Anda di halaman 1dari 42

ANALISIS MANAJEMEN KEPEMIMPINAN DAN SIKAP

KERJA TERHADAP SEMANGAT KERJA PEGAWAI


(Studi Kasus Pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang)

PROPOSAL USULAN PENELITIAN TESIS

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar


Magister Manajemen

Oleh

ARIN NOVIANI
1211191197

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SANGGA BUANA YPKP
BANDUNG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Mengingat semakin berkembangnya pertumbuhan teknologi dalam

perindustrian dewasa ini, maka semakin komplek pula permasalahan yang

dihadapi terutama kaitannya dalam menunjang laju pertumbuhan perekonomian di

negara kita.

Sejalan dengan program pemerintah yang menganjurkan bahwa para

pengusaha industri harus turut berperan aktif dalam meningkatkan hasil-hasil

komoditi dalam negeri. Untuk itu partisipan yang tergabung dalam wadah

organisasi dituntut keterampilannya untuk mengatur dan mengarahkan dengan

berdaya upaya atas kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas

kerja agar mencapai hasil yang optimal.

Manusia sebagai unsur utama dalam organisasi merupakan faktor produksi

yang harus mendapat perhatian utama berbeda dengan sumber daya atau faktor

produksi lainnya dalam perusahaan, karena manusia bukanlah benda mati yang

diperlakukan semena-mena tetapi merupakan pribadi-pribadi yang memerlukan

penghargaan yang wajar (Malayu S.P. Hasibuan, 2007).

Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan tenaga-tenaga kepemimpinan

yang terampil dan bertanggung jawab serta mengerti keinginan bawahannya.

Pemimpin harus dapat mempengaruhi dan mengarahkan bawahannya dengan

memberikan dorongan dan sebaliknya menjalankan pekerjaan sesuai tugasnya.

2
Dalam mengarahkan kelompok manusia dalam suatu organisasi yang

ditunjang dengan semangat kerja dan daya lainnya untuk pelaksanaan aktivitas

organisasi dalam mencapai tujuan dituntut adanya suatu bentuk atau cara

kepemimpinan tertentu (T Hani Handoko (1997).

Manajemen dalam suatu organisasi perusahaan akan sulit merealisir tujuan

tanpa adanya pimpinan, pimpinan dituntut memiliki pengetahuan, pengertian dan

keterampilan untuk memimpin bidang pekerjaan dimanapun berada dan

bagaimanapun kondisinya (Miftah Thoha, 2006).

Jadi kedudukan pemimpin merupakan faktor penentu dalam mencapai

sesuatu, walaupun telah ada rencana yang tersusun rapih, tetapi apabila tidak ada

orang yang membuat organisasi menjadi menarik bagi semua personil, maka

sulitlah diciptakan semangat kerja yang tinggi.

Kepemimpinan seseorang dalam perusahaan merupakan salah satu faktor

yang turut menentukan langkah suatu organisasi perusahaan, oleh sebab itu

kedudukan pemimpin dalam suatu organisasi merupakan suatu hal yang perlu

untuk dipelajari dan sangat menarik untuk penelitian dalam hal berhasil atau

tidaknya suatu perusahaan yang lebih banyak menggunakan tenaga kerja manusia

dalam kegiatannya (Miftah Thoha, 2006).

Adapun alasan penyusun mengambil hal kepemimpinan dalam pembuatan

tesis ini dikarenakan penyusun menganggap kepemimpinan merupakan suatu

masalah yang penting disebabkan:

1. Dalam setiap perusahaan untuk melaksanakan kegiatannya memerlukan

pemimpin yang baik.

3
2. Kepemimpinan dapat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

semangat kerja pegawai.

Disamping itu sikap kerja merupakan hal yang sangat penting. Karena

semangat kerja pegawai dapat dicapai tidak terlepas dari sikap pegawai itu sendiri

dalam menanggapi setiap situasi, kondisi dan terhadap lingkungan kerjanya, dan

di dalam sebuah organisasi, sikap mempunyai pengaruh yang cukup berarti untuk

mempengaruhi orang lain agar dapat bersikap sejalan sesuai dengan yang kita

harapkan dalam rangka tujuan organisasi.

Hal ini mengharuskan pemimpin menggunakan kewenangannya untuk

mengubah sikap pegawai agar mau bekerja giat serta berkeinginan mencapai hasil

yang optimal. Untuk mempengaruhi sikap pegawai kepada yang diinginkan,

pimpinan harus memahami sifat dan motif apa yang mendorong mereka mau

bekerja.

Dalam upaya mengelola pegawai dalam hal ini adalah pegawai Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang agar dapat meningkatkan

semangat kerja pegawainya, pimpinan menekankan pada gaya kepemimpinan dan

sikap kerja dari pegawai itu sendiri, sehingga dapat mempengaruhi pegawai agar

dapat bekerja sesuai dengan tujuan yang ditetapkan tanpa adanya paksaan dan

perasaan tertekan.

Berdasarkan data yang penulis peroleh diketahui bahwa semangat kerja

pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang cenderung

mengalami penurunan, hal ini dapat dilihat dari kurang optimalnya hasil kerja

pegawai, adanya keluhan-keluhan dari pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan

4
mereka. Menurut Alex S. Nitisemito (2005:h.167) mengemukakan: “Turunnya

semangat kerja adalah dengan adanya upah atau gaji yang terlalu rendah, insentif

yang kurang terarah, lingkungan kerja yang buruk, dan lain sebagianya”.

Lingkungan kerja yang buruk dapat disebabkan oleh kurang mampunya seorang

pemimpin menciptakan iklim kerja yang baik di lingkungan kerja bawahannya,

dan juga dapat disebabkan oleh sikap kerja pegawai itu sendiri untuk beradaptasi

menghadapi segala situasi dan kondisi di dalam melaksanakan pekerjaannya.

Berangkat dari permasalahan diatas penulis bermaksud menggali lebih

dalam mengenai permasalahan-permasalahan yang ada pada pegawai Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang dengan mengangkat judul

“Analisis Manajemen Kepemimpinan Dan Sikap Kerja Terhadap Semangat

Kerja Pegawai (Studi Kasus Pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Kabupaten Subang)”

1.2 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas dapat penulis identifikasikan masalah-masalah

yang ada yaitu sebagai berikut :

1. Semangat kerja pegawai cenderung mengalami penurunan, hal ini dapat

dilihat dari kurang optimalnya hasil kerja pegawai, adanya keluhan-

keluhan dari pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan

2. Iklim kepemimpinan yang dirasakan kurang kondusif.

3. Kurang mampunya pemimpin menciptakan iklim kerja yang baik di

lingkungan kerja bawahannya

5
4. Sikap kerja pegawai belum sesuai dengan yang diharapkan

5. Pegawai belum mampu sepenuhnya beradaptasi menghadapi segala situasi

dan kondisi di dalam melaksanakan pekerjaan

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka yang menjadi rumusan pada

penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh manajemen kepemimpinan dan sikap kerja terhadap

semangat kerja pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten

Subang secara simultan?

