Anda di halaman 1dari 123

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP IKLAN RUMAH YANG

MENYESATKAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM


PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 203/PDT/2019/PT MDN)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi


Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Hukum

DISUSUN OLEH :

RANDYTA INDAH PRATIWI SAKTI


NIM : 170200531

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

Universitas Sumatera Utara


PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP IKLAN RUMAH
YANG MENYESATKAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG
HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
(STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 203/PDT/2019/PT MDN)

OLEH :

RANDYTA INDAH PRATIWI SAKTI


170200531

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum


NIP. 196602021991032002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Saidin, S.H., M.Hum. Dr. Maria, S.H., M.Hum.


NIP. 196202131990031002 NIP. 196012251987032001

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

Universitas Sumatera Utara


SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

NAMA : RANDYTA INDAH PRATIWI SAKTI

NIM : 170200531

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN / BW

JUDULSKRIPSI : PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP IKLAN


RUMAH YANG MENYESATKAN MENURUT KITAB
UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI
KASUS PUTUSAN NOMOR 203/PDT/2019/PT MDN)

Dengan ini menyatakan :

1. Skripsi yang saya tulis adalah benar dan tidak merupakan jiplakan dari

skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti di kemudian hari tersebut adalah jiplakan, maka segala

akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau

tekanan dari pihak manapun.

Medan, 16 Februari 2021

Randyta Indah Pratiwi Sakti

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK
*
Randyta Indah Pratiwi Sakti )
**
Saidin )
***
Maria )
Developer sering mengabaikan hak-hak konsumen dalam memberikan
pelayanan ataupun dalam iklan pembelian rumah yang dibuat. Padahal rumah
adalah tempat beristirahat yang seharusnya menjadi tempat ternyaman. Persoalan
mengenai perjanjian yang dibuat didalam iklan, permasalahan yang dihadapi
konsumen Indonesia tidak hanya sekedar bagaimana kritis terhadap iklan yang di
promosikan, tetapi jauh lebih kompleks dari itu yang juga harus menyangkur
penyadaran dari semua pihak, baik dari developer, maupun konsumen sendiri
tentang pentingnya perlindungan konsumen.
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis tanggung jawab
hukum pelaku usaha atas iklan yang menyesatkan konsumen, dan untuk mengkaji
dan menganalisis penerapan hukum terhadap iklan yang menyesatkan konsumen.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan
pendekatan yuridis normatif. Data penelitian setelah dianalisis dengan
menggunakan metode deskriptif kualitatif, diperoleh hasil bahwa : Peratama,
dalam kasus Putusan Nomor 203/PDT/2019/PT Mdn yang diputuskan oleh
Pengadilan Tinggi Medan melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu menawarkan sesuatu janji atau
kondisi yang tidak benar dan menyesatkan. Dan terbukti melangar ketentuan Pasal
1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu perbuatan melawan hukum.
Tanggung jawab ini dilakukan oleh PT Putra Mandalahi Sentosa karena
menyangkut fasilitas yang dijanjikan melalui promosi dan merupakan bentuk
hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha dalam bertransaksi.
Kata Kunci : Perlindungan hukum, tanggung jawab, iklan yang
menyesatkan.

*
Mahasiswa Departemen Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
**
Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
***
Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

i
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat

yang melimpah, kasih, dan anugrah-Nya lah penulis dapat memulai sampai

menyelesaikan perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana pada program Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara. Adapun judul yang penulis ajukan adalah “PERLINDUNGAN

HUKUM KONSUMEN TERHADAP IKLAN RUMAH YANG

MENYESATKAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR

203/PDT/2019/PT MDN)”.

Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam pengerjaan skripsi dan selama

penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak dukungan, semangat, saran,

maupun motivasi, dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini,

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah sabar

memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

ii

Universitas Sumatera Utara


3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen

Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum, selaku Sekertaris Departemen

Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Dr. Maria Kaban, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang

telah sabar memberikan arahan, bimbingan, dan dukungan dalam penyusunan

skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang

telah banyak memberi ilmu pengetahuan selama masa perkuliahan kepada

penulis.

9. Para Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah

membantu pengurusan akademik penulis.

Teristimewa persembahan penulis untuk Mama, Rismauli Hutajulu. Terima

kasih telah banyak menemani dan memberikan motivasi, semangat, pelajaran,

dukungan, doa, dan kasih sayang yang melimpah. Untuk Bapak, Renaldy

Sihombing. Terima kasih telah membantu dalam memilih fakultas dan

memberi dukungan materi selama masa perkuliahan. Untuk saudara kandung

ku, Abang Randrey Indah Sakti Sihombing. Terima kasih sudah memberikan

motivasi, semangat, dukungan, doa, kasih sayang, dan pengalaman.

iii

Universitas Sumatera Utara


10. Kepada sahabat ku dari SMA St. Thomas 1 Medan, Trinda Agnescia

Sibarani dan Yohana Panjaitan. Terima kasih sudah menyemangati,

memotivasi, dukungan, hiburan, kasih sayang dan doa yang diberikan.

11. Kepada teman-teman terdekat ku di Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara Stambuk 2017, Theo Yose Pasaribu, Aldi Napitupulu, Ruth Yohana

Pasaribu, Anna Maria Manik, Dinda Naisha Hasibuan, Akram Hutapea,

Jackson Siburian, Candra Dwi Pratama, Rivaldo Sagala, Johanes Siahaan.

Terima kasih sudah menemani penulis sedari awal perkuliahan sampai akhir

perkuliahan, bantuan, dukungan, semangat, hiburan, dan kenangan.

12. Kepada diri ku sendiri, terima kasih.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh

karena itu mohon kritik dan sarannya agar skripsi ini bisa menjadi sempurna.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfataan bagi pembaca dan

berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 17 Februari 2021

Penulis,

Randyta Indah Pratiwi Sakti

iv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..........................................................................1

B. Rumusan Masalah .................................................................... 8

C. Tujuan Penulisan ...................................................................... 9

D. Manfaat Penulisan .................................................................... 9

E. Metode Penelitian ..................................................................... 9

F. Keaslian Penulisan ................................................................. 12

G. Sistematika Penulisan ............................................................. 13

BAB II PENGATURAN MENGENAI IKLAN DI INDONESIA

A. Pengertian dan Tujuan Iklan .................................................. 15

B. Peranan Iklan .......................................................................... 29

C. Bagian-Bagian Iklan ............................................................... 37

D. Etika Periklanan di Indonesia ................................................. 42

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN

ATAS IKLAN YANG MENYESATKAN MENURUT KITAB

UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-

Universitas Sumatera Utara


UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN

KONSUMEN

A. Pengertian Konsumen Menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata .................................................................................... 55

B. Pengertian Perlindungan Konsumen dan Konsumen Menurut

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen .............................................................................. 56

C. Hak dan Kewajiban Konsumen .............................................. 64

D. Pengertian Pelaku Usaha ........................................................ 78

E. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ......................................... 80

BAB IV TANGGUNG JAWAB YANG DIBERIKAN PELAKU

USAHA TERHADAP TIMBULNYA KERUGIAN BAGI

KONSUMEN PERUMAHAN RESIDENCE WESLEY

A. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Menurut Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata ......................................................... 88

B. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Menurut Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan

Pemukiman ............................................................................. 95

C. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Dikaitkan Dengan Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen .............................................................................. 96

vi

Universitas Sumatera Utara


D. Analisis Putusan Terkait Timbulnya Kerugian Konsumen

Perumahan Residence Wesley ............................................. 102

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................... 105

B. Saran ..................................................................................... 109

DAFTAR PUSTAKA

vii

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Guidelines for Consumer Protection of 1985, yang dikeluarkan oleh Persatuan

Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan : “konsumen dimanapun mereka berada, dari

segala bangsa, mempunyai hak-hak dasar sosialnya”. Yang dimaksud dengan hak-

hak dasar tersebut adalah hak untuk mendapatkan informasi yang jelas, benar, dan

jujur; Hak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan; Hak untuk memilih;

Hak untuk didengar; Hak untuk mendapatkan ganti rugi; Hak untuk mendapatkan

kebutuhan dasar manusia (cukup pangan dan papan); Hak untuk mendapatkan

lingkungan yang baik dan bersih serta kewajiban untuk menjaga lingkungan itu;

dan Hak untuk mendapatkan pendidikan dasar. PBB menghimbau seluruh

anggotanya untuk memberlakukan hak-hak konsumen tersebut di negaranya

masing-masing.1

Perlindungan konsumen merupakan salah satu perkembangan hukum di

Indonesia. Pengaturan ketentuan mengenai perlindungan konsumen sebagai satu

konsep terpadu merupakan hal baru. Kunci pokok terhadap masalah perlindungan

konsumen adalah bahwa konsumen dan produsen saling membutuhkan. Dalam

mencapai tujuan inilah peranan hukum sangat penting dalam usaha melindungi

konsumen. Sebagai konsumen kita semua berkepentingan akan suatu

1
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen : Suatu Pengantar, Perbit Diadit Media,
Jakarta, 2002, hlm. 7.

Universitas Sumatera Utara


2

perlindungan hukum sehubungan dengan kualitas maupun kuantitas dari

individual maupun publik.2

Dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, tanggal 20 April 1999 Indonesia memasuki tonggak

baru dalam sejarah perlindungan konsumen3, maka sebagai hal baru bagi dunia

usaha maupun konsumen Undang-Undang ini perlu sosialisasi keseluruh anggota

masyarakat bisnis dan knsumen agar pelaksanaannya menjadi efektif dan tidak

menimbulkan kesalahpahaman yang membawa dampak negatif khususnya

terhadap konsumen itu sendiri. Hal ini disebabkan karena tidak mudah

mengharapkan kesadaran pelaku usaha yang pada dasarnya memegang prinsip

ekonomi meraih keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal sekecil-

kecilnya. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, diharapkan Undang-

Undang Perlindungan Konsumen dapat melindungi kepentingan konsumen secara

integratif dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif di masyarakat,

sehingga tujuan dari Undang-Undang ini yaitu terciptanya perekonomian yang

sehat dapat tercapai. Lahirnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen harus

disambut gembira oleh masyarakat yang nota bener adalah konsumen. Demikian

halnya para pakar hukum yang telah lama mengharapkan adanya perundang-

undangan yang memadai untuk melindungi konsumen dari perilaku usaha yang

secara sadar ataupun tidak merugikan masyarakat konsumen.

2
Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen,
Ghalia Indonesia, Bogor, 2008, hlm. 6.
3
Sudaryatmo, Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1996, hlm. 7.

Universitas Sumatera Utara


3

Pengusaha sering mengabaikan hak-hak konsumen, baik dalam memberikan

pelayanan pada masyarakat maupun penjualan produk.4 Persoalan kualitas produk

rendah, persoalan pembelian rumah, baik kualitasnya maupun perjanjian.

Permasalahan yang dihadapi konsumen Indonesia tidak hanya sekedar bagaimana

memilih barang, tetapi jauh lebih kompleks dari itu yaitu menyangkut penyadaran

semua pihak, baik itu pengusaha, maupun konsumen sendiri tentang pentingnya

perlindungan konsumen. Pengusaha menyadari bahwa mereka harus menghargai

hak-hak konsumen, memproduksi barang dan jasa yang berkualitas, aman

digunakan, mengikuti standar yang berlaku, dengan harga yang sesuai. Sedangkan

konsumen juga harus sadar akan hak-hak yang mereka punyai sebagai seorang

konsumen sehingga dapat melakukan sosial control terhadap perbuatan dan

perilaku pengusaha. Pemerintah menyadari bahwa diperlukan undnag-undang

serta peraturan-peraturan di segala sektor yang berkaitan dengan berpindahnya

barang atau jasa dari pengusaha ke konsumen.

Konsumen harus disadarkan bahwa mereka juga mempunyai kekuatan yang

dapat dipakai untuk melawan kelompok bisnis. Beberapa strategi perlu dijalankan

bersama, antara lain memberikan advokasi untuk mempengaruhi penambil

keputusan, meningkatkan kepekaan masyarakat terhadap masalah yang

dihadapinya, serta meningkatkan keberanian mereka untuk menyuarakannya, serta

menumbuhkan saluran-saluran yang dapat dipakai masyarakat untuk

berkomunikasi dengan pengambil keputusan.

4
Ibid, hlm. 7.

Universitas Sumatera Utara


4

Kerugian-kerugian yang dialami oleh konsumen tersebut dapat timbul sebagai

akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian antara produsen dengan

konsumen, maupun akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang

dilakukan oleh produsen.

Pesatnya pembangunan dan perkembangan perekonomian nasional telah

menghasilkan variasi produk barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi.

Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan,hukum teknologi telekomunikasi, dan

informatika juga turut mendukung perluasan ruang gerak transaksi barang

dan/atau jasa hingga melintasi batas-batas wilayah suatu Negara.5 Kondisi

demikian pada satu pihak sangan bemanfaat bagi kepentingan konsumen karena

kebutuhannya akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta

semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis kualitas barang

dan/atau jasa sesuai dengan kemampuannya. Di lain pihak, kondisi dan fenomena

tersebut dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi

tidak seimbang, konsumen dapat menjadi objek aktivitas bisnis dari pelaku usaha

melalui iklan, promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian-perjanjian

standar yang merugikan konsumen. Untuk dapat menjamin suatu penyelenggaraan

perlindungan konsumen, maka pemerintah menuangkan Perlindungan Konsumen

dalam suatu produk hukum. Hal ini penting karena hanya hukum yang memiliki

kekuatan untuk memaksa pelaku usaha untuk menaatinya, dan juga hukum

memiliki sanksi yang tegas.

5
Ibid, hlm. 7.

Universitas Sumatera Utara


5

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

memuat pengaturan dari berbagai sisi upaya perlindungan konsumen, salah

satunya adalah upaya untuk memberikan perlindungan terhadap dampak negatif

tayangan iklan yang dapat menyesatkan konsumen. Media massa merupakan alat

ampuh untuk menyebarluaskan gagasan. Tetapi, karena hampir semua media

massa selalu dipengaruhi atau dikendalikan oleh kepentingan kelompok bisnis

atau pemerintah, maka selalu ada kecerendungan terselubung untuk

menguntungkan pihak-pihak tersebut. Massifikasi informasi melalui bisnis iklan

baik melalui media cetak maupun elektronik telah menyeruak kesegala penjuru,

bahkan sampai ketempat-tempat yang paling pribadi. Hingga tak ayal lagi terjadi

pendiktean konsumen dalam mengkonsumsi produk-produk barang atau jasa yang

dijajakan oleh produsen. Celakanya, iklan-iklan tersebut lebih sering

menyampaikan informasi kebohongan ketimbang kejujuran. Penyesatan informasi

produk melalui iklan tidak hanya berpotensi merugikan konsumen secara materil

bahkan lebih jauh dapat menghilangkan kepercayaan konsumen terhadap

informasi yang disampaikan pelaku usaha. Hal-hal yang melatar belakangi

kemunculan informasi iklan menyesatkan serta peran aktif negara, masyarakat dan

pelaku usaha dalam mengawasi informasi iklan. Selanjutnya juga akan diteliti

kemungkinan pertanggung jawaban pelaku usaha periklanan serta penyelesaian

sengketa konsumen periklanan. Iklan merupakan salah satu sarana pemasaran

yang sangat banyak dipergunakan oleh pelaku usaha untuk memperkenalkan

aneka produk yang dihasilkannya kepada konsumen. Setiap pelaku usaha pasti

mengharapkan agar iklannya menimbulkan efek tertentu kepada

Universitas Sumatera Utara


6

khalayak/konsumen yang dituju, efek ini menjadi tujuan komunikasi dari suatu

iklan. Namun, bukan berarti efek yang diharapkan adalah khalayak/konsumen

langsung membeli produk yang mereka iklankan, walaupun tugas utamanya

membantu menciptakan penjualan, iklan tidak dirancang untuk menciptakan

penjualan seketika. Dengan perkataan lain, efek iklan bersifat jangka panjang.

Pelaku usaha berupaya untuk menginformasikan berbagai hal mengenai produk

yang dipasarkannya kepada konsumen, antara lain tentang ketersediaan barang

atau jasa yang dibutuhkan masyarakat, kualitas produk, keamanan, harga, tentang

berbagai pesyaratan atau cara memperolehnya, tentang jaminan atau garansi

produk, pelayanan purna jual, dan hal-hal lain yang berkenaan dengan itu.

Kebutuhan konsumen akan informasi produk ini sangat penting artinya, terutama

dalam tahap pra-transaksi konsumen, karena dengan ketersediaan informasi

tersebut, konsumen dapat berhati-hati mempergunakan sumber dana yang tersedia

untuk memebeli produk yang sesuai dengan kebutuhannya. Apabila konsumen

memperoleh informasi yang salah, maka akan berakibat konsumen akan salah

pula dalam menjatuhkan pilihan, sehingga dapat menimbulkan kerugian. Iklan

termasuk salah satu dari 6 (enam) sebab potensial yang dapat menimbulkan

kerugian bagi konsumen, yaitu : a. ketidaksesuaian iklan/informasi produk dengan

kenyataan; b. produk tidak sesuai dengan standar ketentuan/peraturan perundang-

undangan; c. produk cacat meskipun masih dalam garansi atau belum kadaluarsa;

d. tingkat keamanan produk diinformasikan tidak secara proposional; e. sikap

konsumtif konsumen; f. ketidaktahuan konsumen tentang penggunaan produk.

Disamping dapat menimbulkan kerugian, iklan juga memiliki kecerendungan

Universitas Sumatera Utara


7

sebagai penyebab timbulnya ketidakstabilan dalam masyarakat. Hal ini dapat

terlihat, dari penyalahgunaan iklan dalam bentuk iklan yang menipu atau

memperdaya konsumen, promosi manipulatif serta menyesatkan, bahkan

pembodohan, baik di media elektronik maupun di media cetak. Dalam

menjalankan kerjaan bisnisnya, seorang pelaku usaha yang cukup memiliki rasa

tanggung jawab akan memenuhi hak konsumen atas informasi tersebut, dan tidak

akan menanggap layak serta sudah sewajarnya untuk tidak mengelabui konsumen

melalui penyampaian iklan yang menyesatkan. Dampak yang ditimbulkan bukan

hanya merugikan konsumen, tetapi dapat pula merusak citra pelaku usaha dalam

jangka panjang, serta menghilangkan kepercayaan dan loyalitas konsumen

terhadap produk yang dihasilkan pelaku usaha. Namun demikian, realitas yang

terjadi di masyarakat tidak selamanya berjalan sebagimana yang diharapkan.

Sering kali ditemukan pelaku usaha menyampaikan informasi yang menyesatkan

melalui iklan. Melihat realitas begitu lemahnya kedudukan konsumen berkenaan

dengan penyampaian iklan yang menyesatkan, timbul pemikiran untuk melibatkan

peran serta negara guna memberikan perlindungan terhadap konsumen periklanan.

Berkaitan dengan penayangan iklan yang menyesatkan, maka dampak negatif

yang ditimbulkan tentu paling dirasakan oleh konsumen. Konsumen akan

mengalami kerugian karena telah salah dalam memilih atau membeli barang atau

jasa yang tidak sesuai seperti yang diinginkan, atau tidak sesuai dengan kondisi

yang dijanjikan pelaku usaha. Oleh karena itu, konsumen mempunyai hak untuk

meminta pertanggung jawaban pelaku usaha terhadap penyampaian iklan yang

menyesatkan tersebut. Pertanggung jawaban pelaku usaha dalam beriklan dapat

Universitas Sumatera Utara


8

dikaitkan dengan tujuan kegiatan periklanan yang sebenarnya, yaitu

penyebarluasan informasi produk, agar dapat dijadikan panduan bagi konsumen

dalam memilih dan membeli barang atau jasa. Oleh karena itu, dalam setiap

informasi produk yang disampaikan pelaku usaha, terdapat hak-hak konsumen

yang harus diperhatikan pelaku usaha. Sehingga merupakan perbuatan yang

bertentangan dengan hukum, apabila iklan dijadikan sebagai media bagi pelaku

usaha untuk tujuan yang menyimpang dari tujuan semula, dengan menyampaikan

informasi iklan yang menyesatkan konsumen.

