Anda di halaman 1dari 28

ANALISIS POTENSI

EKONOMI REGIONAL
DAHLAN TAMPUBOLON, PH.D
PENDAHULUAN
Ada Perbedaan Pada Setiap
Wilayah :
Kebijakan Mempercepat • Potensi

Fak Ek
MAKRO Laju Pertumbuhan • Keunggulan Komparative
Keseluruhan Wilayah • Skala Prioritas
• Pendapatan
• MPC

EKONOMI
REGIONAL

Membantu Perencanaan
Wilayah Menghemat Waktu
MIKRO Penentuan Wilayah
dan Biaya Dalam Proses
Proyek/Kegiatan
Menentukan Lokasi Suatu
Kegiatan Proyek
OUTLINE

Pendahuluan

Pendekatan Ekonomi Basis (LQ, RCA, Spesialisasi & Lokalisasi)

Tipologi Klassen & Analisis Shift Share

Indeks Pertumbuhan Seimbang & Indeks Redistribusi

Koefisien Variasi & Indeks Konsentrasi

Analisis Input-Output
PENDEKATAN EKONOMI BASIS
Teori basis ekonomi lebih didasarkan pada perkembangan peran sektor ekonomi, baik di dalam wilayah
maupun ke luar daerah, terhadap pertumbuhan perekonomian wilayah / daerah tersebut. Untuk itu basis
ekonomi pada struktur perekonomian suatu wilayah / daerah dikelompokkan menjadi dua sektor, yaitu:

1. Sektor Unggulan, yaitu sektor ekonomi yang mampu memenuhi permintaan


barang dan jasa di pasar domestik maupun luar wilayah/daerah

2. Sektor Bukan Unggulan, yaitu sektor ekonomi yang hanya mampu memenuhi
permintaan barang dan jasa di pasar domestik atau di wilayah/daerah

Untuk penentuan sektor unggulan dan bukan unggulan tersebut digunakan analisis Location Quotient
(LQ) dengan formulasi:
PDRBir / TPDRBr
LQr =
PDRBin / TPDRBn

dengan : i = sektor ; r = regional ; n = nasional


LQr = Location Quotient daerah r
PDRBir = PDRB sektor i di daerah r
PDRBr = PDRB total daerah r
PDRBin = PDRB sektor i di tingkat Nasional n
PDRBn = PDRB total Nasional n
Jika LQr > 1 , sektor i pada daerah r merupakan sektor unggulan dengan tingkat
spesialisasi sektor tersebut di daerah r lebih besar dari nasional n

Jika LQr = 1 , sektor i pada daerah r merupakan sektor bukan unggulan dengan tingkat
spesialisasi sektor tersebut di daerah r sama dengan dari nasional n

Jika LQr < 1 , sektor i pada daerah r merupakan sektor bukan unggulan dengan tingkat
spesialisasi sektor tersebut di daerah r lebih kecil dari nasional n
LOCATION QUOTIENT
KABUPATEN INDRAGIRI HULU, 2010 - 2014
No LAPANGAN USAHA
2010 2011 2012 2013 2014
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0.91 0.92 0.88 0.84 0.80
B Pertambangan dan Penggalian 0.44 0.46 0.51 0.56 0.60
C Industri Pengolahan 7.23 7.16 7.46 7.56 7.57 Basis
D Pengadaan Listrik dan Gas 0.49 0.48 0.46 0.45 0.43
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 2.85 2.94 2.99 2.99 2.49 Basis
F Konstruksi 1.32 1.24 1.19 1.15 1.08 Basis
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 0.85 0.83 0.76 0.72 0.70
H Transportasi dan Pergudangan 1.17 1.14 1.02 0.95 0.89
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1.37 1.32 1.25 1.17 1.11 Basis
J Informasi dan Komunikasi 0.74 0.72 0.65 0.56 0.55
K Jasa Keuangan dan Asuransi 0.97 0.98 0.82 0.71 0.68
L Real Estate 1.08 1.06 1.01 0.97 0.93
M,N Jasa Perusahaan 1.91 1.84 1.69 1.56 1.40 Basis
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0.82 0.78 0.72 0.69 0.69
P Jasa Pendidikan 1.13 1.12 1.07 1.02 0.98
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.84 0.80 0.76 0.74 0.69
R,S,T,U Jasa lainnya 1.24 1.21 1.11 1.06 1.00 Basis
REVEALED COMPARATIVE ADVANTAGE
EX i EX R
RCA =
EX i EX R

Fak Ek
dimana:
RCA = Indeks keunggulan komparatif
Exi = Nilai ekspor produk agroindustri ke i di Provinsi Riau
EXR = Nilai total ekspor Provinsi Riau
Exn = Nilai total ekspor Indonesia

Jika nilai indeks RCA dari produk agroindustri yang dianalisis lebih besar dari
satu berarti produk tersebut mempunyai keunggulan komparatif bagi Provinsi
Riau dan sebaliknya.