2. Bagaimanakah pengaruh manajemen kepemimpinan dan sikap kerja

terhadap semangat kerja pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Kabupaten Subang secara parsial :

a. Bagaimanakah pengaruh manajemen kepemimpinan terhadap

semangat kerja pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten

Subang?

b. Bagaimanakah pengaruh sikap kerja terhadap semangat kerja pegawai

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang?

c. Bagaimanakah pengaruh kepemimpinan terhadap sikap kerja pegawai

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang?

6
1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui dan menganalisis :

1. Pengaruh manajemen kepemimpinan dan sikap kerja terhadap semangat

kerja pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang

secara simultan

2. Pengaruh manajemen kepemimpinan dan sikap kerja terhadap semangat

kerja pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang

secara parsial :

a. Pengaruh manajemen kepemimpinan terhadap semangat kerja

pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang

b. Pengaruh sikap kerja terhadap semangat kerja pegawai Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang

c. Pengaruh kepemimpinan terhadap sikap kerja pegawai Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang

a. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi secara teoritis

maupun praktis:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai tambahan referensi

perpustakaan.

2. Manfaat praktis

7
a. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan

pengalaman selain teori yang telah diperoleh dari perkuliahan. Juga

Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir pada

program Pascasarjana Universitas Sangga Buana Bandung.

b. Bagi Instansi

Terutama pimpinan dan pegawai, sebagai sumbangan pikiran untuk

meningkatkan sikap kerja pegawai untuk menuju kearah yang lebih

baik dan pegawai lebih dapat meningkatkan semangat kerja. Sehingga

hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar pertimbangan perbaikan-

perbaikan dalam meningkatkan semangat kerja pegawai.

c. Bagi Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dan

perbandingan penelitian selanjutnya yang memiliki kesamaan judul.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Dalam penelitian ini penulis akan membahas teori-teori yang mendasari

penelitian ini yang meliputi grand theory, middle theory serta micro theory

maupun hasil penelitian terdahulu. Grand theory dari penelitian ini adalah teori

manajemen yang merupakan middle theory adalah konsep dari teori tentang

Manajemen SDM sedangkan yang menjadi micro theory yaitu teori tentang

kepemimpinan, sikap kerja dan semangat kerja pegawai.

2.1.1 Manajemen

2.1.1.1 Pangertian Manajemen.

Berbagai pendapat mengenai definisi ”Manajemen” ada yang

mengartikan dengan ketatalaksanaan, manajemen pengurusan dan lain sebagainya.

Manajemen dapat di tinjau sebagai suatu proses atau manajemen sebagai ilmu

(science) dan sebagia seni ( art ).

Pengertian manajemen sebagai suatu proses, Hikmat dalam Badrudin

(2013:3), berpendapat bahwa ”Manajemen merupakan sebuah proses

perencanaan, pengorganisasian dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya

agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.”

Pengertian manajemen sebagai suatu ilmu dan seni, menurut Malayu S.P

Hasibuan dalam Badrudin (2013:3) mengemukakan manajemen adalah ilmu dan

9
seni mengatur proses pemanfaatan Sumber Daya manusia dan sumber-sumber

lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai satu tujuan tertentu.Dan

M.Manulang dalam Badrudin (2013:3) mengemukakan bahwa manajemen seni

dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan

pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat di simpulkan bahwa

manajemen adalah ilmu dan seni melakukan pekerjaan pembagian fungsi dan

tugas yang rasional antara atasan dan bawahan, mengatur pemanfaatan sumber

daya manusia dan pendukung sesuai proporsinya masing-masing secara sistematik

melalui proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan

untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

2.1.1.2 Fungsi-Fungsi Manajemen

Menurut Badrudin (2013:14) Fungsi manajemen menurut para ahli

berbeda-beda, tetapi dari semua ahli yang mengemukakan tentang fungsi

manajemen terdapat kesamaan fungsi. Untuk memahami fungsi manajemen

menurut para ahli.

Tabel 1
Fungsi Manajemen Menurut Para Ahli

G.R TERRY JOHN F.MEE LOUIS A.ALLEN MC NAMARA


1 Planning Panning Leading Planning
2 Organizing Organizing Planning Programing
3 Actuiting Motivating Organizing Budgeting
4 Controling Controling Controling System
HAROLD KOONTZ
HENRY FAYOL S.P SIAGIAN OEY LIANG LEE
& CYRIL O'DONNEL

10
1 Planning Planning Planning Perencanaan
2 Organizing Organizing Organizing Pengorganisasian
3 Commanding Staffing Motivating Pengarahan
4 Coordinating Directing Controling Pengkoordinasian
5 Controling Controling Evaluating Pengontrolan
LYNDALL F.
W.H NEWMAN LUTHER GULLIC JOHN D. MILLET
URWICK
1 Planning Planning Forecasting Directing
2 Organizing Organizing Planning  
Assembling
3 Staffing Organizing Facilitating
Resources
4 Directing Directing Commanding  
5 Controling Coordinating Coordinating  
6   Reporting Controling  
7   Budgeting    

2.1.1.3 Peranan Manajemen

Menurut Henry Minzberg’s dalam Robbin (2002:10, Alih bahasa:

Benyamin Molan) ada sepuluh peranan Manajerial/Managerial Roles yang di

kelompokan menjadi tiga kategori diantaranya :

1. Interpersonal roles/ peranan antar personal

Peranan manajerial yang mencakup orang dan tugas-tugas lain yang bersifat

simbolis dan seremonial.

Peranan Interpersonal

a. Figur

Melaksanakan sejumlah kegiatan rutin baik yang bersifat legal maupun

sosial.

b. Pemimpin.

Bertanggung jawab memotivasi bawahan melaksanakan staffing, pelatihan

dan pemberi tugas.

11
c. Penghubung

Menjalin jaringan dengan kontak luar, dan penyampai informasi.

2. Information roles/ peranan informasi

Peranan manajerial yang mencakup menerima, mengumpulkan, dan

menyebarluaskan informasi. Peranan informasional.

a. Monitor

Mencari dan menerima informasi baik dari dalam maupun dari luar untuk

dikembangkan melalui pemahaman organisasi dan lingkungan.

b. Dessiminator

Menyebarkan informasi yang diterima dari luar atau para bawahan kepada

semua anggota organisasi.

c. Spokeperson

Menyampaikan informasi kepada pihak luar tentang rencana organisasi,

kebijakan, tindakan, dan hasilnya.

3. Decisional roles/peranan pengambilan keputusan

Peranan manajerial yang mencakup membuat keputusan.

Peranan Decisional

a. Enterprener

Mencari organisasi dan lingkungan untuk mencari kesempatan dan memulai

proyek-proyek perbaikan untuk membawa perubahan.

b. Disturbance Handler

Bertanggung jawab untuk memperbaiki tindakan ketika organisasi

menghadapi gangguan yang tidak diharapkan.

12
2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia

2.1.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Malayu SP. Hasibuan (2011:10), Manajemen Sumber Daya

Manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar

efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, pegawai dan

masyarakat.

Menurut Henry Simamora dalam Edy Sutrisno (2009:5) menyatakan

bahwa : “Manajemen Sumber Daya Manusia adalah pendayagunaan,

pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota

organisasi atau kelompok kerja.