Maraknya iklan perumahan, tidak terlepas dari pesatnya kebutuhan akan papan,

sebagai akibat cepatnya pertumbuhan kota dan sekitarnya. Adanya peluang akan

kebutuhan rumah, selain mendorong iklim usaha di bidang pembangunan

perumahan, dalam prakteknya, akhir-akhir ini juga telah memunculkan akses

negatif, berupa rentetan kasus iklan penjualan rumah yang menyesatkan.

Sebagaimana diatur dalam Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia :

terhadap materi iklan yang isinya kurang jelas, konsumen/masyarakat punya hak

untuk minta penjelasan kepada pihak yang menerbitkan iklan tersebut. Iklan tidak

boleh menyesatkan, antara lain dengan memberikan keterangan yang tidak benar,

mengelabui, dan memberi janji yang berlebihan, demikian antara lain isi Tata

Krama dan Tata Cara Periklanan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaturan mengenai iklan di Indonesia ?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen atas iklan yang

menyesatkan ?

Universitas Sumatera Utara


9

3. Bagimana tanggung jawab yang diberikan pelaku usaha terhadap timbulnya

kerugian bagi konsumen akibat adanya isi iklan yang menyesatkan pada

brosul jual-beli Perumahan Wesley Residence ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap konsumen yang

dirugikan atas iklan yang menyesatkan.

2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk tanggung jawab pelaku

usaha yang diberikan kepada konsumen atas adanya iklan yang

menyesatkan pihak konsumen.

D. Manfaat Penulisan

1. Dapat bermanfaat dalam mengembangkan ilmu hukum khususnya terhadap

perlindungan konsumen atas iklan yang menyesatkan

2. Secara praktis dapat bermanfaat kepada konsumen untuk mengetahui hak

untuk pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap iklan yang menyesatkan

tersebut.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum yuridis normatif,

yaitu suatu cara atau prosedur yang digunakan untuk memecahkan masalah

dengan meneliti data sekunder6, yang berkaitan dengan Perlindungan

Hukum Konsumen Terhadap Iklan Rumah Yang Menyesatkan Menurut

6
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, UI Press, Jakarta,
1984, hlm. 52.

Universitas Sumatera Utara


10

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

2. Metode pengumpulan data

Menurut Soerjono Soekanto bahan-bahan hukum yang dapat dijadikan

objek dalam studi kepustakaan dikelompokkan menjadi 3 (tiga) golongan

yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum

tersier, yang teridiri dari :7

a) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat terdiri dari

norma-norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-

undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasi, yurisprudensi,

traktat, antara lain :

1) Undang-Undang Dasar 1945

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen

4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Kawasan Pemukiman.

b) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku literatur, dokumen-

dokumen resmi yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti.

c) Bahan hukum tertier, adalah bahan hukum yang dapat menunjang

keterangan ataupun data uang terdapat dalam bahan-bahan hukum

7
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 1986, hlm. 23.

Universitas Sumatera Utara


11

primer maupun sekunder, seperti Kamus Hukum, Kamus Besar

Bahasa Indonesia.

3. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini memakai metode studi dokumen sebagai teknik

pengumpulan data, sehingga cara mengumpulkan data akan dilakukan

dengan cara studi kepustakaan, yaitu penulis memilih sejumlah buku yang

menyangkut masalah yang penulis hadapi. Studi kepustakaan ialah suatu

metode yang berupa pengumpulan data, diperoleh dari buku pustaka atau

buku bacaan lain yang memiliki hubungan dengan pokok permasalahan,

kerangka dan ruang lingkup permasalahan.

4. Metode Pendekatan

Penelitian ini mempergunakan metode penelitian kualitatid dengan

pendekatan yuridis normative yaitu suatu penelitian yang mengungkapkan

suatu masalah, keadaan atau peristiwa dengan memberikan suatu penelitian

secara menyeluruh, luas dan mendalam dari sudut pandang ilmu hukum,

yaitu dengan meneliti asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum dan

sistematik hukum yang kemudia digunakan untuk mengkaji mengenai

Perjanjian Hukum Konsmen Terhadap Iklan Rumah Yang Menyesatkan

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perindungan Konsumen.

5. Analisis Data

Universitas Sumatera Utara


12

Data yang telah dikumpulkan dari penelitian kepustakaan selanjutnya

dianalisis secara deskriptif kualitatif. Deskriptif8, yaitu metode analisis

dengan cara menggambarkan keadaan sebenarnya di lapangan. Kualitatif 9,

yaitu metode analisis data dengan cara mengelompokkan dan menseleksi

data yang diperoleh dari penelitian menurut kualitas dan kebenarannya,

kemudia dihubungkan dengan teori-teori dari studi kepustakaan dehingga

diperoleh jawaban atau permasalahan dalam penelitian ini.

F. Keaslian Penulisan

Perlindungan hukum konsumen terhadap iklan yang menyesatkan menurut

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen studi kasus putusan Nomor

203/PDT/2019/PT MDN banyak sekali menarik perhatian tiap-tiap orang, baik

masyarakat umum, kalangan akademik maupun praktisi, akan tetapi sepanjang

pengetahuan penulisa bahwa belum pernah mengetahui/melihat adanya

penulisan mengenai Perlindungan hukum konsumen terhadap iklan yang

menyesatkan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen studi kasus

putusan Nomor 203/PDT/2019/PT MDN. Namun apabila ternyata telah pernah

dilaksanakan penulisan yang sama, maka diharapkan penulisan skripsi ini dapat

melengkapi dan dipertanggung jawabkan.

8
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2004, hlm. 50.
9
Ibid, hlm. 51.

Universitas Sumatera Utara


13

G. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN, terdiri dari 7 (tujuh) sub bahasan, yaitu :

Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan,

Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, Sistematika Penulisan.

BAB II : PENGATURAN MENGENAI IKLAN DI INDONESIA, terdiri

dari 4 (empat) sub bahasan, yaitu : Pengertian dan Tujuan Iklan, Peranan

Iklan, Bagian-Bagian Iklan, Etika Periklanan di Indonesia.

BAB III : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN

ATAS IKLAN YANG MENYESATKAN MENURUT KITAB UNDANG-

UNDANG HUKUM PERDATA dan UNDANG-UNDANG NOMOR 8

TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN, terdiri dari 5

(lima) sub bahasan, yaitu : Pengertian Konsumen Menurut Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, Pengertian Perlindungan Konsumen dan

Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, Hak dan Kewajiban Konsumen, Pengertian Pelaku

Usaha, Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha.

BAB IV : TANGGUNG JAWAB YANG DIBERIKAN PELAKU

USAHA TERHADAP TIMBULNYA KERUGIAN BAGI KONSUMEN

PERUMAHAN RESIDENCE WESLEY, terdiri dari 4 (empat) sub bahasan

yaitu : Tanggung Jawab yang Diberikan Pelaku Usaha Terhadap Timbulnya

Kerugian Bagi Konsumen Perumahan Residence Wesley, Tanggung Jawab

Pelaku Usaha Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Tanggung

Jawab Pelaku Usaha Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011

Universitas Sumatera Utara


14

Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Tanggung Jawab Pelaku

Usaha Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen.

BAB V : PENUTUP, terdiri dari 2 (dua) sub bahasan, yaitu :

Kesimpulan, Saran.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

PENGATURAN MENGENAI IKLAN DI INDONESIA

A. Pengertian dan Tujuan Iklan

1. Pengertian Iklan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka tahun

2000, iklan adalah pesan komunikasi dari produsen/pemberi jasa kepada

calon konsumen di media yang pemasangannya dilakukan atas dasar

pembayaran. Sementara periklanan adalah proses pembuatan dan

penyampaian pesan yang dibayar dan disampaikan melalui sarana media

massa yang bertujuan membujuk konsumen untuk melakukan tindakan

membeli/mengubah perilakunya.

Definisi periklanan, periklanan adalah komunikasi komersil dan

nonpersonal tentang sebuah organisasi dan produk-produknya yang

ditransmisikan ke suatu khalayak targer melalui media bersifat massal

seperti televisi, radio, koran, majalah, pengeposan langsung (direct mail),

reklame luar ruang, atau kendaraan umum.10

Iklan adalah bagian dari bauran pemasaran dan bauran promosi adalah

bagian dari bauran pemasaran.11 Secara sederhana iklan didefinisikan

sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada

masyarakat lewat suatu media.

10
Monle Lee & Carla Johnson, Prinsip-Prinsip Pokok Periklanan Dalam Perspektif
Global, Prenada Media Group, Jakarta, 2004, hlm. 3.
11
Ibid, hlm. 3.

15

Universitas Sumatera Utara


16

Periklanan adalah komunikasi komersil dan nonpersonal tentang sebuah

organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu khalayak

target melalui media bersifat massal seperti televisi, radio, koran, majalah,

brosur.12

Iklan adalah bentuk komunikasi tidak langsung yang didasari pada

informasi tentang keunggulan atau keuntungan suatu poduk, yang disusun

sedimikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang akan

mengubah pikiran seseorang untuk melakukan pembelian.13 Secara

sederhana iklan adalah pesan yang menawarkan suatu produk yang

ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media.

Periklanan adalah suatu proses komunikasi massa yang melibatkan

sponsor tertentu, yakni si pemasang iklan (pengiklan), yang membayar jasa

sebuah media massa atas penyiaran iklannya. 14 Tugas pokok periklanan

adalah mengkomunikasikan informasi seefisien mungkin kepada orang-

orang yang beratus ribuan jumlahnya. Dalam kegiatannya, ia melakukan

fungsi ekonomi yang terpenting bagi si pemasang iklan dan khalayak. Dia

menolong khalayaknya untuk mengambil tindakan ekonomis yang lebih

baik dengan memberitahu mereka tentang barang dan jasa. Ia melengkapi si

pemasang iklannya dengan suatu mekanisme komunikasi ekonomis bagi

khalayaknya. Dalam pengertian khusus secara ekonomis, periklanan

merupakan padanan bagi barang-barang baru. Dalam banyak hal,


12
Ibid, hlm. 4.
13
Fandy Tjiptono, Pemasaran Jasa, Bayumedia Publishing, Malang, 2005, hlm.226.
14
Kustiadi Suhandang, Periklanan, Manajemen, Kiat & Strategi, Penerbit Nuansa,
Bandung, 2010, hlm. 13.

Universitas Sumatera Utara


17

memperkenalkan produk baru tidak akan bisa dikerjakan dengan mudah

apabila periklanan tidak bisa memberitahu orang-orang tentang produk

tersebut.15

Dengan demikian periklanan merupakan kegiatan yang terkait pada dua

bidang kehidupan manusia sehari-hari, yakni ekonomi dan komunikasi.

Dalam bidang ekonomi periklanan bertindak sebagai salah satu upaya

marketing yang strategis, yaitu upaya memperkenalkan barang baru atau

jasa untuk dapat meraih keuntungan sebanyak mungkin. Dalam hal ini

periklanan merupakan suatu upaya memperkenalkan barang baru atau jasa

untuk dapat meraih keuntungan sebanyak mungkin. Dalam hal ini

periklanan merupakan suatu kekuatan menarik yang ditujukan kepada

sejumlah pembeli tertentu, hal mana dilaksanakan oleh produsen atau pelaku

usaha agar dapat mempengaruhi penjualan barang dengan cara yang

menguntungkan. Jadi, periklanan merupakan salah satu teknik untuk

memperluas pasar dan meningkatkan penjualan sehingga menguntungkan

produsen atau pelaku usaha. Sedangkan dalam bidang komunikasi,

periklanan merupakan proses atau kegiatan komunikasi yang melibatkan

pihak-pihak sponsor (pemasang iklan), media massa, dan agen periklanan

(biro iklan). Jelasnya, periklanan merupakan salah satu jenis teknik

komunikasi massa dengan membayar ruangan atau waktu yang disediakan

media massa tesebut untuk menyiarkan informasi tentang barang atau jasa

yang ditawarkan oleh si pemasang iklan. Pendek kata, periklanan adalah

15
Ibid, hlm. 14.

Universitas Sumatera Utara


18

salah satu metode untutk memperkenalkan barang, jasa, atau gagasan

kepada publik. Sudah tentu memperkenalkan dalam arti menawarkan agar

publik berminat untuk menikmatinya.16

Iklan dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk komunikasi nonpersonal

mengenai suatu organisasi, produk, servis, atau ide yang dibayar oleh satu

sponsor yang diketahui. Adapun maksud „dibayar‟ pada definisi tersebut

menunjukkan fakta bahwa ruang atau waktu bagi suatu pesan iklan pada

umumnya harus dibeli. Maksud kata „nonpersonal‟ berarti suatu iklan

melibatkan media massa (TV, radio, majalah, koran, brosur) yang dapat

mengirimkan pesan kepada sejumlah besar kelompok individu pada saat

bersamaan. Dengan demikian, sifat nonpersonal iklan berarti pada umumnya

tidak tersedia kesempatan utuk mendapatkan umpan balik yang segera dari

penerima pesan. Karena itu, sebelum pesan iklan dikirmkan, pemasang iklan

harus betul-betul mempertimbangkan bagaimana audiens

menginterpretasikan dan memberikan respons terhadap pesan iklan yang

dimaksud.17

Iklan merupakan salah satu bentuk promosi yang paling dikenal dan

paling banyak dibahas orang, hal ini kemungkinan karena daya jangkaunya

yang luas. Iklan juga menjadi instrumen promosi yang snagat penting,

16
Ibid, hlm. 14-15
17
Morissan, Periklanan, Komunikasi Pemasaran Terpadu, Prenada Media Group,
Jakarta, 2010, hlm. 17-18.

Universitas Sumatera Utara


19

khususnya bagi perusahaan yang memproduksi barang atau jasa yang

ditujukan kepada masyarakat luas.18

Menurut Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) dalam

situsnya, terdapat definisi bahwa periklanan sebagi segala bentuk pesan

tentang suatu produk yang disampaikan melalui suatu, dibiayai oleh

pemrakarsa yang dikenal, serta ditunjukan kepada sebagian atau seluruh

masyarakat. Secara umum, iklan merupakan suatu bentuk komunikasi

nonpersonal yang menyampaikan informasi berbayar sesuai keinginan dari

institusi/sponsor tertentu melalui media massa yang bertujuan memengaruhi

atau mempersuasi khalayak agar membeli suatu produk atau jasa.19

2. Tujuan Iklan

Iklan telah berada di lingkungan sekitar ini dengan begitu banyak dan

telah beredar keseluruh kalangan masyarakat baik luar negeri maupun

Indonesia. Kondisi ini memperliatkan bahwa begitu besar cakupan iklan

yang mulai berkembang juga memiliki perbedaan masing-masing dalam

iklan. Sebelum menginjak pada fungsi iklan, perlu adanya pemahaman

mengenai efek negatif dari iklan yang bisa diminimalkan di Indonesia ini.

Sesungguhnya, iklan mengandung fungsi yang besar bagi kehidupan

masyarakat modern sekarang ini, dimana lalu lintas pertukaran barang dan

jasa sangat tinggi. Periklanan berfungsi sebagai jembatan penghubung bagi

18
Ibid, hlm. 18.
19
Muhammad Jaiz, Dasar-Dasar Periklanan, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2014, hlm. 2.

Universitas Sumatera Utara


20

produsen dan konsumen dalam upaya memenuhi kebutuhan dan keinginan

masing-masing.

Tujuan periklanan dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuannya, yaitu

sebagai berikut :20

a) Menginformasikan

Memberi informasi kepada pasar tentang produk baru :

1) Menganjurkan cara baru penggunaan produk baru

2) Menginformasikan perubahan harga kepada pasar

3) Menerangkan cara kerja produk baru

4) Mengoreksi kesan yang salah

5) Menurutnkan tingkat kekhawatiran pembeli

6) Membangun citra perusahaan

b) Menganjurkan

1) Membangun preferensi merek

2) Memotivasi konsumen agar mengalihkan perhatian dari merek

yang telah digunakan kemerek yang telah diiklankan oleh suatu

perusahaan

3) Menganjurkan konsumen agar segera membeli

4) Menganjurkan konsumen agar menerima kunjungan penjualan

c) Mengingatkan

20
Mahmud Machfoedz, Komunikasi Pemasaran Modern, Cakra Ilmu, Yogyakarta, 2005,
hlm.90.

Universitas Sumatera Utara


21

1) Mengingatkan konsumen bahwa produk yang diiklankan mungkin

diperlukan pada waktu yang akan dating.

2) Mengingatkan konsumen tentang tempat penjualan produk yang

diiklankan

3) Mempertahankan agar konsumen tetap mengingat produk yang

diiklankan

4) Menjaga agar produk yang diiklankan berada pada urutan pertama

dalam ingatan konsumen.

Adapun tujuan dari periklanan sebagai pelaksanaan yang beragam dari

alat komunikasi yang penting bagi perusahaan bisnis dan organisasi lainnya,

menurut Terence A. Shimp adalah sebagai berikut :21

a) Informing (memberikan informasi), periklanan membuat konsumen

sadar akan merek-merek baru, mendidik mereka tentang berbagai fitur

dan manfaat merek, serta memfasilitasi penciptaan citra merek yang

positif.

b) Persuading (mempersuasi), iklan yang efektif akan mampu membujuk

konsumen untuk mencoba produk dan jasa yang diiklankan.

c) Remainding (mengingatkan), iklan menjaga agar merek perusahaan

tetap segar dalam ingatan para konsumen.

21
Terence A.Shimp, Periklanan Promosi : Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran
Terpadu, Erlangga, Jakarta, 2000, hlm. 261.

Universitas Sumatera Utara


22

d) Adding value (memberikan nilai tambah, periklanan memberikan nilai

tambah dengan cara penyempurnaan kualitas dan inovasi pada merek

dengan mempengaruhi persepsi konsumen.

e) Assisting (mendampingi), peranan periklanan adalah sebagai

pendamping yang memfasilitasi upaya-upaya lain dari perusahaan

dalam proses komunikasi pemasaran.

Penetapan tujuan pemasangan iklan, aspek terpenting dalam setiap

upaya manajemen adalah mengembangkan tujuan yang berarti. Tanpa

tujuan yang baik, sungguh sangat mustahil pengambilan keputusan bisa

terarah dan terkendali. Penampilan yang bagus kadang-kadang bisa terjadi

tanpa tujuan, namun hal demikian jarang dapat dilakukan terus-menerus.

Dahulu periklanan bebas di dalam suatu organisasi, berkiprah dengan

sedikit pengarahan dan pengawasan. Kini manajemen modern

menentangnya, sebab keputusan aktual yang kreatif dalam periklanan

merupakan hal yang sangat subyektif dan spesialis. Tantangan masa kini

adalah membawa manajemen yang efektif dalam proses periklanan sehingga

bisa memberikan dorongan dan arahan menuju upaya periklanan yang

kreatif. Kuncinya adalah pengembangan tujuan penyajian iklan yang

bermakna.22

Fungsi tujuan dalam manajemen modern, tujuan dapat

mengarahkan beberapa fungsi . Pertama, berfungsi sebagai alat komunikasi.

