Anda di halaman 1dari 51

UPAYA MASYARAKAT DALAM MENGATASI PERNIKAHAN DINI

(STUDI DESKRIPTIF DI DESA KEDIRI KECAMATAN KEDIRI


LOMBOK BARAT)

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program


Sarjana (S1) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan
Universitas Mataram

OLEH:

…..
NIM.

1
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2020

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Upaya Masyarakat Dalam

Mengatasi Pernikahan Dini (Studi Deskriptif di Desa Kediri Kecamatan Kediri

Lombok Barat)”. Selanjutnya shalwat dan salam semoga tetap tercurahkan

keharibaan sang baginda Rasulullah SAW, atas segala perjuangan beliau

sehingga penulis dapat merasakan nikmatnya dinul Islam.

Tujuan penulisan proposal skripsi ini adalah untuk memenuhi

persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pendidikan

Pancasila dan Kewarganegaraan pada Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram. Penulis

menyadari bahwa tiada sesuatu yang sempurna di dunia ini, termasuk dalam

penulisan proposal skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan

kritik, saran dan masukan dari semua pihak yang bersifat membangun demi

kesempurnaan proposal skripsi ini. Akhir kata, semoga proposal skripsi ini

dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaga umumnya.

Mataram, Agustus 2020

3
Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI ii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI vi

BAB I. PENDAHULUAN 1

1.1 Judul 1
1.2 Latar Belakang 1
1.3 Rumusan Masalah 3
1.4 Tujuan 3
1.5 Manfaat 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Kajian Tentang Pernikahan Dini 5


2.2 Kajian Tentang Faktor Penyebab Pernikahan Dini 11
2.3 Kajian Tentang Dampak Pernikahan Dini 15
2.4 Kajian Tentang Upaya Masyarakat dalam Mengatasi Pernikahan Dini
16

BAB III. METODE PENELITIAN 27

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian 27


3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 27
3.3 Subyek dan Informan Penelitian 28
3.3 Sumber Data 28
3.4 Teknik Pengumpulan Data 29

4
3.5 Teknik Analisis Data 35

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1Judul

Upaya Masyarakat Dalam Mengatasi Pernikahan Dini (Studi Deskriptif

di Desa kediri Kecamatan Kediri Lombok Barat).

1.2Latar Belakang

Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah

tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

(Undang-Undang Perkawinan, 1974). Pernikahan yang dilakukan secara

resmi atau tidak resmi dimana salah satu atau kedua pasangan adalah anak

di bawah usia 18 tahun didefinisikan sebagai pernikahan anak atau

pernikahan dini (UNICEF, 2020). Maraknya kasus pernikahan dini ditandai

dengan median usia kawin pertama perempuan yang rendah yaitu 20,1

tahun. Padahal usia ideal pernikahan menurut kesehatan reproduksi adalah

21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi pria (BkkbN, 2015).

Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010 sebanyak

41,6% perempuan di NTB menikah pertama kali di usia 15-19 tahun

(Kementerian Kesehatan RI, 2010). Khusus di Kabupaten Lombok Barat

6
mencatat persentase wanita menurut usia perkawinan pertama <16-19

tahun terus meningkat. Tahun 2013 sebesar 42,11%, meningkat menjadi

45,88% pada tahun 2014 dan 51,49% pada tahun 2015 (BPS Lombok Barat,

2014). Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa Kediri Kecamatan

Kediri Lombok Barat, terjadi kasus pernikahan dini sebanyak 15 kasus

menikah dan 3 kasus berhasil dilerai pada tahun 2020.

Tingginya angka pernikahan dini tidak terlepas dari rendahnya tingkat

pendidikan masyarakat. Rata-rata pendidikan mereka yang melakukan

pernikahan dini adalah tamatan SMP-SMA (Hasil wawancara, 2020). Ditinjau

dari survei BPS tahun 2013, angka rata-rata lama sekolah masyarakat NTB

masih tergolong sangat rendah yaitu berkisar 7,20 tahun. Hal tersebut

mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam berpikir kritis dan bijaksana

dalam mengambil keputusan untuk masa depan yang lebih baik (GEN NTB,

2017).

Fenomena pernikahan dini di Daerah Lombok sering dikaitkan dengan

budaya pernikahan yang dianut masyarakat yaitu “kawin lari” atau Merariq.

Budaya tersebut memungkinkan kedua pasangan yang ingin menikah

melakukan perjanjian terlebih dahulu lalu pihak pria mencuri perempuan

yang akan dinikahi untuk dibawa ke rumah keluarganya. Adapun tradisi

menikah yang berkembang dalam masyarakat Desa Kediri Lombok Barat

yaitu Merariq, lamaran dan nikah gaib (nikah siri). Beberapa alasan remaja

memilih untuk menikah muda diantaranya adalah putus sekolah, korban

7
perceraian orang tua, kekerasan dalam keluarga, melakukan hubungan

seksual pranikah atau hamil sebelum menikah dan kurang pengetahuan

tentang tujuan pernikahan (Hasil Wawancara, 2020).

Mudahnya proses Merariq yang dijalani sebagian besar masyarakat

Lombok berkontribusi pula pada tingginya kasus perceraian (Muzzaki,

2018). Akibatnya, terjadi perubahan nilai-nilai dan norma-norma mengenai

perkawinan, seperti pernikahan dini merupakan hal yang lazim dilakukan

dan status janda atau duda akibat perceraian dari pernikahan dini tidak lagi

menjadi steretip negatif di mata masyarakat (Halik, 2017). Hal tersebut

diperkuat oleh angka perceraian dan isbat nikah akibat nikah siri di daerah

Lombok Barat yang masih cukup tinggi yaitu sebanyak 610 perkara

perceraian dan 1. 010 isbat nikah. Adapun rincian untuk kecamatan Kediri

sebanyak 57 perkara cerai dan 105 isbat nikah pada tahun 2018. Data lain

juga menunjukkan tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan yakni

sebanyak 87 kasus dan kasus kekerasan pada anak sebanyak 34 kasus pada

tahun 2018 (BPS Lombok Barat, 2019).

Banyak persoalan yang pintu masuknya adalah pernikahan dini,

diantaranya yaitu putus sekolah (tingkat pendidikan rendah), stunting

(masalah gizi akut akibat asupan gizi kurang memenuhi standar dalam kurun

waktu yang lama) dan kemiskinan (Hasil Wawancara, 2020). Ditinjau dari

segi kesehatan, menurut data program di Dinas Kesehatan NTB (2013)

sebagian besar kematian ibu (32%) disebabkan secara langsung oleh

8
pendarahan dan kematian neonatal sebagian besar (43%) karena kasus

BBLR. Pada usia dini, kehamilan tentunya membawa resiko kematian yang

sangat besar baik pada ibu dan janin atau bayinya. Dalam kondisi hamil, ibu

yang masih dalam masa pubertas akan “berebut” nutrisi dengan janinnya

yang juga membutuhkan zat gizi untuk berkembang. Akibat dari semakin

tingginya kasus pernikahan dini, akan berdampak pada kematian, pola asuh

anak yang tidak optimal, isu gender, kemiskinan dan juga tingkat pendidikan

yang rendah (GEN NTB, 2017).

Berdasarkan uraian di atas, perlu adanya perhatian dari berbagai pihak

untuk berpartisipasi aktif dalam upaya menekan tingginya kasus pernikahan

dini. Jika fenomena pernikahan dini ini dibiarkan maka dapat mempengaruhi

proses pembangunan sumber daya manusia di NTB. Oleh karena itu penulis

tertarik melakukan penelitian dengan topik “Upaya Masyarakat dalam

Mengatasi Pernikahan Dini (Studi Deskriptif di Desa Kediri Kecamatan Kediri

Lombok Barat).