Sedangkan menurut Husein Umar dalam Danang Sunyoto (2012:1)

“Manajemen Sumber Daya Manusia adalah suatu perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi,

pengintegrasian, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud

untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya

manusia mempunyai definisi sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi,

pengintegrasian, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud

untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu.

13
2.1.2.2 Tujuan Sumber Daya Manusia

Tujuan manajemen sumber daya manusia secara umum adalah untuk

memastikan bahwa organisasi mampu mencapai keberhasilan melalui orang.

Sistem manajemen sumber daya manusia dapat menjadi sumber kapabilitas

organisasi yang memungkinkan perusahaan atau organisasi dapat belajar dan

mempergunakan kesempatan untuk peluang baru.

Secara khusus menurut Sedarmayanti dalam bukunya Manajemen

sumberdaya manusia (2011:13) Manajemen sumber daya manusia bertujuan

untuk:

1. Memungkinkan organisasi mendapatkan dan mempertahankan pegawai

cakap, dapat dipercaya dan memiliki motivasi tinggi, seperti yang diperlukan.

2. Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang melekat pada manusia

kontribusi, kemampuan dan kecakapan pegawai.

3. Mengembangkan sistem kerja dengan kinerja tinggi yang meliputi prosedur

perekrutan dan seleksi “yang teliti”, sistem kompensasi dan insentif yang

tergantung pada kinerja, pengembangan manajemen serta aktivitas pelatihan

yang terkait “kebutuhan bisnis”

2. Mengembangkan praktik manajemen dengan komitmen tinggi yang

menyadari bahwa pegawai adalah pihak terkait dalam organisasi bernilai dan

membantu mengembangkan iklim kerja sama dan kepercayaan bersama.

3. Menciptakan iklim, dimana hubungan yang produktif dan harmonis dapat

dipertahankan melalui asosiasi antara manajemen dengan pegawai.

14
4. Mengembangkan lingkungan, dimana kerjasama tim dan fleksibilitas dapat

berkembang.

5. Membantu organisasi menyeimbangkan dan mengadaptasikan kebutuhan

pihak terkait (pemilik, lembaga atau wakil pemerintah, manajemen, pegawai,

pelanggan, pemasok dan masyarakat luas).

6. Memastikan bahwa orang dinilai dan dihargai berdasarkan apa yang mereka

lakukan dan mereka capai.

7. Mengelola pegawai yang beragam, memperhitungkan perbedaan individu dan

kelompok dalam kebutuhan penempatam, gaya kerja dan aspirasi

8. Memastikan bahwa kesamaan kesempatan tersedia untuk semua.

9. Mengadopsi pendekatan etis untuk mengelola pegawai yang didasarkan pada

perhatian untuk pegawai, keadilan dan transportasi.

10. Mempertahankan dan memperbaiki kesejahteraan fisik dan mental pegawai.

Tiap organisasi, termasuk perusahaan, menetapkan tujuan-tujuan tertentu

yang ingin mereka capai dalam mengatur setiap sumber dayanya termasuk sumber

daya manusia. Tujuan manajemen sumber daya manusia secara tepat sangatlah

sulit untuk dirumuskan karena sifatnya bervariasi dan tergantung pada penahapan

perkembangan yang terjadi pada masing-masing organisasi.

2.1.3 Kepemimpinan

2.1.3.1 Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan

untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Untuk memperoleh

15
pengertian yang lebih jelas mengenai kepemimpinan maka penulis akan

mengemukakan pendapat dari para ahli, antara lain:

Pendapat dari T. Hani Handoko (2007 : 294): “Kepemimpinan merupakan

kemampuan yang dipunyai seseorang untuk memepengaruhi orang-orang lain

agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran”.

Sedangkan menurut Soewarno Handoyo Ningrat (2008 : 64):

”Kepemimpinan itu merupakan suatu proses dimana pimpinan digambarkan akan

memberi perintah atau pengarahan, bimbingan atau mempengaruhi pekerjaan

orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.

Dari pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau

kelompok dalam usahanya mencapai tujuan didalam situasi tertentu.

2.1.3.2 Teori-teori Kepemimpinan

Dengan mempelajari ilmu tentang kepemimpinan maka lahir teori-teori

tentang kepemimpinan yaitu :

1. Teori Sifat

Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang

pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki

oleh pemimpin itu. Sifat-sifat itu berupa sifat fisik dan psikoplagis. Atas

dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi pemimpin

yang berhasil adalah ditentukan oleh kemampuan pribadi, yang

dimaksudkan adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat perangai

16
atau ciri-ciri didalamnya. Oleh karena itu para ahli berusaha untuk merinci

lebih jauh kualitas seorang pemimpin yang berhasil dalam melaksanakan

tugas-tugas kepemimpinan kemudian hasil-hasil tersebut dirumuskan

kedalam sifat- sifat umum seorang pemimpin. Usaha tersebut akhirnya

melahirkan dan berkembang menjadi teori kepemimpinan atau traits

theory of leadership (Miftah Thoha, 2008 : 278).

Dalam perkembangan teori ini ada empat sifat umum yang

mempengaruhi terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi :

a. Kecerdasan

Kepemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan yang dipimpin

b. Kedewasaan dan Keleluasaan Hubungan Sosial

Kepemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi

yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas terhadap

aktifitas-aktifitas sosial.

c. Motivasi Diri dan Dorongan Prestasi

Para pemimpin secara relatif mempunyai dorongan motivasi yang

kuat untuk berprestasi. Mereka berusaha mendapatkan penghargaan

yang intrinsik dibandingkan dari yang ekstrinsik.

d. Sikap-sikap Hubungan Manusia

Pemimpin-pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan

kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak padanya.

17
2. Kepemimpinan Menurut Teori Kelompok

Teori kelompok ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai

tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif

diantara pemimpin dan pengikut-pengikutnya. Kepemimpinan yang

ditekankan pada adanya suatu proses pertukaran antara pemimpin dan

pengikut-pengikutnya, melibatkan pula konsep-konsep sosiologi tentang

keinginan-keinginan pengembangan perhatian.

Pemimpin yang memperhitungkan dan membantu pengikut-

pengikutnya mempunyai pengaruh yang positif terhadap sikap, kepuasan

dan pelaksanaan kerja. Dengan perkataan lain bahwa para bawahan dapat

mempengaruhi pemimpin dengan perilakunya. Perilaku pemimpin akan

bisa menjadi faktor motivasi terhadap para karyawan jika:

a. Perilaku tersebut dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan bawahan

sehingga memungkinkan tercpainya efektifitas dalm pelaksanaan

kerja.

b. Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para

bawahan yang berupa memberikan latihan, dukungan dan

penghargaan yang diperlukan untuk mengefektifkan pelaksanaan

kerja. Dan jika dengan cara demikian, maka para bawahan dan

lingkungan akan merasa kekurangan.

