Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

USHUL FIQH

”Sumber Hukum Fiqih “


Dosen pengampuh : Dr.Selviyanti Kaawoan ,S.Ag ,M.Hi

DISUSUNOLEH:
KELOMPOK IV

1.RAHMATILLAH (212022032)
2.MOHAMMAD DIAL KHAIRUDDIN PUTRA ABD JALIL (212022020)

IAIN SULTAN AMAI GORONTALO


FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN HUKUM TATA NEGARA
2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah Subahanahuwata’ala karena atas izin
dan Rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas yang diamanahkan. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat serta digunakan sebagai rujukan dalam
mempelajari sumber hukum fiqih atau ushulfiqih.
Terima kasih juga kepada dosen mata kuliah ini, Ibu Dr.Selviyanti
Kaawoan ,S.ag ,M.HI dan juga kepada teman-teman yang telah membantu dan
menyemangati sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan,
oleh karena itu saya berharap agar kiranya para pembaca dapat memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Gorontalo, Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
Cover................................................................................................................
Kata Pengantar...............................................................................................
Daftar Isi..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan Pembahasan..............................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum................................................................................
B. Pengertian Sumber dan Dalil...............................................................
C. PengertianUshul Fiqh...........................................................................
D. Sumber hukum fiqih............................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu Ushul Fiqh adalah suatu ilmu yang menguraikan tentang metode
yang dipakaioleh para imam mujtahid dalam menggali dan menetapkan
hukum syar’i dari nashyaitudari Al Qur’an dan Sunnah Nabi.
Kandungan Ushul Fiqh menguraikan dasar-dasar serta metode
penetapan hukum taklif yang bersifat praktis yang menjadi pedoman
bagiparafaqih dan mujtahid untuk dapat beristinbat (mengambil hukum)
dengan tepat. Pertumbuhan Ushul Fiqh tidak lepas dari perkembangan
hukum islam sejak zamanRasulullah SAW. Sampai pada zaman
tersusunnya Ushul Fiqh sebagai salah satu bidang ilmu pada abad ke-2
Hijriyah.Di zaman Rasulullah SAW. Menunggu turunnyawahyu yang
menjelaskan hukum kasus tersebut melalui sabda-Nya, yang
kemudiandikenal dengan hadist atau sunnah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hukum?
2. Apa pengertian sumber dan dalil?
3. Apa pengertian ushulfiqih
4. Apa sumber hukum fiqih?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian hukum
2. Untuk mengetahui pengertian sumber dan dalil
3. Untuk mengetahui pengertian ushulfiqih
4. Untuk mengetahui apa saja sumber hukum fiqih.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukm
Para ahli ushulmenta'rifkan hukum dengan : Perintah / firman Allah
Swt yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf, baik berupa tuntutan
( perintah dan larangan), atau pilihan (kebolehan ) atau wadh'i (menjadikan
sesuatu sebagai sebab, syarat dan penghalang bagi seseatu hukum ) Dari
definisi di atas menunjukan, bahwa yang menetapkan hukum itu adalah Allah
Swt. Hanya Allah hakim yang maha tinggi dan maha kuasa. Rasulullah
penyampai hukum-hukum Allah kepada manusia. Oleh karena Allah yang
menetapkan hukum, maka sumber hukum yang pertama dan paling utama
adalah wahyu Allah yaitu Alquran, kemudian sunnah Rasul sebagai sumber
hukum yang ke dua, dan sumber hukum yang ke tiga adalah Ijtihad.

