf yaitu 7 taraf kopi robusta dan 4 taraf kopi
arabika. Masing-masing genotipe diulang sebanyak tiga kali, sehingga dalam
percobaan tersebut terdapat 33 satuan percobaan.
Model linier yang digunakan untuk analisis ragam adalah sebagai berikut :
𝑌𝑖𝑗 = 𝜇 + 𝜏𝑖 + 𝜀𝑖𝑗
dan model linier yang digunakan untuk analisi peragam adalah sebagai berikut :
𝑌𝑖𝑗 = 𝜇 + 𝜏𝑖 + 𝛽 𝑋𝑖𝑗 − 𝑋. . + 𝜀𝑖𝑗
Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan variasi genotipe ke-i dan
ulangan ke-j
µ = Nilai rata-rata umum
𝜏𝑖 = Pengaruh perlakuan variasi genotipe ke-i,i = 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,
11
𝛽 = Kofisien regresi yang menunjukkan ketergantungan Yij pada X ij
Xij = Pengukuran X yang dihasilkan pada ulangan ke-j dan perlakuan 𝜏
taraf yang ke-i
𝑋 = Jumlah dari Xij dibagidengan jumlah seluruh karakter Xij
𝜀𝑖𝑗 = Pengaruh galat percobaan yang menyebar normal

Apabila perlakuan berbeda nyata pada analisis sidik ragam maka akan
dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (DMRT) pada taraf 5%. Di
lain sisi, apabila perlakuan berbeda nyata pada analisis sidik peragam maka akan
dianalisis dengan uji tukey terhadap data terkoreksi.

Metode Pelaksanaan

Percobaan ini dilaksanakan dengan melakukan karakterisasi pada 11


genotipe kopi dengan menggunakan deskriptor list yang telah dimodifikasi untuk
tanaman kopi. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dibedakan menjadi data
kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif, pada karakter yang dapat digabung,
juga diolah dengan menggunakan analisis gerombol bersama seluruh data
kualitatif. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kemiripan antar genotipe
berdasarkan kesamaan karakter yang dimiliki genotipe tersebut. Analisis
gerombol dilakukan dengan mengguanakan software R Program versi 3.0.1 yang
selanjutnya akan disajikan dalam bentuk dendogram. Selain itu, pengukuran
intensitas cahaya terhadap naungan juga dilakukan sebagai parameter pendukung.
Pengukuran intensitas dilakukan pada setiap titik sampel percobaan. Data yang
didapatkan akan dijadikan sebagai nilai peragam untuk beberapa karakter
pengamatan.
7

Pengamatan

Pengamatan dilakukan secara langsung terhadap karakter-karakter yang


telah ditentukan. Karakter-karakter tersebut telah disesuaikan dengan deskriptor
list kopi IPGRI (1996) yang telah dimodifikasi. Karakter morfologi yang diamati
meliputi:
1. Deskripsi vegetatif, berupa; penampilan menyeluruh, tinggi tanaman,
perwatakan tanaman, perkembangan vegetatif, sudut penyisipan batang,
diameter batang, warna daun muda, bentuk daun, bentuk ujung daun,
panjang daun, lebar daun, panjang petiol daun, bentuk stipule, panjang arista
stipule, warna petiol daun, warna pucuk muda, dan warna daun tua.
Karakter vegetatif yang dimodifikasi meliputi jumlah cabang primer, jumlah
cabang sekunder, jumlah cabang tersier, bentuk pangkal daun, ketegasan
gelombang tepi daun, ketegasan gelombang permukaan daun, dan ruas.
2. Deskripsi bunga dan pembungaan, meliputi; posisi pembungaan,
pembungan batang tua, jumlah bunga axil-1, jumlah bunga fascicles-1,
panjang tangkai karang bunga, panjang tabung mahkota, jumlah petal
bunga-1, penyisipan anter, dan jumlah stamen bunga-1. Karakter bunga yang
dimodifikasi meliputi panjang mahkota, lebar mahkota, panjang stigma,
panjang anter, panjang putik, bentuk ujung bunga, dan pangkal bunga.
3. Deskripsi buah, meliputi; warna buah, bentuk buah, bentuk piringan buah,
tekstur endocarp, panjang buah, lebar buah, ketebalan buah, dan ketebalan
pulp.
4. Biji, meliputi; panjang biji beras, lebar biji beras, ketebalan biji beras,
warna biji, dan bentuk biji. Karakter biji yang dimodifikasi meliputi panjang
biji HS, lebar biji HS, tebal biji HS, susut panjang, susut lebar, dan susut
tebal.
5. Evaluasi produksi; bobot buah tanaman-1, rata-rata jumlah buah kosong, dan
berat 100 biji. Karakter evaluasi produksi yang dimodifikasi meliputi rasio
buah lanang dan rasio buah berbiji tiga.
Panduan dekriptor tanaman tercantum pada lampiran 1.
Pengamatan juga dilakukan pada parameter pendukung yaitu intensitas
cahaya pada setiap naungan dan intensitas serangan organisme pengganggu.
Intensitas cahaya pada setiap naungan di ukur menggunakan Lux Meter LX-
1010B. Mekanisme untuk memperoleh data adalah sebagai berikut.
1. Pengukuran intensitas cahaya dengan Lux Meter dilakukan dengan
meletakkan alat pendeteksi menghadap ke atas sesuai dengan posisi yang
dikehendakki. Lalu nlai intensitas cahaya yang tertangkap oleh alat
pendeteksi akan muncul pada layar Lux Meter dengan satuan lux.
2. Data yang digunakan adalah nilai aktual dan presentase intensitas cahaya.
3. Nilai presentase intensitas cahaya (%) pada masing masing – masing
sampel dihitung dengan rumus : A/B x 100%
A = intensitas cahaya diatas tajuk tanaman kopi (lux)
B = intensitas cahaya kontrol, tanpa naungan (lux)
Jadi presentase intensitas cahaya (%) yang didapat merupakan presentase
cahaya yang diterima tajuk tanaman kopi (Ristiawan 2011).
Organisme pengganggu tanaman (OPT) yang fokus diamati pada penelitian
ini adalah intensitas serangan hama penggerek buah kopi (PBKo) dan penyakit
8

karat daun. Hal ini dikarenakan hama PBKo merupakan hama penting dalam
budidaya kopi. Menurut Sulistyowati (Susilo 2008) hama PBKo dapat
menurunkan 30% – 80% produksi kopi. Adapun, penyakit karat daun menjadi
penyakit yang serius pada kopi arabika, jika ditanam pada dataran rendah.
1. Pengukuran intensitas PBKo
Pengukuran intensitas dilakukan dengan menggambil 20 sampel biji secara
acak (satuan percobaan)-1. Kemudian, setiap biji diidentifikasi secara
visual dengan melihat keterjangkitan biji terhadap PBKo, yang ditandai
dengan adanya lubang pada ujung biji. Jumlah biji yang terjangkit di bagi
dengan jumlah biji sampel dan dikalikan dengan 100%. Presentase yang
dihasilkan merupakan derajat intensitas serangan PBKo (Maharani et al.
2013).
2. Pengukuran penyakit karat daun
Pengukuran intensitas serangan dilakukan dengan mengambil 10 daun
contoh tanaman-1 pada setiap satuan percobaan. Rumus pengukuran berat
penyakit karat daun adalah sebagai berikut
𝛴𝑛 ×𝑣
Intensitas penyakit = × 100%
𝑁 ×𝑉

n : jumlah daun yang tergolong ke dalam suatu kategori serangan


v : skor pada setiap kategori serangan
N : jumlah daun per tanaman yang diamati
V : skor untuk kategori yang terberat

Gambar 1 intensitas serangan penyakit karat daun

0 : luas gejala 0 % tidak ada gejala.


1 : luas gejala 1 – 5 %
2 : luas gejala 6 – 10 %
3 : luas gejala 11 – 25 %
4 : luas gejala 26 – 40 %
5 : luas gejala 41 – 65
6 : luas gejala 66 – 100 %
9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Balai penelitian tanaman industri dan penyegar (Balittri) merupakan balai


yang berada dibawah pusat penelitian dan pengembangan perkebunan. Balai ini
berada di Kabupaten Sukabumi, tepatnya di Jl. Raya Pakuwon Km. 2 Parung
Kuda. Sesuai dengan namanya, balai ini memiliki mandat dalam penelitian dan
pengembangan tanaman industri dan penyegar. Tanaman-tanaman yang menjadi
prioritas dalam penelitian dan pengembangannya adalah tanaman karet, kopi,
kakao, dan teh.
Kebun percobaan Balitri memiliki luas kurang lebih 159.6 ha dengan
topografi yang datar hingga bergelombang. Ketinggian kebun ini berada pada 450
m dpl dengan iklim tipe B menurut Schmidt-Ferguson. Jenis tanah yang terdapat
di kebun ini adalah tanah latosol dengan pH berkisar 5–6.
Penelitian ini dilakukan dibeberapa tempat dalam areal kebun Balitri
dengan topografi yang datar pada semua tempat. Hal ini dikarenakan tanaman
kopi yang diteliti terbagi dua jenis yaitu arabika dan robusta yang penanamannya
tidak terletak dalam satu hamparan percobaan. Semua genotipe tanaman kopi
robusta yang dikarakterisasi berada pada satu hamparan dengan tanaman naungan
yang sama yaiu gliricidia (Gliricidia sepium). Sebaliknya, genotipe kopi arabika
ada yang terdapat pada hamparan yang berbeda dengan naungan yang berbeda dan
ada juga yang terdapat pada hamparan yang sama dengan tanaman naungan yang
sama yaitu kelapa (Cocus nucifera). Tanaman kopi robusta yang digunakan dalam
penelitian berasal dari perkembangan vegetatif dan kopi arabika berasal dari biji,
karena genotipe kopi arabika termasuk galur murni. Oleh sebab itu, tanaman yang
ditanam memiliki perwatakan yang sama dengan induknya.
Tanaman naungan merupakan tanaman pengendali iklim mikro pada
pertanaman kopi. Tanaman naungan akan memberikan pengaruh terhadap
intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman kopi, sehingga menjadi faktor
penting budidaya kopi (Ristiawan 2011). Tanaman naungan kopi yang baik adalah
tanaman yang memiliki perakaran yang dalam, mudah diatur percabangannya
secara periodik, memberikan bahan organik, termasuk dalam leguminosa
(Yahmadi 2007), dapat mengatur iklim mikro pertanaman kopi, dapat menekan
pertumbuhan gulma dan bernilai ekonomis (DaMatta 2004). Tanaman-tanaman
naungan yang terdapat pada lokasi penelitian ini yaitu gliricidia (Gliricidia
sepium), mimba (Azadirachta indica Juss.), belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi)
dan kelapa (Cocos nucifera). Tanaman-tanaman tersebut memiliki kemampuan
mengurangi intensitas cahaya yang berbeda, tergantung dari tajuk tanaman, jarak
tanam, bentuk dan ukuran daun (Ristiawan 2011). Hasil pengukuran intensitas
cahaya pada berbagai naungan kopi disajikan pada Tabel1. Tanaman kelapa
merupakan tanaman naungan yang paling rendah dalam mengurangi intensitas
cahaya dengan presentase rata-rata 82.52% dan paling tinggi adalah gliricidia
pada genotipe Kartika 2 dengan intensitas cahaya sebesar 45.26%. Tanaman kopi
pada fase vegetatif memerlukan intensitas cahaya 34% dan fase generatif 50 –
60% (Sakiroh et al.2013), sehingga tanaman kelapa kurang baik untuk dijadikan
sebagai tanaman naungan dari segi intensitas cahaya. Selain itu, adanya perbedaan
10

intensitas cahaya pada berbagai naungan kopi menyebabkan beberapa data


kuantitatif dianalisis menggunakan analisis peragam.

Tabel 1 Intensitas cahaya pada berbagai naungan kopi di area penelitian


Jenis Naungan
Karakter Gliricidia Belimbing Gliricidia
Mimba Kelapa
Robusta Wuluh Kartika 2
Intensitas
53.15 % 63.20% 67.42 % 45.26 % 82.52 %
cahaya
Keterangan : pengukuran intensitas cahaya dilakukan pada jam 10 pagi di area penelitian

Selama penelitian jumlah genotipe yang diamati sebanyak 11 genotipe yang


terdiri atas 7 genotipe kopi robusta dan 4 genotipe kopi arabika. Akan tetapi,
dalam beberapa bulan terdapat satu genotipe kopi robusta, yaitu genotipe BP 358,
yang tidak dijadikan sebagai bahan penelitian. Hal ini dikarenakan, rancangan
yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang menghomogenkan
beberapa sifat yang memiliki dampak pengaruh lingkungan yang besar. Sifat-sifat
itu adalah jenis pembiakan, umur tanaman, naungan, perwatakan dan tinggi
tanaman. Genotipe BP 358 hanya memiliki empat tanaman contoh dengan
perwatakan dan tinggi yang tidak homogen. Oleh sebab itu, hanya genotipe BP
308, BP 436, BP 42, BP 543, SA 237, dan SA 203 untuk kopi robusta yang dapat
dijadikan sebagai bahan penelitian.
Hama dan penyakit merupakan musuh utama dalam budidaya kopi, karena
dapat menurunkan produktivitas dan mutu kopi yang akan berkorelasi dengan
penurunan nilai ekonomis kopi. Hama dan penyakit yang menjadi pengamatan
utama pada penelitian ini adalah penggerek buah kopi dan penyakit karat daun.
Penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei) menjadi hama dominan dalam
penelitian ini. Penggerek buah kopi dapat menyebabkan kerugian secara nyata
terhadap produksi dan harga kopi di Indonesia. Hal ini dikarenakan kerusakan
yang timbulkan berpengaruh secara langsung terhadap penurunan produksi,
kualitas mutu, dan cita rasa biji (Wiryadiputra 2006). Gejala kerusakannya dapat
dilihat dari adanya lubang hasil gerekan pada buah dan biji kopi (Gambar 2a).
Pada penelitian ini, PBKo hanya menyerang pada tanaman kopi di naungan kelapa.
Hal ini dikarenakan tanaman kopi di naungan kelapa mengalami keterlambatan
panen, sehingga dapat memacu perkembangan PBKo (Susilo 2008). Hasil
pengamatan intensitas serangan PBKo disediakan pada Tabel 2.

