Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KONSEP AGAMA HINDU DALAM MEWUJUDKAN

PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA

Dosen Pengampu : Ridhwan MS, MM

Disusun Oleh :
Kelompok 4
1. Amelia Azahra P3.73.24.2.21.045
2. Amelia Inayati Hassari P3.73.24.2.21.046
3. Avrilia suselvi P3.73.24.2.21.051
4. Mayang Puspitasari P3.73.24.2.21.065
5. Nuryuliana Oktaviani P3.73.24.2.21.069
6. Sadzkia Rahmadhani P3.73.24.2.21.076
7. Sopia Theresia P3.73.24.2.21.082

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN


POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Agama dengan Makalah yang berjudul “Konsep Agama Hindu Dalam Mewujudkan Persatuan
Dan Kesatuan Bangsa.”

Kemudian kami sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini, yaitu anggota kelompok penyusun makalah ini. Kami sadar bahwa makalah
ini masih jauh dari kata kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan masukan dan kritik
dari pembaca sekalian agar pada akhirnya makalah ini dapat menjadi acuan pembaca yang baik.
Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca.

Demikian yang dapat kami sampaikan, jika ada kalimat yang kurang berkenan di hati
pembaca sekalian, kami mohon maaf dan kami sampaikan terimakasih atas kritik dan saran
pembaca.

Bekasi, 29 Agustus 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. ii


DAFTAR ISI................................................................................................................................................ iii
BAB I ............................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 4
A. Latar Belakang .................................................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 5
C. Tujuan ............................................................................................................................................... 5
BAB II........................................................................................................................................................... 6
PEMABAHASAN ........................................................................................................................................ 6
A. Sloka Suci Weda ............................................................................................................................... 6
B. Masalah-Masalah Yang Menjadi Urgensi Kerukunan Di Dalam Membangun ................................ 6
C. Sumber Historis, Sosiologis, Politik, dan Filosofis dalam Membangun Kerukunan ........................ 8
D. Esensi Dan Urgensi Membangun Kerukunan ................................................................................... 9
F. Hindu dan Kebhinekaan Bermasyarakat.......................................................................................... 10
BAB III ....................................................................................................................................................... 13
PENUTUP .................................................................................................................................................. 13
A. Kesimpulan ..................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerukunan adalah jiwa atau roh dari persatuan dan kesatuan. Tidak ada persatuan dan
kesatuan tanpa kerukunan. Indonesia adalah negara yang besar, terdiri dari ribuan pulau, serta
dihuni oleh bangsa dengan berbagai keragaman suku, agama, ras, budaya, kepercayaan, dan
lainnya. Hidup dalam keberagaman atau perbedaan, biasanya rawan terjadi konflik atau
perpecahan. Oleh karena itu mari kita rawat pluralitas ini dengan baik. Jika pluralitas tidak
dikelola dengan baik, maka bisa terjadi masalah besar. Misalnya, pertentangan antar budaya,
kecemburuan sosial, sentimen kedaerahan, dan lainnya.Untuk itu, maka menjadi tugas bersama
untuk menyikapi perbedaan dengan menyadari bahwa diri kita adalah sahabat bagi sesama
manusia.
Keberagaman atau pluralitas adalah keniscayaan. Namun, persatuan dan kesatuan adalah
usaha sadar dari seluruh masyarakat Indonesia. Keberagaman itu merupakan kekayaan dan
keindahan bangsa Indonesia. Dalam kaitannya dengan mewujudkan kerukunan umat
beragama, Pemerintah telah mencanangkan konsep Tri Kerukunan Umat Beragama di
Indonesia. Tri Kerukunan Umat beragama yaitu kerukunan intern umat beragama, kerukunan
antar umat beragama, dan kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah.
Kerukunan dan keharmonisan hidup seluruh masyarakat akan senantiasa terpelihara dan
terjamin selama nilai-nilai Empat Pilar Kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka
Tunggal Ika) dipegang teguh secara konsekuen oleh setiap warga negara Indonesia. Untuk
memelihara keharmonisan hubungan antar umat beragama dibutuhkan kesadaran untuk
menjaga kerukunan, karena kerukunan itu merupakan jiwa dari persatuan dan kesatuan. Tidak
aka nada persatuan tanpa kerukunan.
Dalam kaitannya dengan mewujudkan kerukunan umat beragama, Pemerintah telah
mencanangkan konsep Tri Kerukunan Umat Beragama di Indonesia. Tri Kerukunan Umat
beragama yaitu kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama, dan
kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah.

