Anda di halaman 1dari 51

FINAL EXAM

METHODE OF COMMUNICATION RESEARCH II (QUALITATIVE)

MAKNA PERAN PUBLIC RELATION PADA FILM SOUL

(Analisa Studi Semiotika Roland Barthes)

Class : PR23-3SP
Lecture : Dr. Yolanda Stellarosa, M.Si

Group Member :
Alisa Destiara A 19110231165
Bunga Khodijah 19110231478
Febrian De Luna N 19110231488
Pinta Prasista 19110231097

JUDUL PENELITIAN

LSPR Communication & Business Institute


Sudirman Park Campus, Jl. Jenderal Soedirman Kav 32 Karet Tengsin
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta 10250
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya,
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Makna Peran Public Relation Pada Film
SOUL (Analisa Semiotika Roland Barthes)”. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai Final Exam Methode
Communication Research II. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tugas akhir ini.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada yang
terhormat:
(1) Dr. Yolanda Stellarosa, M.Si selaku dosen Komunikasi dan Bisnis
(2) Teman seangkatan di Program Studi Komunikasi Public Relation
(3) Bapak dan Ibu serta saudara tercinta yang telah memberikan bantuan dan dukungan
baik material maupun moral;.

Akhir kata, semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu.
Purwokerto, 31 Januari 2022
Penulis

Alisa Destiara A 19110231165


Bunga Khodijah 19110231478
Febrian Luna N 19110231488
Pinta Prasista 19110231097
DAFTAR ISI

JUDUL PENELITIAN............................................................................................1
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
Daftar Lampiran/Gambar....................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................2
1.1 Latar Belakang Masalah...............................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................11
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................................12
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................................................12
1.4.1 Manfaat Teoritis......................................................................................................12
1.4.2. Manfaat Praktis......................................................................................................12
1.4.3. Manfaat Akademis.................................................................................................13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................13
2.1 Penelitian Terdahulu...................................................................................................14
2.2 Deskripsi Teori Semiotika..........................................................................................15
2.2.1 Teori Semiotika oleh Roland Barthes................................................................16
2.2.2 Teori Hirarki Kebutuhan oleh Abraham Maslow...........................................18
2.2.3 Teori Psikoanalisis oleh Sigmund Freud........................................................20
2.3 Pemaknaan Dalam Film..............................................................................................23
2.3.1 Pengertian Film.....................................................................................................23
2.3.2 Film Soul.................................................................................................................25
2.3.3 Film Soul (2020) vs Luca (2021)........................................................................27
2.4 Public Relation dalam Film........................................................................................29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................................31
3.1 Metode Penelitian........................................................................................................31

ii
3.2 Unit Analisis Data........................................................................................................32
3.3 Teknik Pengumpulan Data.........................................................................................33
3.4 Fokus Penelitian..........................................................................................................35
3.5. Teknik Analisis Data..................................................................................................35
3.6 Teknik Pemeriksaan Kepercayaan..........................................................................36
3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian.....................................................................................37

iii
Daftar Gambar

Gambar 1. Scene Joe Gardner..............................................................................41


Gambar 2. Scene Kedatangan Joe Gardner..........................................................42
Gambar 3. Scene Paska Joe Seminar DIrimu.......................................................43
Gambar 4. Scene Joe Gardner Dalam Kondisi Koma...........................................44
Gambar 5. Scene Pertemuan Joe Gardner............................................................45

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Film adalah teks yang memuat serangkaian citra fotografi yang

mengakibatkan adanya ilusi gerak dan tindakan dalam kehidupan nyata

(Danesi, 2010: 134). Kehidupan manusia penuh dengan simbol-simbol dengan

makna yang berbeda-beda, dan film memberikan makna yang berbeda melalui

bahasa visual melalui simbol-simbol tersebut. Film juga merupakan media

ekspresi, tindakan, dan karakter indera yang unik dan efektif terkait dengan

kemampuan untuk mengekspresikan gambar yang disajikan dalam film, yang

menciptakan makna tertentu tergantung pada konteksnya. Selain itu, tujuan film

adalah untuk menunjukkan bakat dan kreativitas sebagai karya seni manusia, ia

memiliki metode dan kemampuan untuk membentuk realitas dan

mereproduksinya secara unik di masyarakat.

Kehidupan manusia penuh dengan simbol yang mempunyai makna dan

arti yang berbeda, dan lewat simbol tersebutlah film memberikan makna yang

berbeda melalui bahasa visualnya. Film juga merupakan sarana ekspresi

indrawi yang khas dan efisien, aksi dan karakteristik yang dikomunikasikan
dengan kemahiran mengekspresikan image yang ditampilkan dalam film yang

kemudian menghasilkan makna tertentu yang sesuai konteksnya. Selain itu, film

merupakan sebuah karya seni manusia dengan tujuan untuk menunjukkan

bakat dan kreativitas, sehingga film memiliki cara dan kemampuan untuk

membentuk sebuah realitas dan mengadirkannya kembali dengan cara yang

unik pada masyarakat oleh karena itu film sebagai media massa menjadi

kekuatan besar budaya modern.

Film yang merupakan salah satu dari alat media massa juga memiliki

unsur untuk mempengaruhi kondisi psikis dari masyarakat yang mengkonsumsi

informasi tersebut. Unsur film tersebut merupakan kemampuan kru profesional

untuk membiaskan batas antara sebuah kenyataan dan fantasi disebut dengan

Hiperrealitas. Hiperrealitas adalah sebuah kondisi yang menjelaskan tentang

kejadian tentang pembauran antara kejadian rekayasa dan kejadian nyata

(Piliang, 2012:53). Fungsi dari adanya hiperealitas di dalam suatu film adalah

untuk memberikan cerita yang dapat menarik perhatian dan menghibur

penonton.

Proses pembuatan film tidak luput dari proses berpikir tentang ide apa

yang dapat dijadikan tayangan yang nantinya akan dipertontonkan kepada

khalayak pecinta film. Salah satu pertimbangan dalam pembuatan film adalah

tentang adaptasi dari suatu karya sastra berupa novel dan/atau komik. Proses

adaptasi suatu karya tersebut dapat memberikan efek yang lebih mendalam

2
karena adanya proses transformasi dari bentuk karya seni yang awalnya hanya

memiliki unsur tekstual berubah unsur audio visual.

Unsur lainnya yang menjadi pertimbangan di dalam pembuatan film adalah

adanya pengangkatan isu atau masalah yang terjadi di masyarakat. Isu atau

masalah yang diangkat ke dalam film tersebut disusun di dalam naskah dan

nantinya ditunjukkan oleh para aktor yang saling berperan mengisi karakter

berdasarkan ketentuan yang ada di dalam naskah film tersebut. Adanya

pengangkatan isu ke dalam sebuah film adalah untuk membangun pemikiran

kritis mengenai isu yang ada di dalam masyarakat dan diharapkan mampu

menimbulkan simpati atau empati terhadap isu berdasarkan film yang

ditontonnya.

Unsur yang terkandung di dalam sebuah film tentulah membutuhkan tokoh,

latar tempat, dan suasana latar untuk membangun makna yang lebih mudah

dipahami ketika sedang menyaksikan film. Sudut pengambilan adegan film turut

serta membangun kedalaman situasi yang ditampilkan di dalam film. Berbagai

unsur tersebut disatukan dan diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan

scene atau adegan yang nantinya disatukan lagi menjadi kesatuan yaitu film.

Di antara sekian banyak media, film adalah bidang yang paling menarik

dan populer. Karena berisi audio dan video, merupakan tempat dimana

sutradara dapat dengan bebas menuangkan pesan dan kesan yang ingin

disampaikannya serta tempat dimana penonton dapat langsung memahami

pesan yang ingin disampaikan oleh sutradara. Jadi kita tidak perlu repot-repot

3
bermimpi seperti membaca buku atau mendengarkan radio. Film sudah

mencakup keduanya, jadi yang harus penonton lakukan adalah menonton dan

menangkap pesannya. Film memungkinkan kita untuk menceritakan kisah

kejahatan, peristiwa mistik, romansa dan seks serta masih banyak lagi yang

membentuk realitas sosial kita melalui mata yang tajam dari pengambilan

kamera yang tepat dan jitu (Marcel Danesi, 2010).

