Anda di halaman 1dari 45

CASE REPORT STUDY

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH M. NATSIR SOLOK

INSTALASI FARMASI

“Komunikasi Informasi dan Edukasi”

Clinical Preseptor :

apt. Dini Hara Triastuti, S. Farm

Disusun oleh :

Gracia Asri Ulhusna, S.Farm (2130122135)


Sri Gustini, S.Farm (2130122150)
Wahyuni Permata Adnelda, S.Farm (2130122155)

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Study Praktek

Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Daerah M. Natsir Solok.

Dalam proses penyelesaian laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini

penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak apt. Adrizal, M.Farm selaku Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Umum Daerah M. Natsir Solok, serta seluruh apoteker yang telah memberikan

kesempatan, bimbingan, ilmu, pengalaman dan bantuan kepada penulis untuk

melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum

Daerah M. Natsir Solok.

2. Ibu apt. Dini Hara Triastuti, S.Farm selaku preseptor yang telah meluangkan

waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan sehingga laporan Case Study

ini dapat diselesaikan.

3. Staf tenaga kefarmasian di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah M.

Natsir Solok yang telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan Case Study ini.

Terimakasih atas semua bimbingan, bantuan dan dukungan yang telah

diberikan kepada penulis, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua untuk

perkembangan ilmu pengetahuan pada masa mendatang khususnya tentang

pelayanan klinis Instalasi Farmasi Rumah Sakit mengenai “Komunikasi

Informasi dan Edukasi”

i
Penulis menyadari laporan kasus ini memiliki banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak.

Solok, 27 Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................3
1.3 Tujuan................................................................................................4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................5
2.1 Pelayanan Informasi Obat (PIO).......................................................5
2.2 Konseling..........................................................................................9
2.2.1 Kendala Konseling...................................................................13
BAB III. TINJAUAN KASUS.......................................................................15
3.1 Resep 1..............................................................................................15
3.1.1 Pembacaan Resep 1.................................................................15
3.1.2 Pemberian Informasi Obat dan Konseling Resep 1................16
3.1.3 Skrining Resep 1.....................................................................18
3.1.3.1 Tabel Administrasi (Kelengkapan Resep)..................18
3.1.3.2 Tabel Kesesuaian Farmasetik Resep 1........................19
3.1.3.3 Tabel Pertimbangan Klinis Resep 1...........................20
3.2 Resep 2............................................................................................21
3.2.1 Pembacaan Resep 2..............................................................21
3.2.2 Pemberian Informasi Obat dan Konseling Resep 2..............22
3.2.3 Skrining Resep 2...................................................................27
3.2.3.1 Tabel Administrasi (Kelengkapan Resep)................27
3.2.3.2 Tabel Kesesuaian Farmasetik Resep 2.....................28
3.2.3.3 Tabel Pertimbangan Klinis Resep 2.........................29
BAB IV. PEMBAHASAN..............................................................................31
BAB V. PENUTUP.........................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................36

iii
DAFTAR LAMPIRAN

Formulir Pelayanan Informasi Obat (PIO).......................................................38


Formulir Konseling...........................................................................................39

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) sudah banyak dikenal oleh

masyarakat luar, namun seringkali kita kurang memanfaatkan bahan KIE yang

sudah ada. Bahan KIE ini bertujuan untuk memudahkan para aktifis bisa memilih,

mengembangkan, memproduksi bahan KIE sesuai dengan kebutuhan masyarakat

setempat. Dan yang paling penting juga adalah bagaimana memanfaatkan bahan

KIE ini dengan efektif untuk upaya penyadaran dan menanamkan nilai-nilai

perubahan yang lebih responsive. Jenis-jenis media yang digunakan untuk

menyampaikan KIE seperti media komunikasi interpersonal (konseling) dan

media komunikasi massa (leaflet).

Meskipun apoteker sekarang telah menerima konseling pasien sebagai salah

satu bagian dari apoteker, apoteker tidak selalu terlibat aktif dalam proses ini,

sebagaimana seharusnya. Apoteker saat ini menyadari bahwa praktik apotek telah

berkembang selama bertahun-tahun sehingga tidak hanya mencakup penyiapan,

peracikan, dan penyerahan obat kepada pasien, tetapi juga interaksi dengan pasien

dan penyedia layanan kesehatan lain di seluruh penyediaan asuhan kefarmasian

(Rantucci, 2009).

Pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke

pasien mengacu pada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan

pelayan kefarmasian yang semula berfokus pada pegelolaan obat sebagai komoditi

menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan

kualitas hidup dari pasien (Depkes RI, 2004). Untuk mejamin mutu pelayanan

farmasi kepada masyarakat, telah di keluarkan standar pelayanan farmasi

komunitas (apotek) yang meliputi antara lain sumber daya manusia, sarana dan
1
prasarana, pelayanan resep, konseling, monitoring, penggunaan obat, edukasi,

promosi kesehatan, dan evaluasi terhadap pengobatan (Depkes RI, 2004)

konseling obat sebagai salah satu metode edukasi pengobatan secara tatap

muka atau wawancara, merupakan salah satu bentuk pelayanan kefarmasian

dalam usaha untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien dalam

penggunaan obat. Apoteker baik di rumah sakit maupun di sarana pelayanan

kesehatan lainnya berkewajiban menjamin bahwa pasien mengerti dan memahami

serta patuh dalam penggunaan obat sehingga diharapkan dapat meningkatkan

penggunaan obat secara rasional. Untuk itu Apoteker perlu mengembangkan

keterampilan dalam menyampaikan informasi dan memberi motivasi agar pasien

dapat mematuhi dan memahami penggunaan obatnya terutama untuk pasien-

pasien geriatri, pediatri dan pasien-pasien yang baru pulang dari rumah sakit serta

pasien-pasien yang menggunakan obat dalam jangka waktu lama terutama dalam

penggunaan obat-obat tertentu seperti obat-obat cardiovasculer, diabetes, TBC,

asthma, dan obat-obat untuk penyakit kronis lainnya (DepKes RI, 2007)

Pelayanan farmasi klinik berdasarkan Permenkes RI Nomor 72 tahun 2016,

dibagi atas : pengkajian resep, penyerahan Obat, dan pemberian informasi Obat,

Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, pemantauan dan pelaporan efek

samping Obat, pemantauan terapi Obat dan evaluasi penggunaan Obat.

2
Dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang optimal, sudah tentu

mutlak diperlukan suatu pelayanan yang bersifat terpadu komprehensiv dan

profesional dari para profesi kesehatan. Rumah sakit adalah merupakan salah satu

unit/instansi kesehatan yang sangat vital dan strategis dalam melayani kesehatan

masyarakat, dimana aspek pelayanan sangatlah dominan dan menentukan.

