Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN OSTEOMIELITIS

A. KONSEP DASAR

1. Defenisi

Osteomielitis adalah suatu penyakit infeksi yang terjadi pada tulang.

Infeksi yang mengenai tulang lebih sulit disembuhkan dari pada infeksi yang

mengenai jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan

terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan, dan pembentukan tulang baru

disekeliling jaringan tulang mati (Brunner & Suddart, 2000).

Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena

penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau, yang lebih

sering setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi bedah (osteomielitis

eksogen) (Corwin, 2009).

Osteomielitis merupakan penyakit yang sulit diobati karena dapat

terbenuk abses lokal. Abses tulang biasanya memiliki suplai darah yang buruk,

dengan demikian pelepasan swl imun dan antibiotik terbatas (Corwin, 2009).

Osteomielitis adalah peradangan pada tulang yang dapat disebabkan oleh

adanya keterlibatan infeksi dari organisme-organisme tertentu (Kishner, 2015).

Umumnya organisme yang menginfeksi adalah bakteri pyogenik dan

mikrokbakteri (Yeo, 2014).

Osteomielitis adalah infeksi jaringan tulang yang dapat bersifat akut

maupun kronis. (Price and wilson, 2005).

8
9

2. Anatomi Fisiologi

Tungkai berfungsi sebagai penopang tubuh dan merupakan bagian

terpenting saat berdiri, berjalan, berlari, dan melompat. Tungkai terdiri dari

tulang-tulang dan otot-otot yang berfungsi sebagai penopang dan penggerak

tungkai. Tulang-tulang yang menyusun tungkai adalah tulang pangkal paha

(coxae), tulang paha (femur), tulang kering (tibia), tulang betis (fibula),

tempurung lutut (patella), tulang pangkal telapak kaki (tarsalia), tulang

telapak kaki (metatarsalia), ruas jari-jari kaki (phalangea).

Gambar 2. 1
Anatomi Fisiologi Tulang
10

3. Etiologi

Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70-80% osteomielitis.

Organisme patogenik lainnya yang sering di jumpai yaitu proteus,

pseudomonas, dan escherichia coli. Infeksi dapat terjadi melalui (Suratun,

2008):

a. Penyebaran ematogen dari fokus infeksi di tempat lain: tonsil yang

terinfeksi, infeksi gigi, infeksi saluran napas bagian atas.

b. Penyebaran infeksi jaringan lunak: ulkus dekubitus yang terinfeksi atau

ulkus vaskular.

c. Kontaminasi langsung dengan tulang: fraktur terbuka, cedera traumatik

(luka tembak, pembedahan tulang).

Faktor risiko yang dapat menyebabkan osteomielitis antara lain (Suratun dkk,

2008):

a. Nutrisi buruk

b. Lansia

c. Kegemukan

d. Diabetes melius

e. Artritis reumatohid

f. Mendapatkan terapi kortikosteroid jangka panjang

g. Pernah menjalani pembedahan sendi

h. Menjalani operasi othopedi lama

i. Mengalami infeksi luka yang mengeluarkan pus


11

j. Mengalami infeksi insisi marginal/dehisensi luka.

Bakteri merupakan penyebab umum osteomielitis akut, namun virus,

jamur, dan mikroorganisme lain dapat berperan pula (Corwin, 2009).

Osteomielitis dapat disebabkan oleh karena bakteri, virus, jamur dan

mikro organisme lain. Golongan atau jenis patogen yang sering adalah

Staphylococcus aureus menyebabkan 70%-80% infeksi tulang, Pneumococcus,

Typhus bacil, Proteus, Psedomonas, Echerchia coli, Tuberculose bacil dan

Spirochaeta (Efendi, 2007).

4. Patofisiologi

Kondisi Osteomielitis tulang kaki dapat terjadi dengan adanya riwayat

penah mengalami fraktur terbuka, riwayat pembedahan dengan pemasangan

fiksasi interna. Ada beberapa faktor pprediposisi yang meningkatkan risiko

Osteomelitis tulang kaki, meliputi tidak adekuatnya nutrisi dan higiene, faktor

imunitas, dan virulensi kuman serta adanya port de entree luka terbuka.