Film merupakan bidang yang cocok untuk menyampaikan informasi,

pemahaman, pendapat dan perasaan. Ini karena kita terkadang dipaksa oleh

protagonis ketika kita menonton film. Untuk membantu Anda memahami latar

belakang, pendapat, dan pemikirannya tentang perasaan karakter utama.

Alhasil, Anda bisa langsung merasakan bagaimana perasaan sang aktor dalam

film tersebut, entah sedang senang, sedih atau marah. Oleh karena itu, tidak

dapat disangkal bahwa sinema merupakan medan yang sangat efektif untuk

menyampaikan pesan massa. Dengan menggabungkan citra, cerita, dan musik,

film menciptakan ekspresi paling kuat yang dibuat oleh pikiran manusia.

Film memiliki rencana khusus untuk mempengaruhi jiwa, dampak film

terhadap kehidupan seseorang sangat besar, pikiran, gaya hidup, tindakan, dan

bahkan kata-kata yang melihatnya. Karena film memiliki pesan moral, film juga

dapat digunakan sebagai sarana belajar tentang kehidupan dan mengubah

pikiran dan tindakan Anda. Bisa berkaitan dengan nilai kehidupan, nilai agama,

nilai budaya, atau nilai sosial lainnya dan lebih dikenal dengan nilai moral.

4
Menurut Mac Quail dalam Bagus Fahmi (2017), film pertama kali

ditemukan pada abad 19, tetapi memiliki fungsi yang sama dengan medium

yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik,

drama, lawak dan sajian teknis lainnya pada masyarakat umum. Kehadiran film

sebagian merupakan respon terhadap “penemuan” waktu luang diluar jam kerja

terhadap kebutuhan menikmati waktu senggang secara hemat dan sehat bagi

seluruh anggota keluarga. Dengan demikian, jika ditinjau dari segi

perkembangan fenomenalnya akan terbukti bahwa peran yang dimainkan oleh

film dalam memenuhi kebutuhan tersembunyi memang sangat besar.

Film merupakan sebuah proses komunikasi yang divisualisasikan hingga

dapat menggambarkan hal yang dirasakan bagi yang menontonnya. Pada

hakikatnya, komunikasi merupakan perpaduan pikiran dan perasaan berupa

gagasan, informasi, keyakinan, harapan, panggilan, dan lain-lain kepada orang

lain secara tatap muka atau tidak langsung melalui media, untuk tujuan

mengubah suatu sikap, sikap atau perilaku.

Simbol (symbols) penting untuk bekerja dalam proses komunikasi antar

partisipan. Keadaan komunikatif tercapai ketika pemahaman peserta tentang

tanda-tanda ini cocok. Simbol-simbol yang digunakan partisipan dalam proses

ini terdiri dari simbol-simbol yang digunakan partisipan dalam komunikasi, baik

verbal (lisan dan tulisan) maupun non-verbal (berbagai sinyal yang tidak meliputi

gerakan tubuh, gambar, warna, dan kata-kata) atau bahasa). Sebagai simbol

non-verbal, gambar dapat digunakan untuk mengungkapkan pikiran atau

5
perasaan. Film memiliki andil dalam pembentukan kognisi atau mengantarkan

pesan karena adanya unsur audio-visual yang mempermudah film tersebut

dipahami dan diterima oleh audiens dalam waktu yang sama. Salah satu film

luar negeri yang dapat dijumpai di Indonesia adalah Film Soul. Film Soul

merupakan film animasi yang dirilis oleh Disney, Film Soul ini dikerjakan oleh

Pete Docter sebelumnya mengerjakan Film populer di Pixar yaitu animasi

berjudul Inside Out pada tahun (2015), Up (2009), Monsters inc (2001).

Disini Pete Docter mengumumkan bahwa dirinya akan terlibat menjadi

sutradara di Film Soul tersebut, dan waktu penyelesaiannya dalam film ini

menghabiskan waktu selama empat tahun dan Pixar mengumumkan bahwa

proses produksi film Soul rilis ditahun 2020. Film Soul mengambil latar di era

modern di negara Amerika. Soul menceritakan tentang seorang guru musik

bernama Joe Gardner yang sangat terobsesi terhadap musik Jazz.

Beberapa hal yang menarik dari film Soul diantaranya adalah pengisi suara

terkenal yang kemudian memberi jiwa pada setiap adegan dan karakter pada

film, animasi dan visual pixar yang tidak akan diragukan lagi dalam dunia

perfilman, menceritakan perjalanan jiwa pada karakter film yang memiliki makna

sangat dalam dan bisa disajikan hingga mudah dicerna berbagai kalangan usia,

diiringi iringan musik yang manis mampu menenggalamkan penonton selama

film film diputar serta film ini merupakan bentuk dari gambaran film animasi yang

bukan sekedar memberi hiburan tetapi juga memberi renungan pada kehidupan

6
kita. Film memberikan makna melalui lambang dan reka adegan yang membuat

penonton memahami dari setiap scened yang tersedia.

Terdapat beberapa teori yang cocok untuk menjadi landasan teori pada

film Soul, beberapa diantaranya adalah teori semiotika dari Roland Barthes,

teori hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow dan teori psikoanalisis dari

Sigmund Freud. Peneliti menilai bahwa film Soul lebih tepat dianalis dengan

teori semiotik, hal ini dikarenakan teori ini menerangkan makna konotasi

penanda dan penanda untuk merangkai fenomena yang terjadi.

Teori semiotik Barthes yang dikutip Vera (2014:27), bermula secara harfiah

dari teori bahasa De Saussure. Telah terbukti bahwa komunikasi yang

diterapkan merupakan sistem tanda yang mencerminkan tentang pengertian

masyarakat tertentu pada zaman tertentu. Seperti sudut pandang Saussure,

Barthes percaya bahwa hubungan antara penanda dan petanda tidak terbentuk

secara alami tetapi arbitrer. Jika Saussure menekankan makna hanya pada

tataran eksplisit, Barthes meningkatkan semiotika Saussure dengan

mengembangkan sistem makna pada tataran inklusif.

Barthes melihat aspek lain dari makna: "mitos" yang ditampilkan

masyarakat. Barthes mengedepankan konsep konotasi dan denotasi sebagai

kunci analisisnya. Barthes kemudian juga menjelaskan bahwa signifikansi tahap

pertama adalah hubungan antara penanda (ekspresi) dan petanda (isi) dalam

sebuah tanda dengan realitas eksternal. Itulah yang disebut Barthes sebagai

7
denotasi, yaitu makna tanda yang paling nyata. Sementara itu, untuk

menunjukkan signifikansi tahap kedua,

Barthes menggunakan istilah konotasi, menggambarkan interaksi yang

terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi pembaca dan nilai-

nilai budayanya. Konotasi memiliki makna subjektif atau setidaknya

intersubjektif. Dengan kata lain, penunjukan adalah bagaimana tanda

menggambarkan suatu objek, dan implikasinya adalah bagaimana tanda itu

menggambarkannya. Pada tingkat kedua makna terkait konten, simbol bekerja

melalui mitos. Mitos adalah cara budaya menjelaskan atau memahami

beberapa aspek realitas atau fenomena alam (Wibowo, 2013: 22).

Barthes menekankan interaksi antara teks dan pengalaman manusia,

budaya pengguna, dan interaksi antara konvensi teks dan konvensi yang

dialami dan diharapkan oleh pengguna. Saat melihat artikel berita, menjadi jelas

bahwa simbol verbal, visual, dan jenis lain yang menggambarkan bagaimana

berita disampaikan menciptakan tingkat konotasi yang terkait dengan simbol,

bukan hanya maknanya. Oleh sebab itu, teori semiotika sangat cocok dalam

menganalisa suatu film.

