Anda di halaman 1dari 10

Najis Mukhafafah ( Najis ringan )

Elsa Maryam Nurhafitadewi

UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Jl. Soekarno Hatta, Cimencrang , Kota Bandung, Indonesia, 40292

Email: elsamaryamnd@gmail.com

Keyword: najis mukhafafah, tata cara pembersihan, bersuci

Abstract

Unclean Mukhaffafah (mild) is mild unclean which is enough to remove it by pouring


water on it. Unclean mukhaffafah is found in the urine of small boys who are not yet
2 years old and do not eat anything except breast milk (breast milk). This type of
uncleanness is purified by cleaning and removing its 3 properties, tastes, smells and
colors. The content of ammonia (NH3) in the urine of boys and girls is very different.
This also causes different classifications of unclean and how to purify it. In boy's
urine, the method of purification is simply by sprinkling or sprinkling water because
in the urine it binds to the microbaterial so that it dissolves easily with water.

Keyword: Mukhaffafah Unclean, procedure to clean mukfaffafah, purify

Abstrak

Najis Mukhaffafah (ringan) adalah najis ringan yang cara menghilangkannya cukup


dengan menyiramkan air pada najis tersebut. Najis mukhaffafah terdapat pada
kencingnya anak kecil laki-laki yang belum berusia 2 tahun dan tidak makan apa-apa
kecuali ASI (air susu ibu). Jenis najis ini disucikan dengan membersihkan dan
menghilangkan 3 sifatnya, rasanya, baunya dan warnanya. Kandungan amonia (NH3)
yang terdapat pada urin bayi laki-laki dan perempuan sangat berbeda. Hal ini juga
menyebabkan berbedanya pengklasifikasian najis serta cara mensucikannya. Pada
urin bayi laki-laki cara pensuciannya cukup dengan menyiramkan atau memercikan
air karena dalam urin tersebut sedikit mengikat mikrobaterial sehinga mudah larut
dengan air.

Kata Kunci: najis mukhafafah, tata cara pembersihan, bersuci

PENDAHULUAN

Bersih atau suci dan najis bergantung pada pandangan syariah karena manusia
terkadang menganggap baik sesuatu yang keji dan menganggap keji sesuatu yang
baik. Oleh sebab itu, asal segala sesuatu itu adalah suci. Jadi, orang yang mengatakan
sesuatu itu najis, ia harus membuktikannya dengan tepat. Sebaliknya, orang yang
mengatakan sesuatu itu suci, tidak perlu memaparkan dalil.

Apabila sesuatu itu diciptakan untuk kita, dapat disimpulkan bahwa kita boleh
memanfaatkannya sesuai dengan kemauan kita. Sedangkan, suatu yang najis tidak
dimanfaatkan bagaimanapun bentuknya. Sesuatu yang najis adalah semua hewan
yang tidak dapat dimakan selain manusia, hewan yang darahnya tidak mengalir, dan
binatang yang sulit dimakan, seperti kucing.

Islam menganjurkan agar kita selalu menjaga kebersihan, baik itu kebersihan anggota
tubuh (badani) maupun kebersihan rohani. Kebersihan badanitercermin dengan
bagaimana umat muslim selalu bersuci, baik sebelum mereka melakukan ibadah
menghadap Allah SWT maupun dalam setiap akan melakukan aktivitasnya. Pada
hakikatnya tujuan bersuci adalah agar umat muslim terhindari dari kotoran yang
menempel di badan, sehingga secara sadar atau tidak sengaja membatalkan rangkaian
ibadah kita kepada Allah SWT. Namun, yang terjadi sekarang adalah, banyak umat
muslim hanya tahu saja bahwa bersuci itu sebatas membasuh badan dengan air tanpa
mengamalkan rukun-rukun bersuci lainnya sesuai syariat Islam. Bersuci atau dalam
istilah Islam disebut “Thaharah” . Thaharah mempunyai makna yang luas tidak hanya
sebatas berwudhu saja, thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat
dari hadas dan najis menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adalah syarat
sahnya seorang muslim dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan pengertian
tersebut sebenarnya banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari fungsi thaharah.
Taharah sebagai bukti bahwa Islam amat mementingkan kebersihan dan kesucian.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian menggunakan studi literatur dengan menelaah jurnal-jurnal


terdahulu, buku, artikel dan bacaan-bacaan lain yang relevan terkait tayamum. Hasil
dari berbagai telaah literatur ini akan digunakan untuk mengidentifikasi jenis najis
mukhafafah

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Melansir laman Umma, najis dalam bahasa Arab bermakna Al Qadzarah (‫ )القذارة‬yang
artinya adalah kotoran. Sementara secara istilah agama, najis menurut definisi Asy-
Syafi’iyah adalah sesuatu yang dianggap kotor dan mencegah sahnya salat tanpa ada
hal yang meringankan. Mengingat najis bisa membatalkan salat, maka wajib untuk
dibersihkan. Kegiatan menyucikan diri dari najis ini disukai oleh Allah SWT karena
termasuk dalam menjaga kebersihan. Allah SWT menyukai umat Islam yang
bertaubat dan menyucikan diri. Sebagaimana dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat
222.

E‫ ى‬Eِ‫ ف‬E‫ َء‬E‫ ۤا‬EE‫س‬E Eَ Eِّ‫ن‬E‫ل‬E‫ ا‬E‫ا‬E‫ و‬Eُ‫ ل‬E‫ ِز‬Eَ‫ ت‬E‫ ْع‬E‫ ا‬EEEَ‫ ف‬E‫ى‬ Eۙ E‫ ًذ‬Eَ‫ ا‬E‫ َو‬EEEُ‫ ه‬E‫ل‬Eْ EEEُ‫ ق‬Eۗ E‫ض‬
ِ E‫ ْي‬E‫ح‬ Eِ E‫ َم‬E‫ ْل‬E‫ ا‬E‫ ِن‬E‫ َع‬EَE‫ ك‬Eَ‫ ن‬E‫و‬Eْ Eُ‫ َٔـ ل‬E‫ ْس‬Eَ‫ ي‬E‫و‬Eَ
ْ Eَ‫ ي‬E‫ ى‬Eّ‫ت‬Eٰ E‫ َح‬E‫ َّن‬Eُ‫ ه‬E‫و‬Eْ Eُ‫ ب‬E‫ َر‬E‫ ْق‬Eَ‫ اَل ت‬E‫و‬Eَ E‫ض‬
E‫ َّن‬Eُ‫ ه‬E‫و‬Eْ Eُ‫ ْأ ت‬EEEEَ‫ ف‬E‫ن‬Eَ E‫ر‬Eْ EَّE‫ ه‬Eَ‫ ط‬Eَ‫ ت‬E‫ ا‬E‫ َذ‬Eِ‫ ا‬Eَ‫ ف‬Eۚ E‫ن‬Eَ E‫ر‬Eْ Eُ‫ ه‬E‫ط‬ ِ Eۙ E‫ ْي‬E‫ ِح‬E‫ َم‬E‫ ْل‬E‫ا‬
EُّE‫ ب‬E‫ ِح‬Eُ‫ ي‬E‫ َو‬E‫ن‬Eَ E‫ ْي‬Eِ‫ب‬E‫ ا‬E‫ َّو‬EEَّ‫ت‬E‫ل‬E‫ ا‬EEُّ‫ ب‬E‫ح‬ Eِ Eُ‫ ي‬Eَ ‫ هّٰللا‬E‫ َّن‬Eِ‫ ا‬Eۗ Eُ ‫ هّٰللا‬E‫ ُم‬E‫ ُك‬E‫ر‬Eَ EEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE‫ َم‬Eَ‫ ا‬E‫ث‬ Eُ E‫ ْي‬E‫ َح‬E‫ن‬Eْ E‫ِم‬
E‫ َن‬E‫ ْي‬E‫ ِر‬EِّE‫ ه‬Eَ‫ ط‬Eَ‫ ت‬E‫ ُم‬E‫ ْل‬E‫ا‬
Allah SWT berfirman yang artinya, “Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan
menyukai orang yang menyucikan diri.” Dalam hadis riwayat Muslim juga dijelaskan
bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Allah tidak menerima sholat yang
tidak disertai dengan bersuci.”

Dalam agama Islam, najis Mukhaffafah merupakan najis yang tingkatannya ringan.
Beberapa contoh yang termasuk najis Mukhaffafah, yaitu air kencing bayi laki-laki
yang belum berusia 2 tahun dan madzi atau air mani yang keluar dari kemaluan
akibat terangsang. Meski najis Mukhaffafah ini tergolong ringan, tetapi umat muslim
wajib untuk membersihkannya.

Sebagaimana penjelasan dalam hadis dari Abu Samh Malik ra yang artinya, “Air
kencing anak perempuan itu dicuci, sedangkan air kencing anak laki-laki itu
dipercikkan.” (HR. Abu Daud 377, An Nasa’i 303, dishahihkan Al Albani dalah
Shahih An Nasa’i).

Pengertian Najis

Najis merupakan lawan dari thaharah ( suci ), Secara etimologi najis berarti sesuatu
yang dapat mengotori,menjijikan. Sedangkan menurut istilah syara’, najis adalah
sesuatu yang kotor dan dapat menghalangi keabsahan shalat selama tidak ada sesuatu
yang meringankan atau Sesuatu yang menjijikkan atau benda yang kotor yang wajib
di bersihkan oleh setiap muslim1. Menurut beberapa tokoh pengertian najis adalah:

1. Menurut Sayyid Sabiq Najis adalah kotoran yang bagi setiap muslim wajib
mensucikan diri dari padanya dan mensucikan apa yang dikenainya.

2. Menurut Imam Maliki , Najis adalah sesuatu sifat yang menurut syar’i
dilarang mengerjakan shalat dan memakai pakaian yang terkena najis atau di
tempat yang ada najisnya.

3. Menurut Musthafa Kamal Pasha Najis adalah suatu perkara yang dipandang
kotor dan menjijikan.

Dalil tentang Najis

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:

)222 : ‫ (البقرة‬. ‫ان هللا يحب التوابين ويحب المتطهرين‬


Artinya : “sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat
dan menyukai orang-orang yang bersuci. (Al-Baqarah : 222).

Sedangkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda:

ِ ‫الطَّهَ ْو ُر َشطُر‬
)‫ُاال ْي َم ِن (رواه مسلم‬
“Kesucian itu sebagian dari iman.”(HR. Muslim).

ْ‫ َوالرُّ جْ َز فَا ْهجُر‬    ْ‫ك فَطَهِّر‬


َ َ‫َوثِيَاب‬
Artinya : Dan pakaian mu bersihkanlah dan seluruh kotoran termasuk berhala
jauhilah ( qs. Al-mudatsir : 4 )

Najis Mukhaffafah yaitu termasuk najis yang ringan. Misalnya kencing anak laki-laki
yang belum memakan makanan lain selain ASI. Mencuci benda yang kena najis ini
sudah memadai dengan memercikkan air pada benda itu,meskipun tidak mengalir.

1 Azmi Abu ‘Ani, Fiqih Ibadah Praktis, Pustaka Ar-rayyan, Padang : 2015. Hlm 15
Adapun kencing anak perempuan yang belum memakan makanan apa-apa selain
ASI,kaifiat mencucinya hendaklah dibasuh sampai air mengalir di atas benda yang
kena najis itu dan hilang rasa baunya.[8][8]

Untuk itu marilah kita renungkan beberapa riwayat dibawah ini :

Rasulullah saw bersabda :

ِ ‫ض ُح َوبَ ْو ُل ْال َج‬


‫اريَ ِة يُ ْغ َس ُل‬ َ ‫بَ ْو ُل ْال ُغاَل ِم يُ ْن‬
Artinya :

“Kencing bayi laki-laki itu (cukup) diperciki dengan air saja,sedangkan bayi
perempuan (harus) di cuci.(HR.Ibnu Majah dari Ummu Kuraz ra).

Sabdanya lagi :

‫اريَ ِة َويُ َرشُّ ِم ْن بَ ْو ِل ْال ُغاَل ِم‬


ِ ‫يُ ْغ َس ُل ِم ْن بَ ْو ِل ْال َج‬
Artinya :

“Kencing bayi perempuan harus di cuci,kencing bayi laki-laki cukup diperciki.


(HR.Abu Dawud,Nasa’i dan Ibnu Majah dari Abi Sumah pembantu Rasulullah saw).

Benda-Benda Yang Termasuk Najis2

1) Bangkai binatang darat yang berdarah selain dari mayat manusia

Adapun bangkai binatang laut seperti ikan dan bangkai binatang darat yang tidak
berdarah ketika masih hidupnya seperti belalang serta mayat manusia, semuanya suci.
Firman Allah Swt:

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai.” (Al-Maidah: 3)

Adapun bangkai ikan dan binatang darat yang tidak berdarah, begitu juga mayat
manusia, tidak masuk dalam arti bangkai yang umum dalam ayat tersebut karena ada
keterangan lain. Bagian bangkai, seperti daging, kulit, tulang, urat, bulu, dan
lemaknya semuanya itu najis menurut madzab syafi’i. Menurut madzab Hanafi, yang
najis hanya bagian-bagian yang mengandung roh(bagian-bagian yang bernama) saja,

2 M.imam pamungkas, fiqih 4 mazhab, al-makmur, Jakarta


seperti daging dan kulit. Bagian-bagian yang tidak bernyawa, seperti buku, tulang,
tanduk, dan bulu, semuanya itu suci. Bagian-bagian yang tak bernyawa dari anjing
dan babi tidak termasuk najis. Sabda Rasulullah saw :

)‫ (رواه الجماعة‬.‫اِنَّ َما َح ُر َم اَ ْكلُهَا َوفِى ِر َوايَ ٍة لَحْ ُمهَا‬

“sesungguhnya yang haram ialah memakannya.” Pada riwayat lain ditegaskan


bahwa yang haram ialah “dagingnya”. (H.R. Jama’ah)

Adapun dalil bahwa mayat manusia itu suci adalah firman Allah SWT :

‫َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا بَنِ ْى ٰا َد َم‬

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam (manusia)”. (Q.S. Al-
Isra : 70)

Pada suatu hari Ummu Qais ra.binti Muhshin ra membawa bayi laki-laki yang belum
memakan apa-apa kecuali air susu ibu saja. Kemudian bayi tersebut kencing sehingga
membasahi baju Rasulullah. Lalu beliau meminta air dan memercikkannya ke atas
baju beliau yang kena kencingnya bayi laki-laki tersebut dan Rasulullah tidak
mencucinya

Namun, saat memercikkan air harus dengan percikan yang kuat dan air mengenai
seluruh tempat yang terkena najis. Air yang dipercikkan juga mesti lebih banyak dari
air kencing yang mengenai tempat tersebut, Ma. Setelah dipastikan bersih, barulah
diperas atau dikeringkan. Air yang dipakai untuk menyucikan najis tidak disyaratkan
harus mengalir.

Menurut Imam Al Haramain (Al-Juwaini) dan ahli-ahli taqiq telah mengatakan


bahwa makna An-Nadhoh dalam hadits tersebut ialah memerciki dengan air yang
agak banyak,sehingga air tidak sampai mengalir dan tidak menetes. Itulah pendapat
yang shahih dan terpilih (dipegang).

Dan menurut Syekh Abu Muhammad Al Juwaini Qadhi Husaid dan Al


Baghawi,mengatakan bahwa makna “An-Nadhoh” dalam hadits tersebut ialah sesuatu
yang dikenai kencing disiram dengan air hingga basah,kira-kira kalau kain itu diperas
tetapi tidak diperas. Jadi dengan merangkum berbagai pendapat diatas dapatlah
dikatakan bahwa makna”An-Nadhoh” adalah memercikkan air ketempat yang dikenal
kencing sampai merata mengenai bagian yang kena kencing tersebut.

Makna Belum Memakan Makanan


Imam Nawawi dalam kitab syarahnya shahih Muslim mengatakan bahwa :
“Sesungguhnya memercikkan air pada kencing bayi sudah memadai selama bayi
tersebut semata-mata menyusu air susu ibu. Apabila bayi tersebut sudah memakan
makanan ( untuk mengenyangkan/makanan tambahan),maka wajib mencucinya tanpa
berbeda pendapat.Bagi bayi yang sejak kelahirannya disuapi kurma,tidaklah
menyebabkan halangan untuk memerciki kencingnya,sebab yang demikian itu tidak
dianggap memakan tambahan selain air susu ibu. Perbuatan menyuapkan buah kurma
pada bayi sejak kelahirannya adalah mengikuti sunnah nabi. Yang terpenting bukan
makanan yang dimakan sebagai tambahan selain air susu ibu.

Alasan Keringanan bagi Bayi Laki-laki

Adanya keringanan untuk memercikkan air pada kencing bayi laki-laki adalah
mengingat berbagai alasan sebagai berikut :

a. Karena kencing bayi laki-laki itu lebih halus dari kencing bayi perempuan,sehingga
kencing bayi laki-laki tidak banyak menempel (melekat) di tempatnya kencing seperti
halnya kencing bayi perempuan.

b. Kencing bayi perempuan itu lebih berbau bila dibandingkan dengan bau kencing
bayi laki-laki.

c. Bayi laki-laki apabila kencing,maka kencingnya itu,berserakan ke mana-


mana(tidak mengumpul),sedang kencing bayi perempuan itu mengumpul.

Najis Mukhaffafah dapat dibersihkan dengan tiga cara, antara lain sebagai berikut:

1. Dengan memercikkan air sekali percikan ke area yang terkena najis lalu
mengambil wudhu

2. Mandi lalu mengambil wudhu

3. Mencuci badan yang terkena kencing dengan sabun sehingga tidak bau lalu
mengambil wudhu

Seperti hadits Rasulullah SAW, tentang cara penyucian urin bayi laki-laki berikut:
“‟Abdan menceritakan kepada kita “Abdullah menceritakan kepada saya (Abdan)”
“Hisyam mengabarkan kepada saya (Abdullah)” dari ayahnya dari Aisyah ra. Ia
berkata: Nabi saw. pernah dihadapkan kepada beberapa bayi, lalu beliau
mendo‟aakan mereka, beliau juga pernah dihadapkan kepada seorang bayi laki-laki,
lalu bayi itu ngompol, maka beliau meminta diambilkan air lalu memercikinya dan
tidak mencucinya.”
Selain hadits diatas ada juga hadits lain yang diriwayatkan oleh Ummi Qais binti
Mihshan r.a. berikut:
“Abdullah bin Yusuf mengabarkan kepada kita, dia berkata bahwa Malik memberi
kabar kepada kita dari Ibnu Syihab dari„Ubaidillah bin „Abdillah bin „Utsbah
dariUmmiQais binti Mihshanra. bahwa dia datang menemui Rasulullah saw. dengan
membawa anaknya yang masih kecil dan belum makan makanan. Rasulullah lalu
mendudukkan anak kecil itu dalam pangkuannya sehingga ia kencing dan mengenai
pakaian beliau. Beliau kemudian minta diambilkan air lalu memercikkannya dan
tidak mencucinya.”
Hadits ini menyatakan bahwa membersihkan urin anak kecil laki-laki yang belum
makan makanan (susu tidak dinamakan makanan), cukup dengan memercikkan air
tidak perlu membasuh kain yang dikencingi itu dengan meratakan air hingga air itu
mengalir ke tempat yang lain, (dengan menumpahkan air hingga air itu mengalir).
Demikian cara membasuh kencing anak laki-laki yang belum memakan makanan
yang dimaksud oleh hadits ini. Untuk memperkuat perbedaan cara pensucian najis
urin bayi laki-laki dan bayi perempuan, Nabi SAW. telah bersabda:
“Musadah menceritakan kepada kita “Yahya menceritakan kepada saya (Musadah)
dari Ibnu Abi „Uruubah dari Qatadah dari Abi Harbi bin Abi Aswad dari ayahnya
dari Ali ra. berkata: Urin anak perempuan dibasuh dan anak laki-laki dipercikkan di
atasnya ketika bayi itu belum makan”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dan An Nasa-y, serta disahihkan oleh Al
Hakim. Hadits ini disampaikan oleh IyadhAbus Sambi seorang pelayan Rasul.
Menurut kajian fiqih najis urin bayi laki-laki yang belum genap usia dua tahun serta
belum pernah mengkonsumsi makanan selain air susu ibu, digolongkan dalam najis
yang diringankan (mukhaffafah). Sedangkan najisnya urin bayi perempuan dengan
kriteria yang sama kenajisannya disamakan dengan urin wanita dewasa yaitu
termasuk dalam najis tengahtengah (mutawassithah).
Kriteria urin yang digunakan yaitu khusus urin bayi yang hanya berusia kurang dari
enam bulan, karena di Indonesia bayi yang sudah menginjak usia enam bulan boleh
diberi makanan tambahan. Karena hal tersebut maka urin bayi laki-laki yang sudah
makan makanan tambahan kenajisan urinnya berstatus sama dengan urin orang
dewasa.
Atas hadist diatas, maka cara penyucian najis nya yaitu sebagai berikut:
1. Cara Pensucian Najis Urin Bayi laki-laki
Najisnya urin anak laki-laki yang belum genap umur dua tahun, serta belum pernah
mengkonsumsi makanan selain air susu ibu termasuk najis mukhaffafah. Cara
mensucikan najis mukhaffafah yaitu terlebih dahulu dihilangkan ainnya, bila di lantai
urinnya dibersihkan sampai kering, bila dipakai cukup diperas sampai tidak menetes,
lalu dibasahi dengan air.
2. Cara Pensucian Najis Urin Bayi Perempuan
Najis urin bayi perempuan masuk dalam golongan najis mutawassithah jenis
ainiyyah. Mensucikan najis mutawassithah jenis ainiyyah yaitu dengan cara dijadikan
hukmiyyah terlebih dahulu baru disiram dengan air. Bila najisnya di lantai, barangnya
dibuang terlebih dahulu lalu sisanya digosok sampai warna, bau dan rasa hilang, bila
najisnya di pakaian, diperas sekira tidak menetes lagi atau disiram dengan air lalu
diperas kemudian disiram dengan air serta dikucek sekalipun di dalam ember sekira
sudah tidak ada rasa, warna dan bau maka hukumnya suci, tidak perlu dibilas. Bila
warna atau bau sulit dihilangkan setelah digosok tiga kali, hukumnya suci. Bila
rasanya sulit dihilangkan, hukumnya tetap najis tetapi dimaafkan. Begitu juga bila
warna dan bau sulit dihilangkan.

Kesimpulan:

Dari berbagai penjelasan yang ada dapat disimpulkan bahwa najis mukhaffafah
adalah najis yang tergolong ringan karena tatacara pembersihannya yang relatif
mudah. Yang termasuk najis mukhaffafah diantaranya adalah air kencing dari anak
kecil yang belum mendapatkan makanan apapun selain asi. Namun dalam hal ini air
kencing anak perempuan dibedakan karena dalam air kencing anak perempuan
terkandung amoniac yang lebih tinggi daripada laki-laki. Pemersihan najis
mukhaffafah setelah dipercikan air atau dibasuh maka diannurkan untuk berwudlu.

Referensi

Mahaiyadin, M. H., Suhaimi, R., Radzi, H. M., Mahmood, A., & Ismail, N. F., 2020.
Penggunaan Mesin Basuh dan Dobi untuk Penyucian Pakaian Bernajis: Analisis
Menurut Perspektif Fiqh dan Sains. Jurnal Islam dan Masyarakat
Kontemporari, 21(1), pp. 68-86.

Ridwan, R. R., & Surianti, S. S., 2012. Ragam Najasat Dalam Perspektif Teologi
Menurut AL-QUR’AN. AL-WAJID: Jurnal Ilmu Al-Quran dan Tafsir, 1(2), pp.

Anda mungkin juga menyukai