Proses selanjutnya adalah terjadi hiperemia dan edema di daerah

metafisis disertai pembentukan pus. Terbentuknya pus dalam tulang ketika

jaringan tulang tidak dapat berekspansi akan menyebabkan tekanan dalam

tulang bertambah. Peningkatan tekanan dalam tulang mengakibatkan

terganggunya sirkulasi dan timbul trombosis pada pembuluh darah tulang dan

akhirnya menyebabkan nekrosis tulang.

Di samping proses tersebut, pembentukan tulang baru yang ekstensif

terjadi pada bagian dalam periosteum sepanjang diafisis sehingga terbentuk


12

suatu jaringan sekuestrum. Apabila pus menembus tulang, terjadi pengaliran

pus (discharge) keluar melalui lubang disebut kloaka atau melalui sinus pada

jaringan lunak dan kulit. Pada tahap selanjutnya, penyakit akan berkembang

menjadi osteomielitis kronis. Pada daerah tuulang kanselosa, infeksi dapat

terlokalisasi dan diliputi olrh jaringan fibrosa yang membentuk abses tulang

kronis.

Manifestasi osteomielitis tulang kaki dan intervensi bedah perbaikan

untuk membuang jaringan sekuestrum pada periosteum menimbulkan

berbagai masalah pada klien, meliputi keluhan nyeri pada tungkai bawah

akibat kerusakan jaringan saraf atau kompresi saraf pasca-bedah, kerusakan

integritas jaringan yang berhubungan dengan drainase pus melalui lubang

kloaka, respons inflamasi sistemik dengan manifestasi demam, anoreksia,

kelemahan fisik yang menyebabkan asupan nurisi berkurang, hambatan

mobilitas fisik sekunder akibat nyeri dan pembengkakan, respon bau yang

keluar akibat pengeluaran pus dari kloaka yang menyebabkan perubahan

konsep diri (citra tubuh), dan respons psikologis ansietas terhadap kondisi

prognosis penyakit dan rencana pembedahan (Arif, Muttaqin, 2011).


13

PATHWAY

Faktor Prediposisi riwayat pernah mengalami fraktur terbuka, riwayat


pembedahan dengan pemasangan fiksasi interna pada kaki, tidak adekuatnya
nutrisi dan higiene, faktor umunitas, dan virulensi kuman serta adanya port
de entree luka terbuka

Invasi kuman atau


bakteri ke tulang dan
medula tulang kaki

Osteomielitis
tulang kaki

Respons inflamasi Iskemia dan nekrosis Respons inflamasi


sistemik tulang kaki lokal pada kaki

Malaise, demam, Penekanan Involukrum, Penurunan


anorekisa dan kerusakan sekuestrum kemampuan
jaringan saraf pengeluaran pergerakan kaki
pus dari
medula
Risiko Defisit tulang kaki Gangguan
Nutrisi Nyeri Akut Mobilitas Fisik

Deformitas
Gangguan Pasca-bedah
Mobilitas Fisik
Terbentuknya
kloaka untuk
Respon Intervensi bedah drainase pus
psikologis perbaikan

Gangguan Integritas
Ansietas Kulit/Jaringan
Bagan 2. 1 WOC (Web Of Caution)
Sumber : Arif, Muttaqin. (2011)
14

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang terjadi pada pasien dengan osteomielitis adalah

sebagai berikut (Suratun dkk, 2008):

a. Jika infeksi hematogen, pasien mengalami demam tinggi, pasien

menggigil, denyut nadi cepat, dan malaise umum.

b. Setelah infeksi menyebar dari rongga susmsum ke korteks tulang, akan

mengenai periosteum dan jaringan lunak. Bagian yang terinfeksi

menjadi nyeri, bengkak, dan mengalami nyeri tekan.

c. Jika infeksi terjadi akibat penyebaran infeksi di sekitarnya atau

kontaminasi langsung, tidak ada gejala septikemia. Gejalanya yaitu

daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri, dan terjadi nyeri tekan.

d. Osteomielitis kronis ditandai oeh pus yang selalu mengalir keluar dari

sinus atau mengalami periode nyeri berulang, inflamasi,

pembengkakan, dan pengeluaran pus.

Gejala osteomielitis hematogen pada ank-anak adalah demam,

menggigil, dan keengganan menggerakkan ekstremitas tertentu. Pada

individu dewasa, gejala mungkin samar dan berupa demam, keletihan,

dan malaise. Osteomielitis eksogen biasanya disertai cedera dan inflamasi

di tempat lesi. Terjadi demam dan pembesaran nodus limfe regional

(Corwin, 2009). Tanda dan gejala dari osteomielitis akut dan kronis

adalah sebagai berikut:


15

a. Osteomielitis akut (Nyeri daerah lesi, Demam, menggigil, malaise,

pembesaran kelenjar limfe regional, Sering ada riwayat infeksi

sebelumnya atau ada luka, Pembengkakan local, Kemerahan, Suhu

raba hangat, Gangguan fungsi, hasil laboratorium menunjukkan

anemia, leukositosis)

b. Osteomielitis kronis (Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri, Gejala-

gejala umum tidak ada, Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur,

hasil Laboratorium LED meningkat)

6. Komplikasi

Osteomielitis kronis dapat terjadi yang ditandai oleh nyeri hebat yang

tidak berkurang dan penurunan fungsi bagian tubuh yang terkena (Corwin,

2009).

Penyakit infeksi dapat menimbulkan komplikasi dini dan lanjut.

Komplikasi dini dapat berupa pembentukan abses jaringan lunak dan arthritis

septik, sementara itu komplikasi lanjutnya berupa osteomielitis kronis, fraktur

patologis, kontraktur sendi dan gangguan pertumbuhan tulang (Smeltzer &

Bare, 2002).

Menurut Arif Muttaqin (2008) :

a. Infeksi yang bersifat metastatik, infeksi dapat bermetastasis ke tulang

sendi lainnya ,otak dan paru-paru, dapat bersifat multifokal, dan

biasanya terjadi pada klien dengan gizi buruk


16

b. Arthritis supuratif, dapat terjadi pada bayi karena lempng epifisis bayi

belum berfungsi dengan baik

c. Gangguan pertumbuhan, Osteomielitis hematogen akut pada bayi dapat

menyebabkan kerusakan lempeng epifisis sehingga terjadi gangguan

pertumbuhan, tulang yang bersangkutan menjadi lebih pendek

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaaan yang dapat dilakukan dari perangkat diagnostik antara lain

(Corwin, 2009):

a. Scan tulang dengan menggunakan injeksi nukleotida radiokatif dapat

memperlihatkan tempat inflamasi tulang. Pencitraan resonansi magnetik

(Magnetic Resonance Imaging) dapat memungkinkan peningkatan

sensitifitas diagnostik.

b. Analisis darah dapat memperlihatkan peningkatan hitung darah lengkap

dan laju endap eritrosit, yang menunjukkan adanya infeksi aktif yang

sedang berlangsung.

c. Pemerisaan feces : pemeriksaan feces untuk kultur dilakukan bila trdapat

kecurigaan infeksi oleh bakteri.

d. Pemeriksaan biopsy : pemeriksaan di lakukan pada tempat yang di curigai.

e. Pemeriksaan ultra sound : pemeriksaan ini dapat memperlihatkan efusi

pada sendi.

f. Pemeriksaan radiologi : Pada pemeriksaan foto polos sepuluh hari

pertama,tidak di temukan kelainan radiologis yang berarti, dan mungkin


17

hanya di temukan pembengkakan jaringan lunak. Gambaran destruksi

tulang dapat dilihat setelah sepuluh hari (2 minggu). Pemeriksaan

radioisotope akan memperlihatkan penangkapan isotop pada daerah lesi.

8. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan

osteomielitis antara lain (Suratun dkk, 2008):

1) Daerah yang terkena diimobilisasi untuk mengurangi

ketidaknyaman dan mencegah terjadinya fraktur.

2) Lakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali

sehari unuk mengingkatakan aliran darah.

3) Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses

infeksi.

4) Berdasarkan hasil kultur, dimulai pemberian antibiotik intravena.

Jika infeksi tampak terkontrol dapat diberikan per oral dan

dilanjutkan sampai 3 bulan

5) Pembedahan dilakukan jika tidak menujukkan respon terhadap

antibiotik

6) Lakukan irigasi dengan larutan salin fisiologis steril 7-8 hari pada

jaringan purulen dan jaringan nekrotik di angkat. Terapi antibiotik

dilanjutkan.
18

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit ini antara lain

(Suratun dkk, 2008):

a) Penanganan infeksi fokal dapat menurunkan angka penyebaran

hematogen

b) Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang.

c) Lingungan operasi dan teknik operasi dapat menurunkan insiden

osteomielitis

d) Pemberian antibiotik profilaksis pada pasien pembedahan

e) Teknik merawat luka aseptik pada pasca operasi

b. Penatalaksaan Medis

Beberapa prinsip penataalaksanaan pasien osteomielitis yang perlu

diketahui perawat dalam melaksanakan asuhan keperwatan agar mampu

melaksanakan tindakan kolaboratif adalah sebagai berikut :

1) Istirahat dan memberikan analgesic untuk menghilangkan nyeri.

2) Pemberian cairan intravena dan kalau perlu tranfusi darah.

3) Istirahat local dengan bidai dan traksi.

4) Pemberian antibiotik secepatnya sesuai dengan penyebab utama

yaitu staphylococcus aureus sambil menunggu biakan kuman.

Antibiotik diberikan selama 3-6 minggu dengan melihat keadaan

umum dan endap darah klien. Antibiotik tetap diberikan hingga 2

minggu setelah endap darah normal.


19

5) Drainase bedah. Apabila setelah 24 jam pengobatan local dan

sistemik antibiotik gagal (tidak ada perbaikan keadaan umum),

dapat dipertimbangkan drainase bedah. Pada drainase bedah, pus

periosteal di evakuasi untuk mengurangi tekanan intra-useus.

Disamping itu, pus jg di gunakan untuk biakan kuman. Drainase

dilakukan selama beberapa hari dan menggunakan NaCL dan

antibiotik (Smeltzer, Suzanne C, 2002).

B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan adalah tahap pertama dalam proses

keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam

mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian keperawatan ditunjukkan

pada respon klien terhadap masalah kesehatan yang berhubungan dengan

kebutuhan dasar manusi (Nursalam, 2011).

a. Identitas pasien

Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, agama, suku, status

perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat.

b. Identitas penanggung jawab

Nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan pasien.


20

c. Alasan Masuk

Biasanya keluhan yang dialami oleh pasien yaitu demam tinggi, nyeri pada

bagian yang terinfeksi, bengkak, dan mengalami nyeri tekan (Suratun,

2008) .

d. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan awitan gejala

akut (misalnya : nyeri lokal, pembengkakan, eritema, demam) atau

keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam

sedang.

2) Riwayat Kesehatan Terdahulu

Pasien biasanya pernah mengalami penyakit yang hampir sama dengan

sekarang, atau penyakit lain yang berhubungan tulang, seperti trauma

tulang, infeksi tulang, fraktur terbuka, atau pembedahan tulang.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji apakah keluarga klien memiliki penyakit keturunan seperti

Hipertesi, Diabetes Mellitus, namun biasanya tidak ada penyakit

Osteomielitis yang diturunkan.

4) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dengan pendekatan head to toe dimulai dari kepala

sampai ujung kaki dapat lebih mudah. Dalam melakukan pemeriksaan

fisik secara sistematis dan rasional. Teknik pemeriksaan fisik perlu


21

modalitas dasar yang digunakan meliputi: inspeksi, palpasi, perkusi,

dan auskultasi (Mutaqqin, 2010). Lanjut dengan pemeriksaan :

a) Kepala

(1) Rambut

Kulit kepala tampak bersih, tidak ada luka, ketombe tidak ada,

pertumbuhan rambut jarang, warna rambut hitam atau beruban,

kekuatan rambut (mudah dicabut atau tidak), tidak ada

pembengkakan, terdapat nyeri tekan.

(2) Mata

Kebersihan mata : mata tampak bersih, pemeriksaan

konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, pupil isokor, mata

simetris kiri dan kanan, masa atau nyeri tekan pada mata tidak

ada.

(3) Telinga

Fungsi pendengaran : biasanya berfungsi dengan baik,

simetris kiri dan kanan, kebersihan telinga terjaga.

(4) Hidung

Hidung simetris, ada secret, pernafasan cuping hidung ada,

nyeri tekan tidak ada.

(5) Mulut dan gigi

Kemampuan bicara baik, adanya batuk dan sputum, sianosis

bisa terjadi, bibir simetris, stomatitisi tidak ada, gigi lengkap


22

atau tidak, caries gigi atau tidak, lidah kurang bersih, tongsil

tidak ada.

b) Leher

Biasanya simetris kiri kanan, gerakan leher : tidak ada pembesaran

kelenjer thyroid, tidak ada pembesaran vena jagularis dan kelenjer

getah bening.

c) Thorax

(1) Paru-paru

Inspeksi : Penyebaran warna kulit dada

merata, bentuk dada datar, jaringan parut

tidak ada, tidak tedapat bekas operasi.

Palpasi : Taktil primitus teraba sama kiri dan kanan

Perkusi : Perkusi bunyi paru sonor.

Auskultasi : Tidak ada bunyi tambahan.

(2) Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba, tidak ada

massa (pembengkakan)

Perkusi : Perkusi jantung pekak

Auskultasi :Terdengar suara jantung l dan II (bunyi lup dup)

tidak terdengar bunyi jantung tambahan


23

d) Abdomen

Inspeksi : tidak ada asites, tidak ada jaringan parut, lesi tidak ada

Auskultasi : bising usus normal (5-13 kali/menit)

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar

dan limfa

Perkusi : terdengar suara thympani

e) Punggung

Tidak ada kelainan tulang belakang, tidak terdapat luka di

punggung

f) Ekskremitas

Atas : tidak ada lesi, terpasang infus, dan biasanya tidak

ada masalah pada ekskremitas atas.

Bawah : Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak

dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau

kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam

biasanya diatas 380C, takhikardi, irritable, lemah, nyeri, setelah

operasi akan tampak bekas operasi ditutupi oleh balutan

g) Genetalia

Terpasang kateter.

h) Kulit

Turgor kulit baik, akral teraba hangat.

i) Neurologi
24

Biasanya tingkat kesadaran normal kecuali jika pasien dipengaruhi

oleh efek anastesi post op, nervus 12 biasanya tidak tampak ada

gangguan

5) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaaan yang dapat dilakukan dari perangkat diagnostik

antara lain :

a. Scan tulang dengan menggunakan injeksi nukleotida radiokatif

dapat memperlihatkan tempat inflamasi tulang. Pencitraan

resonansi magnetik (Magnetic Resonance Imaging) dapat

memungkinkan peningkatan sensitifitas diagnostik.

b. Analisis darah dapat memperlihatkan peningkatan hitung darah

lengkap dan laju endap eritrosit, yang menunjukkan adanya

infeksi aktif yang sedang berlangsung.

c. Pemerisaan feces : pemeriksaan feces untuk kultur

dilakukan bila trdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri.

d. Pemeriksaan biopsy : pemeriksaan di lakukan pada

tempat yang di curigai.