Pelayanan kefarmasian sebagai salah satu unsur dari pelayanan utama di

rumah sakit, merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan

di rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien. Di banyak Rumah

Sakit pelayanan farmasi atau di Instalasi Faramasi Rumah Sakit menyumbangkan

profit di urutan ke-3 bahkan ada yang menduduki urutan ke-2 bagi managerial

Rumah Sakit.Salah satu bentuk pendekatan, peningkatan bentuk layanan yang

dikembangkan oleh farmasi atau Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah Pelayanan

3
Berdasarkan latar belakang diatas, laporan ini akan membahas pelayanan farmasi

klinis yaitu “Komunikasi , informasi dan Edukasi” di RSUD M. Natsir

Solok.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pelayanan informasi obat dan Konseling obat di RSUD M.

Natsir Solok ?

2. Apakah Pelayanan informasi obat dan Konseling obat di RSUD M. Natsir

Solok sudah sesuai dengan Permenkes No. 72 tahun 2016?

4
1.3 Tujuan

1. Untuk Mengetahui Pelayanan informasi obat dan Konseling obat di RSUD

M. Natsir Solok

2. Untuk Mengetahui Pelayanan informasi obat dan Konseling obat di RSUD

M. Natsir Solok sudah sesuai dengan Permenkes No. 72 tahun 2016

tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan


pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, terkini dan
komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat,
profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit.
Pelayanan Informasi Obat (PIO) bertujuan untuk:
1. Menyediakan informasi mengenai Obat kepada tenaga kesehatan lain di
lingkungan Puskesmas, pasien dan masyarakat.
2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan
dengan Obat (contoh: kebijakan permintaan Obat oleh jaringan dengan
mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang
memadai).
3. Menunjang penggunaan Obat yang rasional.

Kegiatan PIO meliputi (Permenkes 72, 2016):


1. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro
aktif dan pasif.
2. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui
telepon, surat atau tatap muka.
3. Membuat buletin, leaflet, label Obat, poster, majalah dinding dan lain-lain
4. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap,
serta masyarakat.
5. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya terkait dengan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai.
6. Mengoordinasikan penelitian terkait Obat dan kegiatan Pelayanan
Kefarmasian.
Informasi yang diberikan kepada pasien dapat berupa waktu penggunaan, lama
penggunaan, cara pengguanaan obat yang benar, efek yang timbul dari pengobatan,

6
cara penyimpanan obat, serta informasi penting lainnya seperti efek samping,
interaksi obat, kontra indikasi, atau kondisi tertentu seperti hamil dan menyusui
( Anonim, 2006 ).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam PIO:
1. Sumber daya manusia
2. Tempat
3. Perlengkapan.

Ruang lingkup jenis pelayanan informasi obat di suatu Rumah Sakit (Siregar,
2004) , antara lain :

a. Pelayanan informasi obat untuk menjawab pertanyaan.


b. Pelayanan informasi obat untuk mendukung kegiatan panitia farmasi dan
terapi
c. Pelayanan informasi obat dalam bentuk publikasi.
d. Pelayanan informasi obat dalam bentuk edukasi.
e. Pelayanan informasi obat untuk evalusi penggunaan obat.
f. Pelayanan informasi obat dalam studi obat investigasi.

Sumber informasi obat dalam Buku Frmakope Indonesia, Informasi


Sepesialite Obat Indonesia (ISO), Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI),
Farmakologi dan Terapi, serta buku-buku lainnya. Informasi obat juga dapat
diperoleh dari setiap kemasan atau brosur obat yang berisi( Siregar, 2004):
a. Nama dagang obat jadi
b. Komposisi
c. Bobot, isi atau jumlah tiap wadah
d. Dosis pemakaian
e. Cara pemakaian
f. Khasiat atau kegunaan
g. Kontra indikasi ( bila ada )
h. Tanggal kadaluarsa
i. Nomor ijin edar/nomor registrasi
j. Nomor kode produksi
k. Nama dan alamat industri

7
Sumber informasi obat mencakup dokumen, fasilitas, lembaga, dan
manusia. Dokumen mencakup pustaka farmasi dan kedokteran, terdiri dari
majalah ilmiah, buku teks, laporan penelitian, dan Farmakope. Fasilitas mecakup
fasilitas ruangan, peralatan, computer, internet, perpustakaan dan lain-lain.
Lembaga mencakup industri farmasi, Badan POM, pusat informasi
obat,pendidikan tinggi farmasi, organisasi profesi dokter dan apoteker. Manusia
mencakup dokter, dokter gigi, perawat, apoteker, dan profesi lainnya di Rumah
Sakit. Apoteker yang mengadakan pelayanan informasi obat harus mempelajari
juga cara terbaik menggunakan sumber tersebut.
Metode pelayanan informasi obat terdiri dari ( Depkes RI, 2006 )
a. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker selama 24 jam atai on call
disesuaikan dengan kondisi Rumah Sakit
b. Pelayanan informasi obat dilakukan oleh apoteker pada jam kerja, sedang
diluar jam kerja dilayani oleh apoteker instalasi yang sedang tugas juga.
c. Pelaynan informasi obat dilayani oleh apoteker pada jam kerja, dan tidak ada
pelayanan informasi obat di luar jam kerja
d. Tidak ada petugas khusus informasi obat, dilayani oleh semua apoteker
instalasi farmasi, baik pada jam kerja maupun diluar jam kerja.
e. Tidak ada apoteker khusus, pelayanan informasi obat dilayani oleh semua
apoteker instalasi farmasi di jam kerja dan tidak ada pelayanan informasi obat
diluar jam kerja.
Sasaran informasi obat adalah orang, lembaga, kelompok orang,
kepanitiaan, penerima informasi obat, serta yang tertera di bawah ini :
a. Dokter
Dalam penggunaan obat, pada tahap penetapan pemilihan obat serta
regimennya untuk pasien tertentu, dokter memerlukan informasi dari apoteker
agar ia dapat membuat keputusan yang rasional. Informasi obat diberikan
langsung oleh apoteker, menjawab pertanyaan dokter melalui telpon atau sewaktu
apoteker menyertai tim medis dalam kunjungan keruang perawatan pasien atau
dalam komferensi staf medis.