Ia memberitahu pengambil keputusan tingkat bawah bagaimaman cara

22
Kustadi Suhandang, Op.Cit., hlm. 59-60.

Universitas Sumatera Utara


23

melaksanakan tugasnya dengan tepat. Dia juga menetapkan saluran

pengarahan lain. Ide-ide baru yang berasal dari tingkat bawah bisa

diterjemahkan dan dikomunikasikan dalam konteks tujuan. Dengan cara

demikian tujuan dapat direkayasa sebagai alternative yang bisa

dikemukakan.23

Kedua, menentukan standar (patokan) bagi para pengambil

keputusan, terutama dalam pemilihan salah satu dari sekian banyak

alternatif kampanye iklan yang ada. Dalam hal ini, berdasarkan tujuan yang

dirumuskan bisa mengambil keputusan yang tepat guna pencapaian tujuan

akhir usaha organisasi yang telah ditentukan semula.

Ketiga, menilai hasil yang diperoleh. Jadi, melalui uji cara kerja

tujuan dimaksud dapat dinilai kesimpulan suatu kegiatan kampanye melalui

iklannya. Fungsi tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa hasil

kampanye dimaksud bisa diukur oleh tujuan degancara menghubungkan

jenis-jenis kegiatannya dengan tujuan yang telah ditentukan. Di akhir

kampanye ukuran tersebut dapat digunakan untuk menilai berhasil tidaknya

kampanye tersebut.24

Suatu tujuan usaha biasanya ditetapkan dengan memperhatikan

masalah pembentukan tujuan pemasaran, atau lebih umum lagi, tujuan

organisasi (perusahaan). Banyak manajer bisnis, bila diminta identifikasi

tujuan mereka, segera akan berkata utnuk memperoleh laba sebanyak

23
Kustadi Suhandang, Op.Cit., hlm. 60.
24
Kustadi Suhandang, Op.Cit., hlm. 60.

Universitas Sumatera Utara


24

mungkin. Sudah tentu laba yang banyak itu diperlukan sebagai hasil akhir,

namun pernyataan itu tidak begitu operasional bagi penetapan suatu tujuan.

Terutama sekali jarang dilakukan sebagai ukuran yang berguna bagi

pengambilan keputusan. Sebaliknya tujuan yang berorientasikan pemasaran

harus khusus melukiskan segmen mana saja yang bisa dilakukan untuk

melayani keinginan dan keperluan utama dari orang-orang.

Jadi, perusahaan atau petugas pemasaran harus mempertimbangkan

penetapan tujuan berdasarkan sikap dan pemikiran konsumen dalam hal

memenuhi keinginan dan keperluannya pada saat dihadapkan kepada barang

atau jasa yang ditawarkan lewat iklan.

Setelah khalayak sasaran dikenali, langkah selanjutnya yang harus

diambil adalah menentukan kegiatan kampanye yang sempurna sehingga

konsumen (khalayak dimaksud tadi) dapat dikatakan akan menanggapinya

melalui suatu hierarki efek. Hirarki dimaksud adalah sikap khlayak yang

merupakan rangkaian tingkat kesiapan konsumen, dari awal mengetahui

adanya barang atau jasa yang ditawarkan sampai dengan melakukan

tindakan akhir terhadap barang atau jasa tersebut, baik mencoba maupun

menggunakan atau memilikinya.

Adapun hierarki efek dimaksud terdiri atas :25

25
Kustadi Suhandang, Op.Cit., hlm. 61.

Universitas Sumatera Utara


25

a) Awareness (mengetahui/menyadari), ialah tahap dimana konsumen

bisa mengenal dan mengingat barang atau jasa yang ditawarkan,

minimal mereknya;

b) Interest (perhatian/minat), ialah tahap dimana terjadipeningkatan

keinginan konsumen untuk mempelajari beberapa keistimewaan

barang atau jasa dari merek yang ditawarkan itu;

c) Evaluation (penilaian), ialah tahap penilaian konsumen terhadap

barang atau jasa dari merek yang ditawarkan itu, sesuai dengan

perasaan yang diharapkannya;

d) Trial (percobaan), ialah tahap dimana timbul kesungguhan konsumen

untuk mengawali pembelian dalam rangka mencoba memakai barang

atau jasa dari merek yang ditawarkan tersebut;

e) Adoption (pengadopsian), ialah tahap dimana konsumen merasakan

perlunya membeli kembali dan menggunakan atau seterusnya

memakai barang atau jasa dari merek tersebut, setelah memperoleh

pengalaman yang menyenangkan pada awal pembelian (percobaan)

tadi.

Jadi, tujuan akhir yang hakiki dari penyusunan iklan yang dimaksud

adalah kegiatan komunikasi untuk menjangkau khalayak tertentu, agar

mereka dapat membantu memperluas serta menyebarkan informasinya, dan

mempergunakannya selama mungkin.26

26
Kustadi Suhandang, Op.Cit., hlm. 62.

Universitas Sumatera Utara


26

Para konsumen tidak selalu bisa mengubah dirinya secara tiba-tiba dari

insan yang tidak tertarik menjadi pembeli yang berkeyakinan. Dalam

banyak kasus, mereka melakukan langkah-langkah tertentu sebelum

membeli sesuatu barang atau jasa. Umumnya mereka bergerak dari keadaan

tidak tahu tentang barang atau jasa yang dihadapi atau dilihatnya menjadi

tahu dan kemudian mengenalinya, menyukainya, memilihnya, menerima

(atau meyakininya), dan akhirnya membeli barang atau jasa dimaksud.

Langkah-langkah atas komunikasi persuasif tersebut menunjukkan

adanya tidak tujuan utama dari pemasangan iklan yang dimaksud yaitu :27

a) Membentuk kesadaran khalayak untuk mengetahu segala sesuatunya

tentang barang atau jasa tertentu (yang ditawarkan);

b) Menciptakan perasaan khalayak sedmikian rupa sehingga menyukasi

dan memilih barang atau jasa yang ditawarkan tersebut;

c) Mendorong khalayak agar berpikir dan bertindak (membeli) serta

menggunakan barang atau jasa yang ditawarkan itu.

Tujuan tersebut bisa tercapai bertahap atau berubah dari tujuan yang

pertama ke tujuan berikutnya, sampai tujuan berikutnya, sampai tujuan akhir

sesuai dengan kegunaan atau fungsi barang atau jasa tersebut dalam

kehidupan sehari-hari khalayaknya. Apabila barang atau jasa itu mulai

dipasarkan, maka tujuan utama pemasangan iklan yang dimaksud mungkin

baru memberikan informasi tentang barang atau jasa tersebut secara rinci

(tujuan utama yang pertama). Kemudian jika laju pemasarannya makin


27
Kustadi Suhandang, Op.Cit., hlm. 62.

Universitas Sumatera Utara


27

pesat, maka tekanan tujuannya ditempatkan pada daya tarik yang bersaing

(tujuan utama yang kedua). Selanjutnya apabila pasaran barang atau jasa itu

masuk ke dalam tahap yang mantap perkembangannya, pemasangan

(pembuatan) iklan pun bisa lebih ditujukan pada memelihara nama dan

merek dari barang atau jasa tersebut di kalangan konsumennya (tujuan

utama yang ketiga).

Tujuan pelaku usaha dengan memakai iklan adalah sebagai berikut :28

a) Mendukung program penjualan pribadi dan kegiatan promosi lainnya

b) Mencapai orang-orang yang tidak dapat dicapai oleh tenaga penjual

dalam waktu tertentu

c) Memasuki daerah pemasaran baru atau menarik langgan baru

d) Memperkenalkan produk baru

e) Menambah volume penjualan.

Fungsi-Fungsi Periklanan

Definisi dan klasifikasi hanya memberikan sebuah bahasa umum untuk

mengembangkan pemahaman tentang periklanan. Efek periklanan pada

sebuah organisasi bisa jadi dramatis dan juga perlu dieksplorasi.29

a) Periklanan menjalankan sebuah fungsi “informasi” ; ia

mengomunikasikan informasi produk, ciri-ciri, dan lokasi

penjualannya. Ia memberitahu konsumen tentang produk-produk baru.

28
Alex S. Nitisemito, Managemen Personalia : Managemen Sumber Daya Manusia,
Ghalia Indonesia Jakarta, 1988, hlm. 58.
29
Monlee lee & Carla Johnson, Op. Cit., hlm.10.

Universitas Sumatera Utara


28

b) Periklanan menjalankan sebuah fungsi “persuasif” ; ia mencoba

membujuk para konsumen untuk membeli merek-merek tertentu atau

mengubah sikap mereka terhadap produk atau perusahaan tersebut.

c) Periklanan menjalankan sebuah fungsi “pengingat” ; ia terus-menerus

mengingatkan para konsumen tentang sebuah produk sehingga mereka

akan tetap membeli produk yang diiklankan tanpa memdulikan merek

pesaingnya.

Selain fungsi-fungsi diatas, periklanan juga mempunyai fungsi bagi

produk yang diiklankan, yaitu :30

a) Periklanan berfungsi memberikan informasi produk. Ia

mengomunikasikan informasi produk, ciri-ciri, dan lokasi

penjualannya, memberitahu konsumen tentang harga dan manfaat

produk atau tentang adnaya produk baru.

b) periklanan berfungsi persuasif. Periklanan mencoba membujuk

konsumen melakukan tindakan nyata.

c) Periklanan berfungsi mengingatkan dan meneguhkan. Periklanan

terus-menerut mengingatkan para konsumen tentang sebuah produk

sehingga mereka tetap akan membeli produk yang akan diiklankan

tanpa memperdulikan merek lainnya. 31

Ada juga beberapa manfaat dari iklan, yaitu :

30
Ibid, hlm.11.
31
Rachmat Kriyantono, Manajemen Periklanan : Teori dan Praktek, UB Press, Malang,
2013, hlm. 52.

Universitas Sumatera Utara


29

a) Iklan memperluas alternatif konsumen. Dengan adanya iklan,

konsumen dapat mengetahui adanya berbagai produk/jasa yang pada

gilirannya melahirkan adanya pilihan.

b) Iklan membantu produsen menimblkan kepercayaan bagi konsumen.

Iklan-iklan yang secara keren tampil dihadapan masyarakat dengan

menimbulkan kepercayaan yang tinggi bahwa perusahaan yang

membuat memiliki produk yang bermutu.

c) Iklan membuat orang kenal, ingat dan percaya terhadap produk/jasa.

B. Peranan Iklan

Peranan periklanan dalam pemasaran suatu produk adalah untuk

membangun kesadaran (awareness) terhadap keberadaan produk yang

ditawarkan, menambah pengetahuan konsumen tentang produk yang

ditawarkan, membujuk calon konsumen untuk membeli dan menggunakan

produk tersebut dan untuk membedakan diri perusahaan satu dengan

perusahaan yang lainnya.32

Periklanan terfokus pada media massa seperti surat kabar, televisi, radio dan

brosur. Periklanan menawarkan keunggulan signifikan diatas teknik

promosional lainnya. Banyak konsumen yang menaruh kadar prestisi kepada

media massa yang digunakan dalam periklanan. Merupakan kenyataan

sederhana bahwa sebuah produk yang di iklankan secara nasional dapat

mengukur citra produk tersebut.

32
Ibid, hlm. 53.

Universitas Sumatera Utara


30

Inti dari periklanan itu sendiri merupakan suatu alat yang digunakan oleh

pembeli/penjual, setiap orang termasuk lembaga non laba atau dengan kata

lain, periklanan dapat dipandang sebagai kegiatan pemasaran kepada suatu

kelompok masyarakat baik secara lisan maupun dengan suatu produk, jasa atau

ide.

Iklan dapat digunakan untuk membangun citra jangka panjang untuk suatu

produk atau sebagai pemicu penjualan-penjualan cepat.

Disadari atau tidak, iklan dapat berpengaruh tetapi juga dapat berlalu begitu

cepat. Iklan sangat unik karena iklan dapat mencapai tujuan meskipun

disampaikan dengan panjang lebar dan terkadang membingungkan.

Iklan pada brosur mengambil peran penting dalam mempromosikan atau

mengiklankan produk atau jasa dari suatu perusahaan. Bisa dikatakan bahwa

beriklan dengan menggunakan brosur ini merupakan salah satu cara paling

tradisional dalam teknik pemasaran.

Fungsi brosur sebagai media iklan dan promosi bisnis, secara umum brosur

yang digunakan sebagai media untuk beriklan memiliki fungsi yang informatif,

artinya bahwa brosur harus bisa membawa informasi dari produk atau jasa

yang tengah ditawarkan.33

Fungsi kedua adalah advertising, artinya brosur menjadi bagian yang

penting sebagai media beriklan, karena brosur yang menarik dan unik mampu

menarik konsumen.

33
Morissan, Op, Cit., hlm. 281.

Universitas Sumatera Utara


31

Fungsi ketiga adalah identifikasi, desain brosur yang menarik dan

komunikatif akan membuat konsumen mudah menemukan dan mengenali

perusahaan. Selain itu, brosur akan memberikan prestise dan kredebilitas

tersendiri bagi perusahaan.

Dalam perencanaan media (media plan), majalah dan surat kabar memiliki

posisi yang berbeda dibandingkan dengan media penyiaran. Hal ini disebabkan

kedua media cetak tersebut memungkinkan pemasang iklan untuk menyajikan

informasi secara perinci yang dapat diolah menurut tingkat kecepatan

pembacanya. Media cetak tidak memiliki sifat yang terlalu intrusive,34 dalam

arti terlalu masuk dalam kehidupan audensinya,sebagaimana televisi. Media

cetak membutuhkan upaya dari pihak pembaca agar iklan yang disajikan

mampu memberikan efek. Untuk alasan ilmiah, surat kabar dan majalah juga

dengan media dengan keterlibatan tinggi.

Sebagaimana radio yang sudah terspesialisasi, majalah dan surat kabar

merupakan media penting untuk menjangkau konsumen tertentu atau khusus.

Walaupun surat kabar dan majalah adalah sama-sama media cetak, namun

keunggulan dan kelemahan kedua media tersebut, majalah dan surat kabar,

termasuk juga faktor-faktor penting dalam memutuskan kapan dan bagaimana

menggunakan surat kabar dan majalah dalam perencanaan media.

Di Indonesia, surat kabar atau koran memiliki peran penting bagi pemasang

iklan. Secara nasional, belanja iklan tersebut kedua setelah televisi adalah surat

34
Morissan, Op, Cit., hlm. 282.

Universitas Sumatera Utara


32

kabar, atau dengan kata lain surat kabar merupakan media untuk beriklan

dengan posisi terpenting kedua setelah televisi. Surat kabar tidak saja

digunakan perusahaan besar atau pemasang iklan skala nasional (national

advertiser) untuk mempromosikan produknya, kebanyakan perusahaan kecil

dan bahkan pengecer (retailer) juga mengandalkan surat kabar memiliki

karateristik dan peran yang berbeda sebagai suatu media iklan. Kita akan

melihat perbedaan tersebut pada pembahasan berikut ini.35

Surat kabar memiliki sejumlah keunggulan yang menjadikan media ini

popular di kalangan pemasang iklan nasional maupun lokal. Keunggulan yang

dimiliki surat kabar mencakup; daya jangkaunya yang ekstensif khususnya

pada wilayah pemasaran local, fleksibilitas, pilihan geografis, keterlibatan

pembaca, dan pelayanan khusus. Kelebihan surat kabar dapat berupa,

Jangkauan Ekstensif. Salah satu keuntungan utama surat kabar adalah

cakupan pasar atau penetrasi pasar yang cukup luas khususnya dikawasan

perkotaan di mana tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan masyarakatnya

cukup tinggi. Penetrasi surat kabar di kalangan rumah tangga masyarakat

berpendapat menengah ke atas dapat mencapai 70 persen.36 Beberapa rumah

tangga bahkan berlangganan lebih dari satu surat kabar atau berlangganan surat

kabar edisi pagi dan sore. Surat kabar memungkinkan pemasang iklan untuk

dapat menjangkau konsumen secara lebih ekstensif. Penetrasi surat kabar yang

ekstensif menjadikan surat kabar sebagai media massa sejati yang memberikan

35
Morissan, Op, Cit., hlm. 302.
36
Morissan, Op, Cit., hlm. 303.

Universitas Sumatera Utara


33

peluang sangat bagus kepada pemasang iklan untuk menjangkau seluruh

segmen populasi dengan pesannya. Keuntungan lain surat kabar, khususnya

surat kabar harian, adalah kemampuan media ini memberikan peluang lebih

besar kepada pemasang iklan dalam hal frekuensi. Surat kabar yang dibaca

setiap hari memberikan peluang kepada pemasang iklan untuk meningkatkan

frekuensi kemunculan iklan di surat kabar bersangkutan. Hal ini dapat

meningkatkan ingatan dan pemahaman pembaca terhadap iklan bersangkutan.

Fleksibilitas. Keuntungan lain surat kabar adalah fleksibilitas yang

ditawarkannya kepada pemasang iklan. Fleksibilitas itu adalah pertama, surat

kabar fleksibel dalam hal persayartan untuk memproduksi dan menayangkan

iklan.37 Iklan surat kabar dapat ditulis dan dipersiapkan hanya dalam waktu

beberapa jam. Pada umumnya surat kabar harian, materi iklan harus diterima

paling lambat 24 jam sebelum surat kabar bersangkutan terbit (walaupun iklan

khusus seperti iklan berwarna atau iklan untuk suplemen akhir pekan

membutuhkan waktu yang lebih lama). Dengan kata lain, 24 jam sebelum surat

kabar terbit, pemasang iklan masih dapat menampilkan iklan apapun yang

diinginkannya untuk muncul pada surat kabar apapun. Waktu produksi iklan

dan batas wkatu yang singkat menjadikan surat kabar sebagai media yang tepat

dalam menanggapi setiap peristiwa atau perkembangan yang terjadi terkait

dengan merek produk sehingga perusahaan dapat memberikan jawaban segera

melalui iklan kepada konsumen. Dimensi kedua dari fleksibilitas surat kabar

adalah tersedianya pilihan kreatif kepada pemasang iklan. Iklan surat kabar

37
Morissan, Op, Cit., hlm. 303.

Universitas Sumatera Utara


34

dapat dibuat dan dimunculkan dalam berbagai ukuran, bentuk, dan format.

Iklan dapat menggunakan warna atau melalui sistem sisipan untuk memperoleh

perhatian pembaca. Perusahaan dapat menampilkan iklannya pada edisi

minggu atau pada edisi khusus serta berbagai pilihan waktu pemunculan iklan

lainnya yang kesemuanya bergantung tujuan pemasang iklan.

Seleksi Geografis. Surat kabar pada umumnya menawarkan pemasang iklan

lebih banyak pilihan dalam hal geografis atau wilayah yang menjadi target

iklan dibandingkan dengan media lainnya kecuali surat langsung (direct

mail).38 Pemasang iklan dapat mengombinasikan cakupan iklannya melalui

pilhan surat kabar yang sesuai sehingga dapat menjangkau wilayah pemasaran

yang memiliki potensi penjualan terbesar. Perusahaan skala nasional dapat

memanfaatkan surat kabar berdasarkan pilihan geografisnya sehingga

perusahaan dapat memfokuskan upaya promosinya pada wilayah tertentu yang

tidak dapat dijangkau melalui media lain. Iklan surat kabar memungkinkan

pemasang iklan untuk mempromosikan produknya berdasarkan wilayah-

wilayah pemasaran, memberikan tanggapan yang lebih cepat atau

menyesuaikan materi iklan dengan kondisi pasar setempat. Surat kabar

memungkinkan pemasang iklan untuk mengaitkan atau menghubungkan

iklannya agar sejalan dengan promosi yang dilakukan perusahaan pengecer.

Cara seperti ini akan menumbuhkan dukungan dari pihak pedagang terhadap

produk perusahaan pemasangan iklan. Pemasang iklan lokal lebih tertarik

dengan kelebihan iklan surat kabar dibandingkan media lain dalam hak

38
Morissan, Op, Cit., hlm. 304.

Universitas Sumatera Utara


35

fleksibilitas dan pilihan geografis yang ditawarkan surat kabar, dengan

demikian perusahaan dapat memfokuskan pemasarannya pada wilayah dimana

konsumen terbesar berada.

