Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH ETIKA HEWAN DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

KASUS PELANGGARAN ANIMAL WELFARE PADA


ANJING

OLEH
KELOMPOK 9
Elvia Nanda Yulfia Rahma 062113143117
Dilian Ramdana Ismukada 062113143118
Ferian Firnanda 062113143119
Panjaitan, Ribka Kartika Natalia 062113143120
Neisry Arysta 062113143121
Arifa Hasna 062113143122
Dinda Distika Fajriyah 062113143123
Siti Iqmallisa Nurrill Asrar 062113143124
Ahmad Nasir Fachrudin 062113143125
Nabilah Rahmawati 062113143126
Aasha Ratnam 062113143127
Jananni A/p Kirubananthan 062113143128
Fang Kah Weng 062113143129
Darvin A/l Tamil Selvan 062113143130
Trifena Pristi Anindyta 062113143131
Alya Aina Rahadian 062113143132
Amadea Inas Zahirah 062113143133

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1..............................................................................................................
Latar Belakang ....................................................................................1
1.2..............................................................................................................
Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3..............................................................................................................
Tujuan .................................................................................................3
1.4..............................................................................................................M
anfaat ..................................................................................................3

BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................................................4
2.1..............................................................................................................
Sejarah Animal Walfare......................................................................4
2.2..............................................................................................................
Pengertian Animal Walfare.................................................................5
2.3..............................................................................................................
Kasus Kekerasan pada Anjing ............................................................8
2.3.1. Anjing Canon..........................................................................8
2.3.2. Hilangnya Anjing-Anjing Liar Menjelang World Superbike. 11
2.3.3. Perdagangan Daging Anjing...................................................14
2.4..............................................................................................................At
uran Perundangan Mengenai Kekerasan/Perdagangan yang
berkaitan dengan Kesejahteraan Hewan Anjing..................................19
2.5..............................................................................................................Pe
nanganan dan Pencegahan...................................................................21

BAB 3 Kesimpulan dan Saran...............................................................................26


3.1..............................................................................................................Ke
simpulan..............................................................................................26
3.2..............................................................................................................Sa
ran........................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................27

i
i
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Kesejahteraan hewan (Animal Welfare) adalah suatu bentuk hak asasi hewan

akan terpenuhinya kebutuhan fisik, psikologi hewan dan kondisi lingkungan yang

sesuai bagi hewan tersebut. Sasaran Animal Welfare adalah semua hewan yang

berinteraksi dengan manusia dimana intervensi manusia sangat mempengaruhi

kelangsungan hidup hewan, bukan yang hidup di alam. Animal Welfare memiliki

3 aspek penting yaitu : Welfare science mengukur efek pada hewan dalam situasi

dan lingkungan berbeda, dari sudut pandang hewan. Welfare ethics mengenai

bagaimana manusia sebaiknya memperlakukan hewan. Welfare law mengenai

bagaimana manusia harus memperlakukan hewan (Broom, 1993). Salah satu

konsep mengenai animal welfare yang banyak dipakai oleh para penyayang

binatang adalah konsep dari World Society for Protection of Animals (WSPA).

Menurut WSPA, Companion Animals, adalah hewan kesayangan yang dipelihara

seperti : anjing, kucing, hewan eksotik lain.

Anjing merupakan hewan kesayangan yang memiliki hubungan paling dekat

dengan manusia. Kedekatan hubungan ini disebabkan salah satunya oleh tingkat

kecerdasannya yang rata-rata lebih tinggi dibandingkan hewan lain, sehingga

dapat dilatih. Anjing juga dikenal setia dan memiliki kepatuhan yang luar biasa

(Prajanto dan Agus, 2004).

Pada kenyataanya hingga kini masih banyak ditemui di berbagai daerah,

daging anjing menjadi salah satu bahan konsumsi. Menurut data riset Animal

Friends Jogja (AFJ), setiap minggunya di Yogyakarta diperkirakan sekitar 360

ekor anjing dibunuh untuk di konsumsi. Jika diakumulasikan dengan tiga daerah

besar lainnya, seperti Jakarta, Manado, dan Sumatera sekitar 4680 ekor anjing per

1
2

minggu telah dibunuh untuk dikonsumsi (Juju, 2014). Resiko mengkonsumsi

daging anjing dapat menyebarkan rabies dari hewan pada manusia; antibiotik dan

vaksin yang berlebih pada anjing dapat menyebabkan sistem kekebalan manusia

berubah menjadi penuh dengan antibiotik dan menjadi kebal; serta infeksi

penyakit seperti anthrax, brucellosis, hepatitis dan leptospirosis dapat ditularkan

melalui daging anjing yang dikonsumsi manusia (Purnamasari, 2017). Padahal

Pemerintah pun juga sudah mengeluarkan undang-undang yang menjelaskan

bahwa daging anjing tidak termasuk kedalam pangan di Undang-Undang Nomer

18 Tahun 2009 jo Undang-undang nomer 41 Tahun 2014 tentang peternakan dan

kesehatan hewan pasal 67 (Pratiwi, 2019).

Selain perdagangan daging anjing, juga terdapat kasus lain yang melanggar

kesejahteraan hewan pada anjing seperti peracunan anjing liar masal, dan

kesalahan penangan yang berujung pada perilaku penyiksaan anjing.

1.2. Rumusan Masalah

1.Bagaimana pentingnya kesejahteraan hewan pada anjing di Indonesia?

2. Bagaimana kasus-kasus yang melanggar kesejahteraan hewan pada

anjing di Indonesia?

3. Bagaimana aturan dan perundangan mengenai kesejahteraan hewan

pada anjing di Indonesia?

4. Bagaimana pencegahan dan penanganan terhadap kasus kesejahteraan

hewan pada anjing di Indonesia?


3

1.3. Tujuan

1. Mengetahui pentingnya kesejahteraan hewan pada anjing di Indonesia

2. Mengetahui kasus-kasus yang melanggar kesejahteraan hewan pada

anjing di Indonesia.

3. Mengetahui aturan dan perundangan mengenai kesejahteraan hewan

pada anjing di Indonesia

4. Mengetahui pencegahan dan penanganan terhadap kasus kesejahteraan

hewan pada anjing di Indonesia

1.4 Manfaat

Memberikan informasi kepada pembaca mengenai pemahaman terhadap

kesadaran dan kepedulian tentang kesejahteraan hidup hewan khususnya pada

anjing. Serta lebih memahami permasalahan hukum mengenai perlindungan

kesejahteraan hewan, terutama mengenai hewan kesayangan anjing, serta

peraturan perundang-undangan.
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Animal Walfare

Konsep Animal Welfare (kesejahteraan hewan / Kesrawan) merupakan

suatu gagasan yang dimulai sejak abad 15 yang muncul sebagai bentuk kedekatan

hewan dengan manusia. Inggris memiliki sejarah yang mencatat paling lama

mengenai perlindungan hewan (animal protection) semenjak tahun 1500-an, tidak

berbeda jauh dengan perkembangan di Benua Eropa dan Amerika Utara. Jeremy

Bentham adalah pelopor diabad 18-an, yang mempertanyakan tentang hewan

“apakah mereka bisa menderita?”, yang merupakan konsep dasar dari

perkembangan kesejahteraan hewan. Pada tahun 1824, berdiri organisasi asal

Inggris yang bernama Society for the Prevention of Cruelty to Animals (SPCA),

yang melindungi dan mencegah kekerasan pada kuda sebagai transportasi

(Compassion in World Farming, 2012).

