Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

PEMBUNUHAN ANAK
(Infanticide)

DISUSUN OLEH :

I Gede Delta Bayu Vernanda

20710020

DOKTER MUDA ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

(Periode 25 Januari 2021 – 21 Februari 2021)

Pembimbing :

dr. Ariyanto Wibowo, Sp.FM

DEPARTEMAN / INSTALASI ILMU KEDOKTERAN


FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat-Nya sehingga
referat yang berjudul “Pembunuhan Anak” ini dapat diselesaikan meskipun jauh dari
sempurna. Pembuatan referat ini merupakan salah satu tugas dalam menempuh masa
dokter muda di Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya - RSUD Dr.Soetomo Surabaya. Ucapan terima kasih karena
bimbingan, dukungan dan bantuan dalam pembuatan makalah ini disampaikan
kepada :
1. dr. H. Edy Suyanto, Sp.F, SH, MH Kes selaku Ketua Departemen Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas Airlangga,
2. dr. Abdul Aziz, Sp.F selaku Kepala Instalasi Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal RSUD Dr. Soetomo Surabaya,
3. dr. Nily Sulistyorini, Sp.F selaku Koordinator Pendidikan Dokter Muda Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD Dr. Soetomo Surabaya
4. dr. Saliyah, Sp.FM selaku pembimbing referat ini di Departemen Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas Airlangga,
5. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
FK Universitas Airlangga
6. Kepada seluruh teman-teman sejawat, khususnya kepada teman-teman sejawat
dalam Stase Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Besar harapan penulis agar referat ini bisa memperluas wawasan dan menambah
pengetahuan khususnya pada para praktisi ilmu kedokteran forensik dan medikolegal
serta pembaca pada umumnya.

Surabaya, Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Cover ................................................................................................................ i
Kata Pengantar ................................................................................................. ii
Daftar Isi .......................................................................................................... iii
Daftar Gambar ................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
C. Tujuan .......................................................................................... 3
D. Manfaat ........................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN
A. Batasaan/Pengertian Pembunuhan Anak (Infanticide)................. 5
B. Tanda-Tanda Kehidupan .............................................................. 7
C. Pemeriksaan.................................................................................. 14
D. Penyebab Kematian...................................................................... 18
E. Landasan Hukum Kasus Pembunuhan Anak (Infanticide)........... 24

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................. 27
B. Saran ........................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 29

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bayi lengkap dengan placenta dan tali pusat yang menempel.... 6
Gambar 2.2 Contoh paru pada bayi lahir hidup................................................ 6
Gambar 2.3 Bayi lahir mati, pembusukan berlanjut mayat bayi membatu yang
disebut Lithopedion.......................................................................................... 7
Gambar 2.6 Trauma kepala.............................................................................. 20
Gambar 2.7 penyebab kematian akibat suffocation......................................... 20
Gambar 2.8 penyebab kematian akibat gagging.............................................. 21
Gambar 2.9 penyebab kematian akibat pencekikan......................................... 22
Gambar 2.10 Penyebab kematian akibat jeratan............................................... 22

iv
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia diciptakan sempurna, paling mulia dari seluruh ciptaan. Satu

hal yang membuatnya sempurna adalah bahwa manusia itu berkehendak. Karena

berkehendak itulah manusia memiliki sisi-sisi ekstrim dari tindakan menurut

standar etika, dikenal suatu istilah: “sebaik baiknya sesuatu, tak ada yang lebih

baik dari yang ada pada manusia, tapi pun sejelek jeleknya sesuatu tak ada yang

lebih jelek dari yang ada pada manusia.” Pada sisi ekstrim itulah manusia mampu

melakukan hal yang tidak pernah dijumpai pada mamalia yang paling ganas

sekalipun, membunuh anak kandungnya sendiri.

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam

dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Ia adalah buah

hati yang sangat berharga bagi setiap keluarga sebagai pewaris dan penerus

kedua orang tuanya. Setiap keluarga mendambakan hadirnya sang buah hati

sebagai pelengkap akan perkawinannya. Kehadirannya sangat dinanti-nanti

bahkan, orang yang sulit mendapatkan keturunan melakukan segala macam

ikhtiar agar cepat dikaruniai buah hati. Anak adalah buah hati yang sangat

berharga bagi setiap keluarga, sebagai pewaris dan penerus kedua orang

tuanya. Oleh karena itu, seorang anak seharusnya mendapatkan


2

perlindungan baik selama masih di dalam kandungan maupun sesaat setelah

dilahirkan kedunia. Namun hingga saat ini, masih banyak kasus

pembunuhan bayi sendiri (infantisida) yang terjadi di Indonesia.

