BALI-JEPANG DI BALI
Oleh:
17.JP.S1.933
2020
1
DAFTAR ISI
Contents
BAB I 3
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah. 6
1.4 Manfaat 7
1.4.1 Manfaat Teoretis 8
1.4.2 Manfaat Praktis 8
1.5 Batasan penelitian 8
BAB II 9
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN TEORI 9
2.1 Kajian Pustaka 9
2.2 Konsep 14
2.2.1 Campur kode 14
2.2.2 Anak-anak hasil perkawinan antar bangsa Jepang-Indonesia di Bali 15
2.3 Landasan Teori 17
2.3.1 Jenis-Jenis Campur Kode 18
2.3.3 Bentuk kebahasaan campur kode pada tataran kata 21
BAB III 32
METODE PENELITIAN 32
3.1 Sumber Data 32
3.2 Lokasi Penelitian 33
3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data 34
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data 36
3.6 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data 37
2
BAB I
PENDAHULUAN
Jumlah orang asing salah satunya orang Jepang, datang ke Bali pada tahun
1990 sebanyak 489.710 orang dan pada tahun 1999 sebanyak 1.355.799 orang
(Badan Pusat Statistik Provinsi Bali ; 2020). Berdasarkan data tersebut dapat
dilihat bahwa Bali menjadi tempat yang sangat diminati oleh orang Jepang. Bukan
hanya sekedar berlibur, adapun orang Jepang yang memutuskan untuk menetap di
Bali. Hal itu tentu saja dikarenakan adanya dua Faktor yang menyebabkan orang
Jepang menetap di Bali yaitu, (1) Berbisnis; dan (2) Menikah dengan penduduk
lokal.
berbisnis, banyak orang Jepang yang menetap di Bali untuk berkarir terutama
dalam bidang bisnis, dengan itu mereka dapat bertahan hidup di Bali dan lebih
peluang besar bagi orang asing untuk menjual produk dari negeri mereka. Faktor
Indonesia di Bali. Kedua faktor tersebut saling berkaitan. Adanya interaksi disaat
sedang bekerja, seperti interaksi dengan pembeli dan karyawan, timbulah rasa
hubungan pernikahan.
3
Terjalinnya sebuah hubungan antara orang Jepang dengan penduduk lokal,
Bali, dan hal tersebutlah yang menguatkan adanya interaksi dengan penduduk di
sehingga dari pernikahan yang terjalin diantara orang jepang dengan warganegara
Indonesia tersebut harus berusaha memahami bahasa, aturan, dan adat istiadatnya.
secara sadar maupun tidak sadar telah terjadi fenomena pencampuran kedua
bahasa yang mereka kuasai atau dapat dikatakan telah melakukan campur kode.
kode. Adapun fenomena yang terdapat dalam keluarga dengan bahasa Ibu bahasa
sebutan otousan dan okaasan (ayah dan ibu) atau saat menyapa neneknya dengan
sebutan dadong (nenek). Contohnya, (1) okaasan nanti Arie makan dengan teman
ya, (2) Dadong mau kemana?. Dari kedua contoh fenomena sapaan dalam
keluarga tersebut terlihat ada dua jenis campur kode yang terdapat didalamnya
yaitu campur kode kedalam (Inner Code Mixing) dan campur kode keluar (Outer
code mixing).
4
Campur kode, menurut (Nababan ; 1992) adalah pencampuran dua bahasa
atau lebih dalam suatu tindak bahasa tanpa ada situasi yang menuntut
kebiasaan yang dimiliki pembicara dan biasanya terjadi dalam situasi informal.
