Disusun oleh :
Rofi Purnama.T
(2015071039)
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS KUNINGAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur panjatkan ke hadirat Allat SWT, atas rahmat dan karunia
yang telah diberikan-Nya, sehingga penulis dalam kesempatan ini dapat
menyelesaikan makalah Pengelolaan Satwa Liar.
1. Bapak Dr. Toto Supartono, S.Hut., M.Si selaku dosen mata kuliah
Inventarisasi dan Pengelolaan Satwa Liar.
2. Orang tua tercinta yang telah memberikan doa sehingga atas doanya
laporan praktikum ini dengan lancar dapat diselesaikan.
3. Semua teman-teman rimbawan yang telah memberikan dorongan dan
bantuan, baik secara langsung maupun tidak.
Penulis sadar bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna, hal ini
disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran agar kedepannya mampu lebih baik dari
ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keseimbangan lingkungan dan ekosistem perlu dijaga untuk kelestarian
makhluk hidup yang ada di dalamnya. Keseimbangan ekosistem sangat
dipengaruhi oleh campur tangan manusia. Suatu lingkungan sebenarnya bersifat
dinamis dan memiliki kemampuan untuk mendukung kelangsungan hidup
makhluk hidup di dalamnya yang disebut daya dukung lingkungan. Lingkungan
juga memiliki kemampuan untuk mengembalikan kondisi lingkungan ke keadaan
seimbang ketika lingkungan mendapat gangguan atau kerusakan sampai batas
tertentu yang disebut daya lenting lingkungan. Sebagai contohnya adalah keadaan
sekitar Gunung Krakatau yang semula menjadi tempat hidup banyak organism,
namun setelah terjadi letusan pada tahun 1883, keadaan sekitar menjadi rusak dan
hamper seluruh organisme mati. Namun setelah sekitar 125 tahun kemudian,
tempat itu kembali pulih seperti dulu lagi.
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
2.1 Habitat
a. Pengertian Habitat
Habitat (berasal dari kata dalam bahasa Latin yang berarti menempati)
adalah tempat suatu spesies tinggal dan berkembang. Pada dasarnya habitat adalah
lingkungan paling tidak lingkungan fisiknya di sekeliling populasi suatu spesies
yang mempengaruhi dan dimanfaatkan oles spesies tersebut. Menurut Clements
dan Shelford (1939), habitat adalah lingkungan fisik yang ada disekitar suatu
spesies, atau populasi spesies, atau kelompok spesies, atau komunitas. Dalam ilmu
ekologi, bila pada suatu tempat yang sama hidup berbagai kelompok spesies
(mereka berbagi habitat yang sama) maka habitat tersebut disebut sebagai biotop.
Berdasarkan kondisi habitatnya dikenal 2 tipe habitat, yaitu habitat mikro dan
habitat makro. Habitat makro merupakan habitat bersifat global dengan kondisi
lingkungan yang bersifat umum dan luas, misalnya gurun pasir, pantai berbatu
karang, hutan hujan tropika, dan sebagainya. Sebaliknya habitat mikro merupakan
habitat lokal dengan kondisi lingkungan yang bersifat setempat yang tidak terlalu
luas, misalnya, kolam, rawa payau berlumpur lembek dan dangkal, danau, dan
sebagainya.
Ketersediaan habitat menunjuk pada aksesibilitas komponen fisik dan biologi
yang dibutuhkan oleh satwa, berlawanan dengan kelimpahan sumberdaya yang
hanya menunjukkan kuantitas habitat masing-masing organisme yang ada dalam
habitat tersebut (Wiens 1984:402). Sedangkan kualitas habitat menunjukkan
kemampuan lingkungan untuk memberikan kondisi khusus tepat untuk individu
dan populasi secara terus menerus. Kualitas merupakan sebuah variabel kontinyu
yang berkisar dari rendah, menengah, hingga tinggi. Kualitas habitat berdasarkan
kemampuan untuk memberikan sumberdaya untuk bertahan hidup, reproduksi,
dan kelangsungan hidup populasi secara terus menerus.