Pendekatan melalui RCA dilakukan dengan cara mengevaluasi peranan ekspor komoditas tertentu dalam ekspor
total suatu negara dibandingkan dengan pangsa komoditas tersebut dalam perdagangan dunia. Indeks RCA yang
lebih besar dari satu menunjukkan bahwa ekspor komoditas tersebut mengalami peningkatan relatif dibandingkan
rata-rata ekspor dunia, sehingga pangsanya di pasaran dunia meningkat, demikian sebaliknya (Ballasa,1965)
INDEKS SPESIALISASI
Model ini berguna untuk menganalisis tingkat konsentrasi sektor i di Kabupaten Tanjung
Jabung secara relatif. Indeks lokalisasi yang dihasilkan bernilai 0 ≤ SI ≤ 1

∑ i −

Fak Ek
R R N N
E E E i E
SI = i =1

2
Bila SI = 0 : Berarti tidak terkonsentrasinya sektor i di Kabupaten Indragiri Hulu secara relatif
terhadap Provinsi Riau.

Bila SI = 1 : Berarti terkonsentrasinya sektor i di Kabupaten Indragiri Hulu secara relatif terhadap
Provinsi Riau

SI mengukur cara kegiatan ekonomi secara keseluruhan, misalnya kesempatan kerja, di suatu
daerah menyebar kesegala sektor. Secara relatif, berarti juga dapat dibandingkan dengan wilayah
yang lebih luas. Pada SI indeks yang diperoleh adalah untuk seluruh sektor pada sebuah daerah.
Hal inilah yang membedakannya dengan LQ, yang hanya menghasilkan indeks untuk hanya satu
sektor
INDEKS LOKALISASI
Model ini digunakan untuk mengetahui tingkat penyebaran secara relatif sub sektor di
berbagai wilayah. Indeks lokalisasi yang dihasilkan bernilai 0 ≤ LI ≤ 1

∑E i
R
E iN − E R E N
LI = R =1

2
Bila LI = 0 : Berarti tingkat penyebaran sektor i relatif seimbang di
wilayan Kabupaten Indragiri Hulu.
Bila LI = 1 : Berarti tingkat penyebaran sektor i tidak seimbang di
Kabupaten Indragiri Hulu

Dalam LI, distribusi angkatan kerja dalam sebuah sektor untuk daerah yang berbeda-
beda diperbandingkan dengan distribusinya di seluruh daerah yang lebih luas. Kedua
variabel tersebut harus dinyatakan dalam persen. Kemudian untuk setiap wilayah, di
hitung perbedaan antara masing-masing presentasinya. Indeks lokalisasi (LI) ini lebih
cenderung bersifat sebagai alat analisis sektoral, dalam hal pesebaran daerahal. Namun
demikian, LI dapat juga digunakan untuk mengetahui sektor mana yang penting bagi
sebuah daerah serta penyebarannya
TIPOLOGI KLASSEN
Selanjutnya dapat pula dilakukan analisis yang digunakan untuk mengetahui pola dan struktur
pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi dengan Klassen Typologi. Hasil analisis ini dapat
melengkapi analisis LQ karena sektor-sektor ekonomi tersebut dengan matriks klasifikasi Klassen
dapat dikelompokkan menjadi empat karakteristik, yaitu:

Kontribusi terhadap PDRB


Kriteria
Yi > Y Yi < Y
Sektor maju dan Sektor berkembang
ri > r tumbuh cepat cepat
Laju
Pertumbuhan Sektor maju tapi Sektor relatif
ri < r tertekan tertinggal

dengan : ri = laju pertumbuhan PDRB sektor i


r = laju pertumbuhan PDRB total
yi = kontribusi PDRB sektor i terhadap total PDRB
yi = kontribusi PDRB rata-rata sektor terhadap total PDRB
KLASIFIKASI SEKTOR EKONOMI INDRAGIRI HULU
DENGAN KLASSEN TYPOLOGI, 2013-2014
Kontribusi terhadap PDRB
Kriteria Sektor Maju Sektor Tertinggal
(Yi > Ŷ) (Yi ≤ Ŷ)