B. Pengertian Sumber dan Dalil


Secara etimologi ( bahasa) sumber berarti asal dari segala sesuatu atau
tempat merujuk sesuatu. Adapun secara terminologi ( istilah ) dalam ilmu
ushul, sumber diartikan sebagai rujukan yang pokok atau utama dalam
menetapkan hukum Islam, yaitu berupa Alquran dan Al-Sunnah. Dalil, secara
bahasa artinya petunjuk pada sesuatu baik yang bersifat material maupun
yang bersifat nonmaterial. Sedangkan menurut Istilah, suatu petunjuk yang
dijadikan landasan berfikir yang benar dalam memperoleh hukum syara' yang
bersifat praktis, baik yang kedudukannya qath'i ( pasti ) atau Dhani (relatif).
Atau dengan 2 kata lain, dalil adalah segala sesuatu yang menunjukan kepada
madlul. Madlul itu adalah hukum syara' yang amaliyah dari dalil. Untuk
samapai kepada madlul memerlukan pemahaman atau tanda penunjuknya
( dalalah ). Jadi prosesnya ialah : Dalil - dalalah - madlulAqiemuash-shalat -
Perintah shalat - Wajib shalat Asap - Ada yang terbakar - Api Dalil dapat
dilihat dari berbagai segi : Dari segi asalnya, dari segi ruang lingkupnya, dari
segi kekuatannya.
a. Dalil ditinjau dari segi asalnya Ditinjau dari asalnya, dalil ada dua macam:

1. Dalil Naqli yaitu dalil-dalil yang berasal dari nash langsung, yaitu
Alquran dan alSunnah.
2. .Dalil aqli, yaitu dalil - dalil yang berasal bukan dari nash langsung,
akan tetapi dengan menggunakan akal pikiran, yaitu Ijtihad. Bila
direnungkan, dalam fiqih dalil akal itu bukanlah dalil yang lepas sama
sekali dari Alquran dan al-Sunnah, tetapi prinsif-prinsif umumnya
terdapat dalam Alquran dan Al-Sunnah.
b. Dalil ditinjau dari ruang lingkupnya Dalil ditinjau dari ruang lingkupnya
ada dua macam, yaitu:
1. Dalil Kully yaitu dalil yang mencakup banyak satuan hukum. Dalil
Kulli ini adakalaya berupa ayat Alquran, dan berupa hadits, juga
adakalanya berupa QaidahqaidahKully. Contoh berikut dari dalil
kully: Dalil ini disebut dalil kully dari Alquran karena mencakup
berbagai macam kerusakan yang dilarang oleh Allah Swt. Dalil Kully
dari hadits ini, menunjukan bahwa perbuatan apapunhendahnya
disertai niat, dan amal seseorang akan dilihat dari sisi niatnya.
Artinya: Kesulitan itu membawa kemudadahan. Dalil kully dari
Qaidah ini, memberi arti bahwa segala sesuatu yang tadinya sulit akan
menjadi mudah. Dalil kulli dari Qaidah kulliyah ini tetap kembali
kepada semangat atau didasari oleh isyarat Alquran dan al-Sunnah.
2. Dalil Juz'i, atau Tafsili yaitu dalil yang menunjukan kepada satu
persoalan dan satu hukum tertentu, seperti Ayat ini disebut dalil Juz'i,
karena hanya menunjukan kepada perbuatan puasa saja.
c. Dalil ditinjau dari daya kekuatannya Dalil ditinjau dari daya kekuatannya
ada dua, yaitu Dalil Qath'i dan dalil Dhanni. .
a) Dalil Qath'i ini terbagi kepada dua macam, yaitu :
1. Dalil Qath'i al-Wurud, yaitu dalil yang meyakinkan bahwa
datangnya dari Allah ( Alquran) atau dari Rasulullah ( Hadits
Mutawatir). Alquran seluruhnya Qath'i wurudnya, dan tidak
semua hadits qath'i wurudnya
2. Dalil Qath'i Dalalah, yaitu dalil yang kata-katanya atau ungkapan
kata-katanya menunjukan arti dan maksud tertentu dengan tegas
dan jelas sehingga tidak mungkin dipahamkan lain. Contoh Dan
bagimu ( para suami) separoh dari harta yang ditinggalkan oleh
istriistrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Ayat ini tidak
bisa diartikan lain, kecuali menunjukan bahwa suami mendapat
setengah dari harta peninggalan istri jika istrinya tidak mempunyai
anak.
b) Dalil Dhanni. Dalil Dhanni, terbagi kepada dua macam pula yaitu:
Dhannial-Wurud dan Dhannial-Dalalah.
1. Dhannial-Wurud, yaitu dalil yang memberi kesan yang kuat atau
sangkaan yang kuat bahwa datangnya dari Nabi saw. Tidak ada
ayat Alquran yang dhanniwurud, adapun hadits ada yang
dhanniwurudnya yaitu hadits ahad.
2. Dhannial-Dalalah, yaitu dalil yang kata-katanya atau ungkapan
kata-katanya memberi kemungkinan - kemungkinan arti dan
maksud lebih dari satu. Tidak menunjukan kepada satu arti dan
maksud tertentu. Dan wanita yang ditalak hendaklah menahan
dirinya (beriddah) tiga kali quru. Kata Quru dalam ayat di atas
bisa diartikan haid dan bisa diartikan suci. Oleh karena itu para
ula sering berbeda pendapat dalam menentukan hukum dari ayat
tersebut di atas. Dari pengertian dalil yang diungkapkan di atas,
maka dapat dikatakan bahwa; Alquran dan al-Sunnah juga disebut
sebagai dalil hukum, disamping sebagai sumber hukum Islam.
Karena itu dari sisi ini, apa yang dikemukakan Abdul Wahab
Khalaf bahwa al-Adillah al-Ahkam identik dengan Mashadiral-
Ahkam ( sumber hukum). Dari sini pula dapat dikatakan
bahwa seperti, Ijma, Qiyas, mashlahahmursalah, istihsan dan lain
sebagainya tidak dapat dikatakan sebagai sumber hukum Islam,
karena dalil-dalil ini hanya bersifat al-Kasyfwaal-Izhar li al-
Hukum artinya hanya menyingkap dan memunculkan yang ada
dalam Alquran dan al-Sunnah. Karena suatu dalil yang
membutuhkan dalil lain untuk dijadikan hujjah, tidaklah dapat
dikatakan sumber, karena yang dikatakan sumber itu harus berdiri
sendiri. Disamping itu, keberadaan suatu dalil, seperti Ijma, Qiyas
dan istihsan misalnya, tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan yang ada dalam Alquran dan alSunnah. Oleh
sebab itu, para ahli ushul Fiqh sering menyebut terhadap adillah
ahkam seperti Ijma, Qiyasdan sebagainya, sebagai
turuqistinbathal-Ahkam yaitu metode dalam menetapkan hukum.

C. Pengertian Ushul Fiqh


Di dalam literatur ushul fiqh ditemukan beberapa definisi yang
berbeda secara redaksional dan juga substansial. Ada dua definisi yang
masyhur di kalangan ulama mazhab:

1
Golongan Syafi’iyyah mendefinisikan ilmu ushul fiqh sebagai berikut:

“Mengetahui dalil-dalil fikih secara global, dan mengetahui bagaimana


cara istifadah (memanfaatkan dan mengambil faedah) dari dalil
tersebut, serta mengetahui siapa yang pantas untuk menggunakan dalil
tersebut.”

Dari definisi di atas dapat dipahami beberapa hal berikut ini:

Pertama, bahwa ushul fiqh itu berfungsi untuk mengetahui dalil-dalil fikih,


bukan untuk mengetahui hukum yang merupakan wilayah fikih.
Sebagaimana ushul fiqh juga tidak merambah wilayah dalil-dalil selain fikih,
seperti dalil-dalil nahwu, dalil kalam, filsafat, dan lain sebagainya. Adapun
kata “ijmalan” (secara global) menggambarkan bahwa ushul fiqh itu
membicarakan dalil fikih secara umum dan global, bukan secara perinci
sebagaimana halnya fikih yang memang berbicara tentang hukum masing-
masing masalah dengan dalilnya secara terperinci. Dengan arti kata, ushul
fiqh membahas dalil secara global yang bisa masuk ke dalamnya berbagai
masalah terkait. Seperti dalam kaidah “hukum asal setiap perintah itu
1
Muhamad Mushthafa al-Zuhaili, al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh, h. 23. (al-Maktabah al-
Syamilah al-Haditsah).
menunjukkan hukum wajib kecuali ada dalil lain yang memalingkannya
kepada hukum yang lain.”2 Kaidah ini bersifat umum dan global tidak
menyen tuh masalah fikih satu per satu. Begitu juga ketika dikatakan “bahwa
qiyas itu dapat menjadi hujah secara syar’i.”3 Hal ini juga merupakan dalil
secara global yang memberikan legitimasi penggunaan analogi dalam
menyimpulkan hukum dalam berbagai masalah.

Kedua, ilmu ushul fiqh itu membahas dan mengajarkan bagaimana cara


mengambil faedah dari dalil-dalil fikih tersebut, hal ini berkaitan erat dengan
metode istinbat hukum. Sehingga harus diakui bahwa ulama ushul memiliki
jasa besar dalam melahirkan rumusan untuk diikuti dalam memanfaatkan dalil
untuk menghadirkan sebuah hukum. Seperti syarat dan ketentuan dalam
istidlal yang ditetapkan, seperti mendahulukan makna hakiki dalam sebuah
ungkapan dari pada makna majazi, mendahulukan dalil yang
bersifat nash dari pada zahir, mendahulukan Hadis mutawatir daripada Hadis
Ahad, dan lain sebagainya.4

Ketiga, ilmu ushul fiqh itu membahas permasalahan yang berkaitan


keadaan mustafid (orang yang beristifadah) yang dalam hal ini maksudnya
adalah mujtahid. Yang dibahas padanya adalah terkait dengan syarat mujtahid
dalam berijtihad, wilayah hukum apa saja yang pantas untuk diijtihadkan.
Masuk juga di dalamnya penjelasan tentang muqallid, sebab mujtahid
beristifadah dari dalil-dalil fikih sedangkan muqallid beristifadah dari
mujtahid dengan memanfaatkan hasil ijtihadnya dalam menjalani kehidupan.
Pembahasan ini menjadi penting dalam ijtihad hukum agar istinbat itu tidak
dilakukan kecuali oleh mereka-mereka yang bisa disebut sebagai mujtahid.

Dari deskripsi di atas, dapat dipahami bahwa ilmu ushul fiqh membahas tiga


pembahasan utamanya yaitu membahas dalil hukum, membahas bagaimana cara

2
Muhammad al-Hasan Deudeu al-Syinqithi, Syarh al-Waraqat fi Ushul al-Fiqh,
2/20 (al-Maktabah al-Syamilah al-Haditsah)
33
 Takhrijul Furu’ Ala al-Ushul, Ustman Muhammad Syusyan, 2/660.
44
 Ushul al-Fiqh al-Islami, Wahbah, 1/24.
memanfaatkan dalil dalam istinbat hukum serta siapa yang tepat untuk melakukan
istinbat hukum tersebut.

Adapun ulama ushul dari kalangan Hanafiyah, Malikiah, dan Hanabilah


memiliki definisi yang secara redaksional berbeda dengan yang sebelumnya.
Mereka mendefinisikan ilmu ushul fiqh sebagai berikut:

“Mengetahui kaidah-kaidah yang pembahasannya dapat menyampaikan


kepada istinbat hukum yang digali dari dalil-dalilnya secara terperinci.”

Dari definisi di atas juga dapat dipahami beberapa hal berikut:

Pertama, bahwa ilmu ushul fiqh merupakan sebuah ilmu yang berbicara seputar


kaidah-kaidah yang bersifat kulli (umum) yang melaluinya dapat diketahui
berbagai hukum juz’i (parsial) yang masuk ke dalamnya baik
secara qath’i maupun secara zhanny. Sebutan kata “al-Qawaid” di sini juga untuk
memastikan bahwa ushul fiqh itu merupakan dalil-dalil bersifat umum, maka
keluarlah sesuatu yang bersifat juz’i dan parsial, sebab hal tersebut tidaklah
menjadi domainnya ushul fiqh sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya. Seperti
beristidlal tentang haramnya riba dan halalnya jual beli dengan menggunakan ayat
yang terdapat dalam surah al-Baqarah [2]: 2755

Kedua, kaidah-kaidah yang dimaksud dalam ushul fiqh haruslah kaidah yang


dapat menyampaikan kepada hukum syar’i, jika tidak maka itu bukanlah kaidah
yang dimaksud. Seperti kaidah-kaidah dalam ilmu engineering, matematika dan
lain sebagainya, dengan arti kata bahwa kaidah yang dimaksud hanyalah kaidah
umum yang dapat digunakan sebagai wasilah oleh para mujtahid dalam
memahami hukum dan mengambilnya dari dalil-dalil yang ada.

Dari dua definisi terkait ilmu ushul fiqh di atas nampaknya definisi yang pertama
yang datang dari kelompok Syafi’iyah lebih mencakup untuk menerjemahkan
substansi dari ushul fiqh sebagai sebuah ilmu yang berdiri sendiri, sebab di
dalamnya tergambar secara jelas ruang lingkup dan cakupan dari apa yang dibahas
5
 Wahbah, Ushul al-fiqh al-Islamy, 1/24.
dalam ilmu ushul fiqh tersebut. Sementara pada definisi yang kedua yang datang
dari mayoritas ulama mazhab sepertinya hanya menekankan ilmu ushul fiqh pada
satu pembahasan utama, yaitu kaidah-kaidah yang bersifat kulli atau umum untuk
kemudian dimanfaatkan oleh para mujtahid dalam menganalisis dalil-dalil hukum,
yang memang hal itu merupakan bagian terpenting dari ilmu ushul fiqh.

D. Sumber Hukum Fiqih


Sumber hukum Islam dapat dibagi menjadi dua bagian yakni sumber
hukum Islam materil yakni sumber hukum yang bentuk hukum dalam sebuah
negara dan sumber hukum formil yaitu sumber isi hukum yang menentukan
corak isi hukum. Sumber hukum fiqih ada 4 yaitu: Al -Quran , As-
Sunnah,Ijma` dan qiyas
1. Al-Quran
secara istilah yang banyak disepakati oleh para ulama Alquran
adalah kalam Allah yang bernilai mukjizat yang diturunkan kepada nabi
Muhammad Saw., dengan perantaraan malaikat Jibril yang tertulis dalam
mushhaf, diriwayatkan secara mutawatir, yang membacanyanya dinilai
ibadah, diawali dengan surat al Fatiha dan dan diakhiri dengan surat an-
Nas.
ada beberapa hal yang perlu untuk digaris bawahi terhadap soal
Alquran, yakni:
a. Alquran tidak tersusun atas masalah-masalah hukum
b. Legislasi Alquran bersifat prinsip umum
c. Dari keseluruhan ayat Alquran, hanya 5,8 % saja yang merupakan
ayat-ayat hukum, yakni ibadah sebanyak 140 ayat, hukum keluarga
sebanyak 70 ayat, ekonomi dan kontrak sebanyak 70 ayat, pidana
sebanyak 30 ayat, peradilan sebanyak 13 ayat, hak dan kewajiban
warga negara 10 ayat, hubungan ummat muslimin dengan non-muslim
sebanyak 25 ayat, hubungan kaya dengan miskin sebanyak 10 ayat
d. Dari ayat-ayat hukum tersebut hanya 80 ayat saja yang secara eskplisit
menggunakan kata hukum
e. Sanksi dari pelanggaran hukum-hukum yang ditetapkan oleh Alquran
adalah bersifat moral, hanya ada beberapa yang bersifat konkrit seperti
potong tangan dan rajam.
f. Dalam beberapa ayat, seperti pada pelarangan riba‟, substansi
pelarangannya adalah larangan mengambil keuntungan dari kesusahan
orang lain, bukan pelarangan perlipatan jumlah secara eksplisit.
Melihat beberapa hal di atas, maka akan terasa sejalan dengan
apa yang diungkapkan oleh Ahmad an Na‟im bahwa Alquran
bukanlah kitab hukum maupun kitab kumpulan hukum. Namun akan
lebih pantas bila dikatakan sebagai kitab petunjuk untuk standar moral
prilaku manusia, daripada dikatakan sebagai kitab penetapan hak dan
kewajiban seseorang

2. Sunnah
Sunnah yang merupakan kata bahasa Arab berakar dari kata kerja
sanna-yasunnu-sunnatan,16 yang berarti jalan yang sering dilalui, adat-
istiadat, kebiasaan, tradisi. Konsep dari arti sunnah ini secara bahasa
adalah sesuatu yang sering dikerjakan dan telah mapan.17 Makna sunnah
dalam bentuk yang asli inilah yang selalu dipahami kaum Muslimin
secara konseptual dan teori. Tetapi bagi para Muhaddisin, „sunnah Nabi‟
dipahami sebagai segala informasi "verbal" mengenai diri Nabi baik
berupa perkataan, perbuatan, sikap, sifat-sifat alamiah (khalqiyah) dan
etik (khulqiyah), baik yang terjadi sesudah (telah diangkat menjadi Nabi),
atau sebelumnya.18 Selain kata sunah, terdapat istilah lain yang kerap
kali digunakan dan bahkan terkadang terkesan seperti sinonim dari kata
sunnah, yakni Hadis. Kata Hadis berasal dari bahasa Arab; al- ¥adi£
jamaknya:al-a¥adi£, al-¥id£an dan al-¥ud£an
3. Ijmak
Pengertian ijmak sebagai sumber hukum harus dipahami dari
konsep awal ijmak tersebut. Ketika sunnah dikonotasikan dengan sunnah
Nabi, maka tradisi hidup sahabat dan beberapa generasi setelahnya
diturunkan derajatnya sebagai sumber hukum Islam yakni sebagai
sumber ketiga. Semuanya diakumulasi dalam ijmak.
Meskipun ijmak telah diterima sebagai sumber hukum Islam
sejak masa dini, akan tetapi masih banyak perdebatan di dalamnya, baik
terkait defenisi, cakupan dan batasan. Kontroversi ini merupakan akibat
dari tidak memadainya perangkat metodologi yang mengantarkan ummat
Islam kepada ijmak ke berbagai masalah. Kritik modern terhadap ijmak
menyatakan bahwa defenisi ijmak telah gagal untuk menjadi jalan keluar
untuk berbagai persoalan karena terlalu lamban. Kritik awal ijmak
diajukan oleh ad-Dahlaw yang berpendapat ijmak seharusnya merupakan
relativitas.
Dengan kata lain ijmak bukanlah konsensus bersama tapi hanya
berupa kesepakatan orang atau institusi yang berwenang di sebuah
tempat saja. Iqbal juga berpendapat bahwa sungguh mengherankan
kenapa ijmak ini tidak menjadi otoritas sebuah institusi yang mapan.
Apakah ijmak harus bersyarat kesepakatan bulat adalah masalah
yang sungguh berat yang dihadapi ijmak dengan defenisi yang beredar
sekarang. Banyak alasan untuk menyatakan bahwa ijmak tidak akan
pernah tercapai dan bahkan tidak perlu ada. Para mujtahid cukup untuk
mengkaji sumber-sumber hukum dengan metode lain yang layak.
Beberapa tokoh yang berpendapat bahwa ijmak tidak akan mungkin
terpastikan ada adalah seperti anNa§§±m, A¥mad b. ¦anb±l dan beberapa
tokoh az-¨±hir³. Mereka lebih cenderung untuk menyatakan ijmak
sebagai konsensus para sahabat dan penduduk Madinah. Dengan begitu
memang ijmak dapat diterima sebagai sumber hukum. Menurut al-
Ghazali³ hanya surah an-Nisa ayat 15 yang bisa dijadikan dalil. Memang
gagasan ijmak ini muncul dari konsep persatuan masyarakat Arab dalam
masalah politik
Lebih dasar lagi, bahkan dasar ijmak tidak bisa dibuktikan dengan
jelas dan kuat. Semua dalil-dalil ijmak lebih condong kepada perpaduan
dan kesatuan ummat bukan dalam masalah memutskan hukum. Selain itu
ternyata tidak ada defenisi yang jelas tentang konsep ijmak, ummat dan
jama‟ah pada masa awal.
Bila ijmak didefenisikan sebagai kesepakatan bulat mujtahid
muslim dari suatu priode setelah wafatnya Muhammad, maka tidak ada
alasan yang tepat untuk memasukkannya sebagai sumber hukum, ia lebih
kepada metode pengambilan hukum.
Meskipun banyak persoalan yang menyoal ijmak, sumbangannya
terhadap perkembangan hukum Islam sungguh besar. Ia tidak hanya
dianggap sebagai sumber hukum akan tetapi juga sebagai dalil
intrepretasi.
4. Qiyas
Qiyas merupakan perluasan dari hukum yang ada. Qiyas
merupakan wadah bagi akal dalam sebagai peran dalam pengambilan
hukum. Qiyas ini pada mulanya merupakan ikatan dan batasan terhadap
penggunaan ra‟yu yang telah marak hingga zaman Syafi‟i. ³ Dengan
tujuan menyandarkan hukum kepada Alquran maupun sunnah, maka
qiyas inipun diatur dalam sistem metode pengambilan hukum.28 Ijmak
dan qiyas merupakan sumber hukum yang disepakati pada abad ke-2 dan
3 H.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Para ahli ushulmenta'rifkan hukum dengan : Perintah / firman Allah Swt
yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf, baik berupa tuntutan
( perintah dan larangan), atau pilihan (kebolehan ) atau wadh'i (menjadikan
sesuatu sebagai sebab, syarat dan penghalang bagi seseatu hukum ) Dari
definisi di atas menunjukan, bahwa yang menetapkan hukum itu adalah Allah
Swt.
Secara etimologi ( bahasa) sumber berarti asal dari segala sesuatu atau
tempat merujuk sesuatu. Adapun secara terminologi ( istilah ) dalam ilmu
ushul, sumber diartikan sebagai rujukan yang pokok atau utama dalam
menetapkan hukum Islam.
Dalil, secara bahasa artinya petunjuk pada sesuatu baik yang bersifat
material maupun yang bersifat nonmaterial. Sedangkan menurut Istilah, suatu
petunjuk yang dijadikan landasan berfikir yang benar dalam memperoleh
hukum syara' yang bersifat praktis, baik yang kedudukannya qath'i ( pasti )
atau Dhani (relatif).
ushul fiqh itu berfungsi untuk mengetahui dalil-dalil fikih, bukan untuk
mengetahui hukum yang merupakan wilayah fikih. Sebagaimana ushul
fiqh juga tidak merambah wilayah dalil-dalil selain fikih, seperti dalil-dalil
nahwu, dalil kalam, filsafat, dan lain sebagainya.
Sumber hukum Islam dapat dibagi menjadi dua bagian yakni sumber
hukum Islam materil yakni sumber hukum yang bentuk hukum dalam sebuah
negara dan sumber hukum formil yaitu sumber isi hukum yang menentukan
corak isi hukum.Sumber hukum fiqih ada 4 yaitu: Al -Quran , As-
Sunnah,Ijma` dan qiyas

Anda mungkin juga menyukai