Tabel 2 Intensitas serangan PBKo pada kopi arabika di naungan kelapa


Genotipe
Parameter
S 795 Kartika 1 Kartika 2 Sigarar Utang
Intensitas
60 % 13.13 % 58.33 % 61.67 %
Serangan

Hasil pengamatan Tabel 2 menunjukkan bahwa semua genotipe mengalami


serangan PBKo dengan intensitas yang tinggi berkisar 60 %, kecuali genotipe
Kartika 1. Hal ini dikarenakan Kartika 1 memiliki sifat pembungaan dan
pemasakan buah yang serempak. Genotipe dengan pembungaan yang serempak
11

dapat menekan siklus perkembangan dari PBKo (Susilo 2008). Selain itu, Kartika
1 memiliki kulit tanduk yang keras dan tebal atau bertekstur coriaceous. Kulit
tanduk yang keras dan tebal diduga dapat menekan serangan PBKo (Bagpro PHT
2000).
Penyakit karat daun merupakan penyakit penting dalam budidaya kopi,
terutama kopi arabika. Penyakit ini disebabkan oleh patogen Hemelia vastatrix.
Gejala yang ditimbulkan adalah adanya bercak kuning pada daun kemudian
berubah menjadi coklat dan akhirnya daun mengalami keguguran. Tanda H.
vastatrix dapat dilihat dari adanya uredospora yang menyerupai tepung berwarna
oranye atau jingga pada permukaan bercak sisi bawah daun. Banyaknya daun
yang gugur sebagai gejala lanjut dari H. vastatrix menyebabkan jumlah bunga
yang terbentuk berkurang, yang berdampak pada penurunan produksi biji kopi
(Mahmud 2012). Pada penelitian ini, pengamatan juga dilakukan terhadap
intensitas serangan penyakit karat daun. Hasil yang ditemukan menunjukkan pada
area penelitian tidak ditemukan penyakit karat daun pada setiap sempel tanaman
kopi, terutama kopi arabika. Hal ini dikarenakan tanaman kopi yang diteliti
dipelihara dengan manajemen pemeliharaan yang baik, seperti pemangkasan,
pemupukan, penyiangan, dan pengaturan intensitas cahaya. Pemeliharaan yang
baik merupakan salah satu pengendali penyakit karat daun secara kultur teknis
(Mahmud 2012). Selain itu, penyemprotan fungisida menjadi pengendalian kimia
yang juga dilakukan di balai tersebut.

(a) (b) (c)


Gambar 2 (a) gejala serangan dari PBKo, (b) hama kutu putih, (c) gejala embun
jelaga

Organisme penggangu lainnya yang ditemukan pada penelitian adalah kutu


putih dan embun jelaga. Kutu putih (Ferrisia virgata) banyak menyerang tanaman
kopi robusta pada musim hujan, dimana tingkat kelembaban udara mikro tinggi
(Gambar 2b). Kutu ini menyerang dengan cara menghisap cairan yang terdapat
pada tanaman kopi, sehingga nutrisi yang terdapat pada tanaman menjadi
berkurang dan dapat mengurangi supply nutrisi ke buah dan jaringan aktif lainnya.
Selain itu, kotoran kutu ini banyak mengandung sukrosa dan bila dibuang ke daun
akan menjadi media tumbuh bagi embun jelaga yang dapat merusak dan
mengganggu fotosintesis daun (Setiawan 2006). Penyakit yang terdapat pada
penelitian ini adalah embun jelaga. Embun jelaga merupakan penyakit yang
disebabkan oleh fungi Meliola spp. Gejala penyakitnya ditandai dengan bercak
hitam yang kemudian menebal dan meluas ke seluruh permukaan daun, sehingga
menghalangi cahaya matahari ke daun. Selain menghalangi cahaya ke daun,
Meliola spp juga menghisap nutrisi daun, sehingga menyebabkan keguguran daun
12

sebelum waktunya (Anggraeni dan Ismail 2008). Kehadiran funggi ini berkorelasi
dengan serangan dari kutu putih pada pertanaman kopi (Gambar 2c).

Fase Vegetatif

Tanaman kopi robusta dan arabika secara umum dianalisis terpisah untuk
karakter kuantitatif. Hal ini dikarenakan umur atau status tanaman kopi arabika
dan robusta yang berbeda. Tanaman kopi robusta masih berstatus tanaman belum
menghasilkan dua (TBM 2), sehingga buah, cabang sekunder, dan beberapa
karakter belum muncul secara optimal. Sebaliknya, tanaman kopi arabika telah
memasuki status tanaman menghasilkan (TM). Oleh sebab itu, sebagian besar
karakter penelitian tidak dapat dianalisi secara bersamaan.
Tanaman kopi arabika yang digunakan dalam pengamatan fase vegetatif
adalah pertanaman kopi arabika pada naungan kelapa. Sesuai Tabel 1 , naungan
kelapa merupakan naungan yang menghasilkan intensitas cahaya rata-rata
tertinggi dibandingkan dengan naungan yang lain. Menurut Sobari et al. (2012)
intensitas naungan dapat mempengaruhi sifat vegetatif yaitu tinggi tanaman,
jumlah buku cabang primer, jumlah cabang primer, diameter batang, diameter
tajuk dan jarak antar cabang. Oleh sebab itu, pengambilan sampel tanaman dalam
penelitian ini didasarkan dari tinggi dan perwatakan tanaman yang terbaik dalam
setiap genotipe.
Hasil pengolahan data pengamatan vegetatif kopi robusta disajikan pada
Tabel 3. Pada tabel tersebut, terdapat beberapa karakter vegetatif yang
menunjukkan hasil yang berbeda nyata, diantaranya adalah tinggi tanaman,
panjang daun, panjang petiol daun, panjang arista stipule, jumlah cabang primer,
dan panjang ruas. Sebaliknya, karakter diameter batang, lebar daun, dan jumlah
cabang sekunder menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Karakter jumlah
cabang sekunder dan jumlah cabang tersier pada kopi robusta memiliki
keragaman yang tinggi dan tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan umur tanaman
yang belum memasuki fase TM. Fase TM merupakan fase pendewasaan tanaman,
semua sifat tanaman mulai terekspresi secara optimal pada fase tersebut.
BP 436 merupakan genotipe paling tinggi dibandingkan genotipe kopi
robusta lainnya. Data ini berkebalikan dengan deskripsi genotipe yang
dikeluarkan oleh Kementan (2003) yang menyatakan bahwa genotipe BP 436
memiliki habitus yang kecil. Hal ini mungkin dikarenakan genotipe BP 436
memiliki sensitifitas pertumbuhan karakter vegetatif terhadap agroekosistem dari
lokasi pengamatan. Lokasi pengamatan kopi robusta memiliki agroekosistem
lahan kering iklim basah, sehingga memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Hal
ini diperkuat dari data curah hujan Balittri tahun 2013 yang menyatakan hanya
terdapat 1 bulan kering, menurut Schmidt-Ferguson, yang terjadi pada tahun 2013
dengan jumlah curah hujan 2 468 mm. Curah hujan yang tinggi dapat menurunkan
intensitas cahaya yang masuk ke pertanaman kopi. Hal ini dapat menurunkan
rasio C/N yang dapat memacu pertumbuhan vegetatif (Sakiroh et al. 2013). Selain
itu, menurut Sobari et al. (2012) intensitas yang rendah dapat meningkatkan
proses peninggian tanaman kopi. Intensitas cahaya yang masuk ke dalam
pertanaman kopi robusta sebesar 53.15%, sehingga adanya curah hujan yang
tinggi dapat menurunkan intensitas cahaya pertanaman kopi kurang dari 53.15%.
13

Apabila melihat data pada Tabel 3 dan deskripsi Kementan, genotipe BP 436
dapat dikatakan memiliki sensitifitas pertumbuhan terhadap karakter tinggi
tanaman dibandingkan dengan genotipe yang lain pada agroekosistem lokasi
pengamatan. Adapun, genotipe BP 543 merupakan genotipe yang paling pendek
diantara genotipe kopi robusta yang lain.
Panjang daun terkecil terdapat pada genotipe kopi SA 203 dengan panjang
24.49 cm, sedangkan genotipe BP 308, BP 436, BP 42, BP 543, dan SA 237
memiliki panjang daun yang tidak berbeda nyata. Genotipe kopi BP 436 dan BP
42 memiliki petiol yang panjang dibandingkan petiol genotipe BP 308, BP 543,
SA 237, dan SA 203, yang panjang petiol antar genotipenya tidak berbeda nyata.
Panjang arista stipule terpendek dimiliki oleh genotipe kopi BP 436 dan BP 42,
sedangkan genotipe kopi BP 308 memiliki arista stipul terpanjang. Walau
demikian, panjang arista stipule BP 308 tidak berbeda nyata dengan BP 543, SA
237, dan SA 203.

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut karakter vegetatif pada genotipe kopi
robusta
Tinggi Panjang Petiol P. Arista
Cabang Ruas
Genotipe Tanaman Daun Daun Stipul
Primer (cm)
(cm) (cm) (cm) (cm)
BP 308 175.00ab 26.24a 1.27b 0.89a 41.67a 7.52b
BP 436 184.50a 26.39a 1.69a 0.52b 29.33c 7.61ab
BP 42 159.87b 26.15a 1.82a 0.51b 29.67bc 8.09a
BP 543 126.00d 25.99a 1.31b 0.79a 34.00b 7.53b
SA 237 162.50b 26.63a 1.28b 0.78a 30.75bc 6.53c
SA 203 143.50c 24.49b 1.35b 0.80a 34.00b 6.34c
Pr>F <.0001** 0.032* 0.0002** 0.0001** <.0001** <.0001**
Keterangan: *berbeda nyata pada taraf 5%, **berbeda nyata pada taraf 1%, a angka yang diikuti
huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
menurut uji DMRT.

Cabang primer merupakan cabang utama dalam pembentukan bunga, buah,


dan cabang sekunder (Panggabean 2011). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
genotipe BP 308 merupakan genotipe yang memiliki cabang primer paling banyak
dibandingkan yang lain, sedangkan genotipe BP 436 memiliki cabang primer
paling sedikit dibandingkan dengan genotipe yang lain. Hal ini juga memperkuat
dugaan bahwa genotipe kopi BP 436 mengalami pemanjangan karakter vegetatif
akibat agroekositem pertanaman. Panjang ruas merupakan karakter vegetatif
terakhir pada kopi robusta yang menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Ruas
merupakan salah satu sifat agronomi, semakin pendek ruas maka buku produktif
akan meningkat dan berkorelasi dengan peningkatan potensi hasil (Alnopri 2004).
Genotipe BP 42 merupakan genotipe yang memiliki ruas terpanjang dibandingkan
genotipe yang lain. Data ini juga berkebalikan dengan data deskripsi Balittri
(2013a), dimana genotipe BP 42 memiliki ruas yang pendek. Hal ini mungkin
juga disebabkan curah hujan tahun 2013 dan agroekosistem lahan percobaan.
Adapun, ruas yang paling pendek dimiliki oleh genotipe SA 237 dan SA 203.
Tanaman kopi arabika, yang disajikan pada Tabel 4, menunjukkan hasil
berbeda nyata pada beberapa karakter. Karakter yang berbeda nyata adalah tinggi
14

tanaman, diameter batang, jumlah cabang primer dan jumlah cabang tersier.
Sebaliknya, karakter panjang daun, panjang petiol daun, panjang arista stipule,
dan jumlah cabang sekunder menunjukkan perbedaan yang tidak nyata antar
genotipe kopi arabika.
Genotipe Kartika 1 dan 2 merupakan genotipe kopi arabika yang memiliki
tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan genotipe S 795 dan Sigarar Utang
yang tinggi antar keduanya tidak berbeda nyata. Diameter batang terbesar dimiliki
oleh Kartika 1 dengan nilai 5.61 cm, walaupun tidak berbeda nyata dengan
diameter batang Kartika 2. Sebaliknya, dimater batang terendah dimiliki oleh
genotipe S 795 dan Sigarar Utang, dengan nilai keduanya sebesar 4.23 cm dan
3.98 cm. Cabang primer terbanyak dimiliki oleh Kartika 1 dengan jumlah 79
cabang dan jumlah cabang paling sedikit dimiliki oleh S 795, dengan jumlah
berkisar 62.67 cabang. Cabang tersier merupakan karakter vegetatif terakhir untuk
kopi arabika yang memiliki respon berbeda nyata. Cabang ini tumbuh pada
cabang sekunder, dimana semakin banyak cabang tersier akan berkorelasi pada
peningkatan potensi hasil kopi (Panggabean 2011). Data hasil analisis ragam kopi
arabika menunjukkan cabang tersier terbanyak dimiliki oleh genotipe Kartika 1.
Sesuai dengan hasil analisis sidik ragam, genotipe Kartika 1 memiliki karakter
vegetatif yang lebih baik dibandingkan genotipe kopi arabika lainnya terhadap
karakter-karakter vegetatif yang berbeda nyata pada naungan kelapa. Hal ini dapat
berkorelasi dengan peningkatan potensi hasil tanaman. Hasil ini diperkuat dari
literartur yang menyatakan Kartika 1 memiliki potensi hasil yang lebih tinggi
dibandingkan Kartika 2 dan S 795 (Indrawanto et al.2010).