Sektor Maju & Tumbuh Cepat Sektor Tertinggal tapi Tumbuh Cepat
Pertanian, Kehutanan, dan Pengadaan Listrik dan Gas
L Perikanan
Transportasi dan Pergudangan
a
Industri Pengolahan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
j Tumbuh Cepat
u Konstruksi Informasi dan Komunikasi
(ri > ř)
Real Estate
P Jasa Perusahaan
e r Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
t Jasa lainnya
u Sektor Maju tapi Tumbuh Lambat Sektor Tertinggal & Tumbuh Lambat
m
b
Pertambangan dan Penggalian Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
u Tumbuh Lambat
Jasa Keuangan dan Asuransi
ha (ri ≤ ř)
n Perdagangan Besar dan Eceran; Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Wajib
Jasa Pendidikan
ANALISIS SHIFT SHARE
Dalam beberapa penelitian, analisis ini digunakan untuk:
identifikasi sektor/wilayah yang lamban atau cepat pertumbuhannya
identifikasi komponen pertumbuhan wilayah
menduga dampak kebijakan wilayah pada ketenagakerjaan atau produksi

Inti analisis :
mengukur perubahan berbagai indikator suatu kegiatan (ekonomi atau lainnya) pada
dua titik waktu (tahun dasar dan tahun akhir analisis), misalnya produksi (PDB atau
PDRB) dan jumlah tenaga kerja
Data PDB atau PDRB yang digunakan pada 2 titik waktu harus didasarkan pada harga
konstan tahun yang sama (ADH konstan).

Q: mengapa tidak pakai PDB atau PDRB ADH berlaku???


Tahapan analisis Shift Share:

Menghitung besarnya pergeseran/perubahan secara agregat di wilayah yang


lebih luas, misalnya tingkat kabupaten/regional (national agregate shift share),
yaitu pertumbuhan PDRB tingkat regional/kabupaten (RASS). Hasil perhitungan ini
dapat menunjukkan ‘maju’ atau ‘lamban’-nya perubahan perekonomian di
tingkat kabupaten.
Menghitung besarnya pergeseran secara sektoral, tanpa memperhatikan lokasi
(proportional shift share), yaitu rasio PDRB per sektor tahun akhir dan tahun awal
minus rasio PDRB kabupaten tahun akhir dan tahun awal (PSS). Dari hasil
perhitungan ini akan didapatkan sektor-sektor yang relatif ‘maju’ atau ‘lamban’ di
tingkat kabupaten.
Menghitung komponen pertumbuhan pangsa lokal (differential shift share), yaitu
rasio PDRB tiap sektor di setiap kecamatan tahun akhir dan tahun awal minus rasio
PDRB per sektor tahun akhir dan tahun awal (DSS). Dari hasil perhitungan ini akan
diketahui sektor-sektor yang relatif ‘maju’ atau ‘lamban’ di setiap kecamatan atau
pun kecamatan-kecamatan yang relatif ‘maju’ atau ‘lamban’ dalam setiap sektor.
Analisis Shift Share

Kolom-1 Kolom-2 Kolom-3 ……. Kolom ke-j Total baris

Baris-1 X11 X12 X13 ……. X1j X1.

Baris-2 X21 X22 X23 ……. X2j X2.

…… …… …… …… …… …… ……

…… …… …… …… …… …… ……

Baris ke-i Xi1 Xi2 Xi3 ……. Xij Xi.

Tot X.1 X.2 X.3 ……. X.j X..


Kolom
Analisis Shift Share
X ..' X '. j X ..' X ij'X '. j
RASS = −1 PSS j = − DSS ij = −
X .. X . j X .. X ij X . j

Xij’ = PDRB kabupaten ke-i dan sektor ke-j tahun akhir analisis
Xij = PDRB kabupaten ke-i dan sektor ke-j tahun awal analisis
X.j’ = PDRB sektor ke-j tahun akhir analisis
X.j = PDRB sektor ke-j tahun awal analisis
X..’ = PDRB provinsi tahun akhir analisis
X.. = PDRB provinsi tahun awal analisis
i = indek kabupaten; i = 1, 2, 3, …, n
n = banyaknya kabupaten
j = indek sektor; j = 1, 2, 3, …, s
s = banyaknya sektor
Perhatikan !!
inti analisis ini adalah membandingkan laju pertumbuhan suatu wilayah/sektor dengan laju pertumbuhan di
wilayah yang lebih besar/total sektor.

Konvensi untuk interpertasi:


Jika RASS negatif: laju pertumbuhan wilayah yang lebih luas(kabupaten) negatif (lamban), dan sebaliknya
Jika PSSj negatif berarti pertumbuhan sektor ke j lamban, artinya laju pertumbuhan sektor ini lebih rendah
daripada laju pertumbuhan total/wilayah, dan sebaliknya
DSSij negatif, berarti laju pertumbuhan sektor ke-j di wilayah (kecamatan) ke-i lebih rendah (lamban)
daripada laju pertumbuhan sektor ke-j di seluruh wilayah (kabupaten).

Jika ingin mengetahui sektor maju, bagian/rumus mana yang digunakan???


Analisis Shift Share
Untuk mengetahui wilayah lamban/maju, digunakan nilai
Pergeseran Bersih wilayah ke-i (PBi.). Jika PBi. positif, berarti
wilayah tersebut ‘maju’ dan sebaliknya.

PBi. = PSSi. + DSSi.

s s
X '. j X ..'
PSS i . = ∑ PSS ij PSS ij = − DSS i. = ∑ DSS ij
j =1 X . j X .. j =1
INDEKS PERTUMBUHAN SEIMBANG
Model ini digunakan untuk menganalisis masalah perbedaan pertumbuhan antar sektor terhadap pertumbuhan
ekonomi rata-rata suatu daerah dalam periode tertentu. Sehingga, pada tahap selanjutnya akan diperoleh
gambaran keseimbangan pertumbuhan pada sutau daerah. Data yang dipergunakan adalah Produk Domestik
Daerahal Bruto secara sektoral (Primer, Industri, Utilitas dan Jasa)
Indeks yang semakin rendah (mendekati nol) menunjukkan makin berimbang pertumbuhan antar sektor dan akan
menghasilkan rata-rata pertumbuhan ekonomi daerah yang semakin tinggi dan demikian pula sebaliknya.

( )
k
1 1

j−s 2
BG 1− n = w i j,1− s g i j,1−−sn − G 1j−−ns
G 1j−−ns k i =1

Indeks Pertumbuhan yang seimbang untuk daerah Kabupaten Indragiri Hulu selama periode n tahun

Laju pertumbuhan PDRB rata-rata tahun ke-1 hingga tahun ke-n di Kabupaten Indragiri Hulu

Banyaknya sektor ekonomi di Kabupaten Indragiri Hulu

Kontrbusi sektor I terhadap PDRB pada tahun ke -1 di Kabupaten Indragiri Hulu

Laju pertumbuhan rata-rata sektor i di Kabupaten Indragiri Hulu


INDEKS REDITRIBUSI
Indeks redistribusi positif menunjukkan suatu pergeseran distribusi lokasi sektor i ke dalam
daerah, sedangkan indeks redistribusi negatif menunjukkan suatu pergeseran distribusi lokasi
industri ke luar daerah

[( ) ( )] [(
RI = EiR,t =n EtR=n − EiR,t =0 EtR=0 − EiN,t =n EtN=n − EiN,t =0 EtN=0 ) ( )]
RI : Redistribution Index
t=0 : tahun awal
t=n : tahun akhir
Indeks redistribusi yang dihasilkan bernilai 0 ≤ RI ≤ 1 dimana:

Bila RI = 0 : Berarti tidak ada pergeseran di dalam distribusi lokasi sektor i.


Bila RI = 1 : Berarti terjadi pergeseran mutlak di dalam distribusi lokasi sektor i.

Indeks ini menyatakan besarnya pergeseran (redistribusi) di dalam distribusi lokal suatu tahun
dibandingkan tahun berikutnya. Suatu perbedaan positif menunjukkan suatu pergeseran industri tersebut
kedalam wilayah. Suatu perbedaan negatif menunjukkan suatu pergeseran keluar daerah. Dalam
menghitung angka pergeseran ini kita mengabaikan berbagai perubahan dalam beberapa perubah.
KOEFISIEN VARIASI
2
 n 
X ση n  ∑ xi 
KV js = ∑ xi −  i =1 
2

Fak Ek
i =1  N 
X ση =




N

Koefisien Variasi yang mendekati nol menunjukkan indikasi semakin meratanya pembangunan suatu
region berdasarkan aspek yang diamati dan demikian sebaliknya
INDEKS KONSENTRASI
Coefficient Of Concentration Index (CCI) terdiri dari dua model yaitu

Fak Ek
Indeks Konsentrasi Pasar dan Indeks Konsentrasi Komoditas. Indeks Konsentrasi
Pasar dimaksudkan untuk memfokuskan perhatian ekspor komoditas tertentu ke
beberapa negara tujuan. Sedangkan Indeks Konsentrasi Komoditas dimaksudkan
untuk mengkonsentrasikan pada satu atau beberapa jenis komoditas ekspor saja.

2
 Xij  n
C jx = 100 ∑  
i =1  Xj 
Cjx = Indeks konsentrasi komoditas ekspor produk agroindustri
Xij = Nilai ekspor produk agroindustri ke negara i pada tahun j
Xj = Nilai total ekspor produk agroindustri

Indeks yang dihasilkan berkisar antara 0% - 100%. Nilai indeks semakin mendekati
100% dari suatu produk agroindustri berarti produk agroindustri tersebut memiliki
tingkat konsentrasi ekspor yang tinggi dibandingkan produk agroindustri lainnya.
ANALISIS INPUT-OUTPUT
Konsep Tabel Input-output

Merupakan suatu kelompok akuntansi, biasanya dalam bentuk moneter, mengenai suatu
perekonomian

Perhatian eksplisit adalah saling hubungan antar berbagai sektor perekonomian, memusat
terutama pada hubungan-hubungan antar industri.

Tabel input-output biasanya merupakan matrik "n x n" dimensi yang dibagi menjadi
beberapa bagian dan tiap bagian mendiskripsikan suatu hubungan tertentu.

Keseluruhan sistem adalah suatu seri yang mengkorelasikan baris (output) dan kolom
(input).

Biasanya sektor terbesar & menggambarkan hubungan-hubungan antar industri karena


penjualan dari suatu industri merupakan input bagi proses produksi dalam industri-industri
lain yang bersangkutan
Input – Output Approach
Arus Input-Output pada satu daerah (Milyar Rp)
Input untuk : Permintaan Akhir
Total
Uraian Pertanian Industri Jasa Rumah Peme- Inves- Output
Ekspor
Nominal Persen Nominal Persen Nominal Persen tangga rintah tasi

Output dari:
- Pertanian 20 0,200 40 0,200 0 0,000 20 0 20 0 100
- Industri 20 0,200 20 0,100 10 0,100 75 10 55 10 200
- Jasa 0 0,000 40 0,200 10 0,100 25 20 5 0 100

Pembayaran untuk:
- Jasa Rumahtangga 40 0,400 45 0,225 70 0,700 5 0 0 0 160
- Jasa Pemerintah 10 0,100 15 0,075 5 0,050 0 0 0 0 30
- Impor barang 10 0,100 40 0,200 5 0,050 0 0 0 5 60

Total Input 100 1,000 200 1,000 100 1,000 125 30 80 15 650

Perhitungan Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto):


Konsumsi Rumahtangga = 125
Belanja Pemerintah = 30
Ekspor daerah = 80
Investasi daerah = 15
Pembayaran jasa Pemerintah (pajak,dll) = - 30
Impor barang = - 60
PDB daerah = 160
Apabila terjadi kenaikan permintaan akhir untuk hasil Pertanian senilai Rp 10 M, maka
sektor pertanian memerlukan (lihat kolom-1 pada tabel-1):

0,2 x Rp 10 M = 2 M tambahan output Pertanian


0,2 x Rp 10 M = 2 M tambahan ouput Industri
0,0 x Rp 10 M = 0 M tambahan Jasa
0,1 x Rp 10 M = 1 M tambahan jasa pemerintah
0,1 x Rp 10 M = 1 M tambahan impor barang

Permintaan naik 10 M Tahap-0


Pertanian = 10

Tahap-1 :
Pertanian = 2
Pertanian Industri Jasa Industri = 2
0,2 x 10 = 2 0,2 x 10 = 2 0,0 x 10 = 0

Tahap-2 :
Pertanian = 0,8
Pertanian Pertanian Industri = 0,6
Industri Jasa Industri Jasa Jasa = 0,4
0,2 x 2 = 0,4 0,2 x 2 = 0,4
0,2 x 2 = 0,4 0,0 x 2 = 0 0,1 x 2 = 0,2 0,2 x 2 = 0,4
Tahap-3 :
Pertanian = 0,28
P I J P I J
0,08 0,08 0,00 0,08 0,08 0,00 P I J Industri = 0,26
0,00 0,04 0,04 Jasa = 0,16
P I J P I J
0,08 0,04 0,08 0,04 0,02 0,04
Angka kumulatif pertambahan tersebut: 1. Pertanian = 10 + 2 + 0,8 + 0,28 + ......... = 13,26 M
2. Industri = 2 + 0,6 + 0,26 + ......... = 3,02 M
3. Jasa = 0,4 + 0,16 + ......... = 0,67 M

Efek setelah kenaikan permintaan pertanian sebesar Rp 10 M (Milyar Rp)


Input untuk Permintaan Akhir Total
Uraian Output
Pertanian Industri Jasa RT Pem. Ekspor Investasi
Output dari:
- Pertanian 2,6520 0,6040 0,0000 0 0 10 0 13,26
- Industri 2,6520 0,3020 0,0670 0 0 0 0 3,02
- Jasa 0,0000 0,6040 0,0670 0 0 0 0 0,67

Pembayaran untuk:
- Jasa Rumahtangga 5,3040 0,6795 0,4690 0 0 0 0 6,45
- Jasa Pemerintah 1.3260 0,2265 0,0335 0 0 0 0 1,59
- Impor barang 1.3260 0,6040 0,0335 0 0 0 0 1,96

Total Input 13,2600 3.0200 0,6700 0 0 0 0 26,95

Jadi setiap kenaikan Rp 1 M permintaan hasil Pertanian akan meningkatkan total output sebesar Rp 1,645 M dari:
Pertanian = 1,326 M
Industri = 0,302 M
Jasa = 0,067 M
Input-Output inter-regional untuk dua daerah A dan B (Milyar Rupiah)
Input untuk Permintaan Total
Uraian Daerah A Daerah B Akhir Output

Pertanian Industri Jasa Pertanian Industri Jasa A B


Output dari A:
- Pertanian - - 10 - 50 10 30 100
- Industri - - - -
- Jasa 20 - - - 30 50
Output dari B:
- Pertanian - - - -
- Industri 20 - 20 - 60 20 80 200
- Jasa 20 - - - 50 30 100
Pembayaran untuk:
- Rumahtangga A 40 - 20 - 20 80
- Rumahtangga B - - - - 80 110
Total Input 100 - 50 - 200 100 80 110 640
Koefisien Input-Output inter-regional untuk dua daerah A dan B (Milyar Rupiah)
Input untuk
Permintaan Akhir
Uraian Daerah A Daerah B
Pertanian Industri Jasa Pertanian Industri Jasa A B
Output dari A:
- Pertanian - - 0,20 - 0,25 0,10 0,375 -
- Industri - - - - - - - -
- Jasa 0,20 - - - - - 0,375 -
Output dari B:
- Pertanian - - - - - - - -
- Industri 0,20 - 0,40 - - 0,60 0,250 0,73
- Jasa 0,20 - - - 0,25 - - 0,27
Pembayaran untuk:
- Rumahtangga A 0,40 - 0,40 - 0,10 - - -
- Rumahtangga B - - - - 0,40 - - -
Total Input 1,00 - 1,00 - 1,00 1,00 1,00 1,00

Misalkan: Permintaan akhir daerah B untuk output Industri dan Jasa menjadi dua kali lipat (100%) berarti
bertambah dengan 80 M untuk Industri dan 30 M untuk Jasa maka dengan menggunakan koefisien I-O
tersebut dapat dihitung dengan kira-kira tujuh tahap perhitungan (dengan komputer) akan diperoleh
hasil akhir nilai output : - di daerah B meningkat dari Rp 300 M menjadi Rp 500 M (± 67%)
- di daerah A meningkat dari Rp 150 M menjadi Rp 200 M (± 33%)
TERIMA
KASIH
BANYAK- BANYAK

Anda mungkin juga menyukai