Anda di halaman 1dari 37

Library Manager

Date Signature

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK REFERAT


DAN MEDIKOLEGAL JUNI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

BUNUH BAYI

OLEH:

Nety Nur Rahmiah Puspitasari C 111 11 270


Fian Christo Kusuma C 111 11 382
Dwi Prasetyo Irawanto C 111 11 201

RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Tjiang Sari Lestari

SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Muh Husni Cangara, PhD, SpPA, DFM

DISUSUN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

1
DISCLAIMER

Referat ini dibuat dengan mengutip referat:


1. “Bunuh Bayi” oleh Alwin Andrean Jiwono dan Nur Afeeza binti Abdul
Mutalid pada tahun 2014
Supervisor: dr. Djumadi Achmad, Sp.PA, Sp.F (K)
2. “Bunuh Bayi” oleh A. Vawella febria, Arwini Mudrika dan Dian Ekawati
pada tahun 2016
Supervisor: dr. Jerny Dase, S.H, Sp.F, M.Kes

2
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama/NIM : Nety Nur Rahmiah Puspitasari C 111 11 270


Nama/NIM : Fian Christo Kusuma C 111 11 382
Nama/NIM : Dwi Prasetyo Irawanto C 111 11 201

Telah menyelesaikan referat dengan judul Teknik Autopsi dalam rangka


menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Juni 2017

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

dr. Muh. Husni Cangara, PhD, Sp.PA, DFM dr. Tjiang Sari Lestari

3
DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL.........................................................................................1
DISCLAIMER...................................................................................................2
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................3
DAFTAR ISI.....................................................................................................4
SKDI PERSPECTIVE.......................................................................................5
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................6
BAB II. PEMBAHASAN..................................................................................8
I. Definisi..................................................................................................8
II. Faktor Resiko......................................................................................9
III. Pemeriksaan Forensik........................................................................10
IV. Dasar Hukum.....................................................................................29
BAB III. PENUTUP..........................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

4
SKDI PERSPECTIV

Berdasarkan SKDI 2012 yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia,


pembunuhan bayi sendiri masuk dalam kategori daftar penyakit akibat kekerasan
tumpul dan kekerasan tajam.
Dalam menangani pasien pembunuhan anak sendiri tersebut lulusan dokter
mampu menguasai pengetahuan teori keterampilan ini termasuk latar belakang
biomedik dan dampak psikososial keterampilan tersebut, berkesempatan untuk
melihat dan mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau
pelaksanaan langsung pada pasien/masyarakat, serta berlatih keterampilan
tersebut pada alat peraga dan/atau standardized

BAB I

5
PENDAHULUAN

Bunuh Bayi adalah Pembunuhan yang dilakukan oleh ibu kandungnya


sendiri, segera atau beberapa saat setelah di lahirkan, karena takut diketahui
bahwa ia telah melahirkan anak. Beberapa faktor resiko pada pembunuhan bayi
mengacu kepada tiga faktor utama yaitu jenis kelamin, faktor ekonomi dan
kelainan kongenital. Cara yang paling sering digunakan dalam kasus
pembunuhan bayi adalah membuat keadaan asfiksia mekanik yaitu pembekapan,
pencekikan, penjeratan, dan penyumbatan. Bentuk kekerasan lainnya adalah
kekerasan tumpul di kepala dan kekerasan tajam pada leher atau dada. Ibu yang
paling banyak melakukan pembunuhan bayi adalah ibu yang secara finansialnya
miskin, selain itu juga pada wanita yang single dan masih tinggal dengan orang
tua mereka.4
Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa pada tahun 1983 terdapat lebih dari
600 kasus pembunuhan anak dan dalam kurun waktu 1982-1987 kasus
pembunuhan anak yang terjadi adalah 1,1% dari seluruh kasus pembunuhan
yang dilaporkan. Di Indonesia sendiri terdapat 92 (0,83%) kasus dugaan
pembunuhan anak dari 10.986 kasus forensik yang diteliti di Instalasi Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSU Dr. Soetomo Surabaya sejak tahun
2000-2009.5

Penyebab kematian yang terbanyak dijumpai untuk dalam tindakan


pembunuhan bayi adalah cara atau metode yang menimbulkan keadaan mati
lemas (asfiksia), seperti penjeratan, pencekikan dan pembekapan serta
membenamkan ke dalam air. Adapun cara atau metode lain seperti menusuk atau
memotong serta melakukan kekerasan dengan benda tumpul. Namun untuk
menentukan secara pasti penyebab kematian bayi maka kita harus melakukan
pemeriksaan forensik bukan hanya terhadap bayi yang menjadi korban namun
juga terhadap perempuan yang dicurigai sebagai ibunya.

Pemeriksaan pada bayi bertujuan untuk penentuan umur bayi, pertumbuhan


bayi, tanda-tanda perawatan, viabilitas dari bayi, menentukan berapa lama bayi
telah hidup di luar kandungan ibunya, dan pemeriksaan darah dan DNA. Pada

6
ibunya dilakukan pemeriksaan tanda-tanda kehamilan, tanda-tanda partus
presipitatus dan pemeriksaan vili chorialis untuk menentukan apakah si ibu telah
melahirkan bayi.

7
BAB II

PEMBAHASAN

I. Definisi

Bunuh Bayi adalah Pembunuhan yang dilakukan oleh ibu

kandungnya sendiri, segera atau beberapa saat setelah di lahirkan, karena

takut diketahui bahwa ia telah melahirkan anak.1 Sedangkan Pembunuhan

anak menurut Resnick terbagi jadi 3 yaitu Felicide adalah pembunuhan

anak usia ≤18 tahun dengan pelaku adalah orangtua, ibu/ayah tiri, penjaga

maupun pacar sang ibu. Infanticide adalah pembunuhan pada anak umur

≤1 tahun yang dilakukan oleh orang yang sama seperti pada kasus felicide.

Neonaticide adalah pembunuhan pada anak usia ≤1 hari yang dilakukan

oleh ibunya sendiri.2,19

Gambar ini Definisi Filicide, Infanticide, & Neonatacide kepustakaan 12.

Di Indonesia, Infanticide dikhususkan dalam dua bagian yaitu kinderdoodslag dan


kindermoord yang didasarkan atas motif takut ketahuan melahirkan anaknya.
Kinderdoodslag adalah dilakukan tanpa rencana sedangkan kinderdoodmoord
dilakukan atas rencana.12

8
Di Indonesia, Infanticide dikhususkan dalam dua bagian yaitu kinderdoodslag dan
kindermoord yang didasarkan atas motif takut ketahuan melahirkan anaknya.
Kinderdoodslag adalah dilakukan tanpa rencana sedangkan kinderdoodmoord
dilakukan atas rencana.20
II. Faktor Resiko

Praktek pembunuhan bayi telah menyebar luas dalam banyak peradaban


kuno. Dalam Yunani kuno dan Roma kuno, pembunuhan bayi dilakukan karena
dipaksa oleh hukum. Bayi yang lemah atau memiliki kelainan deformitas
dibunuh karena alasan bahwa mereka akan menjadi beban bagi negara. Banyak
penjelasan yang disampaikan mulai dari keluarga yang lebih menyukai anak
laki-laki atau keinginan memiliki keluarga yang dominan laki-laki dalam rumah
tangganya, hingga ke budaya ekonomi dimana wanita hanya dilihat sebagai
kewajiban dibandingkan sebagai aset. Hal lainnya, pembunuhan bayi perempuan
telah dilihat sebagai metode mengontrol populasi yang paling efektif.1

Bukti sejarah mendapatkan tiga faktor resiko untuk pembunuhan bayi.9

 Jenis kelamin
 Faktor ekonomi
 Abnormalitas kongenital

Mengacu kepada ekonomi, terlihat bahwa ibu yang paling banyak melakukan
pembunuhan bayi adalah ibu yang secara finansialnya miskin. Pembunuhan bayi
telah diperlihatkan menjadi hal yang paling sering terjdi diantara semua ibu-ibu
remaja dibandingkan dengan ibu yang lebih tua, dan pada mereka yang memiliki
tingkat pendidikan yang rendah. Faktor resiko yang lebih jauh mengacu kepada
umur yang ditemukan dalam banyak laporan kasus adalah pada wanita yang
single dan masih tinggal dengan orang tua mereka, sering terjadi komunikasi
yang terbatas antara ibu muda dan keluarga mereka. Karakteristik umum lainnya
dari wanita yang melakukan pembunuhan bayi termasuk menyembunyikan
kehamilan mereka.9

III. Pemeriksaan Forensik

9
A. Pemeriksaan pada bayi

Pada pemeriksaan mayat bayi baru lahir, harus dibedakan apakah bayi
lahir mati atau lahir hidup. Bila bayi lahir mati maka kasus tersebut bukan
merupakan kasus pembunuhan atau penelantaran anak hingga
menimbulkan kematian. Pada kasus seperti ini, si ibu hanya dapat
dikenakan tuntutan menyembunyikan kelahiran dan kematian orang.

Lahir hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkannya hasil


konsepsi yang lengkap, yang setelah pemisahan, bernapas atau
menunjukkan tanda kehidupan lain tanpa mempersoalkan usia gestasi,
sudah atau belumnya tali pusat dipotong dan plasenta dilahirkan. Lahir
mati (still birth) adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau
dikeluarkan dari ibunya, tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik
sebelum ataupun setelah kehamilan berumur 28 minggu dalam
kandungan). Kematian ditandai oleh janin yang tidak bernapas atau tidak
menunjukkan tanda kehidupan lain, seperti denyut jantung, denyut nadi
tali pusat atau gerakan otot rangka.

a. Pre Morgue:

Pada kasus pembunuhan dapat ditentukan adalah bayi tersebut pernah


menangis atau pernah ada pergerakan otot tetapi hanya dapat didapat dari
pernyataan saksi. Selain itu, pemeriksaan lain yang bisa dilakukan pada
bayi adalah menentukan panjang tubuh bayi tersebut sekaligus
menentukan umur bayi, berat badan, keadaan kulit dan keadaan lain pada
bayi, keadaan tali pusat dan tanda-tanda perawatan.

 Adakah bayi pernah menangis dan pernah adanya pergerakan otot?


Bayi yang bernapas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi bayi yang
menangis pasti akan bernapas. Pada pergerakan otot susah untuk
ditentukan bahwa bayi pernah bergerak atau tidak tetapi hanya bisa
ditentukan jika adanya saksi yang pernah melihat pergerakan otot bayi.

10
Hal ini karena, pergerakan otot tidak bisa dibuktikan pada post mortem
karena adanya kaku mayat yang terjadi setelah mati.
 Pemeriksaan antropometri (panjang badan, berat badan, dan lingkar
kepala)
Penentuan antropometri pada bayi penting untuk menentukan
apakah bayi tersebut cukup bulan atau belum cukup bulan (prematur)
ataukah non-viable, karena pada keadaan prematur dan nonviable
kemungkinan bayi untuk bertahan hidup di luar kandungan sangat kecil.
Bayi yang viable adalah keaadan bayi yang dapat hidup di luar
kandungan lepas dari ibunya. Kriteria untuk itu adalah umur kehamilan
lebih dari 28 minggu dengan panjang (kepala-tumit) lebih dari 35cm,
panjang badan (kepala-tungging) lebih dari 23cm, berat badan lebih
1000g, lingkar kepala lebih dari 32cm dan tidak ada cacat bawaan yang
fatal.
Pemeriksaan antropometri untuk penentuan umur bayi dapat
ditentukan dengan menentukan panjang badan bayi dengan
menggunakan rumus Haase. Menurut rumus Haase, pada lima bulan
pertama kehamilan, panjang badan menjadi dasar penentuan perkiraan
usia janin dalam bulan. Karena itu, janin yang berumur dibawah 5
bulan, umur janin sama dengan akar pangkat dua dari panjang badan.
Jadi apabila dalam pemeriksaan luar, didapatkan panjang badan janin
20 cm, maka kemungkinan usia janin saat ini adalah 4 sampai 5 bulan
dalam kandungan. Untuk janin yang berumur diatas 5 bulan, umur janin
dalam kandungan sama dengan panjang badan (dalam cm) dibagi
dengan 5. Jadi pada pemeriksaan didapatkan panjang badan janin 45
cm, maka kemungkinan usia janin saat ini adalah 9 bulan dalam
kandungan. Berikut merupakan perkiraan umur bayi yang dapat
ditentukan berdasarkan rumus Haase:

11
Umur Panjang badan (kepala-tumit)

1 bulan 1 x 1= 1cm

2 bulan 2 x 2= 4cm

3 bulan 3 x 3 = 9cm

4 bulan 4 x 4 = 16cm

5 bulan 5 x 5 = 25cm

6 bulan 6 x 5 = 30cm

7 bulan 7 x 5 = 35cm

8 bulan 8 x 5 = 40cm

9 bulan 9 x 5 = 45cm

 Ciri-ciri pertumbuhan pada bayi


Ciri-ciri pertumbuhan dari bayi yang cukup bulan biasanya
akan terlihat lanugo sedikit yang dapat dilihat pada dahi,
punggung dan bahu. Pembentukan tulang telinga telah sempurna
dimana dapat dilihat dengan apabila dilipat daun telinga dan
akan cepat kembali ke keadaan semula. Diameter tonjolan susu
7 m atau lebih, kuku jari telah melewati ujung-ujung jari dan
garis-garis telapak kaki telah melebihi 2/3 bagian depan kaki.
Selain itu, pada pemeriksaan testis didapatkan testis sudah turun
ke dalam skrotum atau pada perempuan, labia minora sudah
tertutup oleh labia mayora yang telah berkembang sempurna.
Kulit bayi berwarna merah muda pada kulit putih) atau merah
kebiru-biruan (pada kulit berwarna), setelah 1-2 minggu akan
berubah menjadi lebih pucat atau coklat kehitaman. Lemak
bawah kulit cukup merata sehingga kulit tidak berkeriput (kulit
pada bayi prematur berkeriput).

12
Selain itu, penemuan rambut kepala yang relatif kasar,
masing-masing helai terpisah satu sama lain dan tampak
mengkilat. Batas rambut pada dahi jelas. Pada bayi yang
prematur rambut kepala halus seperti wol atau kapas, masing-
masing helai sulit dibedakan satu sama lain dan batas rambut
pada dahi tidak jelas. Skin opacity. Pada bayi matur, jaringan
lemak bawah kulit cukup tebal sehingga pembuluh darah yang
agak besar pada dinding perut tidak tampak atau tampak samar-
samar. Pada bayi prematur pembuluh-pembuluh tersebut tampak
jelas. Processus xiphoideus. Pada bayi yang matur processus
xiphoideus membengkok ke dorsal, sedangkan pada yang
prematur bagian itu belum terdapat. Pada alis mata pada bayi
yang matur sudah lengkap yakni bagian lateralnya sudah
terdapat sedangkan pada yang prematur bagian itu belum
terdapat.
 Tanda-tanda perawatan pada bayi
Penentuan ada tidaknya tanda-tanda perawatan sangat
penting artinya dalam kasus pembunuhan bayi. Tanda-tanda
bayi belum dirawat adalah sebagai berikut :
a) Tubuh masih berlumuran darah
b) Plasenta masih melekat dengan tali pusat dan masih
berhubungan dengan pusat.
c) Pada tali pusat yang telah terpotong dengan gunting
atau pisau lebih kurang 5cm dari pusat bayi dan
diberikan obat antiseptik, bila tali pusat dimasukkan ke
dalam air, akan terlihat ujungnya terpotong rata.
Kadang-kadang ibu menyangkal melakukan
pembunuhan dengan mengatakan telah terjadi partus
presipitus (keberojolan). Pada keadaan ini, tali pusat
akan terputus dekat pelekatanya pada uri yang tidak
sesuai dengan partus presipitatus adalah terdapatnya

13
kaput suksedaneum, molase hebat dan fraktur tulang
tengkorak serta ibu yang primipara.
d) Selain itu, tanda verniks kaseosa yaitu lemak bayi telah
dibersihkan juga merupakan tanda bahwa bayi pernah
menerima perawatan sebelumnya. Pada bayi yang
dibuang ke dalam air, verniks tidak akan hilang
seluruhnya dan masih dapat ditemukan di daerah
lipatan kulit seperti ketiak, belakang telinga, lipat paha
dan lipat leher.

Gambar 1. Bayi lengkap dengan placenta dan tali pusat


yang masih menempel (tidak ada tanda-tanda perawatan)

Antara tanda lain bahwa bayi telah menerima perawatan


sebelumnya adalah pada bayi telah diberi pakaian atau
penutup pada bayi.

Pada seorang anak yang telah mendapat perawatan


akan memberikan gambaran dimana : 1,9
a) tubuhnya sudah dibersihkan
b) tali pusat telah dipotong dan diikat
c) daerah-daerah lipatan kulit telah dibersihkan dari
verniks kaseosa
d) anak telah diberi pakaian atau pembungkus agar
tubuhnya menjadi hangat.

14
b. Morgue

Pada pemeriksaan morgue pada bayi dapat dilakukan beberapa tes sewaktu
melakukan autopsi yaitu bagi melihat jika bayi tersebut pernah bernapas atau
tidak, isi lambung dan usus bayi.

a. Menentukan bayi pernah bernapas atau tidak dengan pemeriksan paru

Pada pemeriksan paru-paru yang bisa ditemukan sewaktu melakukan


autopsi adalah apakah paru-paru sudah mengembang atau tidak. Hal ini dapat
menjelakan bahwa paru-paru bagi bayi yang pernah bernapas akan terlihat
mengembang karena terisi udara pernapasan. Antara ciri-ciri lain yang bisa
didapatkan sewaktu autopsi adalah;

i. Memenuhi rongga dada sehingga menutupi sebagaian kandung


jantung
ii. Paru-paru berwarna merah ungu
iii. Memberi gambaran mozaik karena adanya berbagai tingkatan
aerasi atau pengisian udara
iv. Tepi paru-paru tumpul
v. Pada perabaan teraba derik udara (krepitasi), yang bila perabaan
ini dilakukan atas sepotong kecil jaringan paru yang
dibenamkan dalam air akan tampak gelembung-gelembung
udara.
vi. Bila ditimbang maka beratnya akan sekitar satu per tiga lima
berat badan, yang berarti lebih berat bila dibandingkan dengan
berat paru-paru yang belum bernapas, yaitu sekitar satu per
tujuh puluh berat badan.
vii. Bila dilakukan tes apung (docimacia pulmonum hidrostatica),
akan memberikan hasil yang positif. Uji apung paru ini harus
dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch technique),
paru-paru tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan
timbulnya artefak pada sediaan histopatologik jaringan paru
akibat manipulasi berlebihan. Prosedur uji apung paru yaitu

15
lidah dikeluarkan seperti biasa, ujung lidah dijepit dengan pinset
atau klem kemudian ditarik ke arah ventrokaudal sehingga
tampak palatum molle. Dengan skalpel yang tajam, palatum
molle disayat sepanjang perbatasannya dengan palatum durum.
Faring, laring, esofagus, bersama dengan trakea dilepaskan dari
tulang belakang. Esofagus bersama dengan trakeadiikat di
bawah kartilago krikoid dengan benang. Pengikatan ini
dimaksudkan agar pada manipulasi berikutnya cairan ketuban,
mekonium atau benda asing lain tidak mengalir ke luar melalui
trakea; bukan untuk mencegah masuknya udara ke dalamparu.
Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan
forcep atau pinset bedah dan skalpel, tidak boleh dipegang
dengan tangan. Kemudian esofagus diikat di atas diafragma dan
dipotong di atas ikatan. Pengikatan ini dimaksudkan agar udara
tidak masuk ke dalam lambung dan uji apung lambung-usus (uji
Breslau) tidak memberikan hasil yang meragukan. Setelah
semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu
dimasukkan ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau
tenggelam. Kemudian paru-paru kiri dan kanan dilepaskan dan
dimasukkan kembali ke dalam air, dan dilihat apakah
mengapung atau tenggelam. Setelah itu tiap lobus dipisahkan
dan dimasukkan ke dalam air, dan dilihat apakah mengapung
atau tenggelam. 5 potong kecil dari bagian perifer tiap lobus
dimasukkan ke dalam air, dan diperhatikan apakah mengapung
atau tenggelam. Hingga tahap ini, paru bayi baru lahir mati
masih dapat mengapung oleh karena kemungkinan adanya gas
pembusukan. Bila potongan kecil itu mengapung, letakkan
diantara 2 karton dan ditekan (dengan arah tekan yang tegak
lurus, jangan bergeser) untuk mengeluarkan gas pembusukan
yang terdapat pada jaringan interstitial paru, lalu masukkan
kembali ke dalam air dan diamati apakah masih terapung atau
tenggelam. Bila masih mengapung berarti paru tersebut berisi

16
udara residu yang tidak akan keluar. Hasil negatif pada uji
apung paru belum berarti pasti lahir mati karena adanya
kemungkinan bayi dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti
bernapas meskipun jantung masih berdenyut, sehingga udara
dalam alveoli direabsorbsi. Pada hasil uji negatif ini,
pemeriksaan histopatologik paru harus dilakukan untuk
memastikan bayi lahir mati atau lahir hidup. hasil uji apung paru
positf berarti pasti lahir hidup.

Gambar 2. Tes Apung Paru

No. Paru belum bernapas Paru sudah bernapas

Volume kecil, kolaps, Volume 4-6x lebih besar,


menempel vertebra, sebagian menutupi
1 konsistensi padat, tidak ada jantung, konsistensi
krepitasi seperti karet busa ( ada
krepitasi)

2 Tepi paru tajam Tepi paru tumpul

Warna homogen, merah Warna merah muda


3
kebiruan/ungu

Kalau diperas di bawah Gelembung gas yang


permukaan air tidak keluar keluar halus dan rata
4 gelembung gas, atau bila ukurannya
sudah ada pembusukan,
gelembungnya besar, tak
rata

17
Tidak tampak alveoli yang Tampak air sacs, kadang-
5 berkembang (air sacs) pada kadang terpisah sendiri-
permukaan sendiri

Kalau diperas hanya keluar Bila diperas keluar


darah sedikit dan tidak banyak darah berbuih
6 berbuih (kecuali bila telah walaupun belum ada
ada pembusukan) pembusukan (volume
darah 2x volume nafas)

7 Berat paru ±1/70 BB Berat paru 1/35 BB

Seluruh bagian paru Bagian-bagian paru yang


8 tenggelam dalam air mengembang terapung
dalam air

b. Menentukan adanya udara di dalam labung dan saluran cerna

Adanya udara dalam saluran cerna merupakan petunjuk bahwa anak


menelan udara setelah ia dilahirkan hidup serta untuk menentukan berapa lama
bayi hidup di luar kandungan. Dengan demikian nilai dalam lambung dan usus ini
dapat memperkuat hal tersebut. Apabila dalam lambung bayi ditemukan benda
asing yang hanya dapat akibat refleks menelan, maka ini merupakan bukti
kehidupan. Seperti halnya pada pemeriksaan untuk menentukan adanya udara
dalam paru-paru, maka pemeriksaan yang serupa terhadap lambung dan usus baru
dapat dilakukan bila keadaan anak masih segar dan belum mengalami proses
pembusukan serta tidak mengalami manipulasi seperti pemberian napas buatan.
Adanya udara dalam saluran cerna ini dapat dilihat dengan foto rontgen. Cara
pemeriksaan dapat dilakukan dengan mengikat esofagus, kemudian dikeluarkan
bersama lambung yang diikat pada jejenum lekuk pertama, kemudian dimasukkan
ke dalam air. Makin jauh udara masuk ke dalam usus, makin kuat dugaan adanya
pernapasan. Udara dalam duodenum atau saluran yang lebih distal menunjukkan
lahir hidup dan telah hidup 6-12 jam. Bila dalam usus besar berarti telah hidup 12-

18
24 jam, tetap harus diingat kemungkinan adanya napas buatan atau gas
pembusukan.

Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah?

Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah hanya dapat terjadi bila
anak menelan udara dan udara tersebut melalui tuba eustachii masuk kedalam
liang bagian tengah. Untuk dapat mengetahui keadaan tersebut, pembukaan liang
telinga bagian tengah harus dilakukan di dalam air. Tentunya baru dilakukan pada
mayat yang masih segar.

c. Post Morgue

Pada kasus pembunuhan bayi, bisa dilakukan beberapa tes bagi


mendapatkan hasil yang lebih tepat untuk menentukan samada bayi tersebut lahir
hidup dan terdapat juga tes yang dilakukan bagi mendapatkan informasi mengenai
identitas bayi tersebut.

i. Pemeriksaan mikroskopis paru-paru


Pemeriksaan mikroskopik yang hanya dilakukan pada keadaan
tertentu saja (meragukan), akan memperlihatkan adanya pengembangan
dari alveoli yang cukup jelas. Prosedur pemeriksaan mikroskopik paru-
paru yaitu paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan
fiksasi dengan larutan formalin 10%. Sesudah 12 jam, dibuat irisan-irisan
melintang untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke
dalam paru. Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan
histopatologik. Biasanya digunakan pewarnaan HE dan bila paru telah
membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig.

19
Gambar 2. Pewarnaan HE terdapat gambaran alveoli kiri yang sebagian besar
sudah melebar pada pembesaran 40x

Salah satu tanda khas untuk melihat paru bayi belum bernapas adalah
adanya tonjolan (projection), yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang
kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga tampak seperti
gada (club-like). Pada permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang
berisi banyak darah. Pada paru bayi belum bernapas yang juga membusuk, dengan
pewarnaan Gomori atau Ladewig, tampak serabut-serabut retikulin pada
permukaan diding alveoli berkelok-kelok seperti rambut yang keriting, sedangkan
pada projection berjalan di bawah kapiler sejajar dengan permukaan projection
dan membentuk gelung-gelung terbuka (open loops).

ii. Apakah penemuan yang bisa didapatkan pada tes darah?

Memeriksa golongan darah ibu dan anak: Hal ini juga sulit karena tidak
adanya golongan darah ayah. Eksklusi hanya dapat ditegakkan bila 2 faktor
dominan terdapat bersama-sama pada satu individu sedangkan individu lain tidak
mempunyai sama sekali. Contohnya adalah bila ibu golongan darah AB
sedangkan si anak golongan darah O atau sebaliknya. Penggunaan banyak jenis
golongan darah akan lebih memungkinkan mencapai tujuan, tetapi oleh karena
kendala biaya maka cara ini tidak merupakan prosedur rutin.

Peredaran darah, denyut jantung dan perubahan hemoglobin bayi dapat


diperiksa sebagai bukti fungsional dan bukti anatomi pada bayi. Bukti fungsinal
yaitu denyut tali pusat dan detak jantung harus dibuktikan dengan adanya saksi
yang melihatnya. Bagi bukti anatomis pula, perubahan-perubahan pada
hemoglobin serta perubahan dalam duktus arteriosus bottali, foramen ovale dan
dalam duktus venosus. Bila ada yang enyaksikan denyut tali pusat atau detak
jantung pada bayi yang sudah terlahir lengkap, maka ini merupakan bukti suatu
kelahiran hidup. Foramen ovale tertutup bila telah terjadi pernapasab dan sirkulasi
(1 hari sampai beberapa minggu). Duktus arteriosus perlahan-lahan menjadi
jaringan ikat (paling cepat dalam 24 am). Duktus venosus menutup dalam 2-3 hari
sampai beberapa minggu.

20
Bila terjadi perubaha pada hemoglobin dapat dijadikan patokan
berdasarkan patokan Barcroft dimana:

a. Waktu lahir: Hb 20gram%, 80% fetal Hb, eritrosit 6,2 juta


b. Pada hari ke-8: Hb 18gram%, fetal Hb menurun, eritrosit 5,4 juta
c. Bulan ke-3: fetal Hb 7-8%
d. Bulan ke-6: fetal Hb habis

Selain rumus Haase, perkiran umur bayi dapat juga ditentukan dengan
melihat pusat penulangan (ossification centers). Pemeriksaan pusat penulangan ini
dapat dilakukan secara radiologis. Berikut merupakan perkiraan umur bayi
berdasarkan penilaian pusat penulangan:

Pusat penulangan Umur (bulan)

Klavikular 1,5

Tulang Panjang (diafisis) 2

Iskium 3

Pubis 4

Kalkaneus 5-6

Manubrium Sterni 6

Talus Akhir 7

Sternum Bawah Akhir 8

Distal Femur Akhir 9/setelah lahir

Proksimal Tibia Akhir 9/setelah lahir

Kuboid Akhir 9/setelah lahir


*bayi wanita lebih cepat

21
Pada tulang kalkaneus dan kuboid, kaki dilakukan dorsofleksi dan buat
insisimulai dari antara jari kaki ke 3 dan ke 4 ke arah tengah tumit. Pada tulang
distal femur dan proksimal tibia, akan dilakukan fleksi tungkai bawah pada sendi
lutut dan buat insisi melintang pada lutut.

Pada bayi cukup bulan (matur), hampir selalu terdapat pusat penulangan
pada distal femur sedangkan pada proksimal tibia kadang-kadang terdapat atau
baru dapat sesudah lahir, juga pada tulang kuboid. Pada bayi wanita, pusat
penulangan timbul lebih cepat.

Gambar dikutip dari kepustakaan 18

Gambar dikutip dari kepustakaan 18

22
Gambar dikutip dari kepustakaan 18

Gambar dikutip dari kepustakaan 18

Gambar dikutip dari kepustakaan 18

23
Gambar dikutip dari kepustakaan 18

Gambar dikutip dari kepustakaan 18

Penyebab kematian

Penyebab kematian yang terbanyak dijumpai untuk dalam tindakan


pembunuhan bayi adalah cara atau metode yang menimbulkan keadaan mati
lemas (asfiksia), seperti penjeratan, pencekikan dan pembekapan serta
membenamkan ke dalam air. Adapun cara atau metode lain seperti menusuk atau
memotong serta melakukan kekerasan dengan benda tumpul. Dengan demikian
pada kasus yang diduga kasus pembunuhan bayi, yang harus diperhatikan adalah :
1,10,12

24
 Adanya tanda-tanda mati lemas : sianosis pada bibir dan ujung jari, bintik-
bintik perdarahan pada selaput biji mata dan selaput kelopak mata serta
jaringan loggar lainnya, lebam mayat yang lebih gelap dan luas, busa halus
berwarna putih atau putih kemerahan yang keluar dari lubang hidung dan
atau mulut serta tanda-tanda bendungan pada alat-alat dalam.
 Keadaan mulut dan sekitarnya: adanya luka lecet tekan di bibir atau
sekitarnya yang tidak jarang berbentuk bulan sabit, memar pada bibir bagian
dalam yang berhadapan dengan gusi , serta adanya benda-benda asing
seperti gumpalan kertas koran atau kain yang mengisi rongga mulut.
 Keadaan di daerah leher dan sekitarnya : adanya luka lecet tekan yang
melingkari sebagian atau seluruh bagian leher yang merupakan jejas jerat
sebagai akibat tekanan yang ditimbulkan oleh arat pnjerat yang digunakan,
adanya luka lecet kecil-kecil yang sering kali berbentuk bulan sabit yang
diakibatkan oleh tekanan dari ujung kuku pencekik, adanya luka-luka lecet
dan memar yang tidak beraturan yang dapat terjadi akibat tekanan yang
ditimbulkan oleh ujung-ujung jari pencekik.
 Adanya luka-luka tusuk atau luka sayat pada daerah leher, mulut atau bagian
tubuh lainnya dimana menurut literatur ada satu metode yang dapat
dikatakan khas yaitu tusukan benda tajam pada langit-langit sampai
menembus ke rongga tengkorak yang dikenal dengan nama “tusukan
bidadari”.
 Adanya tanda-tanda terendam seperti tubuh yang basah dan berlumpur,
telapak tangan dan telapak kaki yang pucat dan keribut (washer woman’s
hand), kulit yang berbintil-bintil (kutis anserina), seperti kulit angsa serta
adanya benda-benda asing terutama di dalam saluran pernapasan (trakea)
yang dapat berbentuk pasir, lumpur, tumbuhan air atau binatang air.

Bila sudah ditemukan tanda-tanda bayi lahir hidup (sudah bernapas), maka harus
ditentukan penyebab kematiannya. Bila terbukti bayi lahir mati (belum bernapas)
maka ditentukan sebab lahir mati atau sebab mati antenatal atau sebab mati janin
(fetal death).

25
Kematian karena tindakan pembunuhan :

 Pembekapan (sufokasi): Ini merupakan tindakan yang paling sering


dilakukan. Bayi baru lahir sangat muda dibekap dengan menggunakan
handuk, sapu tangan atau dengan tangan. Dapat juga ditemukan benda
asing yang menyumbat jalan napas, seringkali karena ibu berusaha
mencegah agar anak tidak menangis dan ini justru menyebabkan kematian.
 Penjeratan (strangulasi): Penjeratan juga merupakan cara pembunuhan
anak yang sering ditemui. Sering ditemukan tanda-tanda kekerasan yang
sangat berlebihan untuk membuat bayi mati. Tanda-tanda bekas jeratan
akan ditemukan didaerah leher disertai dengan memar dan resapan darah.
Kadang juga ditemukan penjeratan dengan menggunakan tali pusat
sehingga terlihat bahwa bayi mati secara alami.
 Penenggelaman (drowning): Hal ini dilakukan dengan membuang bayi
kedalam penampungan berisi air, sungai dan bahkan toilet.

26
Gambar diambil dari kepustakaan 6

 Kekerasan tumpul pada kepala: Jika ditemukan fraktur kranium, maka


dapat diperkirakan bahwa terjadi kekerasan terhadap bayi. Pada keadaan
panik, ibu memukul kepala bayi hingga terjadi patah tulang.

27
28
Gambar diambil dari kepustakaan 6

 Kekerasan tajam: Kematian pada bayi yang baru lahir yang dilakukan
dengan melukai bayi dengan senjata tajam seperti gunting atau pisau dan
mengakibatkan luka yang fatal hingga menembus organ dalam seperti hati,
jantung dan otak.
 Pembakaran: Infantisida dengan membakar jarang terjadi meskipun,
seperti penenggelaman, pembakaran sering merupakan cara untuk
membuang korban infantisida atau bayi lahir mati. Radtke (1933)
menemukan bahwa bahwa tes yang biasa pada kematian akibat
pembakaran tidak dapat diterapkan seluruhnya, tapi ia menekankan
pentingnya ditemukan benda asing, sesuatu yang lebih dari partikel
karbon, di paru-paru bayi yang terbakar. Mungkin demonstrasi saturasi
karbonmonoksida yang tinggi adalah bukti kematian karena pembakaran
pada kasus ini. Sisa-sisa kalsifikasi dapat ditemukan di tempat pembakaran
tapi hal tersebut jelas tidak mungkin membuktikan infantisida; tuduhan
penyembunyian kelahiran mungkin dapat diberikan.
 Keracunan: Jarang dilakukan, tetapi pernah terjadi dimana ditemukan sisa
opium pada puting susu ibu, yang kemudian menyusui bayinya dan
menyebabkan bayi tersebut mati.

B. Pemeriksaan pada ibu

Pelaku pembunuhan dapat dilakukan oleh ibu kandung sendiri maupun


oleh orang lain. Berikut beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan bila dicurigai
pelakunya adalah ibunya sendiri:

a. Pre Morgue dan Morgue

29
 Tanda baru melahirkan anak: Pada ibu didapatkan robekan baru
pada alat kelamin, ostium uteri dapat dilewati ujung jari, keluar
darah dari rahim, ukuran rahim postpartum setinggi pusat dan 6
hingga 7 hari pos partum setinggi tulang kemaluan, payudara
mengeluarkan air susu, hiperpigmentasi aerola mammae, dan striae
gravidarum dari warna merah menjadi putih.
 Tanda berapa lama telah melahirkan: ukuran rahim 2 hingga 3
minggu kembali ke ukuran pulih. Getah nifas 1 hingga 3 hari post
partum berwarna merah, 4 hingga 9 hari post partum berwarna
putih dan 10 hingga 14 hari post partum getah nifas habis. Robekan
alat kelamin akan sembuh dalam 8 hingga 10 hari.
 Mencari tanda-tanda partus precipitates: robekan alat kelamin,
inversio uteri (rahim terbalik) yaitu bagian dalam rahim menjadi
keluar, lebih-lebih bila tali pusat pendek, robekan tali pusat anak
yang biasanya terdapat anak atau pada tempat lekat tali pusat.
Robekan ini harus tumpul dibuktikan dengan pemeriksaan
histopatologis. Luka pada kepala bayi menyebabkan perdarahan di
bawah kulit kepala dan perdarahan di dalam tengkorak.
 Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak: Si ibu
diperiksa, apakah memang baru melahirkan (tinggi fundus uteri,
lochia, kolostrum, dan sebagainya). Sedangkan saat lahir si anak
terlihat dari usia pasca lahir ditambah lama kematian.

b. Post Morgue

 Memeriksa golongan darah ibu dan anak: Hal ini juga sulit
karena tidak adanya golongan darah ayah. Eksklusi hanya
dapat ditegakkan bila 2 faktor dominan terdapat bersama-
sama pada satu individu sedangkan individu lain tidak
mempunyai sama sekali. Contohnya adalah bila ibu

30
golongan darah AB sedangkan si anak golongan darah O
atau sebaliknya. Penggunaan banyak jenis golongan darah
akan lebih memungkinkan mencapai tujuan, tetapi oleh
karena kendala biaya maka cara ini tidak merupakan
prosedur rutin.
 Pemeriksaan histopatologis yaitu sisa plasenta yaitu vili
korialis dalam darah dan jaringan yang berasal dari rahim.

Gambar chorionic villi dengan pewarnaan HE diambil dari


kepustakaan 17
IV. Dasar Hukum
Dalam KUHP, pembunuhan bayi tercantum di dalam bab kejahatan
terhadap nyawa orang.10,11

31
 Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat
anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas
nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri dengan pidana
penjara paling lama 7 tahun
 Pasal 342.
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut
akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena
melakukan karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana
dengan pidana penjara paling lama 9 tahun
 Pasal 343.
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi
orang lain yang turut serta melakukan sebagai pembunuhan atau
pembunuhan dengan rencana
 Pasal 338.
Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain diancam karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun
 Pasal 340.
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu
merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana
dengan pidana mati atau pidana rencana seumur hidup atau selama waktu
tertentu paling lama dua puluh tahun
 Pasal 304.
Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan orang dalam
kesengsaraan, sedang ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau
pemeliharaan pada orang itu karena hukum yang berlaku atasnya atau
karena menurut perjanjian, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun
delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-
 Pasal 305.

32
Barang siapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh tahun untuk
ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud melepaskan diri
darpadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan

 Pasal 306
1) Jika salah satu perbuatan berdasarkan pasal 304 dan 305 itu
mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama 7 tahun 6 bulan
2) Jika mengakibatkan kematian. Pidana penjara paling lama 9 tahun

33
BAB III

PENUTUP

Bunuh Bayi adalah Pembunuhan yang dilakukan oleh ibu kandungnya


sendiri, segera atau beberapa saat setelah di lahirkan, karena takut diketahui
bahwa ia telah melahirkan anak

Lahir hidup adalah setelah bayi terpisah lengkap/sama sekali dari si ibu,
menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti jantung yang aktif, pernapasan,
pergerakan anggota tubuh, menangis. Sedangkan lahir mati adalah keadaan bila
setelah bayi terpisah lengkap/sama sekali dari si ibu tidak bernapas ataupun
menunjukkan tanda-tanda kehidupan lain. Penentuan umur bayi dapat dilakukan
berdasarkan rumus Haase atau berdasarkan perkiraan pusat penulangan.
Berdasarkan penentuan umur bayi sekaligus dapat menentukan bahwa bayi yang
lahir tersebut adalah viable atau non-viable untuk hidup diluar kandungan.

Bagi menentukan tanda-tanda kehidupan dari suatu bayi dapat dilakukan


pemeriksaan pengembangan paru atau udara dalam lambung atau usus, menangis,
adanya pergerakan otot, sirkulasi darah dan denyut jantung dari bayi serta
perubahan hemoglobin dan keadaan tali pusat. Jika pemeriksaan apung paru
adalah diragukan, maka lebih baik dilakukan pemeriksaan histopatologi bagi
menentukan bahwa bayi pernah bernapas atau tidak. Namun untuk tanda-tanda
menangis, adanya pergerakan otot, sirkulasi darah dan denyut jantung hanya dapat
ditemukan dari keterangan saksi. Tanda-tanda perawatan penting untuk
dievaluasi dengan melihat keadaan bayi saat diterima. Antara tanda perawatan
yang perlu dilihat adalah keadaan bayi samada bayi dalam keadaan bersih dari
darah , lemak bayi atau sudah berpakaian, tali pusat telah dipotong atau belum dan
jika tali pusat bayi masih melekat dengan plasenta.

Pembunuhan bayi dapat diklasifikasikan kepada beberapa sebab kematian.


Antara penyebab kematian yang bisa difikirkan adalah kematian wajar dimana
kematian bayi disebabkan oleh kematian secara alami, perdarahan, malformasi,
penyakit plasenta, spasme laring atau eritroblastosis fetalis. Selain itu, kematian
bayi dapat disebabkan oleh kecelakaan atau pembunuhan. Penyebab kecelakaan

34
bisa terjadi akibat dari persalinan yang lama, jeratan tali pusat, trauma atau
kematian dari ibu. Kematian bayi yang disebabkan oleh pembunuhan pula bisa
terjadi dengan pembekapan, penjeratan, penenggelaman, kekerasan tumpul pada
kepala, kekerasan tajam, pembakaran atau keracunan.

Pada ibu, harus dilakukan juga pemeriksaan bagi dicocokkan dengan


udentitas bayi. Pada pemeriksaan terhadap ibu harus ditentukan jika terdapat tanda
baru melahirkan anak, tanda berapa lama telah melahirkan anak, mencari tanda-
tanda jika terjadi partus precipitates atau mencocokkan waktu partus ibu dengan
waktu lahir anak. Selain itu, pemeriksaan darah ibu bisa dilakukan bagi
mencocokkan dengan golongan darah anak dan pemeriksaan histopatologis bisa
dilakukan dengan menggunakan sisa plasenta yaitu vili korialis dalam darah dan
jaringan yang berasal dari rahim.

Bagi kasus pembunuhan bayi ini bisa dikenakan hukuman pidana berdasarkan
pasal-pasal uang telah ditetapkan oleh KUHP. Antara pasal yang bisa digunakan
adalah seperti Pasal 338, Pasal 341, Pasal 342, Pasal 304, Pasal 305 atau Pasal
306. Penentuan hukuman pidana yang akan dikenakan adalah tergantung daripada
kejahatan atau kasus yang dilakukan.

35
Daftar Pustaka

1. Idries AM, Lyndon S. Pembunuhan Anak. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran


Forensik. Tanggerang : Binapura Aksara Publisher. 2002. p. 256-69.
2. Hoediyanto, Hariandi A. Pembunuhan Anak (Infanticide). Dalam Ilmi Kedokteran
Forensik dan Medikolegal. Fakultas Kedokteran Airlangga: Surabaya. Edisi 7.
p.302-10
3. Oystein HR. Infanticide. Departement of Forensic Medicine: Semmelweis
University. Budapest. 2008. p.2-15
4. Wilianto W, Haryadi A. Pembunuhan Anak Dengan Jerat Tali Pusat Di Leher
Disertai Kekerasan Tumpul Pada Kepala. Dalam : Jurnal Kedokteran Forensik
Indonesia Vol. 14 No.3. Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik Dan
Medikolegal FK Unair. 2012. p.27-38
5. Dalam: Jurnal Majalah Kedokteran Indonesia Vol. 58 No.9. 2008
6. Dolinak D, Evan M. Child Abuse. Dalam : Forensic Pathology . China: Elsevier
Academic ress Publication. 2005. p. 369-409
7. Dimao VJ, Dominik D. Neonaticide, Infanticide, adn Child Homicide. Dalam:
Forensic Pathology Second Edition. USA : CRC Press LLC. 2001. p. 354-85
8. Michael Craig. Journal of The Royal Society of Medicine Vol.9 : Perinatal Risk
Factor for Neonaticide and Infant Homicide: Can We Identify Those at Risk ?,
2004
9. Budianto A. Dkk. Pembunuhan Anak Sendiri Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik.
Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indones
1997. p. 165-76
10. Kita Undang Undang Hukum Pidana Buku Kesatu-Aturan Umum
11. Roger W. Neonaticide Dalam: Sudde Death in Infancy Childhood and
Adolescene. Cambrige University . Press, New York. 2004. p. 125-48
12. Bartels L. Patricia E. Mother Who Kill : The Forensic Use and Judicial
Resepcition Of Evidence of Postnatal Depression And Other Psychiatric
Disorders In Australian Filicide cases. Melbourne : Melbourne University Law
Review. 2013 p. 297-306

36
13. Barness EG, Spicer DD. Handbook of Pediactric Autopsy Pathology. 1st Ed. New
Jersey. Humana Press. 2005. p.122;352
14. Cunninghan Gary, Leveno Kenneth, Blomm Steven, Hauth John, Rouse Dwight,
Spong Catherine. Williams Obstetrics. 23rd ed. USA : McGraw-Hill Companies;
2010. p.621
15. Larsen, William J. : Human embryology. Sherman, Lawrence S.; Potter,S. Steven;
Scott, William J. 3. Ed.
16. Brogdon BG. Forensic Radiology. 1st ed. USA. CBC Press; 1998.p.80-9
17. West, Sara G. An Overview of Filicide. Psychiatry (February Edition). 2007.
18. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentar
Lengkap Pasal Demi Pasal.Politeia. Bogor. 1995. P240-44.
19. Wooster OH. About Children: Felicide, infanticide and neonaticide. The Daily
record. October 2010.

37

Anda mungkin juga menyukai