4
Dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia terdapat dalam Konstitusi,
yaitu pasal 28E ayat (1) UUD 1945; "setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di negara dan meninggalkannya, serta berhak
kembali."
Undang Undang Dasar 1945 bab IX pasal 29 ayat (2) menyatakan bahwa, “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Oleh karena itu, sebagai warga negara yang baik kta wajib ikut serta menciptakan
kerukunan inter dan antar umat beragama, serta antar umat beragama sebagai pengamalan
dharma agama dan dharma negara.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan sloka suci Weda?
2. Jelaskan masalah-masalah yang menjadi urgensi kerukunan di dalam membangun
masyarakat yang damai!
3. Analisis sumber historis, sosiologis, politik, dan filosofis dalam membangun kerukunan.
4. Deskripsikan esensi dan urgensi membangun kerukunan.

C. Tujuan
Makalah ini dibuat sebagai bahan pembelajaran atau referensi bagi pembaca untuk menambah
wawasan serta ilmu pengetahuan mengenai agama hindu serta untuk memenuhi penugasan
mata kuliah Agama.

5
BAB II
PEMABAHASAN

A. Sloka Suci Weda


Sloka suci Weda yang dapat dijadikan pedoman dalam menciptakan kerukunan dalam
mencapai persatuan dan kesatuan, diantaranya :
• Tatwam Asi: tat – itu; tvam – kamu; asi – adalah. Tattwam asi artinya “itu adalah kamu.”
Yang dimaksud dengan kata “itu” adalah semua entitas ciptaan Tuhan.
• Sarvam khalv idam Brahman : artinya semua yang ada ini adalah perwujudan Tuhan,
karena semuanya itu adalah ciptaan-Nya / ciptaan Tuhan.
• Vasudeva Kutumbhakam : semua mahluk bersaudara
• Tri Hita Karana : tiga hal yang menyebabkan kebahagiaan. (Parahyangan: sradha bhakti
kepada Tuhan. Pawongan: interaksi, toleransi, saling menghormati dan saling menghargai
antar sesame manusia. Palemahan : menjaga dan melestarikan alam sekitar, menciptakan
keseimbangan yang harmoni).

B. Masalah-Masalah Yang Menjadi Urgensi Kerukunan Di Dalam Membangun


Masyarakat Yang Damai
1. Eksklusivisme; yaitu suatu sikap kelompok yang hanya memperhatikan kelompoknya saja
(in group) dan tidak menganggap adanya kekuatan dari luar kelompoknya. Mereka tidak
mau menerima pluralisme dan menganggap kelompok lain tidak sebanding, bahkan jauh
berada dibawah kelompoknya. Pandangan demikian dapat berkembang dan berangkat dari
sisi kualitas maupun kuantitas.
2. Puritanisasi agama; yaitu usaha untuk memurnikan agama dari pengaruh unsur luar yang
bukan asaliah agamanya. Agama dianggap tidak pantas bila dihubungkan dengan sifat-sifat
kemanusiaan. Penyakralan terhadap agama secara berlebihan ini dapat memisahkan agama
dari tujuannya, karena bila dilihat dari sisi sosiokultural maka agama itu ada apabila
mewujud dalam tingkah laku masyarakat penganutnya. Kemutlakan atas kebenaran ajaran
agama memang merupakan esensi ”sradha” (iman) namun dalam wujud ”yadnya” dan

6
”karma” maka faktor sosiokultural menjadi amat dominan. Akan tetapi sering kali terjadi
upaya pemurnian ajaran agama dengan menghilangkan pengaruh kebudayaan setempat
yang sebenarnya dapat menjadi faktor integratif para penganut agama yang berbeda dalam
suasana kebhinekaan yang tunggal, dengan semangat ”obligatio in salidum” (semangat
kegotongroyongan yang mengikat) seperti misalnya ”pela” di Maluku, ”ngayah” di Bali,
dan sebagainya.
3. Dilema solidaritas; Masalah solidaritas kelompok ataupun pemeluk suatu agama terhadap
sesama pemeluk agama adalah merupakan suatu loyalitas yang wajar. Loyalitas kepada
suatu golongan sering kali disalahgunakan untuk kepentingan solidaritas yang bersifat
emosional terhadap suatu aktivitas kelompok lain, karena dianggap tidak sesuai dengan
ajaran atau paham yang dianutnya.
4. Dilema kepatuhan; Kepatuhan adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh umat
beragama, walaupun hal itu (mungkin) bertentangan dengan norma-norma agama yang
diyakininya. Kepatuhan ini berhubungan dengan seorang pemimpin. Bagi umat beragama,
kepatuhan kepada pemimpinnya adalah suatu kewajiban yang sering kali berlawanan
dengan kewajiban yang lain, misalnya menghormati sesama manusia atas dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab. Bila seorang pemimpin agama salah dalam
menafsirkan gejala sosial keagamaan yang ada, maka akibatnya akan akan fatal terutama
yang menyangkut masalah hubungan antara umat beragama.
5. Analisis satu sisi; Gejala kompleksnya suatu masyarakat terlihat juga dari segi bermacam
ragamnya teknik pendekatan suatu masalah yang menimbulkan aneka ragamnya aliran
falsafah, ilmu pengetahuan sosial, termasuk permasalahan agama dan kepercayaan.
Problematik sentral yang dapat dikemukakan ialah masalah ”analisis satu sisi” di mana
orang atau kelompok hanya ingin melihat apa yang ia ingin lihat dan buta terhadap sesuatu
yang ia tidak ingin lihat. Analisis agama misalnya menulis atau mengkritik agama lain
dengan menggunakan perbendaharaan yang tidak populer lagi (tidak objektif), mengutip
kalimat-kalimat yang ”ingin dilihat saja” untuk tujuan tertentu, sehingga dapat
menimbulkan salah pengertian yang mengelirukan. Kadang kala terkesan mencampuri
wilayah teologis agama lain. Hal ini tentu dapat mengakibatkan disintegrasi yang sangat
berbahaya.

7
6. Dilema prasangka; Sering kali terjadi kasus SARA yang sebenarnya berawal dari
munculnya prasangka, kemudian merebak menjadi isu, seperti Islamisasi, Kristenisasi,
Balinisasi, Jawanisasi dan sebagainya. Munculnya suatu kelompok atau penganut agama
yang berlainan dengan mayoritas penduduk sebenarnya berkaitan dengan gejala urbanisasi,
bahkan globalisasi. Pada era modern dewasa ini tidaklah mungkin ada masyarakat yang
homogen kecuali pada masyarakat yang masih primitif. Bila sekarang ada orang yang
bukan Islam di Aceh dan Sumatera Barat, bukan Kristen di Timor, atau bukan Hindu di
Bali, adalah merupakan suatu hal yang wajar. Oleh karenanya harus didasari pula bahwa
pendatang baru itu pasti memerlukan sarana peribadatan disertai simbol-simbol yang dapat
mempersatukan mereka agar dapat melaksanakan ajaran agamanya. Tetapi disisi lain
penggunaan simbol secara berlebihan akan dapat mengundang buruk sangka, bahkan dapat
berubah menjadi kerusuhan.
7. Dilema kepentingan politik dan kekuasaan; Di era reformasi, idealisme menuju Indonesia
baru sangat mengemuka yang diikuti dengan isu HAM, demokratisasi dan penegakan
hukum guna terwujudnya ”civillization of society” yang lebih dikenal dengan istilah
“Masyarakat Madani“. Tujuan reformasi yang luhur itu kadang kala nampak
membingungkan masyarakat bawah yang belum terdidik berdemokrasi. Apalagi bila
politik dan kekuasaan yang mengacu pada norma hukum dan norma moral menuju cita-
cita luhur bangsa terkontaminasi oleh penonjolan kepentingan sesaat, tentu dapat
mengakibatkan disharmoni, kerusuhan, bahkan (mungkin) disintegrasi.

C. Sumber Historis, Sosiologis, Politik, dan Filosofis dalam Membangun Kerukunan


Pada hakikatnya umat Hindu adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak dapat dipisahkan
antara yang satu dengan yang lainnya karena merupakan satu kesatuan yang utuh. Tidak dapat
memisahkan dirinya dari sebuah perbedaan, karena ia berasal dari Tuhan dan kembali ke
Tuhan jua. Kodrat manusia pada dasarnya adalah selalu ingin meningkatkan nilai-nilai
kemanusiaannya agar dapat berevolusi menuju kemanunggalan dan sadar akan jati dirinya
dengan Tuhan. Oleh karena itu Sebagai warga negara yang baik umat Hindu mesti tunduk dan
patuh pada konstitusi serta berupaya mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari secara nyata. Oleh karena itu dalam

8
rangka sosialisasi dan aplikasi nilai-nilai luhur agama dalam proses pembangunan nasional,
maka umat Hindu dapat mengamalkan ajarannya secara benar dengan mengupayakan
revitalisasi terhadap mantra-mantra suci Veda, sehingga mampu memberikan kontribusinya
terhadap kelancaran pelaksanaan pembangunan nasional menuju Masyarakat yang aman
tentram damai dan selamat sejahtera. Dengam demikian maka umat Hindu akan dapat berjalan
seiring, selaras, serasi, dan seimbang dengan umat lain karena memiliki dasar pandangan yang
sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam kondisi seperti itu
maka suasana kebersamaan dan kerukunan umat beragama, maupun sinergi suku, ras, antar
golongan yang penuh perdamaian serta didorong oleh rasa kesadaran nasional niscaya akan
terwujud dengan harmonis.

D. Esensi Dan Urgensi Membangun Kerukunan


Kenyataan yang tidak bisa dihindari bahwa kita bangsa-bangsa Asia yang terdiri dari
keanekaragaman kultur, bahasa, ras, geografi, sejarah, agama, dan keimanan kerap terpuruk
akibat seringnya penggunaan agama sebagai alat untuk menghancurkan peradaban manusia.
Veda meneguhkan kehidupan dan ketika Veda menyanyikan Sarve Bhavantu Sukhinah,
mantra ini menekankan bahwa keselamatan pribadi bukanlah satusatunya tujuan, tetapi bahwa
kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat pemeluk Hindu, adalah sama pentingnya
bahkan jauh lebih penting.
Loksamgraha sebagai suatu yang ideal dari masyarakat Hindu, dapat diwujudkan melalui
suatu proses. Dimulai dengan proses tumbuhnya kesadaran sosial dikalangan para pemeluk
agama, bahwa masing-masing dari kita adalah bersaudara satu sama lain: Vasudhaiva
Kuṭumbakam. Bahkan hakikat diri kita sebetulnya sama.
Penderitaan bagi yang satu adalah penderitaan bagi yang lain. Kebahagiaan bagi yang satu
adalah kebahagiaan bagi yang lain, aku adalah engkau: Tat Twam Asi. Konsep pemikiran
Hindu tentang hidup rukun dan damai ini merupakan refleksi dari ajaran Kitab suci Veda.
Apabila konsep tersebut dapat dilaksanakan secara utuh maka hasil akhir yang dicapai adalah
”Anandam dan Santih”, kerukunan, kebahagiaan dan kedamaian.
Setidaknya ada tiga strategi, yang tidak hanya merupakan sebuah cara tetapi juga
merupakan tujuan di dalamnya dalam memelihara kerukunan antar umat beragama. Pertama,
memperbesar aktor perdamaian. Asumsinya adalah mengubah pandangan masyarakat untuk

9
memiliki pandangan dan pemahaman agama dan kebudayaan yang inklusif dan toleran bersifat
evolutif yakni akan membutuhkan cukup lama. Hal ini disebabkan karena eksklusitas
keagamaan juga merupakan sebuah budaya.
Kedua, memperluas forum-forum perdamaian di masyarakat. Semakin banyak forum-
forum kultural yang mendiskusikan uapaya-upaya perdamaian, maka akan semakin
mempersempit gerak konflik. Forum-forum perdamaian merupakan sarana yang paling efektif
untuk mengumpulkan dan memperkuat soliditas masyarakat damai yang aktif. Forum-forum
rutin yang menghadirkan komunitas elitis-struktural dan populis-kultural akan menjadi
jembatan bagi komunikasi antar kelompok masyarakat.
Ketiga, memperkuat jaringan perdamaian. Jaringan merupakan alat yang efektif untuk
mengakselerasi kepentingan perdamaian. Dengan jaringan yang kuat, baik dalam hubungan
dengan sesama masyarakat, sesama tokoh agama/adat, media, pemerintah, DPRD, kepolisian,
LSM, dan stakeholder lainnya. Upaya pencegahan konflik biasanya berbasis jaringan untuk
mengkomunikasikan dan mensosialisikan setiap temuan potensi konflik atau strategi
penyelesaian konflik. Keempat, mengadvokasi perdamaian. Inilah bagian dari upaya
mengubah kebijakan agar negara semakin peduli terhadap eksistensi perdamaian, terutama
bagaimana negara tidak membuat kebijakan yang menyulut konflik atau tidak melindungi
korban konflik. Advokasi biasanya dilakukan kepada Pemda, Kepolisian, DPRD, dan lembaga
negara lainnya. Advokasi tidak bisa dilakukan secara sederhana karena memerlukan
kepercayaan, otoritas, legitimasi, dan kemauan untuk mengintervensi kebijakan negara.

F. Hindu dan Kebhinekaan Bermasyarakat


Kita wajib dan harus menjaga keberagaman tersebut sehingga masyarakat merasakan
kedamaian dalam menjalankan hidup dan kehidupan. Kebhinnekaan dalam ajaran Hindu
menjadi titik penting dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang harmonis. Dengan
kebhinnekaan ini, kita wajib menciptakan kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat demi
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sangat kita cintai.

Manusia Hindu tidak dapat memisahkan diri hanya karena perbedaan. Sebab, ia berasal dari
yang satu dan kembali kepada yang satu juga. Dalam Pustaka Suci Weda, disebutkan sesanti
“Tat Twam Asi” yang bermakna “Itu adalah Engkau”, “Dia adalah Kamu, Aku adalah Dia,

10
Engkau adalah Aku dan seterusnya”. Setiap manusia adalah bersaudara (Wasudewa Kutum
Bakam). Sesanti Tat Twam Asi dan Wasudewa Kutum Bakam, menjadi landasan etik dan moral
bagi umat Hindu di dalam menjalani kehidupan, sehingga ia dapat menjalankan kewajibannya
dengan harmonis.

Dalam rangka meningkatkan kerukunan hidup, menuju kehidupan beragama dan bernegara,
sebagai pengejewantahan ajaran Tat Twam Asi dan Wasudewa Kutum Bhakam, maka ajaran
Tri Hita Karana harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari secara nyata. Ajaran tersebut
meliputi :

1. Parahyangan: hubungan manusia dengan Sang Pencipta (Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan
Yang Maha Esa). Caranya, dengan mengamalkan segala ajarannya, dan menjauhi larangannya.
Hubungan dengan Tuhan, hendaknya dilandasi dengan kesadaran bahwa Tuhan adalah
kebenaran pengetahuan yang tidak terbatas (Sat Citt Ananda Brahman). Tuhan adalah dari
mana semua yang ada berasal (Janma Dyayasyah Yatah). Laksanakan ajaran agama dengan
baik dan benar. Yakini ajaran Panca Srada, Lakukan Panca Yadnya, dana punia, dan terapkan
Tri Kaya Parisuda dalam kehidupan sehari-hari.

2. Pawongan: hubungan manusia dengan sesama manusia. Sebagai warga negara yang baik,
mari kita menerapkan kebhinnekaan dalam wujud kebersamaan dan persatuan sejati. Hubungan
manusia dengan sesama, mengarah pada kerukunan, persatuan dan kesatuan, baik dalam cita-
cita, pikiran maupun sikap, dalam menghadapi masalah bangsa dan negara menuju kedamaian
bersama.

Kitab Suci Reg Weda Mandala X adiyaya 191 mantra 2 dan 3 menyatakan: Sam Gacchadhvam
Sam Vadadhuvam, Sam vo manamsi janatam, Dewa Bhagam yatha purwe, Sam Janana upasate
samanam manah saha citham esam, samanam mantram abhi mantraye, yah samanena vo havisa
juhomi. (Reg Weda X,191, 2 dan 3)

Artinya: Wahai manusia, berjalanlah kamu seiring, berbicara bersama, berpikir ke arah yang
sama. Seperti para Dewa bersatu membagi tugas, begitulah semestinya engkau menggunakan
hakmu. Berkumpulah bersama berpikir ke arah satu tujuan yang sama, seperti yang telah Aku
gariskan. Samalah hatimu dan satukan pikiranmu, agar engkau dapat mencapai tujuan hidup
bahagia bersama.

11
3. Palemahan: hubungan manusia dengan alam lingkungan secara harmoni. Hal ini harus
dilandasi dengan kesadaran bahwa seluruh alam ini berasal dari Tuhan. Atharwa Weda X.8.29.
menyebutkan “Purnat purnam udacati, purnanena vasisyate” (Manusia harus menyadari bahwa
dirinya merupakan suatu kesatuan dengan alam semesta ini). Oleh karena itu, tidak ada alasan
pembenar untuk merusak alam semesta ini, mengeruk dan merampas kekayaan perut bumi,
hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok, sehingga menyebabkan bencana bagi
kehidupan manusia.

Konsep pemikiran Hindu tentang Kebhinnekaan Bermasyarakat untuk mencapai kerukunan dan
kedamaian merupakan refleksi dari ajaran Weda. Apabila hal tersebut dapat dilaksanakan
dengan utuh, maka hasil akhir yang dicapai adalah “ANANDAM dan SANTIH”, “Kebahagiaan
dan Kedamaian”. Hindu mengajarkan, kebhinnekaan bermasyarakat dapat mempercantik
kehidupan. Oleh karena itu, kebhinnekaan itu harus tetap dijaga dan direkatkan saling mengisi
dan melengkapi untuk kehidupan yang indah dan harmonis. Sejak dulu Para Maha Resi yang
suci mengajarkan bahwa walaupun berbeda kita tetap bersatu. Artinya, setiap perbedaan yang
ada jangan dijadikan masalah, yang penting memiliki visi yang sama dan tujuan mulia untuk
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang rukun, damai, dan berkeadila

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada hakikatnya umat Hindu adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak dapat dipisahkan
antara yang satu dengan yang lainnya karena merupakan satu kesatuan yang utuh. Tidak dapat
memisahkan dirinya dari sebuah perbedaan, karena ia berasal dari Tuhan dan kembali ke
Tuhan jua. Kodrat manusia pada dasarnya adalah selalu ingin meningkatkan nilai-nilai
kemanusiaannya agar dapat berevolusi menuju kemanunggalan dan sadar akan jati dirinya
dengan Tuhan. Oleh karena itu Sebagai warga negara yang baik umat Hindu mesti tunduk dan
patuh pada konstitusi serta berupaya mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari secara nyata.

13
DAFTAR PUSTAKA

I Nyoman Nesawan (2021), Hindu dan Kebhinnekaan Bermasyarakat, Artikel Kementrian Agama
Republik Indonesia.

Drs. I Nengah Kondra, M.M.Pd (2021), Hindu dan Upaya Memelihara Kerukunan Umat
Beragama, Artikel Kementrian Agama Republik Indonesia

Paristiyani, Hestu, Made Awanita, dkk (2021), Pendidikan Agama Hindu, e-book RISTEKDIKTI
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan

14

Anda mungkin juga menyukai