Penerimaan Pembaca. Kelebihan lainnya yang dimiliki surat kabar adalah

sikap penerimaan audiensi yang lebih baik terhadap isi dan iklan yang

disampaikan surat kabar. Pembaca surat kabar harian biasanya telah memiliki

kebiasaan membaca setiap harinya. Pembaca menyediakan waktu setiap hari

untuk membaca koran dan lebih banyak waktu yang digunakan untuk

membaca koran pada akhir pekan. Kebanyakan pembaca mengandalkan surat

kabar, tidak saja untuk mendapatkan beritas, informasi dan hiburan tetapi juga

bantuan dalam membuat keputusan konsumsi. Banyak pembaca yang membeli

surat kabar karena iklan yang termuat di dalamnya. Konsumen mengacu pad

iklan untuk mengetahui harga dan ketersediaan suau produk serta

menggunakan surat kabar untuk mencari tahu dimana suatu produk dijual

dengan potongan harga atau diskon. Suatu spek keunggulan surat kabar yang

dapat membantu pemasangan iklan adalah pengetahuan pembaca terhadap

bagian-bagian (rubrik) surat kabar.

Serangkaian studi menunjukkan nilai lebih iklan surat kabar sebagai sumber

informasi bagi pembacanya. Suatu studi menemukan bahwa konsumen lebih

mengacu kepada iklan di surat kabar dibandingkan media lainnya. Studi lain

juga menunjukkan bahwa 80 persen konsumen menyatakan surat kabar

merupakan media yang paling membantu dalam mempersiapkan belanja

Universitas Sumatera Utara


36

mingguan mereka. Iklan surat kabar juga dinilai sebagai salah satu iklan yang

paling dipercaya.39

Pelayanan. Keuntungan lain surat kabar bagi pemasang iklan adalah

pelayanan tambahan yang dapat diberikan media ini. Beberapa suat kabar

memiliki bagian yang bertugas memberi tahu para pedagang bahwa produk

tertentu tengah dipromosikan oleh surat kabar bersangkutan. Mereka juga

berupaya meyakinkan pengecer lokal untuk menyediakan, memajang, dan

mempromosikan produk bersangkutan. Surat kabar juga dapat menjadi sumber

informasi yang sangat bagus untuk mendapatkan data mengenai pasar lokal.

Pemasang iklan dapat memanfaatkan kelebihan ini untuk mendapatkan data

mengenai pasar lokal. Pemasang iklan dapat memanfaatkan kelebihan ini untuk

mengetahui kondisi pasar di mana suatu produk akan didistribusikan. Surat

kabar biasanya memiliki data dan juga pengetahuan mengenai kondisi pasar

setempat melalui data dan juga pengetahuan mengenai kondisi pasar setempat

melalui riset yang telah dilakukan sebelumnya melalui survey pembaca dan

konsumen.40 Surat kabar dapat pula membantu perusahaan kecil dengan

memberikan jasa pembuatan iklan secara gratis. Perusahaan kecil yang tidak

memiliki departemen iklan sering bergantung pada surat kabar utnuk

membantu mereka menulis dan memproduksi iklan mereka di surat kabar.

39
Morissan, Op, Cit., hlm.311.
40
Morissan, Op, Cit., hlm.311.

Universitas Sumatera Utara


37

C. Bagian-Bagian Iklan

Secara teoritik, umumnya iklan terdiri atas dua jenis, yaitu iklan standar

dan iklan layanan masyarakat. Iklan standar adalah iklan yang ditata secara

khusus untuk keperluan memperkenalkan barang/jasa pelayanan untuk

konsumen melalui media.41 Tujuan iklan ini adalah merangsang motif dan

minat para konsumen, sehingga konsumen mengambil sikap terhadap barang

dan jasa yang ditawarkan. Sedangkan iklan layanan masyarakat adalah iklan

yang bersifat non profit, tapi umumnya bertujuan memberikan informasi dan

penerangan serta pendidikan kepada masyarakat dalam rangka pelayanan

dengan mengajak masyarakat utnuk bepartisipasi atau bersikap positif terhadap

pesan yang disampaikan.42

Pengelola pemasaran suatu perusahaan beriklan dalam berbagai tingkatan

atau level. Misalnya, iklan level nasional atau lokal/retail dengan target yaitu

masyarakat konsumen secara umum, atau iklan untuk level industri atau

disebut juga dengan business-to-business advertising atau professional

advertising dan trade advertising yang ditujukan untuk konsumen industri,

perusahaan, atau professional advertising dan trade advertising yang ditujukan

untuk konsumen industri, perusahaan, atau profesional. Untuk lebih jelasnya,

tipe atau jenis iklan dapat diuraikan sebagai berikut :43

a) Iklan Nasional

41
Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Periklanan, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1992, hlm. 31.
42
Ibid, hlm. 32.
43
Morissan, Op. Cit., hlm. 20.

Universitas Sumatera Utara


38

Pemasang iklan adalah perusahaan besar dengan produk yang

tersebar secara nasional atau di sebagian besar wilayah suatu negara.

Sebagian besar iklan nasional pada umumnya muncul pada jam tayang

utama (prime time) di televisi yang memiliki jaringan siaran secara

nasional dan juga pada berbagai medai besar nasional serta media-

media lainnya. Tujuan dari pemasangan iklan berskala nasional ini

adalah untuk menginformasikan atau mengingatkan konsumen kepada

perusahaan atau merek yang diiklankan beserta berbagai fitur atau

kelengkapan yang dimiliki dan juga keuntungan, manfaat,

penggunaan, serta menciptakan atau memperkuat citra produk

bersangkutan sehingga konsumen akan cenderung membeli produk

yang diiklankan itu.

b) Iklan Lokal

Pemasang iklan adalah perusahaan pengecer atau perusahaan

dagang tingkat lokal. Iklan lokal bertujuan untuk mendorong

konsumen untuk berbelanja pada toko-toko tertentu atau

menggunakan jasa lokal atau mengunjungi suatu tempat atau institusi

tertentu.44 Iklan lokal cenderung untuk menekankan pada insentif

tertentu, misalnya harga yang lebih murah, waktu operasi yang lebih

lama, suasana berbeda, atau aneka jenis barang yang ditawarkan.

Promosi yang dilakukan iklan lokal sering dalam bentuk aksi langsung

44
Morissan, Op. Cit., hlm. 21.

Universitas Sumatera Utara


39

(direct action advertising) yang dirancang untuk memperoleh

penjualan secara cepat.

c) Iklan Primer dan Selektif

Iklan primer atau disebut juga dengan primary demand advertising

dirancang untuk mendorong permintaan terhadap suatu jenis produk

tertentu atau untuk keseluruhan industri. Pemasang iklan akan lebih

fokus menggunakan iklan primer apabila, misalnya, merek produk

jasa yang dihasilkannya telah mendominasi pasar dan akan

mendapatkan keuntungan paling besar jika permintaan terhadap jenis

produk bersangkutan secara umum meningkat. Asosiasi perusahaan di

bidang industri dan perdagangan kerap melakukan kampanye melalui

iklan primer untuk mendorong peningkatan penjualan produk yang

dihasilkan anggota asosiasi. Dengan demikian, iklan semacam ini

bertujuan menjelaskan konsep dan manfaat suatu produk secara umum

namun sekaligus mempromosikan merek produk bersangkutan.

Iklan Bisnis dan Profesional :45

a) Iklan antar-Bisnis

Iklan antar bisnis atau business-to-business advertising adalah iklan

dengan target kepada satu atau beberapa individu yang berperan

memengaruhi pembelian barang atau jasa industry untuk kepentingan

perusahaan di mana para individu itu bekerja. Barang-barang industry

(industrial goods) adalah produk yang akan menjadi bagian dari

45
Morissan, Op. Cit., hlm. 21.

Universitas Sumatera Utara


40

produk lain, atau produk yang digunakan untuk membantu suatu

perusahaan melakukan kegiatan bisnisnya. Jasa pelayanan bisnis,

seperti asuransi, jasa biro perjalanan, dan pelayanan kesehatan masuk

dalam kategori ini.

b) Iklan Profesional

Iklan profesional atau professional advertising adalah iklan dengan

target kepada para pekerja profesional seperti dokter, pengacara,

dokter gigi, ahli teknik, dan sebagainya dengan tujuan untuk

mendorong mereka menggunakan produk perusahaan dalam bidang

pekerjaan mereka. Iklan semacam ini juga digunakan untuk

mendorong pada professional untuk merekomendasikan penggunaan

merek produk tertentu kepada para konsumen.

c) Iklan Perdagangan

Iklan dengan target pada anggota yang mengelola saluran

pemasaran (marketing channel), seperti pedagang besar, distributor

serta para pengecer. Tujuan iklan semacam ini adalah untuk

mendorong para anggota saluran untuk memiliki, mempromosikan,

seta menjual kembali merek produk tertentu kepada para

pelanggannya.

Universitas Sumatera Utara


41

Didasarkan pada kelompok komoditi (barang, jasa, dan gagasan) yang

bisa ditawarkan, kita dapat membagi jenis iklan dalam sembilan kelompok,

yaitu :46

a) Iklan Nasional, yang menawarkan atau memperkenalkan komoditi

produksi nasional.

b) Iklan industri, yang mengkampanyekan barang-barang industri.

c) Iklan perdagangan, yang menawarkan atau mengkampanyekan

barang-barang dagangan.

d) Iklan pertanian, yang menawarkan atau memperkenalkan hasil dan

alat-alat pertanian.

e) Iklan profesi, yang mengkampanyekan jasa keahlian.

f) Iklan ide (gagasan), yang menawarkan suatu ide atau gagasan dalam

melakukan suatu usaha tertentu, seperti kerjasama dalam perniagaan,

atau kerjasama dalam menyelesaikan suatu proyek pembangunan,

kerjasama usaha tertentu.

g) Iklan klasifikasi, yang ditampilkan dengan cara dikelompokkan

berdasarkan jenis barang atau kebutuhan.

h) Iklan toserba, yang menawarkan berbagai macam serta jenis barang

atau jasa.

i) Iklan maklumat, yang menyajikan berbagai pengumuman, undangan

rapat, ucapan bela sungkawa, pemberitahuan, dsb.

46
Kustadi Suhandang, Op. Cit., hlm. 54.

Universitas Sumatera Utara


42

D. Etika Periklanan di Indonesia

Undang-undang tentang perilaku periklanan sampai saat ini belum

diterbitkan, sekalipun iklan memainkan peran yang sungguh-sungguh berarti

dalam kehidupan masyarakat, baik dari sudut biaya, pengaruh pada

masyarakat, baik dari sudut biaya, pengaruh pada masyarakat bisnis dan

konsumen, maupun pada kegiatan pemerintah.47 Sekalipun agak sumir,

perilaku-perilaku periklanan diatur dalam undang-undang perlindungan

konsumen. Beberapa perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha termasuk di

dalamnya perilaku periklanan seperti mengiklankan barang dan/atau jasa secara

tidak benar dan/atau seolah-olah memiliki potongan harga, standar dan

seterusnya, mengiklankan penawaran barang dan/jasa secara tidak benar atau

menyesatkan dan seterusnya, mengiklankan barang dan/atau jasa dengan harga

khusus atau memberikan hadiah dan seterusnya dengan maksud untuk tidak

memenuhinya.48

Seperti diketahui bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen

menetapkan tujuan perlindungan konsumen antara lain adalah untuk

mengangkat harkat kehidupan konsumen, maka untuk maksud tersebut

berbagai hal yang membawa akibat negatif dari pemakaian barang dan/jasa

harus dihindarkan dari aktivitas perdagangkan pelaku usaha. Sebagai upaya

untuk menghindarkan akibat negatif pemakaian barang dan/atau jasa tersebut,

maka undang-undang menentukan berbagai larangan sebagai berikut :

47
Kustadi Suhandang, Op. Cit., hlm. 55.
48
Az. Nasution, Op. Cit., hlm. 244.

Universitas Sumatera Utara


43

Pasal 8 Undang-Undang Perlindungan Konsumen :49

(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang

dan/atau jasa yang :

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan

dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih, atau netto, dan jumlah

dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket

barang tersebut;

c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam

hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran

sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang

dan/atau jasa tersebut;

e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan,

gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam

label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,

keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jasa

tersebut;

g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu

penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

49
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Universitas Sumatera Utara


44

h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, bagaimana

pernyataan halal yang dicantumkan dalam label;

i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat

nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan

pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku

usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan

harus dipasang/dibuat;

j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang

dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

yang berlaku

(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau

bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar

atas barang dimaksud.

(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan

yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan

informasi secara lengkap dan benar.

(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2)

dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib

menariknya dari peredaran.

Pada intinya substansi pasal ini tertuju pada dua hal, yaitu larangan

memproduksi barang dan/atau jasa, dan larangan memperdagangkan barang

dan/jasa yang dimaksud.50 Larangan-larangan yang dimaksudkan ini,

50
Az. Nasution, Op. Cit., hlm. 245.

Universitas Sumatera Utara


45

hakikatnya yaitu untuk mengupayakan agar barang dan/atau jasa yang beredar

di masyarakat merupakan produk yang layak edar, antara lain asal-usul,

kualitas sesuai dengan informasi pengusaha baik melalui label, etiket, iklan,

dan lain sebagainya.

Perlindungan diberikan dalam bentuk barang yang sesuai harga dan sesuai

informasi. Larangan-larangan yang tertuju pada “produk” sebagaimana

dimaksudkan di atas adalah untuk memberikan perlindungan terhadap

kesehatan/harta konsumen dari penggunaan barang dengan kualitas yang di

bawah standar atau kualitas yang lebih rendah daripada nilai harga yang

dibayar. Dengan adanya perlindungan yang demikian, maka konsumen tidak

akan diberikan barang dengan kualitas yang lebih rendah daripada harga yang

dibayarnya, atau yang tidak sesuai dengan infomasi yang diperolehnya.

Perilaku iklan juga diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen, yang bunyinya adalah sebagai berikut :

(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan , mempromosikan, mengiklankan

suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar dan/atau seolah-olah :

a. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga,

harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu,

karateristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;

b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;

Universitas Sumatera Utara


46

c. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki

sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-

ciri kerja, atau aksesori tertentu;

d. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai

sponsor, persetujuan atau afiliasi;

e. Barang dan/jasa tersebut tersedia;

f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;

g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;

h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;

i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau

jasa lain;

j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak

berbahaya, tidak mengandung resiko, atau efek samping tanpa

keterangan yang lengkap;

k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

(2) Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk

diperdagangkan.

(3) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang

melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan suatu barang dan/atau

jasa tersebut.

Memperhatikan substansi ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen ini pada intinya merupakan bentuk larangan yang tertuju pada

“perilaku” pelaku usaha, yang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan

Universitas Sumatera Utara


47

suatu barang dan/jasa secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut;

telah memenuhi standar mutu tertentu, memiliki potongan harga; dalam

keadaan baik dan/atau baru; telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor;

tidak mengandung cacat tersembunyi; merupakan kelengkapan dari barang

tertentu; atau seolah-olah berasal dari daerah tertentu. Demikian pula

“perilaku” menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan/atau jasa

yang secara langsung atas tidak langsung merendahkan barang dan/jasa lain;

menggunakan kata-kata yang berlebihan; menawarkan sesuatu yang

mengandung janji yang belum pasti.51

Larangan terhadap pelaku usaha tersebut dalam Undang-Undang

Perlindungan Konsumen membawa akibat bahwa pelanggaran atas larangan

tersebut dikualifikasikan sebagai perbuatan melanggar hukum. Tujuan dari

pengaturan ini adalah untuk mengupayakan terciptanya tertib perdagangan

dalam rangka menciptakan iklim usaha yang sehat. Ketertiban tersebut sebagai

bentuk perlindungan konsumen, karena larangan itu untuk memastikan bahwa

produk yang diperjual belikan dalam masyarakat dilakukan dengan cara tidak

melanggar hukum. Seperti praktek menyesatkan pada saat menawarkan,

mempromosikan, mengiklankan, memperdagangkan atau mengedarkan produk

barang dan/atau jasa yang palsu, atau hasil dari suatu kegiatan pembajakan.52

Substansi Pasal 9 Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga terkait

dengan representasi di mana pelaku usaha wajib memberikan representasi yang

51
Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2004, hlm. 90.
52
Ibid, Ahmadi Miru, hlm. 91.

Universitas Sumatera Utara


48

benar atas barang dan/jasa yang diperdagangkannya. Hal ini penting, karena

seagaimana diketahui bahwa salah satu penyebab terjadinya kerugian

konsumen adalah misrepresentasi terhadap barang dan/atau jasa tertentu.

Kerugian yang dialami oleh konsumen di Indonesia juga kebanyakan karena

tergiur oleh iklan-iklan atau brosur-brosur barang dan/atau jasa yang ternyata

tidak benar. Informasi berupa janji yang dinyatakan dalam penawaran,

promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut dapat menjadi alat

bukti yang dipertimbangkan oleh hakim atas gugatan yang berdasarkan

wanprestasi pelaku usaha.53

Perilaku iklan juga diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen, yang bunyinya adalah sebagai berikut :

“Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan

untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan

atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai :

a. Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;

b. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa;

c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi suatu barang dan/atau

jasa;

d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;

e. Bahaya penggunaan barang dan/jasa.”

53
Ibid, Ahmadi miru, hlm. 91.

Universitas Sumatera Utara


49

Sama dengan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Perlindungan Konsumen

diuraikan sebelumnya, Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini

juga menyangkut larangan yang tertuju pada “perilaku” pelaku usaha yang

tujuannya mengupayakan adanya perdagangan yang tertib dan iklim usaha

yang sehat guna memastikan produk yang diperjual belikan dalam masyarakat

dilakukan dengan cara tidak melanggar hukum. Demikian pula, karena

ketentuan Pasal 10 diatas ini berisi larangan menawarkan, mempromosikan

mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan

terhadap barang dan/atau jasa tertentu maka secara otomatis larangan dalam

pasal ini juga menyangkut persoalan representasi sebagaimana diuraikan dalam

Pasal 9 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.54

Seperti juga tentang pasal lainnya, tuntutan wanprestasi hanya dapat

dilakukan oleh pihak yang memiliki hubungan kontraktual, dalam pengertian

tidak harus ada perjanjian jual beli, tetapi dengan bukti promosi atau iklan yang

berisikan tarif khusus tersebut, pihak konsumen sudah dapat menuntut ganti

rugi karena wanprestasi. Tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu yang

dinyatakan dalam iklan tersebut merupakan alat bukti adanya janji yang

mengikat dari pelaku usaha yang bersangkutan. Agar tuntutan wanprestasi ini

dapat di terima, pihak konsumen harus memperhitungkan pula ketetapan waktu

yang dijanjikan dalam iklan tersebut. Konkretnya dapat dilihat dalam ketentuan

Pasal 7, 8, dan 9 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. 55

54
Ibid, Ahmadi Miru, Ibid, hlm. 92.
55
Ibid, Ahmadi Miru, hlm, 95-96.

Universitas Sumatera Utara


50

Perilaku iklan juga diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen, yang bunyinya adalah sebagai berikut :

“Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan

dilarang untuk:

a. Tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai

dengan yang dijanjikan;

b. Tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.”

Larangan dalam pasal ini intinya tertuju pada “perilaku” pelaku usaha, yang

tidak menepati pesanan dan/atau tidak menepati kesepakatan waktu

penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan, termasuk tidak menepati janji atas

suatu pelayanan dan/atau prestasi.

