Anda di halaman 1dari 15

MEMBUMIKAN MODERASI BERGAMA DI KALANGAN

MASYARAKAT DALAM UPAYA MENANGKAL PAHAM


RADIKALISME

Nama : Arditya Sukma Wahyudi


Utusan : MA Persiapan Negeri Koya Barat
Nomor Peserta :

MUSABAQOH TILAWATIL QUR’AN (MTQ) XXIX


TINGKAT DISTRIK MUARA TAMI
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Alquran ini dengan judul
“Membumikan Moderasi Beragama Dalam Upaya Menangkal Paham radikalisme”.
Ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian KTIQ ini.
Terimakasih kepada pembimbing yang telah membantu saya sehingga kami dapat menyelesaikan
KTIQ ini. Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada seluruh panitia yang telah menerima KTIQ
ini yang mana guna mengikuti perlombaan musabaqoh tilawatil quran cabang karya tulis
alquran.
Saya sebagai penulis sudah berusaha sebaik-baiknya untuk menyelesaikan KTIQ ini, tak
ada gading yang tak retak, kesempurnaan hanya milik Allah SWT . Tiada usaha yang besar akan
berhasil tanpa dimulai dari usaha yang kecil. Sebagai penanggung jawab atas makalah ini, saya
mengharapkan kritik dan saran, untuk perbaikan dan penyempurnaan karya tulis ini.
Akhirnya penulis berharap, semoga hasil karya tulis ini memberikan manfaat dan dapat
dijadikan wacana untuk memperluas wawasan.

Muaratami, 12 Februari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................3
C. Tujuan...................................................................................................................................3
BAB II LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN.................................................................4
A. Moderasi Beragama Dalam Perspektif Alquran...................................................................4
B. Pengertian dan Dampak dari Paham Radikalisme................................................................5
C. Faktor Utama Munculnya Paham Radikalisme....................................................................9
D. Peran Moderasi Beragama Sebagai Penangkal Paham Radikalisme..................................10
BAB III PENUTUP......................................................................................................................11
A. Kesimpulan.........................................................................................................................11
B. Saran...................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keragaman dalam kehidupan merupakan suatu keniscayaan yang dikehendaki Allah
SWT. Secara kodrati, keberadaannya tidak dapat disangkal dan dipungkiri terjadi diseluruh
dunia, termasuk Indonesia, yang secara nyata telah ditakdirkan menjadi bangsa yang terdiri
dari berbagai suku, adat istiadat, budaya dan agama QS. Al-Hujurat: 13.
Penyelenggaraan pemerintahan yang mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia
merupakan cita-cita bangsa Indonesia dan merupakan tujuan dari negara Indonesia. Oleh
karena itu dorongan untuk berkomitmen akan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
menjadi suatu “keniscayaan” yang harus melekat dalam diri seluruh warga negara Indonesia.
Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan negara sebagai modal rakyat Indonesia untuk bersatu
dan sehingga bangsa yang kokoh, utuh, dan tangguh. Kemajemukan bangsa yang
multikultural merupakan kekayaan kita yang menjadi sumber kekuatan, dan juga sekaligus
menjadi tantangan bagi kita bangsa Indonesia, baik sekarang maupun di masa mendatang.
Oleh karena itu keanekaragaman yang kita miliki harus kita syukuri dan hormati dengan
sepenuh hati serta kita wujudkan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Seluruh bangsa
Indonesia sudah semestinya bangga memiliki Pancasila sebagai landasan dan dasar negara
yang mampu menyatukan seluruh Indonesia dengan segala kekayaan dan keragamannya.
Karena Pancasila merupakan permufakatan bersama yang dapat diterima semua paham,
element golongan, dan kelompok masyarakat di Indonesia. Dengan demikian, Pancasila
merupakan sumber jati diri, kepribadian, dan moralitas bangsa. Kehidupan bangsa akan
semakin kokoh, apabila segenap komponen bangsa, disamping memahami dan melaksanakan
Pancasila, juga secara konsekuen menjaga sendi-sendi utama lainnya, Yakni Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Bhinneka Tunggal Ika sebagai Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan bernegara.(Sekretariat
jendral MPR RI, 2013)
Bagi bangsa Indonesia, keragaman diterima sebagai karunia dari Yang Maha Kuasa.
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keragaman etnis,
suku, budaya, bahasa, dan agama yang tidak didapati di negara manapun. Di Indonesia
walaupun sementara ini hanya 6 (enam) agama yang diakui, namun terdapat pula ratusan suku
bahkan sub suku, bahasa daerah setempat, serta kepercayaan lokal yang menjadi keyakinan