Tabel 4 Hasil sidik ragam dan uji lanjut karakter vegetatif pada genotipe kopi
arabika
Tinggi Diameter Cabang Cabang
Genotipe Tanaman Batang Primer Tersier
(cm) (cm) (cabang) (cabang)
S 795 195.07b 4.23b 62.67b 8.5b
Kartika 1 233.27a 5.61a 79.00a 27.67a
Kartika 2 218.50a 4.89ab 72.67ab 10.00b
Sigarar
197.17b 3.98b 70.33ab 3.33b
Utang
Pr>F 0.008** 0.02* <.0001** 0.023*(tr1)
Keterangan: *berbeda nyata pada taraf 5%, **berbeda nyata pada taraf 1%, a angka yang diikuti
huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
menurut uji DMRT, tr1 merupakan hasil transformasi dari √(3 + 𝑥).

Analisis sidik peragam dilakukan pada beberapa karakter vegetatif yang


dapat dianalisis secara bersamaan, dengan menggunakan nilai intensitas cahaya
naungan sebagai peragamannya. Karakter tersebut tidak dibatasi oleh umur
tanaman dari kopi robusta dan arabika. Karakter tersebut meliputi lebar daun,
panjang daun, petiol daun, panjang arista stipule dan ruas yang disajikan pada
Tabel 5.
Semua karakter pengamatan vegetatif, yang dianalisis dengan analisis sidik
peragam terhadap intensitas cahaya naungan, menunjukkan hasil yang berbeda
nyata. Secara umum, kopi robusta memiliki ukuran daun yang lebih besar
15

dibandingkan kopi arabika (Panggabean 2011). Hal ini sesuai dengan data Tabel 5
yang menunjukkan semua genotipe kopi robusta memiliki panjang dan lebar daun
yang lebih besar dibandingkan genotipe kopi arabika. Panjang daun kopi robusta
mencapai lebih dari 20 cm dengan lebar daun kurang lebih 11 cm. Sebaliknya,
kopi arabika memiliki panjang daun dibawah 20 cm dan lebar daun berkisar
4.89 – 6.32 cm.

Tabel 5 Nilai tengah terkoreksi dan standar deviasi hasil analisis sidik peragam
karakter vegetatif genotipe kopi arabika dan robusta terhadap berbagai
intensitas naungan
Panjang Lebar Daun Petiol Daun Arista
Genotipe Ruas (cm)
daun (cm) (cm) (cm Stipule (cm)
Robusta
(Gliricidia)
26.30a 11.11a 1.286c 0.889a 7.509a
BP 308
± 0.36 ± 0.37 ± 0.06 ± 0.035 ± 0.195
26.41a 11.09a 1.696ab 0.520b 7.611a
BP 436
± 0.36 ± 0.37 ± 0.06 ± 0.035 ± 0.193
26.19a 11.58a 1.828a 0.514b 8.086a
BP 42
± 0.36 ± 0.37 ± 0.06 ± 0.035 ± 0.194
25.80a 11.20a 1.275c 0.788a 7.561ab
BP 543
± 0.397 ± 0.41 ± 0.066 ±0.038 ± 0.213
26.66a 11.30a 1.286c 0.778a 6.528bc
SA237
± 0.361 ± 0.37 ± 0.06 ± 0.035 ± 0.194
24.76a 11.12a 1.398bc 0.811a 6.294c
SA203
± 0.425 ± 0.44 ± 0.07 ± 0.041 ± 0.228
Arabika
(Kelapa)
15.63b 5.64b 1.210c 0.378bc 3.855d
S 795
± 0.367 ± 0.38 ± 0.06 ± 0.0353 ± 0.197
15.34b 5.91b 1.285c 0.340c 3.722d
Kartika1
± 0.36 ± 0.37 ± 0.06 ± 0.035 ± 0.193
15.36b 6.32b 1.216c 0.331c 3.874d
Kartika2
± 0.383 ± 0.39 ± 0.063 ± 0.037 ± 0.205
Sigarar 14.66b 4.89b 1.032c 0.355bc 4.035d
Utang ± 0.43 ± 0.44 ± 0.07 ± 0.041 ± 0.231
Pr> F <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001**
Keterangan: **berbeda nyata pada taraf 1%, a angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom
yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji tukey.

Petiol daun paling panjang dimiliki oleh kopi robusta genotipe BP 42


sebesar 1.828 cm, walaupun tidak berbeda nyata dengan genotipe BP 436.
Genotipe kopi robusta rata-rata memiliki arista stipule yang lebih panjang
dibandingkan genotipe kopi arabika. Genotipe BP 308 menjadi genotipe dengan
arista stipule terpanjang diantara genotipe kopi lainnya, walaupun tidak berbeda
nyata dengan genotipe BP 543, SA 237, dan SA 203. Ruas kopi robusta juga
memiliki ruas yang lebih panjang dibandingkan genotipe kopi arabika dan
genotipe BP 42 merupakan genotipe dengan ruas terpanjang sebesar 8.086 cm,
walaupun tidak berbeda nyata dengan genotipe BP 308, BP 436, dan BP 543.
16

Tanaman kopi robusta memiliki tinggi kurang dari 5 m dan memiliki batang
utama pada semua genotipe, sehingga dikategorikan ke dalam perwatakan pohon
pendek (IPGRI 1996). Semua genotipe kopi robusta memiliki penampakan
keselurahan menyerupai piramida. Hal ini dikarenakan perkembangan vegetatif
kopi robusta yang cenderung mengarah ke samping atau bersifat sympodial,
sehingga penampakan keseluruhan kopi robusta membentuk bangun piramida.
Adapun, sudut penyisipan batang semua genotipe kopi robusta menunjukkan
bentuk sudut yang semi tegak.
Tanaman kopi arabika juga memiliki tinggi kurang dari 5 m dan memiliki
batang utama pada semua genotipe, sehingga kopi ini juga dikategorikan ke dalam
perwatakan pohon pendek. Berbeda dengan kopi robusta, kopi arabika memiliki
penampakan keseluruhan menyerupai kerucut. Hal ini dikarenakan sifat
perkembangan vegetatif kopi arabika yang cenderung mengarah ke atas atau
bersifat monopodial, sehingga penampakan keseluruhan kopi arabika membentuk
bangun kerucut. Karakter sudut penyisipan batang menampakan perbedaan antar
genotipenya. Genotipe Kartika 1 dan Kartika 2 memiliki sudut penyisipan batang
yang dominan semi tegak, sedangkan genotipe S 795 dan Sigarar Utang memiliki
sudut penyisipan batang yang dominan horizontal.

P1 P2 P3 P4 P5 P7

(a) (b)
Gambar 3 (a) pucuk daun semua genotipe kopi robusta, P1 (BP 308), P2 (BP
436), P3 (BP 42), P4 (BP 543), P5 (SA 237), P7 (SA 203), (b) pucuk daun
semua genotipe kopi arabika, P8 (S 795), P 9 (Kartika 1), P10 (Kartika 2),
dan P11 (Sigarar Utang)

Warna daun terbagi menjadi tiga golongan, yaitu : warna daun muda, warna
daun tua, dan warna pucuk muda. Semua genotipe menunjukkan warna yellow-
green pada karakter warna daun muda dengan nomor 144 A, sehingga tergolong
dalam kategori kehijauan. Warna daun tua, pada semua genotipe kopi,
menunjukkan warna daun hijau pada collor chart, walau demikian terdapat
beberapa perbedaan nomor collor chart antar genotipe.
Kopi robusta genotipe BP 308, BP 42, dan SA 237 memiliki warna pada
kisaran nomor N137 B. Sebaliknya, kopi robusta genotipe BP 543 memiliki
nomor warna yang sama dengan BP 308, akan tetapi terdapat perbedaan derajat
intensitas yaitu N137 A. Adapun, genotipe BP 436 dan SA 203 memiliki warna
pada kisaran nomor 137. Akan tetapi, genotipe BP 436 memiliki intensitas warna
yang rendah, sehingga dikategorikan ke dalam 137 B dan genotipe SA 203
dikategorikan ke dalam 137 A. Warna pucuk dan petiol daun kopi robusta
17

menunjukkan tidak adanya perbedaan antar genotipe. Semua genotipe kopi


robusta memiliki warna pucuk hijau kecoklatan (Gambar 3a) dan memiliki petiol
daun berwarna hijau.
Kopi arabika juga memiliki kisaran derajat warna hijau yang berbeda antar
genotipe. Genotipe S 795 dan Sigarar utang memiliki warna pada kisaran nomor
N137A , sedangkan genotipe Kartika 1 memiliki warna pada kisaran nomor 137 A.
Adapun, genotipe Kartika 2 memiliki warna pada kisaran 139A. Berbeda dengan
kopi robusta, kopi arabika memiliki keragaman pada karakter warna pucuk.
Genotipe Kartika 1 dan 2 memiliki warna pucuk hijau, sedangkan genotipe S 795
dan Sigarar Utang memiliki pucuk berwarna coklat (Gambar 3b). Adapun, warna
petiol daun untuk seluruh genotipe kopi arabika memiliki warna yang sama yaitu
hijau.

P8 P9 P10 P11
P1 P2 P3 P4 P5 P7

(a) (b)
Gambar 4 (a) daun kopi semua genotipe robusta, P1 (BP 308), P2 (BP 436), P3
(BP 42), P4 (BP 543), P5 (SA 237), P7 (SA 203), (b) daun kopi semua
genotipe arabika, P8 (S 795), P 9 (Kartika 1), P10 (Kartika 2), dan P11
(Sigarar Utang)

Pangkal daun kopi robusta memiliki bentuk yang tumpul pada semua
genotipe. Keragaman terjadi pada ujung daun kopi robusta. Genotipe BP 436 dan
BP 42 memiliki ujung daun yang dikategorikan ke dalam Apiculate , sedangkan
genotipe BP 308, BP 543, SA 237, dan SA 203 memiliki ujung berbentuk
Acuminate. Perbedaan bentuk ujung daun memberikan pengaruh terhadap
perbedaan bentuk daun. Pada kopi robusta, Genotipe yang memiliki ujung
Apiculate memiliki bentuk daun elips, sedangkan genotipe yang memiliki ujung
Acuminate memiliki bentuk daun oval. Keragaman juga terdapat pada gelombang
permukaan dan tepi daun kopi robusta. Genotipe BP 42 dan BP 436 memiliki
gelombang permukaan yang tidak nyata, sedangkan BP 308, BP 543, SA 237, dan
SA 203 memiliki gelombang permukaan yang tegas. Genotipe robusta yang tidak
memiliki ketegasan gelombang tepi daun adalah genotipe BP 436 (Gambar 4a).
Bentuk pangkal daun kopi arabika berbeda dengan kopi robusta. Kopi
arabika memiliki pangkal daun berbentuk runcing. Karakter ujung daun
menunjukkan hasil yang berbeda antar genotipe kopi arabika. Genotipe Kartika 1,
S 795, dan Sigarar Utang memiliki bentuk Acuminate , sedangkan Kartika 2
memiliki bentuk ujung Apiculate. Perbedaan bentuk ujung daun juga memberikan
pengaruh terhadap perbedaan bentuk daun kopi arabika. Genotipe yang memiliki
18

ujung Apiculate memiliki bentuk daun elips, sedangkan genotipe yang memiliki
ujung Acuminate memiliki bentuk daun oval, kecuali genotipe Sigarar Utang yang
memiliki bentuk lanset. Keragaman juga terdapat pada karakter gelombang
permukaan daun kopi arabika, sedangkan karakter gelombang tepi daun tidak
menunjukkan perbedaan antar genotipe kopi arabika. Genotipe S 795 memiliki
permukaan daun yang bergelombang dibandingkan dengan genotipe arabika
lainnya yang memiliki permukaan datar (Gambar 4b).
Kopi robusta memiliki keragaman terhadap bentuk stipule. Genotipe BP 42
dan BP 436 memiliki stipule berbentuk ovul, sedangkan genotipe BP 308, BP 543,
SA 237, dan SA 203 memiliki stipule berbentuk segitiga. Hal ini berbanding lurus
dengan panjang arista stipule, dimana genotipe BP 42 dan BP 436 memiliki arista
yang pendek dibandingkan genotipe BP 308, BP 543, SA 237, dan SA 203. Pada
kopi arabika, semua genotipe memiliki bentuk stipule ovul (Gambar 5). Adapun,
pola venasi daun dari kopi arabika dan robusta memiliki pola menyirip.