8
b. Perawat
Dalam tahap penyampaian obat atau distribusi obat kepada pasien rawat inap
dalam rangkaian proses pengguanaan obat, apoteker memberikan informasi obat
tenteng berbagai apek obat pasien, terutama tentang pemberian obat. Prawat
adalah profesional kesehatan yang paling banyak berhubungan dengan pasien
karena itu, perawat lah yang pada umumnya yang pertamakali mengamati reaksi
obat merugikan atau mendengarkan keluhan mereka. Apoteker adalah yang paling
siap, berfungsi sebagai sumber informasi bagi perawat. Informasi yang
dibutuhkan perawat pada umumnyaharus praktis dan ringkas, misalnya frekwensi
pemberian obat, efek smping yang mungkin terjadi, penyimpanan obat,
inkompatibilitas campuran sediaan intravena, dll.
c. Pasien
Informasi yang dibutuhkan pasien, pada umumnya adalah informasi praktis
dan kurang ilmiah dibandingkan dengan informasi yang dibutuhkan profesional
kesehatan. Informasi obat untuk pasien rawat inap diberikan apoteker sewaktu
menyertai kunjungan tim medik ke ruangan pasien, sedangkan untuk pasien rawat
jalan, informasi diberikan sewaktu penyerahan obatnya. Informasi obat untuk
pasien pada umummya mencakup cara penggunaan obat, jangka waktu
penggunaan, pengaruh makanan pada obat, penggunaan obat bebas dikaitkan
dengan resep obat, dan sebagainya.
d. Apoteker
Setiap apoteker suatu rumah sakit masing-masing mempunyai tugas atau
fungsi tertentu, sesuai dengan pendalaman pengetahuan pada bidang tertentu.
Apoteker yang langsung berinteraksi dengan profesional kesehatan pasien, sering
menerima pertanyaan mengenai informasi obat dan pertanyaan yang tidak dapat
dijawabnya dengan segera, diajukan kpada sejawat apoteker yang mendalami
pengetahuan informasi obat. Apoteker apotek dapat meminta bantuan informasi
obat dari sejawat di rumah sakit.
e. Kelompok, Tim, Kepanitiaan, dan Penelitian
Selain kepada perorangan, apoteker juga memberikan informasi obat kepada
kelompok profesional kesehatan, misalnya mahasiswa, masyarakat, peneliti dan
kepanitiaan yang berhubungan dengan obat. Kepanitiaan di rumah sakit yang

9
memerlukan informasi obat antra lain, Panitia farmasi dan terapi, panitia evaluasi
penggunaan obat, panitia sistim pemantauan kesehatan obat, panitia sistim
pemantuan dan pelaporan reaksi obat merugikan, tim penguji penggunaan obat
retrosfektif, im program pendidikan “in-service” dan sebagainya.
2.2 Konseling

Konseling merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian


masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan Obat pasien rawat jalan dan
rawat inap, serta keluarga pasien.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang benar
mengenai Obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan,
jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan Obat, efek samping, tanda-tanda
toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan Obat.

Secara khusus konseling obat ditujukan untuk:


a. Bagi Farmasi
1. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien
2. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien
3. Mencegah anau meminimalkan masalah terkait obat
4. Mengerti permasalahan dalam pengambilan kepeutusan
5. Meningkatkan mutu pengobatan pasien
b. Bagi Pasien
1. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obat.
2. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan
3. Penggunaan obat dengan penyakitnya
4. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
5. Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal
terapi
6. Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga dapat
mencapai tujuan pengobatan.

10
Kegiatan dari Konseling Antara lain :
a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
Konseling dilakukan oleh tenaga profesi apoteker yang mempunyai
kompetensi dalam pemberian konseling obat. Apoteker yang melakukan
kegiatan konseling harus memahami aspek farmakoterapi maupun teknik
berkomunikasi dengan pasien agar komunikasi yang terjadi lebih efektif dan
intensif (Depkes RI, 2006).
Prinsip dasar konseling adalah menjalin hubungan atau korelasi
antara apoteker dengan pasien sehingga terjadi perubahan perilaku pasien
secara sukarela dalam rangka meningkatkan keberhasilan terapi. Pendekatan
apoteker dalam memberikan konseling kapada pasien berubah dari medical
model menjadi helping model, yaitu (Depkes RI, 2006) :

b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat


melalui Three Prime Questions
Ada tiga pertanyaan utama (Three Prime Questions) yang dapat
digunakan oleh apoteker dalam membuka sesi konseling untuk pertama
kalinya. Pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Apa yang telah dokter katakan tentang obat anda?
2. Apa yang dokter jelaskan tentang harapan setelah minum obat ini?
3. Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat ini?
Pengajuan ketiga pertanyaan di atas dilakukan dengan tujuan agar
tidak terjadi pemberian informasi yang tumpang tindih (menghemat waktu);
mencegah pemberian informasi yang bertentangan dengan informasi yang
telah disampaikan oleh dokter (misalnya menyebutkan indikasi lain dari
obat
11
yang diberikan) sehingga pasien tidak akan meragukan kompetensi dokter
atau apoteker; dan juga untuk menggali informasi seluas-luasnya (dengan
tipe open ended question)
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien
untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
pengunaan obat
e. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien
Pada akhir konseling perlu dilakukan verifikasi akhir (tunjukkan dan
katakan) untuk lebih memastikan bahwa hal-hal yang dikonselingkan
dipahami oleh pasien terutama dalam hal penggunaan.
f. Dokumentasi
Dalam menjalankan tugas seorang apoteker hendaknya
mendokumentasikan segala kegiatannya ke dalam bentuk dokumentasi yang
sewaktu-waktu dapat diakses ataupun ditinjau ulang. Hal ini sebagai bukti
otentik pelaksanaan pelayanan kefarmasian yang dapat digunakan untuk
tujuan penelitian maupun verifikasi pelayanan. Dokumentasi juga akan
memudahkan tugas apoteker dalam memberikan pelayanan informasi obat
untuk kasus yang sama, apoteker tidak perlu menelusuri literatur dari awal
lagi, cukup dengan melihat arsip kasus sebelumnya.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling:


1. Kriteria pasien:
- pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi
ginjal, ibu hamil dan menyusui);
- pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB,
DM, epilepsi, dan lain-lain);
- pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi
khusus (penggunaan kortiksteroid dengan tappering
down/off);
- pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi
sempit (digoksin, phenytoin);
- pasien yang menggunakan banyak Obat (polifarmasi); dan

12
- pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
2. Sarana dan prasarana:
- Ruangan khusus.
- Kartu pasien/catatan konseling

Kegiatan konseling memerlukan beberapa tahapan yang meliputi:


