Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH STUDI KASUS

“KONFLIK ANTARA WARGA DESA KAMPIRI DENGAN PEMERINTAH


KAB. SOPPENG TERKAIT PEMBANGUNAN JEMBATAN
PACONGKANG”
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS FINAL MATA KULIAH PENDEKATAN
PENYELESAIAN KONFLIK

DOSEN PENGAMPUH: DR. ABDULLAH PANDANG, M.Pd.

OLEH:
Muhammad Yusran Hayat
Nim: 200404500006
BK A

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN


PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
Kata Pengantar

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat rahmat dan karunia-Nya
jualah akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah studi kasus yang berjudul “konflik antara
warga Desa Kampiri dengan Pemerintah Terkait Pembangungan Jembatan Pacongkang” tepat
pada waktunya.

Makalah studi kasus “konflik antara warga Desa Kampiri dengan Pemerintah Terkait
Pembangungan Jembatan Pacongkang” ini disusun guna memenuhi tugas UAS pada Mata Kuliah
Pendekatan Penyelesaian Konflik, di Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Prodi
Bimbingan dan Konseling, Universitas Negeri Makassar.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih atas bimbingan, arahan,
saran, serta bantuan yang telah diberikan untuk menjadikan makalah ini lebih baik, kepada: Bpk
Dr. Abdullah Pandang, M.Pd. dan Bpk Syahril Buchori, S.Pd., M.Pd., selaku dosen pengempu mata
kuliah Pendekatan Penyelesaian Konflik. Orang tua yang selalu memberikan dukungan baik moril
maupun materil dan doanya selama ini sehingga makalah ini selesai tepat waktu. Serta semua pihak
yang membantu dalam penyelesaian makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat dan hidayah-Nya atas segala amal perbuatan yang
diberikan.

Kami menyadari didalam makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu dengan
rendah hati kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Dan kami mengharapkan
makalah ini dapat bermanfaat umumnya bagi para pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri

Watansoppeng, 9 Desember 2021

Penulis

I
Daftar Isi
Kata Pengantar ........................................................................................................................................... I
Daftar Isi .................................................................................................................................................... II
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................................. 1
B. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................................................ 2
C. Tujuan dan Manfaat ...................................................................................................................... 2
D. Metode Penelitian ........................................................................................................................ 2
E. 1. Landasan Teori ......................................................................................................................... 2
Pengertian Konflik ................................................................................................................. 3
Pengertian Masyarakat .......................................................................................................... 3
Pengertian Konflik antar Masyarakat ..................................................................................... 3
2. Landasan Konstitusional ....................................................................................................... 3
F. Skema Proses Terjadinya Konflik Antara Warga Desa Kampiri dengan Pemerintah .................. 4
BAB II PEMBAHASAN/ ISI ................................................................................................................... 5
A. Gambaran Umum Permasalahan................................................................................................... 5
B. Sumber dan Faktor Pemicu Konflik ............................................................................................. 6
C. Proses Terjadinya Konflik antara warga Desa Kampiri dengan Pemerintah ................................ 6
D. Resolusi Konflik antara warga Desa Barang dengan Pemerintah ................................................ 7
1. Pencegahan Konflik ............................................................................................................... 7
2. Pengelolaan Konflik ............................................................................................................... 7
a. Accommodating ............................................................................................................... 7
b. Avoiding .......................................................................................................................... 7
c. Compramisting................................................................................................................. 7
d. Collaboration ................................................................................................................... 7
e. Competing........................................................................................................................ 8
f. Conglomeration ............................................................................................................... 8
3. Rekonsiliasi ........................................................................................................................... 8
4. Negosiasi ................................................................................................................................ 8
5. Mediasi .................................................................................................................................. 8
6. Transformasi Konflik ............................................................................................................ 9
BAB III PENUTUP .................................................................................................................................. 10
A. KESIMPULAN ............................................................................................................................ 10
B. KRITIK dan SARAN ................................................................................................................... 10
DOKUMENTASI ..................................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................... 12

II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Konflik merupakan suatu fenomena sosial yang sering terjadi dalam masyarakat. Pada
dasarnya, manusia merupakan mahluk sosial yang mempunyai tujuan dan kepentingan yang
berbeda dimana dari perbedaan itulah ada kalanya memunculkan suatu pertentangan atau konflik.
Sebagaimana konflik didefinisikan sebagai kondisi yang ditimbulakan oleh adanya kekuatan yang
saling bertentangan (Niniek dan Yusniati, 2007:30). Konflik merupakan gejala kemasyarakatan
yang melekat di dalam kehidupan masyarakat, dan oleh karenanya tidak mungkin dilenyapkan.
sebagai gejala kemasyarakat yang melekat di dalam kehidupan setiap masyarakat. ia akan lenyap
bersama lenyapnya masyarakat itu sendiri.
Konflik adalah suatu pertentangan secara langsung dan sadar antara individu atau
kelompok untuk mencapai cita-cita bersama. Dalam menciptakan cita-cita bersama, pihak lawan
yang terlibat dalam konflik itu perlu dihabisi terlebih dahulu. Dalam situasi konflik, karena adanya
perasaan permusuhan yang kuat, kerap kali peniadaan lawan lebih penting dari pencapaian cita-cita
Menurut Coser konflik bisa berarti perjuangan yang dilakukan oleh sekelompok
masyarakat untuk memperjuangkan nilai serta tuntutan atas status, kekuasaan, dan sumber daya
yang bersifat langka pada kelompok lain. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mencedrai atau
melenyapkan lawan, akibatnya lawan akan memberikan balasan yang serupa (Niniek dan Yusniati,
2007:30). Konflik tidak semertinya memecah belah sistem sosial, tetapi ia mempunyai fungsi-
fungsi tertentu, Coser nampaknya lebih memberikan perhatian kepada fungsi konflik sosial yang
positif dan integratif, tetapi dalam masyarakat adakalanya konflik dapat mengancam kestabilan
suatu sistem sosial oleh karena hubungan segmental
Konflik bukan hanya terjadi pada individu, namun konflik tersebut dapat juga tejadi
keranah yang lebih luas seperti antar anggota, masyarakat, suku, agama, bahkan negara. Konflik
bisa terjadi dalam jenis masyarakat atau stuktur sosial manapun biasanya disebabkan adanya
tuntutan individu-individu atau kelompok-kelompok yang bertentangan antara dengan pihak
laiannya
Masyarakat bukanlah merupakan kumpulan orang yang sempurna, yang terhindar dari
konflik. Oleh karena itu, masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan
bekerja bersama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri
mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumusan dengan jelas. Kadang-
kadang di dalam suatu masyarakat terjadi konflik. Konflik tersebut dapat terjadi antara masyarakat
yang satu dengan yang lainnya, maupun antara masyarakat dengan pihak yang lebih tinggi/
berkuasa seperti pemerintahan.
Di sisi lain pembangunan merupakan hal yang harus dilaksanakan oleh pihak terkait guna
mencapai kesejahteraan dan kemajuan dari wilayah daerah tertentu, baik berupa infrastruktur,
keadaan ekonomi, dll. Pembangunan merupakan salah satu konsep yang paling mengemuka dan
mendesak terkait dengan pengelolaan pembangunan Bangsa, dimana mengenai konsep
pembangunan banyak diwarnai dari pemikiran dan literatur ekonomi pembangunan,
Salah satu contoh dari konflik yang sempat menarik perhatian penulis adalah sengketa
antara warga Desa Kampiri (Kab Soppeng) dengan Pemerintah Kab Soppeng terkait
pembangunan ulang Jembatan Pacongkang yang merupakan penghubung antara Kec.
Liliriaja dengan Kec Citta, Kabupaten Soppeng.
Setiap masyarakat berhak untuk mendirikan tempat tinggal mereka sebagai tempat
berteduh bersama dengan keluarga, dan setiap orang berhak untuk mempertahankan yang menjadi

1
hak mereka. Bagi masyarakat menengah yang ada didaerah, tanah merupakan aset yang paling
berharga, tanah harus diperjuangkan agar nantinya diwariskan kepada anak cucuk mereka.
Demikianlah juga warga Desa Kampiri yang berdomisili di pinggir sungai walennae, mereka
menentang pemerintah terkait pembangunan ulang Jembatan Pacongkang, yang mengharuskan
mereka untuk memindahkan rumah mereka, karena tanah yang ia tempati akan digunakan untuk
membangun jembatan

B. Ruang Lingkup Penelitian

Makalah studi kasus ini akan membahas konflik antara warga Desa Kampiri dengan
Pemerintah Kab Soppeng yang merupakan wujud dari penolakan warga terkait pembangunan ulang
Jembatan Pacongkang, Selain itu makalah ini akan membahas menganai penyebab-penyebab yang
menimbulkan konflik, dan resolusi konfliknya.

C. Tujuan dan Manfaat

Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu memberikan pengetahuan tetang konflik antar
masyarakat dengan pemerintah yang terjadi di Kab. Soppeng, juga faktor penyebab terjadi konflik
tersebut, dan resolusi konfliknya.
Sedangkan tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk menyadarkan masyarakat
pentingnya untuk selalu menjaga hubungan baik dengan lingkungan sosial lainnya dan menghidari
diri dari hal-hal yang dapat menyebabkan konflik.

D. Metode Penelitian

Pembuatan makalah ini menggunakan metodologi kepustakaan, yang dititik beratkan pada
pencarian melalui bahan kepustakaan maupun pencarian melalui situs – situs yang bersangkutan.
Data – data yang didapatkan untuk membuat makalah ini dihimpun dari, buku – buku, surat kabar
– surat kabar, undang – undang, website dan sebagainya.

E. Landasan Teori
1. Landasan Konseptual
a. Pengertian Konflik
Stephen P. Robbins dalam bukunya Perilaku Organisai (Organizational Behaviour)
menjelaskan bahwa terdapat banyak definisi konflik. Meskipun makna yang diperoleh
definisi itu berbeda-beda, beberapa tema umum mendasari sebagian besar dari konflik
tersebut. Konflik harus disarankan oleh pihak-pihak yang terlibat, apakah konflik itu ada
atau tidak ada merupakan persoalan persepsi. Jika tidak ada yang menyadari akan adanya
konflik, secara umum lalu disepakati konflik tidak ada. Kesamaan lain dari definisi-definisi
tersebut adalah pertentangan atau ketidakselarasan dan bentuk-bentuki interakis. Beberapa
faktor ini menjadi kondisi yang merupakan titik awal proses konflik. Jadi, kita dapat
mendefinisikan konflik (conflict) sebagai sebuah proses yang dimulai ketika suatu pihak
memiliki persepsi bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negative, sessuatu yang
menjadi kondisi yang merupakan titik awal proses konflik.
Jadi, kita dapat mendefinisikan konflik (conflict) sebagai sebuah proses yang dimulai
ketika suatu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara
negative, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama.

2
Menurut Nurdjana (1994) mendefinisikan konflik sebagai akibat situasi dimana keinginan
atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah
satu atau keduanya saling terganggu.
Menurut Kilman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya
ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri
individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan
tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang
mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono, 1993: p.4).
b. Pengertian Masyarakat
Community dalam bahasa yunani adalah “persahabatan”. Sebagai refleksi dari arti kata
tersebut, aristoteles mengemukakan bahwa manusia yang hidup bersama dalam masyarakat
karena mereka menikmati ikatan yang saling bekerja sama, untuk memenuhi kebutuhan
dasar mereka dan untuk menemukan makna kehidupan. Masyarakat dalam konteks
pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat atau community dalam bahasa inggris atau
juga komunitas. Secara etimologis “community” berasal dari kommunitat yang berakar
pada comunete atau comman.
Community mempunyai dua arti (Talizi,1990-49) :
 Sebagai kelompok social yang bertempat tinggal di lokasi tertentu, memiliki
kebudayaan dan sejarah yang sama
 Sebagai suatu pemuliman yang terkecil di atasnya ada kota kecil (town), dan di
atas kota kecil ada kota atau kota besar (city).
c. Pengertian Konflik antar Masyarakat/ Kelompok
Secara definitif, konflik sosial adalah salah satu proses sosial yang terjadi antara dua orang
atau lebih untuk menghancurkan dan mengungguli pihak lain, sebagaimana dikutip dari
buku Badai Pasti Berlalu (2018) yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Sebab konflik sosial itu beragam, seperti perbedaan individu yang terdiri dari
perbedaan perasaan dan pendapat, misalnya, ada juga perbedaan kepentingan, baik
ekonomi, sosial, politik, dan lain sebagainya. Namun, intinya, menurut Karl Marx dan Ralf
Dahrendorf, konflik sosial didasari oleh pembagian kelas, yaitu kelas borjuis dan kelas
proletar. Secara singkat dan sederhana, kelas borjuis adalah orang-orang yang memiliki
modal dan kekayaan, seperti pebisnis, penguasa, dan lain sebagainya. Sedangkan kelas
proletar adalah orang-orang yang tidak memiliki modal dan minim kekayaan, macam
tukang, buruh, dan lain sebagainya
2. Landasan Konstitusional
a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
b. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
c. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
d. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan.
f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
g. Peraturan Pemerintah RI No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan
h. Peraturan Menteri PU No. 603/PRT/M/2005 tentang Pedoman Umum Sistem Pengendalian
Manajemen Penyelenggaraan Pembangunan Prasarana Dan Sarana Bidang Pekerjaan
Umum;

3
F. Skema Proses Terjadinya Konflik Antara Warga Desa Kampiri dengan Pemerintah

Masyarakat Faktor
Penyebab

Pembangunan
Jembatan Konflik Proses
Pacongkang

Pemerintah
Resolusi

4
BAB II
ISI
A. Gambaran Umum Permasalahan

Infrastruktur merupakan hal yang sangat penting dalam kemajuan pertumbuhan ekonomi
dan pembangunan sehingga keberadaanya menjadi faktor utama percepatan laju investasi.
Jembatan dan jalan merupakan infrastruktur yang sangat penting dalam kemajuan pembangunan
dan peningkatan ekonom. Jembatan Pacongkang merupakan salah satu jembatan gantung yang ada
di Kab. Soppeng, jembatan tersebut menghubungkan antara Desa Kampiri dengan Desa Barang,
dan merupakan juga penghubung antara Kec. Citta dengan Kec. Liliriaja. Kondisi jembatan sudah
sangat buruk dan sudah tidak layak pakai, namun karena jembatan pacongkang merupakan satu-
satunya akses yang dapat ditempuh, maka mau tidak mau jembatan gantung tersebut harus tetap
beroperasi.
Warga sangat berharap pemerintah membenahi jembatan tersebut. Kabar baik sudah
didepan mata, pasalnya Jembatan Pacongkang akan dibangun ulang. Sejak pertama kali jembatan
pacongkang di bangun barulah nampak keseriusan pemerintah memperbaiki atau membangun
kembali jembatan pacongkang ini. Pembangunan jembatan pacongkang telah di anggarkan oleh
pemerintah sejak 2019 yang pengerjaannya dimulai tahun 2020. Tentunya warga menyambut hal
ini dengan gembira karena penantian yang sangat lama untuk memiliki jembatan layak akan segera
terwujud. Namun pembangunan jembatan tersebut berdampak kepada beberapa pemukiman warga
yang terpaksa harus di relokasi, sekitar 8 rumah warga yang terpaksa harus di relokasi untuk
pembangunan jembatan pacongkang mengakibatkan masyarakat kehilangan tempat tinggal dan
lahannya. Apalagi sampai saat ini belum adanya penjelasan langsung oleh pihak pemerintah terkait
anggaran pembebasan lahan pembangunan jembatan sehingga warga kampiri yang terdampak
mengharapkan penjelasan terkait hal in Jadi jembatan gantung Pacongkang tidak dirahabilitasi,
melainkan pemerintah akan membangun jembatan beton disamping jembatan gantung tersebut.
Keputusan ini diambil pemerintah karena pertimbangan bahwa tidak memungkinkan untuk
membongkar langsung jembatan gantung tersebut, karena jembatan tersebut merupakan salah satu
akses transportasi yang sangat padat, sehingga jika proses rehabilitasi dikerjakan langsung
dijembatan tersebut, maka akan dikhawatirkan terputusnya akses transportasi dua kecematan,
belum lagi waktu yang dibutuhkan memerlukan beberapa bulan.
Pemerintah berinisiatif membangun jembatan beton disamping jembatan gantung tersebut,
apabila jembatan Benton sudah selesai dibangun barulah jembatan gantung akan dirobohkan.
Namun rencana pemerintah tersebut tidak berjalan sesui dengan rencana karena jika medol
pembangunan jembatan dirancang demikian, maka rumah warga yang terdapat di sekitar jembatan
tersebut harus dibongkar atau dipindahkan karena lahannya masuk kedalam area pembangunan
jembatan
Berita ini membuat beberapa warga Desa Kampiri yang berdomisi di pinggir sungai
walennae kurang setuju dengan rencana tersebut, karena ia tidak rela jika rumahnya harus digusur,
dan tanah yang ia tempati harus diberikan ke pemerintah demi kepentingan umum. Warga
berpendapat bahwa tidak perlu membangun ulang jembatan, yang perlu dilakukan adalah
meronovasi jembatan lama ditempat semula tanpa harus memindahkan posisi jembatan, dengan
begitu tidak ada rumah warga yang harus digusur karena posisi jembatan tidak bergeser
Keadaan ini membuat situasi pro-kontra, sebagaian masyarakat setuju dengan rencana
pemerintah, karena jembatan pacongkang memang merupakan akses transportasi utama, jadi tidak
memungkinakn untuk direnovasi secara langsung. Namun warga yang terdampak belum setuju,

5
bagi mereka pindah rumah bukanlah hal yang mudah, ia juga tidak rela meninggalkan tanah
perumahan mereka yang katanya pemberian dari orang tua secara turun temurun
Dengan masalah tersebut pembangunan jembatan Pacongkang tertunda, karena tidak ada
kepastian dari warga, sementara pemerintah belum membuka suara terkait uang kompensasi dan
ganti rugi. Pemerintah berdalih bahwa yang dilakukan warga sebenarnya adalah hal yang salah
karena memang ada aturan tentang dilarangnya membuat bangunan disekitar sungai, namun warga
berdalih bahwa selagi tanah yang ia tempati adalah milik mereka dan tidak mengganggu orang lain
maka itu sah sah saja.
Bupati Soppeng, A. Kaswadi Razak menyampaikan dukungannya kepada Pemerintah
Provinsi dalam membangun jembatan Pacongkang. Ia pun langsung merepon cepat soal
pembahasan jembatan Pacongkang dan akan membantu menyelesaikan pembebasan lahan yang
digunakan sebagai oprit jembatan. “Insya Allah kita akan mengawal pembebasan lahan. Kami
Pemerintah Kabupaten Soppeng berkomitmen untuk membantu pemerintah Provinsi agar
pembangunan jembatan dapat berjalan,” lanjutnya.

B. Sumber dan Faktor Pemicu Konflik antara warga Desa Kampiri dengan Pemerintah
1. Warga tidak setuju terkait pembangunan ulang jembatan, karena mengharuskan mereka untuk
pindah
2. Warga berpendapat bahwa tidak perlu membangun ulang jembatan, yang harus dilakukan
adalah meronovasi jembatan lama, agar posisi jembatan tidak bergeser, dengan begitu tidak
akan ada lahan yang dikorbankan
3. Pemerintah ingin membangun ulang jembatan, karena jika jembatan direnovasi langsung maka
dikhawatirkan akan tertutupnya jalur transportasi dua kecematan.
4. Pemerintah menganggap bahwa yang dilakukan warga adalah salah, karena dalam aturan tidak
diberkenankan memang mendirikan bangunan dipinggir sungai
5. Warga bersikokoh mempertahankan tanah mereka.

C. Proses Terjadinya Konflik antara warga Desa Kampiri dengan Pemerintah


1. Fase Laten
Meruapakan fase yang belum tampak dan masih berada dalam pikiran seseorang. Dalam kasus
ini, fase laten dimulai ketika adanya rancangan terkait pembangunan jembatan, hal itu disambut
gembira seluruh masyarakat karena memang pembangunan jembatan sudah lama dinantikan
2. Fase pemicu
Pada fase ini konflik mulai muncul karena adanya pemicu pemicu dan mengakibatkan konflik
semakin terbuka. Dalam kasus ini yang menjadi pemicu konflik adalah pemerintah
merencanakan pembangunan ulang jembatan dengan menggeser posisi jembatan sehingga
mengakibatkan perumahan beberapa warga masuk ke dalam area pembangunan. Hal inilah
yang memicu konflik, sehingga warga yang terdampak melakukan pertentangan terkait
pembangunan ulang jembatan.
3. Fase krisis
Merupakan puncak dari konflik, biasanya akan membawa dampak. Dalam kasus ini fase krisis
ditandai dengan penolakan warga, walaupun penolakan warga masih secara halus tanpa ada
bentrok atau keributan lainnya, namun berdampak terhadap ditundanya pembangunan
jembatan.
4. Fase resolusi konflik
Raselosu konflik adalah cara-cara penyelesaian konflik/ pemecahan masalah. Lebih jelasnya
akan dipaparkan di point selanjutnya

6
D. Resolusi Konflik antara warga Desa Barang dengan Pemerintah
1. Pencegahan Konflik
Pencegahan konflik dilakukan dengan tujuan untuk mencegah sebuah konflik tidak
mencapai pada tingkat open conflict. Artinya pencegahan konflik merupakan langkah awal agar
konflik tidak muncul sebagai tindakan yang destruktif. Pada dasarnya pencegahan konflik
merupakan cara untuk mencegah konflik agar tidak bertambah menjadi konflik lebih besar dan
menjadi konflik terbuka atau konflik kekerasan. Pencegahan konflik terbuka agar tidak
meningkat menjadi konflik yang lebih besar atau krisis. Pencegahan dilakukan agar persetujuan
damai yang telah dicapai tidak kembali jatuh dalam situasi peperangan
Pada kasus ini pencegahan konflik sudah tidak dapat dipakai karena berhubung konfliknya
sudah terlanjur terjadi, konflik yang terjadi antara warga dengan pihak terkait bukanlah konflik
yang berupa kekerasan, adu mulut dll, namun hanya berupa reaksi penolakan warga untuk
memindahkan rumah mereka.

2. Pengelolaan Konflik
Pengelolaan konflik bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan
mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang terlibat. Tipe pengelolaan konflik
yang dapat dipilih dalam menangani konflik yang muncul antara lain dengan avoiding,
accomodating, compromising, colaborating, conglomeration, dan competing.
a. Acomodating
Acomodating merupakan usaha yang dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai
pendapat pihak yang terlibat konflik. Nantinya, akan digunakan untuk musyawarah atau
menyelesaikan konflik tersebut. Namun, tetap mementingkan kepentingan dari salah satu
pihak. Hal ini dapat merugikan salah satu pihak yang berkonflik. Dalam kasus ini
akomodasi merupakan selolu yang bisa juga dilakukan, warga dapat berunding dan
membicarakan menganai jalan keluar dari permasalahan tersebut
b. Avoiding
Avoiding adalah sebuah upaya untuk menghindari sebuah konflik agar tidak terlibat di
dalamnya. Hal ini menjadi cara yang efektif agar lingkungan terhindar dari konflik. Cara
ini merupakan suatu cara untuk mencegah terjadinya konflik, namun pada kasus ini cara
avoiding tidaklah efektif karena masing masing pihak harus terlibat didalamnya
c. Compromising
Berbeda dari acomodating, cara ini lebih memerhatikan kepentingan bersama. Dengan
mendengarkan pendapat dari semua pihak dan memutuskan jalan keluar dengan tetap
mementingkan kepentingan bersama menjadi cara yang adil bagi semua pihak. Cara ini
akan memberikan solusi bagi semua pihak. Menurut saya dalam kasus ini, cara ini kurang
efektif karena harus memerhatikan kepentingan bersama. Sementara pada kasus ini kedua
belah pihak memiliki kepentingan yang berlawanan arah
d. Colaborating
Colaborating merupakan cara menyelesaikan konflik dengan bekerja sama yang hasilnya
memuaskan semua pihak. Semua pihak akan bekerja sama untuk menyelesaikan masalah
dengan tetap memerhatikan kepentingan bersama. Menurut saya cara ini bolah-boleh saja
untuk dilakukan dengan cara pemerintah dan warga yang terdampak bekerja sama
memindahn dan mencarikan lahan baru bagi warga.

7
e. Competing
Competing adalah cara yang digunakan dengan mengarahkan pihak yang terlibat konflik
bersaing dan memenangkan kepentingan masing-masing pihak. Cara ini pastinya tidak
akan memberikan solusi bagi kedua belah pihak dan yang pasti ada kalah ada yang menang.
f. Conglomeration
Conglomeration merupakan kombinasi atau campuran menyelesaikan konflik dengan cara
menggabungkan lima tipe di atas. Tentunya cara ini akan lebih memakan banyak waktu
dan tenaga. Cara ini tidak efektif untuk diterapkan pada kasus diatas karena memerlukan
waktu yang lama sementara proyek jembatan harus tetap berjalan.

3. Rekonsiliasi
Rekonsiliasi merupakan pengendalian konflik dengan melalui lembaga-lembaga tertentu
yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambila keputusan diantara pihak-pihak
yang berkonflik. Lembaga yang dimaksudkan diharapkan dapat berfungsi secara efektif. Cara
ini merepukan cara yang efektif untuk mengatasi konflik, dalam kasus ini sudah mnerapkan
tahap rekonsiliasi karena memang yang berkonflik adalah warga dan lembaga pemerintahan.
Pemerintahan terus mencoba untuk berdiskusi secara damai, buktinya sampai sekarang konflik
masih dalam taraf sewajarnya tidak ada kekerasan.

4. Negosiasi
Negosiasi atau perundingan adalah proses mencapai kepuasan bersama melalui diskusi dan
tawar-menawar. Seseorang berunding untuk menyelesaikan perselisihan, mengubah pertanjian
atau syarat-syarat, menilai komoditas atau jasa, atau permasalahan yang lain. Agar perundingan
berhasil, masing-masing pihak harus sungguh-sungguh menginginkan persetujuan yang dapat
ditindaklanjuti dan sebagai perjanjian jangka panjang. Tidak ada gunanya sebuah persetujuan
jika tidak dapat diterapkan atau dilaksanakan. Dengan kata lain, negosiasi merupakan suatu
proses yang dilakukan dua pihak/kelompok dengan cara berunding untuk mencapai persetujuan
yang sesuai dengan karakteristik tertentu melalui beberapa tahapan yang saling bertentangan
satu sama lain.
Menurut saya negoisiasi merupakan cara yang terbaik dalam kasus ini. Pemerintah dapat
bernegoisiasi dengan warga dengan cara menawarkan uang ganti rugi, karena memang
memindahkan rumah dan mencari lahan membutuhkan biaya. Meskupun warga memang salah
karena membangun ditepi sungai sementara sudah ada aturan yang melarang, namun mau di
apakan lagi jika tanah perumahan hanya berada disitu. Jadi menurut saya pemerintah dapat
melakukan negoisiasi dengan cara menawarkan uang ganti rugi yang setara nilainya jika
memindahkan rumah dan mencarikan lahan untuk warga. Yang menjadi polemic disini adalah
karena pemerintah belum buka suara terkait uang ganti rugi.

5. Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat
para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama mediasi adalah perundingan yang esensinya
sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Perundingan atau konsensus tidak boleh ada
paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses
mediasi berlangsung.Segala sesuatunya harus mendapat persetujuan dari pihak-pihak yang
terlibat dalam konflik tersebut. Cara mediasi ini juga merupakan cara efektif, dalam kasus ini
negoisiasi dan mediasi jika digabungkan akan mendapatkan hasil yang maksimal. Menurut

8
saya disini perlu adanya asipirator dari masyarakat sebagai media untuk menyampaikan
pendapatnya. Salah satu legislator DPRD Sulsel, Andi Nurhidayati Zainuddin yang
memperjuangkan aspirasi masyarakat soal itu, mengatakan akan terus mengawal proses
pembangunan dan juga ganti rugi yang mesti diterima warga. Politisi asal Bumi Latemmamala
itu juga mengapresiasi langkah Dinas PUPR Provinsi Sulsel yang telah bergerak merespon
keluhan warga. Polemik pembangunan Jembatan Pacongkang di Desa Kampiri, Kecamatan
Citta, Kabupaten Soppeng menemui titik terang, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten
Soppeng kini telah turun ke lokasi untuk mengukur tanah warga yang akan terdampak proyek
pembangunan.
Pada kasus ini, resolusi konflik yang terbaik adalah negosiasi dan mediasi. Yaitu dengan
menegoisasikan bahwa warga ingin mendapatkan uang ganti rugi melalui media perantara
berupa wakil rakyat
6. Transformasi Konflik
Transformasi konflik merupakan upaya untuk mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan
politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dan peperangan menjadi
kekuatan sosial dan politik yang positif. Transformasi konflik juga dapat diartikan sebagai
upaya untuk menyelesaikan konflik dengan membawa konflik yang terjadi di lapangan ke meja
perundingan, serta dari konflik yang penuh dengan senjata menjadi konflik yang penuh dengan
kedamaian. Pada kasus ini telah menerapkan proses transformasi konflik,buktinya samapi
sekarang tidak terjadi konflik serius, hanya saja sikap warga yang kurang setuju, itupun ia tolak
dengan cara yang halus

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konflik merupakan suatu fenomena sosial yang sering terjadi dalam masyarakat. Pada
dasarnya, manusia merupakan mahluk sosial yang mempunyai tujuan dan kepentingan yang
berbeda dimana dari perbedaan itulah ada kalanya memunculkan suatu pertentangan atau konflik.
Sebagaimana konflik didefinisikan sebagai kondisi yang ditimbulakan oleh adanya kekuatan yang
saling bertentangan (Niniek dan Yusniati, 2007:30). Konflik merupakan gejala kemasyarakatan
yang melekat di dalam kehidupan masyarakat, dan oleh karenanya tidak mungkin dilenyapkan.
sebagai gejala kemasyarakat yang melekat di dalam kehidupan setiap masyarakat, ia akan lenyap
bersama lenyapnya masyarakat itu sendiri
Masyarakat bukanlah merupakan kumpulan orang yang sempurna, yang terhindar dari
konflik. Oleh karena itu, masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan
bekerja bersama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri
mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumusan dengan jelas. Kadang-
kadang di dalam suatu masyarakat terjadi konflik. Konflik tersebut dapat terjadi antara masyarakat
yang satu dengan yang lainnya, maupun antara masyarakat dengan pihak yang lebih tinggi/
berkuasa seperti pemerintahan
Salah satu resolusi konflik adalah negoisiasi. Negosiasi atau perundingan adalah proses
mencapai kepuasan bersama melalui diskusi dan tawar-menawar. Seseorang berunding untuk
menyelesaikan perselisihan, mengubah pertanjian atau syarat-syarat, menilai komoditas atau jasa,
atau permasalahan yang lain. Agar perundingan berhasil, masing-masing pihak harus sungguh-
sungguh menginginkan persetujuan yang dapat ditindaklanjuti dan sebagai perjanjian jangka
panjang. Tidak ada gunanya sebuah persetujuan jika tidak dapat diterapkan atau dilaksanakan.
Dengan kata lain, negosiasi merupakan suatu proses yang dilakukan dua pihak/kelompok dengan
cara berunding untuk mencapai persetujuan yang sesuai dengan karakteristik tertentu melalui
beberapa tahapan yang saling bertentangan satu sama lain

B. Saran
Mengingat dalam penyusunan makalah ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan,
berikut sarannya. Sebaiknya makalah ini disusun dari beberapa referensi untuk menjelaskan lebih
sepesifik mengenai konflik tersebut.

10
Dokumentasi

11
Daftar Pustaka
Wahyudi, Andri. "Konflik, Konsep Teori dan Permasalahan." Jurnal Publiciana 8.1 (2015): 38-52.
Saifudin, I. Made Moh Yanuar, et al. "MANAJEMEN KONFLIK KEPERAWATAN DI TATANAN
KLINIS: STUDI LITERATUR." Journal of Advanced Nursing and Health Sciences 2.1 (2021):
1-7.
Saidah Hawa Al-fitriyyah, Saidah. Konflik Vertikal dan Horizontal dalam Pembangunan Industri Pabrik
(Studi Kasus Konflik Sosial Masyarakat Perumahan Qoryah Thoyyibah Desa Ciburial Kec
Leles Kab Garut terhadap Pembangunan Industri Pabrik PT Chang Shin). Diss. UIN Sunan
Gunung Djati Bandung, 2015.
Amin, Raja Muhammad, and Rangga Pati Liandra. Manajemen Konflik Agraria Studi Kasus Desa
Tangun Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012-2013. Diss. Riau
University.
https://geograpik.blogspot.com/2021/02/6-macam-macam-resolusi-konflik-yaitu.html
https://accurate.id/marketing-manajemen/manajemen-konflik-dan-fungsinya-dalam-bisnis/
https://www.telusurkasus.com/2020/07/20/sejumlah-warga-pertanyakan-anggaran-pembebasan-lahan-
untuk-pembangunan-jembatan-pacongkang/
https://makassar.tribunnews.com/2020/09/09/kabar-gembira-ganti-rugi-lahan-pembangunan-jembatan-
pacongkang-di-soppeng-segera-terealisasi

12

Anda mungkin juga menyukai