Tahun 1967, Peter Robert seorang petani asal Inggris mendirikan

Compassion in World Farming untuk memprotes dan melawan kekerasan pada

hewan ternak (European Communities, 2007). Compassion in World Farming

berkembang menjadi organisasi yang kantornya tersebar sampai ke Irlandia,

Perancis, Belanda, dan perwakilan di 7 negara lainnya termasuk di Afrika Selatan

dan Oseania (Compassion in World Farming, 2012). Richard Ryder menulis

bahwa Undang-Undang yang pertama kali dikenal melawan kekejaman terhadap

hewan di dunia disahkan di Irlandia pada tahun 1635. Kemudian pada tahun 1641

kode hukum pertama untuk melindungi hewan peliharaan disahkan di Amerika

Utara. Tahun 2002, Jerman menjadi negara Eropa pertama yang mempunyai

undang-undang tentang perlindungan hewan yang berbunyi “Negara bertanggung

4
5

jawab terhadap perlindungan dasar alam dalam kehidupan hewan untuk generasi

yang akan datang”.

2.2. Pengertian Animal Walfare

Kesejahteraan hewan pada era globalisasi menjadi isu yang mulai

diperhatikan karena banyak aspek dalam kehidupan manusia yang berhubungan

dengan hewan. Hewan sebagai makhluk hidup yang telah berperan banyak pada

kehidupan manusia seperti penyedia bahan pangan, bahan industri, hewan pekerja

atau hewan pemeliharaan memerlukan perhatian khusus untuk menjamin kualitas

hidupnya (Kartika dkk., 2020). Menurut UU No.18 tahun 2009, kesejahteraan

hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental

hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan

ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak

terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia. Kesejahteraan Binatang mengukur

baik kesenangan maupun kesehatan binatang. Ada beberapa ukuran berbeda untuk

mengevaluasi kwualitas hidupnya. Yang pertama, ada yang menganalisa perasaan

binatang saja. Yang kedua, ada yang memeriksa jika binatang sehat dan jika

binatang mempunyai perilaku menyimpang atau tidak. Yang ketiga, ada yang

mengevaluasi jika binatang dibiarkan hidup di lingkungan aslinya agar dapat

hidup sealami mungkin, jadi perilaku alamiah sebanyak mungkin dapat

ditunjukkan.

Pada tahun 2004 OIE (Organisasi kesehatan hewan internasional) secara

resmi memperkenalkan standar-standar animal welfare kepada negara anggota

OIE. Standar tersebut dikenal dengan Five (5) Freedom yang menggambarkan
5

harapan masyarakat akan kondisi yang harus dialami hewan ketika berada di

bawah kendali manusia, yaitu


6

a. Freedom from hunger and thirst (bebas dari rasa lapar dan haus)

Bebas dari rasa lapar dan haus dapat dilakukan dengan pemberian

pakan minum yang ad libitum dan kemudahan hewan dalam

mengakses pakan dan minum kapanpun mereka kehendaki. Selain itu

jenis pakan yang diberikan haruslah sesuai dengan pakan alami

dengan kandungan nutrisi yang seimbang.

b. Freedom from discomfort (bebas dari rasa tidak nyaman)

Bebas dari rasa tidak nyaman dapat dilakukan dengan

memperhatikan kebutuhan hewan terhadap tempat tinggal yang

sesuai atau pemberian naungan atau sarang yang sesuai. Selain itu

faktor lingkungan yang harus diperhatikan meliputi temperatur,

kelembaban, ventilasi dan pencahayaan yang harus sesuai dengan

kondisi alamiah hewan yang bersangkutan. Pada jenis-jenis hewan

yang hidupnya berkelompok, misal primata, maka peneliti harus

memperhatikan sosialisasi dan status hirarki di dalam suatu

kelompok.

c. Freedom from pain, injury and diseases (bebas dari rasa sakit, luka dan

penyakit)

Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit dapat dilakukan dengan

melakukan tindakan pencegahan, dan jika telah terkena maka harus

mendapatkan diagnosa dan terapi yang tepat.

d. Freedom from fear and distress (bebas dari rasa takut dan stres)
7

Terbebas dari stres akibat panas atau ketidaknyamanan fisik, hewan harus

memiliki tempat istirahat yang nyaman serta terlindung dari cuaca yang

panas maupun dingin

e. Freedom to express natural behavior (bebas untuk mengekspresikan

tingkah-laku alamiah)

Bebas mengekspresikan tingkah-laku alamiah  dapat diupayakan

melalui penyediaan luasan kandang yang cukup, kualitas kandang

yang baik, dan teman dari hewan yang sejenis dengan

memperhatikan sosialisasi, tingkah-laku spesifik (misal cara

mengambil makan), serta program pengayaan. Program pengayaan

ialah memberikan bentuk-bentuk mainan, bahan atau alat yang dapat

digunakan oleh hewan didalam mengekspresikan tingkah-lakunya,

misal tempat berayun buat primata, serutan kayu buat rodensia, dan

lain sebagainya

Kesejahteraan hewan tidak hanya bermanfaat bagi kehidupan hewan,

tetapi juga bermanfaat bagi manusia. Beberapa manfaat kesejahteraan hewan bagi

manusia / masyarakat diantaranya:

1. Meningkatkan rasa kasih sayang pada manusia yang dapat

meminimalkan perlakuan kejam terhadap hewan.

2. Meningkatkan keselamatan kerja dan memudahkan kerja bagi pekerja

yang melibatkan hewan, karena perlakuan terhadap hewan dengan rasa

sayang membuat hewan, terutama hewan potong menjadi tenang dan

tidak beringas.
7

3. Mendapatkan hasil ternak yang berkualitas.  Ternak yang stress dan

penderitaan /kesakitan sebelum dipotong apalagi mati sebelum

dipotong
8

4. akan menghasilkan daging yang tidak berkualitas baik, sebaliknya

ternak yang tidak stress dan tidak menderita/kesakitan akan

menghasilkan daging yang berkualitas baik yaitu a). daging tidak rusak

(tidak memar atau luka), b). daging yang aman, sehat, utuh dan halal

(ASUH), c). daging yang   lembut / tidak liat, warna cerah segar dan

lembab.

5. Meningkatkatkan harga jual hasil utama peternakan (daging, telur dan

susu) dan juga harga jual hasil ikutan seperti kulit dan lainnya.