3. Teori Situasional dan Model Kontingensi

18
Teori ini berisi hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi

menyenangkan itu diterapkan oleh Fiedler dalam hubungan dengan

dimensi berikut ini:

a. Hubungan pemimpin dengan anggota

b. Derajat dari struktur tugas

c. Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otorita formal

Suatu situasi akan dapat menyenangkan pemimpin jika ketiga dimensi

diatas mempunyai derajat yang tinggi. Dengan kata lain, suatu situasi akan

menyenangkan jika:

a. Pemimpin diterima oleh para pengikutnya.

b. Tugas-tugas dan semua yang berhubungan dengan pemimpin

ditentukan secara jelas.

c. Penggunaan otoritas dan kekuasaan secara formal diterapakan pada

posisis pemimpin

2.1.3.3 Gaya Kepemimpinan dan Indikator Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan adalah suatu pola perilaku yang konsisten yang kita

tunjukan dan sebagai yang diketahui pihak lain ketika berusaha mempengaruhi

kegiatan orang lain.

Tiga tipe dasar pemimpin sebagai bentuk-bentuk proses pemecahan

masalah dan mengambil keputusan, adalah sebagai berikut: (Soewarno

Handoyoningrat, 2008 : 76)

1. Pemimpin Otokratis

19
Pemimpin yang bersifat otokratis memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut:

memberikan perintah-perintah yang selalu diikuti, menentukan

kebijaksanaan karyawan tanpa sepengetahuan mereka. Tidak memberikan

penjelasan secara terperinci tentang rencana yang akan dating, tetapi

sekedar mengatakan kepada anggotanya tentang langkah-langkah yang

mereka lakukan dengan segera dijalankan. Memberikan pujian kepada

meraka yang selalu menurut kehendaknya dan melontarkan kritik kepada

mereka yang tidak mengikuti kehendaknya. Selalu jauh dengan anggota

sepanjang masa.

2. Pemimpin Demokratis

Pemimpin demokratis hanya memberikan perintah setelah mengadakan

musyawarah dahulu dengan anggotanya dan mengetahui bahwa

kebijaksanaannya hanya dapat dilakukan setalah dibicarakan dan diterima

oleh anggotanya. Pemimpin tidak akan meminta anggotanya mengerjakan

sesuatu tanpa terlebih dahulu memberitahukan rencana yang akan mereka

lakukan. Baik atau buruk, benar atau salah adalah persoalan anggotanya

dimana masing-masing ikut serta bertanggung jawab sebagai anggotanya.

3. Pemimpin Liberal atau Laissez-Faire

Pemimpin liberal yaitu kebebasan tanpa pengendalian. Pemimpin tidak

memimpin atau mengendalikan bawahan sepenuhnya dan tidak pernah

ikut serta dengan bawahannya.

20
Dari ketiga gaya kepemimpinan diatas dapat diambil kesimpulan yang

baik adalah gaya kepemimpinan yang demokratis dengan karakteristik sebagai

berikut:

1. Kemampuan mempertahankan organisasi sebagai suatu totalitas dengan

menempatkan semua satuan organisasi pada proporsi yang tepat dengan

tergantung pada sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi yang

bersangkutan pada kurun waktu tertentu.

2. Mempunyai persepsi yang holistik mengenai organisasi yang dipimpinnya.

3. Menempatkan organisasi sebagai keseluruhan diatas kepentingan diri

sendiri atau kepentingan kelompok tertentu dalam organisasi.

4. Mengakui dan menjunjung tinggi harkat dan martabat para bawahannya

sebagai makhluik sosial dan sebagai individu yang mempunyai jati diri

yang khas.

5. Sejauh mungkin memberikan kesempatan kepada para bawahannya

berperan serta dalam prosas pengambilan keputusan terutama yang

menyangkut tugas para bawahan yang bersangkutan.

6. Terbuka terhadap ide, pandangan dan sasaran orang lain termasuk

bawahannya.

7. Memiliki perilaku keteladanan yang menjadi panutan kepada para

bawahannya.

8. Bersifat rasional dan objektif dalam menghadapi bawahan terutama dalam

menilai perilaku dan prestasi kerja karyawan.

21
9. Selalu berusaha menumbuhkan dan memelihara iklim kerja yang kondusif

dan kreatif bawahan.

Adapun indikator dari kepemimpinan menurut Sondang P. Siagian (2008 :

18) adalah sebagai berikut:

1. Pemberian penghargaan dan pujian terhadap keberhasilan kerja

2. Tingkat kejelasan pimpinan dalam memberikan tugas.

3. Pemberian petunjuk oleh pimpinan.

4. Obyektifitas pimpinan dalam menilai hasil kerja.

5. Dorongan dan arahan oleh pimpinan

6. Frekuensi pengambilan keputusan.

7. Fasilitas yang diberikan instansi

2.1.3.4 Usaha yang Mendukung Kepemimpinan

Adapun usaha-usah yang mendukung kepemimpinan, antara lain:

1. Mengetahui dan menumbuhkan kebutuhan-kebutuhan para bawahan untuk

menghasilkan sesuatu yang bisa dikontrol oleh para pimpinan.

2. Memberikan insentif kepad abawahan yang mampu mecapai hasil dalam

kerja.

3. Membut suatu jalan yang mudah dilewati oleh bawahan untuk menaikan

prestasinya dengancara pelatihan dan pengarahan.

4. Membantu para bawahan dengan menjelaskan apa yang bisa diterapkan

darinya.

22
5. Mengurangi halangan-halangan yang bisa membuat frustasi.

6. Menaikan kesempatan-kesempatan untuk memuaskan bawahan yang

memungkinkan tercapainya efektifitas kerja.

2.1.4 Semangat Kerja

2.1.4.1 Pengertian Semangat Kerja

Dibawah ini penulis kemukakan tenrtang pengertian semangat kerja dari

beberapa definisi para ahli. Alexander Leighten (dalam Moekijat, 2008 : 185)

menyatakan: “Semangat kerja atau moril kerja adalah kemampuan kelompok

orang orang untuk bekerja sama dengan giat dan konsekuen dalam mengejar

tujuan bersama”

Moekijat (2008 : 139) memberikan pengertian sebagai berikut: “Semangat

adalah perasaan-perasaan dari seorang karyawan atau seorang manajer terhadap

pekerjaannya”.

Paul W. Gellerman (L. Sri Soekemi, 2008 : 3) mengemukakan

pendapatnya mengenai semangat kerja sebagai berikut: “Semangat kerja adalah

suatu istilah yang menyangkut keperluan di luar pekerjaan seperti pendapatan,

rasa aman dan kedudukan yang lebih tinggi dalam masyarakat: keputusan

terhadap pekerjaan misalnya minat kerja, peluang untuk maju dan prestise di

dalam perusahaan, kepuasan pribadi dan rasa bangga atas profesinya”.

Selanjutnya Pariata Westra (L. Sri Soekemi, 2008 : 3) memaparkan

pendapatnya sebagai berikut: “Semangat kerja adalah sikap-sikap dari individu-

individu mapun kelompok-kelompok terhadap lingkungan kerjanya dan terhadap

23
kesukarelaannya untuk bekerja sama agar dapat mencurahkan kemampuannya

secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhan utama organisasi”.

Dari beberapa definsi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan semangat kerja adalah sutau gambaran perasaan-perasaan

seorang karyawan terhadap pekerjaan yang dilakukan dengan giat dan konsekuen

untuk mencapai suatu tujuan. Setiap perusahaan atau organisasi menginginkan

agar semangat kerja para karyawan tinggi dalam batas-batas kemampuan

perusahaan atau organisasi tersebut. Hal ini merupakan salah satu faktor yang

penting dalam mencapai tujuan perusahaan/organisasi

Dalam setiap organisasi kadang-kadang terjadi fluktuasi ada semangat

kerja yang tinggi atau semangat kerja yang turun. Jika semangat kerja dalam suatu

organisasi itu tinggi, maka organisasi tersebut banyak memperoleh keuntungan.

Sedangkan apabila semangat kerja karyawan itu turun berarti organisasi itu

mendapat kerugian. Maka penting diketahui berbagai indikasi turun atau

rendahnya semangat kerja karyawan. Menurut Alex S. Nitisemito (2005:h.170)

indikasi turun atau rendahnya semangat kerja karyawan atau indikator dari

semangat kerja karyawan itu adalah:

1. Turun (rendahnya produktivitas kerja).

2. Tingkat absensi yang naik atau tinggi.

3. Tingkat kerusakan yang tinggi.

4. Kegelisahan dimana-mana.

5. Tuntutan yang seringkali terjadi.

24
Setelah diketahui indikai-indikasi turun atau rendahnya semangat kerja,

maka perlu diketahui sebab-sebab turunnya atau rendahnya semangat kerja.

Menurut Alex S. Nitisemito (2008 : 167) mengemukakan: “Turunnya semangat

kerja adalah dengan adanya upah atau gaji yang terlalu rendah, insentif yang

kurang terarah, lingkungan kerja yang buruk, dan lain sebagianya”.

Timbulnya efek yang tidak baik terhadap semangat kerja, salah satu

penyebabnya adalah ketidakpuasan dari karyawan. Berdasarkan hal tersebut maka

perlu adanya cara-cara untuk meningkatkan semangat kerja, yang menurut Alex S.

Nitisemito (2008 : 168) adalah sebagai berikut:

1. Gaji yang cukup

2. Mempertahankan kebutuhan rohani

3. Sekali-kali perlu menciptakan suasana santai

4. Harga diri perlu mendapatkan perhatian

5. Tempatkan karyawan pada posisi yang tepat

6. Berikan kesempatan kepada mereka untuk maju

7. Perasaan aman menghadapi masa depan perlu diperhatikan

8. Usahakan karyawan mempunayi loyalitas

9. Sekali-kali karyawan perlu pula diajak berunding

10. Fasilitas yang menyenangkan

Dalam upaya meningkatkan semangat kerja karyawan perlu diperhatikan hal

tersebut di atas, karena sangat berpengaruh sekali bagi karyawan itu dalam

melakukan kegiatannya

25
2.1.5 Sikap Kerja

2.1.5.1 Pengertian Sikap Kerja

Sikap merupakan konsepsi yang bersifat abstrak tentang pemahaman

perilaku manusia. Seseorang akan lebih mudah memahami perilaku orang lain

apabila terlebih dahulu mengetahui sikap atau latar belakang terbentuknya sikap

pada orang tersebut. Perubahan sikap yang sedang berlangsung merupakan

perubahan sistem dari penilaian positif ke negatif atau sebaliknya, merasakan

emosi dan sikap setuju atau tidak setuju terhadap objek. Objek sikap itu sendiri

terdiri dari pengetahuan, penilaian, perasaan dan perubahan sikap.

Sikap (attitude) didefinisikan oleh Robbins (2007:212) sebagai pernyataan

evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek,

individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang

tentang sesuatu. Selanjutnya menurut Mar’at (2000:21) sikap adalah tingkatan

afeksi (perasaan), baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya

dengan objek psikologi. Dengan demikian perasaan dalam merespon suatu objek

dapat positif yaitu perasaan senang, menerima, terbuka dan lain-lain dan dapat

negatif yaitu perasaan tidak senang, tidak menerima, tidak terbuka dan lain-lain.

Berkaitan dengan sikap kerja, Dimenjur merinci sikap kerja yang harus dimiliki

setiap siswa dalam pekerjaanya, yaitu: kerja sama, kedisipilan, kejujuran,

mengakses dan mengorganisasikan informasi, tanggung jawab, efektif dan efisien

dan kemandirian. Mar’at juga mengemukakan sikap diartikan sebagai suatu

konstruk untuk memungkinkan terlihatnya suatu aktivitas. Sejalan dengan

26
pendapat tersebut, Newcomb dalam Mar’at (2000: 11) mengemukakan bahwa

sikap merupakan suatu kesatuan kognitif, afektif dan konasi yang mempunyai

valensi dan akhirnya berintegrasi ke dalam pola yang lebih luas.

Hal ini sejalan dengan pendapat Rakhmat (2004:52) mengemukakan

bahwa sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berfikir dan merasa

dalam objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku tetapi merupakan

kecenderungan untuk berprilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap.

Ahmadi (2003: 40) mengemukakan bahwa penggunaan kata sikap harus diikuti

dengan kata “terhadap” atau “pada” objek sikap, sehingga apabila ada orang yang

berkata “sikap positif” ia harus mempertanyakan sikap terhadap apa atau siapa?.

Menurut Sarwono (2009: 201) sikap (attitude) adalah istilah yang

mencerminkan rasa senang, tidak senang, atau perasaan biasa-biasa saja (netral)

dari seseorang terhadap sesuatu. Sesuatu itu bisa benda, kejadian, situasi, orang-

orang atau kelompok, kalau yang timbul terhadap sesuatu itu adalah perasaan

senang, maka disebut sikap positif. Sedangkan perasaan tidak senang disebut

sikap negatif. Kalau tidak timbul perasaan apa-apa berarti sikapnya netral. Sikap

menurut Djaali (2008: 114) adalah kecenderungan untuk bertindak berkenaan

dengan objek tertentu.

Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan,

jalan pikiran, dan perilaku. Lebih lanjut konsep tentang sikap atau dalam bahasa

Inggris disebut attitude adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Hal

tersebut sesuai dengan pernyataan Harsono (2000: 141) bahwa sikap merupakan

suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap sesuatu

27
perangsang atau situasi yang akan dihadapi. ”Free online dictionary

(www.thefreedictionary.com) mencantumkan sikap sebagai ”A complex mental

state involving beliefs and feelings and values and dispositions to act in certain

ways.” Sikap adalah kondisi mental yang kompleks yang melibatkan keyakinan

dan perasaan, serta disposisi untuk bertindak dengan cara tertentu.

W.J Thomas dalam Ahmadi (2003: 67) memberikan batasan sikap sebagai

tindakan kecenderungan yang bersifat positif maupun negatif yang berhubungan

dengan objek psikologi. Objek psikologi di sini meliputi: simbol, kata-kata,

slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya. Menurut Sarnoff dalam Sarwono

(2009: 205) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk bereaksi

(disposition to react) secara positif (favorably) yaitu sikap dalam bentuk tindakan

baik atau secara negatif (unfavorably) yaitu sikap buruk yang tercermin terhadap

objek-objek tertentu. D.Krech dan R.S Crutchfield dalam Sarwono (2009: 209)

berpendapat bahwa sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses

motivasional, emosional, perseptual dan kognitif mengenai aspek dunia individu.

La Pierre dalam Azwar (2003: 189) mendefinisikan sikap sebagai suatu

pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan

diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap

stimulasi sosial yang telah terkondisikan. Sedangkan menurut Soetarno (2004:

148), sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk

bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu

artinya tidak ada sikap tanpa objek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang,

peristiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.

28
Lebih jauh dari itu, bahwa dewasa ini banyak kebutuhan untuk dapat

mendefinisikan sikap kerja karena hal tersebut berkaitan dengan organisasi atau

institusi yang bergerak dalam berbagai bidang termasuk sekolah. Pengertian sikap

kerja banyak dikemukakan oleh para ahli, diantaranya Robbins (2001: 80)

menyatakan bahwa sikap kerja adalah pemyataan evaluatif-baik menguntungkan

atau tidak menguntungkan yang mencerminkan bagaimana seseorang

mengungkapkan perasaannya mengenai obyek pekerjaannya. Bila seseorang

mengatakan bahwa dirinya menyukai pekerjaannya, maka orang itu akan

mengungkapkan sikapnya mengenai kerja. Seringkali datam menghadapi obyek-

obyek yang ada dalam pekerjaan, sikap kerja dapat bersifat positif atau negatif.

Gibson (2003: 82), menjelaskan sikap sebagai perasaan positif atau negatif

atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari dan diatur melalui

pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap

orang, obyek ataupun keadaan. Sikap lebih merupakan determinan perilaku sebab,

sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.

Jadi berdasarkan definisi yang telah diuraikan maka dapat clisimpulkan

bahwa sikap kerja adalah pernyataan evaluatif yang mencerminkan bagaimana

seorang karyawan merasakan dan mengungkapkan kesiapan mental dalam

menghadapi obyek-obyek yang ada dalam pekerjaan.

2.1.5.2 Faktor-Faktor Sikap Kerja

Blum and Nylon (2008:77) menyatakan beberapa faktor yang

mempengaruhi sikap kerja antara lain:

29
1) Kondisi kerja, meliputi lingkungan fisik maupun sosial berpengaruh

terhadap kenyamanan dalam bekerja.

2) Pengawasan atasan, pengawasan dan perhatian yang baik dari atasan dapat

mempengaruhi sikap dan semangat kerja.

3) Kerja sama dari teman sekerja, adanya kerja sama dari teman sekerja juga

berpengaruh dengan kualitas dan prestasi dalam menyelesaikan pekerjaan.

4) Kesempatan untuk maju, jaminan terhadap karir dan hari tua dapat

dijadikan salah satu motivasi dalam sikap kerja.

5) Keamanan, rasa aman dan lingkungan yang terjaga akan menjamin dan

menambah ketenangan dalam bekerja.

6) Fasilitas kerja, fasilitas kerja yang memadai berpengaruh terhadap

terciptanya sikap kerja yang positif.

7) Imbalan, rasa senang terhadap imbalan yang diberikan baik berupa gaji

pokok maupun tunjangan  mempengaruhi sikap dalam menyelesaikan

pekerjaannya.

Sikap kerja seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor ekstrnal

dari orang yang bersangkutan. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari

dalam diri, meliputi emosional, psikologis terhadap pekerjaan, kedekatan dengan

rekan kerja, dan kenyamanan yang tercipta dari diri sendiri. Faktor eksternal

merupakan faktor dari luar atau faktor yang berasal dari lingkungan. Faktor

eksternal juga sangat berperan dalam pembentukan sikap seseorang. Faktor ini

meliputi kondisi pekerjaan, hubungan kerja, rasa aman, lingkungan kerja, dan

30
fasilitas dalam bekerja. Semakin tinggi tingkat kenyamanan seseorang ketika

bekerja maka sikap kerja positif yang dihasilkan akan semakin tinggi.

Robbins (1996: 86) menyatakan komponen kognitif suatu sikap adalah

segmen pengertian atau kenyakinan, komponen afektif adalah suatu segmen

emosional atau perasan dan komponen perlakuan diartikan sebagai satu kehendak

untuk berperilaku sebagai reaksi terhadap stimulus dari lingkungan.

Kemudian Robbins (2001: 112) menegaskan bahwa banyak riset dalam

perilaku organisasi yang membahas tiga faktor sikap kerja yang ineliputi kepuasan

kerja, keterlibatan kerja dan komitmen terhadap organisasi. Faktor-faktor tersebut

dijelaskan sebagai berikut :

1) Kepuasan Kerja (Job satisfaction)

Kepuasan kerja erat kaitannya dengan sikap kerja, seperti pendapat

Robbins (2001: 312) bahwa kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum seseorang

individuterhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi

menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja itu. Seseorang yang tidakpuas

dengan pekerjaannya menunjukkan sikap negatif. Hertzberg (Thoha, 1999)

mengemukakan bahwa ada dua kelompok faktor dalam kepuasan kerja, yaitu :

1) Faktor motivator (Satisfer), terdiri dari keberhasilan,

pen~ihargaan,pekerjaan itu sendiri, rasa tanggung jawab dan faktor

peningkatan yangkesemuanya itu merupakan isi pekerjaan (Job content).

Robbins (2001:213) menambahkan bahwa hadirnya faktor ini

menimbulkan kepuasan kerja.

31
2) Faktor hygiene (Dissatisfier), terdiri dari upah dan gaji, kondisi tempat

kerja, teknik pengawasan antara bawahan dan pengawasnya, dan

kebijaksanaan administrasi organisasi, yang merupakan aspek keadaan

yang berhubugan dengan pekerjaan (Job content).

2) Keterlibatan Kerja (Job Involvement)

Keterlibatan kerja mengukur derajat sejauhmana seseorang secara

psikologis memihak pada pekerjaannya dan menganggap kinerjanya

tersebutpenting untuk rasa harga dirinya. Secara praktis dapat dijabarkan menjadi

unsur-unsur utama keterlibatan kerja, antara lain penghayatan atauidentifikasi

akan makna kerja, bersedia berkorban waktu dan tenaga, partisipasi dengan usaha

penuh dalam melakukan pekerjaan. Kesemuanyaitu disebabkan adanya suatu

ekspresi yang diungkapkan terhadap aktifitas yang sedang berlangsung, yang

menimbulkan kebanggaan, jika berhasil melakukannya dengan baik.

3) Komitmen terhadap Organisasi.

Menurut Fred Luthan (2005: 56), komitmen organisasi didefinisikan

sebagai :

a) Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu;

b) Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; dan

c) Keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan

kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada

organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi

32
mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta

kemajuan yang berkelanjutan.

Sikap individu sangat erat kaitannya dengan perilaku mereka. Jika faktor

sikap telah mempengaruhi ataupun menumbuhkan sikap seseorang, maka antara

sikap dan perilaku adalah konsisten, sebagaimana yang dikemukan oleh Cut

Zurnali (2010: 55) mendefinisikan pengertian komitmen organisasional dengan

mengacu pada pendapat-pendapat Meyer and Allen (1993), Curtis and Wright

(2001: 72), dan S.G.A. Smeenk, et.al. (2006: 98) dimana komitmen organisasional

didefinisikannya sebagai sebuah keadaan psikologi yang mengkarakteristikkan

hubungan karyawan dengan organisasi atau implikasinya yang mempengaruhi

apakah karyawan akan tetap bertahan dalam organisasi atau tidak, yang

teridentifikasi dalam tiga komponen yaitu: komitmen afektif, komitmen kontinyu

dan komitmen normatif. Definisi komitmen organisasional ini menarik,

dikarenakan yang dilihat adalah sebuah keadaan psikologi karyawan untuk tetap

bertahan dalam organisasi. Dan ini dirasa sangat sesuai untuk menganalisis

komitmen organisasional para karyawan dalam organisasi bisnis atau organisasi

berorientasi nirlaba.

2.1.5.3 Pengukuran Sikap Kerja

Sikap kerja mempunyai sisi mental yang mempengaruhi individu dalam

memberikan reaksi terhadap stimulus mengenai dirinya diperoleh dari

pengalaman dapat merespon stimulus tidaklah sama. Ada yang merespon secara

33
positif dan ada yang merespon secara negative. Karyawan yang memiliki loyalitas

tinggi akan memiliki sikap kerja yang positif. Sikap kerja yang positif meliputi :

1) Kemauan untuk bekerja sama. Bekerja sama dengan orang-orang dalam

suatu kelompok akan memungkinkan perusahaan dapat mencapai tujuan

yang tidak mungkin dicapai oleh orang-orang secara individual.

2) Rasa memiliki. Adanya rasa ikut memiliki karyawan terhadap perusahaan

akan membuat karyawan memiliki sikap untuk ikut menjaga dan

bertanggung jawab terhadap perusahaan sehingga pada akhirnya akan

menimbulkan loyalitas demi tercpainya tujuan perusahaan.

3) Hubungan antar pribadi. Karyawan yang mempunyai loyalitas karyawan

tinggi mereka akan mempunyai sikap fleksibel kearah hubungan antara

pribadi. Hubungan antara pribadi ini meliputi : hubungan sosial diantara

karyawan. Hubungan yang harmonis antara atasan dan karyawan, situasi

kerja dan sugesti dari teman sekerja.

4) Suka terhadap pekerjaan. Perusahaan harus dapat menghadapi kenyataan

bahwa karyawannya tiap hari dating untu bekerja sama sebagai manusia

seutuhnya dalam hal melakukan pekerjaan yang akan dilakukan dengan

senang hati sebagai indikatornya bisa dilihat dari : kesanggupan karyawan

dalam bekerja, karyawan tidak kpernah menuntut apa yang diterimanya di

luar gaji pokok.

Adapun yang menjadi indikator sikap kerja menurut Robbins (2001: 78) yaitu :

1) Kepuasan kerja,

2) Keterlibatan kerja, dan

34
3) Komitmen terhadap organisasi.

Berdasarkan definisi diatas, pengukuran sikap kerja dapat ditentukan oleh

faktor-faktor penentu kepuasan kerja. Banyak faktor yang telah diteliti sebagai

faktor-faktor yang mungkin menentukan sikap kerja yaitu intrinsik

pekerjaan, gaji/penghasilan/imbalan yang dirasakan adil, penyeliaan, dan rekan-

rekan sejawat.

2.1.5.4 Macam-macam Sikap Kerja

Dari beberapa macam-macam sikap kerja berikut salah satu macam sikap

kerja:

1. Sikap kerja yang Efektif adalah suatu pekerjaan yang dapat diselesaikan tepat

waktu, sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, efektif

adalah sampai tingkat apakah tujuan itu sudah dicapai dalam arti kualitas dan

kuantitas.

2. Sikap kerja yang Efisien adalah perbandingan yang terbaik antara input dan

output, antara daya usaha dan hasil usaha, atau antara pengeluaran dan

pendapatan. Dengan kata lain, efisien adalah segala sesuatu yang dikerjakan

dengan berdaya guna atau segala sesuatunya dapat siselesaikan dengan tepat,

cepat, hemat, dan selamat.

a) Cepat artinya tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu. Pekerjaannya

selesai dengan tepat sebelum waktu yang ditetapkan.

b) Hemat artinya dengan biaya yang sekecil-kecilnya tanpa adanya

pemborosan dalam bidang pekerjaan apa pun.

35
c) Tepat artinya kena sasaran sesuai dengan yang diinginkannya atau semua

yang dicita-citakan tercapai.

d) Selamat artinya segala sesuatu sampai pada tujuan pekerjaan yang

dimaksud, tanpa mengalami hambatan-hambatan, kelemahan-kelemahan,

atau kemacetan-kemacetan.

Orang-orang yang berhasil dalam bisnis adalah yang mau bekerja keras,

tahan menderitas, dan mau berjuang untuk memperbaiki nasibnya. Adapun

perencanaan perilaku bekerja efektif dan efisien yaitu sebagai berikut:

1) Masa inkubasi.

2) Analisis sumber perencanaan.

3) Sasaran jelas, realistis, dan menggairahkan.

3. Sikap kerja Prestatif adalah bersikap atau berperilaku kerja prestatif

merupakan salah satu modal dasar untuk mencapai kesuksesan dalam

berwirausaha. Prestatif dalam hal ini mempunyai arti bahwa seorang yang

berwirausaha mempunyai sikap yang selalu berambisi ingin maju dalam

segala bidang. Berikut ini adalah 3 alasan utama yang mengharuskan untuk

berperilaku kerja prestatif.

1) Persaingan bebas

2) Perubahan yang semakin cepat

3) Derasnya situs informasi yang semakin luas

Pada poin pertama ada hakekat dari persaingan bebas adalah persaingan

yang bebas (tetap sehat) dalam segala bidang yang terdapat tiga kemungkinan

yaitu menang, bertahan atau kalah. Point yang kedua adalah perubahan yang

36
semakin cepat di dalam segala bidang terutama dalam perkembangan IPTEK, ini

juga akan membuat segala informasi dapat diperoleh masyarakat luas dengan

sangat cepat.

2.2 Kajian Empiris

1. Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2018) dalam penelitian yang

berjudul “Pengaruh Sikap Kerja Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Dosen

Di Yayasan Perguruan Nasional Medicom”.  Hasil penelitian menunjukkan

terdapat pengaruh yang kuat dan positif antara sikap kerja dan motivasi kerja

terhadap kinerja dosen di YPN Medicom Medan dengan koefesien korelasi

(R) = 0,975 dan koefesien determinasi (Rsquare) sebesar = 0,951.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Dani Suhendar (2012) dalam thesisnya

Pengaruh Kepemimpinan dan Disiplin Kerja Terhadap Semangat Kerja Serta

Dampaknya Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Graha Sarana Duta Area I

Sumatera, mempunyai kesimpulan bahwa kepemimpinan berpengaruh tidak

langsung terhadap kinerja melalui semangat kerja, sehingga dapat

disimpulkan bahwa semangat kerja menjadi variabel yang memediasi antara

kepemimpinan terhadap kinerja karyawan.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Rudiyanto (2012) dalam penelitiannya yang

berjudul “Pengaruh lingkungan kerja dan gaya kepemimpinan terhadap

motivasi kerja dan implikasinya terhadap semangat karyawan di CV.

Banyumas Bandung”. Tehnik pengambilan sampel yang dilakukan adalah

teknik sensus atau pendataan, dimana semua populasi dijadikan sampel

37
karena kurang dari 100. Sampel dalam penelitian ini yakni semua karyawan

di CV. Banyumas Bandung yang berjumlah 65 orang. Analisis data yang

digunakan yaitu uji validitas, reliabilitas dan regresi berganda serta regresi

sederhana. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama

variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu lingkungan kerja dan gaya

kepemimpinan berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan. Selanjutnya

variabel motivasi kerja secara linier sederhana berpengaruh terhadap

semangat kerja karyawan di CV. Banyumas Bandung.

Penelitian-penelitian diatas dapat dijadikan sebagai perbandingan dengan

penelitian penulis. Adapun persamaannya semua penelitian merupakan penelitian

kuantitatif. Perbedaannya dari jumlah variable yang diteliti dan Teknik

pengambilan sampel

2.3 Kerangka Pemikiran

1. Pengaruh kepemimpinan terhadap semangat kerja guru

Kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam

mempengaruhi prestasi organisasi karena kepemimpinan merupakan

aktifitas yang utama dengan mana tujuan organisasi dapat dicapai. Pada

umumnya kepemimpinan didefinisikan sebagai suatu proses

mempengaruhi aktifitas dari individu atau kelompok untuk mencapai

tujuan dalam situasi tertentu. Kepemimpinan yang dapat diterima oleh

bawahanya, membuat karyawan tidak jenuh dalam menjalankan

pekerjaannya, artinya semangat kerja karyawan akan meningkat, sehingga

38
karyawan dapat bekerja lebih berprestasi dan mempercepat tercapainya

sasaran perusahaan. Dalam setiap organisasi kadang-kadang terjadi

fluktuasi ada semangat kerja yang tinggi atau semangat kerja yang turun.

Jika semangat kerja dalam suatu organisasi itu tinggi, maka organisasi

tersebut banyak memperoleh keuntungan. Sedangkan apabila semangat

kerja karyawan itu turun berarti organisasi itu mendapat kerugian. Dengan

demikian peran seorang pemimpin dalam suatu organisasi/ perusahaan

akan sangat signifikan, karena karyawan bekerja sesuai dengan apa yang

diperintahkan pimpinan dan bagaimana seorang pemimpin tersebut

memiliki jiwa kepemimpinan yang sesuai dengan tujuan organisasi dan

harapan karyawan (Miftah Thoha, 2008 : 64).

2. Pengaruh sikap kerja terhadap semangat kerja

Semangat kerja pegawai dapat dicapai tidak terlepas dari sikap pegawai itu

sendiri dalam menanggapi setiap situasi, kondisi dan terhadap lingkungan

kerjanya, dan di dalam sebuah organisasi, sikap mempunyai pengaruh

yang cukup berarti untuk mempengaruhi orang lain agar dapat bersikap

sejalan sesuai dengan yang kita harapkan dalam rangka tujuan organisasi.

Hal ini mengharuskan pemimpin menggunakan kewenangannya untuk

mengubah sikap pegawai agar mau bekerja giat serta berkeinginan

mencapai hasil yang optimal. Untuk mempengaruhi sikap pegawai kepada

yang diinginkan, pimpinan harus memahami sifat dan motif apa yang

mendorong mereka mau bekerja.

39
3. Pengaruh kepemimpinan terhadap sikap kerja guru

Seorang pemimpin dapat menerapkan macam-macam gaya kepemimpinan

yang tergantung pada evaluasi pemimpin yang bersangkutan tentang

situasi yang dihadapi, kemampuan-kemampuan dan keinginan untuk

memutuskan jumlah pengawasan yang akan dijalankan olehnya.

Sebaliknya, apabila kita menyusur dari bawah ke atas, adalah pemimpin

yang berpusat pada pihak bawahan. Pemimpin semacam ini memberikan

banyak kebebasan pada pihak bawahannya. Pemimpin ini disebut juga

sebagai seorang pemimpin otokratis yang bijaksana (the autocratic leader

who is benvolent ). Tipe macam ini memang terdapat dalam berbagai

kenyataan. Pemimpin tipe ini memiliki banyak kekuasaan dan prestise. Ia

banyak menaruh minat terhadap kesejahteraan bawahannya, ia sangat

bersedia memecahkan masalah mereka dan biasanya ia dapat bertindak

cepat dalam setiap keadaan. Tiap pemimpin mempunyai gaya atau cara

tersendiri dalam memimpin atau mendorong bawahannya untuk mau

bekerja. Gaya atau cara memimpin yang biasa juga disebut types of

leadership atau leadership style ini ada berbagai ragam, yang dapat dipilih

untuk mencocokkannya dengan situasi dan bawahan yang dihadapi. Oleh

karena itu para manager atau pemimpin unit harus mampu mengenal dulu

situasi lingkungan atau keadaan dan sikap serta sikap para bawahan yang

harus dipimpinnya, agar dapat menerapkan cara memimpin yang paling

tepat atau sesuai. Tergantung kepada siapa dan bagaimana sifat dan sikap

yang dipimpinnya, maka leadership style pemimpin tadi mungkin akan

40
berbeda-beda pada setiap saat tertentu. Semakin baik type kepemimpinan

seorang pemimpin, maka akan menentukan sikap kerja pegawai dalam

bekerja

2.4 Paradigma Penelitian

Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka dapat digambarkan paradigma

penelitian sebagai berikut:

Manajemen
Kepemimpinan
(X1) Semangat
Kerja
(Y)
Sikap Kerja
(X2)

Gambar 2.1
Paradigma penelitian

Keterangan:

X1 = kepemimpinan

X2 = sikap kerja

Y = semangat kerja

2.5 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah, kajian teoritis, kerangka berpikir dan

penelitian-penelitian yang relevan di atas, dapat dikemukakan hipotesis penelitian

41
sebagai jawaban permasalahan yang telah dirumuskan pada bagian pendahuluan,

sebagai berikut:

1. Manajemen kepemimpinan dan sikap kerja berpengaruh signifikan terhadap

semangat kerja pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten

Subang secara simultan

2. Manajemen kepemimpinan dan sikap kerja berpengaruh positif terhadap

semangat kerja pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten

Subang secara parsial :

a. Manajemen kepemimpinan berpengaruh positif terhadap semangat kerja

pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang

b. Sikap kerja berpengaruh positif terhadap semangat kerja pegawai Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang

c. Kepemimpinan berpengaruh positif terhadap sikap kerja pegawai Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang

42

Anda mungkin juga menyukai