1. Pembukaan, hubungan yang baik antara apoteker dan pasien akan
menumbuhkan pembicaraan yang menyenangkan. Apoteker memulai
dengan memperkenalkan diri dan mengetahui identitas pasien. Apoteker
juga harus menjelaskan kepada pasein tentang tujuan dan lama konseling
2. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah tentang
masalah yang potensial terjadi saat pengobatan.
3. Diskusi untuk mencegah dan memecahkan masalh, sebaiknya pasien
dilibatkan untuk mempelajari keadaan yang dapat menimbulkan masalah
potensial dalam pengobatan, sehingga masalah dapat diminimalisasi.
4. Memastikan pasien telah memahami informasi yang diperoleh. Bertujuan
juga untuk mengoreksi kesalahan penerimaan informasi.
5. Menutup diskusi, sebelum ditutup sebiknya apoteker bertanya kepada pasien
hal-hal yang masih ingin ditanyakan, mengulang pertanyaan dan
mempertegasnya.
6. Follow up diskusi bertujuan untuk memantau keberhasilan terapi, sehingga
diperlukan dokumentasi kegiatan konseling agar perkembangan pasien dapat
dipantau (Depkes RI, 2006).
Berdasarkan pedoman konseling pelayanan dan kefrmasian di sarana
kesehatan yang dikeluarkan oleh Dirjen Jendral Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatab RI tahun 2006, aspek yang harus disampaikan
dalam melaksanakan konseling antara lain:
a. Deskripsi dan kekuatan obat, apoteker harus memberikan informasi kepada
pasien mengenai bentuk sediaan dan cara pemakain, nama dan zat aktif obat,
kekuatan obat.
b. Jadwal dan cara penggunaan, penekanan dilakukan untuk obat dengan
instruksi khusus seperti waktu minum sebelum atau sesudah makan,
pantangan obat dengan makanan.

13
c. Mekanisme kerja obat, banyaknya obat yang multi indikasi mengharuskan
apoteker dapat memilih mekanisme mana yang harus dilanjutkan sesuai
dengan indikasi obat dan penyakit/gejala yang sedang diobati.
d. Dampak gaya hidup, apoteker harus menenamkan kepercayaan kepada pasien
mengenai perubahan gaya hidup untuk meningkatkan kepatuhan pasien.
e. Penyimpanan, cara penyimpanan obat harus diberitahukan kepada pasien
terutama obat-obat yang harus disimpan pada temperatur kamar, adanya
cahaya dan lainnya.
f. Efek potensial yang tidak diinginkan, apoteker sebiknya menjelaskan
mekanisme atau alasan terjadinya efeksamping sederhana. Penjelasan
dilakukan terutama untuk obat yang menyebabkan perubahan warna urin,
kekeringan mukosa mulut dan lainnya. Paseien juga diberitahukan tentang
tanda dan gejala keracunan (Depkes RI, 2006).
Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan
mendapat risiko masalah terkait Obat misalnya komorbiditas, lanjut usia,
lingkungan sosial, karateristik Obat, kompleksitas pengobatan, kompleksitas
penggunaan Obat, kebingungan atau kurangnya pengetahuan dan keterampilan
tentang bagaimana menggunakan Obat dan/atau alat kesehatan perlu dilakukan
pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) yang bertujuan
tercapainya keberhasilan terapi Obat.

2.2.1 Kendala Konseling


Berbagai kendala dalam memberikan konseling dapat terjadi pada proses
pengobatan dan pemberian konseling.
 Kendala yang berasal dari pasien
Kendala yang berasal dari pasien antara lain adalah perasaan
marah, malu, sedih, takut, ragu-ragu. Hal ini dapat diatasi dengan bersikap
empati, mencari sumber timbulnya masalah tersebut, tetap bersikap
terbuka dan siap membantu.
 Kendala yang berasal dari latar belakang pendidikan budaya dan bahasa
Kendala yang berasal dari latar belakang pendidikan budaya dan
bahasa kendala dapat diatasi dengan menggunakan istilah sederhana dan

14
dapat dipahami, berhati-hati dalam menyampaikan hal yang sensitif, atau
menggunakan penerjemah.
 Kendala yang berasal dari fisik dan mental
Kendala yang berasal dari fisik dan mental dapat diatasi dengan
upaya menggunakan alat bantu yang sesuai atau melibatkan orang yang
merawatnya.
 Kendala yang berasal dari tenaga farmasi
Kendala yang berasal dari tenaga farmasi dapat berupa
mendominasi percakapan, menunjukan sikap yang tidak memberikan
perhatian dan tidak mendengarkan apa yang pasien sampaikan, cara
berbicara yang tidak sesuai (terlalu keras, sering mengulang suatu kata),
menggunakan istilah yang terlalu teknis yang tidak dipahami pasien, sikap
dan gerakan badan yang tidak sesuai yang dapat mengganggu konsentrasi
pasien, sedikit atau terlalu banyak melakukan kontak mata dengan pasien.
Bila ini terjadi pada upaya mengatasinya adalah dengan memberikan
pasien kesempatan untuk menyampaikan masalahnya dengan bebas
menunjukan kepada pasien bahwa apa yang disampaikannya didengarkan
dan diperhatikan melalui sesekali anggukan kepala, kata ya dan sikap
badan yang cenderung ke arah pasien. Menyesuaikan volume suara dan
mengurangi kebiasaan mengeluarkan kata-kata yang mengesankan gugup
dan tidak siap, menghindari pemakaian istilah yang tidak dipahami oleh
pasien, tidak menyilangkan kedua tangan dan menghindari gerakan
berulang yang tidak pada tempatnya dan menjaga kontak mata dengan
pasien

15
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Resep 1

3.1.1 Pembacaan Resep 1


R/ Berotec 100 mcg I
R/ Aminophilin 150 mg LX
S.2dd
R/ Ambroxol 30 mg XXX
S.3dd
R/ Vitamin B.Complex XXX
S.1dd

Pro : Ny. Y.Y


No Reg : xxxxx

16
3.1.2 Pemberian Informasi Obat dan Konseling Resep 1

- Sebelum memulai, perkenalkan diri dan sapa pasien dengan ramah


“ Selamat pagi bapak/Ibu, perkenalkan saya Apoteker yang bertugas di
instalasi pada hari ini ”
- Verifikasi resep, minimal 2 identitas ( nama, alamat, umur, No. Resep)
“ Resep ini untuk siapa pak/ibu ? ”
“ Berapa umurnya pak/ibu ? ”
“ Bapak/Ibu siapanya pasien? “
- Meminta ketersediaan pasien untuk melakukan konseling
“ Bapak, boleh minta waktunya sebentar untuk kita melakukan konseling
tentang penggunaan obatnya ? ”
- Selanjutnya tanyakan Three Prime Question
a. Bapak/ibu, apa kata dokter tentang obat ini ?
b. Bapak/ibu, apakah dokter menjelaskan tentang cara
menggunakan obatnya ?
c. Bapak/ibu, apa saja yang sudah disampaikan dokter mengenai harapan
setelah menggunakan obat ini ?
- Diskusi mengumpulkan informasi dari pasien : (misalnya tanyakan hal
berikut)
1. Apa gejala yang dialami oleh ibu ?
2. Sesak nafasnya kapan biasanya terjadi, apakah saat kelelahan, cuaca
dingin atau akibat debu dan asap ?
3. Apakah ibu ada mengunakan obat selain obat ini ?
4. Sudah berapa lama gejala tersebut dialami ?
5. Sebelumnya sudah pernah menggunakan obat ini ?
- Berikan Informasi Obat
1. Berotec adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengurangi
sesak nafas. Obat digunakan bila mengalami sesak dengan cara fluid
hirup.
Cara menggunakan Berotec adalah :
- Cuci tangan menggunakan sabun dan air sebelum menggunakan
inhaler