2.3. Kasus Kekerasan pada Anjing

2.3.1. Anjing Canon

Canon merupakan anjing peliharaan milik salah seorang pemilik resort di

Pulau Banyak, Nanggroe Aceh Darussalam yang mati terbunuh pasca

diadakannya penertiban wilayah oleh anggot Satuan Polisi Pamong Praja

setempat. Pemilik anjing menduga kematian Canon diakibatkan lantaran

kehabisan napas saat dievakuasi dari Pulau Banyak menuju Kabupaten Aceh

Singkil namun, Satpol PP beranggapan berbeda. Mereka berdalih bahwa telah

menaati SOP dalam menertibkan anjing-anjing yang berada di Pulau Banyak. Hal

ini pun kemudian menimbulkan respons yang beragam dari masyarakat dan

aktivis penyayang hewan.

Video penangkapan anjing Canon yang beredar di internet sendiri

meperlihatkan bahwa petugas Satpol PP tidak memiliki bekal yang cukup

bagaimana cara menangani hewan sehingga menggunakan kekerasan dalam

menangkap anjing canon, sehingga anjing Canon terlihat panik dan gelisah.

Aliansi pecinta hewan “Animal Lovers Bersatu” dan berbagai pihak mencekam
9

perbuatan kekerasan terhadap anjing canon. Devina Veronica dari perwakilan

Animal Lovers Bersatu menyatakan bahwa kasus anjing Canon merupakan uncak

gunung es dari begitu banyaknya kasus ketidakadilan serta eksploitasi sepeti

kekerasan, penganiayaan, penelantaran dan penyiksaan terhadap hewan yang

terjadi di Indonesia. 

Kasus kekerasan ini diawali dari Surat Edaran Gubernur Nomor

556/226/2019 mengenai larangan memelihara anjing dan babi di seluruh destinasi

wisata demi tercapainya wisata “Halal” di Aceh. Surat edaran ini kemudian

diturunkan ke tingkat kecamatan dan desa, menurut Kepala Dinas Pariwisata dan

Ekonomi Kreatif Disparpora Aceh Singkil, Camat setempat sudah menyurati para

pemilik resort sejak 2019. Surat dilayangkan tidak hanya kepada pemilik resort

tempat Canon berada melainkan juga kepada pemilik resort lainnya. Disisi lain

pengurus resort menyatakan bahwa dia telah berbicara dengan petugas yang

datang bahwa mereka akan membawa anjing itu sendiri ke daratan. Namun,

petugas tetap berupaya membawa anjing itu. Karena Canon terus berontak akibat

ketidakmampuan petugas dalam menangkap anjing canon dengan baik, pengurus

resort diminta untuk memasukkan Canon ke kotak tapa sepengatuhuan pemilik

anjing sehingga anjing canon diduga kehabisan nafas saat dibawa oleh petugas.

Kasus ini menurut “Animal Lovers Bersatu” dapat dikenakan pelaporan

UU no 41 tahun 2014, pasal 91 A dan 91 B, dan 302 KUHP yang menjelaskan

bahwa masyarakat Indonesia dilarang untuk menyiksa hewan, dan kasus

penyiksaan hewan bukanlah delik aduan melainkan delik biasa. Jika terbukti

bersalah, pelaku bisa dikenakan pasal 302 KUHP tentang penganiayaan hewan

dengan ancaman hukuman 9 bulan penjara. Selain dugaan penganiayaan, cara


9

penanganan pemindahannya pun tidak memadai dan mengabaikan kesejahteraan

hewan. Doni
10

Hendaru menambahkan bahwa apabila ingin menertibkan hewan anjing di tempat

wisata seharusnya tidak menurunkan Satpol PP melainkan Dinas Pariwisata dan

Ekonomi Kreatif harus berkolaborasi dengan Dinas Peternakan dan Perikanan

yang berisikan Dokter Hewan yang lebih mampu dalam menagani hewan. Abdul

Fickar Hadjar seorang Pakar Hukum Pidana menambahkan dalam wawancara

bahwa meskipun anjing diharamkan dalam Hukum Islam namun Agama sendiri

tidak pernah mengajarkan untuk memusnahkannya sehingga tetap menghormati

hak hidup setiap makhluk, prosedur yang dilakukan Satpol PP merupakan

misprosedur yang seharusnya melibatkan Dinas Peternakan dan organisasi-

organisasi perlindungan hewan yang terkait.

Petugas Polres Aceh Singkil belum lama ini menggali kuburan anjing

tersebut untuk dilakukan autopsi. Bangkai anjing Canon sebelumnya dikubur di

depan kantor Satpol PP Aceh Singkil tanpa sepengatahuan pemilik anjing. Kasat

Reskrim Polres Aceh Singkil Iptu Abdul Halim menuturkan, dalam proses autopsi

mereka menggandeng dokter hewan dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

dan DLHK Aceh Singkil. Sementara hasil autopsi bakal diketahui dalam waktu

satu bulan ke depan. Lebih lanjut, Abdul Halim mengatakan dalam hal ini

pihaknya juga telah memeriksa 12 orang saksi terkait kematian anjing Canon.

Anjing Canon Mati Stres, Bukan Disiksa karena tergantung dengan Kepala

Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Aceh Singkil, Ahmad Yani membantah

pihaknya menyiksa Canon, seekor anjing yang diamankan dari sebuah lokasi

wisata di Pulau Banyak.”Tidak ada penyiksaan. Anjing itu diduga mati karena

stres seusai diamankan anggota saat akan dibawa ke daratan," kata Ahmad Yani.Ia

mengatakan, saat anjing tersebut ditangkap oleh petugas Satpol PP, pihaknya telah
11

menerima surat dari camat terkait pemberlakuan wisata halal di kawasan Pulau

Banyak, Aceh Singkil. Sebelum penangkapan pun, kata dia, pihaknya melakukan

koordinasi dengan pimpinan kecamata di Pulau Banyak.Ahmad Yani mengatakan,

pemilik anjing diduga sempat berusaha mempersulit petugas dengan cara

mengulur waktu agar anjing tersebut tidak ditangkap atau dievakuasi petugas.

Setelah dilakukan koordinasi dengan pemilik resort, petugas kemudian berusaha

menangkap anjing itu menggunakan peralatan yang aman dan ramah hewan.

Lantaran kondisi anjing yang galak, anjing tersebut berusaha memberikan

perlawanan ketika akan ditangkap petugas. Kemudian anjing tersebut dibujuk oleh

pemilik dan kemudian anjing bernama Canon tersebut dimasukkan ke dalam

keranjang, guna selanjutnya dibawa ke daratan di Singkil, ibu kota Aceh Singkil.

Ahmad Yani menduga anjing yang mati tersebut diduga stres dan anjing tersebut

sudah dikuburkan setelah dirinya berkoordinasi dengan Sekretaris Daerah

Kabupaten Aceh Singkil. Sebelum dikubur, ia mengaku tidak melihat adanya

tanda-tanda kekerasan pada bagian tubuh anjing yang mati tersebut.

2.3.2. Hilangnya Anjing-Anjing Liar Menjelang World SuperBike

Sejumlah warga yang masih menetap di lokasi Desa Ebunut di sekitaran

sirkuit Mandalika mengeluhkan kehilangan anjing mereka dan secara mendadak

ditemukan mati. Warga menduga anjing-anjing mereka diracun, dikarenakan

malam sebelumnya ada beberapa petugas yang meminta menangkap anjing

dengan cara diracun agar tidak mengganggu acara di sirkuit. Para petugas

menawar warga untuk menangkap atau membunuh dengan menawarkan sejumlah

uang Rp. 100.000,- kepada warga.