Larangan dalam Pasal 16 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini,

menjadikan perbuatan tidak menepati pesanan dan/atau tidak menepati

kesepakatan waktu tidak penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan, termasuk

tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi, tidak saja dapat

dituntut berdasarkan wanprestasi tetapi lebih dari itu dapat dituntut atas dasar

perbuatan melawan hukum. Bahkan dapat dituntut pidana oleh aparat yang

berwenang. Hal ini ynag kiranya dimaksudkan sebagai kerangka sistem hukum

perlindungan konsumen. Di sini ada upaya pemberdayaan konsumen dari

posisi yang lemah di hadapan pelaku usaha.56

56
Ibid, Ahmadi Miru, hlm. 100-101.

Universitas Sumatera Utara


51

Sedang perilaku periklanan yang lengkap diatur dalam Pasal 17 Undang-

Undang Perlindungan Konsumen, yang bunyinya adalah sebagai berikut :

(1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang :

a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan

dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketetapan waktu penerimaan

barang dan.atau jasa.

b. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa.

c. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak dapat mengenai

barang dan/atau jasa.

d. Tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang dan/atau

jasa.

e. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang

berwenang atau persetujuan yang bersangkutan.

f. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan

mengenai periklanan.

Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah

melanggar ketentuan pada ayat (1).

Pasal 17 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini merupakan pasal

yang secara khusus ditujukan pada perilaku pelaku usaha periklanan, yang

mengelabui konsumen melalui iklan yang diproduksinya. Mengelabui

Universitas Sumatera Utara


52

konsumen melalui iklan dapat terjadi dalam bentuk; pernyataan yang salah,

pernyataan yang menyesatkan, dan iklan yang berlebihan.57

Bahwa “pernyataan yang salah” terjadi apabila dalam iklan tersebut

mengungkapkan hal-hal yang tidak benar. Misalnya, menyatakan adanya suatu

zat tertentu pada produk yang ternyata tidak ada. Sementara “pernyaataan

(iklan) yang menyesetkan” apabila iklan itu menggunakan opini subjektif

untuk mengungkap kualitas produk secara berlebihan, tanpa didukung oleh

suatu fakta tertentu. Adapun yang dimaksud sebagai iklan yang berlebihan

apabila iklan tersebut menggunakan tiruan dalam visualisasi iklan. Jika

dihubungkan dengan ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang

Perlindungan Konsumen diatas, maka dapat dikatakan huruf a dan b

merupakan bentuk iklan atau pernyataan yang menyesatkan, sedangkan huruf c

merupakan bentuk iklan atau pernyataan yang salah, huruf e bentuk iklan yang

berlebihan, dan huruf f dapat meliputi ketiga-tiganya tergantung bagaimana

pelanggan etika dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang

dilanggar tersebut. Hal yang membingungkan adalah huruf d, karena sulit

dikualifikasi masuk ke dalam salah satu bentuk iklan yang dimaksudkan. 58

Pengaturan ayat (1) pasal ini terdapat masalah jika pelaku usaha periklanan

tidak mengetahui adanya hal yang menyesatkan atau pernyataan yang salah

seperti tersebut dalam huruf a, b, dan c sesuai pesanan pemesan iklan. 59 Hal

seperti itu tidak harus dimintakan pertanggungjawaban pelaku usaha

57
Ibid, Ahmadi Miru, hlm. 101.
58
Ibid, Ahmadi Miru, hlm. 102.
59
Ibid, Ahmadi Miru, hlm. 103.

Universitas Sumatera Utara


53

periklanan. Sesuai asas, pelaku usaha periklanan yang tidak mengetahui itikad

buruk pemesan iklan tidak sepatutnya mendapat sanksi berdasarkan ketentuan

pasal ini. Pihak yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban atas kerugian

konsumen akibat iklan yang isinya menyesatkan atau mengandung pernyataan

yang salah itu adlah pelaku usaha pemesan iklan.

Akan lain halnya, jika iklan yang di produksi itu menyangkut substansi yang

disebut substansi yang disebutkan dalam huruf d, e, dan f dari ayat (1) Pasal 17

Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut. Substansi tersebut dalam

huruf d, walaupun itu sepenuhnya atas kemauan pemesan iklan akan tetapi

pelaku usaha periklanan secara mudah dapat mengetahui isi iklan yang dipesan

bahwa di dalamnya tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian

barang dan/atau jasa yang iklankan.60 Sementara substansi yang disebutkan

dalam huruf e dan f, walaupun itu inisiatif pelaku usaha pemesan iklan tetapi

kegiatan yang berupa eksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizing

yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan. Demikian pula produksi

iklan yang melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan

mengenai periklanan, selain dapat diketahui oleh pelaku usaha periklanan, juga

sangat terkait profesionalitas pelaku usaha periklanan. Dalam hal ini pelaku

usaha periklanan dianggap turut serta melakukan perbuatan menyesatkan atau

mengelabui konsumen, subtansi yang diatur dalam huruf d, e, dan f, sudah pada

tempatnya pelaku usaha periklanan dimintai pertanggungjawaban di samping

pelaku usaha pemesan iklan.

60
Ibid, Ahmadi Miru, hlm. 104.

Universitas Sumatera Utara


54

Iklan sebagai salah satu bentuk informasi, merupakan alat bagi produsen

untuk memperkenalkan produknya kepada masyarakat agar dapat

mempengaruhi kecerendungan masayarakat untuk menggunakan atau

mengonsumsi produknya. Demikian pula sebaliknya, masyarakat akan

memperoleh gambaran tentang produk yang dipasarkan melalui iklan. Namun

masalahnya adalah, iklan tersebut tidak selamanya memberikan informasi yang

benar atau lengkap tentang suatu produk sehingga konsumen dapat saja

menjatuhkan pilihannya terhadap suatu produk tertentu berdasarkan

informasiyang tidak lengkap tersebut.61

Walaupun iklan ini dapat merugikan konsumen, namun bagi banyak

produsen di Indonesia, iklan seolah-seolah dianggap sebagai suatu alat promosi

yang tidak memiliki akibat hukum.

Secara umum, informasi yang disampaikan kepada konsumen dilakukan

dengan cara mempresentasikan suatu produk dengan berbagai cara dengan

berbagai media, namun dalam pelaksanaannya kadang terjadi misrepresentasi.

Mispresentasi merupakan pernyataan tidak benar yang dilakukan oleh suatu

pihak untuk membujuk pihak lain masuk dalam suatu perjanjian. Dengan

demikian, masalah dasar dari misrepresentasi adalah dampak daari suatu

pernyataan yang disampaikan sebelum terjadinya perjanjian.

61
Ibid, Ahmadi Miru, hlm. 103-104.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS IKLAN


YANG MENYESATKAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG
HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Pengertian Konsumen Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat istilah yang perlu

diperhatikan, antara lain, istilah pembeli (Pasal 1460, 1513, dst. Jo. Pasal

1457), penyewa (Pasal 1550, dst. Jo. Pasal 1548), penerima hibah (Pasal 1670,

dst. Jo. Pasal 1666), peminjam pakai (Pasal 1743. Jo. Pasal 1740), peminjam

(Pasal 1744), dan sebagainya.

Pembeli barang dan/atau jasa, penyewa, penerima hibah, peminjam pakai,

peminjam, tertanggung, atau penumpang, pada satu sisi dapat merupakan

konsumen akhir tetapi pada sisi lain dapat pula diartikan sebagai pelaku usaha.

Kesemua mereka itu, sekalipun pembeli misalnya, tidak semata-mata sebagai

konsumen akhir atau untuk kepentingan diri sendiri, keluarga atau rumah

tangga masing-masing tersebut.62

Untuk menjamin dan melindungi kepentingan konsumen atas produk-

produk barang yang dibeli, sebelum Undang-Undang Perlindungan Konsumen

lahir, peraturan perundang-undangan yang mengaturnya adalah Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata yang menjadi pedoman dalam menyelesaikan kasus-

kasus untuk melindungi konsumen yang mengalami kerugian atas cacatnya

barang yang dibelinya. Meskipun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak

62
A.z Nasution, Op. Cit., hlm. 8-9.

55

Universitas Sumatera Utara


56

mengenal istilah konsumen, tetapi didalamnya dijumpai istilah pembeli,

penyewa, tertanggung, atau penumpang, yang tidak membedakan apakah

mereka sebagai konsumen akhir atau konsumen antara.63

Di antara ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata yang dapat dipergunakan untuk mengatur kegiatan periklanan

adalah ketentuan tentang perbuatan melanggar atau melawan hukum (Pasal

1365 Kitab Undang-Undang Perdata), serta ketentuan tentang ingkar janji

(wanprestasi), yaitu sepanjang iklan tertentu menimbulkan kerugian pada pihak

lain.

Ketentuan tentang perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sangat

bermanfaat bagi konsumen dalam rangka meminta pertanggungjawaban para

pihak dalam kegiatan periklanan tanpa dilandasi adanya hubungan kontraktual.

Sedangkan, ketentuan tentang ingkar janji (wanprestasi) dapat dipergunakan

oleh semua pihak dalam kegiatan periklanan apabila salah satu pihak

melakukan wanprestasi terhadap hal-hal yang disepekati perjanjian.64

B. Pengertian Perlindungan Konsumen dan Konsumen Menurut Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Secara yuridis menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 1

ayat 2 dimaksud dengan konsumen adalah

63
Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm. 33-34.
64
Dedi Harianto, Op. Cit., hlm. 33-34.

Universitas Sumatera Utara


57

“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.

Adapun penjelasan dari Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan

Konsumen tentang pengertian konsumen berdasarkan unsur-unsurnya, adalah

:65

a) Setiap orang; subjek yang disebut sebagai konsumen adalah setiap

orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah

„orang‟ disini tidak dibedakan apakah orang individual yang lazim

disebut natuurlijk person atau termasuk juga badan hukum yang

disebut rechtspersoon. Oleh karena itu, yang paling tepat adalah tidak

membatasi pengertian konsumen sebatas pada orang perseorangan,

tetapi konsumen harus mencakup juga badan usaha dengan makna

lebih luas daripada badan hukum.

b) Pemakai; berdasarkan konsep dari Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang

Perlindungan Konsumen kata pemakai menekankan pada konsumen

akhir (ultimate consumer). Istilah pemakai dalam hal ini dapat

digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut, sekaligus menunjukkan

barang/jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi jual

beli, jadi sebagai konsumen tidak selalu harus terjalin kontraktual jual

beli antara konsumen dengan pelaku usaha.

65
Dedi Harianto, Op. Cit., hlm. 34.

Universitas Sumatera Utara


58

c) Barang dan/atau jasa; mengenai istilah ini dapat digunakan dengan

sebutan produk, karena saat ini yang dimaksud dengan produk itu

sendiri bermakna barang/jasa, seperti pada perbankan jasa yang biasa

ditawarkan disebut dengan produk-produk perbankan. Undang-

Undang Perlindungan Konsumen mengartikan bahwa berwujud

maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, benda yang

dapat dihabiskan maupun yang tidak dapat dihabiskan, yang tidak

dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh

konsumen. Sementara itu, jasa diartikan sebagai setiap layanan yang

berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat

untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

d) Tersedia dalam masyarakat; dalam perdagangan saat ini syarat ini

tidak mutlak lagi dituntut oleh konsumen, karena beberapa produk

yang tidak dapat dihadirkan di tengah-tengah konsumen pada saat

transaksi berlangsung, seperti pada perusahaan pengembang

(developer). Perusahaan ini sudah terbiasa mengadakan transaksi

terlebih dahulu sebelum bangunan yang dipesan tadi. Jadi, pada

transaksi perdagangan saat keberadaan barang yang diperjual belikan

bukan sesuatu yang diutamakan.

e) Tidak untuk diperdagangkan, Undang-Undang Perlindungan

Konsumen memberikan ketegasan yang dimaksud konsumen yang

akan dilindungi adalah konsumen akhir yaitu yang langsung

mengonsumsi barang atau jasa. Hal ini bertujuan untuk mempersempit

Universitas Sumatera Utara


59

cakupan konsumen, namun hal ini dirasa tidak adil karena bisa saja

produk itu merugikan beberapa pihak selain konsumen akhir.

Berdasarkan penjelasan dari pada ahli hukum dan Undang-Undang

Perlindungan Konsumen tentang pengertian konsumen maka Az Nasution

membedakan 3 jenis konsumen berdasarkan fungsinya yaitu :66

a) Konsumen komersial (commercial consumer) adalah setiap orang

yang mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk

memproduksi barang dan/atau jasa lain dengan tujuan mendapatkan

keuntungan.

b) Konsumen antara (intermediate consumer) adalah setiap orang yang

mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk

diperdagangkan kembali juga dengan tujuan mencari keuntungan.

Konsumen antara ini bisa berupa supplier, distributor, atau pengecer.

c) Konsumen akhir (ultimate consumer/end user) adalah pengguna atau

pemanfaat terakhir dari suatu produk. Penggunaan istilah pemakai

dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen menunjukkan

penggunaan produk untuk dirinya sendiri dan keluarganya atau orang

lain. Penggunaan istilah pemakai ini memberikan kesan bahwa barang

tersebut bisa miliknya sendiri atau pemberian dari orang lain tanpa

melalui transaksi jual beli. Konsumen akhir ini dapat berupa orang

atau badan hukum yang mengonsumsi barang secara langsung.

66
A.z Nasution, Op. Cit., hlm. 12.

Universitas Sumatera Utara


60

Jadi perlindungan konsumen pada hakikatnya tidak hanya berlaku untuk

konsumen akhir saja tetapi juga memberikan perlindungan kepada konsumen

komersial dan konsumen antara yang memproduksi dan memperdagangkan

kembali barang atau jasa. Hal ini karena ada kemungkinan produk yang

diterima oleh konsumen komersial adalah produk cacat, kemudian produk

tersebut dijual oleh konsumen komersial adalah produk yang cacat, kemudian

produk tersebut dijual oleh konsumen antara titik akhirnya beredarlah produk

cacat di pasaran yang kemudian produk cacat tersebut dikonsumsi langsung

oleh konsumen akhir. Jika hal ini terjadi bukan saja konsumen akhir yang

dirugikan tetapi juga konsumen komersial dan konsumen antara juga ikut

dirugikan. Penyebabnya adalah pelaku usaha (produsen awal) menyerahkan

produk cacat.67

Undang-Undang Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa,

perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Perlindungan

konsumen mempunyai cakupan yang luas, meliputi perlindungan konsumen

terhadap barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan untuk mendapatkan

barang dan jasa hingga sampai akibat-akibat dari pemakaian barang atau jasa

tersebut.

67
Aulia Muthiah, Hukum Perlindungan Konsumen : Dimensi Hukum Positif dan
Ekonomi Syariah, Pustaka Baru Press, Yogyakarta, 2018, hlm. 52.

Universitas Sumatera Utara


61

Cakupan perlindungan konsumen itu dapat dibedakan dalam dua aspek,

yaitu :68

a) Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada

konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati.

b) Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil

kepada konsumen.

Keinginan yang hendak dicapai dalam perlindungan konsumen dalam

perlindungan konsumen adalah menciptakan rasa aman bagi konsumen dalam

memenuhi kebutuhan hidup.

Maka segala upaya yang dimaksudkan salam perlindungan konsumen

tersebut tidak saja terhadap tindakan preventif akan tetapi juga tindakan

represif dalam semua bidang perlindungan yang diberikan kepada konsumen.

Oleh sebab itu, pengaturan perlindungan konsumen dilakukan dengan :69

a) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

keterbukaan akses informasi, serta menjamin kepastian hukum.

b) Melindungi kepentingan pada khususnya dan kepentingan seluruh

pelaku usaha.

c) Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa.

d) Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktik usaha yang

menipu dan menyesatkan

68
Ibid, hlm. 53.
69
Ibid, hlm. 54.

Universitas Sumatera Utara


62

e) Memajukan penyelenggaraan, pengembangan, dan pengaturan

perlindungan konsumen dengan bidang-bidang perlindungan lainnya.

Maka perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-

kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah

penyediaan dan penggunaan produk konsumen antara penyedia dan

penggunaannya dalam penghidupan bermasayarkat. Tegasnya hukum

perlindungan konsumen merupakan keseluruhan peraturan perundang-

undangan serta putusan-putusan hakim yang substansinya mengatur mengenai

kepentingan konsumen.70

Hal ini terkait dengan Pasal 64 Undang-Undang Perlindungan Konsumen

yang berbunyi “Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang

bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat undang-undang ini

diundangkan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan

tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang ini”.71

Pengertian perlindungan konsumen termaktub dalam Pasal 1 angka 1

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang

menegaskan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberikan perlindungan kepada konsumen”.72

Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen itu

antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta

70
Rosmawati, Pokok-Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Prenadamedia Group,
Jakarta, 2018, hlm. 6-7.
71
Ibid, hlm. 7.
72
Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Universitas Sumatera Utara


63

membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa baginya, dan

menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab.

Tujuan yang ingin dicapai perlindungan konsumen umumnya dapat dibagi

dalam tiga bagian utama, yaitu :73

a) Memberdayakan konsumen dalam meilih, menentukan barang

dan/atau jasa kebutuhannya, dan menunut hak-haknya (Pasal 3 huruf

c);

b) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang memuat unsur-

unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan akses untuk

mendapatkan informasi itu (Pasal 3 huruf d);

c) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha menegenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung

jawab (Pasal 3 huruf e).

Dari apa yang dikemukakan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa

sangat penting untuk dapat melindungi konsumen dari berbagai hal yang dapat

mendatangkan kerugian bagi mereka.74

Perlindungan konsumen yang diamin oleh undang-undang ini adalah adanya

kepastian hukum terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen. Kepastian

hukum itu meliputi segala upaya berdasarkan hukum untuk memberdayakan

konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa

73
Adrian sutedi, Op. Cit., hlm.8-9.
74
Adrian sutedi, Op. Cit., hlm.9.

Universitas Sumatera Utara


64

kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya apabila

dirugikan oleh perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen tersebut.

C. Hak dan Kewajiban Konsumen

Menurut kajian hukum umumnya yang dimaksud dengan hak adalah

kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum, sedangkan kepentingan

adalah tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan pada hakikatnya

mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam

melaksanakannya.

Pada dasarnya hak bersumber dari tiga hal, yaitu :75

a) Dari kodrat manusia sebagai manusia yang diciptakan oleh Tuhan,

manusia mempunyai sejumlah hak sebagai manusia dan untuk

mempertahankan kemanusiaannya, misalnya hak hidup, kebebasan,

dan hak lain yang berhubungan dengan sifat makhluk. Hak inilah yang

disebut dengan hak asasi.

b) Hak yang lahir dari hukum, yaitu hak-hak yang diberikan oleh hukum

negara kepada manusia dalam kedudukannya sebagai warga negara

seperti hak untuk memberikan suara dalam pemilihan umum, hak

untuk mendirikan bangunan, hak untuk mendapatkan pengakuan

dalam status hukum keluarga dan lainnya yang berhubungan dengan

hukum. Hak inilah yang disebut dengan hak hukum atau hak dalam

artian yuridis.

75
Aulia Muthiah, Op. Cit., hlm. 62.

Universitas Sumatera Utara


65

c) Hak yang lahir dari hubungan hukum antara seseorang dengan orang

lainnya melalui sebuah kontrak/perjanjian, meskipun hak ini berasal

dari hubungan kontraktual, tetap mendapat perlindungan dari hukum

jika kontrak yang dibuat untuk melahirkan hak itu sah menurut

hukum, berdasarkan hal ini maka hak ini juga masuk dalam kategori

hak hukum.