e. Pemeriksaan ultra sound : pemeriksaan ini dapat

memperlihatkan efusi pada sendi.

f. Pemeriksaan radiologi : Pada pemeriksaan foto polos sepuluh

hari pertama,tidak di temukan kelainan radiologis yang berarti,

dan mungkin hanya di temukan pembengkakan jaringan


25

lunak.Gambaran destruksi tulang dapat dilihat setelah sepuluh

hari (2 minggu). Pemeriksaan radioisotope akan memperlihatkan

penangkapan isotop pada daerah lesi (Corwin, 2009).

2. Diagnosis Keperawatan

Menurut standar diagnosis keperawatan indonesia (SDKI, 2016),

pasien dengan Osteomielitis dapat dirumuskan beberapa diagnosis

keperawatan seperti berikut ini :

1. Pre Operasi

a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kerusakan integritas

struktur tulang dibuktikan dengan mengeluh sulit menggerakkan

ekstremitas, kekuatan otot menurun

b. Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisiologis dibuktikan

dengan nyeri saat bergerak, tampak meringis

c. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan

mobilitas, perubahan sirkulasi dan status nutrisi dibuktikan dengan

kerusakan jaringan/lapisan kulit, kemerahan, hematoma

d. Ansietas berhubungan dengan Ancaman terhadap konsep diri

dibuktikan dengan merasa cemas saat bergerak, bingung, merasa

khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi

e. Risiko defisit nutrisi dibuktikan dengan faktor risiko stres dan

keengganan untuk makan


26

2. Post Operasi

a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan

gerak dibuktikan dengan gerakan terbatas, kekuatan otot menurun

b. Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik (prosedur

operasi) dibuktikan dengan mengeluh nyeri, tampak meringis

c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi dibuktikan

dengan merasa bingung, sulit tidur, merasa khawatir dengan akibat

dari kondisi yang dihadapi, sulit berkonnsentrasi

( Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016 )


27

3. Intervensi Keperawatan
Tabel 2. 1
Intervensi Keperawatan

Pre Operasi
No Diagnosis Keperawatan Luaran/Kriteria Hasil Intervensi
1 Gangguan mobilitas fisik Mobilitas Fisik Dukungan Mobilisasi
berhubungan dengan Kerusakan Defenisi : Kemampuan dalam gerakan fisik Defenisi : Memfasilitasi pasien untuk meningkatkan
integritas struktur tulang dari stau atau lebih ekstremitas secara aktivitas pergerakan fisik.
mandiri Dengan Aktivitas :
dibuktikan dengan mengeluh sulit
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 Observasi :
menggerakkan ekstremitas, jam maka mobilitas fisik meningkat  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
kekuatan otot menurun dengan kriteria hasil : lainnya
 Pergerakan ekstremitas meningkat  Identifikasi toleransi fisik melakukan
 Kekuatan otot meningkat pergerakan
 Rentang gerak (ROM) meningkat  Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
 Nyeri menurun sebelum memulai mobilisasi
 Kelemahan fisik menurun  Monitior kondisi umum selama melakukan
mobilisasi

Terapeutik :
 Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
(mis. pagar tempat tidur)
 Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan

Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi’
 Anjurkan melakukan mobilisasi dini
28

 Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus


dilakukan (mis. duduk ditempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)

Dukungan Ambulasi
Defenisi : Memfasilitasi pasien untuk meningkatkan
aktivitas berpindah.
Dengan Aktivitas :
Observasi :
 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
lainnya
 Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
 Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
sebelum memulai ambulasi
 Monitor kondisi umum selama melakukan
ambulasi

Terapeutik :
 Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
(mis. tongkat, kruk)
 Fasilitas melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan ambulasi

Edukasi:
 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan ambulasi dini
 Anjurkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke
29

kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar


mandi, berjalan sesuai toleransi)

2 Gangguan integritas kulit/jaringan Integritas Kulit dan Jaringan Perawatan Integritas kulit
berhubungan dengan penurunan Defenisi : Keutuhan kulit (dermis dan/atau Defenisi : Mengidentifikasi dan merawat kulit untuk
mobilitas, perubahan sirkulasi dan epidermis) atau jaringan (membran mukosa, menjaga keutuhan, kelembaban dan mencegah
status nutrisi dibuktikan dengan kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, perkembangan mokroorganisme.
kerusakan jaringan/lapisan kulit, kapsul sendi dan/atau ligamen). Dengan Aktivitas :
kemerahan, hematoma Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 Observasi :
jam maka integritas kulit dan jaringan  Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
meningkat dengan kriteria hasil : (mis. perubahan sirkulasi, perubahan status
 Kerusakan jaringan menurun nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
 Kerusakan lapisan kulit menurun lingkungan ekstreme, penurunan mobilitas)
 Perfusi jaringan meningkat
 Nyeri menurun
 Hematoma menurun Terapeutik :
 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
 Lakukan pemijatan pada area penonjolan
tulang, jika perlu
 Bersihkan parineal dengan air hangat, terutama
selama periode diare
 Gunakan produk berbahan petrolium atau
minyak pada kulit kering
 Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit sensitif
 Hindari produk berbahan dasar alkohol pada
kulit kering

Edukasi :
 Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion,
30

serum)
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
 Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
 Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
minimal 30 saat berada di luar rumah
 Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya

Perawatan luka
Defenisi : Mengidentifikasi dan meningkatkan
penyembuhan luka serta mencegah terjadinya
komplikasi luka.
Dengan Aktivitas :

Observasi :
 Monitor karakteristik luka (mis. drainase,
warna, ukuran, bau)
 Monitior tanda-tanda infeksi
Terapeutik :
 Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
 Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
 Bersihkan dengan cairan NaCL atau pembersih
nontoksik, sesuai kebutuhan
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika
perlu
 Pasang balutan sesuai jenis luka
 Pertahankan teknik steril saat melakukan
31

perawatan luka
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
 Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondisi pasien
 Berikan diet dengan kalori 30- 35
kkal/kgBB/hari dan protein 1, 25- 1, 5
g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis.
Vitamin A, vitamin C, Zinc, asam amino)
sesuai indikasi
 Berikan terapi TENS (stimulasi saraf
transkutanecus), jika perlu

Edukasi :
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
kalori dan protein
 Anjurkan prosedur perawatan luka secara
mandiri

Kolaborasi :
 Kolaborasi prosedur debridement (mis.
enzimatik, biologis, mekanis, autolitik), jika
perlu
 Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
32

Post Operasi

No Diagnosis Keperawatan Luaran/Kriteria Hasil Intervensi

1 Nyeri akut berhubungan Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri


dengan Agen pencedera fisik Defenisi : Pengalaman sensorik atau Defenisi : pengurangan / reduksi nyeri sampai pada
(prosedur operasi) emosional yang berkaitan dengan kerusakan tingkat kenyamanan yang dapat di terima oleh pasien.
dibuktikan dengan mengeluh jaringan aktual atau fungsional, dengan onset Dengan aktivitas :
nyeri, tampak meringis mendadak atau lambat dan berintensitas Observasi :
ringan hingga berat dan konstan.  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 kualitas, intensitas nyeri
jam maka tingkat nyeri menurun dengan  Identifikasi respon pasien terhadap nyeri (wajah
kriteria hasil : meringis atau tidak)
 Keluhan nyeri menurun
 Meringis menurun Terapeutik :
 Gelisah menurun  Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi
 Tekanan darah membaik rasa nyeri ( mis. Hipnosis, akupresur, terapi musik,
 Nafsu makan membaik kompres hangat/dingin)
 Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi :
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Anjurkan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
33

Kolaborasi :
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
analgetik, jika perlu

Pemberian Analgesik
Defenisi : Menyiapkan dan memberikan agen
farmakologis untuk mengurangi atau menghilangkan rasa
sakit.
Dengan Aktivitas :
Observasi :
 Identifikasi karakteristik nyeri
 Identifikasi kesesuaian jenis analgetik dengan
tingkat keparahan nyeri

Terapeutik :
 Tetapkan target efektifitas analgetik untuk
mengoptimalkan respons pasien
 Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak diinginkan

Edukasi :
 Jelaskan efek terapi dan efek obat samping

Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik,
jika perlu

2 Ansietas berhubungan Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas


dengan kurang terpapar Defenisi : Kondisi emosi dan pengalaman Defenisi : Meminimalkan kondisi individu dan
informasi dibuktikan dengan subyektif terhadap objek yang tidak jelas da pengalaman subyektif terhadap objek yang tidak jelas dan
merasa bingung, sulit tidur, spesifik akibat antisipasi bahaya yang spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
34

merasa khawatir dengan memungkinkan individu melakukan tindakan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
akibat dari kondisi yang untuk menghadapi ancaman Dengan Aktivitas :
dihadapi, sulit berkonsentrasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 Observasi :
jam maka tingkat ansietas menurun dengan  Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis.
kriteria hasil : kondisi, waktu, stresor)
 Verbalisasi kebingungan menurun  Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
 Verbalisasi khawatir akibat kondisi  Monitior tanda-tanda ansietas (verbal dan
yang dihadapi menurun nonverbal)
 Perilaku gelisah menurun
 Perilaku tegang menurun Terapeutik :
 Konsentrasi membaik  Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
 Pola tidur membaik kepercayaan
 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
 Pahami situasi yang membuat ansietas
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
 Tempatkan barang pribadi yang memberikan
kenyamanan
 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
 Diskusikan perencanaan reslistis tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi :
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
dialami
 Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien,
jika perlu
35

 Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak


kompetitif, sesuai kebutuhan
 Anjurkan mengungkapkan perasaaan dan persepsi
 Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
 Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang
tepat
 Latih teknik relaksasi
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

Terapi Relaksasi
Defenisi : Menggunakan teknik peregangan untuk
mengurangi tanda dan gejala ketidaknyamanan seperti
nyeri, ketegangan otot, atau kecemasan
Dengan Aktivitas :
Observasi :
 Identifikasi penurunan tingkat energi,
ketidakmampuan berkonsenteasi, atau gejala lain
yang mengganggu kemampuan kognitif
 Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif
digunakan
 Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan
penggunaan teknik sebelumnya
 Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum dan sesudah latihan
 Monitor respons terhadap terapi relaksasi
Terapeutik :
 Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika
36

memungkinkan
 Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
 Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat
dan beerirama
 Gunakan relaksaasi sebagai strategi penunjang
dengan analgetik atau tindakan medis lain, jika
sesuai

Edukasi :
 Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia (mis. musik, meditasi,
napas dalam, relaksasi otot progresif)
 Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang
dipilih
 Anjurkan mengambil posisi nyaman
 Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
 Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik
yang dipilih
 Demonstrasikan dan latih teknik relaksaasi (mis.
napas dalam, peregangan, atau imajinasi
terbimbing)

Sumber : Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2016) dan Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2016).
37

4. Implementasi Keperawatan

Menurut Budiono (2016), Implementasi adalah realisasi rencana tindakan

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan tujuan untuk memenuhi

kebutuhan pasien secara optimal. Implementasi juga meliputi pencatatan

perawatan pasien dalm dokumen yang telah disepakati. Dokumen ini dapat

digunakan sebagai alat bukti apabila ternyata timbul masalah hukum terkait

dengan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan proses terakhir keperawatan yang menemukan tingkat

keberhasilan keperawatan tercapai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan

tercapai atau tidak (Budiono, 2016).

Evaluasi dilaksanankan untuk melihat keberhasilan suatu tindakan dari

proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai kemajuan dan keberhasilan

dari asuhan keperawatan yang merupakan acuan untuk perencanaan selanjutnya

(Budiono, 2016
38

Anda mungkin juga menyukai