12

Tersebarnya artikel yang diambil melalui website resmi Dinas Peternakan dan

Kesehatan Hewan Provinsi Nusa Tenggara Barat juga menuai pro dan kontra.

Para aktivis hewan menilai isu ini sangat melanggar Kesejahteraan hewan dan

tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 95 Tahun 2012 tentang Masyarakat

Veteriner dan Kesejahteraan Hewan.

Pada peraturan pemerintah No. 95 Tahun 2012 pasal 83 ayat 1-3 yang berbunyi:

(1) Kesejahteraan Hewan diterapkan terhadap setiap jenis Hewan yang

kelangsungan hidupnya tergantung pada manusia yang meliputi Hewan

bertulang belakang dan Hewan yang tidak bertulang belakang yang dapat

merasa sakit.

(2) Kesejahteraan Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan cara menerapkan prinsip kebebasan Hewan yang meliputi bebas:

a. dari rasa lapar dan haus;

b. dari rasa sakit, cidera, dan penyakit;

c. dari ketidaknyamanan, penganiayaan, dan penyalahgunaan;

d. dari rasa takut dan tertekan; dan

e. untuk mengekspresikan perilaku alaminya.

(3) Prinsip kebebasan Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterapkan

pada kegiatan:

a. penangkapan dan penanganan;

b. penempatan dan pengandangan;

c. pemeliharaan dan perawatan;

d. pengangkutan;

e. penggunaan dan pemanfaatan;


13

f. perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap Hewan;

g. pemotongan dan pembunuhan; dan

h. praktik kedokteran perbandingan.

Pasal 86

Penerapan prinsip kebebasan Hewan pada penangkapan dan penanganan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (3) huruf a paling sedikit harus

dilakukan dengan:

a. cara yang tidak menyakiti, tidak melukai, dan/atau tidak mengakibatkan stres;

dan

b. menggunakan sarana dan peralatan yang tidak menyakiti, tidak melukai,

dan/atau tidak mengakibatkan stres.

c. memisahkan antara Hewan yang bersifat superior dari yang bersifat inferior;

d. menggunakan kandang yang bersih dan memungkinkan Hewan leluasa

bergerak, dapat melindungi Hewan dari predator dan Hewan pengganggu, serta

melindungi dari panas matahari dan hujan; dan

e. memberikan pakan dan minum yang sesuai dengan kebutuhan fisiologis Hewan

Bagian Kelima Pengangkutan

Pasal 89

(1) Penerapan prinsip kebebasan Hewan pada pengangkutan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 83 ayat (3) huruf d paling sedikit harus dilakukan dengan:

a. cara yang tidak menyakiti, melukai, dan/atau

mengakibatkan stres;

b. menggunakan alat angkut yang layak, bersih, sesuai

dengan kapasitas alat angkut, tidak menyakiti, tida


14

melukai, dan/atau tidak mengakibatkan stres; dan

c. memberikan pakan dan minum yang sesuai dengan

kebutuhan fisiologis Hewan.

(2) Dalam hal pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan

kandang, kandang harus memungkinkan Hewan dapat bergerak leluasa, bebas dari

predator dan Hewan pengganggu, serta terlindung dari panas matahari dan hujan.

(3) Pengangkutan Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

dilakukan di bawah penyeliaan dan/atau setelah mendapat rekomendasi dari

Dokter Hewan Berwenang.

Pasal 99

(1) Setiap orang dilarang:

a. melakukan kegiatan yang mengakibatkan penderitaan

yang tidak perlu terjadi bagi Hewan;

b. memutilasi tubuh Hewan;

c. memberi bahan yang mengakibatkan keracunan,

cacat, cidera, dan/atau kematian pada Hewan; dan

d. mengadu Hewan yang mengakibatkan Hewan mengalami ketakutan, kesakitan,

cacat permanen,

dan/atau kematian.

(2) Untuk membuktikan terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan uji forensik oleh Dokter Hewan.

2.3.3. Perdagangan Daging Anjing

Kedekatan pola perilaku anjing dengan manusia menjadikan hewan ini

dapat dilatih, bersosialisasi layaknya manusia, serta menjadi keluarga. Kesetiaan


15

anjing sendiri memiliki pola yang mirip terhadap manusia yang memiliki konsep

tentang cinta dan persahabatan. Namun kebiasaan manusia telah mulai berubah,

makhluk lucu dan pintar tersebut seringkali dijadikan bahan makanan oleh

manusia sebagai asupan protein. Dibeberapa Negara khususnya asia, daging

anjing adalah salah satu menu favorit bagi masyarakat. Di lain hal, terdapat hal

mengerikan dibalik lezatnya daging anjing yang banyak dikonsumsi dikhalayak

umum, yaitu metode penyembelihan yang cenderung brutal dan tidak manusiawi

serta prosesnya yang tidak sesuai dengan standarisasi pemotongan hewan yang

dilakukan oleh pemerintah. Kebrutalan para penjagal inilah yang membuat para

aktivis serta beberapa pecinta anjing menyoroti masalah tersebut dan menolak

akan adanya penjualan daging anjing dimasyarakat. Hal ini juga berhubungan

dengan dalam Undang-Undang Dasar No.18 Tahun 2009 tengang Kesejahteraan

Hewan.

Di Indonesia, sebesar 7 Persen dari keseluruhan populasi masyarakat

Indonesia mengonsumsi daging anjing. Hal tersebut berdampak pada

meningkatnya persebaran penyakit rabies di Indonesia yang mengancam

kesehatan dan nyawa penduduk Indonesia. Selain itu, perdagangan dan penjagalan

daging anjing di Indonesia dilakukan dengan cara brutal sehingga mendapat

kecaman dari dunia internasional seperti Humane Society International (HSI). Di

bidang kesehatan, Indonesia mendapat kecaman dari World Health Organization

(WHO) dan juga Food And Agriculture Organization of the United Nations

(FAO) karena mengancam kesehatan manusia dan melanggar rekomendasi

pengendalian rabies dari para ahli(HSI, 2018). Kemudian, proses perdagangan

daging anjing di salah satu wilayah Indonesia yaitu Manado, tepatnya di Pasar
16

Tomohon menjadi sorotan berbagai aktor domestik maupun internasional karena

tata caranya yang brutal dan ekstrem. Hal tersebut berdampak pada masalah

psikologis pada anak yang melihat kebrutalan dalam proses penjagalan tersebut.