(a) (b)
Gambar 5 (a) stipule berbentuk ovul, (b) stipule berbentuk segitiga

Fase Generatif

Fase generatif merupakan fase pertumbuhan organ generatif yang dimulai


dari terbentuknya primordia bunga hingga buah masak (Gardner et al. 1985).
Sesuai dengan pengertiannya, karakter-karakter generatif yang digunakan dalam
penelitian ini dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok. Kelompok tersebut
adalah bunga dan pembungaan, buah, dan biji.

Bunga dan pembungaan


Tanaman naungan pada pertanaman kopi memiliki arti penting dalam sistem
produksi kopi berkelanjutan (Evizal et al. 2009). Akan tetapi, intensitas naungan
mempengaruhi bunga dan pembungaan kopi. Semakin tinggi intensitas naungan
menyebabkan pengurangan terhadap jumlah bunga yang dihasilkan (Indrawanto et
al.2010). Oleh sebab itu, dilakukan analisis sidik peragam terhadap intensitas
naungan pada karakter bunga dan pembungaan. Pada kelompok karakter ini,
genotipe kopi arabika Sigarar Utang tidak diikutkan dalam analisis. Hal ini
dikarenakan genotipe Sigarar Utang tidak berbunga selama penelitian ini
berlangsung, sehingga hanya terdapat 9 genotipe yang dapat dianalisis. Hasil
19

analisis peragam kelompok karakter pembungaan terhadap berbagai naungan


disajikan pada Tabel 6 dan kelompok karakter bunga disajikan pada Tabel 7.
Terdapat dua belas karakter kuantitatif yang diamati terkait bunga dan
pembungaan. Akan tetapi, tiga dari karakter-karakter tersebut menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata. Karakter tersebut adalah lebar mahkota, jumlah
mahkota , dan jumlah anther. Lebar mahkota rata-rata tanaman kopi arabika dan
robusta kurang lebih 0.51 cm dan jumlah mahkota kopi arabika dan robusta
berkisar 5–6 mahkota. Secara umum, jumlah mahkota kopi berkisar 3–8 mahkota
(Panggabean 2011). Jumlah anther bunga kopi berbanding lurus dengan jumlah
mahkota. Hal ini dikarenakan anther bunga kopi keluar dari setiap kuntum
mahkota, sehingga jumlah anther sama dengan jumlah mahkota bunga.

Tabel 6 Nilai tengah terkoreksi hasil analisis peragam terhadap berbagai naungan
pada kelompok karakter pembungaan tanaman kopi
Jumlah Bunga Jumlah Bunga Jumlah Panjang
Genotipe Facicles Buku-
Buku-1 Facicles-1 1 TKB (cm)
Robusta
(Gliricidia)
BP 308 50.04a ± 1.44 6.32a ± 0.134 9.70a ± 0.241 1.01b ± 0.019
BP 436 49.89a ± 1.429 5.49b ± 0.134 9.60a ± 0.239 1.03ab ± 0.019
BP 42 48.23a ± 1.432 5.30b ± 0.134 9.44a ± 0.24 1.11a ± 0.019
BP 543 50.6a ± 1.586 5.30b ± 0.153 9.32a ± 0.266 1.07ab ±0.021
SA237 52.31a ± 1.431 6.30a ± 0.134 9.76a ± 0.24 1.07ab ± 0.019
SA203 51.48a ± 1.669 5.81ab ± 0.154 10.24a ± 0.28 1.06ab ± 0.022
Arabika
S 795
20.86b ± 1.463 3.81c ± 0.139 5.38b ± 0.245 0.72c 0.0195
(Mimba)
Kartika 1
(Belimbing 23.84b ± 1.602 3.11c ± 0.134 6.38b ± 0.268 0.69c ± 0.021
Wuluh)
Kartika 2
21.87b ± 1.508 3.26c ± 0.1394 6.47b ± 0.252 0.71c ± 0.02
(Gliricidia)
Pr> F <.0001** <.0001** <.0001** <.0001**
Keterangan: **berbeda nyata pada taraf 1%, a angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom
yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji tukey

Kelompok karakter pembungaan yang disajikan pada Tabel 6 teridiri dari


jumlah bunga buku-1, jumlah bunga facicles-1 , jumlah facicles buku-1 , dan panjang
tangkai karang bunga (TKB). Kopi robusta memiliki jumlah bunga buku-1 lebih
banyak dibandingkan kopi arabika, berkisar antara 48–53 bunga per bukunya. Hal
serupa juga terjadi pada karakter jumlah facicles (kelompok bunga) buku-1. Kopi
robusta memiliki jumlah facicles buku-1 yang lebih banyak dibandingkan kopi
arabika, berkisar 9 – 11 facicles per bukunya. Jumlah bunga facicles-1 terbanyak
juga dimiliki oleh kopi robusta dibandingkan kopi arabika. Genotipe BP 308
merupakan genotipe yang memiliki jumlah bunga facicles-1 terbanyak ,sebesar
6.32, walaupun tidak berbeda nyata dengan genotipe BP 543, SA 237, dan SA 203.
Selain itu, Kopi robusta juga memiliki rata-rata panjang tangkai karang bunga
(TKB) yang lebih panjang dibandingkan kopi arabika. Tangkai karang bunga
20

terpanjang dimiliki oleh BP 42, rata-rata sebesar 1.11 cm, walaupun tidak berbeda
nyata dengan BP 436, BP 543, SA 237, dan SA 203.
Karakter bunga yang disajikan pada Tabel 7 terdiri atas panjang anther,
panjang mahkota, panjang putik, panjang stigma, dan panjang tabung mahkota.
Kopi robusta rata-rata memiliki anther yang lebih panjang dibandingkan genotipe
kopi arabika. Genotipe SA 237 memiliki anther terpanjang sebesar 1.2 cm,
walaupun tidak berbeda nyata dengan genotipe kopi robusta lainnya. Sebaliknya,
genotipe kopi S 795 memiliki anther paling pendek, sebesar 0.73 cm, walaupun
tidak berbeda nyata dengan genotipe Kartika 1 dan 2. Kopi robusta memiliki
panjang mahkota rata-rata lebih panjang dibandingkan kopi arabika. Mahkota
terpanjang dimiliki oleh genotipe kopi robusta SA 237, sebesar 2.15 cm. Akan
tetapi, panjang mahkota genotipe ini tidak berbeda nyata dengan genotipe kopi
robusta lainnya. Sebaliknya, genotipe S 795 merupakan genotipe dengan panjang
mahkota terpendek, sebesar 1.05 cm, walaupun tidak berbeda nyata dengan
genotipe BP 42, BP 543, SA 203, Kartika 1 dan 2.

Tabel 7 Nilai tengah terkoreksi hasil analisis peragam terhadap berbagai naungan
pada kelompok karakter bunga
Panjang
Panjang
Genotipe Panjang Panjang Panjang Tabung
Mahkota
Anther (cm) Putik (cm) Stigma (cm) Mahkota
(cm)
(cm
Robusta
(Gliricidia)
1.04ab ± 1.89ab ± 3.24a ± 0.722ab ± 1.06b ±
BP 308
0.04 0.14 0.180 0.058 0.052
1.81ab ± 3.05ab ± 0.793ab ± 1.34a ±
BP 436 1.13a ± 0.04
0.139 0.179 0.0577 0.052
1.18a ± 1.7abc ± 2.93ab ± 0.902a ± 1.13ab ±
BP 42
0.039 0.139 0.179 0.0579 0.052
1.04ac ± 1.74abc ± 2.96ab ± 0.714ab ± 0.99b
BP 543
0.043 0.154 0.198 0.064 ±0.059
1.20a ± 2.15a ± 3.26a ± 0.802ab ± 1.178ab ±
SA237
0.039 0.138 0.178 0.0578 0.052
1.11a ± 1.83abc ± 2.97ab ± 0.722ab ± 1.18ab ±
SA203
0.045 0.162 0.208 0.0674 0.061
Arabika
S 795 1.05c ± 1.77c ± 0.375c ± 0.795c ±
0.73d ± 0.04
(Mimba) 0.142 0.182 0.0591 0.053
Kartika 1
0.85bd ± 1.26bc ± 0.567bc ± 1.03bc ±
(Belimbing 2.22bc ± 0.2
0.044 0.156 0.0647 0.058
Wuluh)
Kartika 2 0.83cd ± 1.21bc ± 2.21bc ± 0.687ab ± 1.01bc ±
(Gliricidia) 0.041 0.146 0.189 0.0603 0.055
Pr> F <.0001** 0.0005** 0.0001** 0.0007** 0.0002**
Keterangan: **berbeda nyata pada taraf 1%, a angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom
yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji tukey
21

Putik genotipe kopi robusta rata rata lebih panjang dibandingkan genotipe
kopi arabika, dimana SA 237 menjadi genotipe dengan putik terpanjang, sebesar
3.26, walaupun tidak berbeda nyata dengan genotipe kopi robusta yang lainnya.
Sebaliknya, genotipe S 795 merupakan genotipe dengan panjang putik terpendek,
sebesar 1.77 cm, walaupun tidak berbeda nyata dengan genotipe kopi arabika
lainnya. Kopi robusta rata-rata memiliki stigma yang lebih panjang dibandingkan
kopi arabika. Stigma terpanjang dimiliki oleh genotipe kopi robusta BP 42,
sebesar 0.9 cm, walaupun tidak berbeda nyata dengan genotipe BP 308, BP 436,
BP 543, SA 203, SA 237, dan Kartika 2. Sebaliknya, genotipe S 795 memiliki
stigma paling pendek diantara genotipe kopi lainnya, sebesar 0.375 cm, walaupun
tidak berbeda nyata dengan genotipe Kartika 1. Karakter kuantitatif terakhir yang
berbeda nyata adalah panjang tabung corolla. Tabung corolla kopi robusta rata-
rata memiliki tabung yang lebih panjang dibandingkan kopi arabika. Tabung
corolla terpanjang dimiliki oleh BP 436, sebesar 1.34 cm, walaupun tidak berbeda
nyata dengan genotipe BP 42, SA 237, dan SA 203. Sebaliknya, genotipe S 795
memiliki tabung corolla terpendek, rata-rata sebesar 0.795 cm, tetapi tidak
berbeda nyata dengan genotipe Kartika 1 dan 2.
Hasil analisis peragam pada semua karakter bunga dan pembungaan
menunjukkan kopi robusta memiliki rata-rata ukuran dan jumlah bunga yang lebih
besar dibandingkan kopi arabika. Hal ini dikarenakan tanaman kopi robusta
merupakan tanaman menyerbuk silang, sedangkan tanaman kopi arabika
merupakan tanaman menyerbuk sendiri (Balittri 2013b). Selain ukuran dan jumlah
bunga, bunga kopi robusta juga memiliki aroma bunga yang menyegat, sebagai
salah satu ciri dari tanaman menyerbuk silang. Aroma bunga yang menyegat
berguna untuk memancing polinator mendekati bunga untuk membantu proses
penyerbukan silang. Menurut Ashari (1995), ketika bunga mekar, bunga akan
memproduksi nektar yang dapat menarik perhatian serangga lewat warna bunga
atau bau nektar. Hal ini berkebalikan dengan bunga tanaman kopi arabika. Selain
memiliki ukuran dan jumlah yang sedikit, bunga kopi ini juga memiliki aroma
yang kurang menyegat. Oleh sebab itu, tanaman ini dikategorikan sebagai
tanaman menyerbuk sendiri.
Hasil analisis peragam pada Tabel 7 juga menunjukkan bahwa genotipe
yang memiliki ukuran stigma dan anther paling besar adalah BP 42. Walaupun
ukuran anther BP 42 masih lebih rendah dibangdingkan SA 237, tetapi perbedaan
antar keduanya tidak berbeda nyata. Stigma yang besar dapat meningkatkan luas
areal penyerbukan yang berpengaruh pada proses pembentukan buah dan biji. Hal
ini didukung dari data deskripsi BP 42 yang memiliki ukuran buah yang besar
(Balittri 2013a). Selain itu, anther yang besar dapat menyediakan polen yang lebih
banyak, sehingga baik digunakan sebagai polinator. Hal ini didukung oleh
Erdiansyah et al. (2014) dan Sumirat et al. (2007) yang menggunakan genotipe
BP 42 sebagai genotipe penyerbuk dalam penanaman poliklonal pada
penelitiannya. Oleh sebab itu, genotipe BP 42 dapat dikategorikan sebagai tetua
dan polinator yang baik.
Karakter kualitatif pada kelompok bunga dan pembungaan yang diamati
adalah posisi pembungaan, ada tidaknya bunga pada batang, penyisipan anther,
ujung bunga, dan pangkal bunga. Posisi pembungaan tanaman kopi robusta dan
arabika bersifat aksilar, karena kedua jenis kopi berbunga di buku-buku aksilar
pada percabang kopi. Semua genotipe kopi robusta menunjukkan adanya
22

pembungaan pada batang tua atau utama, sedangkan genotipe kopi arabika tidak
menunjukkan pembungaan pada batang utama. Apabila terdapat pembungaan,
hanya berupa bunga tunggal dan tidak tersusun dalam bentuk kelompok bunga.
Penyisipan anther kopi arabika dan robusta memiliki penyisipan yang sama yaitu
excluded. Hal ini dikarenakan anther muncul pada mahkota bunga bukan pada
ovary bunga atau rangkaian putik bunga, sehingga jumlah mahkota sama dengan
jumlah anther.
Perbedaan bunga kopi juga terdapat pada bentuk ujung mahkota bunga dan
pangkal mahkota bunga. Ujung bunga kopi robusta rata-rata memiliki ujung
berbentuk acute pada semua genotipe, sedangkan kopi arabika rata-rata memiliki
ujung berbentuk acuminate pada semua genotipe. Pangkal bunga kopi menjadi
karakter keragaman bunga yang tampak, terutama pada kopi robusta. Genotipe BP
436 dan BP 42 memiliki pangkal daun yang berhimpit, sedangkan genotipe BP 42,
BP 543, SA 237, dan SA 203 memiliki pangkal bunga yang menggulung. Pangkal
daun yang berhimpit juga dimiliki oleh semua genotipe kopi arabika (Gambar 6).