Jadi, hak hukum adalah hak yang bersumber, baik dari hukum maupun

perjanjian itu dibedakan menjadi hak kebendaan dan hak perorangan. Adapun

yang berkaitan dengan hak konsumen sebagai manusia yaitu seorang mahkluk

yang berakitan dengan hak hidup, hak mendapat keamanan.76 Serta konsumen

sebagai subjek hukum yang boleh melakukan perbuatan hukum seperti

membuat perjanjian. Seorang konsumen jika melakukan perjanjian jual beli

dengan pengusaha maka konsumen mempunyai hak untuk memilih produk

yang dia kehendaki.

Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen :

“Hak konsumen, adalah :

a. Hak untuk kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi

barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan

nilai tukar dan konsisi serta jaminan yang dijanjikan;

76
Aulia Muthiah, Op. Cit., hlm. 63.

Universitas Sumatera Utara


66

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa

yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak utnuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak utnuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian

atau tidak sebagaimana mestinya;

h. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.”

Pada dasarnya ada 10 macam hak konsumen, yaitu :77

a) Hak atas keamanan dan keselamatan;

b) Hak untuk memperoleh informasi;

c) Hak untuk memilih;

d) Hak untuk didengar;

e) Hak untuk memperoleh kebutuhan hiidup;

f) Hak untuk memperoleh ganti rugi;

g) Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen;

h) Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat;

77
Aulia Muthiah, Op. Cit., hlm. 63.

Universitas Sumatera Utara


67

i) Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang

diberikannya;

j) Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut.

Selanjutnya masing-masing hak tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :78

a) Hak untuk keamanan dan keselamatan;

Hak atas keamanan dan keselamatan ini dimaksudkan untuk

menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan

barang atau jasa yang diperolehnya, sehingga konsumen dapat

terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis) apabila mengonsumsi

suatu produk.

b) Hak untuk memperoleh informasi;

Hak atas informasi ini sangat penting, karena tidak memadainya

informasi yang disampaikan kepada konsumen ini dapat juga

merupakan salah satu bentuk cacat produk, yaitu yang dikenal dengan

cacat instruksi atau cacat karena informasi yang tidak memadai. Hak

atas informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen

dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk, karena

dengan informasi tersebut, konsumen dapat memilih produk yang

diinginkan/sesuai kebutuhannya serta terhindar dari kerugian akibat

kesalahan dalam penggunaan produk.

Informasi yang merupakan hak konsumen tersebut diantaranya

adalah mengenai manfaat kegunaan produk; 79 efek samping atas

78
Aulia Muthiah, Op. Cit., hlm. 63.

Universitas Sumatera Utara


68

penggunaan produk; tanggal kadaluwarsa, serta identitas produsen

dari produk tersebut. Informasi tersebut dapat disampaikan baik secara

lisan, maupun secara tertulis, baik yang dilakukan dengan

mencantumkan pada label yang melekat pada kemasan produk,

maupun melalui iklan-iklan yang disampaikan oleh produsen, baik

melalui media cetak maupun media elektronik.

Informasi ini dapat memberikan dampak yang signifikan untuk

efisiensi dari konsumen dalam memilih produk serta meningkatkan

kesetiaannya terhadap produk tertentu, sehingga akan memberikan

keuntungan bagi perusahaan yang memenuhi kebutuhannya. Dengan

demikian, pemenuhan hak ini akan menguntungkan baik konsumen

maupun produsen.

c) Hak untuk memilih;

Hak untuk memilih dimaksudkan untuk memberikan kebebasan

kepada konsumen untuk memilih produk-produk tertentu sesuai

dengan kebutuhannya, tanpa ada tekanan dari pihak luar.80

Berdasarkan hak untuk memilih ini konsumen berhak memutuskan

untuk membeli atau tidak terhadap suatu produk, demikian pula

keputusan untuk memilih baik kualitas maupun kuantitas jenis produk

yang dipilihnya.

Hak memilih yang dimiliki oleh konsumen ini hanya ada alternatif

pilihan dari jenis produk tertentu, karena jika suatu produk dikuasai

79
Aulia Muthiah, Op. Cit., hlm. 64.
80
Aulia Muthiah, Op. Cit., hlm. 64.

Universitas Sumatera Utara


69

secara monopoli oleh suatu produsen atau dengan kata lain tidak ada

pilihan lain (baik barang maupun jasa), maka dengan sendirinya hak

untuk memilih ini tidak akan berfungsi.

d) Hak untuk didengar;”

Hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak

dirugikan lebih lanjut, atau hak untuk menghindarkan diri dari

kerugian.81 Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang berbagai hal yang

berkaitan dengan produk-produk tertentu apabila informasi yang

diperoleh tentang produk tersebut kurang memadai, ataukah berupa

pengaduan atas adanya kerugian memadai, ataukah berupa pengaduan

atas adanya kerugian yang telah dialami akibat penggunaan suatu

produk, atau yang berupa pernyataan/pendapat tentang suatu

kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen.

Hak ini dapat disampaikan baik secara perorangan, maupun secara

kolektif, baik yang disampaikan secara langsung maupun diwakili

oleh suatu lembaga tertentu.

e) Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup;

Hak ini merupakan hak yang sangat mendasar, karena menyangkut

hak untuk hidup. Dengan demikian, setiap orang (konsumen) berhak

untuk memperoleh kebutuhan dasar (barang atau jasa) untuk

mempertahankan hidupnya (secara layak). Hak-hak ini terutama yang

81
Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 39.

Universitas Sumatera Utara


70

berupa hak atas pangan, sandang, papan, serta hak-hak lainnya yang

berupa hak untuk memperoleh pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.

f) Hak untuk memperoleh ganti kerugian;

Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan

keadaan yang telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya

penggunaan barang atau jasa yang tidak memenuhi harapan

konsumen. Hak ini sangat terkait dengan penggunaan produk yang

telah merugikan konsumen, baik yang berupa kerugian materi,

maupun kerugian yang menyangkut diri konsumen. Untuk

merealisasikan hak ini tentu saja harus melalu prosedur tertentu, baik

yang diselesaikan secara damai (diluar pengadilan) maupun yang

diselesaikan melalui pengadilan.

g) Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen;

Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen ini dimaksudkan

agar konsumen memperoleh pengetahuan amupun keterampilan yang

diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan

produk, karena dengan pendidikan konsumen tersebut, konsumen

akan dapat menjadi lebih kritis dan teliti.82

h) Hak memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat;

Hak atas lingkungan yang bersih dan sehat ini snagat penting bagi

setiap konsumen dan lingkungan. Hak untuk memperoleh lingkungan

82
Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 39.

Universitas Sumatera Utara


71

bersih dan sehat serta hak untuk memperoleh informasi tentang

lingkungan ini diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun

1997.83

i) Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang

diberikannya;

Hak ini dimaksudkan utnuk melindungi konsumen dari akibat

permainan harga secara tidak wajar.84 Karena dalam keadaan tertentu

konsumen dapat saja membayar harga suatu barang yang jauh lebih

tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang atau jasa

yang diperolehnya. Penegakan hak konsumen ini didukung pula oleh

ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat. Ketentuan di dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat, menentukan bahwa :

“Pelaku usaha dilarang memuat perjanjian dengan pelaku usaha

pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa

yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar

bersangkutan yang sama.”

j) Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut.

83
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
84
Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 40.

Universitas Sumatera Utara


72

Hak ini tentu saja dimaksudkan untuk memulihkan keadaan

konsumen yang telah dirugikan akibat penggunaan produk, dengan

melalui jalur hukum.85

Sepuluh hak konsumen, yang merupakan himpunan dari berbagai pendapat

tersebut di atas hamper semuanya sama dengan hak-hak konsumen yang

dirumuskan dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen;

sebagaimana dikutip sebelumnya.

Hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam pasal 4 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen tersebut, terdapat satu hak yang tidak terdapat pada

10 hak konsumen yang diuraikan sebelumnya, yaitu: “hak untuk diperlakukan

atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif” namun

sebaliknya Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak

mencantumkan secara khusus tentang “hak untuk memperoleh kebutuhan

hidup” dan “hak memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat”, tapi

hak tersebut dapat dimasukkan ke dalam hak yang disebutkan terakhir dalam

Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut, yaitu “hak-hak

yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya”.86

Sedangkan hak-hak lainnya hanya perumusannya yang lebih dirinci, tapi pada

dasarnya sama dengan hak-hak yang telah disebutkan sebelumnya.

85
Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 41.
86
Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 42.

Universitas Sumatera Utara


73

Bagaimanapun ragamnya rumusan hak-hak konsumen yang telah

dikemukakan, namun secara garis besar dapat dibagi dalam tiga hak yang

menajdi prinsip dasar, yaitu :87

a) Hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian,

baik kerugian personal, maupun kerugian harta kekayaan;

b) Hak utnuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga yang

wajar; dan

c) Hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap

permasalahan yang dihadapi;

Oleh karena ketiga hak/prinsip dasar tersebut merupakan himpunan

beberapa hak konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

Perlindungan Konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

Perlindungan Konsumen, maka hal tersebut sangat esensial bagi konsumen,

sehingga dapat dijadikan/merupakan prinsip perlindungan hukum bagi

konsumen di Indonesia.

Apabila konsumen benar-benar akan dilindungi, maka hak-hak konsumen

yang disebutkan di atas harus dipenuhi, baik oleh pemerintah maupun oleh

produsen, karena pemenuhan hak-hak konsumen tersebut akan melindungi

kerugian konsumen dari berbagai aspek.88

87
Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 44.
88
Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 47.

Universitas Sumatera Utara


74

Selain kesembilan hak konsumen yang tercantum dalam Pasal 4 Undang-

Undang Perlindungan Konsumen, ada dua hak konsumen yang berhubungan

dengan produk liability, yakni sebagai berikut :89

a) Hak untuk mendapatkan barang yang memiliki kuantitas dan kulitas

yang baik serta aman.

Dengan hak ini berarti konsumen harus dilindungi untuk

mendapatkan barang dengan kuantitas dan kualitas yang bermutu.

Ketidaktahuan konsumen atas suatu produk barang yang dibelinya

sering kali diperdayakan oleh pelaku usaha. Pelaku usaha dapat saja

mendikte pasar dengan menaikkan harga dan konsumen menjadi

korban dari ketiadaan pilihan. Dalam situasi demikian, biasanya

konsumen terpaksa mencari produk alternatif, yang mungkin

kualitasnya lebih buruk.

b) Hak untuk mendapat ganti kerugian

Jika barang yang dibelinya itu dirasakan cacat, rusak, atau telah

membahayakan konsumen, ia berhak mendapatkan ganti kerugian

yang pantas. Namun, jenis ganti kerugian yang diklaimnya untuk

barang yang cacat atau rusak, tentunya harus sesuai dengan ketentuan

yang berlaku atau atas kesepakatan masing-masing pihak, artinya

konsumen tidak dapat menuntut secara berlebihan dari barang yang

dibelinya dan harga yang dibayarnya, kecuali barang yang

89
Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm. 51-52.

Universitas Sumatera Utara


75

dikonsumsinya itu menimbulkan gangguan pada konsumen, maka

tuntutan konsumen dapat melebihi dari harga barang yang dibelinya.

Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen :

“Kewajiban konsumen, adalah :

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian

atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan

keselamatan;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau

jasa;

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.”

Adanya kewajiban konsumen membaca atau mengikuti petunjuk informasi

dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi

keamanan dan keselamatan, merupakan hal penting mendapat pengaturan.90

Adapun pentingnya kewajiban ini karena sering pelaku usaha telah

menyampaikan peringatan secara jelas pada label suatu produk, namun

konsumen tidak membaca peringatan yang telah disampaikan kepadanya.

Dengan pengaturan kewajiban ini, memberikan konsekuensi pelaku usaha tidak

bertanggung jawab, jika konsumen yang bersangkutan menderita kerugian

akibat mengabaikan kewajiban tersebut.

90
Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm. 52.

Universitas Sumatera Utara


76

Masalah pemenuhan kewajiban konsumen dapat terlihat jika peringatan

yang disampaikan pelaku usaha tidak jelas atau tidak mengundang perhatian

konsumen untuk membacanya, bahwa konsumen tidak dapat menuntut jika

peringatannya sudah diberikan secara jelas dan tegas. Namun jika produsen

tidak menggunakan cara yang wajar dan efektif untuk mengkomunikasikan

peringatan itu, yang menyebabkan konsumen tidak membacanya, maka hal itu

tidak menghalangi pemberian ganti kerugian pada konsumen yang telah

dirugikan.

Menyangkut kewajiban konsumen beritikad baik hanya tertuju pada

transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan karena

bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada saat

melakukan transaksi dengan produsen. Berbeda dengan pelaku usaha

kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang

dirancang/diproduksi oleh produsen (pelaku usaha).91

Kewajiban konsumen membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati

dengan pelaku usaha, adalah hal yang sudah biasa dan sudah semestinya

demikian.

Kewajiban lain yang perlu mendapat penjelasan lebih lanjut adalah

kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa

perlindungan konsumen secara patut. Kewajiban ini dianggap sebagai hal baru,

sebab sebelum diundangkannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen

91
Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 47.

Universitas Sumatera Utara


77

hampir tidak dirasakan adanya kewajiban secara khusus seperti ini dalam

perkara perdata.

Adanya kewajiban seperti ini diatur dalam Undang-Undang Perlindungan

Konsumen dianggap tepat, sebab kewajiban ini adalah untuk mengimbangi hak

konsumen untuk mendapat upaya penyelesaian sengketa perlindungan

konsumen secara patut. Hak ini akan menjadi lebih mudah diperoleh jika

konsumen mengikuti upaya penyelesaian sengketa secara patut. Hanya saja

kewajiban konsumen ini, tidak cukup untuk maksud tersebut jika tidak diikuti

oleh kewajiban yang sama dari pihak pelaku usaha.92

Setiap konsumen berhak untuk mendapatkan hak-haknya sesuai dengan

kedudukannya sebagai konsumen dan berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Ketentuan ini diharapkan untuk membuka

perkembangan pemikiran tentang hak-hak konsumen yang baru di masa yang

akan datang. Dengan tujuan utama untuk memberikan perlindungan terhadap

seluruh konsumen yang terkadang keadaan mereka jauh lebih lemah jika

dibandingkan dengan pelaku usaha.

Hak dan kewajiban akan selalu bersanding, hubungan keduanya harus

seimbang jadi selain memperoleh hak tersebut, konsumen juga mempunyai

kewajiban. Hak harus terpenuhi sedangkan kewajiban harus dilaksanakan.

Beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan oleh konsumen ketika konsumen

tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya dan juga ketika kewajiban ini

92
Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 50.

Universitas Sumatera Utara


78

tidak dilaksanakan. Jika terjadi kerugian terhadap konsumen bukan menjadi

tanggung jawab pelaku usaha.

Kewajiban konsumen lainnya adalah beritikad baik, hal ini tertuju pada

transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Permasalahan ini tentu saja

disebabkan karena bagi konsumen kemungkinan untuk dapat merugikan pelaku

usaha melalui jalur pada saat melakukan transaksi dengan pelaku usaha. Selain

beritikad baik dalam bertransaski konsumen juga mempunyai kewajiban untuk

membayar sesuai dengan nilai tukar yang sudah disepakati dengan pelaku

usaha. Jadi kewajiban konsumen adalah membayar harga produk dengan nilai

tukar yang sudah ditentukan dan konsumen harus beritikad baik dalam

menjalankan proses tersebut.93

Kewajiban lainnya adalah mengikuti penyelesaian snegketa secara patut dan

tepat, sesuai dnegan ketentuan aturan hukum penyelesaian sengketa konsumen.

D. Pengertian Pelaku Usaha

Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen pada Pasal 1 ayat (3)

yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah :

“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik

yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara

Republik Indonesia baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”

93
Aulia Muthiah, Op. Cit., hlm. 68-69.

Universitas Sumatera Utara


79

Berdasarkan penjelasan dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen

pelaku usaha adalah perusahaan, korporasi, Badan Usaha Milik Negara,

koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.

Dalam pengertian pelaku usaha tidak mencakup eksportir karena Undang-

Undang Perlindungan Konsumen membatasi dengan orang perseorangan atau

badan usaha yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam

wilayah hukum Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini memberikan pengertian

terhadap pelaku usaha sangat luas hal ini bertujuan untuk memudahkan

konsumen dalam menuntut kerugian, konsumen yang dirugikan sebagai akibat

dari mengonsumsi suatu produk dapat dengan mudah mencari pihak mana yang

harus dituntut.94

Pelaku usaha adalah istilah yang digunakan pembuat undang-undang yang

pada umumnya lebih dikenal dengan istilah pengusaha. Ketiga kelompok

pelaku usaha tersebut adalah sebagai berikut.95

a) Kalangan investor, yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk

membiayai berbagai kepentingan, seperti perbankan, usaha leasing,

tengkulak, penyedia dana lainnya, dan sebagainya.

b) Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang

dan/atau jasa dari barang-barang dan/atau jasa-jasa lain (bahan baku,

bahan tambahan/penolong, dan bahan-bahan lainnya). Mereka dapat

94
Aulia Muthiah, Op. Cit., hlm. 59.
95
Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm. 11-12.

Universitas Sumatera Utara


80

terdiri atas orang/badan usaha berkaitan dengan pangan, orang/badan

yang memproduksi sandang, orang/usaha yang berkaitan dengan

pembuatan perumahan, orang/usaha yang berakitan dengan jasa

angkutan, perasuransian, perbankan, orang/usaha yang berkaitan

dengan obat-obatan, kesehatan, narkotika, dan sebagainya.

c) Distributor, yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau

memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut kepada masyarakat,

seperti pedagang secara retail, pedagang kaki lima, warung, toko,

supermarket, rumah sakit, klinik, usaha angkutan (darat, laut, udara),

kantor pengacara, dan sebagainya.

E. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 pada Pasal 6 menyatakan

bahwa hak pelaku usaha adalah :

“Hak pelaku usaha adalah :

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan sepakatan mengenai

kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan;

b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen

yang beritikad tidak baik;

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian

hukum sengketa konsumen;

Universitas Sumatera Utara


81

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.”

Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai kondisi dan nilai

tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, menunjukkan bahwa pelaku

usaha tidak dapat menuntut lebih banyak jika kondisi barang dan/atau jasa

yang diberikannya kepada konsumen tidak atau kurang memadai menurut

harga yang berlaku pada umumnya atas barang dan/atau jasa yang sama.

Dalam praktek yang biasa terjadi, suatu barang dan/atau jasa yang kualitasnya

lebih rendah daripada barang yang serupa, maka para pihak menyepakati harga

yang lebih murah. Dengan demikian yang dipentingkan dalam hal ini adalah

harga yang wajar.96

Menyangkut hak pelaku usaha yang tersebut pada huruf b, c, dan d,

sesungguhnya merupakan hak-hak yang lebih banyak berhubungan dengan

pihak aparat pemerintah dan/atau Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen/pengadilan dalam tugasnya melakukan penyelesaian sengketa.

Melalui hak-hak tersebut diharapkan perlindungan konsumen secara berlebihan

hingga mengabaikan kepentingan pelaku usaha dapat dihindari. Satu-satunya

yang berhubungan dengan kewajiban konsumen atas hak-hak pelaku usaha

96
Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 50.

Universitas Sumatera Utara


82

yang disebutkan pada huruf b, c, dan d tersebut adalah kewajiban konsumen

mengikuti upaya penyelesaian sengketa sebagaimana diuraikan sebelumnya. 97

Hak-hak produsen dapat ditemukan antara lain pada faktor-faktor yang

membebaskan produsen dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh

konsumen, meskipun kerusakan timbul akibat cacat pada produk, yaitu apabila

a) Produk tersebut tidak diedarkan;

b) Cacat timbul di kemudian hari;

c) Cacat timbul setelah produk berada di luar control produsen;

d) Barang yang diproduksi secara individu tidak untuk keperluan

produksi;

e) Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan yang ditetapkan oleh

penguasa.

Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen :

“Kewajiban pelaku usaha adalah :

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,

perbaikan, dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

97
Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 50-51.

Universitas Sumatera Utara


83

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa

yang berlaku;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau

mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau

garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan;

f. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai

dengan perjanjian.”

Dalam Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen produsen disebut

sebagai pelaku usaha yang mempunyai hak sebagai berikut :98

a) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

b) Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen

yang beritikad tidak baik;

c) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam

penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum

bahwa kerugian konsumen tidak dirugikan oleh barang dan/atau jasa

yang diperdagangkan;

e) Hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

98
Rosmawati, Op. Cit., hlm. 65-66.

Universitas Sumatera Utara


84

Kewajiban pelaku usaha beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha

merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan

tentang itikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata. Bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Memberikan peranan tertinggi terhadap itikad baik dalam tahap pra perjanjian,

bahkan kesesatan ditempatkan di bawah asas itikad baik, bukan lagi pada teori

kehendak.99 Begitu pentingnya itikad baik tersebut, sehingga dalam

perundingan-perundingan atau perjanjian antara para pihak, kedua belak pihak

akan berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh

itikad baik dan hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua

belah pihak itu harus bertindak dengan mengingat kepentingan-kepentingan

yang wajar dari pihak lain. Bagi masing-masing calon pihak dalam perjanjian

terdapat suatu kewajiban untuk mengadakan penyelidikan dalam batas-batas

yang wajar terhadap pihak lawan sebelum menanda tangani kontrak, atau

masing-masing pihak harus menaruh perhatian yang cukup dalam menata

kontrak yang berkaitan dengan itikad baik.100

Undang-Undang Perlindungan Konsumen lebih menekankan pelaku usaha

dalam beritikad baik karena sesungguhnya pelaku usaha meliputi semua

tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa

kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dimulai sejak barang

dirancang/diproduksi sampai pada tahap purna jual. Hal ini disebabkan

kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak produk


99
Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm.52.
100
Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm.52-53.

Universitas Sumatera Utara


85

dirancang/diproduksi oleh pelaku usaha, sedangkan bagi konsumen

kemungkinan untuk dapat merugikan pelaku usaha hanya pada saat melakukan

transaksi kepada pelaku usaha.101

Kewajiban pelaku usaha yang diatur oleh Undang-Undang Perlindungan

Konsumen yang lain adalah tentang penyamapaian informasi yang benar dan

jelas mengenai dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, disebabkan karena informasi adalah

hak konsumen juga karena jika informasi suatu produk tidak ada maka hal ini

menjadi salah satu yang menyebabkan cacat produk yang akan merugikan

konsumen. Penyampaian informasi produk adalah suatu hal yang sangat

penting agar konsumen tidak salah dalam menggunakan suatu produk.

Penyampaian informasi kepada konsumen dapat berupa representasi,

peringatan, maupun yang berupa instruksi.

Representasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknai dengan

gambaran, jadi representasi pada pembahasan ini adalah berupa penjelasan

suatu produk yang dituangkan ke dalam iklan. Representasi yang benar sangat

diperlukan terhadap suatu produk salah satu penyebab terjadinya kerugian

terhadap konsumen karena pihak konsumen misrepresentasi terhadap suatu

produk yang dia inginkan. Kerugian ini disebabkan karena para konsumen

tergiur dengan iklan atau brosur suatu produk tertentu, hal ini disebabkan para

101
Aulia Muthiah, Op. Cit., hlm. 71-72.

Universitas Sumatera Utara


86

pelaku usaha yang mempromosikan dan menonjolkan kelebihan suatu produk

saja dan menyembunyikan kelemahan produk tersebut.102

Larangan bagi pelaku usaha dalam menawarkan barangnya kepada

konsumen, namun secara garis besar, kesemuanya adalah mengenai

kualitas/kondisi, harga, kegunaan, jaminan atas barang tersebut.

Informasi yang diperoleh konsumen dari hasil iklan atau brosur dapat

dijadikan sebagai alat bukti yang menyebabkan kerugian terhadap konsumen

dengan tuntutan perbuatan melawan hukum sehingga antara pelaku usaha

dengan konsumen tidak harus ada hubungan perjanjian. Bahkan tindakan

produsen yang berupa penyampaian informasi melalui brosur-brosur secara

tidak benar yang merugukan konsumen tersebut, dikategorikan sebagai

wanprestasi. Karena brosur dianggap sebagai penawaran dan janji-janji yang

bersifat perjanjian, sehingga isi brosur tersebut dianggap diperjanjikan dalam

ikatan jual beli meskipun tidak dinyatakan dengan tegas. Jadi, Undang-Undang

Perlindungan Konsumen telah memberikan perlindungan kepada konsumen.

Berdasarkan berbagai ketentuan yang berkaitan dengan representasi produk

dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, makan tidak dipenuhinya

ketentuan tersebut oleh produsen yang menyebabkan kerugian konsumen,

dapat dituntut berdasarkan perbuatan melanggar hukum, yang berarti bahwa

untuk menggugat pelaku usaha, konsumen tidak harus terikat perjanjian dengan

pelaku usaha yang digugat. Dengan demikian ketentuan dalam Undang-

102
Aulia Muthiah, Op. Cit., hlm.71-72.

Universitas Sumatera Utara


87

Undang Perlindungan Konsumen dapat memberikan perlindungan hukum

kepada pihakyang tidak terikat perjanjian dengan pelaku usaha.

Kewajiban seorang pelaku usaha pada dasarnya dalah untuk mencegah

timbulnya kerugian yang akan diderita oleh konsumen, penyampaian informasi

bagi konsumen yang berupa instruksi atau petunjuk prosedur pemakaian suatu

produk merupakan kewajiban bagi pelaku usaha demi kesempurnaan suatu

produk, sebaliknya konsumen harus membaca dan mengikuti semua petunjuk

informasi yang sudah dicantumkan oleh pelaku usaha, demi kemanfaatan

produk dan juga menjaga keamanan dan keselamatan para konsumen.103

103
Aulia Muthiah, Op. Cit., hlm.72.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

TANGGUNG JAWAB YANG DIBERIKAN PELAKU USAHA TERHADAP


TIMBULNYA KERUGIAN BAGI KONSUMEN PERUMAHAN
RESIDENCE WESLEY

A. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata

Bagi konsumen, informasi tentang barang dan atau jasa merupakan

kebutuhan pokok, sebelum ia menggunakan sumber dananya untuk

mengadakan transaksi konsumen tentang barang/jasa tersebut.104

Dengan transaksi konsumen dimaksudkan diadakannya hubungan hukum

jual beli tentang produk konsumen dengan pelaku usaha itu.

Informasi-informasi tersebut meliputi antara lain tentang ketersediaan

barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat konsumen, tentang kualitas

produk, keamanannya, harga, tentang berbagai persayaratan dan atau cara

memperolehnya, tentang jaminan atau garansi produk, tersedianya pelayanan

jasa purna-jual.

Informasi tersebut dapat diperoleh dari keterangan atau bahan-bahan, lisan,

atau tertulis, para pelaku usaha yang berkaitan.

Dari developer, diektahui sumber infromasi itu umumnya terdiri dari bentuk

iklan, label termasuk pembuatan berbagai selebaran, seperti borsur. Juga patut

mendapatkan perhatian tentang bentuk praktek pemasaran produk konsumen

antara lain pameran-pameran niaga. Bahan-bahan informasi ini pada umumnya


104
Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm. 60.

88

Universitas Sumatera Utara


89

disediakan atau dibuat oleh kalangan usaha dengan tujuan memperkenalkan

produknya, mempertahankan, dan atau ingin lebih lanjut diraih. Sedang label

merupakan infromasi yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan

tertentu.

Satu-satunya ketentuan termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata yang tampaknya dapat digunakan adalah ketentuan tentang perbuatan

melanggar atau melawan hukum, Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata. Yaitu sepanjang iklan tertentu menimbulkan kerugian pada pihak lain.

Hubungan hukum dan atau masalah antara konsumen dengan penyedia

barang atau penyelanggara jasa, umum terjadi melalui suatu perikatan, baik

karena perjanjian atau karena undang-undang. Perikatan itu dapat terjadi secara

tertulis maupun tidak tertulis, tergantung bagaimana suasana hukum di

lingkungan terjadinya perikatan itu; dalam suasana hukum di lingkungan

terjadinya perikatan itu; dalam suasana hukum adat atau suatu dengan

pengaruh hukum perdata. Banyak sedikit pengaruh dari suasana hukum itu

akan terlihat pada pelaksanaan perikatan yang terjadi. Sementara itu,

berdasarkan hukum berlaku, para hakim mempunyai kewenangan, dengan

mengemukakan fakta-fakta dan hukum dari kasus yang diajukan ke hadapan

untuk menentukan hukum dari sesuatu masalah. 105

Bagi konsumen periklanan, hubungan dengan pelaku usaha tentu tidak

dilandasi oleh adanya kontrak secara tertulis. Konsumen memperoleh

informasi produk melalui brosur. Sehingga terhadap gugatan yang diajukan


105
Rosmawati, Op. Cit., hlm. 25.

Universitas Sumatera Utara


90

oleh konsumen periklanan, maka gugatan tersebut mengarah kepada gugatan

perbuatan melawan hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320, Pasal

1338, Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Berkaitan dengan pasal-pasal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

tersebut, bahwa iklan atau periklanan sangat erat kaitannya dengan kegiatan

penawaran barang dan atau jasa untuk dijual atau digunakan oleh konsumen.106

Dalam pesan iklan barang dan/atau jasa, secara tegas dinyatakan janji akan

memberikan fasilitas dan lain-lain yang tentunya akan menarik konsumen

apabila tawaran iklan tersebut dipenuhi dan sesuai dengan syarat-syarat yang

telah ditentukan oleh pelaku usaha.

Pernyataan-pernyataan yang dibuat dalam bentuk iklan ini tentu saja dibuat

dengan sengaja dan mempunyai tujuan tertentu. Pernyataan demikian dapat

disimpulkan sebagai suatu pernyataan kehendak untuk membuat kesepakatan,

yang apabila pernyataan itu ditanggapi dan disepakati oleh konsumen yang

berminat, maka akan terjadilah suatu persutujuan atau perjanjian.

Perbuatan-perbuatan penawaran untuk menjual barang dan/atau jasa yang

merupakan pernyataan kehendak, dan syarat yang dikaitkan pada penawaran

tersebut, termasuk kegiatan perdata yang merupakan pengaturan dalam buku

ke-III Kitab Undnag-Undang Hukum Perdata tentang perikatan, khususnya

perikatan yang timbul dari perjanjian atau persetujuan.

106
Rosmawati, Op. Cit., hlm. 30.

Universitas Sumatera Utara


91

Harus dipahami, ketentuan mengenai perikatan yang diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata memiliki karakter berbeda dengan ketentuan

yang mengatur hubungan hukum antara pengusaha dan konsumen. Mengingat

selama ini yang diatur dalam hukum perdata adalah hubungan hukum para

pihak ingkar janji pihak lain dapat dengan cara serta merta menuntut

pemenuhan kewajiban dari pihak yang ingkar janji. Dalam hubungan hukum

antara pelaku usaha dan konsumen, hubungan tersebut tidak dilakukan oleh

para pihak yang seimbang. Pihak pelaku usaha dapat menentukan syarat-syarat

tertentu tanpa harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari konsumen.

Akibatnya yang dilakukan pelaku usaha, konsumen tidak memiliki

kewenangan atau hak apapun untuk pemenuhan perjanjian atas hubungan

hukum tersebut.107

Ketidaksetaraan kedudukan para pihak juga ditemukan dalam hubungan

antara pelaku usaha periklanan dengan konsumen, di mana konsumen sangat

bergantung dengan informasi yang diberikan pelaku usaha tanpa mengetahui

apakah informasi yang diberikan pelaku usaha tersebut sesuai dengan kondisi

barang dan/atau jasa sebenarnya. Hal tersebut tentu akan menempatkan

konsumen dalam kondisi yang tidak menguntungkan apabila harus berperkara

dengan pelaku usaha periklanan. Apalagi Pasal 1865 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata dan ketentuan hukum acara perdata mengharuskan pihak yang

mengajukan gugatan (dalam hal ini konsumen) untuk melakukan pembuktian

dasar gugatannya.

107
Rosmawati, Op. Cit., hlm. 35.

Universitas Sumatera Utara


92

Konsumen tidak mempunyai pengetahuan yang memadai guna melakukan

pembuktian, apalagi membuktikan adanya ketidak benaran informasi yang

disampaikan melalui iklan. Sebaliknya, pelaku usaha periklanan memiliki

kedudukan yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan konsumen, karena

mengetahui sejauh mana kebenaran dan keakuratan informasi yang

disampaikannya kepada konsumen.

Dalam Hukum Perdata yang lebih banyak digunakan atau berkaitan dengan

asas-asas hukum mengenai hubungan/masalah konsumen adalah Buku Ketiga

tentang perikatan dan Buku Keempat mengenai pembuktian dan daluarsa.

Buku ketiga memuat berbagai hubungan hukum konsumen. Seperti perikatan,

bisa yang terjadi berdasarkan perjanjian saja maupun yang lahir berdasarkan

undang-undang.108

Hubungan hukum konsumen adalah untuk memberikan sesuatu, berbuat

sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata). Hubungan konsumen ini juga dapat dilihat pada ketentuan Pasal 1313

sampai Pasal 1351 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur hubungan

hukum secara sukarela di antara konsumen dan produsen, dengan mengadakan

suatu perjanjian tertentu. Hubungan hukum ini menimbulkan hak dan

kewajiban pada masing-masing pihak. Perikatan karena undang-undang atau

akibat sesuatu perbuatan menimbulkan hak dan kewajiban tertentu bagi

masing-masing pihak (ketentuan Pasal 1352 Kitab Undang-Undang Hukum


108
Rosmawati, Op. Cit., hlm. 37.

Universitas Sumatera Utara


93

Perdata). Selanjutnya, di antara perikatan yang lahir karena undang-undang

yang terpenting adalah ikatan yang terjadi karena akibat sesuatu perbuatan

yang disebut juga dengan perbuatan melawan hukum (ketentuan Pasal 1365

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Sedangkan pertanggungjawaban

perbuatan itu tidak saja merupakan perbuatan sendiri tetapi juga dari orang

yang termasuk tanggung jawabnya, seperti yang diatur pada Pasal 1367-1369

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) diatur dalam Buku Ketiga

titel 3 Pasal 1365-1380 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan merupakan

perikatan yang timbul dari undang-undang. Perikatan yang dimaksud dalam hal

ini adalah terjadi hubungan hukum antara konsumen dan produsen dalam

bentuk jual-beli yang melahirkan hak dan tanggung jawab bagi masing-masing

pihak dan apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya akan

menimbulkan permasalahan dalam hubungan hukumnya. 109

Perjanjian jual beli adalah satu perjanjian yang mengikat anatara pihak

penjual berjanji menyerahkan suatu barang/benda dan pihak lain yang

bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga

(ketentuan pada Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Dari

pengertian yang diberikan oleh Pasal 1457 KUH Perdata ini, persetujuan jual

beli sekaligus membebankan dua kewajiban, yaitu sebagai berikut :

a) Kewajiban pihak penjual untuk menyerahkan barang yang akan dijual

kepada pembeli.
109
Rosmawati, Op. Cit., hlm. 37.

Universitas Sumatera Utara


94

b) Kewajiban pihak pembeli untuk membayar harga barang yang akan

dibeli kepada penjual.

Tentang kewajiban penjual ini, pengaturannya dimulai dari Pasal 1472

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Penjual wajib menegaskan dengan

jelas untuk apa ia mengikat diri dalam persetujuan jual beli. Lebih lanjut pasal

tersebut memberikan suatu “interpretasi” : segala sesuatu yang kurang jelas

dalam persetujuan jual beli atau yang mengandung pengertian kembar harus

diartikan sebagai maksud yang “merugikan” bagi pihak penjual.110

Pada dasarnya, kewajiban penjual menurut Pasal 1473 dan Pasal 1474 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata terdiri atas dua :

a) Kewajiban penjual untuk menyerahkan barang yang dijual kepada

pembeli;

b) Kewajiban penjual untuk memberi pertanggungan atau jaminan

(vrijwaring); bahwa barang yang dijual tidak mempunyai sangkutan

apapun, baik yang berupa tuntutan maupun pembebanan.

Hal ini dilihat dari kejadian yang dialami konsumen, di mana produsen tidak

memenuhi ketentuan atau standarisasi suatu produk yang akhirnya merugikan

konsumen, bahkan sampai mengancam jiwa konsumen. Pasal 1366 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan “bahwa pembuktian terhadap

kesalahan yang dilakukan oleh produsen dibebankan kepada konsumen”.

110
Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 45.

Universitas Sumatera Utara


95

Ketentuan ini sangat memberatkan pada konsumen oleh karena pengetahuan

konsumen terhadap barang yang dikonsumsi kurang.

Ketentuan ini juga sering membuat konsumen enggan untuk menuntut apa

yang merupakan haknya. Kasus dalam memberikan perlindungan hukum

terhadap konsumen dalam kasus perumahan Wesley Residence penghuni atau

konsumen mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap PT. Putra

Mandalahi Sentosa di Pengadilan Negeri Medan.

Konsumen mengajukan gugatan tersebut karena developer dianggap tidak

memenuhi janjinya sebagaimana dimuat dalam brosur pemasaran perumahan

tersebut, yakni menyediakan fasilitas kolam renang khusus untuk penghuni di

dalam kompleks perumahan. Setelah kolamnya dibangun, ternyata kemudian

developer mengubah fungsi kolam renang menjadi kolam renang umum.

Konsumen menggugat developer bersangkutan. Developer menolak, tidak

membayar ganti rugi yang dialami konsumen dan konsumen dianggap

mencemarkan nama baik perusahaan dengan meyiarkan berita-berita tentang

sengketa konsumen dengan developer. Pengadilan Negeri Medan tidak

mengabulkan permohonan konsumen atas dasar konsumen tidak dapat

membuktikan developer telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dan

menghukum developer untuk biaya pengadilan saja.

Universitas Sumatera Utara


96

B. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Menurut Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman

Fasilitas yang dijanjikan berupa fungsi kolam renang diperuntukkan khusus

untuk penghuni perumahan berubah menjadi untuk masyarakat umum.

Bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Kawasan Pemukiman,

Pasal 134 berbunyi : “Setiap orang dilarang menyelenggarakan

pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan, yang tidak

membangun perumahan sesudai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan,

prasarana, dan sarana dan utilitas umum yang diperjanjikan”.

Pasal 144 berbunyi : “Badan hukum yang menyelenggarakan pembangunan

perumahan dan kawasan pemukiman, dilarang mengalihkanfungsikan

prasarana, sarana, dan utilitas umum di luar fungsinya”.

Pasal 151 ayat (1) : “Setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan

perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria

spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana dan utilitas umum yang

diperjanjikan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134, dipidana dengan pidana

denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00,- (lima milyar rupiah)”.

C. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Dikaitkan Dengan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen :

Universitas Sumatera Utara


97

(1)Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang

dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

(2)Ganti rugi sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dapat berupa

pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis

atau setara nilainya, atau perawatankesehatan dan/atau pemberian

santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

(3)Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari

setelah tanggal transaksi.

(4)Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan

pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

(5)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak

berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan

tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Memperhatikan substansi Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan

Konsumen dapat diketahui bahwa tanggung jawab pelaku usaha, meliputi :

a) Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan;

b) Tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran; dan

c) Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen.

Universitas Sumatera Utara


98

Berdasarkan hal ini, maka adanya produk barang dan/atau jasa yang cacat

bukan merupakan satu-satunya dasar pertanggung jawaban pelaku usaha. Hal

ini berarti bahwa tanggung jawab pelaku usaha meliputi segala kerugian yang

dialami konsumen.