Menurut data dari World Organisation for Animal Health (OIE), setiap 15

menit manusia di dunia meninggal akibat rabies dan kebanyakan korbannya

merupakan anak kecil di negara berkembang (OIE, 2019). Sebanyak 95% kasus

rabies diakibatkan oleh gigitan anjing yang terinfeksi rabies. Kasus tersebut

tersebar di berbagai negara di dunia dan termasuk di dalamnya Indonesia yang

juga negara berkembang. Perdagangan daging anjing di berbagai wilayah

Indonesia telah terjadi bahkan sebelum Indonesia merdeka. Diperkirakan sekitar

1.000.000 anjing dibunuh setiap tahunnya untuk dikonsumsi (Ditjen Pencegahan

dan Pengendalian Penyakit, 2016).

Pasar Tomohon, Manado menjadi salah satu wilayah dengan tingkat

perdagangan daging anjing yang tinggi. Di pasar tersebut, anjing, kucing

dan juga hewan bukan pangan diperjualbelikan. Proses penjagalan hewan-

hewan tersebut tidak wajar dan sangat brutal. Pasar ini menjadi salah satu daerah

yang memiliki potensi besar untuk menyebarkan penyakit rabies (Dog Meat Free

Indonesia, 2018). Selain Manado, Solo juga tengah menjadi sorotan akibat

tingginya tingkat konsumsi daging anjing di wilayah tersebut. Sebanyak kurang

lebih 500 ekor anjing masuk ke kota Solo setiap harinya, dan diperkirakan

sebanyak 13.700 ekor yang masuk setiap bulannya. Setidaknya terdapat 82

warung di Solo yang menjual olahan daging anjing(CNN Indonesia, 2019).Tidak

seperti Manado dan Solo, Bali telah cukup berhasil dalam penanganan
16

perdagangan anjing di wilayahnya dikeluarkan Surat Edaran (SE) Gubernur Bali

Nomor
17

524.3/9811/KKPP/Disnakkeswan tentang larangan perdagangan daging anjing

pada tahun 2017(Badungkab, 2018).

Terdapat dua faktor pendorong terjadinya perdagangan serta konsumsi

daging anjing di Indonesia, yaitu faktor ekonomi dan faktor budaya.

(1) Faktor Ekonomi: Faktor ekonomi menjadi salah satu pendorong

terjadinya perdagangandan konsumsi daging anjing di Indonesia karena daging

anjing memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Bisnis perdagangan daging anjing

dinilai menguntungkan. Seperti di Solo, Jawa Tengah, bisnis daging anjing

menghasilkan omzet mencapai 11 miliar rupiah per bulan(Kresna, 2016). Selain

itu, harga daging anjing yang lebih murah dibanding harga ayam dan sapi

membuat sebagian masyarakat lebih memilih untuk membeli daging anjing.

(2) Faktor Budaya: Faktor berikutnya yaitu faktor budaya, dimana

konsumsi daging anjing telah menjadi kebiasaan di berbagai wilayah di Indonesia

yang diakibatkan oleh berbagai hal. Seperti halnya di Solo, konsumsi daging

anjing di perkenalkan oleh pendatang Tionghoa pada akhir abad ke-19(CNN

Indonesia, 2019). Konsumsi daging anjing tersebut disertai kepercayaan bahwa

daging anjing memiliki khasiat untuk menambah vitalitas dan kebugaran yang

dijadikan sebagai ‘jamu’ bagi para konsumennya. Lalu di Sulawesi Utara, budaya

konsumsi daging anjing di mulai saat etnis Minahasa mengalami kelangkaan akan

hasil buruan dan saat itu hanya anjing yang tersisa untuk bisa dikonsumsi. Hal

tersebut menjadi kebiasaan hingga saat ini dengan Pasar Tomohon menjadi bukti

nyata langgengnya perdagangan anjing di Sulawesi Utara (Weichart, 2014).


18

Tingginya perdagangan serta konsumsi daging anjing di Indonesia

memberikan beberapa dampak negatif terhadap beberapa aspek yaitu, dampak

politik, dampak kesehatan, dan dampak terhadap psikologis anak.

(1) Dampak Politik: Dampak politik akibat perdagangan daging anjing di

Indonesia adalah respon dari beberapa aktor internasional yang mengecam praktik

tersebut. World Health Organization (WHO) dan Food and Agriculture of United

Nations (FAO) mengecam tindakan tersebut karena perdagangan anjing di

Indonesia melanggar hukum dan prinsip yang ada untuk menjaga kesehatan dan

keselamatan masyarakat, serta ketentuan untuk melindungi hewan dari

kekejaman; dan melanggar rekomendasi pengendalian rabies dari para ahli. WHO

sendiri secara eksplisit telah menyorot perdagangan daging anjing sebagai

faktor penyebab persebaran rabies di Indonesia.Terdapat juga kecaman dari

organisasi internasional perlindungan hewan yaitu Humane Society

International yang menegaskan bahwa brutalnya perdagangan daging anjing di

Indonesia sangat tidak aman dan mengancam, hal tersebut akan berdampak

pada gagalnya kerja keras Indonesia untuk mencapai status bebas rabies pada

tahun 2020(HSI, 2018).

(2) Dampak Kesehatan: Konsumsi daging anjing di Indonesia juga

berdampak pada kesehatan masyarakat Indonesia. Anjing menjadi penular utama

penyakit rabies di Indonesia, sebesar 98% disebabkan oleh anjing dan 2% berasal

dari kucing dan monyet (Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, 2016).

Selain itu, konsumsi daging anjing juga menyebabkan penyakit hipertensi,

mengganggu saluran pencernaan, dan juga penyakit kolera.


18

(3) Dampak Psikologis Anak: Dampak terakhir yaitu terhadap psikologis

anak. Salah satu wilayah yang sangat terkenal dengan perdagangan daging anjing
17

yang secara terang-terangan dilakukan adalah di Pasar Tomohon, Sulawesi Utara.

Di pasar tersebut penjagalan terhadap anjing dilakukan dengan sangat kejam dan

juga dilakukan di tempat yang sama dengan tempat penjualannya. Anjing yang

masih di dalam kandang dipukul hingga pingsan dan langsung dibakar hidup-

hidup. Pasar tersebut sangat ramai dikunjungi dari berbagai kalangan, baik muda

ataupun tua. Dengan kata lain, kekejaman tersebut diperlihatkan pula kepada

anak-anak. Dr. Mary Lou Randour seorang Psikolog menjabarkan mengenai

penyiksaan hewan yang berakibat pada terganggunya mental anak-anak yang

menyaksikan. Ia menyatakan bahwa telah banyak bukti ilmiah dalam kurun 20

tahun yang membuktikan bahwa kekerasan memberikan dampak buruk terhadap

anak-anak di mana dampak tersebut dapat langsung terlihat. Ketika anak-anak

menyaksikan makhluk hidup lain disiksa, dipukuli secara brutal. Hal tersebut

dapat memberikan dampak yang sangat negatif bagi mentalitas anak-anak. Anak-

anak yang menyaksikan kekerasan biasanya terpaku sejenak dan terjebak pada

kekerasan yang sedang terjadi untuk memproses sensasi menakutkan dari tindak

kekerasan tersebut sehingga membuat mereka bergeming. Selain itu, dampak

lainnya adalah membuat anak-anak gelisah, sulit tidur, dan masalah fisik dan

psikis lainnya (Dog Meat Free Indonesia, 2018).