Berkenaan dengan film dengan banyak simbol dan tanda, fokus utama

peneliti adalah pada kajian semiotika. Semiotika akan sangat membantu dalam

menggali makna dan mengungkap makna di balik sebuah film. Sederhananya,

semiotika adalah studi tentang tanda. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, kita

akan melihat semiotika Roland Barthes. Dalam semiotika, Roland Barthes akan

8
fokus pada tiga poin dalam kajiannya tentang pesan dan adegan: makna,

implikasi, dan mitos. Melalui tiga poin ini, kita akan menggali lebih dalam makna

dan pesan Jiwa Pete Docter. Ide terkenal Roland Barthes adalah "two order of

significants" atau signifikasi tahap kedua.

Pesan moral dalam sebuah film yang ditandai dalam gambar visual

tentunya akan memberi kesan mendalam bagi yang menonton. Kesan tersebut

nantinya akan dapat diaplikasikan dalam kehidup sehari-hari. Pesan moral

tersebut yang memberikan peneliti ide untuk meneliti film “Soul”. Karena film

tersebut telah mendapat berbagai penghargaan internasional dalam pagelaran

anugerah film animasi terbaik.

Public relation sangat membantu kehidupan sehari-hari, ada makna

terhadap setiap perilaku bahkan pemaknaan logo dan kalimat pada setiap yang

diucapkan. Namun hal tersebut dapat dipelajari agar individu dapat saling

memahami dan tidak terjadi miss komunikasi serta mencapai tujuan yang

diinginkan oleh individu tersebut.

Melalui latar belakang diatas, peneliti sangat tertarik untuk menganalisa

film Soul dengan mengambil judul penelitian yaitu Makna Peran Public Relation

Dalam Film Soul (Analisa Semiotika Roland Barthes). Peneliti ingin semua

orang terutama orang tua dan anak dapat belajar mengenai proses “mengenal

diri sendiri” dalam proses tumbuh kembang. Hal ini didasari dengan adanya

kondisi “parental burnout” pada orang tua dalam mendidik anaknya terutama di

masa pandemic dimana anak-anak lebih menghabiskan waktu bersekolah di

9
rumah. Dengan film “soul” orang tua diharapkan mampu belajar mengenai hak

yang didapatkan oleh seorang anak berdasarkan bakat dan potensi dimiliki.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang, penulis

merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peran public relation dalam film “Soul” karya Pete Docter?

2. Apa saja makna penanda (signifier) dan petanda (signified) pesan moral

dalam Film “Soul” karya Pete Docter?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah, dapat dirumuskan tujuan dari penelitian yaitu:

1. Untuk mengetahui peran public relation dalam film soul karya Pete Docter.

2. Untuk melakukan makna penanda (signifier) dan petanda (signified) pesan

moral dalam film Soul karya Pete Docter.

10
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

a) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi teoritis bagi

pengembangan ilmu pengetahuan komunikasi, khususnya tentang

analisis semiotika dalam film.

b) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan refrensi tambahan bagi

mahasiswa/i tentang pesan moral dalam suatu film.

1.4.2. Manfaat Praktis

Peneliti berharap dapat membantu masyarakat dalam penelitian ini.

Film ini merupakan karya Pete Doctor yang tidak hanya memberikan

hiburan, tetapi juga menjelaskan ekspresi kehidupan sehari-hari. Namun,

film bisa menjadi faktor motivasi bagi penontonnya.

1.4.3. Manfaat Akademis

a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi seluruh

akademik mahasiswa komunikasi London School Relation Public.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini tidak lepas dari kontribusi penelitian terdahulu. Peneliti

mengkaji terkait semiotika melalui refrensi beberapa film Indonesia dan

mancanegara. Setiap film memiliki makna yang tersirat sesuai dengan dialog

maupun adegan dalam film. Bahkan film animasi bisa memberikan efek

pesan moral yang sangat baik melalui efek atau audio visual, sehingga

penonton mendapat pesan dari film tersebut. Ditinjau dari kajian pustaka

diatas, peneliti kemudian melakukan studi terhadap penelitian terdahulu :

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti (Tahun) Metode Hasil Penelitian


Judul Penelitian Penelitian
M Luqman Al Bashir/ Kualitatif Hubungan interpersonal yang berputar
2014/ Pesan Seni dikarenakan hubungan timbal balik
Beladiri dalam Film Man yang terjadi antar tokoh. Seni beladiri
Of Taichi (Sebuah merupakan lebih dari latihan, dimana
Analisis Semiotik Roland Seni beladiri untuk membentuk karakter

12
Barthes Pada Film Man dan sikap praktisi karena adanya rasa
Of Taichi). keingintahuan, kesamaan, kebiasaan
dan hubungan timbal balik.
M Abdur Rosyidin/ 2017/ Kualitatif Simbol-simbol pesan moral yang ada
Pesan Moral Pada pada sinetron Mahabharata yaitu, dialog
Sinetron Mahabarata dari parah tokoh film, gerak tubuh,
episode 51 (Studi ekspresi dari para tokoh dalam film,
Analisis Semiotika Model latar belakang dan musik ilustrasi
Roland Barthes).
Yoyon Mudjono/ 2011/ Kualitatif Jurnal ini membahas mengenai
Kajian Semiotika dalam semiotika yang terdapat dalam sebuah
Film. Jurnal Ilmu film. Semiotika merupakan suatu studi
Komunikasi, Vol. No.1, ilmu atau metode analisis untuk
April 2011 ISSN: 2088- mengkaji tanda dalam suatu konteks
981X. skenario, gambar, teks, dan adegan di
film menjadi sesuatu yang dapat
dimaknai.
Dimas Suryo Prayogo/ Kualitatif Film judul Jakarta Maghrib
2012/ Analisis Semiotik menceritakan mitos-mitos tentang
pada Film Jakarta maghrib, serta sifat individualitas warga
Maghrib Jakarta. Film ini menjelaskan bahwa
maghrib saat ini bukan persoalan
religius semata. Bagi masyarakat
Jakarta, maghrib sudah menjadi
persoalan sosio-kultur dan penanda
sosial.

2.2 Deskripsi Teori Semiotika


Selain kata semiotika, disamping kata semiologi masih sering digunakan

sampai sekarang. Selain istilah semiotika, melalui sejarah linguistik juga

menggunakan istilah lain seperti semiosiologi, sememik, dan semik untuk

menunjukkan bidang kajian yang mempelajari arti atau makna suatu tanda

atau simbol. Menurut Segers (Sobur: 2015), bidang kajian yang disebut

13
semiotika telah banyak dibicarakan di negara-negara Anglo-Saxon. Semiotika

disebut juga dengan pemikiran Saussure. Istilah semiotik sering digunakan

dalam publikasi media di Prancis. Meskipun semiotika digunakan dalam

kaitannya dengan karya Charles Sanders Pierce dan Charles Morris. Baik

semiotika maupun semiologi dapat saling menggantikan sampai batas

tertentu. Hal ini karena digunakan untuk merepresentasikan ilmu simbol.

Semiotika didasarkan pada konsep simbol. Tidak hanya bahasa dan

sistem komunikasi yang terdiri dari tanda-tanda, tetapi dari sudut pandang

pikiran manusia, dunia itu sendiri juga terdiri dari tanda dan makna. Semiotika

adalah studi ilmiah atau metode analisis yang mengeksplorasi kemampuan

interpretasi simbol dalam konteks naskah, gambar, teks, dan adegan sebuah

film. Sementara itu, kata “semiologi” berasal dari bahasa Yunani semeion

yang berarti “tanda” atau seme yang berarti “penafsir suatu tanda”. Semiotika

memiliki asal-usul dalam studi klasik dan skolastik logika, retorika dan etika.