(a) (b)

(c) (d) (e)


Gambar 6 (a) bunga dengan pangkal yang berhimpit (b) bunga dengan pangkal
yang menggulung, (c) ukuran bunga arabika, (d) ujung dan pangkal
bunga arabika, (e) ukuran bunga robusta, 3 bunga di kiri dengan
pangkal yang berhimpit dan 3 bunga di kanan dengan pangkal yang
menggulung

Karakter Buah
Buah kopi robusta dan arabika dianalisis secara terpisah untuk karakter
kuantitatif. Hal ini dikarenakan kopi robusta masih dalam tahap TBM 2 dan kopi
arabika telah masuk pada status TM. Genotipe kopi robusta BP 543 tidak
diikutkan dalam analisis ini, dikarenakan genotipe BP 543 hanya memiliki satu
23

tanaman yang berbuah dan jumlah buahnya sedikit. Oleh sebab itu, hanya terdapat
lima genotipe kopi robusta dan empat genotipe kopi arabika yang dapat dianalisis.
Hasil analisis ragam kelompok karakter buah kopi robusta disajikan pada Tabel 8
dan hasil analisis peragam kelompok karakter buah kopi arabika terhadap
berbagai naungan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 8 Hasil sidik ragam dan uji lanjut DMRT terhadap karakter buah kopi
robusta
Genotipe
Karakter KK
BP 308 BP 436 BP 42 SA 237 SA 203 Pr>F
(%)
Panjang
Buah 1.616ab 1.484c 1.682a 1.569bc 1,508c 0.0044** 3.21
(cm)
Tebal
0.083bc 0.089b 0.116a 0.078c 0.068d <.0001** 4.63
Pulp (cm)
Keterangan: **berbeda nyata pada taraf 1%, a angka yang diikuti huruf yang sama pada baris
yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT.

Buah kopi robusta, menurut Tabel 8, memiliki perbedaan yang nyata pada
karakter panjang buah dan tebal pulp buah, sedangkan karakter lebar dan tebal
buah menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Genotipe BP 42 merupakan
genotipe yang memiliki buah terpanjang dibandingkan genotipe robusta lainnya.
Genotipe dengan buah terpendek dimiliki oleh genotipe BP 436, rata-rata sebesar
1.48 cm, tetapi buah genotipe ini tidak berbeda nyata dengan genotipe SA 237 dan
SA 203. Adapun, genotipe yang memiliki pulp paling tebal adalah genotipe BP 42,
rata-rata sebesar 0.116 cm, dan paling tipis adalah genotipe SA 203, rata-rata
sebesar 0.068 cm. Hal ini menandakan genotipe BP 42 merupakan genotipe yang
memiliki buah yang besar dan berkorelasi dengan potensi produksi.

Tabel 9 Hasil analisis sidik peragam karakter buah kopi arabika terhadap
berbagai naungan
Genotipe (Naungan)-1
Kartika Sigarar
Karakter S 795 Kartika 2 KK
1 Utang Pr>F
(Mimba) (Gliricidia) (%)
(BW) (Kelapa)
Panjang 1.586ab 1.571b ± 1.660a ± 1.579ab
0.0455* 1.78
Buah (cm) ± 0.0165 0.0165 0.0199 ± 0.0203
Lebar 1.351ab 1.409a ± 1.276b ± 1.371ab
0.0365* 2.92
Buah (cm) ± 0.023 0.023 0.028 ± 0.028
Tebal Pulp 0.112b ± 0.159a ± 0.183a ± 0.096b ±
0.0011** 8.79
(cm) 0.007 0.007 0.0084 0.0087
Keterangan: *berbeda nyata pada taraf 5 %,**berbeda nyata pada taraf 1%, a angka yang diikuti
huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
menurut uji tukey, BW kependekan dari Belimbing Wuluh.

Karakter buah kopi arabika, yang disajikan pada Tabel 9, menunjukkan


perbedaan pada beberapa karakter buah. Kartika 2 memiliki buah yang paling
panjang dibandingkan genotipe arabika yang lain, rata-rata sebesar 1.66 cm,
24

sedangkan Kartika 1 menjadi genotipe arabika yang memiliki buah terpendek


diantara genotipe arabika lainnya, rata-rata sebesar 1.571 cm. Buah kopi terlebar
dimiliki oleh Kartika 1, rata-rata sebesar 1.4 cm, sedangkan buah paling ramping
dimiliki oleh Kartika 2, rata-rata sebesar 1.27 cm. Pulp yang paling tebal dimiliki
oleh genotipe Kartika 2, rata-rata sebesar 0.183, walaupun tidak berbeda nyata
dengan Kartika 1. Sebaliknya, genotipe yang memiliki tebal pulp paling kecil
adalah Sigarar Utang dengan ketebalan rata-rata sebesar 0.096 cm, walaupun tidak
berbeda nyata dengan S 795.
Bentuk piringan buah kopi robusta dan arabika rata-rata tidak berbeda antar
keduanya, yaitu berbentuk cylindrical. Tekstur endoscarp kopi arabika memiliki
keragaman, genotipe Kartika 1 dan 2 memiliki tekstur coriaceous dan lainnya
memiliki tekstur subcoriaceous. Sebaliknya, kopi robusta tidak memiliki
perbedaan tekstur endoscarp antar genotipenya. Semua genotipe robusta memiliki
tekstur endoscarp subcoriaceous.
Karakter bentuk dan warna buah menjadi pembeda antar genotipe pada
kedua jenis kopi. Tanaman kopi robusta yang memiliki bentuk buah membulat
adalah genotipe BP 436, dan genotipe yang memiliki bentuk buah yang mengoval
adalah genotipe BP 42. Adapun, Genotipe BP 308, SA 237, dan SA 203 memiliki
bentuk buah bulat (Gambar 7). Pada tanaman kopi arabika, genotipe kartika 2
memiliki bentuk buah agak lonjong dan Kartika 1 memiliki bentuk yang bulat.
Adapun, genotipe S 795 dan Sigarar Utang memiliki bentuk buah yang mengoval
(Gambar 8). Karakter warna buah pada kopi robusta terbagi menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama adalah genotipe yang memiliki warna buah merah,
terdiri atas BP 436, BP 42, dan SA 203. Kelompok kedua adalah kelompok yang
memiliki warna buah orange-merah, terdiri atas BP 308 dan SA 237 (Gambar 7).
Adapun untuk kopi arabika, karakter warna buah juga membagi genotipe arabika
menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah genotipe yang memiliki warna
buah merah, terdiri atas Kartika 1 dan 2, sedangkan kelompok kedua adalah
genotipe yang memiliki warna buah orange-merah yang terdiri atas S 795 dan
Sigarar Utang (Gambar 8).

Gambar 7 Warna dan bentuk buah kopi robusta, P1 (BP 308), P2 (BP 436), P3
(BP 42), P5 (SA 237), dan P7 (SA 203),
25

Gambar 8 Warna dan bentuk buah kopi arabika, P8 (S 795), P 9 (Kartika 1), P10
(Kartika 2), dan P11 (Sigarar Utang)

Karakter Biji
Biji kopi robusta dan arabika juga dianalisis secara terpisah, dikarenakan
status tanaman dan proses pengeringan biji yang berbeda. Selain itu, genotipe BP
543 juga tidak dapat diikutkan dalam analisis biji, dikarenakan genotipe ini belum
menghasilkan buah yang masak. Biji kopi dibedakan menjadi dua macam, yaitu
biji HS (Haulk Snauk) dan biji beras. Biji HS atau biji kopi kering adalah biji kopi
yang masih tertutupi kulit tanduk, sedangkan biji beras atau biji kopi pasar adalah
biji yang kulit tanduknya telah dilepas (Indrawanto et al. 2010). Pengambilan
sampel biji dilakukan pada biji normal atau berkeping dua dengan kadar air
kurang lebih 12.5 % (Indrawanto et al. 2010). Hasil analisis ragam karakter biji
kopi robusta disajikan pada Tabel 10 dan hasil analisis peragam karakter biji kopi
arabika terhadap intensitas cahaya terhadap berbagai naungan disajikan pada
Tabel 11.

Tabel 10 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut karakter biji pada kopi robusta
Genotipe
Karakter Pr>F KK
BP 308 BP 436 BP 42 SA 237 SA 203
Panjang
Biji HS 1.320a 1.201b 1.333a 1.333a 1.163b <.0001** 1.969%
(cm)
Panjang
Biji
1.087a 0.963b 1.097a 1.07a 0.977b 0.001** 3.17 %
Beras
(cm)
Tebal
Biji HS 0.626a 0.629a 0.617a 0.619a 0.566b 0.0023** 2.44 %
(cm)
Susut
Panjang 0.233a 0.247a 0.233a 0.262a 0.185b 0.0041** 7.76 %
(cm)
Susut
Tabal 0.108a 0.130a 0.128a 0.112a 0.071b 0.0269* 17.99%
(cm)
Ketrangan: *berbeda nyata pada taraf 5%, **berbeda nyata pada taraf 1%, a angka yang diikuti
huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
menurut uji DMRT.
26

Hasil analisis sidik ragam karakter biji kopi menunjukkan hasil berebeda
nyata pada karakkter panjang biji HS, panjang biji beras, tebal biji HS, susut
panjang dan susut tebal. Sebaliknya, karakter lebar biji HS, lebar biji beras, tebal
biji beras, dan susut lebar memberikan respon yang tidak berbeda nyata antar
genotipe kopi robusta. Genotipe SA 203 dan BP 436 merupakan genotipe yang
memiliki panjang biji HS dan biji beras terpendek dibandingkan semua genotipe
kopi robusta yang diamati. Akan tetapi, genotipe SA 203 memiliki tebal biji yang
tipis dibandingkan dengan genotipe kopi robusta yang diamati, rata-rata sebesar
0.566 cm.Susut panjang merupakan selisih antara panjang biji HS dengan panjang
biji beras setelah dikeringkan. Definisi ini hampir sama dengan susut tebal yang
merupakan selisih dari tebal biji HS dengan tebal biji beras setelah dikeringkan.
Genotipe SA 203 memiliki susut panjang paling kecil dibandingkan dengan
genotipe robusta lainnya, rata-rata sebesar 0.185 cm. Selain itu, Genotipe SA 203
juga memiliki susut tebal paling rendah dibandingkan dengan genotipe robusta
lainnya.