Komponen habitat yang dapat mengendalikan kehidupan satwa liar (Shawn,
1985), terdiri dari:
1. Pakan (food), merupakan komponen habitat yang paling nyata dan setiap
jenis satwa mempunyai kesukaan yang berbeda dalam memilih pakannya.
Sedangkan ketersediaan pakan erat hubungannya dengan perubahan musim;
2. Pelindung (cover), adalah segala tempat dalam habitat yang mampu
memberikan perlindungan bagi satwa dari cuaca dan predator, ataupun
menyediakan kondisi yang lebih baik dan menguntungkan bagi kelangsungan
kehidupan satwa;
3. Air (water), dibutuhkan oleh satwa dalam proses metabolisme dalam tubuh
satwa. Kebutuhan air bagi satwa bervariasi, tergantung air dan/atau tidak
tergantung air. Ketersediaan air pada habitat akan dapat mengubah kondisi
habitat, yang secara langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh pada
kehidupan satwa;
4. Ruang (space), dibutuhkan oleh individu individu satwa untuk
mendapatkan cukup pakan, pelindung, air dan tempat untuk kawin. Besarnya
ruang yang dibutuhkan tergantung ukuran populasi, sementara itu populasi
tergantung besarnya satwa, jenis pakan, produktivitas dan keragaman habitat. Tipe
habitat merupakan komponen-komponen sejenis pada suatu habitat yang
mendukung sekumpulan jenis satwa liar untuk beraktivitas. Tipe habitat yang
diperlukan suatu satwa di identifikasi melalui pengamatan fungsi- fungsinya,
misalnya untuk makan atau bertelur.
Adapun habitat berfungsi sebagai tempat unutk hidup, tempat mencari makan,
tempat berlindung dan tempat berkembang biak.
b. Relung (Niche)
Dalam ekogi, sebuah Relung (Niche) adalah sebuah istilah yang
menggambarkan posisi relasional dari sebuah populasi melalui ekosistem satu
sama lain. Relung ekologis menggambarkan bagaimana sebuah organisme atau
populasi menanggapi adanya pesaing (misalnya, ketika ada predator, parasit dan
patogen yang langka) dan bagaimana hal itu pada gilirannya mengubah faktor-
faktor yang sama (misalnya, bertindak sebagai sumber makanan bagi predator,
bertingkah laku, bereaksi, dan memangsa konsumen). Dalam suatu ekologi, setiap
jenis tumbuhan akan mempunyai relung ekologi sebagai landasan untuk
memahami fungsi dari suatu komunitas dan ekosistem dalam habitat yang sama.
Peranan niche dalam habitatnya, dalam jenjang makanannya yang berhubungan
dengan pH tanah atau iklim. Dalam ekosistem, berbagai jenis makhluk hidup
lainnya dalam habitat dan relung ekologi masing-masing hidup bersama dan
berinteraksi.
Relung ekologi bukan konsep yang sederhana, melainkan konsep yang kompleks
yang berkaitan dengan konsep populasi dan komunitas. Relung ekologi
merupakan peranan total dari semua makhluk hidup dalam komunitasnya.
Penendalian populasi tergantung pada tempat makhluk hidup berfungsi di
habitatnya, bagaimana cara hidup, atau peran ekologi makhluk hidup tersebut.
Jadi pada dasarnya makhluk hidup secara alamiah akan memilih habitat dan
relung ekologinya sesuai dengan kebutuhannya, dalam arti bertempat tinggal,
tumbuh berkembang dan melaksanakan fungsi ekologi pada habitat yang sesuai
dengan kondisi lingkungan (misalnya iklim), nutrien, dan interaksi antara
makhluk hidup yang ada
2.2 Ekosistem
Pengertian ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk dikarenakan
hubungan timbal balik yang tidak dapat terpisahkan antara makhluk hidup dengan
lingkungannya. Ekosistem dapat juga dikatakan sebagai suatu tatanan kesatuan secara
utuh serta menyeluruh antara unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi.
> Air
Ketersediaan air juga dapat memengaruhi distribusi organisme. Organisme yang
terdapat pada gurun beradaptasi terhadap ketersediaan air yang ada di gurun tersebut.
> Garam
Konsentrasi garam juga memengaruhi kesetimbangan air dalam organisme dengan
melalui osmosis. Beberapa organisme terestrial mampu untuk dapat beradaptasi di
dalam lingkungan dengan kandungan garam yang tinggi.
> Iklim
Iklim adalah kondisi cuaca dalam suatu daerah atau area serta dalam jangka waktu lama.
Iklim makro meliputi iklim global, lokal, dan regional. Iklim mikro meliputi iklim dalam
suatu daerah yang dihuni oleh beberapa komunitas tertentu.
•Biotik
Biotik adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suatu organisme. Komponen biotik
merupakan suatu komponen yang menyusun ekosistem selain komponen abiotik.
Berdasarkan peran dan fungsinya, makhluk hidup sendiri dibedakan menjadi 2, yaitu
heterotrof atau konsumen dan dekomposer atau pengurai :
Heterotrof / konsumen
Komponen heterotrof terdiri dari organisme yang memanfaatkan dari bahan-bahan
organik yang telah disediakan oleh organisme lain sebagai sumber makanannya.
Komponen heterotrof disebut konsumen makro atau fagotrof karena makanan yang
dimakan berukuran kecil. Yang tergolong golongan heterotrof adalah manusia, hewan,
mikroba, dan jamur.
Pengurai / dekomposer
Pengurai atau dekomposer merupakan organisme yang menguraikan bahan-bahan
organik yang berasal dari organisme yang telah mati. Pengurai disebut konsumen makro
atau sapotrof. Hal ini karena makanan yang telah dikonsumsi memiliki ukuran yang lebih
besar. Organisme pengurai menyerap sebagian hasil dari penguraian tersebut dan
melepaskan bahan-bahan sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen.
Yang tergolong golongan pengurai atau dekomposer adalah bakteri dan jamur. Tipe
dekomposisi ada tiga, yaitu:
Aerobik : oksigen sebagai penerima elektron atau oksidan
Anaerobik : oksigen tidak terlibat dan bahan organik sebagai penerima elektron atau
oksidan
Fermentasi : anaerobik namun bahan organik yang sudah teroksidasi juga sebagai
penerima elektron. Komponen tersebut berada di suatu tempat serta berinteraksi
membentuk kesatuan ekosistem yang teratur.
Pusat latihan satwa khusus adalah tempat melatih satwa khusus spesies
gajah agar menjadi terampil sehingga dapat dimanfaatkan antara lain untuk
kegiatan peragaan di dalam areal pusat latihan gajah, patroli pengamanan kawasan
hutan, sumber satwa bagi lembaga konservasi lainnya dan/atau membantu
kegiatan kemanusiaan dan pendidikan
Pusat rehabilitasi satwa adalah tempat untuk melakukan proses
rehabilitasi, adaptasi satwa dan pelepasliaran ke habitat alaminya
3.1 Kesimpulan
Habitat satwa liar perlu dikelola dengan baik untuk menjaga keseimbangan
ekosistem lingkungan. Pengelolaan habitat yang baik tersebut memberikan
dampak positif terhadap kelestarian satwa. Oleh karena itu perlu adanya campur
tangan manusia dalam pengelolaan tersebut.
Langkah-langkah dalam pengelolaan habitat yang dapat dilakukan oleh manusia
diantaranya dengan menjaga kelestarian hutan dan mengelola hutan sesuai dengan
fungsinya
3.2 Saran
Dengan semakin rusaknya alam yang berdampak kepada semua elemen
kehidupan termaksud manusia maka perlu adanya kesadaran kita sebagai manusia
untuk menjaga kelestarian alam. Setiap makluk mengharapkan hidup yang baik
begitu pula dengan satwa liar dan tumbuhan. Dengan menjaga keasrian
lingkungan tempat tinggal satwa liar dan tumbuhan maka kita menjaga tempat
hidup kita sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
http://bksdadiy.dephut.go.id/halaman/2014/13/Lembaga_Konservasi.html diakses
tanggal 15 april 2015