Secara epistemologis, istilah semiotika dapat dianggap mengacu pada

dan lain-lain dalam bahasa Yunani semeion, yang diartikan sebagai lebih dari

di bawah praktik sosial yang dibangun sebelumnya. Tanda dari era masa

Yunani itu masih berarti menunjuk pada ke sesuatu yang lain. Merokok

misalnya, menunjukkan adanya api (Wibowo, 2011:5). Saat ini film dapat

merujuk pada tanda dan makna yang tersirat serta tersurat. Sehingga

memberikan efek makna yang positif maupun negatif dari tiap pesan yang

disampaikan oleh tanda-tanda dalam film.

14
2.2.1 Teori Semiotika oleh Roland Barthes

Film merupakan bidang kajian yang sangat relevan dengan analisis

semiotika, karena terdiri dari berbagai simbol. Simbol yang dapat

mencakup berbagai sistem simbol yang bekerja sama dengan baik untuk

mencapai efek yang diinginkan. Film secara umum memiliki pengertian

yang dikemukakan oleh Roland Barthes, yaitu tabel registrasi dan istilah.

Secara umum, ketika penonton dalam menganalisis sebuah film yang

hanya mengetahui makna keseluruhan film, film tersebut memiliki banyak

makna tepi luar, makna, dan mitos (Wirianto, 2016: 27).

Roland Barthes adalah seorang tokoh semiotik yang meneruskan ide-

ide Saussure. Menurut Barthes, semiotika adalah cabang ilmu yang

mempelajari bagaimana orang menginterpretasikan hal-hal tersebut di

sekitarnya. Makna diturunkan dari tanda-tanda yang dapat menyampaikan

pesan tersirat dan Saussure menekankan tampilan hanya pada tataran

penunjukan serta konotasi terhadap pesan.

Barthes berspekulasi bahwa tanda itu selesai dalam semiotika

Saussure, yang memiliki sebutan konotatif dan mitologis. Ada tiga hal

utama yang perlu diperhatikan dalam analisis Barthes: makna eksplisit,

makna implisit, dan makna mitologis. Makna tingkat pertama disebut

perluasan, dan makna tingkat kedua disebut implisit. Arahan akan

mengungkapkan makna yang terlihat jelas oleh mata. Artinya direktif

15
memiliki arti yang sebenarnya. Konotasi di sisi lain, mengungkapkan

makna yang terkandung dalam simbol.

Memperhatikan dan menginterpretasikan korelasi antara apa yang

terlihat dalam kenyataan (indikatif) dan tanda yang tersirat, sebagai lawan

dari mitos yang ada dan berkembang di benak masyarakat karena

pengaruh sosial budaya yang dimiliki masyarakat itu sendiri terhadap

sesuatu yang tersirat (konotasi) (Nurhayati, 2017).

Dengan kata lain, Cobley & Jansz menyatakan bahwa "singa" adalah

elemen material yang hanya dapat dikonotasikan dengan mengenali

tanda, seperti kebanggaan, keganasan, dan keberanian. Dalam

pandangannya, tanda inklusif tidak hanya memiliki makna tambahan,

tetapi juga memiliki kedua bagian dari tanda inklusif yang mendasari

keberadaannya. Inilah kontribusi terbesar Barthes bagi perkembangan

semiotika Saussure, berhenti pada level makna eksplisit.

16
2.2.2 Teori Hirarki Kebutuhan oleh Abraham Maslow
Abraham Maslow sebagai teori pendukung untuk menjelaskan

tentang kebutuhan dasar yang dibutuhkan manusia dalam berkehidupan

sehari-hari. Ada 5 hal dalam hirarki tersebut dimulai dari yang paling

bawah

yaitu:

1. Kebutuhan fisiologis (meliputi makan, minum, kehangatan, dan

istirahat)

2. Rasa aman

3. Kepemilikan dan afeksi (meliputi hubungan yang intim dan

pertemanan)

4. Harga diri (meliputi gengsi dan perasaan dalam melakukan sesuatu)

17
5. Aktualisasi diri (pencapaian potensi maksimal seseorang, termasuk

proses melibatkan kreativitas seseorang dan mengenal diri sendiri)

Menurut Deden (2011), pengertian hierarki kebutuhan dasar dimulai

ketika Maslow mengamati perilaku kera. Berdasarkan pengamatannya,

kita dapat menyimpulkan bahwa beberapa kebutuhan lebih diutamakan

daripada yang lain. Misalnya, jika seseorang haus, mereka akan mencoba

untuk menghilangkan rasa haus mereka. Orang bisa hidup tanpa makanan

selama berminggu-minggu. Namun, manusia hanya bisa hidup beberapa

hari tanpa membutuhkan kelembapan. Ini karena Anda membutuhkan

lebih banyak air daripada yang Anda butuhkan untuk makanan.

Maslow sering menyebut kebutuhan tersebut sebagai kebutuhan

dasar, yang dapat digambarkan sebagai hierarki atau tangga yang

menggambarkan tingkat kebutuhan. Ada lima kebutuhan dasar: kebutuhan

fisiologis, kebutuhan untuk melarikan diri dari bahaya, kebutuhan untuk

memiliki dan cinta, kebutuhan akan rasa hormat, dan kebutuhan

aktualisasi diri.

Menurut Maslow dalam buku yang ditulis oleh Haig (2014),

memenuhi kebutuhan yang berbeda ini ditolak oleh dua kekuatan: motivasi

untuk kelangkaan dan motivasi untuk pertumbuhan. Kurangnya motivasi

bertujuan untuk mengatasi masalah stres manusia yang disebabkan oleh

berbagai kekurangan yang sudah ada sebelumnya. Di sisi lain, motivasi

untuk tumbuh didasarkan pada kemampuan tiap individu untuk dapat

18
tumbuh dan berkembang. Kemampuan ini adalah sifat bawaan setiap

individu sehari-hari.

2.2.3 Teori Psikoanalisis oleh Sigmund Freud

Psikologi telah diakui sebagai ilmu yang berdiri sendiri sejak tahun

1879, ketika Wilhelm Mundt mendirikan Institut Psikologi di Jerman. Sejak

saat itu, psikologi berkembang pesat dan berbagai aliran telah lahir. Salah

satu aliran psikologi adalah konsep kepribadian. Konsep ini secara

gamblang telah dimaknai oleh banyak ahli seiring dengan definisi

keberagaman, salah satunya adalah makna konsep kepribadian dalam

aliran psikoanalisis (Ja'far: 2015).

Teori psikoanalitik merupakan teori yang paling lengkap di antara

teori-teori kepribadian lainnya, tetapi mendapat evaluasi positif dan negatif

pada saat yang bersamaan. Peran penting dari naluri dan agresi bawah

sadar dan seksual dalam pengaturan perilaku adalah penemuan-

penemuan monumental Freud. Taksonomi yang digunakan oleh Freud

menggambarkan kepribadian pada tiga poin utama: struktur kepribadian,

dinamika kepribadian, dan pengembangan kepribadian. Konsep tersebut

disebut sebagai teori kepribadian psikoanalisis memiliki peran untuk

memodifikasi dan memperkaya sikap manusia (Helaluddin, 2018:3).

19
Psikoanalisis Freud dapat diklasifikasikan sebagai ilmu manusia baru,

tunduk pada banyak kontradiksi. Bahkan saat ini, teori ini telah dikritik oleh

banyak penentang. Misalnya, pandangan G. J. Eysenck (Guru besar

psikologi di Jerman) yang menyebut psikoanalisis bukanlah ilmu. Eysenck

adalah seorang behavioris ekstrim yang berpendapat bahwa tidak masuk

akal bagi orang untuk memberikan bukti ilmiah dengan menggunakan teori

psikoanalitik non-perilaku (Bertens: 2016).

Pengaruh Freud terhadap perkembangan psikoanalisis di bidang

psikologi, khususnya dalam psikologi kepribadian, dan lebih khusus lagi

dalam teori kepribadian, dalam sebagian besar teori kepribadian, ikut serta

dalam teori perilaku (kepribadian) kontemporernya atau setidaknya

sebagai masalah. Ide Freud adalah psikoanalisis sendiri memiliki teori

kepribadian sebagai arah utama psikologi, yang dengan mudah dapat kita

sebut teori kepribadian psikoanalitik (psychoanalytic personality theory).

Menurut Freud, naluri tersebut terdapat dalam Id dan Ego. Konsep

perilaku yang digambarkan oleh Freud dalam Bertens (2016) adalah Id

digambarkan sebagai tenaga yang menggerakkan kapal dan Ego adalah

kemudinya. Dalam konsep ini, tugas dari Ego adalah mencegah atau

memegang kendali pada Id sehingga naluri-naluri yang ada dalam Id

dicegah oleh Ego. Dalam konsep ini Freud memiliki pandangan bahwa

tuntutan dari naluri dalam Id akan dikendalikan jika fungsi logis rasional

20
dalam Ego. Dalam teori psikoanalisis oleh Sigmund Freud terdapat 3 unsur

utama seseorang bertindak atau mengambil keputusan:

1. Id

Pengambilan Tindakan berdasarkan kepuasan pribadi tanpa adanya

pertimbangan moral

2. Ego

Ego merupakan bentuk kesadaran mengenai realitas di kehidupan

manusia. Ego belum mengenai apakah hal tersebut baik atau buruk.

3. Superego

Superego dikenal sebagai puncak dari kompas moral seseorang dalam

menentukan suatu Tindakan bernilai baik atau buruk.

Dalam konsep kepribadian Freud, struktur jiwa manusia terdapat tiga

tingkatan yaitu alam sadar (conscious mind) yang digunakan dalam

keadaan terbangun untuk membuat individu sadar akan situasi

lingkungannya dan merespon dengan cepat, alam pra-sadar

(preconscious mind), dan alam tak-sadar (unconscious mind) yang

mengandung pengalaman dan ingatan yang telah dipelajari pada masa

lalu serta semua tingkah laku dan refleksi yang dipelajari (Ahmad, 2017).

Konsep tersebut digambarkan sebagai sebuah gunung es yang

terapung yang pada bagian permukaan atau yang muncul ke permukaan

air adalah adalah alam sadar dan yang tenggelam adalah alam tak sadar.

Kekuatan yang tidak tampak dalam permukaan seperti kekuatan irasional,

21
kekuatan alam bawah sadar, dorongan biologis, serta insting sebelum usia

6 tahun membentuk perilaku manusia (Syawal, 2018).

Ahmad (2017) menjelaskan bahwa menurut Freud dalam alam

bawah sadar terdapat hal-hal yang sulit untuk dibawa ke alam sadar, tetapi

sumber-sumber dalam alam bawah sadar tersebut menjadi sumber

motivasi yang mendorong hasrat seseorang. Sumber-sumber yang berada

di bawah alam sadar seperti nafsu, insting, kenangan, atau emosi

traumatik sulit untuk dijangkau dan tampak, tetapi sumber-sumber tersebut

menjadi pendorong untuk manusia bertindak seperti makan, berinovasi,

melakukan hubungan seks dan berbagai tindakan lain.

2.3 Pemaknaan Dalam Film

2.3.1 Pengertian Film

Menurut Ariani (2015), film adalah pertunjukan (cerita) fotografi

langsung. Undang-undang No. Menurut definisi film dalam 8 Tahun 1992,

film adalah karya cipta dan seni adalah media tontonan massal

berdasarkan sinematografi dengan hak merekam pita seluloid, pita video,

cakram video dan/atau hasil. Penemuan teknis lainnya dari segala bentuk

dan jenis. Ukuran melalui proses kimia, proses elektronik, atau proses lain

yang dapat ditunjukkan dengan menggunakan sistem proyeksi mekanis,

22
dan sebagainya. Dengan atau tanpa suara, film adalah rangkaian gambar

bergerak yang membentuk sebuah cerita. video.

Deskripsi oleh Dio Pratama (2011) Marcel Danesi dalam bukunya

Semiotics of Media menganalisa film dari tiga jenis atau kategori utama:

film fitur, dokumenter dan film animasi. Penjelasannya adalah sebagai

berikut.

a) Film Fitur

Film Fitur merupakan karya fiksi, strukturnya selalu berbentuk

narasi yang terdiri dari tiga tahap. Pra-produksi adalah periode di mana

skrip dibuat. Skenario ini dapat berupa novel, cerita pendek, cerita fiksi,

atau kisah nyata yang diubah atau adaptasi cetak lainnya. Itu juga dapat

ditulis khusus untuk sebuah film.

b) Dokumenter

Dokumenter adalah film sains populer yang menggambarkan

situasi nyata setiap orang dan, tanpa persiapan, menggambarkan

perasaan dan pengalamannya dalam situasi itu langsung ke kamera

atau pewawancara. Robert Clairty mendefinisikannya sebagai

“penciptaan realitas,” yaitu, perlakuan kreatif terhadap realitas.

c) Film Animasi

Animasi adalah seni menggunakan film untuk menciptakan ilusi

optik gerakan dalam serangkaian gambar objek dua atau tiga ukuran.

Pembuatan film animasi tradisional selalu dimulai hampir bersamaan

23
dengan papan cerita persiapan, serangkaian sketsa menggambarkan

bagian penting cerita.

Sebuah film secara struktural terdiri dari banyak frame, adegan, dan

urutan. Setiap adegan harus mengatur penglihatan pemirsa dan titik-titik

tertentu dalam cerita dan menempatkan kamera pada posisi terbaik untuk

berakting. Inilah sebabnya mengapa film sering disebut sebagai kombinasi

gambar yang digabungkan menjadi satu kesatuan yang koheren yang

menceritakan sebuah cerita kepada massa.

2.3.2 Film Soul

Pixar dan Disney tidak berhenti menampilkan film-film sederhana

namun sangat informatif dan emosional. Kali ini, perasaan tersebut

disampaikan melalui film animasi 'Soul'. Cerita film ini sangat sederhana.

Tujuan hidup seorang pianis jazz menceritakan kehidupan seorang pria

paruh baya bernama Joe Gardner yang bermain di depan umum.

Joe percaya bahwa sejak usia dini ia ditakdirkan untuk hidup

sebagai pianis jazz. Dia mencoba beberapa langkah, salah satunya

menjadi guru musik paruh waktu di sekolah menengah. Joe senang

memiliki kesempatan untuk tampil dengan musisi jazz terkenal.

Sayangnya, ia jatuh ke dalam lubang dan koma, dan jiwanya pindah ke

The Great After, di mana jiwa orang mati berada. Joe menjelajahi alam

24
agung sebelumnya, di mana jiwa-jiwa mereka yang akan dilahirkan belum

siap untuk mati. Di sinilah kisah nyata dimulai dan Soul ternyata menjadi

film yang bagus.

Kepribadiannya diselidiki di kerajaan selama kurang lebih satu jam.

Karakter Joe berkembang dari keyakinan bahwa ia adalah seorang pianis

jazz menjadi keraguan dan keraguan tentang arti makna hidup. Meneliti

dan mengembangkan karakter Joe tidak dipaksakan karena ada alur cerita

tambahan untuk karakter Joe sebelumnya. Joe terlihat sebagai orang

biasa yang benar-benar belajar untuk hidup, dan dia akan memiliki

penonton yang bisa berhubungan dengan cerita ini. Cerita, yang berfokus

pada karakter Joe, yang memiliki kekuatan tendensi datar, juga tidak

membosankan dengan penampilan beberapa karakter yang kontroversial.

Joe dan pemain berusia 22 tahun itu saling melengkapi kekuatan dan

kelemahan masing-masing.

Selain itu, sutradara dan penulis skenario Peter Docter sepertinya

ingin mengajak penonton untuk bertanya tentang tujuan hidup melalui

setiap adegannya. Ini mungkin terdengar sederhana, tetapi sebenarnya

sangat penting. Ide di balik film ini datang dari Docter. Suatu hari Pete

berpikir tentang apa yang harus dilakukan sebelum makan siang dan

sebelum makan malam. Sehingga terciptalah film Soul yang telah

memenangkan penghargaan.

25
Peneliti percaya bahwa film ini layak ditonton bagi mereka yang tidak

memahami makna hidup, atau mereka yang sedang mengalami krisis

kehidupan. Jiwa akan membuka hati dengan cara yang sederhana dan

bersahaja. Tujuan hidup itu sendiri sangat filosofis, sehingga tidak mudah

untuk dipahami walaupun terkesan sepele. Ada banyak orang paruh baya

seperti Joe yang tidak sepenuhnya memahami arti hidup.

Jika dicermati, film tentang tujuan hidup ini terlalu sulit untuk

dipahami oleh anak kecil. Mengingat tujuan utama film ini adalah untuk

anak-anak, tapi setidaknya anak-anak akan menyukai animasi yang

sangat berkualitas. Jika anak-anak pun memahami pesan dan tanda yang

diberikan secara semiotik dalam film Soul, anak akan mendapat

pencerahan akan bagaimana menghargai perasaan diri sendiri maupun

perasaan orang lain. Serta perasaan untuk bekerja keras meraih

kebahagiaan dan impian yang diinginkan.

2.3.3 Film Soul (2020) vs Luca (2021)

Soul memenangkan Penghargaan Golden Globe 2021 untuk Film

Animasi Terbaik. Disutradarai oleh Peter Docter, film ini dinominasikan

untuk empat film animasi lainnya: Families: New Age, Forward, Above the

Moon dan Wolf Moves. Karena pandemi COVID-19, Golden Globe 2021

akan divirtualisasikan di Los Angeles dan New York, AS. Tidak seperti

26
Soul, Disney dan Pixar kembali menggarap animasi pada tahun 2021

dengan 'LUCA', sebuah film tentang persahabatan antara bocah 13 tahun

Luca Paguro (Jacob Tremblay) dan sahabat barunya Alberto Scopano

(Jack Dylan Grazer) raksasa dan dia seseorang yang menyukai hal baru.

Pixar dan Disney membungkus cerita animasi dalam sinopsis Luke

untuk menghibur penonton. Kisah persahabatan antara Luca Paguro dan

Alberto Scorfano terjadi di pantai indah Riviera Italia dari akhir 1950 hingga

1960-an. Film ini kurang lebih tentang monster laut remaja yang berada

dalam tahap di mana dia ingin tahu tentang apa yang dilarang orang

tuanya: bumi dan dunia terestrial. Akhirnya, Luca bertemu dengan Alberto,

monster laut seusianya, yang berani "tidak mematuhi" orang tuanya

dengan pergi ke permukaan secara sembrono.

Luka dan Alberto adalah monster laut muda tanpa pengalaman

seumuran. Alhasil, Anda akan menjadi saksi sejarah persahabatan naif di

antara mereka. Luca, yang terlalu naif terhadap dunia permukaan, terlalu

mudah tergerak oleh Alberto, yang tidak tahu banyak tentang dunia

permukaan. Dinamisme di antara keduanya akan mengingatkan penonton

pada persahabatan masa kecil yang polos. Dikombinasikan dengan

munculnya dan konflik teman baru antara Luka dan Alberto, nostalgia

kenangan persahabatan masa kecil membuat mereka semakin akrab dan

bernostalgia. Konflik yang disajikan oleh Luca mungkin tidak serumit film

Pixar sebelumnya.

27
Perbedaan antara Soul dan Luca adalah pada film Luca tidak terlalu

memberikan banyak tanda makna hidup yang mendalam, lebih kepada

kisah persahabatan. Sedangkan film Soul, sangat menggugah perasaan

penonton yang memberikan banyak tanda bahwa hal yang terjadi dalam

film adalah hal yang banyak terjadi pula pada kehidupan sesungguhnya.

2.4 Public Relation dalam Film

Menurut Priliantini (2018), public relation merupakan sesuatu yang

merangkum keseluruhan komunikasi yang terencanam, baik ke dalam

maupun luar organisasi dengan publiknya dalam rangka mencapai tujuan-

tujuan spesifik yang dilandaskan pada saling pengertian. Sedangkan Leliana

(2018), menjelaskan bahwa public relation adalah proses kontinu dari usaha-

usaha manajemen untuk memperoleh goodwill (itikad baik) dan pengertian

dari pelanggan serta publik yang lebih luas.

Sebuah film tentu saja tersirat dan tersurat makna, hal tersebut

bertujuan agar cerita dapat tersampaikan kepada penonton. Sehingga

sutradara dan crew selalu berupaya untuk menyampaikan pesan baik dan

buruk pada peran yang dimainkan oleh aktor bahkan dalam bentuk animasi.

Ruslan (2016) dalam buku Manajemen Public Relation dan Media

Komunikasi : Konsepsi dan Aplikasi, menjelaskan bahwa ruang lingkup public

relation dalam sebuah organisasi dan lembaga antara lain adalah :

1. Membina hubungan ke dalam (public internal)

28
Seorang public relation harus dapat mengidentifikasi atau mengenali hal-

hal yang dapat menimbulkan gambaran negatif pada masyarakat, sebelum

kebijakan itu dilaksanakan.

2. Membina hubungan ke luar (public eksternal)

Public relation harus dapat mengusahakan tumbuhnya sikap dan

gambaran publik yang positif terhadap lembaga yang diwakili.

29
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian ialah konsep yang diterapkan untuk mendapat dan

mengumpulkan data sehingga memperoleh jawaban atas pertanyaan

penelitian. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan paradigma kritis.

Paradigma kritis ialah salah satu cara pandang terhadap realitas sosial yang

senantiasa diliputi rasa kritis terhadap realitas tersebut. Paradigma kritis

berupaya menggabungkan teori dan tindakan (praksis) secara sadar.

“Praksis” merupakan konsep sentral dalam tradisi filsafat kritis. Menurut

Habermas praksis bukanlah tingkah laku buta atas naluri belaka, melainkan

tindakan dasar manusia sebagai makhluk sosial. Pendekatan kritis yang

dipakai peneliti dalam Analisis Film Soul didasarkan teori Roland Barthes.

Sedangkan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

jenis penelitian model analisis semiotik Roland Barthes. Model ini dipilih

karena, peneliti ingin menguraikan penanda dan petanda yang terdapat

dalam film Soul, serta mendeskripsikan pesan moral aktualisasi diri. Unit

Analisis dalam penelitian ini adalah audio dan visual, yaitu scene adegan dan

dialog-dialog yang menunjukkan diskriminasi gender dalam film Soul. Dalam

penelitian ini, peneliti akan menggunakan istilah scene untuk mengetahui

30
aktualisasi diri pada tiap tokoh yang terjadi di dalam film Soul. Dimana scene

merupakan potongan dari suatu film yang terdiri dari adegan-adegan, dan

dialog-dialog. Berbeda dengan shot yang hanya terdiri dari satu adegan,

dalam penelitian ini, peneliti menggunakan shot sebagai komposisi gambar.

3.2 Unit Analisis Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua macam jenis data untuk

mendukung penelitian, yaitu:

a. Data Primer

Data primer merupakan data utama yang berupa dialog, gesture,

ekspresi pemain dan narasi yang menunjukkan diskriminasi gender.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data pendukung relevan yang dapat

digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini. Data sekunder dapat

diperoleh dari literatur-literatur yang mendukung data primer seperti

kamus, buku, berita surat kabar, artikel, jurnal majalah, internet,

penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian penulis. (data

sekunder) berupa data-data yang melengkapi dari kebutuhan penelitian.

31
3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan kegiatan yang menentukan keberhasilan

suatu penelitian. Karena validitas nilai sebuah penelitian sangat ditentukan

oleh data. Peneliti akan menggunakan teknik pengumpulan data dengan

cara dokumentasi. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data penelitian

yang berdasarkan pada pencarian data berupa DVD film, buku (text book),

skripsi, jurnal, situs internet, dan lain sebagainya yang dianggap relevan

dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti scene yang

mengandung unsur aktualisasi diri saja.

Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis semiotika

dengan pendekatan Roland Barthes, yaitu analisis hubungan tanda yang

terdiri dari dua tingkatan pertandaan. Roland Barthes adalah penerus

pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan

kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna.

Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan

interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural

penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”,

mencakup denotasi (makna sebenarnya) dan konotasi (kultural dan

personal). Di dalam semiologi Barthes dan para pengikutnya, denotasi

merupakan sistem signifikansi tingkat pertama, sementara konotasi

merupakan tingkat kedua. Untuk memahami makna, Barthes membuat

32
sebuah model sistematis yaitu, gagasan tentang signifikasi dua tahap (two

order of signification).

Dalam analisa film Soul ini peneliti menggunakan 2 tahap analisis, yaitu:

a. Deskripsi makna denotatif, yakni makna dari tanda yang terdefinisi secara

literal dan nyata. Di sini film Soul mendeskripsikan dengan penekanan

pada penceritaan kembali isi pesan film.

b. Deskripsi makna konotatif melibatkan keaktifan pembaca atau penonton

dalam memaknai suatu tanda dengan mengikutsertakan emosional serta

kultural personal pembaca atau penonton.

Sementara itu, di dalam dua sistem pemaknaan tersebut terdapat enam

elemen penting yang digunakan, yaitu:

a. Penanda Denotatif

b. Petanda Denotatif

c. Tanda Denotatif

d. Penanda Konotatif

e. Petanda Konotatif

f. Tanda Konotatif

33
3.4 Fokus Penelitian

Fokus penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah mencari makna

dan pertanda dalam film Soul karya Pete Docter yang mengandung makna

public relation dalam kehidupan sehari-hari.

3.5. Teknik Analisis Data

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang sistematis, maka peneliti

menyusun tahapan penelitian yang lebih sistematis. Berikut tahapan tersebut:

a. Mencari topik yang menarik

Mencari topik yang menarik ialah langkah awal yang harus dilakukan

dalam penelitian. Dalam hal ini, peneliti mengeksplorasi topik yang

dianggap menarik dan layak untuk diteliti. Topik yang bagus akan

memunculkan judul yang baik pula.

b. Merumuskan masalah

Dalam tahap ini, peneliti merumuskan beberapa pertanyaan yang

dipermasalahkan dalam topik yang akan diteliti.

c. Merumuskan Manfaat

Manfaat dirumuskan berdasarkan dua pandangan yaitu teoritis dan praktis.

Manfaat teoritis diharapkan berguna bagi pengembangan studi media

khususnya film. Sedangkan manfaat praktis penelitian ini dapat digunakan

sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.

34
d. Menentukan metode penelitian

Mengingat penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan

diskriminasi gender dalam film Soul, maka peneliti menggunakan analisis

semiotik sebagai metode penelitiannya.

e. Klasifikasi data Mengidentifikasi scene

Dengan cara menetapkan adegan film Soul yang mana saja yang akan

diteliti. Peneliti menentukan scene mana saja yang mengandung

diskriminasi gender

f. Menganalisis data

g. Menarik kesimpulan

3.6 Teknik Pemeriksaan Kepercayaan

Berikut sistematika pembahasan penelitian yang berjudul Proses

Aktualisasi Diri Dalam Film Soul (Analisa Semiotika Roland Barthes) :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini mengungkap tentang simbol-simbol komunikasi non verbal yang

melatarbelakangi sebuah penelitian dan batasan pembahasan penelitian

yang meliputi: Konteks Penelitian, Fokus Penelitian, Tujuan penelitian,

Manfaat Penelitian, Kajian Hasil Penelitian Terdahulu, Definisi Konsep,

Kerangka Pikir Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan.

35
BAB II : KAJIAN TEORITIS

Pada Bab ini terdiri dari dua sub Bab yaitu kajian pustaka dan kajian teori.

Kajian pustaka berisi pembahasan tentang karya tulis para ahli yang

memberikan teori atau opini yang berkaitan dengan fokus penelitian. Kajian

teori yang menjelaskan teori pendamping pola pikir penelitian

BAB III : PENYAJIAN DATA

Pada bab ini terdiri dari dua sub bab, yakni deskripsi subyek penelitian dan

deskripsi data penelitian

BAB IV : ANALISIS DATA

Pada bab ini terdiri dari dua sub bab, yang pertama mengupas tentang

temuan penelitian dan yang kedua berisi tentang temuan dengan teori.

BAB V : PENUTUP

Penutup berupa Kesimpulan data dan Saran Penelitian. Menyajikan inti dari

hasil penelitian yang telah dilakukan dan mengungkapkan saran-saran

tentang beberapa rekomendasi untuk dilakukan apa penelitian selanjutnya.

3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti melakukan penelitian pengamatan

film “Soul” di Jakarta dan waktu penelitian dilakukan bulan Februari 2022.

36
DAFTAR PUSTAKA

Alex Sobur. 2015. Analisis Teks Media. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya

Ahmad, M. 2017. Agama dan Psikoanalisa Sigmund Freud. RELIGIA, 14(2),


145–318. https://doi.org/10.28918/religia.v14i2.92

Ariani, S. (2015). STOP! KANKER. Yogyakarta. Istana Media

Atmodjo, W. L & Pratama, A .(2011). Struktur Dasar Anatomi Manusia:


Perpaduan Fakta Dan Seni Menampilkan Anatomi Tubuh Manusia Menjadi
Lebih Sempurna. Jakarta: Sagung Seto

Bagus Fahmi. 2017. Representasi Pesan Moral Dalam Film Rudy Habibie Karya
Hanung Bramantyo (Analisis Semiotika Roland Barthes). Skripsi: FISIP
Universitas Riau

Bertens, K. 2016. Psikoanalisis Sigmund Freud. Jakarta: Gramedia

Danesi, Marcel. 2010. Pesan Tanda dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai
Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra

Effendy, Onong U. 2008. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti.

Haig, Y. (2014). Higher Order Thinking and Assessment. International Seminar


on current issues in Primary Education: Prodi PGSD Universitas
Muhammadiyah Makasar.

Helaluddin, H., & Syawal, S. (2018). Psikoanalisis Sigmund Freud dan


Implikasinya dalam Pendidikan. Retrieved June 17, 2019, from
ResearchGate website:
https://www.researchgate.net/publication/323535054_Psikoanalisis_Sigmun
d_Freud_ dan_Implikasinya_dalam_Pendidikan

Ja’far, H. 2015. Struktur Kepribadian Manusia Perspektif Psikologi dan Filsafat.


Psymathic: Jurnal Imiah Psikologi, 2(2), 209—221.

Kusanti, Devy Putri, Leliana, L. 2018. Program Kampanye Humas Puskesmas


Palmerah Dalam Upaya Preventif Bahaya Campak dan Rubella di
Masyarakat. Komunikasi, 9, 112.

37
Kristanto, J.B. 2007. Katalog Film Indonesia. 1926-2007. Jakarta. Penerbit
Nalar.

McQuail, Denis. 2003. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Edisi Kedua.
Jakarta: Erlangga
Normawati, Maryam, S., & Priliantini, A. (2018). Pengaruh Kampanye "Let's
Disconnect to Connect" Terhadap Sikap Anti Phubbing (Survei Pada
Followers Official Account Line Starbucks Indonesia). Jurnal Komunikasi
Media dan Informatika, Vol. 7, No. 3, 155-164.
Sobur, A, 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Putu Krisdiana, Nara Kusuma. 2019. Analisis Semiotika Roland Barthes Pada
Ritual Otonan di Bali. Skripsi: Manajemen Komunikasi Univesitas Telkom
Bali.
Piliang, Yasraf Amir. Semiotika dan Hipersemiotika; Gaya, Kode & Matinya
Makna, Matahari, Bandung, 2012
Rahmar Hidayat, Deden. 2011. In Zaenudin A. Naufal. Teori dan Aplikasi
Psikologi Kepribadian dalam Konseling. Ghalia Indonesia
Vera Nawiroh. (2014). Semiotika Dalam Riset Komunikasi. Bogor : Ghalia
Indonesia
Wibowo, Wahyu. 2011. Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian
dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media
Wiraatmadja, S. (2003). Pengantar Psikologi Umum. Ungaran: STT Simpson.
Wirianto, R. dan Girsang, L.R.M. 2016. Representasi Rasisme pada Film “12
Years A Slave” (Analisis Semiotika Roland Barthes). Jakarta

38
LAMPIRAN

39
Scenes 1

Gambar 1. Scene Joe Gardner


Denotasi :

Dimaknai dari profil seorang guru musik bernama Joe Gardner yang
merasa hidupnya kurang bermakna, tidak memberi kebahagiaan orang
sekitar baik murid maupun ibunya seorang penjahit. Saat scene ini, Joe
mendapat kesempatan masuk menjadi pianis musisi idolanya yaitu Dorothea
Williams. Namun, dalam perjalanan tidak sengaja masuk kedalam lubang,
hingga ketika bangun Joe menjadi karakter berwarna biru dan berkacamata
persis seperti pada scene diatas.

Konotasi

Suasana gelap pada scene pertama menandakan bahwa Joe Gardner


berada diambang dunia bawah alam sadar. Kemudian, Joe mencari alasan
kenapa dirinya berada didunia tersebut dan bagaimana caranya dia harus
keluar. Makna dari perjalanan dalam dunia yang gelap, merupakan konotasi
yang menggambarkan bahwa karakter kebingungan akan arah langkah yang
harus dirinya ambil.

Mitos

Seorang yang mengalami koma, mitosnya berada diantara hidup dan


mati. Beberapa orang percaya bahwa roh sedang diajak dalam sebuah

40
perjalanan untuk mengingat kembali apa yang telah dilakukan selama hidup.
Sementara itu, ada yang berpendapatan bahwa orang yang sedang dalam
kondisi koma akan mendapat pengalaman spiritual yang akan memberikan
arti hidup kepada dirinya paska diberi kesempatan kembali untuk hidup.

Scene 2

Gambar 2. Scene Kedatangan Joe Gardner


Denotasi

Denotasi pada scene 2 dimaknai dengan kedatangan Joe Gardner yang


menyamar sebagai psikolog bernama Dr. Borgensson agar bisa ikut Seminar
Dirimu dengan tujuan mencapai kembali ke tubuhnya. Saat seminar berjalan,
MC menjelaskan beberapa karakter jiwa manusia salah satunya adalah
Megalomania yaitu gambaran jiwa yang manipulatif dan oppoertunis dan
diberi gambaran lain tentang beberapa jenis jiwa manusia.

Konotasi

Konotasinya adalah dalam film ini mendekripsikan beberapa karakter


manusia, megalomania adalah ganguan kesehatan dimiliki seseorang yang
selalu merasa dirinya benar dan tidak pernah mengaku salah. Karakter
seperti ini tentunya akan merugikan bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Edukasi tentang karakter manusia sangat menginspiratif dan tentunya
memberikan warna baru dalam perfilman animasi di dunia.

41
Mitos

Gangguan kepribadian narsistik dihubungkan dengan faktor lingkungan,


seperti hubungan orang tua dan anak yang tidak serasi. Bahkan kritik
berlebihan terhadap anak juga bisa menyuburkan bibit gangguan jiwa ini.
Ekspektasi berlebihan dari orang tua, memanjakan anak secara berlebihan,
dan pelecehan juga dapat menyebabkan gangguan ini. Selain faktor
lingkungan, faktor genetik pun kemungkinan juga berpengaruh.
Scenes 3

Gambar 3. Scene Paska Joe Seminar DIrimu


Denotasi

Paska Joe mengikut perkumpulan bertemakan “Seminar Dirimu”, dirinya


mendapat partner bernama “22” yang tugas dari Joe adalah menyalakan
percikan api dalam jiwa si nomor 22. Namun, dalam scene ini Joe baru saja
jujur bahwasanya dirinya bukanlah seorang psikolog, melainkan seseorang
yang selama hidupnya mendedikasikan diri sebagai seorang pianis. Joe dan
22 kemudian berkeliling dalam suasana gelap dan beberapa adegan
keseharian Joe yang selalu berulang dan hanya memikirkan musik Jazz.

Konotasi

42
Seminar Dirimu merupakan representatif dalam jiwa manusia dalam
mengekspresikan dirinya, scene ini berkonotasi bahwasanya seorang Joe
Gardner sedang berusaha untuk kembali ke tubuhnya dan mengingat
keseharian yang dilakukannya. Ternyata, keseharian dirinya begitu
membosankan dan kurang bergairah. Tetapi seorang Joe tidak menyerah
untuk mendapat apa yang dicitakannya menjadi soerang pianis terkenal.

Mitos

Ketika manusia merasakan kebosanan akan kehidupan yang dijalani,


biasanya mengalami stress yang cukup berat. Terlebih lingkungan sekitarnya
tidak mendukung dan dirinya tidak memiliki cukup tekad dalam melakukan
yang terbaik. Disamping itu, secara psikologis kondisi seseorang yang shock
dengan melihat kejadian sebelumnya memiliki dua kemungkinan yaitu
bangkit dan begerak merubah keadaan atau bahkan depresi, Joe Gardner
memilih untuk bangkit dan tidak menyerah dengan kondisinya.

Scene 4

Gambar 4. Scene Joe Gardner Dalam Kondisi Koma


Denotasi

Joe Gardner dalam kondisi koma, kembali ke dunia namun tertukar


dengan tubuh kucing sedangkan nomor 22 masuk ke dalam tubuh Joe. Hal

43
inilah yang menimbulkan percikan api dalam diri 22 yang melengkapi dirinya
untuk dapat hidup ke alam dunia. Scene ini memberikan gambaran seorang
Joe yang terjebak dalam tubuh kucing berusaha memahami kebingungan
jiwa yang belum pernah masuk dalam kehidupan nyata.

Konotasi

Konotasi dalam scenes ini adalah pada akhirnya proses yang dilalui oleh
Joe untuk kembali ketubuh asli akhirnya berhasil karena dibantu oleh
seorang yang digambarkan menjadi pelaut dengan kapal besarnya. Kapal
besar tersebut memberikan tumpangan kepada Joe untuk menemukan lokasi
dan cara kembali. Meskipun dilain sisi, cara tersebut melanggar aturan dunia
soul.

Mitos

Secara mitos, seseorang yang berlayar yang membantu para jiwa yang
kehilangan arah adalah malaikat. Malaikat adalah bentuk dari kepercayaan
seseorang yang memiliki banyak arti, namun seorang pelaut ini adalah sosok
yang memiliki solusi atas kegelisahan dan kegalauan Joe dalam menemukan
tubuh dirinya dan kembali kedunia agar memperbaiki kondisi hidupnya.

Scenes 5

44
Gambar 5. Scene Pertemuan Joe Gardner
Denotasi

Setelah melalui berbagai perjalanan, akhirnya Joe Gardner kembali


bertemu dengan Dorothea Williams dan memintanya untuk memberi
kesempatan. Bahkan sikap kerasnya ingin membuktikan bahwa dia layak
untuk gabung ke dalam group musik Dorothea memberikan makna bahwa
manusia layaknya seorang pasukan yang harus berani membuktikan di
medan perang.

Konotasi

Konotasi dalam film ini adalah Joe Gardner, memberikan makna


mendalam terkait pembuktian dan perjuangan akan cita-cita yang dia
harapkan sejak muda. Sebab, ayahnya sangat ingin Joe menjadi pianis
terkenal meskipun ibunya menolak. Hal ini disebabkan menjadi seorang
musisi tidak memberikan jaminan hidup untuk masa depan seperti yang
terjadi pada ayahnya.

Mitos

Mitosnya adalah jika seseorang berani bertekad akan masa depan dan
memulai dengan action, pastinya akan terwujud. Namun jika hanya sekedar
rencana maka tersebut bisa jadi tidak terwujud. Joe memberikan bukti bahwa

45
semua yang kita impikan tidak semata-mata perlu rencana saja tetapi tekad
dan keberanian membuktikan kepada orang disekitar kita.

46

Anda mungkin juga menyukai