campur kode tidak dituntut oleh situasi dan konteks pembicaraan tetapi lebih
ditentukan oleh pokok pembicaraan pada saat itu. Campur kode disebabkan oleh
kesantaian dan kebiasaan pemakai bahasa dan pada umumnya terjadi dalam
situasi informal. Dari kedua pendapat dan pandangan para ahli mengenai campur
kode dapat disimpulkan bahwa campur kode adalah percampuran antar bahasa
satu dengan bahasa lainnya, dimana faktor penyebab dari campur kode juga
kode berdasarkan unsur bahasanya dibagi menjadi 3 bagian seperti, Campur Kode
ke Luar (Outer code mixing), Campur Kode ke Dalam (Inner Code Mixing),
kode yang terjadi pada keseharian dalam rumah, contohnya saat sedang
membantu ibu memasak di dapur “Mama, arie bantu ryouri y a?”, “ini yasai- nya
dipotong kayak apa?”, “arie cotto mite sono niku, sudah matang?”, dari ketiga
kalimat tersebut, dimana saat sang anak sedang membantu ibunya memasak di
dapur keduanya saling berinteraksi satu sama lain, terlihat bahwa ibu dengan anak
Jepang dimana itu termasuk kedalam jenis campur kode keluar (Outer code
mixing). Contoh lainnya adalah saat anak sedang berbicara dengan bapaknya, “kal
5
kije jik? beli makan?”, “busan k azuya minta dibeliin beguling” , “oh iya, alon-alon
jik” , dari ketiga kalimat tersebut, dimana saat anak sedang berbincang dengan
dimana kalimat tersebut termsuk kedalam jenis campur kode kedalam (Inner Code
rumah,“kamu udah nonton anime yang baru tu?”, “anime apa tu?”, “lupa aku
Judul anime-n ya”, dari perbincangan adik dengan kakak pada kalimat diatas,
terlihat bahwa “anime” adalah bahasa serapan, maka kalimat tersebut termasuk
perkawinan antar bangsa tersebut, maka penulis ingin mengetahui lebih dalam
jenis campur kode pada fenomena keseharian dalam keluarga anak-anak tersebut,
berinteraksi dengan keluarga dan bentuk kebahasaan dari campur kode yang
Bali-Jepang di Bali?
6
1.3 Tujuan Penelitian
Bali-Jepang di Bali?
1.4 Manfaat
terutamanya bagi pihak yang ingin meneliti campur kode pada anak anak hasil
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi ilmu pengetahuan, serta dapat
memahami lebih dalam mengenai campur kode yaitu jenis, bentuk, Faktor dan
fenomena bentuk sapaan dalam keluarga pada anak anak hasil perkawinan
ini sebagai acuan untuk bahan penelitian sehingga dapat menambah pengetahuan
Secara praktis hasil penelitian ini agar dapat memberikan manfaat bagi
seluruh masyarakat untuk dapat melihat faktor dari campur kode itu terjadi pada
7
anak-anak hasil perkawinan antar bangsa Bali-Jepang yang tinggal di Bali dalam
pada anak anak hasil perkawinan antar bangsa Bali-Jepang. Campur Kode
tersebut adalah pencampuran dua bahasa menjadi sebuah kalimat yang biasa
digunakan oleh anak-anak campuran Bali-Jepang. Campur kode dapat diteliti dari
berbagai aspek, seperti penggunaan, makna, atau dampaknya. Agar penelitian ini
campur kode pada fenomena dalam keluarga dan bentuk kebahasaan campur
kode pada tataran kata berwujud kata dasar, kompleks, berulang dan kata
8
BAB II
sebelumnya yang ada hubungannya dengan topik penelitian yang diangkat sebagai
berikut.
jenis campur kode yang digunakan oleh pasangan perkawinan beda bahasa (warga
Jepang-Indonesia) adalah 3 jenis campur kode yaitu campur kode keluar (Outer
Code Mixing), c ampur kode ke dalam (Inner Code Mixing), dan campur kode
campur kode yaitu campur kode ke luar (outer code mixing) s ebanyak 50 dialog
(10,17%), dan campur kode campuran (hybrid code mixing) s ebanyak 3 dialog
(5,08%). Jenis campur kode yang paling banyak digunakan adalah campur kode
kode yaitu, (1) faktor kebiasaan, (2) faktor kesantaian, dan (3) faktor kurangnya
lainnya.