Pemerintah Indonesia pada awalnya belum memiliki kesadaran akan

dampak buruk yang ditimbulkan akibat dari perdagangan daging anjing di

Indonesia. Respon pemerintah Indonesia pada awalnya hanya memberikan

regulasi berupa undang-undang yang mengatur tentang Peternakan dan Kesehatan

Hewan (UU No. 18/2009 Juncto UU No.41/2014), yang isinya lebih berfokus

pada darimana pangan tersebut berasal (Kami, 2018). Definisi pangan dalam UU
18

No. 18/2009 ini yaitu pangan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber

hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan,

dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai

makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan baku pangan,

dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses mengolah makanan tersebut.

Yang kedua adalah pendekatan aturan dalam hal aspek kesejahteraan hewan, di

mana proses penyembelihan hewan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya

sehingga hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut, dan tertekan, penganiayaan serta

penyalahgunaan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.18/2009 Juncto

Undang-undang No.41/2014(Kami, 2018). Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa

anjing korban dari kekerasan pada kasus perdagangan daging anjing masih sangat

menderita, dari aspek kesehatan yang dimana biasanya anjing-anjing akan

dikumpulkan diikat dan ditumpuk pada ruang yang sempit satu sama lain

sehingga biasa dapat ditemui dengan kondisi yang tisak layak, banyak terdapat

luka-luka, dan banyak lagi. Secara psikis anjing korban perdagangan daging juga

dapat ditemui terlihat takut, tertekan, dan biasanya terlihat tidak aktif sebagaimana

mestinya perilaku anjing normal pada umumnya. Prinsip Kesejahteraan hewan

adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan

menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk

melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan

yang dimanfaatkan manusia, namun pelaku perdagangan daging Anjing ini justru

menyiksa Anjing untuk mendapatkan Dagingnya untuk dijual dan dikonsumsi


19

Pada tanggal 7 September 2021 Animal Defenders Indonesia (ADI)

melakukan investigasi di Pasar Senen Blok III dan menemukan adanya penjualan

daging anjing. Hal itu sangat bertentangan dengan undang – undang negara

Indonesia antara lain UU Perlindungan Konsumen, UU Pangan, UU Peternakan,

serta potensi pidana dari sindikat pencurian hewan peliharaan yang memasok

anjing sebagai makanan. Pelaksanaan pengawasan peredaran dan perdagangan

daging anjing juga dilatar belakangi dasar hukum UU Nomor 18 Tahun 2012

mengenai pangan pada pasal (1) dijelaskan bahwa anjing tidak termasuk dalam

makanan konsumsi, karena bukan merupakan sumber hayati produk peternakan,

kehutanan, atau jenis lainnya. Daging anjing yang diperoleh diduga tidak berasal

dari peternakan anjing, melainkan dari sindikat penculikan anjing peliharaan di

Jakarta dan dari luar daerah yang dapat berpotensi membawa virus rabies.

Bahaya mengonsumsi daging anjing bagi kesehatan dapat menyebabkan

rabies pada manusia serta mengakibatkan infeksi karena mengandung E.Coli 107,

salmonela, antraks, hepatitis dan leptospirosis yang penularannya melalui daging

anjing menuju tubuh manusia. Dampak buruk memakan daging anjing mentah

atau kurang matang adalah kontaminasi parasit trichinella. Parasit ini


20

menyebabkan manusia mengidap trichinosis sehingga menyebabkan radang pada

pembuluh darah. Perdagangan daging anjing ilegal yang terus berjalan selain juga

akan menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat dan juga penderitaan bagi

ribuan hewan tiap harinya. Dari hasil temuan didapatkan satu lapak dapat menjual

hingga 4 ekor anjing maka dalam satu tahun ada 8.760 ekor anjing yang dijagal

dan diperjualbelikan oleh satu lapak.

Upaya pemerintah dalam mencegah terjadinya perdagangan daging anjing

dengan dilakukan edukasi kepada masyarakat terkait kesejahteraan hewan dan

potensi penularan penyakit dari daging anjing, serta edukasi tentang pangan asal

hewan yang aman dan sehat. Koordinasi juga dilakukan dengan Kementerian

Pertanian terkait prosedur dan pengetatan peredaran hewan penular rabies. Dan

upaya pemerintah dalam mempertahankan daerah bebas rabies dilakukan dengan

pemberian vaksinasi rabies secara gratis, observasi dan pengujian laboratorium

terhadap kasus penggigitan oleh anjing.

2.4. Aturan Perundangan mengenai kekerasan /perdagangan yang berkaitan

dengan Kesejahteraan Hewan Anjing:

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Komunitas Pecinta Hewan

Animal Friends Manado Indonesia (AFMI) terhitung sejak Juni 2016 sampai

dengan September 2017 bahwa terdapat beberapa kelompok yang mengonsumsi

daging anjing di Pasar Tomohon Sulawesi mencapai 8.400-9800ekor/minggu.

Kebanyakkan anjing tersebut dipasok dari Makassar, Kendari, dan Kalimantan

melewati jalur darat.Jalur lalu lintas pemasok daging anjing yang dilakukan

umumnya tidak sesuai prosedur dan melalui jalur – jalur tanpa pengawasan,

sehingga berisiko menjadi penyebar zoonosis dan penyakit hewan.Tentunya hal


20

ini bertentangan dengan Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan,

contohnya adalah rabies.

Proses penyembelihan hewan seharusnya dilakukan dengan sebaik-

baiknya sehingga hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut dan tertekan,

penganiayaan serta penyalahgunaan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang

No. 18/2009 Juncto Undang-Undang No. 41/2014, serta diatur lebih lanjut dalam

Peraturan Pemerintah No. 95/2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan

Kesejahteraan Hewan. Proses pemotongan anjing umumnya dilakukan dengan

cara-cara yang menyakitkan dan dianiaya, sehingga dapat dikategorikan

pelanggaran terhadap kesejahteraan hewan dan dapat dipidana sesuai dengan

Pasal 91B Undang-Undang No. 41/2014 dan Pasal 302 KUHP. Pasal 302 KUHP

menyebutkan, barang siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas,

dengan sengaja atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya, tidak

memberi makanan yang diperlukan untuk hidup hewan, akan diancam pidana

penjara paling lama tiga bulan. Sementara bila perlakuan seperti itu

menyebabkan sakit lebih dari seminggu, cacat, luka berat lain, atau mati, pelaku

diancam pidana penjara paling lama sembilan bulan.

Peraturan perundang-undangan yang berlaku bahwa  tidak ada aturan

yang spesifik mengatur tentang perdagangan daging anjing di Indonesia. Namun

demikian beberapa peraturan perundangan dapat dijadikan pendekatan dalam

upaya memperketat perdagangan daging anjing di Indonesia. Peraturan

perundangan tersebut tersebut yaitu Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009

Juncto Undang-Undang Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan

Kesehatan Hewan pasal 67 bahwa penyelenggaraan kesejahteraan hewan


21

dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah bersama masyarakat.