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah penyebab terjadinya pernikahan dini di Desa Kediri

Kecamatan Kediri Lombok Barat?

9
2. Apa saja upaya Masyarakat dalam mengatasi pernikahan dini di Desa

Kediri Kecamatan Kediri Lombok Barat?

1.4Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui penyebab terjadinya pernikahan dini di Desa Kediri

Kecamatan Kediri Lombok Barat.

2. Mengetahui upaya masyarakat dalam mengatasi pernikahan dini di Desa

Kediri Kecamatan Kediri Lombok Barat.

1.5Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik teoritis

maupun praktis. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini

adalah:

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu

pengetahuan khususnya pada bidang pendidikan kewarganegaraan.

2. Manfaat praktis

a. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

berupa dampak dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi

10
fenomena pernikahan dini di desa Kediri Kecamaatan Kediri Lombok

Barat.

b. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dan

sebagai masukan untuk mempersiapkan diri sebagai bagian dari

masyarakat yang dapat membantu upaya mengatasi fenomena pernikahan

dini yang masih terjadi di sekitar kita.

BAB II

11
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Tentang Pernikahan Dini

Kata nikah berasal dari bahasa Arab yang berarti mengumpulkan,

menggabungkan, menghimpun atau menambahkan. Kata nikah sama juga

memiliki arti al-wath yang artinya berhubungan seksual. Nikah sangat

dianjurkan bagi mereka yang menginginkan, siap lahir batin, dan mampu

melaksanakan hak dan kewajiban dalam rumah tangga. Karena pelaksanaan

nikah tidak hanya sebatas pada hasrat atau keinginan seksual, melainkan harus

memenuhi kewajiban dan tanggung jawab sebagai suami istri. Seorang wali

dapat menikahkan anaknya sebelum atau setelah mencapai usia baligh

(Musfiroh, 2016).

Nikah menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah sebuah ikatan

(Akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran

agama. Dini dapat diartikan sebagai sebelum waktunya. Jadi pernikahan dini

dapat diartikan sebagai ikatan (Akad) perkawinan sesuai ketentuan hukum dan

agama sebelum waktu yang ditetapkan sesuai Undang-Undang No. 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan Bab 2 pasal 7 ayat 1 (Salmah, 2016).

Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 Pasal 1 menjelaskan

bahwa pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah

tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

12
Adapun syarat-syarat perkawin diatur pula dalam Undang-Undang tersebut,

salah satunya dalam Pasal 7 Ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya

diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak

wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun (Undang-Undang

Perkawinan, 1974). Perubahan norma dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan menjangkau batas usia untuk melakukan perkawinan

bagi wanita yang dipersamakan dengan batas minimal umur perkawinan pada

pria yaitu umur 19 tahun (Perubahan Undang-Undang Perkawinan, 2019).

Pernikahan anak (pernikahan dini) didefinisikan sebagai pernikahan yang

dilakukan sebelum anak mencapai usia 18 tahun, sebelum anak matang secara

fisik, fisiologis dan psikologis untuk bertanggung jawab terhadap pernikahan

dan anak yang dihasilkan dari pernikahan tersebut (Fadlyana, 2009). Banyak

masyarakat yang tidak menaati Undang-Undang perkawinan sehingga

pemahaman tentang pernikahan dini dianggap tidak melanggar hukum atau

sah-sah saja. Di sisi lain, kurangnya sosialisasi dampak pernikahan dini bagi

masyarakat menyebabkan tingkat kesadaran masyarakat dalam membentuk

generasi berkualitas baik dari segi pendidikan, kesehatan maupun pendapatan

masih dalam kategori lemah (Sakdiyah, 2013).

Pernikahan dalam adat Sasak (Lombok) disebut juga dengan merariq atau

kawin. Secara etimologis kata "Merariq" atau kawin diambil dari kata "lari",

berlari. Merariq berarti Melari'ang atau melarikan. Kawin lari adalah sistem

adat pernikahan yang masih diterapkan di Lombok (Muzzaki, 2018). Sebagian

masyarakat Sasak meyakini bahwa dengan kawin lari atau mencuri si gadis

13
dari pengawasan walinya akan menjadi ajang pembuktian kelaki-lakian bagi

bajang atau pemuda Sasak. Selain itu, seorang pemuda dianggap memiliki

keberanian, keseriusan, dan bertanggung jawab dalam pernikahan serta dalam

kehidupan keluarga nantinya. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi

masyarakat Sasak melakukan perkawinan dengan Merariq. Pertama, Merariq

merupakan adat istiadat yang sudah ada dan membudaya dalam masyarakat

serta dilakukan oleh sebagian besar masyarakat di Lombok. Kedua, adanya

pertentangan yang di dapat dari orang tua mengenai hubungan yang dialami

oleh kedua sejoli sehingga dipilihlah cara merariq sebagai jalan keluarnya.

Ketiga, ketidaktahuan dari pihak perempuan bahwa dirinya dibawa lari oleh

pasangannya. Permasalahan lain yang menarik adalah adat merariq ini

merupakan salah satu penyumbang legalisasi pernikahan dini (dalam istilah

bahasa Sasak disebut Merariq Kodeq). Hal itu disebabkan karena yang

melakukan Merariq ini adalah anak-anak usia sekolah dan rata-rata berusia 16

(enam belas) tahun (Rosdiana,2018).

Tren pernikahan dini berdasarkan usia perkawinan pertama, wilayah

tempat tinggal (perdesaan atau perkotaan), jenis kelamin dan juga berdasarkan

provinsi menunjukkan penurunan pada periode 2008 sampai 2018, namun

penurunannya masih dikategorikan lambat. Pertama, anak perempuan berusia

17 tahun cenderung lebih rentan terhadap pernikahan baik di perkotaan

maupun di perdesaan. Kedua, menurut daerah tempat tinggal menunjukkan

bahwa pernikahan dini di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan.

Persentase pernikahan dini di perdesaan adalah 16,87% sementara di

14
perkotaan hanya 7,15%. Ketiga, praktek pernikahan dini tidak hanya terjadi

pada kalangan anak perempuan, tetapi juga pada anak laki-laki. Sekitar 1 dari

100 laki-laki 20-24 tahun (1,06%) pada tahun 2018 telah melangsungkan

pernikahan sebelum usia 18 tahun. Keempat, provinsi NTB memiliki

prevelensi pernikahan dini tertinggi untuk wilayah Jawa, Bali dan Nusa

Tenggara yaitu sebesar 15,48% (UNICEF, 2020).

2.2 Kajian Tentang Faktor Penyebab Pernikahan Dini

Praktek perkawinan anak berakar dari berbagai aspek, baik individu,

keluarga, komunitas, maupun struktural. Secara umum ada beberapa faktor

yang erat kaitannya dengan praktek perkawinan anak seperti faktor ekonomi,

budaya, kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial dan ketenagakerjaan.

Pertama, faktor pendidikan. Hampir separuh (45,56%) perempuan yang

menikah di usia dewasa menyelesaikan sekolah menengah atas (SMA). Rata-

rata lama sekolah baik perempuan maupun laki-laki udia 20-24 tahun yang

melangsungkan pernikahan setelah usia 18 tahun lebih tinggi dibandingkan

dengan mereka yang melangsungkan pernikahan sebelum usia 18 tahun.