9
Perbedaan penelitian ini dengan dengan jurnal yang ditulis (Merlyna
Bali, Sedangkan subjek penelitian ini pada Anak-anak hasil perkawinan antar
bangsa di Bali daerah Denpasar dan Badung. Adapun persamaan jurnal tersebut
yaitu meneliti jenis-jenis pada campur kode dan faktor yang mempengaruhinya.
Hal yang dapat diketahui pada Jurnal karya (Merlyna dengan Darmayanti ;
2010), bahwa Bahasa yang digunakan dalam pasangan perkawinan beda bangsa
khususnya bahasa yang digunakan oleh anak-anak dipengaruhi oleh bahasa orang
bahasa asing, beberapa kata atau frasa dapat saja diucapkan secara bercampur
kode dan campur kode pada komunikasi antara guru-siswa dalam pembelajaran di
kelas.
beberapa bentuk alih kode dan campur kode guru pada tindak komunikasinya.
tampak dari tindak komunikasi yang terjadi meliputi: 1) bentuk bahasa yang
digunakan seperti, bahasa formal dan bahasa informal, 2) bentuk hubungan antar
10
bahasa seperti, bahasa Indonesia – bahasa Prancis dan sebaliknya. Sementara itu,
dialihkan kode yang tampak pada tuturan guru bahasa Prancis di SMA Negeri 1
penutur (guru) dan mitra tutur (siswa), 2) hadirnya pihak ketiga dalam peristiwa
faktor campur kode lebih didominasi oleh faktor penutur itu sendiri. Faktor-faktor
campur kode yang dimaksud yaitu, 1) karena penutur ingin memperlihatkan style
perlu menyisipkan atau meminjam beberapa leksikon dari kode lain sebagai bahan
Perbedaan penelitian ini dengan dengan skripsi yang ditulis oleh Nugroho
adalah tidak memfokuskan pada campur kode saja tapi adapun alih kode yang
dibahas dalam penelitian tersebut. Sedangkan topik penelitian ini ditekankan pada
Bali. Persamaan dengan topik penelitian karya Nugroho, yang diangkat dengan
perkawinan campuran.
untuk memberikan deskripsi atau paparan tentang bentuk alih kode guru bahasa
Prancis di SMA Negeri 1 Wonosari Klaten; bentuk campur kode guru bahasa
11
alih kode dan campur kode guru bahasa Prancis di SMA Negeri 1 Wonosari
Klaten tersebut. Khususnya bagi guru mata pelajaran bahasa Prancis, penelitian
budaya Jepang yang ada di Sekolah Japan Club, meliputi proses belajar di sekolah
tradisional Jepang, tarian Jepang, dan dalam proses pergaulan bagi anak-anak di
orangtua baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif bagi
dan 3) memiliki peluang kerja lebih besar. Dampak positif bagi orangtua yang
anak bersekolah di Japan Club, dan 3) rasa aman atas masa depan anak. Dampak
12
negatif bagi orang tua yang menyekolahkan anak-anak mereka di Sekolah Japan
untuk kegiatan sosial. Adapun makna pemertahanan identitas budaya Jepang yang
timbul bagi anak-anak,orang tua, serta pihak keluarga dari Jepang adalah: 1)
keharmonisan antar dua budaya yaitu budaya Bali dan budaya Jepang melalui
Perbedaan penelitian ini dengan dengan tesis yang ditulis (Nurita ; 2012)
baik di dalam Sekolah Japan Club maupun kegiatan kebudayaan Jepang lainnya
yang diselenggarakan oleh anggota Japan Club Bali. Sedangkan topik penelitian
ini ditekankan pada Campur Kode pada Anak-anak hasil perkawinan antar bangsa
melalui beberapa kegiatan di dalam maupun di luar sekolah pada anak-anak hasil
kebijakan atau peraturan yang berhubungan dengan kawin campuran serta pada
13
2.2 Konsep
istilah atau rangkaian kata (lambang bahasa) (Soedjadi, 2000:14). Adapun Konsep
yang akan dijelaskan dalam penelitian ini yaitu, Campur kode, Anak, dan
penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya
bahasa atau ragam bahasa, pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan, dan
“1)法典、規定、2)符号、記号、暗号、3)コンピューターで、命令やデー
タを表す分,字・数字を符号化したもの”
‘1) Hōten, Kitei, 2) Fugō, Kigō, Angō, 3) konpyūtā de, meirei ya dēta wo arawasu
bun, ji/suuji wo fugōka shitamono’
“1) Kode, Regulasi, 2) Kode, Simbol, Kriptografi, 3) kode dengan huruf dan
angka mewakili perintah dan data di Komputer”
Menurut日本語大辞典Nihongo Daijiten (1980: 2096) dijelaskan bahwa
“1)種類を違うものを混ぜること、2)男女混成チーム3)混声合唱”
‘1) Shurui no chigau mono wo mazeru koto, 2) Danjo konsei chīmu, 3) Konsei
gasshō’
“1) Mencampur berbagai jenis tipe barang yang berbeda, 2) Tim berbagai gender,
3) Paduan suara campur”
14
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa campur kode
berbicara, yang dimana campur kode tersebut dipergunakan pada Anak-anak hasil
lingkungannya.