Sampai saat ini belum ada aturan yang jelas yang menyatakan secara khusus

bahwa daging anjing bukan untuk dikonsumsi, namun demikian beberapa

pendekatan untuk menjelaskan kepada masyarakat dalam hal memperketat

pengawasan peredaran perdagangan daging anjing dapat menggunakan beberapa

pendekatan diantaranya definisi pangan (Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012

tentang pangan), aspek penyakit zoonotik, aspek hukum, aspek pengendalian dan

pemberantasan penyakit hewan, Peraturan Pemerintah Nomor 95 tahun 2012

tentang Kesehatan masyarakat Veteriner dan kesejahteraan Hewan, Peraturan

Pemerintah Nomor 47 tahun 2014 tentang Pengendalian Pencegahan dan

Pemberantasan Penyakit Hewan. Ketentuan pidananya juga dapat dilihat dalam

Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009, Undang-undang Nomor 41 tahun 2014

pasal 91(b); Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan Pasal  135,

dan KUHP pasal 302.


21

2.5. Penanganan dan Pencegahan

Penghentian dan pencegahan perdagangan daging di Indonesia sulit untuk

diatasi karena banyak daerah-daerah di Indonesia yang memiliki budaya

mengonsumsi daging anjing. Oleh sebab itu, banyaknya komunitas dan organisasi

terbentuk dan bekerja sama untuk menangani perdagangan daging anjing tersebut.

Di Indonesia sendiri masih banyak masyarakat tidak menyadari permasalahan

tersebut (Hardoko, 2018). Dengan cara melalui pendekatan secara soft yaitu

berupa sosialisasi anti kekerasan dalam penegakkan regulasi-regulasi yang terkait

terhadap hewan serta sosialisasi tentang resiko mengkonsumsi hewan ini agar

masyarakat internasional dan masyarakat di Indonesia dapat memahami dan

memberikan perlindungan terhadap hewan, kemudian memberikan pendidikan

terhadap generasi muda di Indonesia agar dapat mengimplementasikan

pengetahuan bagaimana cara merawat hewan yang terluka serta agar dapat

memberikan penghidupan yang layak bagi hewan anjing (Hardoko, 2018).

Terdapat lima hak/kebebasan Hewan dapat diterapkan sebagai indikator

untuk meningkatkan kualitas hidup bagi semua hewan, pada khususnya langkah

ini berguna untuk menjamin hewan atau satwa yang dipelihara tidak akan
22

mengalami penganiayaan. Metode ini sudah dianggap sebagai metode

internasional, berikut hak yang dimaksud :

1. freedom from hunger and thirst – kebebasan dari kelaparan dan kehausan:

memberikan makanan dan minuman yang cukup untuk menjamin binatang sehat.

2. freedom from discomfort – kebebasan dari ketidaksenangan: memberikan

kondisi lingkungan yang sesuai bagi binatang dan yang menyenangkan

3. freedom from pain, injury and disease – kebebasan dari kesakitan, luka-luka

dan menjamin bahwa hewan itu dapat diperiksa oleh dokter hewan dan diobati.

4. freedom to behave normally – kebebasan untuk bertindak dengan biasa,

sebagai seekor binatang: memberikan lingkungan yang luas, yang memungkinkan

binatang melakukan gerakan alami dan bergaul dengan binatang lain yang

berjenis sama

5. freedom from fear and distress – kebebasan dari ketakutan dan stres: menjamin

kondisi dan perlakuan satwa yang baik supaya menghindari satwa dari ancaman

kebosanan, stres, ketakutan dan kesusahan.

Hal tersebut bisa dijadikan sebagai pertanda sebagai pelaksanaan kesrawan

sudah memenuhi syarat atau belum. Untuk pencegahan dan penanganan tindak

kekerasan terhadap hewan kesayangan dapat dilakukan demi meningkatan taraf

kesejahteraan hewan dan meminimalisir munculnya tindak-tindak kekerasan

terhadap hewan kesayangan. Hal- hal yang dapat dilakukan antara lain:

Komunikasi, informasi dan edukasi

Sebagai contoh beberapa alasan sangat kompleks yang melatarbelakangi

pedagang menjual daging anjing diantaranya ketidak tahuan risiko penyakit


22

zoonotik yang dapat diakibatkan karena perdagangan daging anjing, kurangnya

pemahaman terhadap aspek kesejahteraan hewan, tersedianya lapangan pekerjaan,


23

minat konsumen mengkonsumsi daging anjing, serta alasan mitos daging anjing

yang dapat digunakan dalam pengobatan penyakit seperti demam berdarah dan

libido.

Dari hal tersebut perlu dilakukan pendekatan dan memberikan informasi

pada masyarakat tentang mitos yang beredar dengan mendidik masyarakat dengan

cara yang tidak otoriter, dengan memberikan ruang gerak bagi berkembangnya

pemikiran masyarakat untuk secara aktif belajar atas dasar kesadaran yang

tumbuh dari dalam

Adanya aturan yang jelas dan tegas

Sebagai contoh penghentian dan pencegahan perdagangan daging di

Indonesia sulit untuk diatasi karena banyak daerah-daerah di Indonesia yang

memiliki budaya mengonsumsi daging anjing, seperti kota Solo. Dikatakan dalam

berita Kompas.com bahwa dalam sehari kota Solo dapat mengonsumsi 1.200 ekor

anjing. Dituliskan dalam berita tersebut, FX Rudyatmo yakni selaku Wali Kota

Solo mengatakan bahwa mereka tidak bisa melarang rakyatnya untuk

mengonsumsi daging anjing, dikarenakan tidak adanya regulasi yang dapat

dilakukan untuk melarang rakyatnya. Dikatakan juga bahwa tradisi kuliner

mengonsumsi daging anjing sudah ada sejak dahulu (Eleonora dan Santoso,

2019), Pemerintah daerah kadang tidak berdaya melarang penjualan daging anjing

dan konsumsinya karena memang belum ada aturan yang tegas untuk

melarangnya. Pemerintah berpatokan pada UU Pangan dan UU Peternakan dan

Kesehatan Hewan yang menyebutkan pangan berasal dari sumber daya pertanian

tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan dan perikanan. Hewan

anjing jelas berada diluar UU tersebut karena termasuk hewan kesayangan bukan
24

ternak. untuk itu diperlukan aturan yang jelas baik hal tersebut melarang adanya

konsumsi hewan kesayangan sehingga adanya praktik perdagangan,

penyembelihan dan jual beli produk daging hewan kesayangan dapat dijatuhi

hukuman yang berdasar undang-undang maupun peraturan pemerintah atau

mungkin mengizinkan pengonsumsian hewan tersebut. Kalau dilegalkan maka

proses budidaya anjing sampai penyembelihan, distribusi dan konsumsinya akan

dapat terkontrol dan diatur sesuai Good Agricultural Practices. Dengan kata lain

keamanannya dapat terjamin dan terjaga dari sejak farm to table. Tentu saja

persyaratannya menjadi ketat sehingga tercegah penyebaran Rabies yang

dikhawatirkan itu. Dengan pelegalan tersebut dapat diatur dan diawasi lalu lintas

perdagangan anjing antar pulau dan daerah sampai proses pemotongan ,distribusi

dagingnya ke konsumen yang tepat dengan mengedepankan prinsip pemotongan

yang baik tanpa menyiksa anjing ( Arifin,2021)

Mengingat situasi dan kondisi perdagangan daging anjing di daerah satu

dengan lainnya tidak dapat disamakan, pemerintah pusat kesulitan membuat

kebijakan yang seragam. Atas dasar Undang-Undang Nomor 32/2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Otonomi Daerah), Pemerintah Daerah diberikan

kewenangan penuh mengatur kebijakan daerah masing-masing. Oleh karena itu

pemerintah daerah di minta untuk segera menyusun peraturan daerah terkait

perdagangan daging anjing dengan melihat beberapa aspek kehidupan. Hingga

saat ini beberapa daerah telah menginisiasi penyusunan peraturan daerah seperti

telah terbit Peraturan Desa Sanur Kaja Nomor 3/2018 terkait larangan

perdagangan daging anjing dan mempromosikan kesejahteraan hewan pada

tanggal 6 September 2018 di Bali merupakan bentuk riil upaya mengatasi


24

perdagangan daging anjing. Peraturan desa juga diterbitkan oleh Desa adat Kapal,

kecamatan Mengwi,
25

Kabupaten Badung-Bali Nomor 81/DAK/XI/2018 terkait perdagangan daging

anjing. Peraturan Daerah juga telah diterbitkan Pemerintah Daerah Kabupaten

Singkawang berupa Surat Edaran pelarangan konsumsi daging anjing; Provinsi

DKI Jakarta (Nomor 26 tahun 2018 tentang Peningkatan Pengawasan Terhadap

Peredaran / Perdagangan Daging Anjing-tanggal 12 Oktober 2018.


BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masih banyak kekerasan pada

hewan dan masih banyak oknum-oknum yang melalaikan pentingnya kesejahteraan

hewan. Mulai dari perdagangan, kekerasan, hingga pembunuhan pada hewan

kesayangan. Hal ini telah melanggar standar-standar animal welfare atau

kesjahteraan hewan yang dikeluarkan pada tahun 2004 oleh OIE (Organisasi

kesehatan hewan internasional) yang dikenal sebagai 5 freedom yakni Freedom

from hunger and thirst (bebas dari rasa lapar dan haus), Freedom from

discomfort (bebas dari rasa tidak nyaman), Freedom from pain, injury and

diseases (bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit), Freedom from fear and

distress (bebas dari rasa takut dan stres), dan Freedom to express natural

behavior (bebas untuk mengekspresikan tingkah-laku alamiah). Maka dari itu,

animal welfare harus ditegakkan karena kesejahteraan hewan tidak hanya

bermanfaat bagi kehidupan hewan, tetapi juga bermanfaat bagi manusia.

3.2. Saran

Saran yang dapat diberikan dalam makalah ini yaitu aparat penegak hukum

harus menegakkan hukum secara tajam dan tidak membeda-bedakan kasusnya,

karena selama ini aparat kurang perhatian dengan kasus-kasus mengenai

pelanggaran kesejahteraan hewan serta pentingnya kesadaran dan kepedulian tiap

individu sebagai masyarakat terhadap pentingnya animal welfare

26
27

DAFTAR PUSTAKA

Andoko, Drs. Agus & drh. Prajanto, 2004. Membuat Anjing Sehat & Pintar,
Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Badungkab. (2018). Pemkab Badung Fasilitasi FGD Perdagangan Daging Anjing di Bali.
Denpasar, Bali, Indonesia.

Broom DM, Johnson KG. 1993. Stress and Animal Welfare. Chapman and Hall
ISBN 0412395800

CNN Indonesia. (2019). Ganjar Imbau Warga Solo Raya Setop Makan Daging Anjing.
Jawa Tengah, Indonesia.

Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. (2016). Jangan Ada Lagi Kematian Akibat
Rabies.Pusdatin.

Dog Meat Free Indonesia. (2018). Dampak Paparan Terhadap Kekerasan pada Otak
Anak.Dog Meat Free Indonesia.

Dog Meat Free Indonesia. (2018). Indonesia's Dog Meat Trade: Cruel and Dangerous.Dog
Meat Free Indonesia.

HSI. (2018). Government says Indonesia will ban dog meat trade.Humane Society
International.

HSI. (2018, Agustus 07). Campaigners rejoice as Indonesian Government pledges to ban
dog and cat meat trade. United States.

https://kumparan.com/kumparannews/polisi-autopsi-bangkai-anjing-canon-di-aceh-
singkil-1wwZiDPQswC/full

https://m.brilio.net/creator/kasus-canon-dan-lemahnya-perlindungan-hewan-di-
indonesia-d3c96a.html

https://www.instagram.com/animalloversbersatu/

https://www.instagram.com/doniherdaru/

https://www.instagram.com/nathasatwanusantara/

https://www.kompas.tv/article/225521/dispar-aceh-ke-animal-defender-indonesia-
bagus-canon-yang-mati-bukan-dia

https://www-cnnindonesia-com.translate.goog/nasional/20211025070428-20-
711741/kasatpol-pp-sebut-anjing-canon-mati-stres-bukan-disiksa?
_x_tr_sl=id&_x_tr_tl=en&_x_tr_hl=en-GB&_x_tr_pto=op,sc

Kami, I. M. (2018). Surat Edaran Kementerian: Daging Anjing Bukan Pangan.


Indonesia.
28

Kartika, B.U., Nuruddin dan Hananik. 2020. Analisis Penerapan Asas Kesejahteraan
Hewan Pada Pemeliharaan Itik Mojosari Secara Semi-Intesif. J.
Agriekstensia.19(1):46-53.

Kresna, M. (2016). Bisnis Daging Anjing Bernilai Miliaran.

Kusuma, I.N.J. 2012. Pendekatan Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare) Dalam Tindakan
Karantina. J. Medika Veterinaria Muda.1-3.

OIE, W. O. (2019). Rabies Portal. Diakses pada 5 Desember 2021, dari OiE:
https://www.oie.int/en/animal-health-in-the-world/rabies-portal/

Pratiwi, Valentina Heriyanti. 2019. Iklan Layanan Masyarakat Dampak


Mengkonsumsi Daging Anjing Bagi Manusia. Other Thesis, Unika
Soegijapranata. Semarang

Pribadi., E.S. 2011. Manajemen Kesehatan Ternak. Peternak Indonesia Vol.71

Purnamasari, L & K.A, Darma Putra. 2017. Pengendalian dan Manajemen Rabies
pada Maanusia di Area Endemik. CDK-248/.

Rhidoka., A.R. 2012. Studi Pendahuluan Kesejahteraan Hewan pada Anjing Pemburu di
Provinsi Sumatera Barat. Skripsi. Fakultas Kedoktran Hewan. Universitas Syiah
Kuala. Banda Aceh

Weichart, G. (2014). Minahasa Identity; A Culinary Practice. University of Heidelberg, 9-


10.

26

Anda mungkin juga menyukai