1
warganya. Adapun agama yang diakui pemerintah Indonesia, yaitu : Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Budha, dan Khonghucu, namun keyakinan dan kepercayaan keagamaan sebagian
masyarakat Indonesia tersebut juga diutarakan dalam ratusan keyakinan leluhur dan
penghayat kepercayaan. Jumlah kelompok penghayat kepercayaan,atau agama lokal yang ada
di Indonesia bisa mencapai angka ratusan bahkan mungkin ribuan. (Lukman Hakim
Saifuddin, 2019).
Berbicara mengenai agama dan keyakinan di Indonesia, di Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 di dalam Pasal 28e ayat (1) mengatur bahwa “Setiap orang
berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya” , memilih pendidikan dan
pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan,memilih tempat tinggal diwilayah
Negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Bahkan dalam Pasal 29 ayat (2) juga
ditegaskan bahwa NKRI memberikan jaminan kepada setiap penduduk untuk memiliki
kemerdekaan dalam hal memeluk agamanya masing-masing juga memiliki hak untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaan yang menjadi keyakinannya.
Berbicara mengenai agama di tengah kehidupan masyarakat yang majemuk, tidak jarang
kita menemukan adanya gesekan-gesekan sosial dikarenakan perbedaan sudut pandang dalam
memahami masalah keagamaan. Juga terdapat benturan pandangan keagamaan seseorang
dengan budaya lokal tertentu atau bahkan dengan keyakinan yang berbeda dengan keyakinan
yang dianutnya sehingga sulit menyatukan cara pandang umat beragama yang mejemuk ini.
Disinilah diperlukannya kehadiran moderasi beragama yang menjadi penengah diantara
keberagaman,dimana para pemeluk agama dapat mengambil jalan tengah (moderat) di tengah
keragaman tafsir, bersikap toleran namun tetap berpegang tegung pada hakekat ajaran
agamanya.
Sikap ekstrem biasanya muncul pada saat seorang pemeluk keyakinan tidak menerima
kebenaran tafsir lain, menolak untuk berpikiran terbuka dan membenarkan dirinya sendiri.
Agar tidak terjebak dalam pemikiran seperti itu maka moderasi beragama diperlukan untuk
hadir sebagai acuan dalam berpikir logis dan bertindak sesuai dengan konteks beragama yang
sesuai hakekatnya. Di Republik Indonesia, dalam era demokrasi yang serba terbuka,
perbedaaan pandangan serta kepentingan di antara warga negara yang sangat beranekaragam
itu dikelola sedemikian rupa, sehingga semua aspirasi dapat tersalurkan sebagaimana
mestinya. Demikian pula dalam hal beragama, konstitusi kita juga menjamin kemerdekaan

2
umat beragama dalam memeluk dan menjalankan ajaran agama sesuai dengan keyakinan dan
kepercayaan masing masing penganutnya. (Lukman Hakim Saifuddin, 2019).
Apabila melihat kembali isu isu paham radikalisme yang berkembang di kalangan
masyarakat khususnya masyarakat papua maka dengan ini penulispun memiliki pandangan
bahwa perlu kita bahas terkait dengan ini sehingga penulis tertarik untuk menuangkan ide
gagasan serta solusi agar masyarakat dapat lebih paham terkait dengan bahayanya paham
radikalisme terhadap bermasyarakat dengan terus membumikan moderasi Bergama di
kalangan masyarakat luas. Oleh karena itu penulispun tertarik untuk dapat membuat karya
tulis ilmiah yang berjudul “Membumikan Moderasi Beragama Dalam Upaya Menangkal
Paham radikalisme” penulis berharap dengan ditulisnya KTIQ ini dapat memberikan
pemahaman serta menambah wawasan terkait dengan moderasi beragama dalam perspektif
islam sehingga mampu menangkal paham radikalisme yang mana merupakan embrio dari
tindakan terorisme.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang di maksud dengan Moderasi Beragama?
2. Apakah yang di maksud dengan paham radikalisme?
3. Faktor apa saja yang melatar belakangi munculnya paham radikalisme?
4. Bagaimana peran moderasi beragama dalam menangkal paham radikalisme?
C. Tujuan
KTIQ ini di tulis dengan tujuan agar masyarakat mengetahui apa itu moderasi beragama
serta memahami akan bahayanya paham radikalisme apabila menjamur di kalangan
masyarakat serta menjadikan KTIQ ini menjadi sebuah penambah wawasan pembaca dalam
menangkal paham radikalisme dengan membumikan moderasi bergama.

3
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN

A. Moderasi Beragama Dalam Perspektif Alquran


Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin moderatio, yang berarti“sedang” (tidak
kelebihan dan juga tidak kekurangan). Dapat kita simpulkan sebagai keseimbangan dan
penguasaan diri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bisa kita temukan dua pengertian
dari kata moderasi, yakni pengurangan kekerasan dan penghindaran dari keekstreman.
Apabila ada perkataan, “orang itu bersikap moderat” , kalimat itu mengartikan jika orang itu
sedang bersikap yang tidak berlebihan atau wajar saja dan tidak ekstrem. Pengertian secara
umum, moderat bisa berarti mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral,
juga watak,bahkan berpikir sesuai dengan konteksnya,baik ketika kita memperlakukan orang
lain sebagai individu, maupun ketika kita berhadapan Negara atau dalam hal ini diwakili
oleh pemerintah. Moderasi beragama diartikan sebagai sikap beragama yang memiliki
keseimbangan yang baik antara pengamalan agama sendiri (eksklusif) dan penghormatan
kepada praktik beragama orang lain yang memiliki keyakinan berbeda (inklusif).
Keseimbangan atau dapat kita katakan jalan tengah dalam praktik beragama ini niscaya akan
menghindarkan kita dari dorongan untuk bersikap ekstrem berlebihan dan fanatik dalam
beragama. Moderasi beragama merupakan jalan terang agar tidak terjebak dari dua kutub
esktrem. Satu kutub begitu mengandalkan teks dalam kitab suci tanpa memahami isi konteks
dan pengertian sesungguhnya dalam teks tersebut, ia menelan begitu saja teks tanpa
menggunakan nalar dan hikmat yang dimilikinya, kalangan ini biasa disebut golongan
konservatif. Satu kutub lainnya dengan bebasnya memahami atau menerjemahkan teks-teks
tanpa menggunakan nalarnya kemudian menyampaikan tafsirannya. Dua kutub ini sama-
sama berbahaya. Maka kehadiran moderasi beragama adalah kunci untuk menciptakan
kehidupan yang rukun dan damai di tengah kemajemukan bangsa Indonesia.
Allah berfirman pada surat Al-Baqoroh ayat 143 yang berbunyi :

4
143. Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan”
agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi
saksi atas (perbuatan) kamu. ... Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi
orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah.
Dalam ayat ini memberikan kejelasan kepada kita bahwa kata wasata mengandung
banyak makna yakni keadilan, umat Islam umat yang terbaik, umat Islam lebih memiliki sisi
keutamaan dan umat Islam berada di tengah antara dua kutub (dua kelompok yang esktrem).
Dengan juga, “keberanian” adalah pertengahan antara sifat ceroboh dan takut,
“kedermawanan” adalah pertengahan antara sikap boros dan kikir, “kesucian” adalah
pertengahan antara kedurhakaan yang diakibatkan oleh dorongan nafsu yang menggebu.