Keturunan yang kedua, 2) Manusia yang masih kecil, 3) Orang yang berasal dari
atau dilahirkan di (suatu negeri, daerah, dan sebagainya). Menurut Kamus Bahasa
seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak dalam kandungan. Sama
dengan UNICEF memberikan pengertian bahwa batas usia anak yaitu di antara 0
seseorang yang berusia 21 tahun dan belum menikah. Dalam penelitian ini, anak
adalah seseorang yang masih dalam tanggungan orang tua dan belum menikah
15
yang berkisar usianya antara 20-23 tahun yang masih dalam perkembangan dan
antara bangsa yang satu dan yang lain, 2) antara beberapa bangsa. “Perkawinan
antar bangsa” adalah perkawinan antara dua orang yang berbeda dalam segi
adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang
berkewarganegaraan Indonesia.
enurut日本語大辞典Nihon
disebutkan dengan istilah国際結婚 kokusai kekkon.. M
ang memiliki
Daijiten (1980: 668) dijelaskan bahwa国際結婚 kokusai kekkon y
“国籍が異なる男女が結婚すること。各国の結婚に関する制度が多様なため国際
綿司法上の問題が生じる”
‘Kokuseki ga kotonaru danjo ga kekkon suru koto. Kakkoku no kekkon ni kansuru
seido ga tayōna tamenkokusai watashi-hō-jō no mondai ga shōjiru’
“Ketika pria dan wanita menikah dari kebangsaan yang berbeda. Karena
beragamnya system perkawinan disetip Negara, maka muncul masalah hukum
swasta internasional mengenai pernikahan berbeda Negara.”
16
Dalam penelitian ini perkawinan campuran antara Bali-Jepang yaitu
dimana sang suami adalah warga asli Indonesia yaitu warga lokal Bali dan istrinya
Bali-Jepang di Bali” yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak hasil
perkawinan antar bangsa yang telah resmi dan telah tercatat dalam dinas catatan
Indonesia suku Bali dan ibunya adalah bangsa Jepang baik yang sudah menjadi
warga negara Indonesia maupun yang belum dan berdomisili di Bali. Dalam
keluarga perkawinan antar bangsa tersebut, campur kode pun pasti terjadi di
dalam berkomunikasi antar suami dengan istri dan anak dengan orang tua.
Beberapa teori yang telah digunakan dalam penelitian ini untuk memecahkan
masalah yang dipaparkan sebelumnya, yaitu pada teori campur kode oleh Chaer
dan Agustina, beserta buku teori dari Jendra. Abdul Chaer dan Leonie Agustina
dalam Thelander (1976; 103) menjelaskan bahwa campur kode adalah bila
peristiwa yang terjadi didalam suatu peristiwa tutur, klausa dan frasa yang
digunakan terdiri dari klausa dan frasa campuran (hybrid clauses, hybrid phrases),
dan masing-masing klausa atau frase itu itu tidak lagi mendukung fungsi
sendiri-sendiri. Abdul Chaer dan Leonie Agustina dalam Thelander (1976; 103)
mengatakan, jika seseorang telah menggunakan salah satu frasa atau klausa dari
satu bahasa ke bahasa lain, maka hal itu sudah dikatakan campur kode. Seorang
serpihan-serpihan bahasa daerahnya atau bahasa asing maka itu bisa dikatakan
17
Jadi dapat disimpulkan bahwa campur kode merupakan percampuran antar
Peristiwa campur kode dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari pada saat
campur kode juga disebabkan oleh tidak adanya padanan kata dalam bahasa yang
digunakan untuk menyatakan suatu maksud. Untuk mendukung teori dari Chaer
dan Agustina dalam penelitian inipun menggunakan buku dari Sudjianto dan
sebagai berikut.
Dalam hal ini, “campur kode keluar adalah campur kode yang menyerap
bahasa asing” (Jendra, 2001: 132). Misalnya, dalam peristiwa campur kode pada
pemakaian bahasa Indonesia terdapat sisipan dari bahasa asing seperti bahasa
Inggris, bahasa Arab, bahasa Jepang, bahasa Cina, dan lain sebagainya. Contoh
dalam penelitian ini adalah dengan menyisipkan bahasa jepang di dalam Bahasa
S1: kalau kamu waktu koukousei ( 高校生) gakkou (学校) nya dimana?
18
dengan koukousei ( 高校生) dan gakkou ( 学校), yang artinya koukousei (高校生)
Mengenai definisi tentang campur kode ke dalam, ada beberapa ahli yang
memiliki pandangan yang hamper sama. Jendra (1991) menyatakan campur kode
ke dalam adalah jenis kode yang menyerap unsur-unsur bahasa daerah yang
sumbawa, Lombok, bali, bahasa jawa, dan sebagainya. Contoh dalam penelitian
ini adalah dengan menyisipkan bahasa daerah yaitu Bali di dalam Bahasa
Dialog di atas termasuk jenis campur kode ke dalam (inner code mixing),
bahasa Bali. Bahasa Indonesia tersebut berupa dialog “sekali”, “kamu gak bisa”,
“jawab soal”, “ini” dan tambahan kata dalam bahasa Bali yaitu “lengeh”. Kata
“lengeh” merupakan salah satu kata dalam bahasa Bali yang diketahui oleh
subjek 1 yang dalam Bahasa Indonesia berarti bodoh. Kata-kata tersebut ditujukan
19
Definisi mengenai campur kode campuran ialah “campur kode yang di
dalam (mungkin klausa atau kalimat) telah menyerap unsur bahasa asli atau
diterima oleh bahasa penyerap dengan pembagian menjadi dua bagian seperti
(inner dan outer code mixing). kata“anime” adalah jenis campur kode campuran
(hybrid code mixing), karena “anime” merupakan kata serapan dari bahasa asing.
Campur kode tidak muncul karena tuntutan situasi, tetapi ada hal lain yang
a) Faktor Penutur
maksud dan tujuan tertentu. Pertama karena faktor kebiasaan penutur yang suka
mencampur bahasa ibu dengan bahasa daerah maupun bahasa asing. Dapat pula
karena penutur kurang menguasai salah satu bahasa tersebut dengan baik, maka
begitupun sebaliknya. Dalam artian jika seorang penutur berlatar belakang bahasa
ibu Bahasa Indonesia dengan sikap bahasa yang positif dan kadar kesetiaan yang
tinggi, saat berbicara menggunakan bahasa Asing yaitu Jepang atau bahasa
20
Chaer dan Agustine (2007; 69) mengenai faktor penyebab campur kode yaitu,
dalam peristiwa campur code, peristiwa tersebut dilakukan secara sadar oleh
penutur. Jadi penutur menyelipkan unsur bahasa lain kedalam bahasa yang
bahasa yang ingin digunakan tidak memiliki ungkapan tidak ada ungkapandalam
b) Faktor Kebahasaan
dengan bahasa lain sehingga terjadi campur kode. Umpanya dalam menjelaskan
atau mengamati istilah-istilah (kata-kata) yang sulit dipahami dengan bahasa ibu
maka disisipkan bahasa daerah maupun Bahasa Asing lainnya karena tidak adanya
kata yang tepat untuk mengutarakan apa yang ingin di utarakan dengan
maka dengan keterbatasan pembicara ia menyisipkan bahasa lain seperti “hari ini
Jadi teori campur kode ini digunakan sebagai alat untuk memecahkan
masalah pertama dan kedua yaitu pada jenis campur kode dan faktor apa saja yang
Campur kode banyak terjadi dalam bahasa adalah campur kode pada
tataran kata. Campu kode pada tataran kata dapat berwujud kata dasar, kompleks,
21
berulang dan kata majemuk. Berikut beberapa contoh campur kode keluar (inner
code mixing) dan kedalam (outer code mixing) pada tataran kata:
Kedua contoh diatas, yang pertama adalah contoh dari campur kode kedalam yaitu
dengan Bahasa Indonesia dengan diselipkan bahasa daerah yaitu bahasa Bali.
Kedua contoh diatas ada campur kode campuran yautu dari kata serapan anime
dan ngeblockir-blockir. Kelas kata dalam bahasa Jepang dibagi atas sepuluh jenis
1. Dooshi ( Verba)
Menurut (Nomura dalam Sudjianto dan Dahidi, 2024;149) Verba atau bahasa
Jepangnya adalah Dooshi merupakan salah satu kelas kata yang sama dengan
Na-keyooshi dan I-keyooshi menjadi salah satu jenis yoogen. Kelas kata tersebut
sendirinya.
b) Jenis-jenis Dooshi
22
1. Jidooshi (iku ‘pergi’, kuru ‘datang’, okiru ‘bangun’, neru ‘tidur’, shimaru
lain.
pembicara, yang tidak dapat diubah kedalam bentuk pasif dan kausatif.
Menurut (Masao dalam Sudjianto dan Dahidi, 2014: 152) Ada enam
Bentuk ini diikuti dengan u, yoo, nai, seru, saseru, reru, atau rareru.
3. Shuushikei, dasar verba untuk mengakhiri urajan. Diikuti dengan kata ka
atau kara.
4. Rentaikei, bentuk yang diikuti dengan taigen seperti toki, koto, hito,
dan sebagainya.
a) Pengertian I-keiyooshi
disebut juga dengan keiyooshi yaitu kelas kata yang menyatakan sifat atau
keadaan sesuatu yang dapat mengalami perubahan bentuk dan menjadi predikat
dengan sendirinya.
b) Jenis-jenis I-keiyooshi
1. Zokusei keiyooshi
2. Kanjoo keiyooshi
3. Na-keiyooshi ( Ajektiva-na )
a) Pengertian Na-keiyooshi
juga disebut dengan keiyoodooshi (termasuk dalam jiritsugo) dimana kelas kata
b) Jenis-jenis Na-keiyooshi
24
Misalnya, shizukada ‘tenang/sepi’, kireida ‘indah/cantik/bersih’, dan
sebagainya.
4. Meishi ( Nomina )
a) Pengertian Meishi
menurut (Hirai dalam Sudjianto dan Dahidi, 2014: 156) meishi juga dapat
disebut dengan taigen karena dalam suatu kalimat meishi dapat menjadi
b) Jenis-jenis Meishi
25
3) Suushi (menyatakan bilangan, jumlah, kuantitas, dan urutan).
formalitas).
5) Daimeishi
5. Rentaishi ( Prenomina )
a) Pengertian Rentaishi
konjugasi dan tidak dapat menjadi subjek maupun predikat, dan tidak dapat
menerangkan yoogen.
b) Jenis-jenis Rentaishi
1) Berpola ~no dan ~ga, misalnya ano neko ‘kucing itu’, waga kuni
‘negeri kami’.
2) Berpola ~na, misalnya ookina ie ‘rumah besar’, chiisai ie ‘rumah kecil’
4) Berpola ~ta dan ~da, misalnya tatta ippon ‘hanya satu batang’
6. Fukushi ( Adverbia )
a) Pengertian Fukushi
26
Menurut (Matsuoka dalam Sudjianto dan Dahidi, 2014: 165) fukushi a dalah
kata yang menerangkan verba, ajektiva, dan adverbia, tidak berubah, berfungsi
b) Jenis-jenis Fukushi
Tiga jenis fukushi menurut (Takano dalam Sudjianto dan Dahidi, 2014: 166).
7. Kandooshi ( Interjeksi )
Kandoshi termasuk jiritsugo dimana tidak dapat berubah bentuk, tidak dapat
menjadi subjek keterangan bahkan konjugasi, kata ini seperti kata menyatakan
perasaan, rasa terkejut dan rasa gembira dan menyatakan panggilan atau
27
8. Setsuzokushi ( Konjungsi )
a) Pengertian Setsuzokushi
b) Jenis-jenis Setsuzokushi
Tujuh jenis suzokushi menurut (Hirai Masao dalam Sudjianto dan Dahidi,
2014: 171).
narabini.
demo, desu ga, tokoro ga, towa ie, sorenanoni, soreni, shitemo, dan
mottomo.
yang ada pada bagian berikutnya bagi sesuatu yang ada pada bagian
sooshite.
yang ada pada bagian berikutnya dengan yang ada pada bagian
nishiwa.
dan okirareru.
a) Utawas eru
29
b) Kos aseru
jelas.
5) Ta (kako = lampau)
pasti’ )
a) Tabemasu ( makan )
a) Pengertian Joshi
Menurut (Hiraki dalam sudjianto dan Dahidi, 2014: 181) joshi merupakan
kelas kata yang termasuk fuzokugo d ipakai setelah satu kata dimana hal itu untuk
30
menunjukkan hubungan antara kata tersebut dengan kata lain agar arti kata
tersebut lebih jelas. Kelas kata tersebut tidak mengalami perubahan. Kelas kata
yang dapat disisipi yaitu, meishi, dooshi, ikeiyooshi, na-keiyooshi, dan joshi.
b) Jenis-jenis Jooshi
ga,no,o,ni,e,to,yori,kara,de,dan ya.
shi, temo (demo), te (de), nagara, tari (dari), noni, dan node.
koso, sae, demo, shika, made, bakari, dake, hodo, kurai (gurai), nado,
haru, dan sebagainya), misalnya ka, kashira, na, naa, zo, tomo,yo, ne,
31
Jadi buku dari Sudjianto dan Dahidi ini digunakan sebagai alat untuk
memecahkan masalah pertama yaitu pada bentuk kebahasaan campur kode pada
tataran kata.
BAB III
METODE PENELITIAN
fenomenologis ini berusaha untuk memahami makna dari peristiwa dan interaksi
antar bangsa Bali-Jepang. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sumber data primer. Data primer adalah data yang mengacu pada informasi
32
yang diperoleh dari tangan pertama oleh peneliti seperti responden individu dari
informan, kelompok fokus, internet juga dapat menjadi sumber data primer jika
perkawinan antar bangsa Bali-Jepang yang tinggal di Bali, dalam artian Ibunya
merupakan warga negara Jepang dan Ayahnya warga negara Indonesia suku Bali,
umur informan dalam penelitian ini berkisar 20-23 tahun. Penulis akan meneliti
pembicaraan anak-anak dalam lingkungan keluarga dimana disini orang tua juga
terlibat dalam percakapan untuk mengetahui maksud dan tujuan anak apa sudah
jenis campur kode dalam fenomena keluarga, bentuk campur kode pada tataran
kata berwujud kata dasar, kompleks, berulang, dan majemuk, kemudian faktor
namun terfokus di daerah Badung dan Denpasar. Lokasi ini dipilih dengan
33
Tercermin dari penguasaan kata, bahasa dan pada sikap, dan kepribadian
anak-anak tersebut.
Uraian di atas menjadi alasan penulis untuk memilih daerah Denpasar dan
Badung sebagai tempat yang tepat untuk penelitian “Campur kode pada
penelitian yang tepat sesuai masalah yang dikaji menunjang penulis mendapatkan
3.3.1 Populasi
sumber data, baik yang sudah ada maupun yang sengaja diadakan, yang
Denpasar.
3.3.2 Sampel
calon data. Sampel dalam penelitian bahasa berupa tuturan yang diperoleh dari
sumber data yang didalamnya terdapat data penelitian. Tuturan yang dimaksud
34
adalah berupa narasi, dialog, monolog, maupun cerita yang disampaikan oleh
sumber data. Proses ini berdasarkan pemancingan terhadap sumber data atau
informan oleh peneliti. Dalam penelitian ini peneliti mengambil sempel dari
bahasa kedua adalah bahasa Bali dan Jepang. Dalam penelitian ini jumlah
Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara yang dilakukan oleh
dimana metode simak adalah metode pengumpulan data dengan menyimak atau
mengamati penggunaan bahasa yang di teliti (Mahsun, 2014; 89). Dari segi
2) Teknik Lanjutan
35
bicara. Jadi, peneliti ikut terlibat dalam percakapan
yang diinginkan.
b. Teknik Rekam
c. Teknik Catat
Analisis data dalam sebuah penelitian tergolong salah satu tahap penting.
Sebab, temuan kaidah yang ditemukan merupakan inti dari aktifitas alamiah
36
non-statistik (margono, 2014: 190). Prosedur analisis data dalam penelitian ini
dilakukan tiga tahap secara kualitatif, yaitu oleh Miles dan Huberman (dalam Puji
penarikan/verifikasi.
1. Reduksi Data
itu perlu dicatat secara teliti dan rinci dengan pemilihan, pemusatan,
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, fokus pada hal yang penting,
2. Penyajian Data
temuan (findings).
37
3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analysis Data
informal. Penyajian hasil analisis data secara informal adalah penyajian hasil
dipahami dan dapat menarik kesimpulan yang merupakan inti dari rangkaian
penelitian.
38
DAFTAR PUSTAKA
Attamini, Has’ad Rahman. 2013. Analisis Tindak Bahasa Campur Kode di Pasar
Labuhan Sumbawa Pendekatan Sosiolinguistik, [online],
http://ilmuasastra.blogspot.com/2013/09/penelitian-campur-kode.html. Diakses
08 Oktober 2020.
Bps.2020.Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, [online], Badan Pusat Statistik Provinsi
Bali (bps.go.id), d iakses 07 Februari 2020.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: PT
Asdi Mahasatya.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2014. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal -Ed. rev.
Jakarta: Rineka Cipta.
KBBI. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online] IIK diakses pada
1 Oktober 2020
Merlyna, Putu Dewi Merlyna dan Darmayanti ,Ida Ayu Made. 2 012. Campur Kode
Dalam Komunikasi Lisan Pasangan Perkawinan Beda Bangsa Jepang-Indonesia
(Kajian Sosiolinguistik). [online], Singaraja; Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang,
dan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan
Ganesha. Diakses 27 November 2020.
Nugroho, Adi. 2011. Alih Kode dan Campur Kode Pada Komunikasi Guru-Siswa Di SMA
Negeri 1 Wonosari Klaten,[online], Yogyakarta: Program Studi Pendidikan
Bahasa Prancis Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta.
Diakses 27 November 2020.
Nurita, Wayan. 2012. Pemertahanan Identitas Budaya Jepang Pada Anak-Anak Hasil
Perkawinan Campuran Bali-Jepang di Sekolah Bali-Japan Club Sanur-Denpasar
Tesis. Denpasar: Program Pasca Sarjana Universitas Udayana.
39
Suryandari,Nikmah. 2017. Eksistensi Identitas Kulural Ditengah Masyarakat Multikultur
dan Desakan Budaya, [online],
https://media.neliti.com/media/publications/106525-ID-eksistensi-identitas-kultur
al-di-tengah.pdf. Diakses 27 November 2020.
40