Tabel 11 Hasil analisis sidik peragam dan uji lanjut karakter biji kopi arabika
terhadap berbagai naungan
Genotipe
Sigarar Pr>
Karakter S 795 Kartika 1 Kartika 2 KK
Utang F
(Mimba) (BW) (Gliricidia)
(Kelapa)
Lebar Biji 0.844a ± 0.789b ± 0.793a ± 0.838a ± 0.03 2.22
HS (cm) 0.0105 0.0105 0.0127 0.01297 * %
Panjang Biji 0.865a ± 0.905a ± 0.904a ± 0.803b ± 0.04 3.39
Beras (cm) 0.017 0.017 0.0206 0.0211 8* %
Keterangan : *berbeda nyata pada taraf 5%, a angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang
sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji tukey, BW
kependekan dari Belimbing Wuluh

Hasil analisis peragam karakter biji kopi arabika (Tabel 11) menunjukkan
perbedaan nyata pada karakter lebar biji HS dan panjang biji beras. Adapun,
karakter panjang biji HS, tebal biji HS, lebar biji beras, tebal biji beras, susut
panjang, susut lebar, dan susut tebal tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Kartika 1 memiliki lebar biji HS terkecil, rata-rata sebesar 0.789 cm,
dibandingkan dengan Kartika 2, S 795 dan Sigarar Utang yang antar genotipenya
memiliki lebar biji HS yang tidak berbeda nyata. Genotipe Sigarar Utang menjadi
genotipe kopi arabika yang memiliki panjang biji beras terpendek dibandingkan
genotipe arabika lainnya, dengan panjang rata-rata sebesar 0.8 cm.
Biji yang digunakan untuk karakterisasi bentuk dan warna biji adalah biji
beras. Jenis pengeringan memberikan perbedaan terhadap warna biji kopi. Biji
yang menggunakan pengeringan oven memiliki warna orange atau coklat,
sedangkan biji yang dikeringkan dengan sinar matahari menghasilkan warna hijau
hingga kehijauan. Pada kopi arabika, semua genotipe dikeringkan menggunakan
sinar matahari, sedangkan genotipe kopi robusta menggunakan pengeringan
kombinasi dan oven. Oleh sebab itu, indentifikasi karakter warna pada penelitian
ini mengunakan biji yang telah melewati tahap pengeringan dengan sinar matahari.
27

Tanaman kopi robusta memiliki keragaman terhadap bentuk dan warna biji
kopi. Karakter bentuk biji pada kopi robusta terbagi menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama adalah genotipe yang memiliki bentuk biji mengoval, terdiri
atas BP 436, dan SA 203. Sebaliknya, kelompok kedua adalah genotipe yang
memiliki bentuk biji agak langset, terdiri atas BP 308, BP 42, dan SA 237.
Karakter warna biji juga mengalami keragaman pada kopi robusta. Genotipe BP
308 dan BP 436 memiliki kategori warna biji Ggreyed-Green dengan nomor 195
A, sedangkan genotipe BP 42 dan SA 237 dikategoori ke dalam warna Yellow-
Green nomor 148. Akan tetapi, genotipe BP 42 memiliki intensitas warna B yang
berbeda dengan SA 237 yang memiliki intensitas warna A. Adapun, genotipe
SA 203 tidak diikutkan dalam pengkategorian warna, dikarenakan semua biji kopi
SA 203 dikeringkan dengan oven (Gambar 9)
Tanaman kopi arabika hanya memiliki keragaman pada bentuk biji, karena
warna biji semua genotipe kopi arabika dikategorikan ke dalam Ggreyed-
Green.Genotipe S 795 memiliki bentuk biji yang mengoval dan genotipe Sigarar
Utang memiliki bentuk biji yang bulat. Adapun, genotipe Kartika 1 dan 2
memiliki bentuk biji yang agak lanset (Gambar 10).

Gambar 9 Biji kopi robusta, P1 (BP 308), P2 (BP 436), P3 (BP 42),P5 (SA 237),
P7 merupakan genotipe Sa 203 yang dikeringkan dengan oven

Gambar 10 Biji kopi arabika, P8 (S 795), P 9 (Kartika 1), P10 (Kartika 2), dan
P11 (Sigarar Utang),

Evaluasi

Evaluasi hanya dilakukan pada genotipe kopi arabika. Hal ini dikarenakan
kopi robusta masih dalam tahap TBM 2, sehingga pengujian evaluasi tanaman
kopi robusta belum dapat dilakukan. Evaluasi yang dilakukan terkait bobot buah
28

pohon-1, bobot 100 biji, rata-rata buah lanang, rata-rata buah berbiji 3, dan buah
kosong. Hasil rata-rata karakter evaluasi disajikan pada Tabel 12.
Bobot buah pohon-1 terbesar dimiliki oleh genotipe S 795 pada naungan
mimba dan bobot buah terkecil dimiliki oleh genotipe Sigarar Utang pada
naungan kelapa. Genotipe Sigarar Utang memiliki potensi produksi 800–2000 kg
ha-1 (Heryana et al. 2013). Apabila dibandingkan dengan genotipe Sigarar Utang
yang diamati, produktivitas hanya dapat mencapai 361 kg ha-1 dengan jumlah
pohon hektar-1 sebesar 1600 pohon. Hal ini dikarenakan genotipe Sigarar Utang
mengalami serangan PBKo yang tinggi sebelum dilakukan pemanenan. Data
intensitas serangan PBKo pada Tabel 2 menunjukkan bahwa genotipe Sigarar
Utang merupakan genotipe yang paling intensif terserang oleh PBKo. Selain itu,
faktor intensitas cahaya yang tinggi dan lokasi penanaman termasuk dataran
rendah menyebakan genotipe ini tidak dapat tumbuh dan berproduksi secara
optimal. Hal ini dikarenakan genotipe Sigarar Utang merupakan genotipe jenis
kopi arabika yang dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal pada kisaran suhu
17°–21°. Oleh sebab itu, genotipe Sigarar Utang memiliki bobot buah pohon-1
yang rendah dibandingkan genotipe arabika yang lain. Adapun, karakter bobot
100 biji menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar genotipe, walaupun
genotipe S 795 merupakan genotipe yang paling berat dibandingkan dengan
genotipe yang lain, dengan rata-rata 15.34 g. Bobot 100 biji diukur pada kondisi
KA ± 12.5%, sesuai panduan dari budidaya dan pasca panen kopi (Indrawanto et
al. 2010).

Tabel 12 Nilai tengah karakter evaluasi pada genotipe kopi arabika


Genotipe (Jenis Naungan)
Karakter Kartika 1 Kartika 2 Sigarar Utang
S 795 (Mimba)
(BW) (Gliricidia) (Kelapa)
Bobot buah
1 201 ± 44.8 793 ± 98.79 1 021.67 ± 50.6 226 ± 25.12
pohon-1 (g)
Bobot 100
15.34 ± 0.302 14.53 ± 0.303 14.87 ± 0.364 14.19 ± 0.373
biji (g)
Rasio buah
0.17 ± 0.058 0.13 ± 0.03 0.083 ± 0.034 0.095 ± 0.027
lanang
Rasio buah 0.0167 ± 0.032 ± 0.021 ±
0.033 ± 0.015
berbiji 3 0.0057 0.0076 0.0067
Keterangan : BW kependekan dari Belimbing Wuluh

Hasil pengamatan 200 sampel buah genotipe-1 menunjukkan tidak adanya


buah kosong genotipe-1. Jumlah buah lanang genotipe-1 menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata antar genotipe kopi arabika, walaupun genotipe S 795
merupakan genotipe yang memiliki buah lanang terbanyak. Buah lanang
merupakan buah yang berbiji tunggal, bulat, dan tidak terbelah. Buah ini memiliki
harga yang mahal karena memiliki cita rasa yang khas dan jumlah tanaman-1 yang
sedikit (Balittri 2013c). Adapun, genotipe dengan buah berbiji tiga terbanyak
dimiliki oleh Kartika 2. Walaupun demikian, genotipe ini tidak berbeda nyata
dengan genotipe arabika yang lain.
29

Analisis Gerombol

Analisis gerombol merupakan analisis multivariat yang bertujuan untuk


mengelompokan objek-objek dari data yang diteliti berdasarkan kesamaman
karakteristik yang dimilikinya. Kesamaan karakteristik ini diukur menggunakan
ukuran kedekatan antarobjek yang dapat berupa ukuran kemiripan atau
ketidakmiripan (Ariawan et al. 2013). Hasil analisis ini akan disajikan dalam
bentuk dendogram. Dendogram merupakan suatu format data yang mengolah
struktur data tersimpan untuk dikelompokan sesuai hirarki algoritma yang
ditampilkan dalam bentuk gambar pohon (Babu et al. 2012). Pada penelitian ini,
analisis gerombol digunakan untuk mengetahui derajat kekerabatan genetik dari
genotipe yang diamati berdasarkan pengamatan karakter-karakter morfologi
tanaman. Dendogram yang dihasilkan akan digunakan sebagai salah satu
informasi awal dalam pengembangan pemuliaan tanaman kopi di Balittri.
Dendogram yang dihasilkan pada Gambar 11 merupakan hasil analisis
ketidakmiripan morfologi tanaman kopi. Analisis ini menggunakan seluruh
karakter kualitatif dan sebagian karakter kuantitatif dari tanaman kopi. Hal ini
dikarenakan terdapatnya batasan status tanaman antara kopi arabika dan robusta
yang menyebabkan sebagian karakter kuantitatif tidak dapat diikutkan dalam
analisis ini.

Gambar 11 Dendogram ketidakmiripan karakter morfologi tanaman kopi arabika


dan robusta

Hasil dendogram menunjukkan bahwa kopi robusta dan arabika memiliki


tingkat ketidakmiripan kurang lebih 0.55(55%) atau tingkat kemiripan kurang
lebih 0.45(45%). Hal ini menunjukkan bahwa kopi arabika dan robusta memiliki
kekerabatan yang jauh, mengingat kedua kopi tersebut merupakan spesies yang
berbeda. Pada tingkat ketidakmiripan 20 %, sampel dapat dikelompokan menjadi
empat kelompok yang terdiri atas dua kelompok kopi arabika dan dua kelompok
kopi robusta. Kelompok 1 terdiri atas kopi arabika dengan genotipe Kartika 1 dan
Kartika 2, sedangkan kelompok 2 terdiri atas kopi arabika dengan genotipe
Sigarar Utang dan S 795. Pada kopi robusta, terdapat satu kelompok kecil dan
satu kelompok besar. Kelompok kecil robusta terdiri atas genotipe BP 42 dan BP
436, sedangkan kelompok besar kopi robusta terdiri atas genotipe SA 203, SA
30

237, BP 534 dan BP 308. Pengelompokan ini dapat menjadi sumber informasi
bagi pemulia untuk menentukan arah pengembangannya. Pengembangan
pemulian tanaman kopi pada kelompok yang sama akan meningkatkan derajat
kekerabatan, sehingga hasilnya tidak jauh beda dengan tetuanya. Sebaliknya,
pengembangan pemuliaan tanaman kopi pada kelompok yang berbeda akan
meningkatkan keragaman tanaman yang dihasilkan, sehingga lebih efektif dan
efisien dalam program pemuliaan lanjutan.
Hasil dendogram juga menunjukkan bahwa kopi arabika memiliki
keragaman yang lebih tinggi dibandingkan kopi robusta, walaupun perbedaan
keduanya tidak terlalu jauh. Kopi robusta merupakan tanaman yang menyerbuk
silang dan berasal dari keturunan beberapa spesies kopi, terutama Coffea
canephora, sehingga tingkat keragaman terhadap genotipenya sangat rendah
(Balittri 2013b). Oleh sebab itu, kopi robusta memiliki tingkat kekerabatan yang
lebih tinggi dibandingkan kopi arabika.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil identifikasi morfologi tanaman kopi arabika dan robusta menunjukkan


beberapa perbedaan yang nyata, baik antar kedua jenis maupun antar genotipe
dalam jenis. Karakter yang berbeda antar kopi arabika dan robusta meliputi
panjang daun, lebar daun, panjang arista stipule, panjang ruas, penampakan
keseluruhan, jenis perkembangan vegetatif, bentuk pangkal daun, jumlah bunga
buku-1, jumlah bunga facicles-1 , jumlah facicles buku-1, panjang tangkai karang
bunga, dan bentuk ujung mahkota bunga.
Perbedaan karakter vegetatif antar genotipe pada kopi robusta meliputi
tinggi tanaman, panjang petiol daun, jumlah cabang primer, bentuk ujung daun,
bentuk daun, gelombang permukaan daun, gelombang tepi daun, bentuk stipule.
Karakter generatif kopi robusta yang berbeda nyata meliputi pangkal mahkota
bunga, panjang buah, tebal pulp, bentuk buah, warna buah, bentuk biji, dan warna
biji. Perbedaan karakter vegetatif antar genotipe pada kopi arabika meliputi tinggi
tanaman, diameter batang, jumlah cabang primer, jumlah cabang tersier, sudut
penyisipan bantang, warna pucuk, bentuk ujung daun, bentuk daun, gelombang
permukaan daun. Karakter generatif kopi arabika yang berbeda nyata meliputi
tekstur endoscarp, bentuk buah, warna buah, bentuk biji, warna biji, dan bobot
buah pohon-1. Hasil dendogram tanaman kopi menunjukkan tingkat kekerabatan
kopi arabika dan robusta kurang lebih 45 % terhadap karakter yang diamati. Kopi
robusta memiliki tingkat kemiripan yang lebih tinggi dibandingkan kopi arabika.

Saran

Penelitian ini sebaiknya dilakukan pengulangan terhadap karakter buah, biji,


dan sebagian karakter vegetatif kopi robusta setelah tanaman kopi robusta masuk
dalam status tanaman menghasilkan (TM). Penelitian berikunya diharapkan
menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) untuk mengurangi
31

galat lingkungan, termasuk penghomogenan tanaman naungan, jumlah ulangan


dan jumlah tanaman sampel. Selain itu, penelitian berikutnya juga diharapkan
melakukan karakterisasi terhadap jumlah hari dari waktu hujan hingga
pembungaan, waktu pembentukan buah, durasi pemanenan dan analisis evaluasi,
dan terutama untuk kopi robusta.
DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Yogyakarta(ID): Kanisius.


[AEKI] Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia. 2012. Luas areal dan
produksi AEKI[internet]. [diunduh pada: 2013 Des 7]. Tersedia pada:
http://www.aeki.org.
Akmalia E. 2005. Studi karakterisasi 10 kultivar rambutan (Nephelium lappaceum
L.) di Taman Buah Mekar Sari [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Alnopri. 2004. Variabilitas genetik dan heritabilitas sifat-sifat pertumbuhan bibit
tujuh genotipe kopi robusta-arabika. Jurnal ilmu-ilmu pertanian Indonesia.
6(2):91-96.
Anggraeni I, Ismail B. 2006. Identifikasi jati (Tectona grandis) dan akasia (Acacia
auriculiformis) di hutan rakyat Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Jurnal
Pemuliaan Tanaman Hutan. 2(1):1-12.
Ariawan IMA, Kencana IPEN, Suciptawati NLP. 2013. Komparasi analisis
gerombol (cluster) dan bitplot dalam pengelompokan. E-Jurnal Matematika.
2(4):17-22.
Ashari S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta(ID): Penerbit Universitas
Indonesia.
Babu MP, Bharati AV, Madhuri PLD, Rani DR, Sravani A. 2012. Analysis of
dendrogram tree for identifying and visualizing trends in multi-attribute
transactional data. International Journal of Engineering Trends and
Technology. 3(1):14-18.
[Bagpro PHT] Bagian Proyek Penelitian PHT Tanaman Perkebunan. 2000.
Pengendalian Hama Penggerek Buah Kopi (PBKo) Menggunakan Bahan
Tanam Tahan. Jember (ID) : Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
[Balittri] Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. 2013a. Genotipe kopi
unggul robusta. Balittri[Internet]. [diunduh pada: 2013 Okt 7]. Tersedia pada:
http://balittri.litbang.deptan.go.id.
[Balittri] Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. 2013b. Bahan tanam
unggul kopi. Balittri[Internet]. [diunduh pada: 2013 Okt 14]. Tersedia pada:
http://balittri.litbang.deptan.go.id.
[Balittri] Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. 2013c. Kopi lanang
dengan bentuk biji unik dan citarasa yang khas. Balittri[Internet]. [diunduh
pada: 2013 Okt 7]. Tersedia pada: http://balittri.litbang.deptan.go.id.
DaMatta FM. 2004. Ecophysiological constraints on the production of shaded and
unshaded coffee: A review. Field Crops Res. 86 : 99-114.
Erdiansyah NP, Sumirat U, Priyono. 2014. Keragaman potensi daya hasil populasi
bastar kopi robusta (Coffea canepora). Pelita Perkebunan. 30(2): 92-99.
Evizal R, Tohari, Prijambada ID, Widada J, Widanto D. 2009. Layanan
lingkungan pohon pelindung pada sumbangan nitrogen dan produktivitas
agroekosistem kopi. Pelia Perkebunan. 25(1):23-37.
32

Gardner FP, Mitcell RL, Pearce RB. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo H,
penerjemah. Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari: Physiology of Crop
Plants.
Hartono. 2013. Produksi kopi nusantara ketiga terbesar di dunia [Internet].
[diunduh pada: 2013 Nov 3. Tersedia pada: http://www.kemenperin.go.id
/artikel/6611.
Heryana N, Supriadi H, Pranowo D. 2013. Keragaan kopi arabika (Coffea arabica)
lokal garut di Desa Pangauban, Kecamatan Cisurupan, Garut, Jawa Barat.
Warta penelitian dan pengembangan tanaman industri. 19(3):2-4.
Indrawanto C, Kamawati E, Munarso, Prastowo SJ, Rubijo B, Siswanto. 2010.
Budidaya dan Pascapanen Kopi. Bogor(ID): Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan.
[ICO] International Coffee Organization. 2014. Exports of all forms of coffee by
exportingcountries to all destinations 2014 [Internet]. [diunduh pada: 2014 Nov
27]. Tersedia pada: http://www.ico.org.
[IPGRI] International Plant Genetic Resources Institute. 1996. Descriptors for
coffee (Coffea spp. and Psilanthus spp.). Roma(ITA): Testo Monografico.
Kirom M. 2005. Nikmat kopi hilang karena cacat biji, iptek/ kesehatan. Kopi
Indonesia. 124: 25.
Khotimah DEN. 2005. Analisis keragaman morfologi pisang introduksi (Musa
spp.) di Tajur, Bogor [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Maharani JS, Susilo FX, Swibawa IG, Prasetyo J. 2013. Keterjadian penyakit
tersebab jamur pada hama penggerek buah kopi (PBKo) di pertanaman kopi
agroforestri. Jurnal Agrotek Tropika. 1(1): 86-91.
Mahfud MC. 2012. Teknologi dan strategi pengendalian penyakit karat daun
untuk meningkatkan produksi kopi nasional. Pengembangan Inovasi Pertanian.
5(1): 44-57.
Najiyati S, Danarti. 2012. Kopi, Budidaya dan Penanganan Lepas Panen.
Jakarta(ID): PT. Penebar Swadaya.
Panggabean E. 2011. Buku Pintar Kopi. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka.
[Kementan] Kementrian Pertanian. 2003. Keputusan Menteri Pertanian Nomor :
421/Kpts/SR.120/8/2003 tentang Pelepasan Varietas Kopi Robusta Genotipe
BP 436 sebagai Varietas/Genotipe Unggul. Jakarta (ID): IPB.
Rahardjo P. 2012. Panduan Budi Daya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta.
Trias QD, editor. Jakarta(ID): Penerbar Swadaya.
Ristiawan AP. 2011. Karakter fisiologis dua genotipe kopi robusta pada jenis
penaung yang berbeda [skripsi]. Jember(ID): Universitas Jember.
Sakiroh, Sobari I, Herman M. 2013. Pertumbuhan, produksi, dan cita rasa kopi
pada berbagai tanaman penaung. Seminar Nasional Inovasi Teknologi Kopi.
157-166
Setiawan A. 2006. Tingkat serangan hama pada sistem agroforestry berbasis kopi
(studi kasus di Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi
Lampung) [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Sobari I, Sakiroh, Purwanto EH. 2012. Pengaruh jenis tanaman naungan terhadap
pertumbuhan dan presentase tanaman berbuah pada kopi arabika varietas
Kartika 1. Buletin RISTRI. 3(3):217-222.
33

Soeroso SSDA. 2012. Pala (Myristica spp.) Maluku Utara berdasarkan keragaman
morfologi, kandungan atsiri, pendugaan seks tanaman dan analisis marka SSR
[disertasi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Sumirat U, Priyono, Mawardi S. 2007. Seleksi genotipe-genotipe unggul Coffea
canephora Pierre pada populasi bastar terkontrol menggunakan metode analisis
gerombol. Pelita Perkebunan. 23(2): 159-173
Susilo AW. 2008. Ketahanan tanaman kopi (Cofffea Spp.) terhadap hama
penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.). Review Penelitian Kopi
dan Kakao. 24(1): 1-14.
Wachjar A. 1984. Pengantar Budidaya Kopi. Bogor(ID): Fakultas Pertanian.
Wiryadiputra S. 2006. Penggunaan perangkap dalam pengendalian hama
penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei). Pelita Perkebunan.
22(2):101-118.
Yahmadi M. 2007. Rangkaian Perkembangan dan Permasalahan Budidaya dan
Pengolahan Kopi di Indonesia. Surabaya(ID): Asosiasi Eksportir Kopi
Indonesia.
34

LAMPIRAN

Lampiran 1 Deskriptor list tanaman kopi IPGRI

Dekripsi Vegetatif
1. perwatakan tanaman: Bush (<5 m, tanpa perbedaan batang), pohon pendek
(<5 m, terdapat satu atau lebih batang), pohon (> 5 m, terdapat batang
utama).
2. Tinggi tanaman secara visual dan ukuran (cm) : 1) sangat pendek, 3)
pendek, 7) tinggi, dan 9) sangat tinggi
3. Penampakan keseluruhan (menentukan umur tanaman) : genotipe yang
memanjang membentuk 1) bushy, 2) krucut, 3) membentuk piramida,
4. Perkembangan Vegetatif : 1) monopodial atau 2) Sympodial
5. perwatakan batang : 1) terdapat sedikit cabang,2) Banyak cabang (utama)
dengan beberapa cabang sekunder, 3) Banyak cabang (utama) dengan
banyak cabang sekunder, 4) banyak cabang primer, sekunder, dan tersier
6. Sudut penyisipan pada batang utama : 1) Drooping, 2) Horizontal, 3) semi
tegak
7. Bentuk Stipule : 1. bulat, 2) ovul, 3) Segitiga., 4) segetiga sama sisi, 5.
Trapesiun, 6. Lainnya

8. panjang arista stipule : rata-rata dari lima arista stipul yang berkembang
dengan baik
9. warna daun muda : 1) kehijauan, 2) hijau, 3) kecoklatan, 4) coklat,5)
kemerahan, 6) perunggu.
10. Bentuk daun : 1) Agak bulat, 2) ovul, 3) Elips, 4) Lanset

11. Bentuk ujung daun : 1) bundar, 2) tumpul, 3) Akut, 4) Acuminate, 5)


Apiculate, 6) Spatula, 7) lainnya
35

12. Panjang Daun (mm) : rata-rata dari lima daun yang tua( >3 buku dari
tunas terminal), diukur dari petiol sampai apex.
13. Lebar Daun (mm) : rata-rata dari lima daun yang tua (>3 buku dari tunas
terminal), diukur dari bagian terlebar.
14. Panjang petiol daun : rata-rata lima daun yang telah berumur satu tahun,
diukur dari dasar sampai penyisipan dengan daun.
15. Warna petiol daun : 1) hijau, 2) coklat kehitaman, 3) lainnya
16. Warna pucuk muda : 1) hijau, 2) coklat kehitaman, 3) lainnya
17. Warna daun dewasa
18. Pola venation
19. Warna lilin tunas
20. Ketebalan lilin tunas : 3) tipis, 7) tebal
21. Domatia pilosity (diamati dengan lensa portabel atau lensa teropong) :
3) jarang, 5) sedang, 7) padat
22. Bentuk dari domatia
23. Bentuk dari aperture
24. Posisi dari domatia : 1) axillary, 2) extra-axillary

Deskripsi Bunga dan Pembungaan


1. Jumlah hari dari hujan sampai pembungaan
2. Posisi pembungaan : 1) aksilar, 2) terminal
3. Pembungaan pada batang atau kayu tua : 0) ada, 1) Tidak
4. Jumlah bunga axil-1 : rata-rata dari 10 axil, pemilahan secara acak dari buku
yang berbeda
5. Jumlah bunga fascicle-1 : rata-rata dari 10 fascicle, pemilihan secara acak
dari buku yang berbeda
6. Jumlah fascicle buku-1 :rata-rata dari 10 buku, pemilihan secara acak dari
batang yang berbeda
7. Panjang tangkai karang bunga (mm) : rata-rata dari 5 karang bunga yang
dipilih secara acak pada buku yang berbeda.
8. Panjang tabung corolla (mm) : rata-rata dari 5 bunga yang dipilih secara
acak pada buku yang berbeda.
9. Jumlah mahkota bunga-1 : rata-rata dari 10 bunga yang dipilih secara acak
pada buku yang berbeda.
10. Penyisipan anther : 1) excluded, 2) included
36

11. Jumlah stamen bunga-1 : rata-rata dari 10 bunga yang dipilih secara acak
pada buku yang berbeda.

Deskripsi Buah
1. Waktu pembentukan buah : jumlah hari antara waktu bunga mekar sampai
panen pertama. Catat tanggal bunga mekar karena periode bunga mekar
masuk kedalam durasi pembentukan buah.
2. Warna buah : 1) Kuning, 2) Kuning-orange, 3) Orange, 4) Orange – merah,
5) Merah, 6) Merah-unggu, 7) Unggu, 8) Unggu-violet, 9) Violet, 10)Hitam
3. Bentuk buah :1) bundar, 2) agak bulat, 3) oval, 4) elips, 5) oblong, 6)
lainnya

4. Ada tidanya ribs buah : 1) ada , 0) tidak ada


5. Tekstur endocarp : 1) Coriaceous, 2) subcoriaceous, 3) lainnya
6. Bentuk piringan buah : bentuk piringan buah dilihat dari ujung buah
kopi : 1) tidak ada tanda, 2) bertanda tetapi tidak banyak, 3) cylindrical,
4) bermoncong
7. Keteguhan calyx : 1) ada, 0) tidak ada
8. Panjang buah (mm) : rata-rata dari lima buah hijau yang matang,
diukur dari bagian terbesar.
9. Lebar buah (mm) : rata-rata dari lima buah hijau dewasa yang normal,
diukur dari bagian paling besar
10. Ketebalan buah (mm) : rata-rata dari lima buah hijau dewasa yang
normal, diukur dari bagian paling tebal.
11. Ketebalan pulp : 3) tipis, 5) sedang, 7) tebal.
12. Durasi pemanenan (hari)

Deskripsi Biji
1. Panjang biji HS(mm) : panjang maksimum rata-rata dari lima biji
HSmatang yang normal.
2. Lebar biji HS(mm) : rata-rata dari lima biji HSdewasa yang normal, diukur
dari bagian terlebar.
3. Ketebalan biji HS(mm) : rata-rata dari lima biji HSnormal, diukur dari
bagian paling tebal
4. Warna biji HSpada kelembaban 11% : 1) kuning, 2) coklat-unggu, 3)
lainnya
37

5. Bentuk biji HS: 1) bundar, 2) agak bulat, 3) oval, 4) elips, 5) oblong, 6)


lainnya.