Infanticide adalah suatu tindakan pembunuhan bayi yang berusia

dibawah satu tahun. Menurut Undang –Undang di Indonesia, pembunuhan

anak sendiri adalah suatu pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu

terhadap anak kandungnya, yang dilakukan ketika anaknya dilahirkan atau

beberapa saat setelah lahir karena takut ketahuan telah melahirkan anak.

Pembunuhan anak sendiri merupakan suatu bentuk kejahatan yang bersifat unik.

Keunikan tersebut dikarenakan pelaku pembunuhan haruslah ibu kandung,

dengan alasan dia takut ketahuan telah melahirkan seorang anak. Salah satu

penyebab ketakutan tersebut oleh karena anak yang dilahirkan merupakan

hasil hubungan gelap. Selain itu dikatakan unik karena pembunuhan

dilakukan saat bayi dilahirkan atau beberapa saat setelah lahir.

Dari 10.968 kasus forensik (jenazah yang dikirim dengan dugaan

kematian tidak wajar) yang diterima Instalasi Ilmu Kedokteran Forensik dan

Medikolegal RSU Dr. Soetomo Surabaya sejak tahun 2000 – 2009, terdapat 112

(1,02%) kasus jenazah bayi yang dikirim dengan dugaan pembunuhan,

pembunuhan anak, penelantaran dan beberapa dengan SPVR (Surat Permintaan

Visum et Repertum) yang tidak mencantumkan dugaan penyidik. Dari 112 bayi

tersebut, menurut hasil otopsi 98 bayi dinyatakan viabel dan 14 bayi tidak viabel.

Dari 98 yang viabel tersebut, 6 bayi dengan tanda-tanda perawatan, sedangkan


3

92 bayi tanpa tanda-tanda perawatan. Dengan demikian berarti dapat diduga 112

bayi tersebut: 92 (82,14%) bayi dengan dugaan pembunuhan anak, 14 (12,50%)

bayi dengan dugaan hasil abortus, 6 (5,35%) kasus dengan dugaan penelantaran

atau pembunuhan biasa. 92 (0,83%) kasus dugaan pembunuhan anak dari 10.968

kasus forensik memang secara prosentase hanya sedikit. Tapi bahwa dalam 10

tahun terakhir ada 92 ibu kandung yang diduga tega menghabisi nyawa anak

kandungnya sendiri bukanlah hal yang bisa dimaklumi.

Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa pada tahun 1983 terdapat lebih

dari 600 kasus pembunuhan anak, dan dalam kurun waktu tahun 1982 – 1987

kasus pembunuhan anak yang terjadi adalah 1,1 % dari seluruh kasus

pembunuhan yang dilaporkan. Di Jakarta dilaporkan 90-95% dari 30-40 kasus

infanticide yang terjadi pertahun juga dilakukan dengan cara asfiksia mekanik.

Penyebab kematian lainnya yang dapat ditemukan adalah kekerasan tumpul

pada kepala yaitu sekitar 5%-10% kasus dan kekerasan tajam pada leher

atau dada.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui tentang identifikasi kasus pembunuhan anak.

2. Tujuan Khusus

a. Menjelaskan tentang definisi pembunuhan anak.

b. Menjelaskan tentang tanda-tanda kehidupan bayi.


4

c. Menjelaskan tentang pemeriksaan pembunuhan anak.

d. Menjelaskan tentang cara-cara dan penyebab pembunuhan anak.

e. Menjelaskan tentang Undang-Undang yang berkaitan dengan kasus

pembunuhan Anak

C. Manfaat

1. Manfaat teoritis

Referat ini diharapkan dapat menambahkan bukti-bukti empirik

mengenai kasus pembunuhan anak (infanticide).

2. Manfaat praktis

Referat ini diharapkan memberi informasi dan membantu dalam

proses identifikasi kasus pembunuhan anak (infanticide). Dan juga dalam

bidang hukum dapat memberikan penerangan mengenai landasan hukum dari

infantisida dengan segala aspek yang mempengaruhinya demi

menindaklanjuti kasus-kasus dugaan infantisida


5

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembunuhan Anak (Infanticide)

Pembunuhan anak adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu

terhadap anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama kemudian karena takut

ketahuan telah melahirkan anak. Dengan demikian, persyaratan yang harus

dipenuhi dalam kasus pembunuhan anak:

1. Pelaku : ibu kandung

2. Korban : anak kandung

3. Alasan : takut ketahuan telah melahirkan anak

4. Waktu : pada waktu melahirkan atau beberapa saat setelah melahirkan

Untuk itu, dengan adanya batasan yang tegas tersebut di atas, maka suatu

pembunuhan yang tidak memenuhi salah satu dari kriteria tersebut tidak dapat

kita sebut sebagai pembunuhan anak, melainkan suatu kasus pembunuhan biasa.

Dalam pembahasan ini, perlu ditinjau lebih dahulu pengertian lahir hidup dan

lahir mati. Perlu diketahui bahwa seorang dokter tidak dibenarkan membuat

kesimpulan lahir hidup dan lahir mati dari hasil pemeriksaan terhadap korban

kasus yang diduga akibat pembunuhan anak.


6

Lahir hidup adalah bila setelah bayi terpisa lengkap/sama sekali dengan si

ibu, menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti jantung aktif, pernafasan,

pergerakan anggita tubuh, menangis, dan sebagainya. Lahir mati adalah keadaan

bila setelah bayi terpisah lengkap/sama sekali dari si ibu, tidak bernafas ataupun

menunjukkan tanda kehidupan lain.

Gambar 2.1: Bayi lengkap dengan placenta dan tali pusat


yang menempel

Gambar 2.2: Contoh paru pada bayi lahir hidup


7

Gambar 2.3: Bayi lahir mati, pembusukan berlanjut mayat bayi


membatu yang disebut Lithopedion.

Seorang bayi dapat bernafas selama proses kelahiran, yaitu bernafas

dalam vagina (vagitus vaginae) atau bernafas dalam uterus (vagitus uterinus).

Dalam hal ini bayi setelah terpisah sama sekali dari si ibu dapat dalam keadaan

hidup atau keadaan mati, tapi pemeriksaan terhadap paru bayi tersebut

menunjukkan tanda-tanda bayi pernah bernafas. Pernah bernafas tidak berarti

selalu lahir hidup. Jadi pemeriksaan post mortem tidak menyimpulkan lahir

hidup atau lahir mati, melainkan pernah bernafas atau tidak/belum bernafas.

B. Tanda-Tanda Kehidupan

1. Pernafasan

Pernafasan spontan terjadi akibat rangsangan atmosfer dan adanya

gangguan sirkulasi plasenta, dan ini menimbulkan perubahan yang permanen

pada paru.
8

NO Paru belum bernafas Paru sudah bernafas


Volume kecil, kolaps, menempel Volume 4-6 kali lebih
vertebra, konsistensi padat, tidak besar, Sebagian menutupi
1
ada krepitasi jantung, konsistensi seperti
karet busa (ada krepitasi)
2 Tepi paru tajam Tepi paru tumpul
Warna homogen, merah Warna merah muda
3
kebiruan/ungu
Jika diperas di bawah permukaan Gelembung gas keluar
air tidak keluar gelembung gas atau halus dan rata ukurannya
4
bila sudah ada pembusukan
gelembungnya besar, tak rata
Tidak tampak alveoli yang Tampak air sacs, kadang-
5 berkembang (air sacs) pada kadang terpisah sendiri-
permukaan sendiri
Jika diperas keluar darah sedikit Bila diperas keluar banyak
dan tidak berbuih (kecuali bila darah berbuih walaupun
6 sudah ada pembusukan) belum ada pembusukan
(volume darah 2x volume
sebelum bernafas)
7 Berat paru ± 1/70 bb Berat paru ± 1/35 bb
Seluruh bagian paru tenggelam Bagian-bagian paru yang
8 dalam air mengembang terapung
dalam air

Berat jenis paru sebelum pernafasan 1,04-1,05 karena itu tenggelam

dalam air. Paru akan mengapung bila berat jenisnya kurang dari 1,00 dan hal

ini dapat terjadi akibat pernafasan artificial inficial inflation atau

pembusukan. Untuk membedakannya diakukan tes hidrostatik.

Caranya:

Sebaiknya paru belum membusuk. Paru-paru bersama dengan jantung dan

tymus diambil sebagai kesatuan kemudian diapungkan ke dalam air. Bila


9

masih mengapung, maka paru kanan dan kiri dipisahkan kemudian masing-

masing diapungkan juga. Bila masih mengapung maka ambil bagian dari

masing-masing lobus dan diapungkan ke dalam air. Bila masih mengapung,

maka diambil bagian lagi bagian kecil yang masih mengandung beberapa

alveoli kemudian ditaruh diantara dua kasa dan dilakukan penekanan

terhadapnya dengan beban berat tubuh pemeriksa dan diapungkan lagi. Bila

hal ini masih mengapung berarti test apung paru positif. Berarti bayi lahir

pernah bernafas, karena masih ada udara residu dalam alveoli akibat

pernafasan.

Penilaian terhadap percobaan apung paru:

a. Bila percobaan apung paru positif: sudah pernah bernafas.

b. Bila percobaan apung paru negatif:

1) Belum pernah bernafas

2) Pernafasan lemah dan udara diresorbsi Kembali

3) Atelectasis

4) Pneumonia

Pernafasan dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah kelahiran

anak perubahan yang terjadi pada paru tidak dapat dibedakan. Vagitus

uterinus: pernafasan terjadi sebelum kelahiran, yaitu dalam uterus steleh

ketuban pecah, sedangkan Vagitus vaginae: pernafasan terjadi selama proses

kelahiran, yaitu waktu kepala masuk dalam vagina.


10

2. Menangis

Bernafas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi menangis tidak dapat

terjadi tanpa bernafas. Suara tangis yang terdengar belum berarti bayi

tersebut lahir hidup karena tangisan dapat terjadi dalam uterus atau dalam

vagina, yang merangsang bayi menangis dalam uterus adalah:

a. Masuknya udara ke uterus

b. Kadar oksigen dalam darah menurun dan atau kadar CO 2 dalam darah

meningkat.

3. Pergerakan otot

Keadaan ini harus disaksikan oleh saksi mata, karena post mortem

tidak dapat dilakukan. Kaku jenazah pada bayi lahir hidup kemudian mati

yang maupun lahir mati.

4. Peredaran darah, Denyut Jantung, dan Perubahan Pola Hemoglobin

Meliputi bukti fungsional dan bukti anatomi. Bukti fungsional:

denyut tali pusat dan detak jantung (harus ada saksi maa). Bukti anatomis:

perubahan-perubahan pada Hb serta perubahan dalam ductus arteriosus


11

Bottali, foramen ovale, dan dalam ductus venosus (cabang vena umbilicalis

yang langsung masuk vena cava inferior).

Bila ada yang menyaksikan denyut tali pusat/detak jantung pada

bali yang sudah terlahir lengkap, maka ini merupakan bukti suatu kelahiran

hidup. Foramen ovale tertutup bila telah terjadi pernafasan dan sirkulasi (1

hari sampai beberapa minggu). Ductus arteriosis perlahan-lahan menjadi

jaringan ikat (paling cepat dalam 24 jam). Ductus venosus menutup dalam 2-

3 hari sampai beberapa minggu.

Perubahan Hb

a. Waktu lahir: Hb 20 gram%, 80% foetal Hb, eritrosit 6.2 juta.

b. Hari ke-8: Hb 18 gram%, foetal Hb menurun, eritrosit 5,4 juta

c. Bulan ke-3: foetalHb 7-8%

d. Bulan ke 6: foetal Hb habis.

Foetal Hb dan adult Hb berbeda dalam hal:

a. Selubilitas

b. Bentuk

c. Sifat

d. Spektogram

e. Inti sel darah merah hilang setelah 24 jam

5. Isi Usus dan Lambung


12

Bila dalam lambung bayi ditemukan benda asing yang hanya dapat

masuk akibat reflek menelan, maka ini merupakan bukti kehidupan (lahir

hidup). Adanya udara dalam lambung dan usus dapat terjadi akibat

pernafasan wajar, pernafasan buatan, atau tertelan. Keadaan-keadaan tersebut

tidak dapat dibedakan. Cara pemeriksaan: oesophagus diikat, dikeluarkan

bersama lambung yang diikat pada jejunum lekuk pertama, kemudian

dimasukkan ke dalam air. Semakin jauh udara masuk ke dalam usus, semakin

kuat dugaan adanya pernafasan. Pada 24-48 jam post mortem, mekoneum

sudah keluar seluruhnya dari usus besar.

6. Keadaan Tali Pusat

Yang diperhatikan pada tali pusat adalah:

a. Ada atau tidaknya denyut tali pusat setelah kelahiran. Ini hanya dapat

dibuktikan dengan saksi mata.

b. Pengeringan tali pusat, letak, dan sifat ikatan, bagaimana tali pusat itu

diputus (secara tajam atau tumpul)

Pada 18-24 jam post natal tejadi pengeringan tali pusat di daerah

melekatnya pada dinding abdomen, pada 30-36 jam post natal didapatkan

warna kemerahan melingkari pusat, pada 5-8 hari post natal tali pusat

terlepas. Pada 10-12 hari post natal terjadi penyembuhan pada tempat bekas

melekatnya tali pusat di dinding abdomen, tapi pusat yang mengering pada
13

bayi yang mengalami mumifikasi tidak memberi suatu makna. Panjang tali

pusat 7-8 inchi sampai ± 4 feet ( aterm rata-rata 21 inchi).

7. Keadaan Kulit

Tidak satupun keadaan kulit yang dapat membuktikan adanya

kehidupan setelah bayi lahir, sebaliknya ada satu keadaan yang dapat

memastikan bahwa bayi tersebut tidak lahir hidup, yaitu maceration, yang

dapat terjadi sudah mati dalam uterus beberapa hari 8-10 hari dan tidak

terjadi sebelum -4 hari. Hal ini harus dibedakan dengan proses pembusukan,

yaitu pada maceration tidak terbentuk gas karena terjadi secara steril.

Kematian pada bayi dapat terjadi sewaktu dilahirkan , sebelum dilahirkan

atau setelah terpisah sama sekali dari si ibu. Bukti kematian dalam

kandungan:

a. Ante partum rigor mortis, yang sering menimbulkan kesulitan waktu

melahirkan

b. Maceration, yaitu perlunakan janin dalam air ketuban dengan ciri-ciri:

1) Warna merah kecoklatan (pada pembusukan warnanya hijau)

2) Kutikula putih, sering membentuk bula berisi cairan kemerahan

3) Tulang-tulang lentur dan lepas dari jaringan lunak

4) Tidak ada gas, baunya khas.

Bila bayi dilahirkan setelah kurang dari 24 jam mati dalam

kandungan, akan tampak seperti lahir mati atau mati selama proses kelahiran.
14

Bayi yang mati waktu dilahirkan belum sempat kemasukan bakteri dalam

paru dan GI tract-nya, sehingga proses pembusukan terjadi lambat, seringkali

terjadi mumifikasi. Tanda kehidupan yang dapat membuktikan waktu otopsi

adalah akibat pernafasan/tangisan dan isi lambung/usus.

C. Pemeriksaan

Pemeriksaan dilakukan terhadap:

1. Pelaku/tertuduh (ibu kandung/yang baru melahirkan)

2. Korban (bayi yang baru dilahirkan)

1. Pemeriksaan terhadap pelaku (ibu)

a. Tanda baru melahirkan

- Robekan baru pada alat kelamin

- Ostium uteri dapat dilewati ujung jari

- Keluar darah dari Rahim

- Ukuran Rahim; post partum setinggi pusat

- 6-7 hari post partum setinggi tulang kemaluan

- Payudara mengeluarkan susu

- Hiperpigmentasi areola mamma

- Strie gravidarum dari warna merah menjadi putih

b. Berapa lama telah melahirkan

- Ukuran Rahim: 2-3 minggu Kembali ke ukuran putih


15

- Getah nifas: 1-3 hari post partum berwarna merah, 4-9 hari post

partum berwarna putih, 10-14 hari post partum getah nifas habis

- Robekan aat kelamin sembuh dalam 8-10 hari

c. Mencari tanda-tanda partus precipitates

- Robekan pada alat kelamin

- Inversion uteri ( Rahim terbalik ) yaitu bagian dalam Rahim menjadi

keuar, lebih-lebih bila tali pusat pendek

- Robekan tali pusat anak yang biasanya terdapat anak atau pada tempat

lekat tali pusat. Robekan ini harus timbul dibuktikan dengan

pemeriksaan histopatologi.

- Luka pada kepala bayi menyebabkan pendarahan di dawah kulit

kepala dan pendarah di dalam tengkorak.

d. Pemeriksaan golongan darah

e. Pemeriksaan hitopatologi: sisa placenta dalam darah yang berasala

dari Rahim.

2. Pemeriksaan terhadap korban (bayi)

a. Viabilitas

Viable bayi baru lahir dapat hidup tanpa perawatan khusus

Syaratnya:
16

- Umur ≥ 28 minggu dalam kandungan

- Panjang badan ≥ 2500 gram

- Tidak ada cacat bawaan yang berat

- Lingkaran fronto occipital ≥ 32 cm.

b. Penentuan umur bayi

- Berdasarkan Panjang badan

- Berdasarkan ciri-ciri pertumbuhan

- Inti penulangan: Calcaneus = ± 5-6 bulan, Talus = ± 7 bulan, Femur =

± 8-9 bulan, Tibia = 9-10 bulan

c. Pernah atau tidak pernah bernafas.

Hal ini dibuktikan dengan percobaan apung paru. Hasil

percobaan apung paru yang menyimpulkan “belum pernah bernafas”,

belum dapat menyingkirkan kemungkinan Tindakan “pembunuhan anak”,

karena bisa jadi bayi lahir hidup tetapi belum/tidak sempat bernafas dan

dibunuh ibunya pada saat itu (bernafas hanya salah satu bukti/tanda

kehidupan).

d. Berapa lama bayi hidup

Lamanya bayi hidup (bila hidup lebih dari 24 jam) dapat dilihat pada:

- Perubahan tali pusat

- Perubahan pada pembuluh darah


17

Jika bayi hidup kurang dari 24 jam, hal ini tidak dapat ditentukan

dangen pasti penutupan ductus arteriosus dan fpramen ovale tidak dapat

dipakai sebagai pegangan, karena waktu penutupnya bervariasi (tidak

tetap).

e. Apa sebab kematiaannya

Penentuan sebab kematian dapat dilihat dari tanda-tanda

jeratan, luka atau pun tandakekerasan lain pada tubuh bayi.

Cara yang paling sering dilakukan adalah denganpembekapan dan

penjeratan.

f. Periksa golongan darah

g. Tanda-tanda perlawanan

Selain yang telah disebutkan di atas, dalam kasus pembunuhan

anak penting juga menemukan adanya tanda-tanda perawatan karena dari

sini dapat diduga apakah kasus yang dihadapi memang benar kasus

pembunuhan anak atau menjadi kasus lain yang ancaman hukumannya

berbeda. Tanda-tanda perawatan bisa berupa tubuh yang telah dibersihkan,

tapi pusat yang telah dipotong dan diikat, diberi pakaian atau selimut.

D. Penyebab Kematian

1. Karena kelalaian
18

Pada peristiwa kelahiran sering dijumpai kelalaian melakukan

suatu yang seharusnya perlu untuk bayi yang baru lahir supaya dapat

bertahan hidup. Keadaan ini dapat disengaja, dapat pula tidak disengaja.

Jenis-jenis kelalaian yang sering terjadi:

a. Inhalasi cairan ketuban/darah atau terbenam dalam WC akibat

asphyxia. Pemeriksaan: dengan mikroskop.

b. Terjerat tali pusat, mati akibat asphyxia. Jeratan dengan tali pusat

yang dilakukan setelah bayi mati (dengan maksud untuk

menimbulkan dugaan bahwa bayi tersebut mati akibat lilitan tali

pusat selama proses kelahiran) dapat dibedakan dengan kematian

akibat lilitan tapi pusat yang terjadi intra uterin, yaitu pada bayi yang

mati intra uterin menunjukkan paru yang belum pernah bernafas.

c. Perdarahan dari tali pusat, karena setelah bayi lahir tali pusat tidak

diikat dengan baik.

d. Suffocation, misalnya terjadi kelahiran di bawah selimut.

e. Lalai membuat hangat atau tidak memberi feeding. Dalam hal ini

kematian bayi terjadi secara pasif (kedinginan dan starvation).

2. Karena kekerasan

Jenis-jenis kekerasan:
19

a. Kekerasan dalam uterus

- Dinding perut tertumbuk sesuatu (jatuh, ditendang)

- Pemasukan alat ke dalam vagina

b. Kekerasan selama proses kelahiran

- Kemungkinan terjadinya trauma kelahiran yang wajar harus

selalu dipikirkan sebelum menduga adanya tindak kekerasan

(misalnya ada kaput suksadenum)

- Retak tulang tengkorak karena trauma kelahiran (biasanya pada

os temporale) pada umumnya hanya sedikit dan tidak disertai

luka lecet

- Kekerasan pada kepala yang disengaja menimbulkan retak

lebih besar, ada luka lecet, mungkin ditemukan contusion /

laceratio cerebri

c. Kekerasan yang terjadi setelah kelahiran lengkap

1) Trauma kepala

- Kaput suksedaneum

- Sefalhematom

- Fraktur tulang tengkorak

- Perdarahan intracranial

- Perdarahan

- subarakhonoid/interventrikuler

- Perdarahan epidural
20

Gambar 2.5: Trauma kepala

2) Suffocation

Jejas pada muka bayi luka memar dan lecet. Serabut

benang/kapuk dapat tertinggal di muka bayi jika alat yang

digunakan untuk membekap adalah selimut atau bantal.

Gambar 2.6 : penyebab kematian akibat suffocation

Untuk memastikan bahwa sebab kematian bayi adalah

suffocation, selain ditemukan tanda-tanda asfiksia harus

ditemukan juga bahan-bahan yang menyebabkan obtruksi jalan


21

nafas. Bla hanya ditemukan tanda-tanda asphyxia saja tanpa

menemukan bahan-bahan yang menyebabkan obtruksi jalan nafas

atau tanda-tanda kekerasan seperti bekas jerat/cekikan, maka kita

hanya dapat memberi keterangan “ada gangguan pada

pernafasan”, sedangkan jenis gangguan tidak dapat dibuktikan.

3) Gagging (penyumbatan)

Pembuktian: ditemukan bahan yang dipakai untuk meyumbat di

dalam mulut korban dekat batang tengorokan.

Gambar 2.7: penyebab kematian akibat gagging

4) Strangulation (pencekikan)

Terdapat bekas kuku/tangan sekitar leher dan mulut, dapat

terjadi karena tindak kejahatan, dapat pula karena bekas tangan si

ibu waktu berusaha menarik keluar dari Rahim dengan

mencengkram bagian kepala/leher bayi.


22

Gambar 2.8: penyebab kematian akibat pencekikan

5) Penjeratan

- Terdapat jeratan oleh tali pusat. Bila setelah bayi mati jeratan

segera dilepaskan, tidak akan meninggalkan bekas.

- Terdapat jeratan oleh kain, ikat pinggan, tali, tali sepatu,

kawat, dan benda lainnya.

Alur pada leher bayi belum tentu bekas jerat, bila:


Gambar 2.9: Penyebab kematian akibat jeratan

a. Tidak ada tanda intravital


23

b. Letak alur tepat pada lipatan yang normal terdapat pada leher

bayi, alur ini tidak melingkari seluruh leher.

c. Tidak ditemukan tanda-tanda asphyxia

Bila jerat tali pusat tidak bersimpul atau bersimpul

hanya satu kali belum dapat dibuktikan adanya suatu

kesengajaan. Bila pada jerat oleh tali pusat terdapat simpul

beberapa kali, dapat dipastikan ada unsur kesengajaan. Untuk

memastikan bayi mati akibat jerat yang ditemukan pada

lehernya haruslah dibuktikan:

a. Bayi pernah menangis

b. Jerat dilakukan pada waktu bayi masih hidup

c. Jarak tersebut menyebabkan kematian

Bila pada jenazah bayi ditemukan luka tusuk atau luka iris,

harus dibuktikan:

a. Pernah bernafas hidup

b. Pada luka-luka terdapat tanda intravital

c. Luka tersebut menyebabkan kematian

6) Drowning (tenggelam)

Untuk membuktikan kematian karena tenggelam (drowning),

perlu dilaksanakan pemeriksaan laboratorium terhadap cairan


24

dalam bronchus dengan harapan dapat menemukan cairan lysol,

air sabun, air ketuban, darah dan sebagainya.

E. Landasan Hukum Kasus Pembunuhan Anak (Infanticide)

Pasal 341 KUHP

“Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak,

pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas

nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana

penjara paling lama tujuh tahun.”

Pasal 342 KUHP

“Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan

karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat dilahirkan atau tidak

lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena

melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana

penjara paling lama sembilan tahun.”

Pasal 343 KUHP


25

“Bagi orang lain yang turut serta melakukan kejahatan yang

diterangkan dalam pasal 342 KUHP diartikan sebagai pembunuhan atau

pembunuhan berencana.”

Pasal 305 KUHP

“Barang siapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh

tahun untuk ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk

melepaskan diri daripadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama

lima tahun enam bulan.”

Pasal 306 KUHP

Ayat 1:

“Jika salah satu perbuatan berdasarkan pasal 304 dan 305

mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana

penjara paling lama tujuh tahun enam bulan.”

Ayat 2:

“Jika mengakibatkan kematian pidana penjara paling lama sembilan

tahun.”

Pasal 307 KUHP

“Jika yang melakukan kejahatan berdasarkan pasal 305 adalah

bapak atau ibu dari anak itu, maka pidana yang ditentukan dalam pasal 305

dan 306 dapat ditambah dengan sepertiga.”

Pasal 308 KUHP


26

“Jika seorang ibu karena takut akan diketahui orang tentang

kelahiran anaknya, tidak lama sesudah melahirkan, menempatkan anaknya

untuk ditemukan atau meninggalkannya dengan maksud untuk melepaskan

diri daripadanya, maka maksimum pidana tersebut dalam pasal 305 dan 306

dikurangi separuh.”
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pembunuhan anak adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu

terhadap anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama kemudian karena

takut ketahuan telah melahirkan anak dengan persyaratan yang harus

dipenuhi berupa:

a. Pelaku : ibu kandung

b. Korban : anak kandung

c. Alasan : takut ketahuan telah melahirkan anak

d. Waktu : pada waktu melahirkan atau beberapa saat setelah melahirkan.

2. Pemeriksaan forensik yang dilakukan pada bayi lahir hidup dan lahir mati

dengan melakukan pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam (otopsi),

menilai adanya tanda perawatan, menilai viabilitas, serta menentukan usia

janin. Pada pemeriksaan forensik juga dilakukan pemeriksaan makroskopik

dan mikroskopik. Uji apung paru turut dilakukan untuk mengetahui apakah

bayi tersebut lahir hidup atau lahir mati.

27
28

3. Penyebab kematian dalam kasus pembunuhan anak antara lain, trauma lahir,

pembekapan, penyumbatan, pencekikan, dan penjeratan.

4. Hukum yang mengatur infantisid tercantumdalam KUHP pasal 181, 304,

341, 342, 305, 306, 307, 308.

B. Saran

Pentingnya edukasi kepada masyarakat dalam mencegah dan

menanggulangi tindak pidana pembunuhan anak. Tenaga medis, aparat penegak

hukum untuk saling mendukung dan sejalan agar upaya pencegahan terhadap

tindak pidana pembunuhan anak yang dilakukan oleh ibu terhadap bayinya dapat

berjalandengan optimal.
29
DAFTAR PUSTAKA

Alghozi. A. M. 2013. Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal. Surabaya: Fakultas


Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Erika. L., Rochaeti. N., Rozah. U. 2019. Tinjauan Yuridis Kriminologis Tindak
Pidanapembunuhan Yang Dilakukan Oleh Ibu Terhadap
Bayinyadiwilayah Hukum Kepolisian Resor Pati. Diponegoro Law
Journal, No 3, Vol 8, Hal 2156.
Hidayu. N., et all. 2015. Referat Infantisida. Semarang: Fakultas Kedokteran
Universitas Diponogoro Semaran
Isnawan. F. 2018. Analisa Tindak Pidana Pembunuhan Bayi (Infanticide) di Wilayah
Hukum Pengadilan Negeri Sleman, Jurnal Yuridis, Vol. 1, No. 1, Hal 24.
Loka. G. A. T. P. 2016. Gambaran Bukti Medis Infanticide ang Diperiksa Di Instalasi
Kedokteran Forensik RSUP Sanglah Periode Tahun 2010-2015.
Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar. Skripsi.
Wilianto. W., Apuranto. H. Pembunuhan Anak Dengan Jerat Tali Pusat Di Leher
Disertai Kekerasan Tumpul Pada Kepala. Jurnal Kedokteran Forensik
Indonesia, No. 3, Vol. 14, Hal 27

30

Anda mungkin juga menyukai