Kedua, faktor ekonomi. Kemiskinan merupkan faktor utama pernikahan dini

pada perempuan di Negara berkembang. Pernikahan dini kerap kali terjadi

dengan latar belakang orang tua yang ingin meningkatkan kesejahteraan

ekonomi keluarga. Bagi rumah tangga miskin, kebanyakan anak perempuan

dianggap sebagai beban ekonomi dan pernikahan dianggap sebagai solusi

untukmelepaskan diri dari kemiskinan. Menurut data Susenas 2018 anak dari

15
keluarga kuintil ekonomi terendah paling beresiko pada pernikahan dini.

Ketiga, faktor tempat tinggal. Anak perempuan di daerah pedesaan dua kali

lebih mungkin untuk menikah dibandingkan dengan anak perempuan di

daerah perkotaan. Melibatkan keterlibatan Pemerintah desa juga menjadi salah

satu strategi yang dapat dilakukan seperti mendirikan Kelompok Perlindungan

Anak Desa (KPAD). Keempat, faktor tradisi dan agama. Beberapa tradisi

yang melanggengkan pernikahan dini masih ditemukan di Indonesia

contohnya tradisi Merariq di Lombok. Perempuan "dilarikan" ke rumah laki-

laki untuk dapat dinikahkan. Tujuh dari delapan perempuan yang

diwawancarai Aliansi Remaja Independen (ARI) menyebutkan kehamilan

yang tidak diinginkan sebagai alasan mereka menikah dini. Kelima, faktor

lain: pernikahan dini dalam situasi bencana. Studi literatur juga menemukan

semakin tinggi resiko anak perempuan dinikahkan dalam situasi setelah

terjadinya bencana alam. Beberapa kasus perkawinan terjadi untuk

mendapatkan bantuan Pemerintah yang khusus diberikan kepada mereka yang

menikah dan memulai untuk berkeluarga (UNICEF, 2020).

Beberapa aspek serangkaian sebab-akibat dari praktek pernikahan dini

yang masih marak terjadi dalam kehidupan masyarakat NTB yaitu sebagai

berikut: (Winengan, 2018).

1) Sosial Budaya

Konstruksi budaya patriatik yang masih melekat dalam tata kehidupan

sosial masyarakat NTB ternyata sangat berpengaruh pada pola pendidikan

masayarakat dan mengakibatkan terjadi bias gender, sehingga dalam

16
pembagian peran antara laki-laki dan perempuan terjadi kecenderungan

bahwa untuk perempuan lebih banyak mengambil peran di ranah domestik

sedangkan bagi laki-laki diberikan peluang yang lebih dominan di ranah

publik. Kondisi ini menimbulkan ketidakadilan gender bagi perempuan.

Semestinya, laki-laki dan perempuan dipandang dan diberikan kesempatan

yang sama dalam menjalankan peran-peran sosial di ranah publik. Akibatnya,

budaya ini membuat pola pikir dan kebiasaan bahwa anak perempuan tidak

dianggap terlalu penting untuk bersekolah tinggi karena adanya anggapan

akan kembali mengurus pekerjaan domestik. Disamping itu, menurut

pandangan masyarakat, jika anak perempuan belum menikah pada usia yang

sudah menginjak masa remaja, mereka dianggap sebagai perempuan yang

kurang laku (mosot).

Terjadinya praktek pernikahan dini di NTB juga dipicu oleh budaya

kawin lari yang terjadi dalam masyarakat Lombok. Jika anak perempuan

dilarikan oleh anak laki-laki, maka anak perempuan tersebut harus bersedia

untuk dinikahkan. Akan tetapi, dalam keluhuran budaya ini, jika memang

pasangan belum siap atau di bawah umur, dapat dilakukan pemisahan (belas)

sampai mereka benar-benar siap untuk membangun keluarga. Sayangnya,

pemisahan ini sulit dilakukan karena dapat dianggap aib baik oleh keluarga

maupun lingkungan tempat tinggal keduanya, sehingga pemangku adat secara

tidak langsung meresmikan perkawinan tersebut. Pada titik inilah, orang tua,

tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat sering kali menjadi pelaku

yang ikut melegalkan perkawinan dini di masyarakat NTB.

17
2) Sosial-Ekonomi

Sebagian besar masyarakat NTB hidup dengan kondisi ekonomi

menengah ke bawah. Angka kemiskinan masyarakat NTB masih tergolong

tinggi. Keluarga yang tergolong miskin sering kali mendorong anak

perempuan mereka untuk secepatnya menikah agar orang tua dapat

mengurangi atau melepas beban dan kewajiban mereka pada anaknya.

Kondisi keluarga yang tergolong miskin ini, sering kali membuat anak

perempuan di NTB tidak mendapat kesempatan yang sama dengan anak laki-

laki untuk memperoleh pendidikan.

3) Administrasi Kependudukan

Lemahnya pengawasan akurasi pendataan atau pencatatan administrasi

kependudukan seperti kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Akta

Kelahiran, telah memberikan ruang bagi masyarakat untuk membuat

keterangan palsu atas usia calon pasangan yang ingin menikah.

2.3 Kajian Tentang Dampak Pernikahan Dini

Dampak yang teridentifikas dari hasil penelitian perkawinan dini

antara lain menyebabkan anak menjadi putus sekolah, instabilitas dalam

membangun keluarga, terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),

serta subordinasi perempuan yang kemudian dirangkum berdasarkan

dampak ekonomi, sosial, kesehatan dan dampak psikologi (Djamilah,

2014).

18
Tingginya data pernikahan dini diiringi juga data perceraian dari

pernikahan dini menunjukkan bahwa pengelolaan rumah tangga belum

terselesaikan secara baik oleh anak. Dampak lain dari pernikahan dini

yaitu kekerasan seksual, angka kematian ibu yang tidak siap hamil

melahirkan, angka kematian bayi, perdagangan manusia, eksploitasi

kerja, nikah tanpa pengesahan Negara yang menyebabkan ketiadaan akte

yang berdampak pada hak pendidikan dan kesehatan, dan masih banyak

lagi (Afifah, 2018).

Merariq masih tetap eksis di kalangan masyarakat Sasak karena

masyarakat Sasak sudah menganggapnya sebagai budaya yang turun

temurun. Masyarakat sendiri ada yang mendukung praktek Merariq ini,

tetapi ada juga kalangan yang menolak. Banyak dampak negatif yang

ditimbulkan dari Merariq baik dari segi kesehatan maupun dari segi

kesehatan mental pasangan yang menikah di usia muda. Selain itu, tidak

jarang Merariq dapat membawa konflik sosial antarkampung (Rosdiana,

2018).

Dampak pernikahan dini menurut UNICEF (2020) dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1. Pernikahan dini dan pendidikan

Pernikahan dini mengingkari hak anak untuk memperoleh

pendidikan, bermain dan mencapai potensi mereka secara optimal karena

dapat mengganggu atau mengakhiri masa penting kehidupan mereka

19
sebagai anak-anak. Anak yang menikah, baik perempuan maupun laki-laki

dipaksa untuk mengambil tanggung jawab orang dewasa dan mereka

mungkin belum siap. Perkawinan anak membuat anak laki-laki lebih awal

menjadi seorang ayah dan dengan situasi itu menambah tekanan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga, memotong masa pendidikan dan peluang

kerja mereka.

2. Pernikahan dini dan partisipasi tenaga kerja

Anak perempuan yang menikah dini memiliki kecenderungan

untuk dikeluarkan dari sekolah. Anak perempuan yang sudah

melangsungkan pernikahan memiliki beban yang tinggi dari pekerjaan

rumah tangga, dan seringkali terisolasi serta tidak dapat mengakses

jaringan sosial, pengetahuan baru, keterampilan baru dan sumberdaya

yang memungkinkan dalam pengembangan ekonomi. Anak perempuan

yang menikah dini yang berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja formal

biasanya menghadapi beban kerja ganda, yakni beban dari tugas-tugas

rumah tangga juga beban dari pekerjaan. Anak perempuan yang menikah

dini memiliki kekuatan yang lemah dalam pengambilan keputusan di

dalam rumah tangga perkawinan, akibatnya partisipasi angkatan kerja

dan pendapatannya rendah.

3. pernikahan dini dan kesehatan

Banyak perempuan muda di Negara berkembang tidak memiliki

banyak pilihan selain melangsungkan perkawinan pada usia muda.

20
Kebanyakan pengantin muda kemudian menjadi ibu muda. Selain adanya

implikasi kesehatan akibat kehamilan pada usia yang muda, pernikahan

dini membatasi akses perempuan muda tersebut untuk bekerja produktif.

Menurut laporan World Bank yang berjudul Economic Impacts of Child

Marriage, hal tersebut mungkin dapat disebabkan karena terganggunya

pekerjaan yang seringkali terjadi karena proses persalinan dan tanggung

jawab merawat anak dapat mempengaruhi jenis pekerjaan yang dapat

dilakukan perempuan, memaksa mereka bekerja dengan gaji rendah dan

berada di dalam situasi kerja yang lebih tidak stabil.

2.4 Kajian Tentang Upaya Masyarakat Dalam Mengatasi Pernikahan Dini

Penanganan adanya dampak buruk pernikahan dini yaitu dengan

pendewasaan usia kawin, keluarga sejahtera dan pemerintah peduli remaja

berupa solusi baru yang lebih objektif yang dapat dijadikan sebagai langkah

awal untuk mengatasi maraknya pernikahan dini. Upaya pencegahan

pernikahan dini dirasa akan semakin maksimal bila anggota masyarakat turut

serta berperan aktif dalam pencegahan pernikahan anak di bawah umur yang

ada di sekitar mereka. Sinergi antara pemerintah dan masyarakat terutama para

orang tua yang mempunyai anak remaja merupakan jurus terampuh sementara

ini untuk mencegah terjadinya pernikahan dini sehingga ke depannya

diharapkan tidak ada lagi anak yang menjadi korban akibat pernikahan

tersebut dan anak-anak Indonesia bisa lebih optimis dalam menatap masa

depannya kelak (Sudarsih, 2018).

21
Penelitian yang dilakukan oleh Sri Sudarsih dan Diya Wahyu Ningsih

(2018) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara persepsi tentang

pernikahan dini dengan kejadian pernikahan dini. Hal ini terjadi karena orang

tua yang mendukung terhadap nilai budaya lama yang menyatakan bahwa

menstruasi merupakan tanda dewasanya seorang anak gadis akan membentuk

persepsi positif terhadap pernikahan usia dini sehingga dapat dikatakan

semakin positif persepsi seseorang tentang pernikahan dini maka semakin

terjadi pernikahan dini. Orang tua diharapkan dapat lebih bijaksana dalam

menentukan keputusan untuk melangsungkan pernikahan pada anak di usia

remaja sehingga angka kejadian pernikahan dini dapat lebih ditekan.

Suhadi (2018) melakukan kegiatan pengabdian bagi masyarakat yang

cukup berhasil di Dusun Cemanggal Desa Munding Kecamatan Bergas

dengan membentuk kelompok masyarakat sadar hukum (Kadarkum) dalam

rangka pencegahan meningkatnya angka pernikahan dini dengan target

program berupa : 1) masyarakat harus mengetahui dan memahami dampak

negatif dari pernikahan dini. 2) pemberian informasi mengenai dampak

pernikahan dini terhadap kesehatan reproduksi perempuan. 3) inisiasi

peraturan desa mengenai batas minimal usia menikah di desa Munding. 4)

pembentukan kelompok masyarakat sadar hukum (kadarkum) untuk

mengatasi masalah-masalah hukum yang timbul akibat pernikahan dini.

Hal yang paling dominan terjadi di daerah Lombok adalah adanya tradisi

merariq. Para remaja banyak yang menikah muda dan putus sekolah karena

keinginan mereka sendiri. Padahal denda sebagai kontrol sosial untuk

22
meminimalisir pernikahan dini sudah dilakukan oleh pemerintah dan tokoh

masyarakat dengan mewajibkan membayar sejumlah uang yang berkisar

antara Rp. 2.000.000,- sampai Rp. 3.500.000,- (sesuai dengan kesepakatan

awal pihak sekolah dengan pihak orang tua/wali siswa) yang ditujukan pada

siswa atau siswa yang ingin putus sekolah. Namun hal ini ternyata juga kurang

efektif karena pada kenyataan yang terjadi adalah mereka lebih memilih

membayar denda tersebut yang dalam hal ini denda dibayar oleh pihak orang

tua dengan cara menjual ladang atau sapi mereka sehingga anaknya tetap bisa

menikah (Djamilah, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Baiq Yuni Fitri Hamidiyanti (2018)

menyimpulkan bahwa intervensi tokoh adat dan tokoh agama pada tradisi

menikah suku sasak mampu meningkatkan pengetahuan remaja terhadap

dampak pernikahan dini. intervensi tokoh adat dan tokoh agama pada tradisi

menikah suku sasak mampu mengubah sikap yang lebih positif yaitu setuju

menunda usia pernikahan. Keikutsertaan pada program keluarga berencana

memerlukan intervensi jangka panjang. Intervensi yang dilakukan adalah

memberikan informasi yang benar oleh tokoh adat dan tokoh agama tentang

berbagai bahaya yang diakibatkan oleh pernikahan dini.

Menurut UNICEF (2020) dalam laporan child Marriage report 2020

berjudul pencegahan perkawinan anak memberi rekomendasi untuk

memastikan bahwa anak perempuan mendapatkan haknya sebagai anak

sebelum ia beranjak dewasa, yang juga akan membantu Indonesia untuk tidak

23
kehilangan potensi SDM. Adapun rekomendasi tersebut dirangkum sebagai

berikut:

1. Mengembngkan perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat

(PATBM)

Upaya terintegrasi pencegahan perkawinan anak dari lembaga non-

pemerintah dan pemerintah daerah perlu dikembangkan. Di Lombok Barat,

dalam PATBM atau kelompok perlindungan anak desa (KPAD) orang muda

terlibat dalam melakukan intervensi pencegahan perkawinan anak. Pemerintah

setempat mendukung program tersebut dengan memberikan dukungan dana

operasional.

2. Memastikan layanan pendidikan dan kesehatan berkualitas tersedia

untuk mencegah dan mengatasi pernikahan dini bagi semua anak.

Data Susenas 2018 menunjukkan bahwa baik untuk anak perempuan

maupun laki-laki yang menikah sebelum berumur 18 tahun, banyak yang

jenjang pendidikan tertingginya adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Hanya 11, 76% dari perempuan dan 19,23% laki-laki usia 20-24 tahun yang

menikah sebelum usia dewasa yang menyelesaikan SMA. Dengan adanya

penguatan pada program minimal belajar 12 tahun, maka anak memiliki

kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan diri dan menemukan

skill yang dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Kehamilan di luar nikah sering menjadi alasan untuk melakukan

perkawinan anak. Orang tua menganggap bahwa anak perempuan yang sudah

hamil adalah aib bagi keluarga. Selain itu, orang tua juga menganggap bahwa

24
perkawinan anak dapat menjadi solusi agar anak tidak melakukan zina. Oleh

karena itu, menyediakan pendidikan HKSR (Hak Kesehatan Seksual dan

Reproduksi) yang komprehensif dan inklusif untuk semua anak dapat menjadi

solusi untuk mencegah perkawinan anak.

3. Mengatasi kemiskinan yang menjadi salah satu faktor yang mendorong

terjadinya perkawinan anak dengan memadukan pendekatan perlindungan

anak, penguatan kapasitas pengasuh utama anak dan penguatan sistem

kesejahteraan anak dalam program bantuan dan perlindungan sosial.

Kondisi keluarga yang sulit karena kemiskinan seringkali membuat anak

dianggap sebagai beban ekonomi kemudian perkawinan anak menjadi solusi

untuk mengurangi beban tersebut. Sehingga mendorong pengentasan

kemiskinan secara tidak langsung kan mendorong pengurangan angka

pernikahan dini.

NTB merupakan salah satu Provinsi yang memperlihatkan prevalensi

pernikahan dini dan persentase penduduk miskin yang tinggi. Kemiskinan

mendorong meningkatnya kerentanan anak, tetapi begitu juga dengan

kekurangan akses pada pendidikan, kesehatan, perlindungan dan pengasuhan

dapat juga berdampak negatif terhadap kesejahteraan anak. Karena itu,

pengentasan kemiskinan saja tidak cukup tetapi perlu ada penguatan sistem

perlindungan anak, kesejahteraan anak dalam program bantuan dan

perlindungan sosial, dan pengasuhan anak

25
4. Perubahan pola pikir mengenai perlindungan akses anak pada Hak

Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR), kesehatan gender dan partisipasi

kaum muda.

Perempuan cenderung menganggap kesiapan mengurus rumah tangga

sebagai ukuran kesiapan dalam menikah, sedangkan laki-laki cenderung

menganggap kesiapan secara ekonomi sebagai ukuran kesiapan untuk

menikah. Norma sosial yang ada dalam masyarakat mengenai gender masih

sering mempengaruhi perkawinan anak. Oleh karena itu, perlu ada tambahan

intervensi dari level rumah tangga dan komunitas. Sehingga solusi yang bisa

diterapkan adalah intervensi dari keluarga, komunitas dab pemerintah dalam

mengubah norma sosial agar mendukung kesetaraan gender dan menolak

perkawinan anak.

salah satu pendorong terjadinya perkawinan anak adalah pembahasan

mengenai seksualitas masih dianggap tabu. Sosialisasi untuk mengubah pola

pikir ini sangat diperlukan agar anak dapat menerima pendidikan dan layanan

mengenai Hak Seksualitas dan Reproduksi (HKSR). Selama diskusi mengenai

HKSR masih dianggap tabu maka anak tidak bisa menerima informasi yang

benar mengenai hubungan seksual dan kesehatan reproduksi. Hal tersebut

dapat meningkatkan peluang terjadinya perkawinan anak.

Partisipasi kaum muda di Indonesia untuk mencegah dan menangani

perkawinan anak memberikan banyak dampak kepada teman sebayanya. Yang

orang muda sampaikan dalam advokasi biasanya melalui proses konsultasi

dengan teman-temannya agar dapat sesuai dengan kebutuhannya. Kaum muda

26
juga dapat berkontribusi di dalam ruang yang secara tradisional biasa dipimpin

oleh orang dewasa, seperti Kelompok Perlindungan Anak Desa (KPAD) atau

Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM).

Kehamilan dini masih sering terjadi dan menjadi salah satu alasan

terjadinya perkawinan anak, tetapi layanan kesehatan reproduksi remaja masih

mendapat tantangan karena terbatasnya akses kontrasepsi untuk yang belum

menikah. Pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi yang komprehensif

dan inklusif untuk semua anak perlu dikenalkan sejak dini untuk menurunkan

angka kehamilan dini dan perkawinan anak.

5. Mendukung riset lebih lanjut mengenai intervensi yng sudah dilakukan

untuk anak perempuan yang menikah, KDRT setelah pernikahan dini,

perkawinan anak di perkotaan dan anak laki-laki yang menikah.

Penelitian perlu dilakukan untuk mengakomodasi kebutuhan anak yang

sudah menikah terhadap akses pendidikan dan kesehatan reproduksi. Selain

itu, perlu ada penelitian untuk melihat kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga

(KDRT) yang terjadi setelah anak menikah dan anak laki-laki yang menikah di

usia anak. Sehingga dapat mengetahui investasi yang paling efektif dalam

pencegahan dan penanganan perkawinan anak di Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa upaya-upaya

masyarakat dalam mengatasi pernikahan dini di Desa Kediri Kecamatan

Kediri Lombok Barat yaitu dengan mengintervensi remaja melalui berbagai

kegiatan program keluarga berencana dan sosialisasi mengenai bahaya

pernikahan dini dalam segi kesehatan reproduksi, pendidikan dan pendapatan

27
masyarakat. Hal tersebut dapat dilakukan oleh masyarakat setempat dengan

melibatkan tokoh adat dan tokoh agama dalam mengubah persepsi orang tua

dan juga para remaja untuk tidak melakukan pernikahan dini atau Merariq

sebelum mencapai usia 20 tahun. Di samping itu, membentuk kelompok

masyarakat sadar hukum yang selalu siap mendampingi pemberian informasi

kesehatan reproduksi dan juga penanganan permasalahan rumah tangga akibat

terjadinya pernikahan dini.

28
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode penelitian

Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan dan kegunaan tertentu. Secara umum metode penelitian adalah suatu

cara yang sudah mempunyai susunan secara sistematis yang digunakan pada

penelitian untuk mencari pemecahan terhadap suatu masalah (Sugiyono,

2012).

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah

metode penelitian yang digunakan untuk menemukan pengetahuan yang

seluas-luasnya terhadap objek penelitian pada suatu masa tertentu. Secara

umum penelitian Deskriptif memusatkan perhatian pada masalah-masalah

yang aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung.

Penelitian Deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk

fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa

berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaaan

dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. Melalui

penelitian Deskriptif, peneliti berusaha mendeskrisikan peristiwa dan

kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus

terhadap peristiwa tersebut (Sukamdinata, 2016). Penelitian Deskriptif tidak

29
dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, melainkan lebih kepada

menggambarkan apa adanya suatu gejala, variabel atau keadaan (Widodo,

2000).

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kediri yang terletak di

Kecamatan Kediri Lombok Barat. Adapun alasan peneliti memilih lokasi

penelitian tersebut adalah karena fenomena pernikahan dini masih terjadi

di tengah masyarakat desa Kediri, sehingga peneliti akan dapat

memperoleh data-data yang relevan dengan konteks penelitian.

2. Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian yaitu pada bulan Januari sampai

bulan Februari 2021

3.3. Metode Pengumpulan data

Metode pengambilan sampel kajian deskriptif penelitian ini adalah

dengan metode Non Probability dengan Purposive Random Sampling

(sampling pertimbangan) ialah teknik sampling yang digunakan peneliti

30
jika peneliti mempunyai pertimbnagan-pertimbangan tertentu dalam

pertimbangan sampelnya untuk tujuan tertentu (Riduwan, 2012).

Purposive Random Sampling digunakan dengan cara menetapkan

sampel penelitian dimana peneliti menentukan responden berdasarkan

anggapan bahwa informan dapat memberikan data pasti, lengkap dan

akurat. Teknik Random Sampling digunakan dengan cara menetapkan

sampel yang semua anggotanya mempunyai peluang sama dan tidak

terikat oleh apapun untuk dimasukkan ke dalam sampel penelitian.

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 50 orang melalui

kuisioner yang diberikan dan diisi sesuai dengan petunjuk yang sudah

ada.

31
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk

mengukur fenomena alat maupun sosial yang diamati (Arikunto, 2013).

Instrumen atau alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kuisioner. Kuisioner (angket) merupakan teknik pengumpulan

data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau

pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Tipe

pertanyaan dalam angket adalah tipe tertutup. Pertanyaan tertutup

membantu responden menjawab dnegan cepat karena jawabannya

sudah terdapat dalam angket (Sugiyono,2013).

3.4. Sumber Data

Penelitian ini memerlukan data untuk mengungkap fakta sehingga

penelitian dapat berhasil sesuai dengan tujuan. Data yan digunakan adalah data

primer, merupakan data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber

32
asli atau pihak pertama tidak melalui media perantara (indriantoro, 2011). Data

primer yang dikumpulkan berupa penyebaran kuisioner kepada masyarakat yang

merupakan responden yang menjadi objek dalam penelitian yang pernah

mengalami pernikahan dini. Data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif

melalui tahapan verifikasi, pengorganisasian data, transformasi, penggabungan,

pengurutan, perhitungan, ekstraksi data untuk membentuk informasi dan

pembentukan pengetahuan. Selain itu data sekunder diperlukan untuk

mendeskripsikan hasil analisis dari data primer yang diperoleh. Data sekunder

yaitu sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui

media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). data sekunder diperoleh

melalui studi literatur (kajian pustaka dari berbagai sumber yang berhubungan

dengan penelitian yang dilakukan).

3.5. Teknik Analisis Data

Penelitian ini akan menghasilkan data yang berupa data kualitatif

yang menunjukkan keadaan, proses, peristiwa/kejadian yang disajikan dalam

bentuk kalimat berdasarkan perolehan data. Dengan demikian analisis data

dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif. Menurut

Bogan dan Biglen (Moleong, 2009:248) menjelaskan bahwa analisis data

kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah data menjadi satuan yang dapat dikelola,

mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang

33
penting dan dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada

orang lain.

Selanjutnya, menurut Sugiyono (2010:89) bahawa proses analisis data

dimulai dnegan mengkaji dan menelaah sumber-sumber data baik dari

angket maupun dokumen yang telah ditulis dalam catatat lapangan dan

proses penafsiran data. Proses analisis data berdasarkan teknik

pengumpulan data kualitatif deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan model menurut Miles dan Huberman dalam

Prastowo (2012:242) yaitu melalui proses reduksi data, penyajian data,

penarikan simpulan serta triangulasi.

Adapun penjabaran analisis data dalam penelitian ini dilakukan

dengan teknik sebagai berikut:

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan,

perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data

awal yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data

ini berlangsung secara terus-menerus selama penelitian kualitatif

berlangsung. Selama proses reduksi data berlangsung, tahapan selanjutnya

ialah:

a. Mengkategorikan data (Coding) yaitu upaya memilah-milah setiap

satuan data ke dalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan

(Moleong,2012:288).

34
b. Interpretasi data yaitu pencarian pengertian yang lebih luas tentang data

yang telah dianalisis atau dengan kata lain, interpretasi merupakan

penjelasan yang terinci tentang arti yang sebenarnya dari data penelitian

(Hasan, 2002:137).

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pemilihan data yang

diperoleh pada saat penelitian mengenai upaya masyarakat dalam

mengatasi pernikahan dini, kemudian data tersebut diklasifikasikan dan

dipilih secara sederhana.

2. Data Display (Penyajian Data)

Pada tahap ini, peneliti mengembangkan sebuah deskripsi

informasi tersusun untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Penyajian data yang lazim digunakan dalam penelitian kualitatif adalah

bentuk teks naratif. Hal ini sesuai dengan pendapat Miles dan Huberman

(Sugiyono, 2007:95) yang mengungkapkan bahwa “The frequent from of

display data for qualitative research data in the has been narrative text”

atau yang paling sering digunakan dalam penyajian data dalam penelitian

kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Maksud dari teks naratif

adalah pneliti mendeskripsikan informasi yang telah diklasifikasikan

sebelumnya mengenai upaya masyarakat dalam mengatasi pernikahan

dini, yang kemudian dibentuk kesimpulan dan selanjutnya kesimpulan

tersebut disajikan dalam bentuk teks naratif.

3. Conclusion/Verification (Penarikan Kesimpulan)

35
Penarikan kesimpulan dan verifikasi merupakan unsur yang

penting dalam menganalisis data, dimana peneliti berusaha menarik

kesimpulan dan melakukan verifikasi dengan mencari makna setiap gejala

yang diperolehnya dari lapangan, mencattat keteraturand an konfigurasi

yang mungkin ada, alur kausalitas dari fenomena dan proporsi. Pada tahap

ini peneliti menarik simpulan dari data yang telah disimpulkan

sebelumnya, kemudian mencocokkan catatatan dan pengamatan yang

dilakukan peneliti pada saat penelitian.

36
BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian dan Informan Penelitian

Gambar 1. Peta Desa Kediri

Sumber:Dokumentasi.27 agustus 2019

Kecamatan Kediri merupakan salah satu dari sepuluh Kecamatan yang

ada di Kabupaten Lombok Barat. Kecamatan ini berbatasan langsung

dengan Kecamatan Labuapi di sebelah Utara, Kecamatan Kuripan dan

Kabupaten Lombok Tengah di sebelah Timur, Kecamatan Kuripan di

sebelah Selatan serta Kecamatan Gerung di sebelah Barat.

37
Desa Kediri Induk merupakan salah satu Desa yang terletak di

Kecamatan Kediri Kabupaten Lombok Barat. Pada tahun 2011 Desa

Kediri Induk merupakan bagian dari Desa Kediri dan pada tahun

2012, Desa Kediri mengalami pemekaran. Desa Kediri dibagi menjadi

dua bagian yaitu sebelah utara jalan raya menjadi Desa Kediri induk

dan sebelah selatan jalan raya menjadi Desa Kediri Selatan. Desa

Kediri Induk masih menjadi bagian dari Desa Kediri dengan batas

wilayah sebagai berikut : a. Sebelah utara : Desa Merembu b. Sebelah

timur : Desa Kediri Selatan c. Sebelah barat : Desa Motong Are d.

Sebelah selatan : Desa Gelogor Desa Kediri Indukterbagi menjadi 8

dusun yakni dusun Karang Kuripan Barat, Karang Kuripan Timur,

Karang Bedil Utara, Karang Bedil Selatan, Karang Bedil Timur,

Pelowok Barat, Pelowok Timur dan Pelowok Selatan. Desa Kediri

mmeiliki luas wilayah 2,92Km2. Jumlah penduduk di desa kediri

berjumlah 9763 dengan jumlah laki-laki 4869 orang dan perempuan

berjumlah 4894. Dengan kepadatan penduduk 3.343 per kilometer

BAB IV
PEMBAHASAN

38
Berdasarkan respon masyarakat tentang pengetahuan mengenai

pernikahan dini, Sebagian masyarakat setuju bahwa pernikahan sebaiknya

dilakukan di atas usia 19 tahun. Hal tersebut berkaitan dengan pendewasaan

usia perkawinan (usia 20 untuk Wanita dan usia 25 untuk pria) dengan

mempertimbangkan kesiapan mental, ekonomi sosial, Kesehatan reproduksi,

dan lain-lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa 40% masyarakat setuju

bahwa tidak mengizinkan anak menikah (pernikahan dini) sebelum usia 16

tahun karena umur anak yang belum cukup matang secara biologis dan

psikologis. Meskipun begitu, 40% masyarakat mengizinkan anak untuk

menikah dini karena masih ada juga masyarakat yang berpendapat bahwa

pernikahan dini bisa dilakukan dengan melihat kondisi tertentu seperti

mengikuti adat kebiasaan dan untuk menghindarkan anak dari perbuatan

maksiat.

Sebagian besar masyarakat sebagai responden setuju bahwa faktor

penyebab terjadinya pernikahan dini banyak terjadi pada masa pubertas

yaitu karena rendahnya tingkat Pendidikan, pengaruh media massa atau

internet faktor ekonomi, sosial dan emosional anak yang mengganggap

bahwa telah saling mencintai dan siap untuk menikah. Terdapat 48%

masyarakat setuju bahwa Sebagian besar masyarakat yang memutuskan

untuk melakukanpernikahan dini tidak menamatkan SD/SMP/SMA, karena

alasan ekonomi, dijodohkan oleh orang tua atau hamil diluar nikah. Meski

begitu, 56% masyarakat tidak setuju bahwa orang tua mendorong anaknya

menikah muda dengan harapan mencapai keamanan sosial dan finansial

39
setelah menikah. Hal ini akan memicu terjadinya kemiskinan, kekerasan

dalam rumah tangga, perceraian, resiko tinggi ibu hamil dan putus sekolah.

Adapun respon masyarakat terhadap dampak terjadinya pernikahan

dini yakni 62% sangat setuju pernikahan dini menyebabkan anak putus

sekolah, 50% sangat setuju bahwa anak yang menikah dini belum siap secara

pekerjaan dan penghasilan sehingga menyebabkan kesulitan ekonomi dalam

berumahtangga dan mengasuh anak, 60% sangat setuju bahwa emosional

yang belum stabil pada anak yang menikah dini rentan akan terjadi

pertengkaran dan kekerasan yang berujung pada perceraian, dan 60% sangat

setuju bahwa kehamilan usia dini berpotensi menyebabkan keguguran,

kanker serviks, hipertensi, kematian ibu dan bayi karena panggul sempit dan

berpotensi melahirkan anak stunting.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi terjadiya

pernikahan dini yakni mengubah persepsi orang tua akan pentingnya

Pendidikan anak dan tidak menjadikan pernikahan dini sebagai solusi

masalah ekonomi (kemiskinan) melalui kegiatan sosialisasi, pentingnya

sosialisasi Kesehatan reproduksi pada remaja sehingga dapat mengubah

persepsi remaja dalam memandang hidup dan mengikuti perasaan emosional

dimasa pubertas agar tidak terjadi seks bebas, peran serta tokoh masyarakat

dalam sosialisasi pendewasaan usia perkawinan dan upaya penanganan

masalah hukum yang timbul akibat pernikahan dini.

40
BAB V
KESIMPULAN

Ada 3 upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi pernikahan dini didesa kediri

Lombok barat :

1. Mengubah persepsi orang tua akan pentingnya Pendidikan anak dan tidak

menjadikan pernikahan dini sebagai solusi masalah ekonomi.

2. Mengubah persepsi remaja dalam memandang hidup dan menyikapi perasaan

emosional dimasa pubertas dengan melakukan sosialisasi Kesehatan

reproduksi.

3. Peran serta tokoh masyarakat dalam sosialisasi pendewasaan usia perkawinan

dan upaya penanganan masalah hukum yang timbul akibat pernikahan dini.

41
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Wiwik. 2018. Kampanye Pencegahan Perkawinan Dini Menggunakan


Publik Space di Taman Bungkul Kota Surabaya. Jurnal Masyarakat
Mandiri Vol. 2 No. 2.

Arifin, Zainal.2012. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru.


Bandung: Rosda Karya

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta:PT. Rineka Cipta

________.2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.


Rineka Cipta

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2015. Rencana


Strategis badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
Tahun 2015-2019.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Barat. 2014. Lombok Barat Dalam
Angka 2014.

42
Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Barat. 2019. Kabupaten Lombok
Barat Dalam Angka 2019.

Djamilah., Reni Kartikawati. 2014. Dampak Perkawinan Anak di Indonesia.


Jurnal Studi Pemuda Vol. 3 No. 1.

Fadlyana Eddy., Shinta Larasaty. 2009. Pernikahan Usia Dini dan


Permasalahannya. Sari Pediatri Vol. 11 No. 2.

Generasi Emas NTB. 2017. Pedoman Pelaksanaan Program Generasi Emas


NTB GEN2025.

Hadari, Nawawi dan Martini. 1994. Instrumen Penelitian Bidang Sosial.


Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Pres.

Hamidiyanti, Baiq Yuni Fitri., Syajaratuddur Faiqah, Ati Sulanti dan Ristrini.
2018. Intervensi Tokoh Agama dan Tokoh Adat pada Tradisi Menikah
Suku Sasak dalam rangka Menurunkan Kejadian Pernikahan Usia Dini
di Kabupaten Lombok Barat Provinsi NTB. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan Vol. 21 No. 3.

Hasan, M. Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan


Aplikasinya. Bogor: Ghalia Indonesia

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS 2010.

Moleong, J. Lexi.2008.Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung:PT Remaja


Rosdakarya

Musfiroh, Mayadina Rohmi. 2016. Pernikahan Dini dan Upaya Perlindungan


Anak di Indonesia. De Jure: Jurnal Hukum dan Syari’ah Vol.8 No. 2.

Muzzaki. 2018. Kawin Cerai Etnik Suku Sasak (Studi di Kecamatan Suralaga
Lombok Timur). Jurnal Studi Masyarakat dan Pendidikan Vol. 1 No. 2.

43
Rosdiana., Arman dan Andi Muh. Multazam. 2018. Praktik Merariq pada
Masyarakat Sasak di Kecamatan Gerung Kabupaten Lombok Barat.
Window of Health: Jurnal Kesehatan Vol. 1 No. 3.

Sakdiyah, Halimatus., Kustiawati Ningsih. 2013. Mencegah Pernikahan Dini


Untuk Membentuk Generasi Berkulitas. Masyarakat, Kebudayaan dan
Politik Vol. 26 No. 1.

Sudarsih, Sri., Diya wahyu ningsih. 2018. Hubungan Persepsi Orang Tua
Tentang Pernikahan Dini Dengan Pernikahan Dini Yang Terjadi Di Desa
Sajen Pacet Kabupaten Mojokerto. Humaniora Vol. 15 No. 2.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif dan


Kualitatif). Bandung:Alfabeta

_______2010.Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan


R&D.Bandung:Alfabeta

_______2012.Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan


R&D.Bandung:Alfabeta

Suhadi., Baidhowi dan Cahya Wulandari. 2018. Pencegahan Meningkatnya


Angka Pernikahan Dini dengan Inisiasi Pembentukan Kadarkum di
dusun Cemanggal dengan Munding Kecamatan Bergas. Jurnal
Pengabdian Hukum Indonesia Vol. 1 No. 1.

Undang-Undang Perkawinan. 1974. Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Yayasan Peduli Anak
Negeri.

Undang-Undang Perkawinan. 2019. Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Salinan Undang-Undang SK
No. 006273 A.

44
UNICEF. 2020. Pencegahan Perkawinan Anak Percepatan yang Tidak Bisa
Ditunda.

Winengan. 2018. Politik Hukum Keluarga Islam di Aras Lokal: Analisis


Terhadap Kebijakan Pendewasaan Usia Perkawinan di NTB. Al-Ahwal
Vo. 11 No.1.

45
LAMPIRAN 1

HASIL WAWANCARA

Pewawancara : ……………………

Narasumber : Fadholy Ibrahim (Kepala Desa Kediri Kec. Kediri Lombok


Barat)

Hari/Tanggal Wawancara : 25 Juni 2020

Pewawancar : Berapa jumlah penduduk desa Kediri? Berapa jumlah


a KK? Berapa luas wilayahnya?

Narasumber : ⮚ Jumlah penduduk = 8.957


⮚ Jumlah KK = 2.533
⮚ Luas wilayah 2,92 km2

Pewawancar : Apa saja tradisi pernikahan yang ada di Kediri secara


a umum?
Narasumber : ⮚ Tradisi merarik atau selarian. Janjian menikah kemudian
dicuri/memaling
⮚ Dilamar. Tidak bakstreet atau di setujui oleh keluarga
masing-masing

46
⮚ Naikah gaib/nikah siri. Suami nya diluar daerah/luar
negeri istrinya di Kediri. Walinya diwakilkan oleh
guru/syekh di tempat sang cowok. Hanya sebagai ikatan
suami istri agar menjadi pasangan yang halal.

Pewawancar : Berapa jumlah angka pernikahan dini di desa Kediri


a tahun 2018, 20019, 2020 ?
Narasumber :
NO TAHUN PERNIKAHAN DINI
1 2018 1
2 2019 2
3 2020 18
(15 Menikah)
(16 ( 3 dibelas)
Pewawancar : Apasaja dampak terjadinya pernikahan dini di desa
a Kediri?
Narasumber : Kita sedang mendorong itu lewat desa layak anak tidak
ada lagi perkawinan anak, nol stanting, semua pintu
masuknya adalah perkawinan anak, kenapa putus
sekolah itu gara-gara dia nikah anak, banyak stanting
karna nikah anak, kenapa ekonomi lemah pasti karna
nikah anak. Banyak persoalan yang pintu masuknya
adalah perkawinan anak. Untuk itu peemerintah terus
berupaya lewat sosialisasi-sosialisasiya, lewat dialog
warga itu membedah secara keseluruhan dampak
dampak negative,memetakan kawasan-kawasan rentan
terjadinya perkawinan anak, kemudian melakukan
upaya advokasi ketika terjadi perkawinan anak, seperti
misalnya turun untuk belas

Pewawancar : Apa saja langkah pencegahan terjadinya pernikahan dini

47
a yang dilakukan oleh aparat desa dan masyarakat
setempat?
Narasumber : ⮚ Desa membentuk lembaga atau organisasi KPAD
(Komisi Perlindungan Anak Desa), lembaga kontrol yang
khusus mengangani soal persoalan anak lebih-lebih soal
perkawinan anak.
⮚ Sosialisasi. Kampanye tanda tangan petisi on the road ke
jalan agar masyarakat tau ada program dan masyarakat
dari orangtua, remaja dan anak menandatangani petisi
sepakat menolak pernikahan dini,
⮚ Penguatan keluarga. Lewat program BKR (Bina Keluarga
Remaja) dan lewat posyandu remaja,
⮚ Advokasi belas/lerai.
⮚ Dialog warga perdusun. Membedah secara keseluruhan
dampak dampak negativf pernikahan dini
⮚ Adanya PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat).
Dinamakan (PKBM Kerebung Baru Kediri) yang saat ini
telah memiliki hampir 25 orang peserta didik,
membangun kesadaran anak dan remaja putri agar tidak
menikah diusia dini dan mengenalkan mereka dengan
kewirausahawan sederhana agar dapat mengisi waktu
dengan lebih bermanfaat
⮚ Aplikasi girtloster. Pemetaan kawasan-kawasan anak
yang rentan akan melakukan pernikahan dini.

Pewawancar : Bagaimana cara aparat desa dan masyarakat setempat


a mengatasi permasalahan yang dialami oleh pelaku
pernikahan dini seperti pertengkaran, kdrt, perceraian,
putus sekolah atau anak terlantar?

Narasumber : ⮚ Mediasi

48
⮚ MOU perjanjian dengan dinas
⮚ Adanya PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat).
Dinamakan (PKBM Kerebung Baru Kediri) yang saat ini
telah memiliki hampir 25 orang peserta didik,
membangun kesadaran anak dan remaja putri agar tidak
menikah diusia dini dan mengenalkan mereka dengan
kewirausahawan sederhana agar dapat mengisi waktu
dengan lebih bermanfaat
⮚ YPA (Yayasan Peduli Anak). Dipondokkan

Pewawancar : Adakah cerita mengenai kasus pernikahan dini yang


a dapat dibagikan kepada pewawancara?
Narasumber : Tahun 2017 di Pelowok timur itu upaya pertama kali
kami lakukan advokasi untuk belas/lerai kasus
pernikahan dini. Dia anak korban broken home
(perceraian orang tua) dan tinggal dengan neneknya. Dia
jarang diurus (mendapatkan perhatian) lalu dia memilih
untuk menikah. Namun, dia belum kenal dengan laki-laki
yang akan menikahinya. Alasan dia ingin menikah karna
dia sering dimarahi atau disakiti oleh ayahnya. Informasi
mengenai anak tersebut diperoleh dari pak Kadus karna
pak Kadus termasuk dari kelompok perlindungan anak
Desa juga. Kami kemudian langsung koordinasi dengan
pemerintah didampingi Babinaspol Kepolisian dan
Posramil langsung ke rumah pihak laki-laki. Biasanya
pada saat prosesi belas itu kami bersitegar karena kami
dikira melawan adat dan diasumsikan si wanita itu hamil,
lalu siapa yang akan bertanggung jawab jika hal itu
terjadi. Pihak laki-laki atau keluargaya berasumsi bahwa
anak ini sudah melakukan hubungan seks dan lain
sebagainya jadi jika nanti hamil ataupun kalau tidak dia

49
akan bunuh diri dan lain sebagainya nah asumsi-asumsi
itu yang kemudian kita luruskan makanya kita gandeng
tim kesehatan juga yang memastikan bahwa anak ini
tidak mengalami kondisi seksual kondisi
psikologis/psikis yang cukup mengganggu ketika prosesi
itu terjadi, saya dan pemerintah punya mekanisme lain
punya cara lah mengadvokasi si cowok kemudian cowok
tersebut mengadvokasi si cewek, saya gali terus apa sih
tujuan kamu menikah karna jawabannya ya karna
pengen menikah, artinya dia belum punya kesiapan dan
kemna sih arahnya dia akan membawa anak orang ini
kalau orientasinya menikah menikah, kalau dia tetap
bersikukuh dim au menikah artninya dia tidak punya
tujuan. Dia si cewek ini naik kelas 1 aliyah atau SMA,
cowoknya tidak sekolah atau putus kelas 3 SD, saya
bilang kamu cantik banget kamu bisa jauh lebih bisa
memilih orang-orang yang berkualitas, orang sudah
masak pakai gas LPJ kamu masih pakai kayu bakar,
temen-temenmu masih seneng shopping, selfie foto-foto
kamu sudah gendong anak, dan anakmu itu kamu
pososmu smaa kayak anak, tapi tetep dia nangis ngaku
“saya sudah berhubungan” oke sekalipun kamu sudah
berhubungan selama kamu tidak hamil bla-bla itu dia
mencari celah supaya dia di biarin dah merarik makanya
dia mengaku itu dia bilang muntah-muntah saya suruh
cek ternyata tidak hamil dia bohong akhirnya dikasi
kesempatan untuk mikir merenung, kalau cowok tetep
mau menikah, orangtuanya kekeh saya punya tanah tetap
dia ngelobi dengan pemerintah, kemudian anak cewek ini
akhirnya bilang “mau saya pulang” karena diajak keliling

50
sambil ngobrol santai melihat keadaan rumah si cowok
dengan di iming-imingi kamu bisa lebih sejahtera
dibandingkan ini, akhirnya mau dia pulang pas pulang itu
katanya dia malu balik ke sekolah, kemudian didampingi
oleh pemerintah desa kemana akan dipindah, setelah
mau kelulusan dia merarik lagi dengan laki-laki lain.

51

Anda mungkin juga menyukai