17
- Cuci tangan menggunakan sabun dan air sebelum menggunakan
inhaler
- Bukalah penutup inhaler dan posisi mulut inhaler dibawah dan
bagian kepala berada diatas
- Kocok terlebih dahulu wadah inhaler agar obat merata
- Hembuskan nafas melalui mulut secara perlahan-lahan
- Pegang inhaler (mouthpiece terletak diantara gigi, jangan digigit)
- Mulailah menarik nafas, tekan bagian atas inhaler dengan jari
telunjuk dan hisap obat dengan perlahan dan dalam.
- Tarik inhaler dari mulut, tahan nafas selama 10 detik kemudian
bernafaslah seperti biasa
- Jika dokter meresepkan lebih dari 1 hisap, tunggu 30 detik lalu
ulangi langkah sebelumnya 3 sampai 7
- Masukkan air ke dalam mulut kemudian kumur-kumur untuk
membersihkan sisa obat yang ada di dalam mulut
- Kemudian buang air kumur-kumur dan jangan diminum
- Bersihkan bagian mulut inhaler kemudian tutuplah inhaler
2. Aminophilin dengan dosis 150 mg, bentuk sediaan tablet, digunakan
untuk mengurangi sesak nafas. Obat ini diminum 1 kali sehari sesudah
makan.
3. Ambroxol dengan dosis 30 mg, bentuk sediaan tablet, digunakan untuk
mengatasi batuk.
4. Vitamin B.complex bentuk sediaan tablet, digunakan sebagai suplemen
makanan.
- Saran dan hal-hal yang perlu diperhatikan :
 Jangan gunakan berotec dengan orang lain untuk mencegah kontaminasi.
 Jika lupa menggunakan obat jangan menggandakan dosis. Apabila jarak
waktu minum obat yang terlupa masih jauh dari jarak minum obat
selanjutnya segera minum obat yang terlupa sesuai dosis, namun bila
dekat abaikan dosis yang lupa dan minum obat sesuai jadwal
selanjutnya. Gunakan obat pasien pada waktu yang sama setiap harinya.
 Hindari penyebab timbulnya asma.

18
 Bawa inhaler kemanapun pergi
 Jangan menggunakan dosis atau menghentikan inhaler mendadak tanpa
anjuran dokter, karena akan memperburuk kondisi pernafasan anda.
 Konsumsi buah seperti alpukat dan pisang karena baik untuk pasien
yang mengidap asma.
 Simpan obat pada tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung, di
tempat yang kering dan tidak lembab. Jangan disimpan didalam kulkas.
- Berikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya
“ Bapak/Ibu, apakah ada yang belum dipahami atau ada yang mau
ditanyakan lagi ?”
- Verifikasi dan pastikan pasien memahami apa yang disampaikan
“ Bapak/Ibu, boleh diulangi lagi apa yang telah saya sampaikan?”
- Menutup diskusi
“ Bapak/Ibu terimakasih atas waktunya, semoga bapak/ibu lekas sembuh ya
pak/ibu. Semoga konseling tadi dapat membantu dalam menggunakan obat
dengan benar dan bapak mengetahui tujuan pemberian obat ini”

3.1.3 Skrining Resep 1


3.1.3.1 Tabel Administrasi (Kelengkapan Resep)
N Uraian Pada Resep
Ada Tidak
Inscriptio
1 Identitas √

dokter Nama

dokter SIP

dokter

Alamat dokter
2 No telepon √
3 Tempat dan tanggal √
penulisan resep

19
3 Invocatio
4 Tanda resep diawali √
penulisan resep (R/)
Prescriptio

5 Nama Obat √
6 Kekuatan Obat √
7 Jumlah Obat √
Signature
8 Nama Pasien √
9 Jenis kelamin √
10 Umur pasien √
11 Berat Badan √
12 Aturan Pakai Obat √
13 Iter tanda lain √
Subscriptio
14 Tanda tangan/paraf dokter √

3.1.3.2 Tabel Kesesuaian Farmasetik Resep 1


Nama Dosis pada Dosis pada Keterangan
Obat Resep literatur
1 Berotec 1 kali 1 puff 1 kali 1 puff (100 Dosis sesuai
(100 mcg) bila mcg) bila sesak
sesak
2 Aminophilin 2 x 1 (200 mg) 100 – 300 mg, 3 – 4 Dosis sesuai
kali sehari sesudah
makan
(PIONAS)
3 Ambroxol 3 x 1 (30 mg) 2-3 kali sehari 30 Dosis sesuai
mg
(PIONAS)

20
4 Vitamin 1x1 1 – 2 tablet sehari Dosis Sesuai
B.Complex (MIMS, 2019)

3.1.3.3 Tabel Pertimbangan Klinis Resep 1


No Kriteria Permasalahan Solusi
1. Indikasi Tidak terdapat permasalahan,
semua terapi sesuai indikasi.
- Barotec untuk mengatasi
sesak nafas pada pasien.
- Aminophilin digunakan
untuk mengurangi sesak -
nafas.
- Ambroxol digunakan untuk
mengatasi batuk.
- Vitamin B.complex
digunakan sebagai suplemen
makanan
2. Interaksi Tidak terdapat interaksi obat -
3. Alergi Kemungkinan alergi terhadap -
obat ini tidak ada
4. Duplikasi Tidak terdapat duplikasi terapi -
5. Efek samping Tidak terdapat efek samping -
dari penggunaan obat

21
3.2 Resep 2

3.2.1 Pembacaan Resep 2


R/ Meloxicam 15 mg XXX
S1dd1
R/ Novorapid Flexpen IV
S3dd12 iu sc
R/ Candesartan 8 mg XXX
S1dd1
R/ Amlodipin 5 mg XXX
S1dd1
R/ Levemir Flexpen I
S1dd14 iu sc
R/ Needle Flexpen XV
R/. Alpentin 100 mg XXX
S1dd1

22
Pro : Tn A
No Reg : xxxxx
Umur : 61 tahun

3.2.2 Pemberian informasi obat dan konseling Resep 2


- Sebelum memulai, perkenalkan diri dan sapa pasien dengan ramah
“ Selamat pagi bapak/ibu, perkenalkan saya Apoteker yang bertugas di
instalasi farmasi pada hari ini “
- Verifikasi resep, minimal 2 identitas ( nama, alamat, umur, No. Resep
) “ Resep ini untuk siapa ?
“ Berapa umurnya ?
“ Bapak/ibu siapanya pasien?
- Meminta kesediaan pasien untuk melakukan konseling.
“ Bapak/ibu, boleh minta waktunya sebentar untuk kita melakukan
konseling tentang penggunaan obatnya ? ”
- Selanjutnya tanyakan Three Prime Question
a. Bapak/ibu, apa kata dokter tentang obat ini ?
b. Bapak/ibu, apakah dokter menjelaskan tentang cara menggunakan
obatnya ?
c. Bapak/ibu, apa yang disampaikan dokter mengenai harapan setelah
menggunakan obat ini ?
- Diskusi mengumpulkan informasi dari pasien : (misalnya tanyakan hal
berikut)
1 Apa gejala yang dialami oleh bapak ?
2 Sudah berapa lama gejala tersebut dialami ?
3 Berapa tekanan darah dan kadar gula bapak?
4 Apakah bapak ada menggunakan obat selain obat ini ?
5 Sebelumnya sudah pernah menggunakan obat ini ?
6 Apakah bapak sering makan makanan yang berminyak dan berlemak
pak, seperti gulai atau gorengan pak?

23
- Berikan Informasi Obat
1. Apabila Pasein mengatakan sudah megetahui cara menggunakan

obat, namun bersedia untuk diberikan konseling maka kita akan

berikan konseling.

2. Novorapid Flexpen digunakan untuk mengontrol kadar gula. Obat ini

digunakan tiga kali sehari sebelum makan dengan dosis 12 unit.

Cara menggunakan Novorapid Flexpen adalah:

 Cuci tangan dengan air dan sabun.

 Siapkan pen insulin yang akan digunakan (apabila baru

dikeluarkan dari lemari pendingin, tunggu suhu insulin hingga

suhu kamar baru bisa digunakan), dan lepaskan penutup pen

insulin.

 Jika insulin terlihat keruh, putar/gulung pen diantara kedua

telapak tangan.

 Ambil jarum dan buka kertas penutup jarum (jangan sentuh

jarum dengan tangan secara langsung), kemudian pasang pada

pen insulin dengan cara memutar jarum pada ujung (tempat

meletakkan jarum) pen insulin.

 Lepaskan kemasan plastik dan penutup jarum insulin.

 Hilangkan gelembung udara dengan cara memutar tombol dosis

(1 atau 2 unit), kemudian arahkan pena hingga jarum mengarah

tegak lurus ke atas dan tekan tombol dosis hingga insulin

muncul

/terlihat di ujung jarum. Setelah itu, posisikan dosisi ke nol (0).

24
 Kemudian, putar tombol dosis sesuai dengan aturan dosis yang

diberikan (12)

 Pilih lokasi tubuh yang akan disuntikkan insulin (Biasanya

dimulai pada lengan atas, bagian perut, paha, atau bokong. Tidak

dianjurkan untuk menyuntik pada lokasi yang sama terus-

menerus dan harus dilakukan rotasi lokasi suntik) dan usap

dengan alkohol, kemudian tunggu sampai alkohol kering.

 Pegang pen dengan 4 jari dan jempol diletakkan pada tombol

dosis, cubit bagian kulit yang akan disuntik.

 Suntikkan dengan posisi 90 derajat, lepaskan cubitan dan tekan

tombol dosis dengan jempol hingga berhenti (klep dosis akan

kembali ke nol), kemudian biarkan selama 5-10 detik agar

insulin tidak tumpah.

 Setelah selesai, lepaskan jarum dari pen dan buang jarum pada

tempat yang aman.

3. Levemir Flexpen digunakan untuk mengontrol kadar gula. Obat ini

digunakan satu kali sehari sesudah makan sebelum tidur dengan dosis

14 unit.

Cara menggunakan Levemir Flexpen adalah:

 Cuci tangan dengan air dan sabun.

 Siapkan pen insulin yang akan digunakan (apabila baru

dikeluarkan dari lemari pendingin, tunggu suhu insulin hingga

suhu kamar baru bisa digunakan), dan lepaskan penutup pen

insulin.

25
 Jika insulin terlihat keruh, putar/gulung pen diantara kedua

telapak tangan.

 Ambil jarum dan buka kertas penutup jarum (jangan sentuh

jarum dengan tangan secara langsung), kemudian pasang pada

pen insulin dengan cara memutar jarum pada ujung (tempat

meletakkan jarum) pen insulin.

 Lepaskan kemasan plastik dan penutup jarum insulin.

 Hilangkan gelembung udara dengan cara memutar tombol dosis

(1 atau 2 unit), kemudian arahkan pena hingga jarum mengarah

tegak lurus ke atas dan tekan tombol dosis hingga insulin

muncul

/terlihat di ujung jarum. Setelah itu, posisikan dosisi ke nol (0).

 Kemudian, putar tombol dosis sesuai dengan aturan dosis yang

diberikan (14)

 Pilih lokasi tubuh yang akan disuntikkan insulin (Biasanya

dimulai pada lengan atas, bagian perut, paha, atau bokong. Tidak

dianjurkan untuk menyuntik pada lokasi yang sama terus-

menerus dan harus dilakukan rotasi lokasi suntik) dan usap

dengan alkohol, kemudian tunggu sampai alkohol kering.

 Pegang pen dengan 4 jari dan jempol diletakkan pada tombol

dosis, cubit bagian kulit yang akan disuntik.

 Suntikkan dengan posisi 90 derajat, lepaskan cubitan dan tekan

tombol dosis dengan jempol hingga berhenti (klep dosis akan

kembali ke nol), kemudian biarkan selama 5-10 detik agar

insulin tidak tumpah.

26
 Setelah selesai, lepaskan jarum dari pen dan buang jarum pada

tempat yang aman.

4. Meloxicam dengan dosis 15 mg, bentuk sediaan tablet, digunakan

untuk mengatasi nyeri sendi. Obat ini diminum satu kali sehari

sesudah makan pada pagi hari.

5. Candesartan dengan dosis 8 mg, bentuk sediaan tablet, digunakan

untuk mengontrol tekanan darah. Obat ini diminum satu kali sehari

setelah makan pada malam hari.

6. Amlodipin dengan dosis 5 mg, bentuk sediaan tablet, digunakan untuk

mengontrol tekanan darah. Obat ini diminum satu kali sehari setelah

makan pada pagi hari.

7. Alpentin dengan dosis 100 mg, bentuk sediaan kapsul, digunakan

untuk mengatasi nyeri neuropati. Obat ini diminum satu kali sehari

pada pagi hari.

- Saran dan hal – hal yang perlu diperhatikan :

1. Efek samping dari obat Novorapid Flexpen dan Levemir Flexpen

yaitu kekurangan gula sehingga disarankan untuk memonitoring kadar

gula secara rutin

2. Efek samping dari obat amlodipine dan candesartan menyebabkan

kaki bengkak dan pusing

3. Efek samping dari obat meloxicam menyebabkan gangguan pencernaan

4. Efek samping dari obat Alpentin menyebabkan gangguan gerakan

tubuh dan pusing

27
- Terapi non farmakologi yang bisa dilakukan yaitu :

1. Mengurangi aktivitas berat

2. Bila pasien merokok maka disarankan berhenti merokok

3. Hindari makanan tinggi gula dan tinggi lemak

4. Kontrol kadar gula dan tekanan darah secara rutin

5. Melakukan olahraga yang ringan seperti senam dan jalan santai

6. Kurangi makanan yang mengandung banyak garam

- Berikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya :

“ Bapak, apakah ada yang belum dipahami atau ada yang mau ditanya lagi?”

- Verifikasi dan pastikan pasien memahami apa yang disampaikan

“Bapak, boleh diulangi lagi apa yang telah saya sampaikan?”

- Menutup diskusi :

“ Bapak terima kasih atas waktunya. Semoga konseling tadi dapat membantu

dalam menggunakan obat dengan benar dan semoga Bapak cepat sembuh”.

3.2.3 Skrining resep 2


3.2.3.1 Tabel Kelengkapan Administrasi Resep 2
No Uraian Pada Resep
Ada Tidak
Inscriptio
1 Identitas dokter √

Nama dokter

SIP dokter

Alamat dokter √

2 No telepon √

28
3 Tempat dan tanggal √
penulisan resep
Invocatio
4 Tanda resep diawali √
penulisan resep (R/)
5 Prescriptio

6 Nama Obat √
7 Kekuatan Obat √
8 Jumlah Obat √
Signature
9 Nama Pasien √
10 Jenis Kelamin √
11 Umur Pasien √
12 Berat Badan √
13 Aturan Pakai Obat √
14 Iter tanda lain √
Subscriptio
15 Tanda tangan/paraf dokter √

3.2.3.2 Tabel Kesesuaian Farmasetik Resep 2


No Nama Obat Dosis pada Dosis pada literatur Keterangan
Resep
1. Meloxicam 1 x 1 (15 mg) 7,5-15 mg/hari Dosis sesuai
(PIONAS)
2. Novorapid 3x1 (12 iu) 3 kali sehari Dosis sesuai
Flexpen (Basic
Pharmacology &
Drugs)

29
3. Levemir Flexpen 1x1 (14 iu) 1 kali sehari Dosis sesuai
(Basic
Pharmacology &
Drugs)
4. Amlodipin 1x1 (5 mg) 5-10 mg/hari Dosis sesuai
(Basic
Pharmacology &
Drugs)
5 Candesartan 1x1 (8 mg) 8-16 mg/hari Dosis sesuai
(Basic
Pharmacology &
Drugs)
6. Alpentin 1x1 (100 mg) 100-300 mg/hari Dosis sesuai

3.2.3.3 Tabel Pertimbangan Klinis Resep 2


No Kriteria Permasalahan Solusi
1. Indikasi Tidak terdapat permasalahan,
semua terapi sesuai indikasi.
Meloxicam dan Alpentin
digunakan untuk mengatasi
nyeri neuropati
Amlodipin dan Candesartan
digunakan untuk antihipertensi -
Novorapid dan Levemir
digunakan untuk mengendalikan
kadar gula
2. Interaksi Terdapat interaksi antara Disarankan
candesartan dan Levemir yaitu monitoring kadar
meningkatkan efek Levemir gula secara rutin
dalam menurunkan kadar gula

30
3. Alergi Kemungkinan alergi terhadap
obat ini tidak ada -

4 Duplikasi (-) tidak terdapat duplikasi -


5. Efek Tidak ada terlihat efek samping -
samping yang terjadi

31
BAB IV
PEMBAHASAN

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan


pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak biasa,
terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker,
perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit
(Permenkes Nomor 72, 2016).
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait
terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya.
Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas
kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan
pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan
kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker (Permenkes Nomor 72,
2016).
Kegiatan konseling dapat diberikan atas inisiatif langsung dari apoteker
mengingat perlunya pemberian konseling karena pemakaian obat-obat dengan
cara penggunaan khusus, obat-obat yang membutuhkan terapi jangka panjang
sehingga perlu memastikan untuk kepatuhan pasien meminum obat. Konseling
yang diberikan atas inisiatif langsung dari apoteker disebut konseling aktif. Selain
konseling aktif dapat juga konseling terjadi jika pasien datang untuk berkonsultasi
kepada apoteker untuk mendapatkan penjelasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan obat dan pengobatan, bentuk konseling seperti ini disebut
konseling pasif (Depkes RI, 2006).
Hal-hal yang mempengaruhi efektivitas konseling antara lain adalah durasi
konseling, tingkat keparahan penyakit yang diderita pasien, motivasi apoteker dan
pasien selama konseling berlangsung, pengetahuan apoteker terhadap materi yang
akan diberikan kepada pasien, kemampuan apoteker dalam menimbulkan rasa
nyaman atau suasana yang kondusif selama proses konseling berlangsung,
sehingga pasien bisa dengan mudah memahami materi yang disampaikan (Surya,
2003).

32
Apoteker adalah salah satu tenaga kesehatan yang tercantum di dalam
Undang-undang tentang tenaga kesehatan (Republik Indonesia, 2009). Apoteker
hendaknya dapat bersama-sama dengan profesi kesehatan lainnya memberikan
pelayanan (asuhan) yang optimal dalam bidang kefarmasian terhadap pasien
sehingga pasien mendapatkan hasil terapi yang maksimal. Dalam hal ini
pemberian informasi obat oleh apoteker kepada pasien hendaknya apoteker
mengacu kepada literature yang sudah mencantumkan butir-butir informasi yang
perlu disampaikan kepada pasien.
Konseling merupakan sarana bagi apoteker untuk membantu pasien
mengatasi masalah pengobatan yang sedang mereka jalani. Melalui konseling,
apoteker dapat melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien baik terhadap
penyakit maupun obat yang sedang mereka gunakan. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa konseling oleh apoteker dapat mengatasi masalah kepatuhan
yang rendah yang dialami oleh pasien (Kooij et al., 2016; Masserli et al., 2016).
Kualitas dalam memberikan pelayanan kesehatan, sikap dan keterampilan
petugasnya, serta sikap dan gaya hidup pasien beserta keluarganya bukan
hanya menjadi faktor utama keberhasilan dalam pengobatan, namun
dipengaruhi juga oleh kepatuhan pasien terhadap pengobatan (Muljabar S &
Supadmi W, 2014). Ketidakpatuhan dan ketidakpahaman pasien dalam
menjalankan terapi merupakan salah satu penyebab kegagalan terapi. Hal
tersebut dikarenakan sedikitnya pengetahuan dan pemahaman pasien tentang obat
dan pengunaan obat dalam pengobatan. Sehingga dalam mencegah penggunaan
obat yang tidak rasional untuk mencapai kepatuhan pengobatan agar tercapainya
keberhasilan terapi serta meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien
dalam penggunaan obat sehingga diperlukan pelayanan informasi obat dan
keluarga melalui konseling obat dalam terapi pengobatan pasien (Yulyuwarni,
2017). Pemberian informasi dan konseling tentang penggunaan obat pasien
diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pasien, merubah prilaku dan gaya
hidup pasien sehingga dapat meningkatkan motivasi dalam kepatuhan pasien
dalam pengobatannya (Muljabar S & Supadmi W, 2014).

33
Manfaat konseling bagian pasien diantaranya adalah dapat menjamin
keamanan dan efektivitas pengobatan; pasien mendapatkan penjelasan tambahan
mengenai penyakitnya; dapat membantu pasien dalam merawat atau perawatan
kesehatan mandiri, mengurangi kesalahan dalam pengobatan, meningkatkan
kepatuhan dalam menjalankan terapi; menghindari reaksi obat yang merugikan
dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi biaya kesehatan (Dirjen Binfar, 2006).
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi.
Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya
kesalahan pemberian Obat (medication error). Pemberikan informasi obat kepada
pasien sangat dibutuhkan oleh pasien terkait cara penggunaan obat, seperti obat
yang cara penggunaannya dikunyah, obat yang diletakan dibawah lidah, obat yang
diminum sebelum makan, obat yg diminum setelah makan dan obat yang di
masukkan ke dalam dubur, masih banyak masyarakat awam yang tidak
mengetahui cara penggunaan obat tersebut sehingga dengan pemberian informasi
obat kepada pasien maka dapat tercapailah efek terapi yang optimal.
PIO dan Konseling adalah hal penting dalam membantu pemberian
informasi dan edukasi kepada pasien. Secara teknis PIO dan konseling di Rumah
Sakit M.Natsir Solok sudah sesuai dengan Permenkes 72 tahun 2016, tetapi dalam
pelaksanaannya belum dilakukan secara maksimal karena akibat pandemi jumlah
kunjungan pasien berkurang dan kesadaran untuk mengetahui informasi mengenai
obat juga masih rendah, sehingga pasien masih minim informasi terkait obat dan
efek terapi yang diharapkan belum tercapai secara optimal. Di Rumah Sakit M.
Natsir Solok sudah memiliki ruangan konseling yang berada di Apotek rawat
jalan, namun dalam pelaksanaannya ruangan tersebut jarang di gunakan, Apoteker
biasanya melakukan PIO dan Konseling di meja penyerahan obat karena :
1. Banyaknya pasien dalam setiap harinya.
2. Umumnya pasien adalah pasien yang berulang kecuali di poli gigi, bedah dan
kebidanan.

34
Alternatif pengganti konseling diperlukan untuk memudahkan pasien
mendapatkan informasi yang dibutuhkan terkait pengobatan yang sedang dijalani.
Salah satu alternatif adalah penggunaan leaflet agar dapat dibaca pasien
dimanapun dan kapanpun. Informasi dalam leaflet diharapkan dapat membantu
pasien dalam mendapatkan informasi mengenai obat ataupun mengenai penyakit
yang di derita oleh pasien. Untuk menarik minat pasien terhadap konseling bisa
digunakan benner yang berisi informasi mengenai pentingnya konseling untuk
mencapai efek terapi yang diinginkan.

35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan laporan case study minggu ini didapatkan kesimpulan :
Secara teknis PIO dan konseling di Rumah Sakit M.Natsir Solok sudah sesuai
dengan Permenkes 72 tahun 2016, tetapi dalam pelaksanaannya belum dilakukan
secara maksimal karena akibat pandemi jumlah kunjungan pasien berkurang dan
kesadaran untuk mengetahui informasi mengenai obat juga masih rendah,
sehingga pasien masih minim informasi terkait obat dan efek terapi yang
diharapkan belum tercapai secara optimal.
5.2 Saran
1. Disarankan untuk menyediakan leaflet obat untuk memudahkan pasien
mendapatkan informasi yang dibutuhkan terkait obat.
2. Menyediakan benner yang berisi tentang pentingnya konseling bagi
pasien- pasien dengan kondisi tertentu untuk mencapai efek terapi yang
maksimal.

36
DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI. 2021 . Pusat Informasi Obat Nasional. (PIONAS) . Jakarta : Badan
Pengawas Obat dan makanan
Cheng, AYY, Zinman B, dan Khan CR (2005). Joslin’s Diabetes mellitus. 4 edition.
Lipincott Williams & Wilkins, Philadhelpia.
Dirjen Bina Kefarmasian dan Alkes. 2006. Keputusan Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan No.Hk.00.Dj.Ii.924 tentang
Pembentukan Tim Penyusun Pedoman Pelayanan Kefarmasian Di
Puskesmas.
Depkes RI, 2006, Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian di Sarana
Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Depkes RI. 2010. Pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit direktorat
jenderal binakefarmasian dan alat kesehatan kementerian kesehatanri
bekerjasama dengan japan internasional cooperation agency (JICA)
Ikatan Apoteker Indonesia. 2013. Informasi Spesialite Obat. Vol 48
2013/2014.Jakarta : PT. ISFI penerbitan.
Kooij MJ, Heerdink ER, van Dijk L, van Geffen ECG, Belitser S V., Bouvy ML.
2016, Effects of telephone counseling intervention by pharmacists
(TelCIP) on medication adherence; Results of a cluster randomized trial.
Front Pharmacol.; 7 (August) : 1-11
Muljabar S.M dan Supadmi.W. 2014. Pengaruh Pemberian Informasi Obat
Terhadap Tingkat Kepatuhan Penggunaan Antibiotik pada Pasien ISPA di
Puskesmas Kota Gede I. Yogyakarta : Pharmaciana, 4 (2). 144
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
PT Rineka Cipta.

Rantuci Melanie J, 2010, Komunikasi Apoteker – Pasien Panduan Konseling


Pasien, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Republik Indonesia. 2016. Peraturan Meteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit. Jakarta.
Siregar, Charles. 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan I.
Penerbit EGC: Jakarta
Team Medical Mini Notes.2017. Basic Pharmacology & Drug Notes. Makassar:
MMN Publishing
Yulyuwarni, 2017. Profil Pelayanan Informasi Obat Terhadap Pasien dengan
Resep Antibiotik di Apotek Kota Bandar Lampung. Lampung : Jurnal
Analis Kesehatan. 6 (1).590

37
Winkel, W.S. dan M.M. Srihastuti.2007. Bimbingan dan Konseling di Institusi
Pendidikan.Yogyakarta: Media Abadi.

38
Lampiran 1. Formulir Pelayanan Informasi Obat (PIO)

39
Lampiran 2. Formulir Konseling

40

Anda mungkin juga menyukai