Memperhatikan subsatnsi ketentuan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang

Perlindungan Konsumen tersebut sesungguhnya memiliki kelemahan yang

sifatnya merugikan konsumen.111 Melalui pasal tersebut konsumen hanya

mendapat salah satu bentuk penggantian kerugian yaitu ganti kerugian atas

harga barang atau hanya barang atau hanya berupa perawatan kesehatan,

padahal kosnumen telah menderita kerugian bukan hanya kerugian atas harga

barang tetapi juga kerugian yang timbul dari biaya perawatan kesehatan. Untuk

itu seharusnya Pasal 19 ayat (2) menentukan bahwa pemberian ganti kerugian

dapat berupa pengembalian uang dan/atau penggantian barang atau jasa yang

setara nilainya dan/atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan

dapat diberikan sekaligus kepada konsumen. Ini berarti, rumusan antara kata

“setara nilainya” di dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan

Konsumen yang ada sekarang lain mendapat penggantian harga barang.

Kelemahan yang juga sulit diterima karena sangat merugikan konsumen yaitu

ketentuan Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang

menentukan bahwa pemberian ganti kerugian dalam tenggang waktu 7 (tujuh)

hari setelah transaksi. Apabila ketentuan ini dipertahankan, maka konsumen

yang mengonsumsi barang di hari yang kedelapan setelah transaksi tidak akan

111
Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 65.

Universitas Sumatera Utara


99

mendapatkan penggantian kerugian dari pelaku usaha, walaupun secara nyata

konsumen yang bersangkutan telah menderita kerugian. Oleh karena itu, agar

Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini dapat memberikan perlindungan

yang maksimal tanpa mengabaikan kepentingan pelaku usaha, maka

seharusnya Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen

menentukan bahwa tenggang waktu pemberian ganti kergian kepada konsumen

adalah 7 (tujuh) hari setelah terjadinya kerugian, dan bukan 7 (tujuh) hari

setelah transaksi seperti rumusan yang ada sekarang.

Secara umum, tuntutan ganti kerugian atas kerugian yang dialami oleh

konsumen sebagai akibat berupa kerugian materi, fisik maupun jiwa, dapat

didasarkan pada beberapa ketentuan yang telah disebutkan, yang secara garis

besarnya hanya ada dua kategori, yaitu tuntutan ganti kerugian yang

berdasarkan perbuatan melanggar hukum.

Tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perbuatan melanggar hukum

tidak perlu didahului dengan perjanjian antara produsen dengan konsumen,112

sehingga tuntutan ganti kerugian dapat dilakukan oleh setiap pihak yang

dirugikan, walaupun tidak pernah terdapat hubungan perjanjian antara

produsen dengan konsumen.

Untuk dapat menuntut ganti kerugian, maka kerugian tersebut harus

merupakan akibat dari perbuatan melanggar hukum. Hal ini berarti bahwa

112
Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 51.

Universitas Sumatera Utara


100

untuk dapat menuntut ganti kerugian harus dipenuhi unsur-unsur sebagai

berikut :113

a) Ada perbuatan melanggar hukum;

b) Ada kerugian;

c) Ada hubungan kausilitas antara perbuatan melanggar hukum dan

kerugian; dan

d) Ada kesalahan.

Perbuatan melanggar hukum tidak lagi hanya sekedar melanggar undang-

undang, melainkan perbuatan melanggar hukum tersebut dapat berupa :114

a) Melanggar hak orang lain;

b) Bertentang dengan kewajiban hukum si pembuat;

c) Berlawanan dengan kesusilaan baik; dan

d) Berlawanan dengan sikap hati-hati yang seharusnya diindahkan dalam

pergaulan masyarakat terhadap diri atau benda orang lain.

Unsur perbuatan melanggar hukum yang pertama adalah melanggar hak

orang lain, bahwa tidak seorang pun boleh merusak barang orang lain tanpa

suatu kewenangan. Kalau orang bertindak demikian, maka ia melanggar hak

orang lain sehingga dikategorikan sebagai melakukan perbuatan melanggar

hukum. Walaupun demikian, melakukan pelanggaran hak orang lain tidak

secara serta merta bertanggung gugat atas kerugian yang timbul, karena

diperlukan adanya kesalahan dari orang yang bersangkutan.

113
Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 53.
114
Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 55.

Universitas Sumatera Utara


101

Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang telah

menempatkan kegiatan produksi bersambungan dengan kegiatan perdagangan,

sebagai berikut, “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau

memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang

dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan

barang dan/atau jasa tersebut”.

Secara garis besar, laragan yang dikenakan dalam Pasal 8 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen dapat dibagi ke dalam dua larangan pokok, yaitu :115

a) Larangan mengenai produk itu sendiri yang tidak memenuhi syarat

dan standar yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau

dimanfaatkan konsumen;

b) Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar dan tidak

akurat yang menyesatkan konsumen.

Pertanggungjawaban pelaku usaha dalam rangka tanggung jawab produk ini

dapat bersifat kontraktual (perjanjian) atau berdasarkan undang-undang

(gugatannya berdasarkan perbuatan melawan hukum),116 namun penekanan

tanggung jawab produk ini ada pada berdasarkan undang-undang.

Pertanggungjawaban produk adalah lembaga hukum keperdataan yang

merupakan derivasi dari lembaga hukum perbuatan melawan hukum yang

diimbuhi dengan tanggung jawab mutlak tanpa melihat unsur kesalahn pada

pihak pelaku.

115
Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 59.
116
Aulia Muthiah, Op. Cit., hlm. 38.

Universitas Sumatera Utara


102

Dengan terdapatnya lembaga pertanggungjawaban pelaku usaha

berdasarkan adanya perbuatan melawan hukum, maka kesulitan konsumen

terdapat ketiadaan kontrak dapat teratasi. Harus disadari bahwa hubungan

hukum antara pelaku usaha dan konsumen yang sering terjadi adalah hanya

sebatas kesepakatan lisan mengenai harga dan barang dan/jasa, tanpa diikuti

atau ditindak lanjuti dengan suatu bentuk perjanjian tertulis yang

ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan.

Sebagian besar konsumen periklanan termasuk dalam kelompok konsumen

dabagimana tersebut di atas. Kesepakatan atas konsisi produk, harga, kualitas,

dan sebagainya, terbentuk berdasarkan informasi produk yang diterima oleh

konsumen melalui media televisi, radio, tanpa terdapat bukti-bukti tertulis.

Konsumen tentu akan kesulitan untuk membuktikan janji-janji pelaku usaha

apabila akan mengajukan tuntutan pertanggungjawaban kepada pelaku usaha.

Universitas Sumatera Utara


103

D. Analisis Putusan Terkait Timbulnya Kerugian Konsumen Perumahan

Residence Wesley

Bahwa pada perumahan tersebut ada fasilitas kolam renang, penjelasan

developer tentang kolam renang dikhususkan untuk penghuni perumahan

Wesley Residence bukan untuk umum.

Bahwa oleh karena perubahan fungsi kolam renang yang ada di perumahan

Wesley Residence menjadi terbuka untuk masyarakat umum, menimbulkan

kerugian untuk konsumen.

Yang menjadi persengketaan antara kedua belah pihak adalah mengenai :

keberadaan kolam renang pada perumahan Wesley Residence yang terletak di

Jalan Jamin Ginting Km. 13,5 Medan merupakan fasilitas perumahan,

penggunaan kolam renang tersebut dibuka untuk umum akan mengganggu

kenyamanan para penghuni perumahan.

Dengan demikian developer telah melakukan perbuatan melawan hukum

(onrecht matige daad).

Konsumen ketika mau membeli perumahan tersebut terlebih dahulu

mempelajarinya melalui brosur yang dikelurakan oleh developer.

Bahwa keberadaan kolam renang tersebut mengganggu kenyamanan

konsumen.

Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana yang dimaksud Pasal 1365 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan “Tiap perbuatan yang melanggar

hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan kepada orang

Universitas Sumatera Utara


104

yang karena salahnya menerbitkan kerugian untuk mengganti kerugian

tersebut. Selanjutnya dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

Perbuatan Melawan Hukum mengandung unsur : harus ada perbuatan dan

perbuatan tersebut melawan hukum, adanya kesalahan, adnaya kerugian, ada

hubungan sebab akibat antara perbuatan dengan kerugian.

Sebagaimana yang telah dipertimbangkan tersebut dimana telah terbukti

bahwa keberadaan kolam renang yang merupakan objek perkara adalah

merupakan fasilitas perumahan yang tidak anya digunakan oleh warga

perumahan tetapi developer juga menyewakan kepada khalayak umum namun

developer tidak menyediakan lahan parker khusus untuk pengunjung kolam

renang hal tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Pariwisata Nomor

16 Tahun 2015 tentang Standar Usaha Gelanggang Renang, dimana salam

salah satu lampirannya menyebutkan yaitu : tersedianya area parker yang

bersih, aman, dan terawatt dilengkapi dengan rambu lalu lintas yang sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Oleh karena kolam renang yang menjadi objek sengketa dapat digunakan

oleh umum seharusnya dan sudah merupakan suatu kewajiban hukum bagi

developer untuk menyiapkan suatu lapangan parker khusus serta membuatkan

akses jalan keluar masuk menuju kolam renang sehingga tidak mengganggu

ketentraman perundang-undangan.

Perbuatan developer yang membuka kolam renang pada perumahan Wesley

Residence yang dapat juga digunakan oleh masyarakat umum namun tidak

Universitas Sumatera Utara


105

dilengkapi dengan fasilitas parkir yang memadai dan membuatkan jalur khusus

untuk keluar masuk pengunjung, hal tersebut telah menimbulkan kerugian bagi

konsumen, dengan demikian maka perbuatan developer telah memenuhi semua

unsur Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Pengaturan mengenai iklan di Indonesia, iklan merupakan pesan yang

menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarkat. Tujuan iklan

untuk menginformasikan, menganjurkan, mengingatkan, memberikan nilai

tambah. Peranan iklan dalam pemasaran suatu produk adalah untuk

membangun kesadaran terhadap keberadaan produk yang ditawarkan,

menambah pengetahuan konsumen tentang produk yang ditawarkan. Iklan

pada brosur mengambil peran penting dalam mempromosikan atau

mengiklankan produk atau jasa dari suatu perusahaan. Bagian-bagian iklan,

secara teoritik, umumnya iklan terdiri atas dua jenis, yaitu, iklan standar dan

iklan layanan masyarakat. Iklan standar merupakan iklan yang ditata secara

khusus untuk keperluan memperkenalkan barang/jasa pelayanan untuk

konsumen melalui media. Etika periklanan di Indonesia merupakan undang-

undang tentang perilaku periklanan sampai saat ini belum diterbitkan.

Perilaku periklanan sampai saat ini belum diterbitkan. Perilaku periklanan

diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, konkretnya dapat

dilihat dalam Pasal 8 ayat (1), Pasal 8 ayat (3), Pasal 9 ayat (1), Pasal 9 ayat

(2), Pasal 9 ayat (3), Pasal 10.

2. Perlindungan hukum terhadap konsumen atas iklan yang menyesetkan

menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang

106

Universitas Sumatera Utara


107

Perlindungan Konsumen, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

istilah konsumen antara lain, pembeli, penyewa, penerima hibah,

peminjaman pakai, peminjam, tertanggung, penumpang. Pengertian

perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen

adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun

makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Hak konsumen yaitu,

hak untuk memilih, hak untuk didengar, hak untuk memperoleh kebutuhan

hidup, hak untuk memperoleh ganti rugi, hak unutk memperoleh

pendidikan konsumen, hak untuk memperolah lingkungan hidup yang bersih

dan sehat, hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang

diberikannya, hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum.

Kewajiban konsumen yaitu, mengikuti petunjuk informasi, beritikad baik

dalam transasksi, membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati,

megikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen

secara patut. Pelaku usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha

yang didirikan atau melakukan kegiatan diwilayah hukum Negara Republik

Indonesia. Hak pelaku usaha yaitu, untuk menerima pembayaran sesuai

dengan kesepakatan, hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan

konsumen yang beritikad tidak baik, hak untuk melakukan pembelaan diri

sepatutnya didalam penyelesaian sengketa konsumen, hak untuk rehabilitasi

nama baik, hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya. Kewajiban pelaku usaha yaitu, beritikad baik dalam melakukan

Universitas Sumatera Utara


108

kegiatan usahanya, memberikan informasi yang jujur, memperlakukan

konsumen secara jujur, menjamin mutu, memberi kesempatan kepada

konsumen untuk menguji barang dan memberi garansi, memberi

kompensasi, ganti rugi apabila tidak sesuai perjanjian.

3. Tanggung jawab pelaku usaha amenurut Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, ketentuan termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

yang dapat digunakan adalah ketentuan tentang perbuatan melanggar hukum

yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu

sepanjang iklan tertentu menimbulkan kerugian pada pihak lain mewajibkan

kepada orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian untuk mengganti

kerugian tersebut. Tanggung jawab pelaku usaha atas iklan yang

menyesatkan konsumen merupakan tanggung jawab pelaku usaha apabila

menimbulkan kerugian dan merupakan tanggung jawab perdata. Untuk

melindungi konsumen terdapat ketentuan hukum perdata tentang hukum

perjanjian dan hukum tentang perbuatan melawan hukum. Hukum

perjanjian didalamnya terdapat tanggung jawab atas dasar kontrak

(contractual liability) dan hukum tentang perbuatan melawan hukum atas

dasar tortious liability (tanggung jawab atas dasar perbuatan melawan

hukum). Dalam kasus Putusan Nomor 203/Pdt/2019/PT-MDN yang

diputuskan oleh Pengadilan Tinggi Medan terbukti melanggar ketentuan

Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu adanya perbuatan

melawan hukum, adanya kesalahan, adanya kerugian, ada hubungan sebab

akibat antara perbuatan dengan kerugian, bahwa sebagaimana yang telah

Universitas Sumatera Utara


109

dipertimbangkan tersebut diatas dimana telah terbukti bahwa keberadaan

kolam renang yang merupakan objek perkara adalah merupakan fasilitas

perumahan yang tidak hanya digunakan oleh warga perumahan tetapi

developer menyewakan kepada khalayak umum dan developer tidak

menyediakan lahan parkir khusus untuk pengunjung kolam renang.

Tanggung jawab pelaku usaha menurut Undang-Undang Perumahan dan

Kawasan Pemukiman, ketentuan termuat dalam Pasal 151 ayat (2), yaitu

membangun kembali perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi,

persyaratan, prasarana, saran, dan utilitas umum yang diperjanjikan.

Tanggung jawab pelaku usaha dikaitkan dengan Undang-Undang

Perlindungan Konsumen , ketentuan termuat dalam Pasal 19 ayat (1),

tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen. Analisis putusan

terkait timbulnya kerugian konsumen perumahan Wesley Residencw yaitu

mewajibkan developer mengganti kerugian. Penerapan sanksi hukum

terhadap iklan yang menyesatkan konsumen berdasarkan ketentuan Pasal 19

ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen bahwa pelaku usaha

bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerugian konsumen yang

diperdagangkan. Dalam kasus Putusan Nomor 203/Pdt/2019/PT-MDN,

konsumen yang dirugikan karena praktik promosi yang tidak jujur yang

dilakukan oleh PT Putra Mandalahi Sentosa meminta tanggung jawab dari

pihak PT Putra Mandalahu Sentosa sebagai pelaku usaha yang berupa ganti

rugi sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) yaitu ganti rugi berupa

biaya materil dan imateril yaitu membersihkan pekarangan disekitar

Universitas Sumatera Utara


110

rumahnya dan merasa tidak nyaman selam tinggal di perumahan tersebut,

namun kerugian konsumen ditolak karena konsumen tidak membuktikan

pengeluaran yang telah dilakukan konsumen sehingga menjadikan tuntutan

tersebut tidak beralasan hukum dan ditolak. Fasilitas kolam renang tetap

dibuka untuk umum, tetapi menyediakan fasilitas parkir yang lebih luas agar

konsumen tidak terlalu merasa terganggu

B. SARAN

1. Sebaiknya iklan bertujuan memberikan informasi dan penerangan yang

benar dan jujur kepada konsumen dan konsumen berpartisipasi, bersifat

positif dan aktif terhadap pesan yang disampaikan. Bagi pelaku usaha,

sebaiknya mencantumkan informasi yang benar dan jujur terkait produk

yang diiklankannya. Dengan demikian para konsumen bisa

mempertimbangkan dengan seksama jika akan membeli dijual oleh pelaku

usaha. Apalagi rumah yang tidak murah serta harusnya bisa menjadi tempat

istirahat yang nyaman dan memerlukan pertimbangan-pertimbangan tertentu

untuk memutuskan membeli dan menggunakannya. Bagi konsumen

sebaiknya berhati-hati dalam menyerap informasi dari iklan yang

disampaikan developer. Konsumen yang hendak membeli rumah pada

developer hendaknya lebih berhati-hati dalam memilih tawaran yang

dijanjikan oleh pihak developer atas rumah yang dijanjikan oleh pihak

developer atas rumah yang hendak dipesan, konsumen juga hendaknya lebih

cermat dalam memahami isi perjanjian yang ditawarkan.

Universitas Sumatera Utara


111

2. Etika periklanan di Indonesia saat ini belum ada undnag-undang yang secara

khusus mengatur tentang periklanan. Namun mengenai aturan dan tata

krama iklan sudah diatur dalam berapa aturan lainnya. Sudah selayaknya

bagi pelaku usaha sebagai kewajibannya, dalam membuat iklan harus

memperhatikan aturan yang sudah ada agar tidak ada lagi hak konsumen

yang dirugikan akibat adanya iklan yang menyesatkan.

3. Bagi konsumen harus selalu teliti dalam menangkap informasi dalam iklan,

tanyakan kepada pihak yang terkait untuk mendapat informasi secara jelas

dan benar. Agar dalam hal ini konsumen tidak merasa dirugikan.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Daftar Buku :

Ahmadi Miru & Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta :

PT Raja Grafindo Persada.

A.Shimp ,Terence. 2000. Periklanan Promosi : Aspek Tambahan Komunikasi

Pemasaran Terpadu. Jakarta : Erlangga.

Jaiz, Muhammad. 2014. Dasar-Dasar Periklanan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Kriyantono, Rachmat. 2013. Manajemen Periklanan : Teori dan Praktek. Malang

: UB Press.

Liliweri, Alo. 1992. Dasar-Dasar Komunikasi Periklanan. Bandung : Citra

Aditya Bakti.

Machfoedz, Mahmud. 2005. Komunikasi Pemasaran Modern. Yogyakarta : Cakra

Ilmu.

Monle Lee & Carla Johnson. 2004. Prinsip-Prinsip Pokok Periklanan Dalam

Perspektif Global. Jakarta : Prenada Media Group.

Morissan. 2010. Periklanan, Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta : Prenada

Media Group.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung : Citra

Aditya Bakti.

112

Universitas Sumatera Utara


113

Nasution, A.Z. 2002. Hukum Perlindungan Konsumen : Suatu Pengantar. Jakarta

: Perbit Diadit Media.

Nitisemito, Alex S. 1988. Managemen Personalia : Managemen Sumber Daya

Manusia. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Rosmawati. 2018. Pokok-Pokok Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta :

Prenadamedia Group.

Soekanto, Soerjono. 1986. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat).

Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Sudaryatmo. 1996. Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung : PT

Citra Aditya Bakti.

Suhandang, Kustiadi. 2010. Periklanan, Manajemen, Kiat & Strategi. Bandung :

Penerbit Nuansa.

Sutedi, Adrian. 2008. Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan

Konsumen. Bogor : Ghalia Indonesia.

Tjiptono , Fandy. 2010. Pemasaran Jasa. Malang : Bayumedia Publishing.

Peraturan Perundang-Undangan ;

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan

Pemukiman

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai