Anda di halaman 1dari 9

PRINSIP DAN AJARAN ISLAM DALAM ILMU

MAKALAH AIK IV

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Islam merupakan agama Samawi yang diturunkan oleh ALLAH S.W.T. kepada
manusia dan Nabi Muhammad S.A.W. merupakan rasul yang diturunkan oleh ALLAH
S.W.T. kepada manusia sebagai pembimbing serta rujukan. Perkara yang menjadi asas
kepada penganut agama Islam adalah iman dan amal. Iman adalah kepercayaan kita kepada
apa jua yang diturunkan oleh ALLAH S.W.T. dan amal pula merupakan ibadah yang wajib
serta perlu dilaksanakan bagi membenarkan iman seseorang itu. Bagi memperolehi iman serta
amal yang benar perkara yang perlu ada bagi setiap individu muslim itu adalah ilmu. Seperti
mana wahyu pertama yang diturunkan kepada Rasulullah Surah Al-‘Alaq ayat 1-5 dengan
jelas mewajibkan. Orang yang berilmu juga mendapat pengiktirafan dan kedudukan yang
tinggi di sisi ALLAH S.W.T. seperti yang firmanNYA:

“Allah memberikan hikmah (ilmu pengetahuan) kepada sesiapa yang dikehendakiNya


dan orang-orang yang diberikan ilmu pengetahuan beerti ia telah diberikan kebaikan yang
banyak”. (Al-Baqarah:269)
BAB II
PEMBAHASAN

PRINSIP DAN AJARAN ISLAM DALAM ILMU


Ilmu pengetahuan merupakan prasyarat terpenting bagi pembangunan bangsa yang
kuat dan dihormati. Setiap perkara di dunia ini mestilah disandarkan kepada ilmu seperti
iman dan perkara keagamaan, ekonomi,politik, sosial, perpaduan dan sebagainya. Iman atau
amalan tanpa ilmu ibarat sebuah bangunan di atas pasir atau sarang labah-labah. Apabila
datang ribut yang kuat maka akan binasalah ia. Ilmu pengetahuan juga adalah asas
pembentukan sesebuah tamadun manakala akhlak pula adalah pengutuh atau pengukuh yang
berperanan mengekalkan kekuatan pembangunan bangsa, negara atau sebuah tamad.

Individu muslim yang menuntu ilmu dalam masa yang sama perlu menghindari
perasaan malas dan mudah jemu dengan buku pengajian. Ini dapat diatasi dengan membaca
nota atau buku-buku yang kecil dan ringan. Selain itu amalan zikrullah dan membaca ayat-
ayat suci Al-Quran mampu melembut hati manusai kerana sesiapa yang menjauhi nasihat
ataupun tazkirah diri ditakuti Allah akan mengeraskan hatinya sebagaimana firman ALLAH
S.W.T. yang bermaksud :

“Dan ingatlah ketika mana nabi Musa berkata kepada kaumnya :Wahai kaumku!
Mengapa kamu menyakitiku sedangkan kamu mengetahui bahawa aku ini adalah utusan
Allah .

“Sesungguhnya perumpamaan teman yang shalih dan teman yang buruk hanyalah
seumpama pembawa minyak wangi dan peniup tungku api seorang tukang besi. Bagi
pembawa minyak wangi, boleh jadi sama ada dia memberinya kepada kamu (minyak wangi)
atau kamu membeli daripadanya (minyak wangi) atau kamu mendapat bau harum
daripadanya. Bagi peniup tungku api seorang tukang besi, boleh jadi sama ada ia akan
membakar pakaian kamu (kerana kesan tiupan api) atau kamu mendapat bau yang tidak
sedap daripadanya (bau besi).”

Oleh itu sesiapa yang berusaha untuk memahami agama Islam hendaklah sentiasa
berhubung dengan orang-orang yang perhubungannya sentiasa bersama ilmu. Mereka adalah
orang-orang yang perhatiannya sentiasa kepada al-Qur’an dan al-Sunnah yang sahih,
usahanya sentiasa kepada mengkaji kitab-kitab peninggalan para ulama’ dan pemikirannya
sentiasa ke arah memperbaiki keadaan umat Islam dan menjaga kemurnian agama Islam. Di
antara mereka ialah para alim ulama’ dan guru-guru, maka hendaklah memuliakan mereka,
mendengar nasihat mereka dan mengikuti jejak langkah mereka. Seandainya mereka berbuat
salah, hendaklah menasihati mereka secara sopan dan tersembunyi, tidak secara kasar dan
terbuka kepada orang ramai. Di antara mereka adalah orang-orang yang dalam proses
memahami agama Islam, maka hendaklah menjadikan mereka sebagai sahabat karib, selalu
meluangkan masa berkongsi ilmu, bertukar-tukar pendapat dan saling menasihati.

Adab menuntut ilmu yang kelima adalah beramal dengan segala ilmu yang diperolehi.
Para penuntut ilmu perlu mengamalkan segala ilmu yang dipelajari setakat mana yang
termampu olehnya. Ulama’ silam sentiasa member peringatan bahawa orang yang berilmu
dan tidak beramal dengan ilmunya akan dihumban ke dalam api neraka lebih dahulu daripada
penyembah berhala. Jadikanlah ilmu yang dipelajari sebagai benteng daripada terjerumus ke
kancah maksiat dan jadikanlah juga ia sebagai senjata di dalam mematahkan serangan musuh
Islam serta jadikankanlah ia sebagai ubat yang mujarab di dalam menyembuhkan penyakit
jahil dan batil di dalam masyarakat. Jangan jadikan ia sebagai barangan jualan untuk
mengejar kekayaan dunia yang sementara. Tanpa usaha yang bersungguh- sungguh,
pengamalan ilmu yang dipelajari itu tidak mampu untuk dilaksanakan.Seperti firman ALLAH
S.W.T.

“Wahai orang-orang yang beriman! mengapa kamu mengatakan apa yang kamu
tidak kotakan? Amat besar kebencian Allah di sisi Allah bahawa kamu mengatakan apa yang
tidak kamu kotakan” (As-Sof: 2-3)

ILMU DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Ilmu dari sudut bahasa berasal dari perkataan Arab "Alima" yang bererti mengetahui
atau perbuatan yang bertujuan untuk mengetahui tentang sesuatu dengan sebenarnya. Selama
ini dan bahkan sampai saat ini masih cukup banyak diantara kita yang memandang ilmu it
secara dikotomis, yakni ada ilmu agama tersendiri dan ilmu umum secara tersendiri pula. 
Keduanya seakan berdisi sendiri-sendiri, tanpa ada kaitan sama sekali.  Akibatnya kedua ilmu
ini semakin jauh dan tidak pernah berinteraksi secara harmonis, sehingga apabila ada orang
yang ahli dalam suatu bidang ilmu pengetahuan tertentu, belum pasti dia itu mengetahui
tentang posisi ilmu agama dalam ilmu tersebut, dan demikian juga sebaliknya.
          Padahal kita yakin bahwa ilmu pengetahuan itu datangnya dari Tuhan, dan Islam pun
juga dari Tuhan, karena itu secara teori sesungguhnya kedua ilmu itu merupakan entitas yang
satu yang seharusnya tidak boleh dipisahkan.  Akibat dari pemisahan tersebut, saat ini cukup
banyak orang yang hanya berkutat dengan keilmuan tertentu saja, tanpa mengaitkan sama
sekali ilmu tersebut dengan Islam.  Sementara dilain pihak ada juga orang yang hanya
menekuni ilmu agama saja tenpa mau tahu tentang keitannya dengan ilmu pengetahuan lain. 
Dan inilah saat ini yang terjadi di masyarakat kita, dan ini sesungguhnya harus dianggap
kecelakaan sejarah yang kedepan tidak boleh lagi terjadi.
          Kita semua yakin dan sangat percaya bahwa Islam itu meliputi segala hal, dan Tuhan
tidak mungkin membedakan, apalagi memisahkan antara Islam dan segala keilmuan yang ada
di dunia ini.  Kalau kita mau mengkaji dan menggali akar keilmuan bagi segala ilmu
pengetahua yang ada, tentu kita akan mendapatkannya di dalam al-Quran .  Hanya saja
kecenderungan umat kita saat ini justru menjauh dari ruh al-Quran, karena memang  para
intelektual Islam yang ada saat ini kurang sekali mengkaitkan antara pembahasan suatu
keilmuan tertentu dengan al-Quran.  Tulisan dan buku yang mereka hasilkan juga masih
belum mengarah kepengintegrasian antara keduanya.  Sedangkan para ulama sendiri juga
seolah enggan untuk berusaha mengerti dan mengetahui keilmuan lain selain Islam, meskipun
ilmu tersebut sangat dibutuhkan oleh umat.
          Akibat dari ini semua para ahli dalam berbagai bidang keilmuan,  kadang-kadang tidak
tahu sama sekali tentang kaitan ilmu yang dikuasai tersebut dengan Islam.  Ia bahkan
menganggap bahwa ilmu yang dia geluti selama ini hanylah sebuah ilmu keduniaan, dan
tidak terkait dengan ilmu keislaman, padahal ia itu seorang  ilmuwan muslim.  Alangkah naif
dan ruginya kita, kalau hal ini terus-menerus kita biarkan berjalan dan tidak ada upaya
sedikitpun dari kita untuk mengubahnya.
Islam, dalam hal ini al-Quran telah mampu memberikan inspirasi terhadap kemajuan ilmu
pengetahuan dalam segala bidang, tetapi kenapa saat ini al-Quran tidak diikut sertakan dalam
setiap pembahasan keilmuan yang bersifat duniawi.  Bukankah al-Quran itu suatu kitab yang
memang diperuntukkan bagi kita dalam rangka mengelola dunia ini?.  Tuhan tidak
bermaksud menjadikan  kalamNya tersebut hanya untuk beribadah mahdlah yang hanya
berimplikasi terhadap kehidupan akhirat saja, melainkan Tuhan pasti bermaksud menjadikan
al-Quran itu sebagai pedoman semua umat dalam rangka kehidupannya di dunia dan
sekaligus dalam rangka mempersiapkan kehidupannya di akhirat.
          Karena itulah Tuhan selalu mengkaitkan kehidupan akhirat dengan kehidupan di
dunia.  Pada saat ini memang kita sedang hidup di alam dunia dengan tugas memakmurkan
dunia ini dengan segala pernik-perniknya, tetapi Tuhan juga mengingatkan bahwa jangan
sekali-kali kita melupakan kehidupan akhira yang kekal.  jadi dengan melihat dari ini semua
kita dapat menyimpulkan bahwa Islam terutama melalui al-Quran dan sunnah Nabi
Muhammad SAW., tidak pernah sekalipun berusaha memisahkan antara kelimuan yang 
bersifat duniawi dan bermanfaat untuk merajut kehidupan di duna, dengan keilmuan yang
bersifat ukhrawi dan tentu akan bermanfaat di akhirat.
   Dengan kenyataan ini, sesungguhnya sudah tidak ada alasan lagi untuk terus
mempertahankan dikotomi keilmuan yang selama ini kita lestarikan.  Kita harus segera
mengembalikan kondisi ini kepada kondisi ideal, sesuai dengan pandangan al-Quran dan
sunnah Nabi.  Kita tidak boleh lagi menjauhkan dan memisahkan keilmuan Islam dari
kehidupan dunia yang kita geluti sehari-hari.  Apapun ilmu yang kita kembangkan, termasuk
keilmuan yang selama ini dianggap murni keduniaan, harus kita warnai dengan keilmuan
Islam.  Atau dengan kata lain bahwa Islam (al-Quran dan Sunnah) harus kita jadikan
panglima dalam pengembangan segala bidang ilmu. Di dalam Islam ilmu terbahagi kepada
dua iaitu ilmu Fardhu Ain dan ilmu Fardhu Kifayah. Ilmu Fardhu Ain ialah segala macam
ilmu untuk mengenal ALLAH S.W.T., mengetahui sifat-sifat ALLAH S.W.T, mengetahui
perkara ghaib, mengetahui cara beribadat, halal dan haram, mengetahui ilmu yang berkaitan
dengan menjaga hati dan amalan hati, seperti sabar, ikhlas, hasad, ujub, takabur dan
sebagainya. Berasaskan inilah para ulama’ menklasifikasikan ilmu kepada ilmu Tauhid, ilmu
Feqah dan ilmu Tasawuf atau lebih kita kenali sebagai ilmu Syara’.
Ilmu Fardhu Kifayah pula ialah ilmu yang perlu diketahui untuk keperluan dan
keselesaan hidup di dunia. Ilmu Fardhu Kifayah merupakan pelengkap kepada tahap
keilmuan ummah selepas ilmu Fardhu Ain. Antara cabang ilmu yang dikategorikan sebagai
ilmu Fardhu Kifayah adalah ilmu perubatan, kejuruteraan, perindusterian, matematik,
ekonomi, politik dan lain-lain. Maksud Fardhu Kifayah ialah wajib ada dalam satu kumpulan
umat Islam seorang individu muslim yang menuntut ilmu itu dan semua orang dalam
kumpulan itu terlepas daripada dosa. Sebaliknya jika tidak ada seorang pun dalam kumpulan
itu yang mengetahui ilmu ini, maka semua orang dalam kumpulan itu berdosa (Al-Ghazali,
1988).
Di antara ilmu-ilmu agama yang utama sekali pada nilaian ALLAH S.W.T. adalah
ilmu agama yang telah diwahyukannya kepada Rasul-Nya. Sebabnya kerana ilmu agama ini
diturunkan oleh ALLAH S.W.T. dengan dua tujuan:
Pertama: Kerana mengaturkan hubungan manusia sesame manusia dan mengatur
hubungan manusia dengan ALLAH S.W.T.. Dengan ilmu agama ini ALLAH S.W.T.
mengajar mereka adab peraturan yang jika diamalkan oleh seseorang akan hiduplah ia dengan
saudara-saudaranya - manusia yang lain – dalam keadaan kasih mesra dan bersih suci dari
perasaan hasad dengki.
Kedua : Dengan ilmu agama inijuga ALLAH S.W.T. mengajar mereka adab peraturan
yang jika diamalkan oleh seseorang dalam hubungannya dengan Tuhan akan berjayalah ia
mencapai keredhaan-Nya, iaitu dengan menjadikan dia berkehidupan bahagia di dunia dan
mendapat balasan yang sebaik-baiknya di akhirat kelak.

PENERAPAN ILMU BERBASIS SUNNATULLAH DAN QADARULLAH

Pengertian Sunnatullah

Kata sunnatullah dari segi bahasa terdiri dari kata sunnah dan Allah. Kata sunnah antara
lain berarti kebiasaan. Sunnatullah adalah kebiasaan-kebiasaan Allah dalam
memperlakukan masyarakat. Dalam al-Qur’an kata sunnatullah dan yang semakna dengannya
seperti sunnatina atau sunnatul awwalin terulang sebanyak tiga belas kali. Sunnatullah adalah
hukum-hukum Allah yang disampaikan untuk umat manusia melalui para Rasul, undang-
undang keagamaan yang ditetapkan oleh Allah yang termaksud di dalam al-Qur’an, hukum
(kejadian) alam yang berjalan tetap dan otomatis.
Sunatullah adalah bagian yang bersifat 'dinamis' dari ilmu-pengetahuan-Nya di alam
semesta ini. Karena sunatullah memang hanya semata terkait dengan segala proses
penciptaan dan segala proses kejadian lainnya (segala proses dinamis). Sunatullah itu sendiri
tidak berubah-ubah, namun masukan dan keluaran prosesnya yang bisa selalu berubah-ubah
secara 'dinamis' (segala keadaan lahiriah dan batiniah 'tiap saatnya'), dan tentunya sunatullah
juga berjalan atau berlaku 'tiap saatnya'. Sunatullah berupa tak-terhitung jumlah aturan atau
rumus proses kejadian (lahiriah dan batiniah), yang bersifat 'mutlak' dan 'kekal', yang tiap
saatnya pasti selalu mengatur segala zat ciptaan-Nya di alam semesta ini.

Ilmu berdasarkan Sunnatullah


Segala bentuk ilmu-pengetahuan (beserta segala teori dan rumus di dalamnya), yang
dikenal dan dicapai oleh manusia, secara "amat obyektif" (sesuai dengan fakta-kenyataan-
kebenaran secara apa adanya, tanpa ditambah dan dikurangi), pada dasarnya hanya semata
hasil dari pengungkapan, atas sebagian amat sangat sedikit dari ilmu-pengetahuan-Nya
(terutama sunatullah).
Bahkan nantinya, segala bentuk ilmu-pengetahuan yang belum dikenal, juga hanya hasil
dari usaha mengungkap atau memformulasikan sunatullah, yang justru telah ditentukan atau
ditetapkan-Nya, sebelum awal penciptaan alam semesta ini.
Dan segala bentuk ilmu-pengetahuan lainnya pada manusia, yang bukan hasil dari usaha
mengungkap atau memformulasikan sunatullah, secara "amat obyektif", tentunya bukan
bentuk ilmu-pengetahuan yang 'benar'. Ilmu-pengetahuan Allah, Yang Maha Mengetahui
bersifat 'mutlak' (pasti benar) dan 'kekal' (selalu benar). Sedangkan segala bentuk ilmu-
pengetahuan manusia (bahkan termasuk para nabi-Nya), pasti bersifat 'relatif' (tidak mutlak
benar), 'fana' (hanya benar dalam keadaan tertentu) dan 'terbatas' (tidak mengetahui segala
sesuatu hal). Karena tiap manusia memang pasti memiliki segala kekurangan dan
keterbatasan.
Namun tiap manusia justru bisa berusaha semaksimal mungkin, agar tiap bentuk ilmu-
pengetahuannya bisa makin 'sesuai' atau 'mendekati' ilmu-pengetahuan Allah di alam semesta
ini, dengan menggunakan akalnya secara relatif makin cermat, obyektif dan mendalam.
Usaha seperti ini justru juga telah dilakukan oleh para nabi-Nya. Sehingga seluruh
pengetahuan mereka tentang pengetahuan atau kebenaran-Nya, terutama yang paling penting,
mendasar dan hakiki bagi kehidupan umat manusia (hal-hal gaib dan batiniah), memang telah
bisa tersusun relatif sempurna (relatif amat lengkap, mendalam, konsisten, utuh dan tidak
saling bertentangan secara keseluruhannya). Hal ini yang justru telah mengakibatkan tiap
pengetahuan mereka, bisa disebut 'wahyu-Nya'. Baca pula artikel/posting "Cara proses
diturunkan-Nya wahyu".
Segala bentuk ilmu-pengetahuan manusia mestinya bisa dipilih terlebih dahulu, secara
amat hati-hati, cermat dan selektif, sebelum dipakai atau diyakini, karena relatif bisa mudah
menyesatkan, terutama pada agama, ajaran dan paham yang bersifat 'musyrik' dan
'materialistik', yang memang pasti tidak sesuai dengan kebenaran-Nya (mustahil berasal dari
Allah dan tidak bersifat mendasar / hakiki).

Pengertian Qadarullah

Takdir (qadar) adalah perkara yang telah diketahui dan ditentukan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan telah dituliskan oleh al-qalam (pena) dari segala sesuatu
yang akan terjadi hingga akhir zaman.

Ilmu berdasarkan Qadarullah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


‫ال يؤمن عبد حتى يؤمن بالقدر خبره وشره حتى بعلم أن ما أصابه لم يكن ليخطئه وأن ما‬
‫أخطأه لم يكن ليصيبه‬
“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga dia beriman kepada qadar baik dan
buruknya dari Allah, dan hingga yakin bahwa apa yang menimpanya tidak akan luput
darinya, serta apa yang luput darinya tidak akan menimpanya.”
(Shahih, riwayat Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/451) dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu
‘anhu, dan diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (no. 6985) dari
‘Abdullah bin ‘Amr. Syaikh Ahmad Syakir berkata: ‘Sanad hadits ini shahih.’
Jibril ‘alaihis salam pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai
iman, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
‫اإليمان أن تؤ من با هلل ومال ئكته وكتبه ورسله واليوم اال خر وتؤ من بالقدرخيره وشره‬
“Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-
Nya, hari akhir serta qadha’ dan qadar, yang baik maupun yang buruk.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya di kitab al-Iman wal Islam wal Ihsan (VIII/1,
IX/5))
Dan Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma juga pernah mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫كل شيء بقدر حتى العجز والكيسز‬
“Segala sesuatu telah ditakdirkan, sampai-sampai kelemahan dan kepintaran.”

AYAT AL-QURAN DAN HADITS

Kedudukan Ilmu pengetahuan dalam Islam menempati kedudukan tinggi dimana Al-
Qur’an memandang orang yang beriman dan berilmu pengetahuan berada pada posisi yang
tinggi dan mulia, dan juga ditegaskan dalam Hadits-hadits Nabi yang memuat anjuran dan
dorongan untuk menuntut ilmu. “Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman
dan berilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Mujadillah [58]: Hal ini juga ditegaskan
dalam beberapa ayat dan hadits rasulullah saw sebagai berikut:
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan”. (QS Mujaadilah [58] :11)
Rasulullah saw pun memerintahkan para orang tua agar mendidik anak-anaknya dengan
sebaik mungkin. “Didiklah anak-anakmu, karena mereka itu diciptakan buat menghadapi
zaman yang sama sekali lain dari zamanmu kini.” (Al-Hadits Nabi saw). “Menuntut ilmu itu
diwajibkan bagi setiap Muslimin, Sesungguhnya Allah mencintai para penuntut ilmu.” (Hadis
Nabi saw).
Ayat ini menguraikan bagaimana kedudukan dari setiap umat manusia yang memiliki
tingkat keimanan yang tinggi yang dibarengi dengan Penguasaan terhadap ilmu pengetahuan.
Tidak akan beriman seseorang jika tidak memiliki pengetahuan dan sesungguhnya
pengetahuan itu akan melahirkan kemudharatan jika tidak dibarengi dengan kaar keimanan
yang baik. Hal ini memberikan indikasi bahwa sesungguhnya antara Islam dan Ilmu
Pengetahuan adalah maerupakan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu sama
lain.
Allah telah menentukan segala perkara untuk makhluk-Nya sesuai dengan ilmu-Nya yang
terdahulu (azali) dan ditentukan oleh hikmah-Nya. Tidak ada sesuatupun yang terjadi
melainkan atas kehendak-Nya dan tidak ada sesuatupun yang keluar dari kehendak-Nya.
Maka, semua yang terjadi dalam kehidupan seorang hamba adalah berasal dari ilmu,
kekuasaan dan kehendak Allah, namun tidak terlepas dari kehendak dan usaha hamba-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
‫إنا كل شىء خلقنه بقدر‬
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Qs. Al-Qamar: 49)
‫ تقديرا‬,‫وخلق كـل شىء فقدره‬
“Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya
dengan serapi-rapinya.” (Qs. Al-Furqan: 2)
‫وإن من شىء إال عنده بمقدار‬
“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak
menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” (Qs. Al-Hijr: 21)

BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN
Ilmu yang benar menurut syari’at Islam adalah ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an
dan As-Sunah serta tanda-tanda kekuasaan Allah SWT di alam semesta ini. Dalam Al-
Qur’an maupun As-Sunah kita sebagai umat Islam diperintahkan untuk menuntut ilmu
dan dihukumi wajib. Karena sesungguhnya ilmu merupakan syarat utama diterimanya suatu
amalan. Ilmu pada dasarnya memiliki banyak keutamaan, tiga di antaranya adalah ilmu dapat
mengangkat derajat pemiliknya (seorang mukmin) di atas hamba lainnya, Allah SWT akan
memudahkan bagi orang yang berilmu jalan menuju surga, seluruh makhluk akan
memintakan ampun bagi para penuntut ilmu. Individu muslim yang menuntu ilmu dalam
masa yang sama perlu menghindari perasaan malas dan mudah jemu dengan buku pengajian.
Ini dapat diatasi dengan membaca nota atau buku-buku yang kecil dan ringan. Selain itu
amalan zikrullah dan membaca ayat-ayat suci Al-Quran mampu melembut hati manusai
kerana sesiapa yang menjauhi nasihat ataupun tazkirah diri ditakuti Allah akan mengeraskan
hatinya sebagaimana firman ALLAH S.W.T. yang bermaksud :

“Dan ingatlah ketika mana nabi Musa berkata kepada kaumnya :Wahai kaumku!
Mengapa kamu menyakitiku sedangkan kamu mengetahui bahawa aku ini adalah utusan
Allah .

“Sesungguhnya perumpamaan teman yang shalih dan teman yang buruk hanyalah
seumpama pembawa minyak wangi dan peniup tungku api seorang tukang besi. Bagi
pembawa minyak wangi, boleh jadi sama ada dia memberinya kepada kamu (minyak wangi)
atau kamu membeli daripadanya (minyak wangi) atau kamu mendapat bau harum
daripadanya. Bagi peniup tungku api seorang tukang besi, boleh jadi sama ada ia akan
membakar pakaian kamu (kerana kesan tiupan api) atau kamu mendapat bau yang tidak
sedap daripadanya (bau besi).”

Oleh itu sesiapa yang berusaha untuk memahami agama Islam hendaklah sentiasa berhubung
dengan orang-orang yang perhubungannya sentiasa bersama ilmu. Mereka adalah orang-
orang yang perhatiannya sentiasa kepada al-Qur’an dan al-Sunnah yang sahih,

Anda mungkin juga menyukai