B. Pengertian dan Dampak dari Paham Radikalisme


Aksi radikalisme sudah terjadi di Indonesia sejak jaman dahulu. Salah satu bentuk
radikalisme yang pernah terjadi di masa lalu adalah G30S PKI. Radikalisme ini berfokus
pada golongan yang berharap dapat menggantikan UUD 1945 dan Pancasila dengan aliran
kelompok itu. Saat ini kelompok radikalisme merupakan kelompok-kelompok yang ingin
mengubah paham yang sudah ada dengan jalan kekerasan. Penyebaran radikalisme tidak
hanya terjadi dalam lingkup kecil. Perkembangan teknologi khususnya internet,
menyebabkan penyebaran bentuk radikalisme menjadi bermacam-macam. Kelompok-
kelompok ini mendapatkan banyak keuntungan yang dipakai untuk media propaganda,
pembinaan jaringan, kepentingan rekrutmen, dan pendidikan pelatihan. Radikalisme
merupakan salah satu paham yang bertentangan dengan ideologi bangsa Indonesia, yakni
Pancasila. Contoh sifat dari paham tersebut adalah penggunaan kekerasan demi mewujudkan
keinginan kelompoknya. Paham radikalisme juga dapat kita artikan sebagai tindakan yang
bertujuan untuk mengalihkan sistem sosial yang terdapat dalam masyarakat. Berdasarkan hal
tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa radikalisme adalah sebuah doktrin yang
dipraktikkan dengan paham ekstrem.
Istilah radikalisme bersumber dari bahasa Latin, yakni radix yang bermakna akar atau
pohon (Sunarto, 2017). Kata radikalisme pertama kali diperkenalkan oleh Charles James
Fox, seorang politisi asal Inggris pada tahun 1797. Dirinya mengartikan radikalisme sebagai
reformasi dalam sistem pemerintahan yang bertujuan untuk melakukan perubahan terhadap

5
kedudukan parlemen di suatu negara. Radikalisme dapat diartikan sebagai sebuah paham
yang menghendaki adanya transformasi politik dan sosial secara keseluruhan melalui jalan
kekerasan (Yunus, 2017). Tuntutan perubahan ini biasanya dilakukan oleh sekumpulan
orang yang menginginkan adanya pembaharuan secara besar-besaran terhadap sistem yang
sedang berlaku. Paham radikalisme juga biasanya dikaitkan dengan terorisme. Hal ini terjadi
karena terorisme dan radikalisme merupakan paham yang akan melakukan segala cara,
bahkan rela menghabisi nyawa orang sekalipun yang dianggap sebagai musuh atau
penghambat dari tujuan yang ingin dicapai oleh kelompok tersebut. Pemerintah sangat
menentang adanya paham radikalisme di Indonesia karena paham ini bertentangan dengan
Pancasila. Jika pemerintah tidak tegas dalam menghadapi paham radikalisme, maka
ditakutkan eksistensi Pancasila menjadi terancam kedudukannya. Namun, seberapa keras
usaha pemerintah, tak dapat dipungkiri bahwa gerakan radikalisme tetap tumbuh menjalar di
masyarakat, meskipun pemerintah sudah melakukan banyak strategi untuk menghilangkan
paham radikalisme.
Di bawah ini adalah beberapa bahaya yang ditimbulkan oleh paham radikalisme dan
terorisme yang bertumbuh di lingkungan masyarakat, sebagai berikut: 1. Merenggut nyawa
banyak orang. Serangan terorisme pada awalnya bertujuan untuk memerangi orang- orang
Yahudi atau orang-orang nonIslam. Namun, serangan ini lebih banyak melayangkan nyawa
orang-orang Islam daripada memusnahkan sasaran yang ingin dituju, yakni orang Yahudi.
Hal inilah, yang akan disebut tidak seimbang atau tidak balance dalam bidang akuntansi.
Kasus-kasus akibat serangan terorisme yang ada di Indonesia, yaitu kasus bom bunuh diri di
Jakarta, Surabaya, dan Bali. Jika melihat kasus-kasus tersebut, kita dapat melihat bahwa
banyak terjadi salah target sehingga menelan banyak korban jiwa yang sebenarnya bukan
merupakan target dari penyerangan yang dilancarkan. Untuk para penganut paham
radikalisme dan terorisme, hal ini akan dipandang sebagai risiko dari aksi jihad. Namun,
seharusnya mereka perlu memikirkan kembali tentang berapa banyak nyawa korban yang
tidak bersalah akan meninggal dari perbuatan tersebut. Sebaliknya, mereka tentunya akan
mendapatkan dosa yang lebih besar daripada pahala yang mereka harapkan. Ajaran agama
Islam yang benar tidak pernah mengajarkan adanya aksi bunuh diri adalah hal yang betul
terhadap kasus apa pun. 2. Mengganggu banyak umat beragama. Kehadiran paham
radikalisme dan terorisme sangat membuat khawatir banyak orang karena mereka kerap kali

6
melakukan serangan mendadak tanpa adanya pemberitaan terlebih dahulu. Sekumpulan
masyarakat yang tidak mengetahui atas rencana tersebut akan bertambah gelisah dan merasa
tidak nyaman sebab keselamatan mereka menjadi berbahaya. Tindakan yang mewujudkan
rasa resah dan tidak nyaman orang banyak adalah aksi yang akan menyusahkan kehidupan
masyarakat. Hal ini, adalah perbuatan tidak betul menurut hukum agama Islam yang benar
dan hukum negara. 3. Menyebabkan kerusakan yang banyak. Penyerangan yang berasal dari
para penganut paham radikalisme dan terorisme terhadap target yang mereka tetapkan
sebagai lawannya, maka hal tersebut akan menyebabkan kerusakan yang banyak. Kerusakan
yang terjadi tidak hanya terdapat pada hal fisik, seperti bangunan atau gedung, tetapi dapat
berupa kerusakan akhlak pada generasi muda. Kerusakan pada hal fisik, seperti bangunan
atau gedung sering kali ada karena mereka selalu melakukan penyerangan dengan
menggunakan alat yang dapat merusak gedung, seperti penggunaan bom. Bom yang mereka
gunakan dapat menyebabkan bangunan atau gedung menjadi roboh yang tentunya akan
menyebabkan kerugian bagi banyak orang. Kerusakan yang timbul akibat aksi tersebut
pastinya tidak ada yang bersedia untuk bertanggung jawab, apalagi banyak kaum penganut
paham radikalisme dan terorisme yang biasanya menyerang dengan asal dalam mencapai
target yang akan mereka bunuh. Mereka tidak akan peduli dengan kerugian atau urusan lain
akibat dampak perbuatan yang mereka lakukan. 4. Menimbulkan kerugian finansial.
Adanya aksi radikalisme dan terorisme tentunya dapat menyebabkan kerugian finansial.
Kerugian yang ditimbulkan dapat berdampak kepada pihak pemerintah, swasta, maupun
perorangan. Kerugian kepada pihak pemerintah dapat berupa jalanan menjadi rusak atau
gedung yang dibom oleh para teroris ternyata merupakan gedung yang dimiliki oleh
pemerintah. Kerugian yang terjadi pada pihak swasta dapat berupa penyerangan yang
dilakukan oleh para pelaku terorisme ternyata menargetkan tempat-tempat yang merupakan
usaha milik swasta. Selain itu, kerugian lain yang dapat muncul adalah kerugian kepada
pihak perorangan. Hal tersebut dapat terjadi apabila rumah, usaha perorangan, dan barang
milik perorangan turut hancur akibat tindakan yang dibuat oleh para teroris. Tidak menutup
kemungkinan jika satu kasus terorisme bisa menyebabkan kerugian finansial kepada tiga
pihak sekaligus, yaitu pemerintah, swasta, dan perorangan. Kerugian tersebut tentunya akan
sangat banyak jika dinominalkan ke nilai rupiah. 5. Menghapuskan rasa kasih sayang.
Paham radikalisme dan terorisme memberi tahu seseorang untuk beraksi dengan jalan

7
kekerasan, seolah-olah seseorang tersebut bukan pribadi yang memiliki hati nurani. Para
penganut paham tersebut dengan tanpa hati nurani segera menghancurkan pihak yang
dianggap sebagai lawannya. Padahal kenyataannya, orang yang diserang dan dianggap
sebagai lawan yang berdosa sebenarnya belum tentu bersalah. Para penganut paham
radikalisme dan terorisme melancarkan tindakan main hakim sendiri dengan cara menuding
bahwa lawannya tersebut bersalah. Jikalau musuhnya adalah nonIslam, maka para penganut
paham tersebut dengan entengnya akan melancarkan penyerangan. Sebenarnya, menurut
ajaran agama Islam, tindakan melancarkan penyerangan akan diperbolehkan apabila orang
tersebut memprovokasi. Sebaliknya, jika tidak mengganggu, maka adalah haram untuk
melakukan tindakan pembunuhan. 6. Merusak semangat nasionalisme bangsa. Kehadiran
paham radikalisme dan terorisme tentunya akan merusak semangat nasionalisme suatu
bangsa. Para penganut paham tersebut akan melancarkan penyerangan kepada suatu
masyarakat di negaranya sendiri yang artinya masih merupakan saudara sendiri. Hal tersebut
tentunya akan mengarah pada perpecahan yang semakin menurunkan tingkat nasionalisme
suatu bangsa. Generasi muda seharusnya dibimbing untuk menerima perbedaan, saling
menyayangi, dan saling menghormati supaya semangat nasionalismenya menjadi semakin
bertambah, bukannya malah dibimbing untuk melakukan penyerangan yang dapat
menyebabkan perpecahan. Jika alasannya adalah jihad, maka berjihad dapat dilakukan
dengan jalan lain di luar aksi penyerangan, yaitu dapat meningkatkan perekonomian dan
memperbaiki kualitas tingkat pendidikan di Indonesia. 7. Menyesatkan pikiran generasi
bangsa. Paham radikalisme dan terorisme tentunya menjadi sesat terhadap pikiran generasi
bangsa. Mereka adalah generasi penerus bangsa yang seharusnya dibimbing dengan
tindakan yang baik untuk dapat rukun sesama individu dan melakukan gotong-royong,
bukannya diajarkan untuk melancarkan penyerangan. Tindakan yang dilaksanakan oleh para
pelaku terorisme dapat membuat para generasi bangsa secara tidak langsung akan berpikir
secara keras. Pikiran generasi muda sangat sulit dikendalikan. Akibatnya, ketika ada
seseorang yang melancarkan penyerangan, mereka kerap kali terpancing emosinya untuk
melancarkan penyerangan balik. Hal tersebut yang harus diperhatikan terhadap para generasi
penerus berikutnya. 8. Mencoreng nama baik agama Islam Para penganut paham radikalisme
dan terorisme yang melaksanakan aksi jihad dengan jalan kekerasan tentunya dapat
mencemarkan nama baik agama Islam. Ajaran agama Islam yang sebetulnya adalah agama

8
yang peduli terhadap sesama manusia, penuh dengan kasih sayang, dan tidak kaku,
bukannya seperti paham radikalisme dan terorisme yang tidak ingin mengakui adanya
perbedaan. Radikalisme dan terorisme banyak muncul dan lahir dari agama Islam, tetapi
ajaran Islam yang mereka peluk merupakan ajaran Islam yang tidak betul atas aliran dan
pahamnya. Para penganut paham tersebut melaksanakan aksi jihad dengan menghalalkan
segala jalan, sedangkan ajaran Islam yang benar akan melakukan aksi jihad dengan jalan
yang baik, yaitu dengan tidak menghancurkan masyarakat holistik dan budayanya. Namun,
akan mengantar dan mengarahkan masyarakat holistik dan budaya tersebut ke jalan Islam,
lalu masyarakat tersebut menyetujui agama Islam dengan baik tanpa memakai jalan
kekerasan dan agama Islam juga dapat diterima secara baik di masyarakat
C. Faktor Utama Munculnya Paham Radikalisme
Kemunculan paham radikalisme di kalangan masyarakat Indonesia berasal dari dua
faktor. Kedua faktor ini mencakup faktor internal dan eksternal (Asrori, 2015). Faktor
internal bersumber dari masyarakat Indonesia itu sendiri. Hal ini terjadi karena adanya salah
penafsiran yang dilakukan oleh seseorang. Dirinya berusaha menyebarkan penafsirannya ke
orang yang mudah untuk didoktrin agar banyak orang yang sepemikiran dengan dirinya.
Akibatnya, beberapa masyarakat tersebut akan melakukan penyimpangan dari norma dan
nilai Pancasila, serta menumbuhkan paham radikalisme yang semakin banyak di Indonesia.
Sementara itu, faktor eksternal berasal dari luar masyarakat Indonesia. Artinya, ada campur
tangan dari pihak luar yang menginginkan perpecahan terjadi di negara Indonesia. Motif
terjadinya tindakan radikal yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia ada lima. Pertama,
pelaku radikal merasa adanya kesenjangan sosial yang tercipta di masyarakat sehingga
dirinya ingin mengganti ideologi negara Indonesia, yakni Pancasila dengan gagasan yang
mereka percayai bisa membuat Indonesia jauh lebih baik lagi. Kedua, memaksakan suatu
kebenaran agama yang dianut oleh para pelaku radikal agar diterapkan juga di agama
lainnya. Ketiga, menciptakan teror, rasa takut yang luar biasa, dan kerugian besar terhadap
kepentingan publik agar masyarakat Indonesia takut akan keberadaan para penganut paham
radikalisme. Keempat, melakukan aksi kekerasan terhadap orang lain secara menyeramkan.
Kelima, berlindung dibalik kata “agama” agar tindakannya terlihat benar dan tidak
menyimpang

9
D. Peran Moderasi Beragama Sebagai Penangkal Paham Radikalisme
Sesuai pemaparan di atas apabila moderasi beragama dipahami oleh seluruh
masyarakat Indonesia maka paham ektrimisme sebagai turunan dari terorisme dapat diatasi.
Dengan demikian penulis memberikan beberapa solusi guna menangkal paham radikalisme
menjamur di kalangan masyarakat dengan membumikan nilai nilai moderasi beragama guna
melawan doktrin radikalisme. Lalu pertanyaannya bagaimanakan cara membumikan nilai-
nilai radikalisme di kalangan masyarakat ?.
Penulis memberikan solusi yaitu dengan terus menanamkan nilai-nilai moderasi
beragama dimasyarakat dengan cara melaksanakan Gerakan Paham Moderasi Beragama,
yang mana gerakan ini berfungsi sebagai sarana guna memberikan pemahaman kepada
masyarakat terkait dengan Moderasi beragama dengan secara konsisten memberikan
penyuluhan maupun sosialisasi agar memahamkan masyarakat akan pentignya moderasi
beragama dan bahayaya paham radikalisme.
Selain itu solusi yang diberikan oleh penulis yaitu dengan memanfaatkan media
sosial dalam mengkampanyekan pentingan memahami moderasi beragama sebagai alat guna
menangkal doktrin radikalisme yang merupakan turuna dari terorisme.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia merupakan sebuah negara yang majemuk, dan memiliki keberagaman yang
sangat beragama dengan banyak suku, budaya, bahasa serta agama hal ini sangat relevan
dengan kandungan Q.S Al-Hujurat ayat 13 yang menyebutkan bahwa Allah menciptakan
manusia dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan bersuku-suku dan berbangsa-
bangsa untuk saling mengenal.
Namun keberagaman tersebut berpotensi timbulnya konflik karena beberapa faktor,
salah satunya itu karena doktrin ekstrimisme yang mana merupakan embrio dari tindakan
terorisme yang kan berdampak buruk dalam bermasyarakat. Contoh kongkritnya adalah
tindakan terorisme dengan meneror bom bunuh diri ditempat ibadah ini merupakan dampak
buruk dari doktrin radikalisme dan membuat stimulus untuk melakukan tindakan terorisme
apabila hal ini tidak diperhatikan dengan baik maka akan terjadi disintegrasi bangsa.
Karena hal itulah moderasi beragama hadir sebagai penangkal doktrin radikalisme
dengan nilai-nilai tolerannya dan fungsinya sebagai penengah dengan berlandaskan pada Al-
Baqoroh ayat 143 yang mana di dalamnya dijelaskan bagaimana meposisikan diri di tengah
dalam bergama sehingga tidak terjerumus pada doktrin tertentu yang mana akan menutun
pada tindakan terorisme.
Dalam rangka membumikan Moderasi Beragama tersebut penulis mmeberikan
tawaran solusi yaitu dengan membuat Gerakan Paham Moderasi beragama dan
memanfaatkan media sosial dalam mengkampanyekan nilai-nilai moderasi beragama
khususnya di kalangan remaja.
B. Saran
1. Saran untuk masyarakat yaitu mari kita pahami dan sebarkan nilai-nilai yang terkandung
dalam Moderasi Bergama guna menangkal faham radikalisme.
2. Saran untuk pengguna media sosial, sebaiknya dalam menggunakan media sosial
hendaklah mengikuti arahan-arahan yang telah diberikan oleh pemerintah, manfaatkan
media sosial yang sudah canggih dengan sebaik-baiknya dan meneliti informasi yang
sudah tersebar di dinding media.

11
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, Muchlis, Moderasi Islam: Menangkal Radikalisasi Berbasis Agama Jakarta: PSQ, 2013.

KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 2016 (online).

Lukman Hakim Saifuddin, “Moderasi Beragama” Kementrian Agama Republik Indonesia,


Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, (2019). P. 8-16
Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia “ Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan
bernegara”, Sekretariat Jendral MPR RI,( 2013). P.7-12
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia

12

Anda mungkin juga menyukai