Evaluasi tanaman kopi


Vegetatif
1. Diamater batang (cm) : diukur dari 5 cm diatas tanah untuk
perbanyakan biji HSdan stek, atau 10 cm untuk perbanyak grafting
tergantung dari umur pohon.
2. Tinggi batang (cm) : diukur pada batang tertinggi, dari tanah sampai
atas, spesifik tergantung umur pohon.
Karakteristik produksi
1. Berat buah pohon-1 (kg) : dicatat dalam pemanenan buah matang
2. Estimasi produksi : rata-rata hasil sesuai dengan umur dan volume
pohon: 3) buah yang sedikit, 5) sedikit buah dalam hampir semua
cabang, 7) banyak buah pada seluruh cabang.
Karakteristik buah dan biji (pencatatan minimal 200 buah matang)
1. Rata-rata jumlah buah kosong (%)
2. Berat 100 g biji (pada kelembaban 11%)

Ketahanan biotik
Pencatatan pada setiap kasus ancaman biotik dengan derajat intensitas
yang dikodekan menjadi: 1) sangat rendah atau tidak terdapat tanda infeksi, 3)
rendah, 5) sedang, 7) tinggi , 9) sangat tinggi. Ancaman biotik digolongkan ke
dalam : serangga, nematoda, fungi, dan bakteri.

Lampiran 2 Deskripsi genotipe kopi robusta dan arabika yang digunakan.

GENOTIPE KOPI ROBUSTA

Genotipe BP 42
 Tipe pertumbuhan untuk kelompok robusta termasuk sedang, dengan
diameter tajuk + 2,2 m
 Percabangan agak mendatar, ruas cabang pendek
 Daun berbentuk membulat besar, permukaan daun bergelombang tidak
nyata, tepi daun bergelombang tegas, daun tua berwarna hijau tua, daun
muda berwarna hijau-coklat pucat
 Saat berbunga termasuk bunga mekar agak lambat (baik ketinggian <400 m
dpl dan ketinggian >400 m dpl). Umur pertama berbunga 30 – 36 bulan
setelah ditanam di lapangan.
 Dompolan buah antar ruas cukup rapat, masing-masing buah berukuran
besar diskus kecil, buah masak berwarna merah cerah.
 Biji berukuran besar (+ 25 cc/100 biji), nisbah biji buah 22,9 %
38

 Potensi produksi 1,2 ton/ha kopi pasar untuk populasi 1.600 pohon/ha
 Rentan terhadap nematoda parasit, agak rentan serangan bubuk
buah Stephanoderes hampei

Genotipe BP 358
 Tipe pertumbuhan untuk kelompok robusta termasuk seang dengan diameter
tajuk + 2,4 m
 Percabangan agak lentur dengan ruas cabang aga panjang
 Daun berbentuk oval agak memanjang berukuran agak besar, permukaan
daun bergelombang tidak nyata, urat daun berjarak lebar, tepi daun
bergelombang lebar, pupus daun berwarna hijau kecokelatan daun tua
berwarna hijau berkilat
 Saat berbunga termasuk bunga mekar agak lambat (untuk penanaman di
ketinggian > 400 m dpl maupun penanaman di ketinggian < 400 m dpl).
Umur pertama berbunga 32 – 36 bulan setelah ditanam di lapangan
 Dompolan buah berjarak agak lebar, masing-masing buah berukuran agak
besar dan tidak seragam, diskus sedikit melebar, buah masak berwarna
merah kekuningan
 Biji berukuran relatif besar (+ 23 cc/100 biji), nisbah biji buah 21,4 %
 Potensi produksi 1,7 ton/ha kopi pasar untuk populasi 1.600 pohon/ha
 Rentan terhadap nematoda parasit, agak rentan serangan bubuk
buah Stephanoderes hampei
 Lebih sesuai untuk daerah dengan iklim basah dan sangat tidak tahan
kekeringan.

Genotipe SA 237
 Tipe pertumbuhan untuk kelompok robusta termasuk besar, dengan
diameter tajuk + 3 m
 Percabangan kuat arah mendatar dengan ruas cabang cukup panjang
 Daun berbentuk agak membulat berukuran besar, permukaan daun
bergelombang tegas tidak beraturan, urat daun berjarak agak rapat, tepi daun
bergelombang tegas, pupus daun berwarna hijau kecoklatan, daun tua
berwarna hijau tua agak kusam
 Saat berbunga termasuk bunga mekar lambat (untuk penanaman di
ketinggian > 400 m dpl maupun penanaman di ketinggian < 400 m dpl).
Umur pertama berbunga 32 – 36 bulan setelah ditanam di lapangan
 Dompolan buah berjarak agak pendek, masing-masing buah erukuran agak
kecil, diskus kecil, buah muda berbentuk meruncing, buah masak berwarna
merah tua
 Biji berukuran sedang (+ 21,6 cc/100 biji), nisbah biji buah 21,8 %
 Potensi produksi 2,0 ton/ha kopi pasar untuk populasi 1.600 pohon/ha
 Agak rentan terhadap nematoda parasit, agak tahan serangan bubuk
buah, Stephanoderes hampei
 Lebih sesuai untuk daerah dengan iklim basah pada ketinggian > 400 m dpl.
39

Genotipe BP 436
 Berbunga awal dan akhir, tetapi di ketinggian < 400 m dpl dengan iklim
kering masa berbunga sangat panjang, sehingga buah masak tidak serempak,
adaptabilitas luas, terutama mampu beradaptasi pada iklim basah
 Habitus agak kecil, percabangan aktif, melentur ke bawah
 Daun bulat telur, ujung melengkung runcing, kedudukan daun pada tangkai
tegak, daun tua berwarna hijau pucat (kekuningan), terkesan defisiensi hara,
daun muda berwarna hijau muda agak kemerahan sampai coklat muda
 Buah muda memiliki diskus kecil, buah masak berwarna merah anggur,
dompolan buah sangat rapat, saat masak di ketinggian < 400 m dpl tidak
serempak dengan ukuran kemasakan buah sangat beragam, biji berukuran
kecil sampai sedang
 Potensi produksi berkisar 1600 – 2800 k kopi pasar/ha/tahun.

Genotipe SA 203:
 Berbunga agak lambat, sesuai untuk daerah kering, di daerah basah daun
subur hijau tua dan kekar
 Habitus besar dan lebar, cabang teratur mendatar, tetapi cabng sekunder
cenderung lentur ke bawah
 Daun muda berwarna coklat kemerahan, daun tua berbentuk oval berwarna
hijau sedang tetapi berkilat
 Buah berukuran sedang, dompolan sangat rapat, panjang cabang primer
produktif sangat panjang, buah masak merah muda dengan saat pemasakan
kurang serempak, biji berukuran sedang
 Kisaran potensi produksi agak lebar 1600 – 3700 kg kopi pasar/ha/tahun
tergantung sebaran hujan pada tahun yang bersangkutan.

Genotipe BP 308
 Tajuk berukuran sedang dan kokoh
 Cabang primer teratur, agak mendatar, panjangprimer sedang, reproduksi
cabang primer aktif dan tidak teratur
 Daun tua berwarna hijau tua gelap, agak mengkilap.
 Bentuk daun lonjong, permukaan daun membusue dan menyudut tajam dari
pangkal sampai ujung, ujung daun meruncing, tepi daun bergelombang
tegas, permukaan daun bergelombang nyata.
 Bunga agak kecil , warna putih, dan kepala putik kecil.
 Ukuran buah kecil (900 butir/kg), agak bulat, diskus menonjol kasar, warna
buah muda hijau gelap, warna buah masak merah tua.
 Ukuran biji kecil, presentase biji normal rendah, presentase biji bulat tinggi.
 Potensi hasil 1.2 ton kopi biji/ha.
 Tahan terhadap nematoda parasit, khususnya Pratylenchus coffeae dan
Radopholus similis, sehingga cocok digunakan sabagai batang bawah
sebagai upaya pengendalian nematoda parasit dan toleran terhadap
kekeringan.
40

GENOTIPE KOPI ARABIKA

Kartika 1
Tipe pertumbuhan kate (dwarft), daun oval meruncing, buah seragam, biji
membulat, nisbah biji buah 15,2%, berbunga pertama pada umur 15-24 bulan,
produktivitas41,75 kwintal/ha pada populasi 6.400 pohon. Pada ketinggian di atas
1000 m dan pada ketinggian kurang dari 900 m dpl rentan penyakit karat daun,
citarasa baik.
.
Kartika 2
Tipe pertumbuhan kate (dwarft), daun oval membulat, buah seragam, biji agak
lonjong, nisbah biji buah 14,5%, berbunga pertama umur 15-24 bulan,
produktivitas 37,17 kwintal/ha pada populasi 6.400 pohon. Pada ketinggian lebih
dari 1000 m dpl agak rentan penyakit karat daun sedangkan pada ketinggian
kurang dari 900 m dpl rentan penyakit karat daun, citarasa baik.

S 795
Tipe pertumbuhan tinggi agak melebar, daun rimbun sehingga batang pokok tidak
tampak dari luar, buah seragam, biji berukuran besar tetapi tidak seragam, nisbah
biji buah 15,7%, berbunga pertama umur 15-24 bulan, produktivitas 10-15
kwintal/ha pada populasi 1.600-2000 pohon. Pada ketinggian lebih dari 1000 m
dpl tahan serangan karat daun dan pada ketinggian kurang dari 900 dpl agak tahan
penyakit karat daun, citarasa cukup baik.

Sigarar Utang
Habitus semi katai, diameter tajuk 230 cm, percabangan sekunder sangat
aktif, panjang cabang primer rata-rata 123 cm, ruas cabang pendek-pendek, daun
tua berwarna hijau tua, daun muda (flush) berawrna coklat kemerahan. Apabila
ditanam tanpa penaung tepi daun bergelombang dan helaian mengatup ke atas,
sehingga sepintas bentuk oval meruncing ramping (langset). Dalam kondisi
normal ada penaung, daun berbentuk oval memanjang. Buah muda berwarna hijau
bersih, sedangkan buah masak berwarna merah cerah, bentuk buah oval,
dompolan buah kurang rapat, tetapi ukuran buah cukup besar. Berat 100 buah
masak merah rata-rata 196 gram. Biji berbentuk bulat memanjang , presentasi biji
normal 83 %. Potensi produksi rata-rata 1500 kh kopi biji ha-1. Agak tahan
terhadap penyakit karat daun, agak rentan terhadap serangan bubuk buah kopi,
dan rentan serangan nematoda Radopholus similis.
41

Lampiran 3 Dokumentasi hasil lapang

(a) (b) (c)

(d) (e)
(a) naungan gliricidia pada kopi robusta, (b) naungan Belimbing Wuluh pada
genotipe kopi arabika Kartika 1, (c) naungan Gliricidia pada kopi arabika Kartika
2, (d) naungan Mimba pada kopi arabika S 795, (e) naungan Kelapa pada kopi
arabika

P1 P2 P3 P4 P5 P7
(a) (b)
(a) daun muda genotipe kopi robusta, P1 (BP 308), P2 (BP 436), P3 (BP 42), P4
(BP 543), P5 (SA 237), P7 (SA 203), (b) daun muda kopi semua genotipe arabika,
P8 (S 795), P 9 (Kartika 1), P10 (Kartika 2), dan P11 (Sigarar Utang)
42

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 November 1992. Penulis


merupakan putra pertama dari empat bersaudara dari Bapak Ir. Abdul Latif Sodni
dan Ibu Wahyuni Dj. Penulis menempuh pendidikan menengahnya di SMP
Negeri 6 Makassar (2004-2007) dan SMA 21 Makassar (2007-2010) hingga
terdaftar sebagai mahasiswa IPB melalui jalur SNMPTN 2010.
Selama kuliah, penulis aktif di Dewan Pengurus Gedung Asrama C4 TPB
IPB (2010-2011) sebagai ketau RT2, Tutor Sebaya (2010-2011) sebagai pengajar
kimia gedung C4 , Birena (Bimbingan Remaja dan Anak-anak) tahun 2010-2011
sebagai anggota, Hiamgron (2011-2013) sebagai anggota dan Omda IKAMI
SULSELBAR sebagai ketua organisasi (2013-2014). Selama menjadi aktivis
kampus, penulis pernah menjadi penanggung jawab beberapa program kerja
diantaranya Kadiv Logstran MPD AGH (2012), PJS LKTI FESTA XXXIII
(2012), Ketua Panitia Narasi PKM AGH 2013, dan Kadiv PIB FBBN 2014.
Penulis juga beberapa kali mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa
diantaranya berjudul “Potensi Ekstrak Daun Tembakau dalam Sabun Cair untuk
Meningkatkan Resistensi Mikroba” tahun 2011, “Perekat Lignin dan Partikel
Sabut Kelapa untuk Membuat Papan Komposit” tahun 2012, dan
“OLERIPLANTER, Paket Teknologi Penanam Biji HSKecil” tahun 2013 yang
kemudian terpilih sebagai peserta PIMNAS XXVI di Mataram pada bidang
PKM–KC tahun 2013. Penulis juga pernah menjuarai kompetisi Catur AGS tahun
2011 dan 2012 serta Lomba Catur Seri-A tahun 2012. Selain itu, penulis
mendapat penghargaan diantaranya sebagai nominator IPK 4 TPB (2010), peserta
terbaik Try Out Pengantar Matematika Etos (2010), Penyaji Tingkat Nasional
dalam ajang PIMNAS XXVI (2013), dan Mahasiswa Berprestasi dalam bidang
karya tulis Faperta (2013). Penulis juga sempat menjadi asisten praktikum pada
dua mata kuliah yaitu Biologi Dasar (2012-2013) dan Rancangan Percobaan
(2013-2014).

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai